Anda di halaman 1dari 9

Penilaian Afektif

Kelompok 3 :

Budi Harianto (4193351010)


Dimas Aji Tri Fajar Putra (4193151002)
Intan Ayuna Fahri (4191151003)
Melina Angelita Stevani (4193151026)
Oktri Indah Sari (4193351025)
Siti Zubaidah (4191151019)
Zifani Rosherina Sitio (4192451009)

1. Proses Penilaian Ranah Afektif

Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar siswa yang sangat penting.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotorik sangat ditentukan oleh kondisi
afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap yang positif terhadap pelajaran akan
merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut sehingga mereka akan dapat mencapai hasil
pembelajaran yang optimal.

Penilaian afektif dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut, yaitu:

1. Pengamatan langsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap dan tingkah laku
siswa terhadap sesuatu,benda, orang, gambar atau kejadian. Dari tingkah laku yang muncul
kemudian dicari atribut yang mendasari tingkah laku tersebut.

2. Wawancara, dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau tertutup. Pertanyaan


tersebut digunakan sebagai pancingan.

3. Angket atau kuesioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian yang sudah
disediakan pilihan jawaban baik berupa pilihan pertanyaan atau pilihan bentuk angka.

4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum pernah dikenal
siswa. Para siswa diminta untuk mendiskusikan hal tersebut menurut penafsirannya.

5. Pengukuran terselubung, merupakan pengamatan tentang sikap dan tingkah laku seseorang
dimana yang diamati tdak tahu bahwa ia sedang diamati.
Metode yang digunakan untuk mengukur ranah afektif ada dua macam, yaitu metode
observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan asumsi baha
karakteristik afektif dapat dilihat dari perbuatan atau tingkah laku yang ditampilkan dan atau
reaksi psikologi. Sedangkan metode pelaporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan
afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Akan tetapi hal ini menuntut adanya kejujuran siswa
sendiri dalam mengungkap karakteristik afektif dirinya.

Sistem penskoran pada penilaian ranah afektif tergantung pada skala pengukuran yang
dipakai. Misalnya Skala Thustone skala tertinggi 1 dan terendah 1, skala Beda Semantik tertinggi
7 dan terendah 1, skala Likert (1-5) tertinggi 4 dan terendah 1. Sedangkan untuk kategori hasil
pengukuran ranah afektif atau sikap ada 4, yaitu; sangat baik atau sangat tinggi, baik atau tinggi,
kurang baik atau rendah, dan tidak baik atau sangat rendah.

2. Analisis dan Mengolah Ranah Afektif

Menurut Suwandi (2010:135-136) data hasil penilaian afektif didapat dari pengamatan guru yang
dilengkapi dengan catatan-catatan guru dan pertanyaan langsung. Catatan dari guru ini berkaitan
dengan kejadiankejadian di dalam kelas, baik yang positif maupun yang negatif.
Kejadiankejadian yang diambil adalah kejadian yang menonjol pada peserta didik, oleh karena
itu biasanya peserta didik yang pintar dan berperilaku tidak baik di kelas akan mudah dikenali
karena mendapat perhatian dari guru. Dari catatan itu guru dapat menggolongkan peserta didik
masuk dalam kategori yang sudah guru buat. Kemudian guru dapat berkonsultasi dengan guru
Bimbingan Konseling untuk berdiskusi tentang peserta didik dan mencocokan hasil penilaian
afektif dari kedua belah pihak.

Ada beberapa cara dalam mengolah data dari nilai non tes, Sudjana (2009:128) mengemukakan
cara mengola data dari hasil wawancara, kuesioner, observasi, skala.

A. Pengolahan data hasil wawancara dan kuesioner


Data hasil wawancara dan kuesioner biasanya dicari frekuensinya dalam setiap jawaban.
Frekuensi terbanyak cenderung mendekati jawaban yang sebenarnya. Sebaliknya, frekuensi
yang paling rendah cenderung merupakan jawaban yang tidak mendekati dengan kenyataan
objek yang dinilai. Dari hasil wawancara dan kuesioner ini guru dituntut untuk benar-benar
teliti, dan mampu membandingkan jawaban dari peserta didik dengan hasil penilaian lain
misalnya observasi. Nantinya hasil dari pengolahan data bisa maksimal dan mendapatkan
jawaban yang benar dan mendekati kenyataan dalam situasi pembelajaran.

