Anda di halaman 1dari 19

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA TENTANG MATERI

PECAHAN SENILAI MELALUI PENGGUNAAN METODE MAKE A MATCH

Siti Muidah1, Sutrisno2


1,2,3
Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIKIP, Universitas Terbuka
1
sitimuidah82@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
tentang materi pecahan senilai. Metode yang digunakan dalam perbaikan pembelajaran
adalah metode make a match. Data hasil penelitian diperoleh dari tes akhir pembelajaran
dan lembar observasi kinerja guru dan siswa. Hasil tes akhir pembelajaran dianalisis secara
kuantitatif, dengan dicari persentase ketuntasan dan nilai rata-rata kelas. Sedangkan hasil
observasi kinerja guru dan siswa dianalisis secara kualitatif. Pada perbaikan pembelajaran
siklus I diperoleh sebanyak 78,57% siswa tuntas atau sebanyak 22 dari 28 siswa telah tuntas
dan nilai rata-rata kelas sebanyak 64,29. Pada perbaikan pembelajaran siklus II diperoleh
sebanyak 100% siswa telah tuntas dengan rata-rata kelas 74,29. Dari hasil perbaikan
pembelajaran siklus II diketahui bahwa pembelajaran telah sesuai dengan target yang
diharapkan yaitu ketuntasan sebesar 100% dan nilai rata-rata kelas ≥70, maka perbaikan
pembelajaran berakhir di siklus II. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika materi pecahan senilai.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Make A Match, Pecahan Senilai

ABSTRACT

The purpose of this study improve student learning outcomes in mathematics on the
material fractions worth. The method used in the improvement of learning is a method of
make a match. Data were obtained from the final test of learning and observation sheets
teacher and student performance. Final test results were analyzed quantitatively study, the
percentage of completeness and sought the average value of the class. While the observation
of the performance of teachers and students analyzed qualitatively. In the first cycle of
learning improvements gained as much as 78.57% students completed or as many as 22 out
of 28 students have been completed and the average value of the class as much as 64.29. In
the second cycle of learning improvements gained as much as 100% of students have been
completed with an average grade 74.29. From the results of the second cycle of learning
improvement in mind that learning has been in accordance with the expected target of 100%
ie completeness and average value ≥70 classes, the learning improvement ended in the
second cycle. From the results of this study concluded that the use of methods make a
match can improve student learning outcomes in mathematics fractions material worth.

Keywords: Results Learning, Make A Match, Smithers Worth


1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Seorang guru sebagai pengajar harus mempunyai kemampuan merencanakan,
melaksanakan, serta mengevaluasi pembelajaran. Tyler (dalam Adi Suryanto, dkk.,
2012:1.8) menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses penentuan sejauh
mana tujuan pendidikan telah tercapai. Data hasil evaluasi pada pembelajaran
matematika kelas 4 tentang materi pecahan senilai pada siswa kelas 4 semester 2
tahun pelajaran 2014/2015 MI Riyadlotut Thalabah Pacing yang dilakukan pada
tanggal 16 Februari 2015 menunjukkan bahwa sebanyak 32,14% siswa telah tuntas
dan 67,86% siswa belum tuntas dengan jumlah siswa adalah 28 anak dan rata-rata
kelas 42,86. Itu artinya pembelajaran gagal.
Hal ini disebabkan karena pemilihan metode pembelajaran yang digunakan
kurang tepat sehingga siswa belum mampu menangkap konsep pembelajaran
dengan tepat. Penggunaan metode yang kurang tepat mengakibatkan siswa kurang
antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sehingga dampak yang ditimbulkan
adalah hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Oleh
karena itu, artikel ini akan membahas tentang kegagalan pembelajaran matematika
tentang materi pecahan senilai berdasarkan analisis dan kajian berbagai teori.
Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kegagalan pembelajaran
matematika tentang materi pecahan senilai pada siswa kelas 4 semester 2 tahun
pelajaran 2014/2015 MI Riyadlotut Thalabah Pacing berdasarkan analisis teori-
teori yang berlaku dan relevan terhadap masalah yang dibahas.

