Anda di halaman 1dari 32

KEPADATAN MIKROALGA Dunaliella sp DAN PEMBERIAN

TIMBAL ASETAT DENGAN KONSENTRASI YANG


BERBEDA

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG


(PKL)

OLEH:
Nama : Fitly Tewal
Nim : 14051103025

FAKUTLTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena begitu besar penyertaan, bimbingan serta pertolonganNya yang selalu

dirasakan disetiap langkah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dan

praktek kerja lapang dengan judul “KEPADATAN MIKROALGA Dunaliella

sp DAN PEMBERIAN TIMBAL ASETAT DENGAN KONSENTRASI

YANG BERBEDA”

Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat yang

harus ditempuh mahasiswa dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan Dan

Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi.

Selama melaksanakan praktek atau penelitian ini, banyak bantuan yang

diterima baik saran dan masukan dari Dosen pembimbing Kurniati Kemer, S.IK,

M.Si yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan penelitian dan makalah.

Penulis menyadari laporan praktek kerja lapang ini belum sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan pembaca dapat memberi masukan dan saran

apabila terdapat kekurangan dalam laporan ini agar makalah ini dapat menjadi

pedoman bagi mahasiswa yang akan melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL)
RINGKASAN

Fitly tewal Kepadatan Mikroalga Dunaliella Sp Dan Pemberian Timbal


Asetat Dengan Konsentrasi Yang Berbeda. laporan praktek kerja lapang.
Dibimbing oleh Kurniati kemer S.IK M.Si

Mikroalga merupakan organisme yang mengandung klorofil serta pigmen-


pigmen lain sehingga dapat melakukan fotosintesis. Mikroalga tersebar luas di
alam dan dapat dijumpai di semua lingkungan yang terkena sinar matahari, serta
ciri-ciri dan morfologinya sangat beragam. Mikroalga adalah biota yang
berukuran mikrodengan ukuran diameternya kurang dari 2 µm. Manfaat
mikroalga untuk mahluk hidup lainya, terutama manusia sangat banyak,
diantaranya sebagai sumber makanan dan bahan dalam pembuatan obat-obatan.
Dunaliella sp merupakan kelompok alga hijau yang mempunyai kandungan
protein, lemak, dan karbohidrat sebagai sumber pangan yang baik. Mikrolaga
Dunaliella sp menghasilkan pigmen (klorofil, karotenoid, β-karoten), asam
amino, asam lemak dan gliserol. Secara umum pigmen yang ditemukan adalah
klorofil, dan karotenoid. Klorofil a dapat digunakan sebagai pewarna pada bidang
farmasi, senyawa turunan dari klorofil juga dapat digunakan sebagai produk
kesehatan
Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perkembangan
atau pertumbuhan mikoralga Dunaliella sp dalam kultur yang dilakukan di dalam
laboratorium serta mengidentifikasi hasil pertumbuhan, kepadatan dan perlakuan
menggunakan mikroskop. mulai dari fase lag, fase logaritmik, fase stasioner dan
fase deklinasi yang menjadi akhir dari penetlitian
Penggunaan timbal asetat dalam kultur mikroalga sangat berpengaruh
dengan perkembangan mikroalga. Dunailiella sp mengalami pertumbuhan yang
tetap atau fase eksponesial pada pengamatan sebelum perlakuan yaitu di hari ke
10 dan ke 14 dan kemudian dilakukan perlakuan. Sesudah dilakukan perlakuan
diperoleh data, pada wadah kotrol menunjukan pertumbuhan yang tetap atau
stabil, berbedah dengan wadah yang diiberi timbal asetat menunjukan
pertumbuhan yang yang tidak stabil kadang jumlah kematian yang banyak namun
masih ada proses pembelahan yang terjadi, hal terjadi mungkin akibat sel yang
masih hidup memanfaatkan nutrient dari sel yang telah mati, sehingga
pertumbuhan masih dapat terjadi meskipun timbale asetat adalah racun bagi
Dunaliella sp.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
RINGKASAN..........................................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
DAFTAR TABEL....................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................6
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................7
1. PENDAHULUAN...........................................................................................8
1.1 Latar Belakang..........................................................................................8
1.2 Perumusan Masalah.................................................................................10
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................10
1.5 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................10
2. TINJAUN PUSTAKA...................................................................................11
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Dunaliella Sp................................................11
2.2 Habitat dan Penyebaran Dunaliella Sp....................................................12
2.3 Reproduksi Dunaliella sp........................................................................13
2.4 Pertumbuhan Dunailella sp.....................................................................15
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dunaliella Sp...........17
3. METODELOGI PENELITIAN.....................................................................21
3.1 Metode Penelitian....................................................................................21
3.2 Alat dan kegunaanya...............................................................................21
3.2 Bahan dan Kegunaanya...........................................................................22
3.3 Metode Pengumpulan Data.....................................................................22
3.3.1 Pengambilan air laut.........................................................................22
3.3.2 Penyaringan Air laut........................................................................22
3.3.3 Sterilisasi Air laut.............................................................................23
3.3.4 Pembuatan media kultur Dunailella sp............................................23
3.3.5 Melihat Kepadatan Dunailella Sp....................................................24
3.3.6 Pemberian Timbal Asetat (Perlakuan).............................................24
3.4 Metode Analisi Data................................................................................25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................26
5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................27
5.1 Kesimpulan..............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman


1. Tabel 1 Alat dan Kegunaan..............................................................................20
2. Tabel 2 Bahan dan Kegunaanya.......................................................................21
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman


1. Gambar 1 Struktur Sel Dunaliella sp (Ben-Amots, 2004)...............................12
2. Gambar 2 Tahap Reproduksi Aseksual Dunaliella sp (Ben-Amotz et al.,
2009)................................................................................................................13
3. Gambar 3 Kurva Pertumbuhan Fitoplankton (Lavens and Sorgeloos, 1996).. 16
4. Gambar 4 Kepadatan sel Dunaliella sp (sel/mil).............................................25
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroalga merupakan organisme yang mengandung klorofil serta pigmen-

pigmen lain sehingga dapat melakukan fotosintesis. Mikroalga tersebar luas di

alam dan dapat dijumpai di semua lingkungan yang terkena sinar matahari, serta

ciri-ciri dan morfologinya sangat beragam (Pelczar & Chan 1986). Mikroalga

adalah biota yang berukuran mikro dengan ukuran diameternya kurang dari 2 µm

(Fedorov, et a., 2005 dalam Mohamad A Salim, 2013). Manfaat mikroalga untuk

mahluk hidup lainya, terutama manusia sangat banyak, diantaranya sebagai

sumber makanan dan bahan dalam pembuatan obat-obatan. Penelitian sebelumnya

menyebutkan pula manfaat lain dari alga, yaitu sebagai alternattif bahan baku

biodeisel (Sheehan et al.,1998, Zubdi & Sukardi, 2005)

Dunaliella sp merupakan kelompok alga hijau yang mempunyai

kandungan protein, lemak, dan karbohidrat sebagai sumber pangan yang baik

(Becker, 2007). Mikrolaga Dunaliella sp menghasilkan pigmen (klorofil,

karotenoid, β-karoten), asam amino, asam lemak dan gliserol. Secara umum

pigmen yang ditemukan adalah klorofil, dan karotenoid. Klorofil a dapat

digunakan sebagai pewarna pada bidang farmasi, senyawa turunan dari klorofil

juga dapat digunakan sebagai produk kesehatan (Ferruzi & Blakeslee, 2007).

Penelitian dari Netherlands Cohort Study menyatakan bahwa dengan

mengkonsumsi klorofil dapat menurunkan risiko terkena kanker (Balder et al.,

2006).

Karotenoid dimanfaatkan di bidang industri pangan sebagai zat pewarna

aditif, antioksidan, dan sebagai pro-vitamin A. Selain itu, β-karoten mempunyai


manfaat sebagai obat antikanker, obat penuaan (anti-aging), dan sistem imun

(Immunomodulatory properties) (Rock, 2002; Russel, 2002).

Metabolisme mikroalga dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi

lingkungan. Diantaranya adalah intensitas cahaya, nitrogen, nutrient dan suhu.

Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi kandungan pigmen, biomassa dan

pertumbuhan sel D. salina adalah salinitas.Dunaliella sp adalah alga hijau

halotoleran dan meskipun dinding selnya agak kaku, namun tetap dapat tumbuh di

lingkungan perairan dengan salinitas dari 0,5-50 mg/l (Jahnke & White, 2003).

Apabila dalam kondisi faktor eksternal yang yang tidak mendukung kehidupannya

Dunaliella sp masih dapat melakukan biosintesa bahan yang penting seperti

karotenoid; gliserol, vitamin dan protein (Ghoshal et al., 2002).

Pigmen adalah zat kimia berwarna-warni yang merupakan bagian dari

sistem fotosintesis pada mikroalga. Pigmen dibedakan menjadi tiga kelas:

karotenoid, klorofil, dan phycobiliproteins. Phycobiliproteins merupakan pigmen

aksesori dalam alga merah dan cyanobacteria merupakan bahan berharga tinggi.

Beberapa phycobiliproteins umum termasuk phycoerythrin (PE), phycocyanin

(PC), dan allophycocyanin (APC). Pigmen tersebut adalah heterooligomer yang

terdiri dari pengelompokan subunit dalam memproduksi sel (Cyanophyta) atau

kloroplas (Rhodophyta) yang diatur dalam kompleks yang disebut

"phycobilisomes". Phycobiliproteins telah digunakan sebagai pewarna alami;

Selain itu, pigmen ini juga secara luas telah digunakan sebagai nutraceuticals atau

aplikasi lainnya pada bidang bioteknologi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui komposisi pigmen Phycobiliproteins pada Dunaleilla sp pada konsisi

lingkungan dengan salinitas yang berbeda (Barra et al., 2014).