B. Pengolahan data hasil obeservasi


Hasil observasi bersifat subjektif, karena hasilnya sesuai dengan pengamatan yang dilakukan
seorang individu. Data hasil observasi bergantung pada pedoman observasi tersebut, terutama
dalam mencatat dan mendokumentasikan setiap objek pengamatan. Bentuk dari hasil
observasi adalah pernyataan-pernyataan yang dilihat si pengamat. Pengolahan pernyataan-
pernyataan tersebut agar menjadi nilai afektif yang masak, caranya dengan menganalisis dan
menginterpretasikan hasil amatan tersebut. Selain menggunakan cara tersebut, dapat pula
menggunakan pengamatan yang sudah diberi skor atau skala nilai. Pada setiap aspek yang
akan dinilai sudah tersedia kolom skor yang nantinya akan diisi oleh pengamat, misalnya
nilaianya A, B, C, dan D, atau dapat pula menggunakan angka yaitu 4, 3, 2, dan 1. Dari skor
yang sudah diisi oleh guru atau pengamat, maka akan dijumlahkan dan dicari rata-ratanya,
yang kemudain dapat dikonveksikan kedalam standar ratusan atau puluhan.

C. Pengolahan data hasil skala penilaian dan skala sikap


Pengolahan data baik dari skala penilaian dan skala sikap tak jauh beda dengan pengolahan
data hasil observasi yang menggunakan skor atau nilai. Caranya yaitu dengan menentukan
skor dari seluruh butir soal, kemudian akan dirata-rata dengan cara membagi jumlah skor
dengan jumlah pertanyaan, yang terakhir meninterpertasikan jawaban yang baik dan jawaban
yang tidak baik. Misalnya peserta didik sangat bagus dalam menanggapai materi, tetapi
kurang dalam mengahargai pendapat peserta didik lainnya.

Menurut Arikunto (2007:180-181) ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk
mengukur sikap peserta didik yaitu.

a. Skala Likert, dalam skala ini dibentuk dengan pernyataan yang ditunjukan dengan lima
tingkatan respons yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak berpendapat (TB), tidak setuju
(TS), sangat tidak setuju (STS),
b. Skala pilihan ganda, berisi soal yang berbentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang
diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat,
c. Skala Thurstone, skala bentuk ini hampir mirip dengan skala Likert tetapi isinya berupa
instrumen yang jawabannya menunjukan tingkatan,
d. Skala Guttman, berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masingmasing harus
dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang
berurutan, sehingga bila responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor
1, selanjutnya jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3 berarti setuju pernyataan
nomor 1 dan 2,
e. Semantic differential, terdapat tiga dimensi yang akan diukur dalam kategori baik-tidak
baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif,
f. Pengukuran minat, dalam penggolongan kategori yang diukur hampir sama dengan jenis
skala Likert.

Menurut Arifin (2012:233) selain dengan menggunakan huruf atau katakata, dalam
menggolongkan hasil penilaian sikap, dapat pula menggunkan angka. Skala ditulis dengan
menggunakan angka, untuk urutan pernyataan positif ke negatif yaitu 5, 4, 3, 2, dan 1,
sedangakan untuk pernyataan negative ke positif menggunkan urutan 1, 2, 3, 4 dan 5. Skala ini
ditentukan dari hasil penilaian afektif yang datanya berbentuk angka-angka, yang kemudian akan
dirata-rata dan dikonveksikan menjadi beberapa standar salah satunya dapat menggunakan
standar 4 sebagai angka tertinggi.

3. Pedoman Ranah Afektif

Pedoman penilaian sikap mengacu pada teknik penilaian yang dipilih. Pedoman penilaian
sikap menyajikan definisi, komponen, dan ruang lingkup penilaian sikap yang akan dilakukan.
Pedoman penilaian juga menjelaskan tentang tentang teknik yang dipilih dalam penilaian sikap
tersebut. Puspendik (2015:24) menyebutkan bahwa penilaian terhadap sikap spiritual dapat
dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitan menghargai, menghayati ajaran agama, dan
nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama seperti kejujuran, menghormati orang yang lebih
tua, menghargai orang lain dan lain-lain. Sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan
penghayatan tidak dapat dilakukan karena bersifat abstrak.