2. Materi Inti
a. Karakteristik Peserta Didik SD
Peserta didik SD adalah anak-anak yang berusia 6-12 tahun. Jean Peaget
mengemukakan proses perkembangan anak sampai mampu berpikir seperti orang
dewasa melalui empat tahap perkembangan.
1) Tahap Sensori Motor (0-2 Tahun)
Pada tahap ini, kegiatan intelektual hampir seluruhnya mencakup gejala
yang diterima secara langsung melalui indra. Anak mencapai kematangan dan
mulai memperoleh keterampilan berbahasa, mereka mengaplikasikannya
dengan menerapkannya pada objek-objek yang nyata. Anak mulai memahami
hubungan antara benda dengan nama benda tersebut.
2
2) Tahap Praoperasional (2-7 Tahun)
Pada tahap ini, perkembangan anak sangat pesat. Lambang-lambang
bahasa yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah
dengan pesat. Keputusan yang diambil bukan berdasarkan analisis rasional tapi
hanya berdasarkan intuisi. Anak biasanya hanya mengambil kesimpulan dari
sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar.
3) Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun)
Pada tahap ini kemampuan berpikir logis sudah muncul. Anak dapat
berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini
permasalahan yang dihadapi anak adalah permasalahan yang konkret.
Pada tahap ini anak akan merasa kesulitan bila mendapat tugas sekolah
yang menuntut untuk mencari sesuatu yang tersembunyi. Anak-anak pada
tahap ini menyukai soal-soal yang tersedia jawabannya.
4) Tahap Operasional Formal (11-15 Tahun)
Pada tahap ini anak sudah memiliki pola berpikir orang dewasa. Mereka
sudah dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap semua kategori
permasalahan, baik yang konkret ataupun yang abstrak. Pada tahap ini mereka
sudah dapat memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide, serta
berpikir tentang masa depan secara realistis.

b. Teori Belajar Matematika SD


1) Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner, proses belajar terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
a) Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Tahapan pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan
benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada
tahap ini anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba; belum harmonis.
Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-atik, dan bentuk-
bentuk gerak yang lainnya.
b) Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan
peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Atau dengan kata
lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran
dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau
3
dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu atau
benda real itu tidak lagi berada di hadapannya.
c) Tahap Simbolik (Symbolic)
Anak sudah mampu memahami simbol-simbol dan menjelaskan
dengan bahasanya pada tahap ini.

2) Teori Belajar Dienes


Menurut Dienes, ada enam tahapan belajar matematika secara berurutan.
a) Bermain Bebas (Free Play)
Pada tahap ini, anak bermain bebas tanpa diarahkan dengan
menggunakan benda-benda matematika konkret. Anak membentuk mental
dan sikap sebagai persiapan memahami struktur matematika dari konsep.
b) Permainan (Games)
Pada tahap kedua ini, anak mulai mengamati pola dan keteraturan
yang terdapat dalam konsep. Mereka akan memperhatikan bahwa ada
aturan-aturan tertentu yang terdapat dalam suatu konsep tertentu, tetapi
tidak terdapat dalam konsep lainnya. Melalui permainan, siswa diajak
untuk mulai mengenal dan memikirkan struktur-struktur matematika.
Dengan berbagai permainan untuk penyajian konsep-konsep yang
berbeda, akan menolong anak untuk bersifat logis dan matematis dalam
mempelajari konsep-konsep tersebut.
c) Penelaahan Kesamaan Sifat (Searching for Communties)
Pada tahap ini siswa mulai diarahkan pada kegiatan menemukan sifat-
sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Dalam melatih
mencari kesamaan sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan
mentranslasikan kesamaan struktur dan bentuk permainan lain. Pada tahap
ini, siswa mulai belajar membuat abstraksi tentang pola, keteraturan, sifat-
sifat bersama yang dimiliki dari model-model yang disajikan.
d) Representasi (Representation)
Pada tahap ini siswa mulai belajar membuat pernyataan atau
representasi tentang sifat-sifat kesamaan suatu konsep matematika yang
diperoleh pada tahap ketiga. Representasi ini dapat dalam bentuk gambar,
diagram, atau verbal.