1.1.2 Perumusan Masalah

 Mengamati pertumbuhan mikroalga dunailella sp dalam media kultur

 Mengamati kepadatan mikroalga mnggunakan mikroskop

 Mengamati mikroalga yang sudah diberi perlakuan dengan timbal

1.1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan mikoralga

dalam kultur yang dilakukan di dalam laboratorium serta mengidentifikasi hasil

pertumbuhan, kepadatan dan perlakuan menggunakan mikroskop.

1.1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses perkembangan

dari mikroalga dunailella sp mulai dari Fase lag, Fase logaritmik, Fase stasioner

dan Fase deklinasi.

1.1.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium akuakultur, laboratorium

teknologi hasil perikanan dan laboratorium biofarmasitika laut fakultas perikanan

dan ilmu kelautan universitas sam ratulangi. Penelitian ini berlangsung dari bulan

oktober 2019 sampai bulan november 2019


2. TINJAUN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Dunaliella Sp

Klasifikasi Dunailella Sp menurut Sakthivel et al. (2011) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Phylum : Chlorophyta

Class : Chlorophyceae

Order : Volvocales

Family : Dunaliellaceae

Genus : Dunaliella

Species : Dunaliella salina

Dunaliella Sp merupakan alga uniseluler yang bersifat halofilik termasuk

filum Chlorophyta (Smith et al., 2010). Dunaliella Sp memiliki bentuk sel yang

bervariasi yaitu elips, bulat telur dan silinder tergantung konsentrasi kadar garam

lingkungan dan mempunyai dua flagella yang sama panjang (Ben-Amotz et al.,

2009). Bentuk sel akan berubah menjadi bulat seperti bola pada kondisi yang

tidak menguntungkan atau kondisi lingkungan yang ekstrim (Borowitzka and

Siva, 2007). Lamers (2011) menjelaskan bahwa Dunailella Sp tidak memiliki

dinding sel yang kaku sehingga volume atau ukuran sel dapat dengan mudah

menggalami perubahan akibat tekanan osmotik dari lingkungan. Struktur sel

terdiri dari kloroplas, pyrenoid, vakuola inti dan nukleus (Ben-Amotz, 2004).
Kloroplas berbentuk cangkir dengan satu pyrenoid pusat serta memiliki

organel lain yaitu eyespot anterior, nukleolus, badan golgi dan vakuola Dunaliella

Sp memiliki panjang 2-28 μm dan lebar 1-15 μm (Ben-Amotz et al., 2009).

Panjang, lebar dan volume sel dapat berubah seiring dengan meningkatnya

konsentrasi salinitas di perairan (Borowitzka and Siva, 2007).

2 3
4
5
6 7
8

9
10
Gambar 1 Struktur Sel Dunaliella sp (Ben-Amots, 2004)

Keterangan : (1) Eyespot (2) Nukleus (3) Golgi (4) Nukleolus (5) Mitokondria (6)

Strach (7) Vakuola (8) Pyrenoid (9) β-karoten globul (10)

Kloroplas.

2.2 Habitat dan Penyebaran Dunaliella Sp

Dunaliella Sp memiliki habitat di perairan laut dan sering ditemukan di

danau, rawa serta parit-parit dekat perairan laut (Ben-Amotz, 2004). Salinitas

yang optimal untuk menunjang pertumbuhan yaitu 18-22 ppt (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995). Dunaliella sp merupakan fitoplankton yang memiliki sifat

halofilik yang artinya mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang memiliki

kadar garam tinggi (Smith et al., 2010). Dunaliella sp juga bersifat eurythermal

atau dapat bertahan terhadap kisaran suhu yang lebar. Alga ini dapat bertahan

pada suhu rendah hingga di bawah titik beku sampai suhu tinggi yaitu 40°C
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Suhu yang optimal untuk pertumbuhan yaitu

antara 10°C-30°C (Ben-Amotz, 2009) dan toleransi pH yang tinggi sampai pada

pH 11 (Borowitzka and Borowitzka, 1988).

2.3 Reproduksi Dunaliella sp

Reproduksi Dunailella sp dibagi menjadi dua yaitu secara seksual dan

aseksual. Reproduksi secara seksual terjadi akibat dipicu oleh perubahan kondisi

lingkungan sedangkan reproduksi secara aseksual terjadi pada kondisi normal atau

tidak terjadi perubahan pada kondisi lingkungan. Tahap awal reproduksi aseksual

terjadi pembelahan sel pada inti sel yang memiliki pyrenoid dan sepasang flagella,

selanjutnya melakukan penggandaan pyrenoid, kloroplas serta inti sel. Proses

pembelahan sel belum seutuhnya memisah, kedua sel anak masih dalam kondisi

melekat pada membran sel sampai flagella memanjang dan sitoplasma

memisahkan sel anak. Dua sel anak masing-masing telah memiliki flagella dan

stigma (Borowitzka and Siva, 2007). Tahap reproduksi aseksual Dunailella sp

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tahap Reproduksi Aseksual Dunaliella sp (Ben-Amotz et al., 2009).