Penilaian terhadap sikap sosial dapat dilakukan pendidik terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan objek sikap sebagai berikut:

1. sikap yang berhubungan dengan perilaku interpersonal;


2. sikap yang berhubungan dengan kesuksesan akademik;
3. sikap terhadap penerimaan teman sebaya; dan
4. sikap-sikap yang berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam
diri peserta didik seperti kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, toleransi, gotong
royong, santun, dan percaya diri.

Perkembangan sikap dapat dilihat dari perilaku peserta didik yang diungkapkan dalam
bentuk ucapan, cara berpikir, dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan, ketika peserta didik
menggunakan kata-kata dan kalimat (lisan atau tulisan) yang mencerminkan aspek atau sikap
tertentu. Dalam cara berpikir, dapat dilihat ketika berbicara dalam komunikasi biasa, dalam
menjawab atau menulis jawaban atas suatu pertanyaan. Dalam bentuk perbuatan, terlihat pada
mimik ketika berbicara, dalam gerakan ketika melakukan sesuatu, dan dalam tindakan
(Puspendik, 2015:27).

1. Pedoman Penilaian Sikap yakni :


a. 4 = sangat baik
b. 3 = baik
c. 2 = cukup
d. 1 = kurang

2. Nilai, yakni :
a. 91 – 100 amat baik
b. 81 – 90 baik
c. 71 – 80 cukup
d. 60 – 70 kurang Jujur

Siswa berupaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan tidak menyontek dalam mengerjakan tugas, tidak menjadi
plagiat, mengemukakan perasaan terhadap sesuatu apa adanya, melaporkan data atu informasi
apa adanya, mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki. Tanggung Jawab : Siswa
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan alam, sosial, dan budaya, negara dan Tujan Yang Maha Esa
melaksanakan tugas individu dengan baik, menerima resiko dari tindakan yang dilakukan,
mengembalikan barang yang dipinjam.

Siswa menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindkan orang lain
yang berbeda diri dirinya tidak mengganggu teman yang berbeda pendapat, menghormati teman
yang berbeda suku, agama, ras, budaya, dan gender, menerima kesepakatan meskipun berbeda
degan pendapatnya, menerima kekurangan orang lain, dan dapat memaafkan kesalahan orang
lain. Siswa bersikap santun baik dalam pergaulan dari segi bahasa maupun tingkah laku
menghormati yang lebih tua, tidak berkata kotor, kasar, dan takabur, tidak meludah di sembarang
tempat, tidak menyela pembicaraan, mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan dari
orang lain, bersikap 3S salam, senyum, sapa, meminta ijin ketika akan memasuki ruangan orang
lain atau mengguakan barang milik orang lain.

4. Angket Ranah Afektif


Penilaian ranah afektif dapat disusun dalam bentuk skala Likert atau skala semantic
differential. Pada penelitian ini, skala penilaian ranah afektif menggunakan penilaian sikap
menggunakan skala Likert karena dalam penelitian ini mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang dalam bentuk checklist.

Djaali dan Muljono (2008:28) menuliskan bahwa skala Likert adalah skala yang dapat
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Bentuk pertanyaan yang menggunakan skala
Likert adalah pertanyaan positif dan pertanyaan negatif. Djaali dan Muljono melanjutkan
penskoran pada skala Likert terdiri dari: untuk pertanyaan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, 1,
dan untuk pertanyaan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, 5. Langkah-langkah pengembangan skala
Likert dalam Zakaria (2006: 17) antara lain:

1) Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya,


2) Menyusun kisi-kisi instrumen,
3) Menulis butir-butir pertanyaan dengan memperhatikan kaedah sebagai berikut: a)
Hindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi; b) Rumusan pernyataan
hendaknya singkat; c) Satu pernyataan hendaknya mengandung satu pikiran yang
lengkap; d) Sedapat mungkin, pernyataan hendaknya dirumuskan dalam kalimat
yang sederhana; e) Hindari penggunaan kata-kata: semua, selalu, tidak pernah,
dan sejenisnya; f) Hindari penyataan tentang fakta atau dapat diinterpretasikan
sebagai fakta.
4) Antara pernyataan positif dan pernyataan negatif hendaknya relatif berimbang,
dan
5) Setiap pernyataan diikuti dengan skala sikap (bisa genap, misalnya 5 atau 6 dan
bisa ganjil, misalnya 5 atau 7.

