New Kasus Kep - Hiv
New Kasus Kep - Hiv
Kasus A
Laki-laki (24 tahun) datang ke bidan dengan pasangannya (18 tahun). Bidan memberitahu
bahwa mereka segera memiliki bayi karena pasangan telah hamil 10 minggu. Laki-laki
tersebut tidak siap memiliki anak. Laki-laki ini menyadari bahwa ia memiliki status reaktif
HIV sejak 2 tahun lalu dan belum membicarakan kepada siapapun termasuk kepada
pasangan. Pasangannya bingung karena masih duduk di sekolah menengah atas dan akan
mengikuti ujian nasional 2 bulan lagi. Dia kuatir ketahuan hamil sehingga dapat dikeluarkan
dari sekolah dan tidak bisa mengikuti ujian nasional. Ia juga kuatir akan diusir dari rumah
orangtuanya. Bidan menyarankan agar mereka berdua segera menikah agar bayi memiliki
status
Kasus B
Laki-laki (35 tahun) seorang TKI. Negara dimana dia bekerja telah memulangkannya
karena terbukti reaktif HIV. Laki-laki ini tidak mau kembali ke daerahnya karena takut
seluruh penduduk kampung akan mengusirnya mengingat masyarakat di kampung sudah
mengetahui status HIVnya. Seorang staff di PJTKI merujuk laki-laki ini menemui konselor di
puskesmas yang dekat dengan kampungnya agar laki-laki ini mendapatkan bantuan dari
konselor.
Kasus C
Petugas keamanan di sebuah kantor, dinyatakan reaktif HIV di klinik KTHIV TB. Dia
bingung karena dua hari lalu ia harus menyerahkan data catatan kesehatannya. Petugas
keamanan ini mendekati konselor dan minta bantuan agar hasil tes HIV tidak perlu
disertakan karena kantor hanya membutuhkan surat rekomendasi sehat dan bukan hasil
tes HIV. Petugas keamanan takut jika ia dipecat oleh manajemen kantor karena status
HIVnya.
Kasus D
Seorang perempuan (30 tahun) telah menikah selama 2 tahun. Ia datang ke KIA guna
memeriksakan kehamilannya. Selama proses konseling pra tes ia menyangkal semua
kemungkinan perilaku berisikonya. Hasil tes antibodi HIV menunjukkan positif/reaktif. Pada
konseling pasca tes, ia baru mengatakan bahwa 4 tahun yang lalu ia pernah berhubungan
intim dengan teman laki-lakinya. Ia tidak akan mengungkapkan status HIV positifnya
kepada suaminya karena takut ditolak dan diceraian suami.
Kasus E
Seorang waria (32 tahun) telah menjalani hidup sebagai pekerja seks selama 12 tahun
tanpa diketahui keluarga. Ia datang ke Klinik IMS guna berkonsultasi tentang status
kesehatannya. Konselor menawarkan konseling terkait dengan kesehatan reproduksi dan
pemeriksaan HIV. Namun klien khawatir akan ditolak dan ditinggalkan keluarga dan teman-
teman jika hasil tesnya reaktif.
Kasus F
Seorang perempuan (21 tahun) telah lulus dari sekolah akademi. Ia datang ke pusat
konseling di akademi untuk mendiskusikan ketergantungannya pada Napza sejak satu
tahun yang lalu. Selama proses konseling adiksi, ia menceritakan latar belakang
menggunakan Napza. Pada proses konseling, ia kuatir masa depannya hancur karena
penggunaan Napza.
Kasus G
Perempuan, 23 tahun, kost, bekerja sebagai kasir. Klien datang ke konselor karena batuk
tidak sembuh-sembuh selama dua bulan. Menurut brosur yang dibaca klien, batuk yang
berkepanjangan merupakan gejala HIV. Klien datang untuk KTHIV karena merasa berisiko
terkait dengan kegiatan menggunakan jarum suntik bergantian pada waktu duduk di
perguruan tinggi. Klien menggunakan Napza suntik sejak tingkat 3 dan berhenti enam
bulan lalu. Klien hidup sebatang kara dan malam hari bekerja sebagai pemijat profesional
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Baru-baru ini atasan menggumumkan bahwa akan
ada pemeriksaan HIV secara langsung atau karyawan boleh periksa dipelayanan
kesehatan manapun asalkan hasilnya dilaporkan. Klien memilih melakukan pemeriksaan
sendiri karena takut hasilnya diketahui atasan dan diberhentikan.
Kasus I
Waria 29 tahun, memiliki rumah sekaligus salon. Kadangkala klien menjadi pekerja seks
tidak langsung. Laki-laki yang datang ke tempat tinggalnya dalam satu hari sebanyak 3-7
orang. Minggu lalu klien mengalami infeksi dan peradangan pada kulit karena suntikan
silikon. Silikon di pantatnya pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kuning dan berbau.