Keterangan : A. Penggandaan kloroplas. B. Pembelahan sel yang masing-masing

memiliki sepasang flagella. C. Dua sel anak masih melekat pada membran

plasma.
Reproduksi seksual Dunailella sp terjadi apabila terdapat perubahan

kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga jarang untuk dijumpai (Ben-Amotz et

al., 2009). Reproduksi seksual terjadi dengan cara melakukan isogami melalui

konjugasi. Zigot memiliki warna hijau atau merah dengan dikelilingi oleh dinding.

sporollenin yang halus dan sangat tipis. Nukleus zigot akan membelah secara

meiosis. Pembelahan ini terbentuk lebih dari 32 sel yang dikeluarkan melalui

retakan atau celah pada dinding sel induk. Reproduksi seksual Dunaliella mirip

dengan reproduksi seksual pada Chlamydomonadecea (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995).

2.4 Pertumbuhan Dunailella sp

Salah satu parameter lingkungan yang menunjang pertumbuhan

Dunaliella sp adalah intensitas cahaya, selain salinitas, pH dan suhu. Cahaya

menjadi salah satu faktor pembatas bagi keberlangsungan hidup Dunaliella sp.

Cahaya yang bersumber dari energi matahari dibutuhkan oleh Dunaliella sp dalam

proses fotosintesis, laju fotosintesis akan meningkat bila intensitas cahaya

meningkat dan menurun bila intensitas cahaya berkurang (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 1995).

Zainuri dkk (2006) juga mengemukakan bahwa pada saat intensitas cahaya

meningkat tinggi, maka fitoplankton Dunaliella sp akan merespon dengan proses

reproduksi dan pembelahan yang cukup cepat. Richmond (2003) bahwa intensitas

cahaya yang terlalu rendah akan menghambat laju pertumbuhan sel dengan

pencapaian fase eksponensial terlama.


Lavens and Sorgeloos (1996) menjelaskan bahwa pertumbuhan

fitoplankton dibagi menjadi lima fase yaitu :

1. Fase Lag

Pertumbuhan fitoplankton pada fase ini dikaitkan dengan adaptasi

fisiologis metabolisme sel pertumbuhan fitoplankton, seperti peningkatan

kadar enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan sel dan fiksasi

karbon.

2. Fase Eksponensial

`Fase eksponensial ditandai dengan sel fitoplankton telah

mengalami pembelahan sel dengan laju pertumbuhan relatif tetap.

Pertumbuhan fitoplankton dapat maksimal tergantung pada spesies alga,

nutrien, cahaya dan temperatur.

3. Fase Penurunan Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan sel mulai melambat ketika nutrisi, cahaya, pH, CO2

atau faktor kimia dan fisika lain mulai membatasi pertumbuhan.

4. Fase Stasioner

Fase stasioner ditandai dengan kematian fitoplankton hampir sama

dengan laju pertumbuhannya sehingga kepadatan fitoplankton pada fase

ini relatif konstan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fazeli et al.

(2006), pembentukan β-karoten pada genus Dunaliella lebih tinggi pada

fase stasioner dari pada fase eksponensial.

5. Fase Kematian

Fase kematian ditandai dengan kondisi kualitas air menurun dan

kandungan nutrisi rendah sehingga kepadatan sel menurun dengan cepat


karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju

pertumbuhannya sampai kultur berakhir. Kurva pertumbuhan fitoplankton

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Kurva Pertumbuhan Fitoplankton (Lavens and Sorgeloos, 1996).


Keterangan:

1: Fase Lag

2: Fase Eksponensial

3: Fase Penurunan Laju Pertumbuhan

4: Fase Stasioner

5: Fase Kematian

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dunaliella Sp

Pertumbuhan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia

lingkungan. Secara langsung maupun tidak langsung aspek tersebut akan

mempengaruhi kehidupan fitoplankton. Menurut Wulandari (2009), faktor fisika

yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton diantaranya suhu dan kecerahan

atau cahaya sedangkan faktor kimia yaitu pH, salinitas dan kebutuhan nutrien.
1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Pengaruh suhu

secara langsung terhadap plankton adalah meningkatkan reaksi kimia

sehingga laju fotosintesis meningkat seiring dengan kenaikan suhu

(Simanjuntak, 2009). Dunaliella sp merupakan fitoplankton yang bersifat

eurythermal atau dapat bertahan terhadap kisaran suhu yang lebar. Alga ini

dapat bertahan pada suhu rendah hingga di bawah titik beku sampai suhu

tinggi yaitu 40°C (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Suhu yang optimal

untuk pertumbuhan Dunailella sp yaitu antara 10°C-30°C (Ben-Amotz et

al., 2009). Berdasarkan penelitian Pisal and Lele (2004), peningkatan suhu

yang tinggi pada kultur Dunailella sp yaitu 35°C dapat berdampak baik

pada peningkatan kandungan karotenoid yaitu β-karoten, tetapi berakibat

buruk pada kandungan klorofil yang semakin menurun.