5. Penilaian Angket Ranah Afektif

Skala Likert adalah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang. Bentuk pertanyaan yang menggunakan skala Likert adalah pertanyaan positif
dan pertanyaan negatif dalam bentuk checklist. Pengembangan instrumen yang dibuat berupa
angket skala sikap yang terdiri dari pertanyaan dengan jawaban pertanyaan antara lain: Sangat
Setuju (SS), Setuju (S), Ragu (R), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS) yang
didasarkan pada kisi-kisi instrumen skala sikap.

Langkah  Analisis dan Contohnya

Ada beberapa langkah utama yang harus dilakukan dalam melakukan penelitian
menggunakan skala Likert. Berikut langkah analisis beserta contoh yang bisa Anda terapkan.

1. Mengumpulkan Data
Langkah pertama adalah mengumpulkan data yang akan dianalisis dengan cara
memberikan angket yang sudah diisi dengan pertanyaan mengenai suatu kondisi atau
fenomena sosial.
Pastikan untuk menggunakan sampel yang tepat dengan jumlah responden yang
sesuai agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

Contoh Pertanyaan

N Pertanyaan SS S R TS STS
O
1 Adanya pelajaran tambahan yang khusus
memberikan ilmu mengenai teknologi.
2. Jumlahkan Seluruh Data
Dari semua data yang sudah terkumpul, Anda bisa mengklasifikasikannya
berdasarkan jenis jawaban yang diperoleh.
Misalnya jawaban sangat suka, dikumpulkan dengan responden yang juga
menjawab sangat suka. Setelah semua data terkumpul, Anda bisa menjumlahkan masing-
masing jawaban.

Contoh Jumlah Data

Pada 100 orang siswa, ditemukan jumlah data sebagai berikut:

Sangat Senang : 30

Senang : 30

Ragu : 5
Tidak Senang : 20

Sangat Tidak Senang : 15

3. Pemberian Bobot
Semua data yang sudah dijumlahkan, tidak bisa langsung diolah. Anda harus
memberikan bobot pada masing-masing jawaban.
Misalnya poin atau bobot pada jawaban dari sangat suka, hingga sangat tidak suka
adalah 5, 4, 3, 2, dan 1. Setelah jumlah dikalikan dengan bobot, barulah seluruhnya
dijumlahkan.

Sangat senang : 30 x 5 = 150

Senang : 30 x 4 = 120

Ragu : 5 x 3 = 15

Tidak Senang : 20 x 2 = 60

Sangat Tidak Senang : 15 x 1 = 15

Total Skor = 360

Untuk mengetahui skor maksimum, maka rumusnya adalah jumlah responden x


skor tertinggi.

Sementara untuk mengetahui skor minimum menggunakan rumus jumlah


responden x skor terendah. Dari perhitungan ini nantinya akan diperoleh interval
penilaian.

Skor maksimum = 100 x 5 = 500

Skor minimum = 100 x 1 = 100

4. Hitung Persentase
Langkah terakhir, untuk mengetahui kesimpulan dari hasil penelitian adalah
dengan menghitung persentasenya.
Rumus untuk mengetahui indeks dalam bentuk persen adalah total skor dibagi
total skor maksimum dikali 100.
Indeks persentase = 360 : 500 x 100 = 72 %
Sehingga kesimpulan dari penelitian adalah siswa senang dengan pelajaran
teknologi di sekolah. Sebelum memutuskan untuk menggunakan skala Likert dalam
penelitian, maka cara perhitungan dan tujuan penilaian yang diperoleh harus Anda
pahami terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai