Anda di halaman 1dari 112

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

GUIDED DISCOVERY

PENULIS : ISHMATUL MAULA, M.Pd

Editor

Hendry Putra, M.Pd


KDT

PEMBELAJARAN MATEMATIKA GUIDED DISCOVERY


Ishmatul Maula, M. Pd.

Editor: Zakiyah Ulfah


Proofreader: Eista Swaesti
Desain Cover: Yudan
Layout: Slamet

Penerbit:
AR-RUZZ MEDIA
Jl. Anggrek 126 Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman
Yogyakarta, 55282
Telp./Fax.: (0274) 488132
E-mail: arruzzwacana@yahoo.com
ISBN: 978-602-313-489-2
Cetakan I, 2019

Didistribusikan oleh:
AR-RUZZ MEDIA
Telp./Fax.: (0274) 4332044
E-mail: marketingarruzz@yahoo.co.id
Perwakilan:
Jakarta: Telp./Fax.: (021) 7816218
Malang: Telp./Fax.: (0341) 560988

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KTD)


Maula, Ishmatul
Pembelajaran matematika guided discovery/Ishmatul Maula, M. Pd. - Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2019
112 halaman, 16 cm × 25 cm
ISBN: 978-602-313-489-2
1. Pendidikan
I. Judul II. Ishmatul Maula, M. Pd.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan buku ini.
Buku ini mencakup mengenai teori, pengembangan dan implementasi
guided discovery dalam pembelajaran matematika. Buku ini menjelaskan
tentang apa itu guided discovery, langkah-langkah pembelajaran guided
discovery, serta pengembangan perangkat guided discovery dalam
pembelajaran matematika. Adanya buku ini diharapkan dapat menjadi
bahan pustaka bagi guru, calon guru/mahasiswa maupun pengguna lainnya.
Buku ini tidak akan terwujud jika tidak ada dorongan dari berbagai
pihak. penulis menyampaikan terimakasih kepada kedua orangtua, saudara
serta teman-teman yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian
buku ini.
Penulis menyadari bahwa kajian dalam buku ini masih sangat terbatas
dan banyak kekurangan yang tentunya perlu diperbaiki. Karena itu kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan
pada cetakan berikutnya.
Samarinda, November 2019

Ishmatul Maula

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 5


6 Ishmatul Maula, M.Pd
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 5
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 7

BAB 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................. 9

BAB 2
TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA.................................................................... 15
1. Interaktif .................................................................................................................... 16
2. Inspiratif...................................................................................................................... 16
3. Menyenangkan........................................................................................................ 16
4. Menantang................................................................................................................ 16
5. Motivasi...................................................................................................................... 16

1. Aliran Psikologi Tingkah Laku............................................................................. 18


a. Teori Throndike.................................................................................................. 18
b. Teori Skinner....................................................................................................... 21
c. Teori Ausubel...................................................................................................... 22
d. Teori Gagne......................................................................................................... 23
e. Teori Pavlov......................................................................................................... 25
2. Aliran Psikologi Kognitif ....................................................................................... 25
a. Teori Piaget......................................................................................................... 25
b. Teori Bruner......................................................................................................... 30
c. Teori Gestalt........................................................................................................ 33
d. Torema Van Hiele.............................................................................................. 33

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 7


BAB 3
KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA................................................................ 35
1. Penalaran Matematika.......................................................................................... 35
2. Pemahaman Matematika..................................................................................... 37
3. Koneksi Matematik Siswa..................................................................................... 40

BAB 4
GUIDED DISCOVERY LEARNING............................................................................... 43
1. Apa itu Guided Discovery Learning?................................................................... 43
2. Sintakh Guided discovery Learning.................................................................... 45
3. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery Learning............................. 47

BAB 5
PERANGKAT PEMBELAJARAN BERCIRIKAN GUIDED DISCOVERY................... 49
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guided Discovery.................. 49
2. Bahan Ajar ................................................................................................................. 51
3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Guided Discovery Learning......................... 52
4. Instrument Tes Guided Discovery Learning..................................................... 54

BAB 6
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR GUIDED DISCOVERY....................................... 55
1. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery...................... 55
2. Hasil pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery................................... 65

BAB 7
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY.................................... 93

BAB 8
PENUTUP.......................................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 107

8 Ishmatul Maula, M.Pd


BAB 1
PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia.