4
e) Simbolisasi (Symbolization)
Pada tahap kelima ini, siswa perlu menciptakan simbol matematika
atau rumusan verbal yang cocok untuk menyatakan konsep yang
representasinya sudah diketahui pada tahap keempat.
f) Formalisasi (Formalitation)
Pada tahap terakhir ini, siswa belajar mengorganisasikan konsep-
konsep membentuk secara formal, dan harus sampai pada pemahaman
aksioma, sifat, aturan, dalil, sehingga menjadi struktur dari sistem yang
dibahas. Dalam tahap ini anak bukan hanya sekedar mampu merumuskan
teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi harus sampai pada
suatu sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat
satu sama lainnya.

c. Hakikat Pembelajaran Matematika SD


Teori perkembangan mental anak (mental atau intelektual atau kognitif) yang
dikemukakan oleh Jean Peaget menyebutkan bahwa tahapan kemampuan berpikir
anak ada empat, yaitu tahap sensori motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun), tahap
praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap operasi konkret (usia 7 sampai 11
atau 12 tahun) , dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas). Dari sinilah
dapat dikatakan bahwa anak SD berada pada akhir tahap praoperasional-operasi
konkret-awal operasi formal.
Di sisi lain, matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirearkis,
abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya sehingga para ahli
matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika. Karena perbedaan
karakteristik inilah maka diperlukan seorang guru yang mampu menjembatani
antara perkembangan anak yang belum berpikir deduktif agar mengerti dunia
matematika yang bersifat deduktif.
Seorang guru SD, khususnya pada pembelajaran matematika diharapkan
mampu merancang pembelajaran matematika dengan metode ataupun strategi
pembelajaran yang sedemikian rupa yang sejalan dengan tahap perkembangan
berpikir anak agar anak mampu menerima dan memahami pembelajaran
matematika dengan baik. Selain itu, keanekaragaman intelegensi anak, jumlah
populasi siswa di kelas yang besar juga harus menjadi pertimbangan dalam
merancang pembelajaran matematika.
5
William Brownell (dalam Karso, dkk., 2011:1.23) mengatakan bahwa belajar
itu pada hakikatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Ia mengemukakan
bahwa belajar belajar matematika itu harus merupakan belajar bermakna dan
pengertian. Menurut teori makna, anak harus melihat makna dari apa yang
dipelajarinya. Teori makna memandang matematika sebagai suatu sistem dan
konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses-proses yang dapat dimengerti. Oleh
karena itu, pembelajaran matematika SD haruslah dirancang sesuai dengan tahap
perkembangan anak, dengan metode ataupun strategi pembelajaran yang inovatif
dan menarik bagi anak untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna.

d. Hasil Belajar
Dimyati dan Mudjiono (2006) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil
yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil
belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan
untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran. Selain itu
Sudjana (2010) menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
Dengan demikian, hasil belajar adalah hasil yang dicapai melalui proses
pembelajaran yang terdiri dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang
dinyatakan dalam angka-angka atau nilai-nilai.

e. Metode Make A Match


Metode make a match merupakan metode pembelajaran dengan cara mencari
pasangan. Penerapan metode ini dimulai dari siswa diberi tugas mencari pasangan
kartu yang dimilikinya dengan temannya yang lain. Siswa yang sudah dapat
menemukan pasangannya dalam batas waktu yang ditentukan akan mendapatkan
poin. Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan
oleh Lorna Curran (dalam Murniningsih, 2010:12). Salah satu keunggulan metode
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan.

f. Penelitian yang Relevan


Murniningsih (2010) yang berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran Make
a Match dengan Index Card Match pada Mata Pelajaran Matematika Materi
6
Skala Peta dan Denah sebagai Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Prestasi
Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri Sukoharjo Kabupaten Rembang”. Dalam
kajian tersebut dikatakan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran Make
a Match dengan Index Card Match dalam pembelajaran matematika dapat
meningkatkan pemahaman dan prestasi belajar siswa.

g. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika yang bersifat deduktif dan abstrak memang
berbanding terbalik dengan tahap perkembangan kognitif anak usia SD. Suatu
konsep matematika yang menurut guru mudah, akan menjadi sulit bagi siswa
karena tahap perkembangan kognitif yang sudah berbeda. Orang yang sudah
mencapai usia dewasa sudah berada pada tahap formal, sehingga mereka dapat
dengan mudah memahami hal-hal yang abstrak. Sedangkan anak usia SD masih
berada pada tahap praoperasional-operasi konkret-awal operasional formal. Hal ini
yang mengharuskan guru mengkaji berbagai teori pembelajaran matematika agar
anak didik mampu memahami konsep-konsep matematika dengan baik. Sehingga
hasil belajar sesuai yang diharapkan.
Metode make a match sengaja dipilih oleh penulis setelah penulis melakukan
kajian terhadap beberapa penelitian tindakan kelas yang serupa. Dengan metode
make a match dapat tercipta suatu pembelajaran yang berpusat kepada siswa,
sehingga tidak ada siswa yang pasif dalam pembelajaran.

3. Metode
a. Subjek
Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 4 MI Riyadlotut Thalabah Pacing,
semester 2, tahun pelajaran 2014/2015. Seluruh siswa kelas 4 berjumlah 28 yang
terdiri dari 14 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki.

b. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah hasil analisis tes tertulis
dan lembar observasi kinerja guru dan siswa.

7
c. Prosedur
Penelitian ini diawali dengan observasi awal untuk mengidentifikasi masalah
yang dihadapi oleh siswa dan guru. Agar penelitian dapat berhasil dengan baik,
dilaksanakan menurut suatu rangkaian langkah-langkah (a spiral of steps) yaitu
langkah dalam penelitian yang dikemukakan oleh Lurt Lewin (dalam
Murniningsih, 2010:24). Langkah-langkahnya meliputi perencanaan, tindakan,
observasi, refleksi, serta revisi perencanaan. Kegiatan ini diulang sampai
terpenuhinya target yang diharapkan. Target yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah ketuntasan mencapai 100% dengan nilai rata-rata kelas ≥70.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini diadopsi dari Arikunto (dalam
Murniningsih, 2010:24) yang bermula dari persiapan observasi awal, rencana
tindakan, dan penerapan tindakan. Refleksi dilakukan setelah tuntas tindakan pada
siklus I dan dirasa perlu untuk mengadakan siklus II karena hasil penelitian belum
sesuai dengan target yang diinginkan.
Siklus I
Prosedur penelitian tindakan kelas pada siklus I adalah sebagai berikut.
1) Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan selama 70 menit (2 jam
pelajaran).
2) Selama guru melaksanakan pembelajaran, dibantu oleh supervisor 2 untuk
mengamati kinerja guru dan siswa melalui checklist dan catatan yang terjadi di
lapangan (kekurangan/kelebihan dalam KBM).
Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut.
1) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab tentang nilai pecahan dari
sebuah gambar yang diarsir.
2) Guru memberitahukan tujuan (kemampuan) yang diharapkan dapat dikuasai
siswa.
3) Guru memberikan penjelasan materi dan contoh dengan menggunakan tabel
perkalian.
4) Secara acak siswa diminta maju untuk mencari pecahan senilai pada tabel
perkalian.
5) Guru menjelaskan materi pecahan senilai dengan bantuan gambar garis
bilangan.
6) Guru membagi siswa dalam dua kelompok.

8
7) Guru membagikan kartu kepada kelompok. Kelompok yang satu diberi kartu
soal sedangkan kelompok lainnya diberi kartu jawaban.
8) Guru menugaskan siswa untuk mencari pasangannya (soal-jawaban) dalam
batas waktu 10 menit.
9) Secara acak dan berpasangan, siswa mendemonstrasikan cara mendapatkan
pasangan soal-jawaban.
10) Guru memvalidasi hasil kegiatan siswa.
11) Guru memberikan penghargaan (reward) kepada tiga pasangan tercepat.
12) Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui sejauh
mana siswa dapat menangkap materi pelajaran tersebut.
13) Bersama-sama dengan siswa, guru menyimpulkan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
14) Guru memberikan tes akhir pembelajaran.
15) Guru menganalisa hasil tes akhir pembelajaran dan kemudian memberikan tes
perbaikan dan tes pengayaan serta tugas rumah.

Siklus II
Prosedur penelitian tindakan kelas pada siklus II adalah sebagai berikut.
1) Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dilaksanakan selama 70 menit (2 jam
pelajaran).
2) Selama guru melaksanakan pembelajaran, dibantu oleh supervisor 2 untuk
mengamati kinerja guru dan siswa melalui checklist dan catatan yang terjadi di
lapangan (kekurangan/kelebihan dalam KBM).
Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut.
1) Guru melaksanakan apersepsi dengan bertanya jawab tentang nilai pecahan
dari sebuah gambar yang diarsir.
2) Guru memberitahukan tujuan (kemampuan) yang diharapkan dapat dikuasai
siswa.
3) Guru memberikan penjelasan materi dan contoh dengan menggunakan gambar
berarsir.
4) Guru mendemonstrasikan materi pecahan senilai dengan alat peraga tempe.
5) Guru menaruh kartu soal pada meja-meja kelompok.
6) Guru membagikan kartu jawaban secara acak kepada seluruh siswa tanpa
membagi mereka dalam kelompok-kelompok tertentu dahulu.
9
7) Guru menugaskan siswa untuk mencari meja kelompoknya berdasarkan kartu
jawaban yang ia terima sehingga akan terbentuk beberapa kelompok dalam
batas waktu 10 menit.
8) Tiga kelompok tercepat, mendemontrasikan cara mereka menemukan
kelompok (pasangan-pasangan pecahan senilai).
9) Guru memvalidasi hasil kegiatan siswa.
10) Guru memberikan penghargaan (reward) kepada tiga kelompok tercepat.
11) Guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui sejauh
mana siswa dapat menangkap materi pelajaran tersebut.
12) Bersama-sama dengan siswa, guru menyimpulkan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
13) Guru memberikan tes akhir pembelajaran.
14) Guru menganalisa hasil tes akhir pembelajaran dan kemudian memberikan tes
perbaikan dan tes pengayaan serta tugas rumah.

d. Analisis Data
1) Analisis Data Kuantitatif
Data tentang hasil belajar, yang berupa skor yang diperoleh siswa dari tes
akhir pembelajaran dianalisis secara kuantitatif. Teknik analisis data
kuantitatif yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif melalui analisis
potret data dan analisis kecenderungan nilai tengah (central tendency).
a) Potret Data
Potret data adalah perhitungan frekuensi suatu nilai dalam suatu
variabel (dalam Durri Andriani, dkk., 2012:6.15). Nilai dapat disajikan
sebagai persentase dari keseluruhan. Penulis menganalisis data dengan
cara mempresentase siswa yang tuntas dan belum tuntas dalam mencapai
KKM.
f
P= × 100 %
N
P adalah angka persentase
f adalah frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N adalah number of cases yaitu jumlah frekuensi/banyaknya individu (I.
G. A. K. Wardani, 2003).

10
b) Analisis Kecenderungan Sentral Data (Central Tendency)
Analisis kecenderungan sentral data (central tendency) dibagi
menjadi nilai rata-rata (mean), median, dan modus (mode). Akan tetapi
dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan rata-rata (mean) yang
digunakan untuk menentukan rata-rata nilai kelas.
n

∑ xi
x́= i=1
n
x́ adalah nilai rata-rata
xi adalah nilai pengamatan data ke i
n adalah banyaknya data (dalam Nar Herhyanto, dkk., 2013:4.3)

2) Analisis Data Kualitatif


Data hasil pengamatan kinerja siswa dan hasil pengamatan kinerja guru dan
siswa oleh supervisor 2 dianalisis secara kualitatif. Kegiatan analisis kualitatif
dilakukan secara simultan sepanjang periode penelitian.