2. Cahaya

Energi matahari dibutuhkan oleh fitoplankton di laut dalam proses

fotosintesis. Laju fotosintesis akan meningkat bila intensitas cahaya

meningkat dan menurun bila intensitas cahaya berkurang, sehingga cahaya

berperan sebagai faktor pembatas utama dalam fotosintesis atau

produktivitas primer (Facta, 2006). Pertumbuhan Dunailella sp sangat

dipengaruhi oleh besar kecilnya intensitas cahaya yang digunakan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pisal and Lele (2008),

intensitas cahaya yang optimal untuk pertumbuhan Dunailella sp adalah

1200 Lux. Intensitas cahaya 800 Lux lebih memberikan dampak terhadap
peningkatkan laju pertumbuhan Dunailella sp dibandingkan dengan

intensitas cahaya 2300 Lux. Kandungan β-karoten Dunailella sp lebih

besar pada perlakuan dengan intensitas cahaya 2300 Lux dari pada

intensitas cahaya 800 Lux.

3. Derajat Keasaman (pH)

Umumnya air laut mempunyai nilai pH lebih besar dari tujuh yang

cenderung bersifat basa, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat

menjadi lebih rendah dari tujuh sehingga menjadi bersifat asam. Derajat

keasaman suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang

cukup penting dalam memantau kestabilan perairan (Simanjuntak, 2009).

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty, (1998), Dunailella sp dapat

mentoleransi kondisi pH di air antara 9-10. Borowitzka and Borowitzka

(1988) mengemukakan bahwa pada pH 9 adalah kondisi yang optimal

untuk memproduksi β-karoten pada Dunailella sp

4. Kebutuhan Nutrisi

Pertumbuhan suatu jenis fitoplankton sangat erat kaitannya dengan

ketersediaan unsur hara mikro dan makro pada perairan serta dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan perairan. Setiap unsur hara mempunyai fungsi

khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai.

Unsur nitrogen (N), fosfat (P) dan sulfat (S) sangat penting untuk

pembentukan protein dan kalium (K berfungsi dalam metabolisme

karbohidrat. Zat besi (Fe) dan natrium (Na) berperan untuk pembentukan

klorofil serta silica (Si) dan kalsium (Ca) merupakan bahan pembentuk

dinding sel dan vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu


pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty,

1998). Menurut Pisal and Lele (2004), nitrogen merupakan salah satu

persyaratan utama dalam media pertumbuhan Dunailella sp Rendahnya

kandungan nitrogen dapat menjadikan stres yang disebabkan karena

kekurangan nutrisi, sehingga untuk menyeimbangkan kondisi fisiologi

Dunailella sp memproduksi dan meningkatkan kandungan β-karoten yang

berfungsi untuk melindungi sel dalam kondisi stres sehingga dapat

mempertahankan pertumbuhannya.

5. Salinitas

Dunaliella sp merupakan fitoplankton yang mampu bertahan hidup

dalam lingkungan yang memiliki kadar garam tinggi (Smith, 2010). Pisal

and Lele (2004) menjelaskan bahwa Dunailella sp dapat mengalami

penyusutan sel pada kondisi salinitas di luar sel lebih tinggi dari pada di

dalam sel (hipertonik), sebaliknya pada kondisi salinitas yang rendah di

luar sel (hipotonik) akan terjadi pembengkakan sel karena molekul air di

luar akan bergerak masuk ke dalam sel. Kondisi tersebut menjadikan

Dunailella sp memproduksi metabolit sekunder yaitu β- karoten untuk

mempertahankan hidup terhadap perubahan salinitas di lingkungan.

Salinitas yang optimal untuk menunjang pertumbuhan Dunailella sp yaitu

18-22 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1998).


3. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini untuk mengamati dan menentukan proses

pertumbuhan dan kepadatan pada mikroalga Dunailella sp yang dikultur

dalam laboratorium, mulai dari awal pertumbuhan yang diamati setiap hari

dalam mikroskop kemudian saat pemberian perlakuan dan sampai pada

proses akhir yaitu kematian pada mikroalga.

3.2 Alat dan kegunaanya

Alat yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini dapat dilihat

pada table dibwah ini.

Tabel 1 Alat dan Kegunaan

No
Alat Kegunaan
.
1. Beker gelas Gelas ukur
2. Labu Ukur Tempat media kultur
3. Autoclave Untuk mensterilkan alat dan bahan
4. Handskun Melindungi tangan agar tetap steril
5. Kertas saring Menyaring air laut
6. Kertas label Memberi tanda setiap sampel
7. Aluminium Voil Membungkus Labu Ukur
8. Hemositometer Menghitung kepadatan sel
9. Mikropipet 100-1000 µl Memipet bahan cair
10. Pompa vakum Pompa saring
11. Corong buchner & labu Buchner Tempat penyaringan air laut
12. Mikroskop Olympus Mangamati jumlah sel
13. Spatula aluminium Untuk mengaduk bahan
3.2 Bahan dan Kegunaanya

Bahan yang digunakan dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 2 Bahan dan Kegunaanya

No Bahan Kegunaan
1 Sampel Dunaliella sp Untuk mengkultur
2 Air laut Media kultur
3 Media walne Sebagai nutrien dalam media kultur
4 Alkohol 95% Sterilisasi Alat
5 Timbal Asetat Perlakuan mikroalga

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Pengambilan air laut

Air laut yang akan menjadi kultur untuk mikroalga diambil di

perairan pantai boboca Malalayang Manado, perairan di daerah ini masih

relative bersih sehingga memungkinkan untuk digunakan. Air laut yang

diambil kemudian dibawa ke Laboratorium untuk tahap penyaringan.