Selain itu pendidikan adalah sektor yang strategis untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa sehingga diperoleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Oleh karena itu pendidikan harus ditumbuh kembangkan
secara sistematis, sehingga tercipta suatu sistem pendidikan yang dapat
menghasilkan SDM yang berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan harus
dilakukan secara menyeluruh yang mencakup dimensi manusia Indonesia
seutuhnya, yakni aspek moral, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga,
dan perilaku. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal, maupun non
formal. Pendidikan formal diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di
sekolah, sedangkan non formal dapat dilakukan di luar lingkungan sekolah.
Pendidikan formal yang biasanya dilaksanakan sekolah merupakan salah satu
sarana yang tepat untuk meningkatkan kualitas SDM dan untuk mendukung
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dengan demikian
pendidikan formal harus menyelenggarakan proses pembelajaran yang
efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta
didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetisi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 9


informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif.
Perkembangan kurikulum dewasa ini menuntut partisipasi aktif siswa
dalam proses pembelajaran dari tingkat SD sampai Sekolah Menengah.
Peran aktif siswa sangat menentukan terhadap keberhasilan pembelajaran.
Menurut pengamatan dan pendapat beberapa orang, selama ini proses
pembelajaran matematika yang dilakukan masih cenderung menggunakan
cara yang konvensional yaitu guru menjadi pusat pembelajaran sehingga
proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah. Dalam pembelajaran,
aktivitas siswa lebih banyak pada kegiatan mendengarkan penjelasan guru
dan mencatat. Proses belajar mengajar masih cenderung teacher centered
dibandingkan student centered. Hal inilah yang mengakibatkan pola belajar
siswa cenderung menghafal, serta kemampuan berpikir dan daya analisis
siswa kurang berkembang. Dengan proses pembelajaran yang seperti
itu, siswa merasa kurang tertarik dan cepat bosan terhadap pembelajaran
matematika.
Diketahui bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan masih
secara konvensional. Pembelajaran masih berpusat pada guru, sementara
siswa cenderung pasif. Akibatnya siswa merasa bosan dalam pembelajaran
matematika. Siswa cenderung melakukan aktivitas lain yang lebih
menarik perhatian, misalnya seperti bermain dan mengobrol dengan
temannya. Menurut pengamatan dan observasi pada saat pembelajaran
berlangsung siswa cenderung bersikap pasif, enggan bertanya, takut atau
malu untuk bertanya. Siswa jarang berdiskusi dengan temannya. Bila ada
yang kurang paham atau tidak mengerti tentang suatu materi mereka
cenderung untuk diam. Masih banyak siswa kesulitan mempelajari maupun
menyelesaikan soal-soal matematika. Soal matematika dianggap sesuatu
yang rumit, membutuhkan energi, pikiran, dan waktu yang banyak untuk
menyelesaikannya. Selain itu ketika guru meminta siswa untuk menyelesaikan
suatu masalah, beberapa siswa merasa kebingungan dan kesulitan sehingga
tidak dapat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Guru harus

10 Ishmatul Maula, M.Pd


mengulangi penjelasan yang telah diberikan barulah kemudian siswa dapat
memecahkan masalah tersebut.
Kemampuan memecahkan masalah sangat diperlukan untuk dapat
memecahkan suatu masalah matematika. Siswa dituntut untuk menggunakan
segala pengetahuan yang diperolehnya untuk dapat memecahkan suatu
masalah matematika. Hal ini dapat dilihat dari cara dan lamanya waktu yang
dibutuhkan mereka untuk menyelesaikan suatu soal. Ketika diminta untuk
menyelesaikan suatu masalah matematika, beberapa siswa masih harus
membolak-balik buku catatan untuk mencari rumus yang sesuai, bertanya ke
teman yang lain, bahkan ada yang hanya memandang soal yang diberikan
oleh guru.
Keadaan siswa seperti diatas jika didiamkan akan menyebabkan siswa
akan semakin mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami materi
yang dipelajari. Dalam proses pembelajaran dibutuhkan metode, strategi,
ataupun pendekatan yang tepat. Pendekatan adalah cara yang ditempuh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Strategi adalah siasat yang sengaja
direncanakan agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar. Metode
adalah cara menyajikan materi dalam pembelajaran. Guru adalah ujung
tombak pelaksanaan kegiatan pembelajaran sekolah. Untuk mengajarkan
suatu pokok bahasan tertentu dalam pembelajaran matematika, guru harus
mampu memilih pendekatan, strategi, dan metode yang sesuai dengan
karakteristik pokok bahasan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
Sebaliknya bila guru tidak mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik pokok bahasan, maka hasil kegiatan pembelajaran tidak
tercapai dengan maksimal.
Discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran
konstruktivis, Bruner (dalam Illahi, 2012:27), menyatakan “Discovery
Learning can be defined as the learning that takes place when the student
is not presented with subject matter in the final form, but rather is required
to organize it himself”. Discovery learning dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
guided discovery learning dan pure discovery learning. Pada guided