4. Hasil Penelitian
a. Kondisi Awal Pembelajaran
Berikut ini disajikan hasi pengamatan proses pembelajaran dalam tabel.
Tabel 4.1
Hasil Pengamatan Kinerja Guru dan Siswa
Kemunculan
No. Aspek yang diamati Komentar
Ada Tidak
A. Kegiatan Guru -Guru belum
1 Mengadakan apersepsi √ melakukan
2 Menyampaikan tujuan √ apersepsi
pembelajaran -Dalam
3 Menyampaikan materi √ menyampaikan
pelajaran dengan jelas materi kurang
4 Menggunakan media √ urut.
pembelajaran -Kosakata yang
5 Mengajukan pertanyaan √ digunakan dalam
dengan jelas penyampaian

11
6 Melakukan pengelolaan kelas √ materi kurang
7 Memberi penguatan √ tepat.
8 Menyimpulkan materi √ -Guru belum
9 Mengadakan evaluasi √ memberikan
10 Membimbing anak berdiskusi √ penguatan
11 Mengadakan tindak lanjut √ -Siswa berlarut-
12 Mengorganisasi waktu dengan √ larut dalam
baik berdiskusi.
-Siswa gaduh,
B. Kegiatan Anak guru belum bisa
1 Mengikuti pelajaran dengan √ menguasai kelas.
baik -Sebagian besar
2 Memperhatikan penjelasan √ siswa belum aktif
guru dalam KBM.
3 Aktif dalam pembelajaran √ -Siswa banyak
4 Ada interaksi antara siswa √ yang tidak
dengan siswa, siswa dengan memperhatikan
guru penjelasan guru.
5 Berani menjawab pertanyaan √ -Siswa belum
6 Berani mengajukan pertanyaan √ mampu bertanya.

Hasil tes akhir pembelajaran penulis sajikan dalam tabel rekapitulasi hasil tes
akhir pembelajaran.
Tabel 4.2
Rekapitulasi Hasil Tes Akhir Pembelajaran
Jumlah Banyak Siswa yang Mendapatkan Nilai
30 40 50 60 70 80 90 100
Siswa
28 14 3 2 4 4 0 0 1

Dari hasil pengamatan pembelajaran awal didapat data sebagai berikut.


1) Dari 28 siswa, siswa yang tuntas adalah 9 siswa (32,14%).
2) Sedangkan siswa yang tidak tuntas adalah 19 siswa (67,86%).
3) Nilai rata-rata kelas 42,86.

12
Jelas bahwa pembelajaran awal gagal atau belum mencapai target yang
diharapkan.

b. Perbaikan Pembelajaran Siklus I


Hasil pengamatan secara lengkap disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.3
Hasil Pengamatan Kinerja Guru dan Siswa
Kemunculan
No. Aspek yang diamati Komentar
Ada Tidak
A. Kegiatan Guru -Guru belum
1 Mengadakan apersepsi √ melakukan
2 Menyampaikan tujuan √ apersepsi.
pembelajaran -Dalam
3 Menyampaikan materi menyampaikan
pelajaran dengan jelas √ materi kurang
4 Menggunakan media √ urut.
pembelajaran -Kosakata yang
5 Mengajukan pertanyaan √ digunakan dalam
dengan jelas penyampaian
6 Melakukan pengelolaan kelas √ materi kurang
7 Memberi penguatan √ tepat.
8 Menyimpulkan materi √ -Siswa berlarut-
9 Mengadakan evaluasi √ larut dalam
10 Membimbing anak berdiskusi √ mencari
11 Mengadakan tindak lanjut √ pasangan.
12 Mengorganisasi waktu dengan √ -Siswa gaduh,
baik guru belum bisa
B. Kegiatan Anak menguasai kelas.
1 Mengikuti pelajaran dengan √ -Beberapa siswa
baik masih belum aktif
2 Memperhatikan penjelasan √ dalam KBM.
guru -Siswa belum
3 Aktif dalam pembelajaran √ mampu bertanya.
4 Ada interaksi antara siswa √