3.3.2 Penyaringan Air laut

Penyaringan air laut dilakukan untuk membersihkan atau

memisahkan kotoran-kotoran yang susah dibersikan dengan manual

sehingga mengunakan alat bantu laboratorium berupa vakum yang

dilengkapi dengan kertas saring, corong buchner dan labu Buchner.

Penyaringan air laut ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Lingkungan dan Toxikologi. Untuk proses penyaringan air laut dilakukan

sebagai berikut:
1. Kertas saring digunting berbentuk lingkaran sama seperti dengan

lingkaran yang terdapat pada leher atau corong labu Buchner,

kemudian kertas saring diletakan diantara corong dn labu.

2. Air laut kemudian dituangkan perlahan-lahan ke corong Buchner dan

masuk kedalam labu sehingga dapat disedot oleh pompa vakum.

3. Air laut yang sudah tersaring kemudian dimasukan kedalam wadah

yang sudah disiapkan, setelah labu terisi penuh pompa vakum

dimatikan dan selang yang menghubungkan antara pompa vakum dan

labu dilepaskan

4. Proses penyaringan ini dilakukan terus-menerus sampai air laut yang

dibutuhkan tersaring semua.

3.3.3 Sterilisasi Air laut

Air laut yang sudah disaring kemudian dimasukan kedalam

Erlenmeyer yang berukuran 1000 ml, dan dibungkus dengan alluminium

foil untuk proses sterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121 °C

selama 15 menit. Sterilisasi air laut dilakukan di Laboratorium Biologi

Molekuler & Famasitika Laut.

3.3.4 Pembuatan media kultur Dunailella sp

Media kultur yang digunakan adalah labu ukur yang memiliki

takaran 250 ml dan dimasukan air laut yang sudah di sterilkan sebanyak

200 ml. media kultur atau labu ukur dibuat sebanyak 5 labu dengan

takaran yang sama.

Kemudian masing-masing labu dimasukan nutrien yaitu media

walne dengan takaran 200µl dan sampel Dunailella sp 200µl dengan


menggunakan mikropipet 1000 µl. labu ukur yang sudah terisi sampel dan

nutrient kemudian dsimpan dilemari kultur Laboratorium Teknologi

Akuakultur. Sampel mikroalga Dunailella sp diperoleh dari stok

laboratorium Teknologi Akuakultur Universitas Sam Ratulangi Manado.

3.3.5 Melihat Kepadatan Dunailella Sp

Menghitung kepadatan mikroalga Dunailella sp dilakukan dengan

menggunakan mikroskop dan hemositometer pada pembesaran 40x. setiap

sampel dilakukan 5 kali pengulangan dan melihat kepadatan dari masing-

masing sampel tersebut. Pengamatan ini dilaksanakan selama 29 hari dan

diamati setiap hari pada jam yang sama yaitu pukul 12.00 siang.

Pengamatan ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan,

Lingkungan dan Toksikologi.

3.3.6 Pemberian Timbal Asetat (Perlakuan)

Pemberian timbal asetat dilakukan dimana mikroalga berada pada

fase stasioner atau fase dimana jumlah pertumbuhan dan jumlah kematian

relatife sama. Pemberian timbal asetat diberikan pada 3 labu ukur yang

sudah di campur dari 5 sampel dan dibagi menjadi 3 labu dan 1 kontrol.

Dari 3 labu yang akan dilakukan perlakuan dengan memberikan timbal

asetat masing-masing berkonsentrasi 30 ppm (0,006 mg), 50 ppm (0,01

mg) dan 80 ppm (0,02 mg). Sampel yang sudah diberi perlakuan kemudian

dimasukan kembali kedalam lemari kultur dan akan diamati kembali

hingga 15 hari dengan waktu dan pengulangan yang sama. Pemberian

perlakuan dilaksanakan di laboratorium teknologi akuakultur sedangkan


untuk menimbang timbal asetat menggunakan timbangan gram di

laboratorium Kesehatan Ikan dan Toksikologi.

3.4 Metode Analisi Data

Analisis data pertumbuhan (kepadatan) dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

N x 104 sel/ml

Dimana :

N =Jumlah rata-rata sel yang terdapat pada kotak bujur sangkar

X104 = Jumlah kepadatan sel sebenarnya pada 1 ml media atau air

Sel/ml = Satuan kepadatan fitoplankton

` Haemositometer atau ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1

mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang

0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian

satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini

adalah 0,1 mm. Sel mikroalga yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang

hitung tersebut sehingga jumlah mikroalga per satuan volume dapat diketahui.