Seorang dokter yang mengobatinya menyarankan untuk melakukan pemeriksaan HIV
karena perilakunya berisiko. Klien takut tetapi ingin tahu status dirinya. Klien tidak tahu apa
yang harus klien hadapi jika hasil pemeriksaan reaktif HIV. Klien kuatir pelanggannya
hilang dan teman-teman waria mengucilkannya
Kasus J
Laki-laki (35 tahun) sudah menikah, mempunyai dua orang anak berusia 2 dan 4 tahun.
Dia memutuskan untuk melakukan pemeriksaan tes HIV atas saran dokter karena saat ini
ia didiagnosis menderita gonorhoea. Dia menceritakan bahwa ia sering berhubungan
seksual dengan laki-laki, terakhir ia melakukannya tiga minggu yang lalu. Dia juga
mempunyai kebiasaan minum alkohol dan tidak menggunakan kondom ketika melakukan
hubungan seks dengan siapa saja. Istrinya tidak tahu dengan kegiatan seks suaminya dan
mereka berhubungan dua minggu yang lalu. Dia bingung apa yang akan dilakukannya bila
hasil tes HIV nya positif. Bagaimana cara mengatakan pada istrinya dan bagaimana pula
reaksi istrinya
Kasus K
Perempuan 28 tahun, menikah. Minggu lalu ia dinyatakan hamil enam bulan oleh
dokternya. Ketika kabar hamilnya disampaikan pada suami, suami mengatakan bahwa ia
HIV positif. Karena alasan ini perempuan tersebut ingin tes HIV. Ia sangat marah akan
situasinya sekarang. Ia marah pada suami, kuatir pada diri sendiri dan anak dalam
kandungan. Suami mengatakan bahwa ia berhubungan dengan pekerja seks komersial.
Hubungan seks dengan suami berlangsung dua minggu lalu secara vaginal.
Kasus L
Perempuan 21 tahun, Ia mendengar tentang HIV dari temannya dan ia mulai
mengkuatirkan dirinya. Ia mengatakan berhubungan seks vagina tanpa pelindung
beberapa kali dengan teman laki-laki yang berbeda. Yang diingatnya adalah berhubungan
seks oral pada bulan lalu, sedangkan hubungan seks yang terakhir adalah 2hari yang lalu.
Dalam konseling ditemukan bahwa ia pengguna NAPZA suntik. Ia sering menggunakan
jarum suntik bersama dengan teman-temantanpadibersihkanlebihdahulu. Terakhir peristiwa
menyuntik terjadi pada 3 bulan yang lalu.
Kasus M
Perempuan, 21 tahun dan baru sembilan bulan lalu menikah. Klien kuatir tertular
HIV dari perilaku seksnya dahulu. Selama berhubungan seks dengan suami klien
tidak pernah menggunakan kondom. Klien kuatir dirinya atau suaminya sebenarnya
sudah HIV positif. Karena berencana punya anak, maka klien dan suami datang ke
konselor untuk KTHIV. Terakhir mereka berhubungan seksual dua hari yang lalu.
Kasus O
Laki-laki, 17 tahun, lajang. Klien mendengar tentang HIV dari beberapa temannya
dan mulai merasa khawatir apakah telah terinfeksi. Klien menceritakan telah
melakukan praktek seks yang tidak aman dengan beberapa pekerja seks tanpa
sepengetahuan orangtua. Hubungan seks terakhir yang dilakukannya seminggu
yang lalu. Dalam diskusi selanjutnya terungkap klien juga pengguna narkotika
dengan jarum suntik sejak kelas satu SMA. Klien selalu bergantian jarum tanpa
dibersihkan lebih dahulu dengan temannya dan terakhir melakukannya satu
minggu yang lalu. Sejak itu klien merasa cemas terinfeksi HIV, tidak nafsu makan
dan mengalami sulit tidur. Klien khawatir bila hasil tesnya positif akan ditolak oleh
keluarga dan temannya. Klien menyatakan akan bunuh diri bila hasil tes HIV
Kasus P
Perempuan, 40 tahun, menikah, datang ke konselor karena kuatir tertular HIV dari
suaminya. Suaminya adalah seorang tokoh terkemuka yang setiap kali bertugas ke luar
kota atau ke luar negeri mencari fasilitas hiburan untuk berhubungan seks dengan
perempuan penghibur. Klien pernah mendapatkan informasi HIV AIDS dan ingin
melakukan tes HIV. Klien ingat bahwa selama beberapa bulan ini suaminya sering
mengeluh mudah lelah dan batuk-batuk. Mereka masih aktif berhubungan seksual dan
terakhir melakukannya lima minggu yang lalu tanpa kondom. Klien mencurigai bahwa
suaminya mendapatkan HIV dari pasangan seksualnya sewaktu bertugas ke luar negeri.
Ia merasa tidak nyaman dengan situasi ini sehingga sangat bingung dan khawatir. Klien
yakin bahwa ia telah terinfeksi HIV dari suaminya yang tidak setia.
Kasus Q
Kasus R