13
dengan siswa, siswa dengan
guru
5 Berani menjawab pertanyaan √
6 Berani mengajukan pertanyaan √

Hasil tes akhir pembelajaran penulis sajikan dalam tabel rekapitulasi hasil tes
akhir pembelajaran.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Tes Akhir Pembelajaran
Jumlah Banyak Siswa yang Mendapatkan Nilai
30 40 50 60 70 80 90 100
Siswa
28 0 1 5 11 5 5 0 1

Dari hasil pengamatan perbaikan pembelajaran siklus I didapat data sebagai


berikut.
1) Dari 28 siswa, siswa yang tuntas adalah 22 siswa (78,57%).
2) Sedangkan siswa yang tidak tuntas adalah 6 siswa (21,43%).
3) Nilai rata-rata kelas 64,29.
Jelas bahwa perbaikan pembelajaran siklus I belum mencapai target yang
diharapkan.

c. Perbaikan Pembelajaran Siklus II


Hasil pengamatan secara lengkap disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5
Hasil Pengamatan Kinerja Guru dan Siswa

14
Kemunculan
No Aspek yang diamati Komentar
Ada Tidak
A. Kegiatan Guru
1 Mengadakan apersepsi √
2 Menyampaikan tujuan pembelajaran √
3 Menyampaikan materi pelajaran √
dengan jelas
4 Menggunakan media pembelajaran √
5 Mengajukan pertanyaan dengan √
jelas
6 Melakukan pengelolaan kelas √
7 Memberi penguatan √
8 Menyimpulkan materi √
9 Mengadakan evaluasi √
10 Membimbing anak berdiskusi √
11 Mengadakan tindak lanjut √
12 Mengorganisasi waktu dengan baik √
B. Kegiatan Anak
1 Mengikuti pelajaran dengan baik √
2 Memperhatikan penjelasan guru √
3 Aktif dalam pembelajaran √
4 Ada interaksi antara siswa dengan √
siswa, siswa dengan guru
5 Berani menjawab pertanyaan √
6 Berani mengajukan pertanyaan √

Hasil tes akhir pembelajaran penulis sajikan dalam tabel rekapitulasi hasil tes
akhir pembelajaran.

Tabel 4.6
Rekapitulasi Hasil Tes Akhir Pembelajaran
Jumlah Banyak Siswa yang Mendapatkan Nilai

15
Siswa 30 40 50 60 70 80 90 100
28 0 0 0 11 8 2 0 7

Dari hasil pengamatan perbaikan pembelajaran siklus II didapat data sebagai


berikut.
1) Dari 28 siswa, siswa yang tuntas adalah 28 siswa (100%).
2) Sedangkan siswa yang tidak tuntas adalah 0 siswa (0%).
3) Nilai rata-rata kelas 74,29.
Jelas bahwa perbaikan pembelajaran siklus II telah mencapai target yang
diharapkan.

5. Pembahasan
a. Pembelajaran Prasiklus
Hasil pelaksanaan pembelajaran prasiklus sangat mengecewakan. Banyak
terjadi kegagalan daripada keberhasilan. Dari 28 siswa hanya 9 siswa yang tuntas
(32,14%) sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 19 (67,86%) dengan rata-
rata nilai kelas hanya sebesar 42,86.
Banyak faktor yang mempengaruhi kegagalan pembelajaran awal (prasiklus)
antara lain pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran yang kurang tepat
sehingga mengakibatkan kukurangtertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Banyak siswa yang tidak aktif dalam pembelajaran.