Setelah menghitung kepadatan terbanyak dalam 1 kotak sedang

dengan 16 kotak kecil, kemudian hasil dicatat, data yang diperoleh akan

dhitung dalam rumus kemudian diolah dengan Microsoft excel untuk

mengetahui hasil dan grafik yang diperoleh.


4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 30 hari,

yaitu 15 hari pengamatan sebelum perlakuan dengan melihat kepadatan

dari 5 sampel dengan 5 kali pengulangan sehingga didapat hasil rata-rata

seperti pada grafik.

100
90
Kepadatan sel Dunaliella sp

80
70
60
50
40
30
(sel/mil)

20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Waktu (Hari)

Gambar 4 Kepadatan sel Dunaliella sp (seG l/mil)

Berdasarkan grafik diatas bahwa kepadatan sel dari hari pertama

sampai dengan hari keempat menunjukan sel yang beradaptasi atau

mengalami metabolisme sebelum terjadinya pembelahan. Pada hari ke 5

sel mulai mengalami pembelahan dengan memanfaatkan nutrient yang

diberikan dalam wadah kultur sehingga perlahan-lahan prtumbuhan sel

mulai meningkat hingga dihari ke 8. Bertambahnya sel dalam kultur dapat

diawali dengan berubahnya warna pada wadah kultur. Pengamatan ini

dilakukan sampai pada hari ke 14 dan kemudian dilakukan perlakuan yaitu

pembagian wadah kontrol dan wadah yang mengandung timbale asetat.


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil praktek kerja lapang ini dapat disimpulkan bahwa

1. Pengenalan dan penggunaan alat-alat laboratorium dalam bidang kultur

maupun dalam mengoperasikan alat lab berupa autoclave untuk

mengsterilisasi alat dan bahan yang digunakan untuk praktek.

2. Pada praktek kali ini dapat diperoleh data bahwa pertumbuhan sel

Dunailiella sp mengalami pertumbuhan yang tetap atau fase eksponesial

pada pengamatan sebelum perlakuan yaitu di hari ke 10 dan ke 14 dan

kemudian dilakukan perlakuan. Sesudah dilakukan perlakuan diperoleh

data, pada wadah kotrol menunjukan pertumbuhan yang tetap atau stabil,

berbedah dengan wadah yang diiberi timbal asetat menunjukan

pertumbuhan yang yang tidak stabil kadang jumlah kematian yang banyak

namun masih ada proses pembelahan yang terjadi, hal terjadi mungkin

akibat sel yang masih hidup memanfaatkan nutrient dari sel yang telah

mati, sehingga pertumbuhan masih dapat terjadi meskipun timbale asetat

adalah racun bagi Dunaliella sp.


DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Y. V. (2003). Uji penurunan kandungan nitrat dan fosfat oleh alga hijau
(Chlorella sp.) secara kontinu. Jurusan Teknik Lingkungan ITS, Surabaya

Rachmawati. 2002. Pertumbuhan Dunaliella salina, Phaeodactylum tricornutum,


dan Anabaenopsis circularis Dalam Rasio N/P Yang Berbeda pada Skala
Laboratorium.Bogor.

Handayani, D. 2001. Pengaruh Intensitas Cahaya yang Berbeda Terhadap


Pertumbuhan Populasi Isochrysis galbana Klon Tahiti. Institut Pertanian
Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi pangan. Gramedia. Jakarta. 30 hal

Nusmese, M. 2012. Pola Laju Pertumbuhan Fitoplankton Dunaliella sp Pada


Media Allen Miquel dengan Modifikasi Rasio Nitrat Fosfat.

Rostini, I. 2007. Kultur Fitoplankton Chlorella sp dan Tetraselmis chuii Pada


Skala Laboraturium. Universitas Padjadjaran. Jatinagor.

Zainuri, M., M. Facta., Sudjadi., E. P. Sakti. 2006. Pengaruh Pengaturan Intensitas


Cahaya yang Berbeda Terhadap Kelimpahan Dunaliella sp dan Oksigen
Terlarut Dengan Simulator TRIAC dan Mikrontroller AT 89852. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro, Semarang 50275.

Tjahjo, W., L. Erawati ., S. Hanung. 2002. Budidaya Fitoplankton dan


Zooplankton. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen
Kelautan dan Perikanan: Proyek Pengembangan Perekayasaan Ekologi
Balai Budidaya Laut Lampung.

Nur, M.M.A. 2014. Potensi Mikroalaga Sebagai Sumber Pangan Fungsioan di


Indonesia (overview). Dalam Jurnal Eksergi Volume XI Nomor 2

Isnansetyo, A dan Kurniastuty 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan


Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut.
Yogyakarta: Kanisius.
Balder, H.F., J. Vogel, M.C.J.F. Jansen, M.P.Weijenberg, P.A. Van den Brandt,
S.Westenbrink, R. Van der MeerandR.A. Goldbohm. 2006.Heme and
chlorophyll intake and risk of colorectal cancer in the Netherlands cohort
study. Cancer Epidemiology Biomarkers andPrevention,15:717-725.

Russell, R.M. 2002. Β-carotene and Lung Cancer.Pure Appl Chem., (74):1461-
1467.

Rock, C.L. 2002. Carotenoids and Cervival, Breast, Ovarian, and Colorectal
Cancer. Epidemiology and Clinical Trials. Pure Appl Chem., (74):1451-
1459.

Becker, E.W. 2007. Microalgae as a Source of Protein. Biotechnol. Adv., 25;207-


210.

Hadiyanto., Azim, Maulana., 2012, Mikroalga: Sumber Pangan dan Energi Masa
Depan, edisi pertama, Undip Press, Semarang.

Jahnke, L. S. and A.L. White. 2003. Long-term Hyposaline and Hypersaline


Stresses Produce Distinct Antioxidant Responses in The Marine Alga
Dunaliella tertiolecta, Plant Physiol.

Ghoshal, D., Mach, D., Agarwal, M., Goyal, A. (2002). Osmoregulatory isoform
of dihydroxyacetone phosphate reductase from Dunaliella tertiolecta:
Purification and characterization. Protein Expr. Purif., 24: 404-411.

Barra, L., Chandrasekaran, R., Corato, F., Brunet, C., 2014. The challenge of
ecophysiological biodiversity for biotechnological applications of marine
microalgae. Mar. Drugs 12, 1641e1

Fedrov, A.S., S. Kosourov, M.L. Ghirardi and M. Seibert, 2005.Continuous H 2


photoproduction by Chlamydomonas reinhardtii using a novel two- stage,
sulfate-limited chemostat system. Appl. Biochem. Biotechnol., 124: 403-1
LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel pertumbuhan Dunaliella sp

Hari ulangan Rata-rata


1 2 2 3 2 1 10
2 3 3 4 3 2 15
3 9 7 5 4 6 31
4 5 7 7 6 9 34
5 10 11 12 12 14 59
6 11 11 13 14 14 63
7 18 16 13 13 17 77
8 17 18 15 16 18 84
9 15 17 19 19 20 90
10 11 17 17 17 18 80
11 11 14 16 17 19 77
12 13 13 15 17 10 68
13 15 14 16 13 16 74
14 13 15 16 15 16 75

Lampiran 2. Tebel pertumbuhan sesudah perlakuan (Kontrol)

Hari Ulangan Rata-rata


1 13 8 10 10 14 55
2 13 16 14 14 11 68
3 21 19 20 15 18 93
4 15 14 18 13 20 80
5 16 13 16 14 15 74
6 15 18 16 17 14 80
7 13 11 15 15 13 67
8 11 10 13 14 13 61
9 14 13 10 9 9 55
10 10 13 11 11 9 54
11 10 12 12 8 8 50
12 10 7 11 12 9 49
13 11 11 17 10 8 57
14 10 9 11 8 8 46
15 10 10 13 7 7 47

Lampiran 3. Pertumbuhan pada Timbal Asetat 30%


Hari 30% Ulangan Rata-Rata
1 14 16 16 16 15 77
2 16 18 14 13 13 74
3 20 19 14 19 11 83
4 11 13 11 14 16 65
5 11 15 14 14 13 67
6 14 11 10 17 15 67
7 11 9 10 13 12 55
8 8 8 8 10 12 46
9 11 8 10 7 8 44
10 8 8 11 7 13 47
11 14 9 10 10 11 54
12 10 9 9 11 11 50
13 15 10 10 11 13 59
14 11 11 12 9 7 50
15 12 13 6 8 6 45

Lampiran 4. Pertumbuhan pada Timbal Asetat 50%

Hari 50% ulangan Rata-rata


1 14 15 13 16 13 71
2 11 13 15 14 10 63
3 13 11 8 10 14 56
4 10 14 12 11 11 58
5 12 10 9 15 11 57
6 8 12 9 11 14 54
7 10 9 12 8 8 47
8 8 12 8 8 11 47
9 13 7 9 8 11 48
10 9 8 7 11 13 48
11 9 7 8 8 7 39
12 12 8 8 10 7 45
13 8 7 7 9 11 42
14 9 9 13 6 7 44
15 8 7 8 10 7 40

Lampiran 5. Pertumbuhan pada Timbal Asetat 80%

Hari 80% ulangan Rata-rata


1 9 11 14 13 10 57
2 21 13 15 15 17 81
3 10 9 13 18 13 63
4 9 13 11 10 13 56
5 11 8 11 14 13 57
6 10 8 13 14 14 59
7 9 11 7 7 8 42
8 7 11 9 9 9 45
9 9 9 13 12 10 53
10 8 7 9 12 11 47
11 11 14 8 7 10 50
12 10 11 11 9 12 53
13 13 11 13 14 13 64
14 8 7 9 10 14 48
15 13 11 12 6 8 50

Anda mungkin juga menyukai