b. Perbaikan Pembelajaran Siklus I


Setelah pembelajaran awal dirasa gagal, penulis melakukan refleksi serta
melakukan berbagai tinjauan pustaka dan diskusi dengan supervisor 2. Penulis
memutuskan untuk menggunakan pendekatan PAIKEM melalui metode make a
match.
Dari hasil pengamatan terdapat banyak peningkatan dari pembelajaran awal.
Sebanyak 22 siswa telah tuntas dan 6 siswa tidak tuntas dengan nilai rata-rata kelas
64,29. Akan tetapi peningkatan hasil belajar siswa belum sampai pada target yang
diharapkan yaitu ketuntasan mencapai 100% dan rata-rata kelas ≥70. Dari hasil
refleksi, ketidakberhasilan berasal dari faktor guru sendiri yang belum mampu
melakukan pengelolaan kelas dengan baik. Sehingga guru memutuskan untuk

16
melakukan perbaikan pembelajaran siklus II dalam upaya meningkatan hasil
belajar siswa agar dapat mencapai target yang diharapkan.

c. Perbaikan Pembelajaran Siklus II


Dari hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II, didapatkan sebesar
100% siswa telah tuntas dengan nilai rata-rata kelas 74,29. Karena perbaikan
pembelajaran siklus II telah mencapai target yang diharapkan, maka perbaikan
pembelajaran berakhir pada siklus II.

Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa pada prasiklus, siklus I,


dan siklus II disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.7
Tingkat Kemajuan Hasil Belajar Siswa dalam Tiga Siklus
Jumlah Banyak Siswa yang Mendapatkan Nilai
Siklus
Siswa 30 40 50 60 70 80 90 100
Prasiklus 28 14 3 2 4 4 0 0 1
Siklus I 28 0 1 5 11 5 5 0 1
Siklus II 28 0 0 0 11 8 2 0 7

Untuk mengetahui perbandingan tingkat ketuntasan siswa pada prasiklus,


siklus I, dan siklus II disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.8
Perbandingan Tingkat Ketuntasan dalam Tiga Siklus
Nilai Rata- Ketuntasan Belajar Persentase
Siklus
Rata Ya Tidak Ketuntasan
Prasiklus 42,86 9 19 32,14%
Siklus I 64,29 22 6 78,57%
Siklus II 74,29 28 0 100%

Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar pada ketiga siklus


(Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II) disajikan dalam diagram di bawah.
Diagram 4.1
Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

17
16
14
12
Banyak Siswa
10
Prasiklus
8
Siklus I
6 Siklus II
4
2
0 Nilai
30 40 50 60 70 80 90 100

Berikut ini juga disajikan perbandingan tingkat ketuntasan ketiga siklus.


Diagram 4.2
Perbandingan Tingkat Ketuntasan Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

30
25
20
Prasiklus
15
Siklus I
Banyak Siswa

10 Siklus II
5
0
Tuntas Tidak Tuntas

6. Simpulan
Penggunaan metode make a match dalam pembelajaran matematika materi
pecahan senilai dikategorikan efektif karena dapat meningkatkan keaktifan siswa dan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Daftar Pustaka
Andriani, Durri (dkk). 2012. Metode Penelitian. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Anitah W., Sri (dkk). 2011. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran Cetakan Ke-3. Jakarta: Rineka Cipta.

Herhyanto, Nar (dkk). 2013. Statistika Pendidikan. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Karso (dkk). 2011. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka.

18
Murniningsih. 2010. “Penerapan Metode Pembelajaran Make a Match dengan Index Card
Match pada Mata Pelajaran Matematika Materi Skala Peta dan Denah sebagai
Upaya Meningkatkan Pemahaman dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SD
Negeri Sukoharjo Kabupaten Rembang”. Rembang: SD Negeri Sukoharjo.

Satori, Djam’an (dkk). 2013. Profesi Keguruan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sudjana, N. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sumantri, Mulyani. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Suryanto, Adi (dkk). 2012. Evaluasi Pembelajaran di SD. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.

Tugino. 2013. “Pecahan Senilai”. http://mastugino.blogspot.com/2013/07/pecahan-


senilai.html, diakses tanggal 28/02/2015 pukul 8:43 WIB.

Wahyudin, Dinn (dkk). 2013. Pengantar Pendidikan. Tangerang Selatan: Universitas


Terbuka.

Wardani, I. G. A. K. 2009. Perspektif Pendidikan SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

19

Anda mungkin juga menyukai