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 11


discovery learning guru masih berperan untuk membimbing siswa dalam
proses penemuan, bimbingan tersebut akan dihilangkan secara perlahan.
Sedangkan pada pure discovery learning siswa bekerja secara bebas dan
mandiri dalam proses penemuan. Menurut penelitian Kirscner (2006), pada
pelajar pemula lebih tepat diberikan bimbingan yang kuat dalam proses
pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mayer (2004), yang
menyatakan bahwa dalam banyak kasus, guided discovery learning dinilai
lebih efektif daripada pure discovery learning dalam membantu siswa belajar
dan mentransfer pengetahuan.
Kajian jurnal internasional yang berkaitan dengan guided discovery
learning telah banyak dilakukan, diantaranya adalah (Udo, 2011; Akanmu,
2013; Akinyemi, 2009; Udo, 2010; Yucel, 2014; Senyo, 2014; Cased, 2012;
Khasnis, 2011; Kilpatrick, 2002; Palincsar, 2000; Mirasi, 2013; dan Germain,
2014). Udo (2011) dan Akanmu (2013), menyatakan guided discovery
learning merupakan model pembelajaran yang efektif digunakan dalam
pembelajaran matematika dan memberi keuntungan pada semua tingkat
kemampuan siswa, baik tinggi, sedang dan rendah. Akinyemi (2011),
mengatakan bahwa guided discovery learning dapat mengembangkan sikap
positif siswa terhadap pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil penelitian dari Udo (2010) dan Senyo (2014), menyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja siswa sebelum dan
setelah menggunakan pembelajaran guided discovery learning. Yucel (2014),
menyatakan bahwa kemampuan siswa mengenai materi logaritma pada
siswa yang diajar dengan menggunakan guided discovery learning lebih
tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran tradisional. Cased
(2012), menyatakan bahwa siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran
guided discovery learning mendapatkan hasil belajar yang lebih positif
daripada siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran yang biasa. Khasnis
(2011), menyatakan bahwa guided discovery learning dapat meningkatkan
kreativitas berpikir siswa dan menambah rasa menyenangkan dalam belajar
matematika.

12 Ishmatul Maula, M.Pd


Hasil penelitian Kilpatrick (2002), menunjukkan bahwa pemberian
bimbingan dalam belajar matematika dapat membantu siswa dalam
mengembangkan pemahaman dasar konsep matematika siswa dan sikap
positif terhadap matematika, pada siswa kelas dasar dan pemula juga akan
memberikan pondasi dalam pembelajaran matematika siswa jangka panjang.
Kemudian Palincsar (2000) melakukan penelitian mengenai keterlibatan siswa
berkebutuhan khusus dalam pembelajaran berbasis penemuan terbimbing,
dan hasil penelitiannya menunjukkan siswa menunjukkan sikap positif dan
dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis penemuan terbimbing dapat
meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Hasil penelitian lain mengenai guided discovery juga dikemukakan
oleh Mirasi (2013) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa prestasi
belajar siswa menggunakan guided discovery lebih tinggi dibandingkan
metode pembelajaran yang tidak menggunakan guided discovery, selain
itu hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan guided discovery dapat meningkatkan kinerja belajar siswa.
Germain (2014) mengemukakan juga bahwa guided discovery learning tidak
hanya meningkatkan pemahaman dan kinerja siswa, tetapi juga membantu
interaksi antara guru dan siswa dalam menyampaikan ide-ide mereka pada
proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam buku ini akan dibahas lebih mendalam mengenai
teori pembelajaran matematika, pembelajaran guided discovery serta
pengembangan perangkat pembelajaran guided discovery pada matematika.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 13


BAB 2
TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rangkaian interaksi antara


siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya (Syamsuddin, 2007:34).
Eko (2008:22), juga berpendapat bahwa dalam proses pembelajaran terjadi
hubungan interaktif antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu.
Sanjaya (2010:16), menyatakan bahwa pembelajaran, dapat diartikan sebagai
proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi
dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu
sendiri, seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk
gaya belajar maupun potensi yang ada diluar diri siswa seperti lingkungan,
sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
(dalam Sanjaya, 2010:133), dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Sesuai dengan isi peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah
prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran yang baik, sebagai berikut:

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 15


1. Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya
sekedar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa, akan tetapi
mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang
dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan demikian, proses
pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan siswa, antara
siswa dan siswa, maupun antara siswa dan lingkungannya.

2. Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yaitu proses
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk mencoba dan
melakukan sesuatu, guru perlu membuka berbagai kemungkinan
yang dapat dikerjakan siswa. Biarkan siswa berbuat dan berpikir sesuai
dengan inspirasinya sendiri.

3. Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh
potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat dikembangkan
manakala siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena
itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang
menyenangkan.

4. Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, yaitu merangsang kerja otak
secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan
cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa sehingga merangsang
siswa untuk berpikir.

5. Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa.
Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk

16 Ishmatul Maula, M.Pd


belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu
peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika
perlu diberikan kepada siswa di semua jenjang untuk membekali siswa
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif
(Suherman, 2012:30).
Terdapat empat obyek kajian matematika (Wardhani, 2008), yaitu
fakta, operasi atau relasi, konsep dan prinsip. Fakta adalah pemufakatan
atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan lewat
simbol tertentu. Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk
menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan obyek. Operasi adalah
pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar atau pengerjaan matematika lainnya.
Relasi adalah hubungan antara dua atau lebih elemen. Adapun prinsip
adalah obyek matematika yang lengkap, yang terdiri atas beberapa konsep,
beberapa fakta yang dikaitkan oleh suatu relasi maupun operasi.
Menurut Wardhani (2008), mata pelajaran matematika bertujuan agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 17


5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari
matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Salah satu dari ciri pengajaran matematika masa kini adalah
penyajiannya didasarkan pada teori belajar mengajar yang pada saat ini
sedang populer deibicarakan oleh pakar pendidikan. Sesuai dengan ciri
tersebut, dalam modul kelima ini akan dibicarakan tentang teori belajar
mengajar dan penerapannya dalam pengajaran matematika. Tidak hanya
tingkat ke dalaman konsep yang diberikan pada anak yang harus sesuai
dengan tingkat kemampuanya, cara penyampaian materi pun demikian
pula. Guru harus mengetahui tingkat perkembangan mental anak dan
bagaimana pengajaran yang harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan mental anak besar kemungkinan akan mengakibatkan
anakmengalami kesulitan karena apa yang disajikan pada anak tidak sesuai
dengan kemampuannya dalam menyerap materi yang diberikan. Begitu
pentingnya pengetahuan tentang teori belajardalam sistem penyampain
materi didepan kelas, hingga setiap metode pengajaran harus disesuikan
dengan teori-teori yang dikemukakan oleh ahli pendidikan. Beberapa teori
belajar dalam psikologi diaplikasikan dalam pendidikan, dan diungkapkan
bagaimana aplikasinya dalam pengjaran matematika.

1. Aliran Psikologi Tingkah Laku


a. Teori Throndike
Edward L. Throndike (1874-1949) menge4mukakan beberapa
hokum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut
hukum ini, belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap
suatu stimulus segera diikuti rasa senang atau kepuasan. Rasa
senang atau kepuasaan ini timbul sebagai akibat anak mendapat
pujian dan ganjaran lainnya. Teori belajar stimulus-respon yang
dikemukakaqn oleh Throndike ini disebut juga koneksionisme.
Teori ini menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar merupakan
p-roses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.

18 Ishmatul Maula, M.Pd


Terdapat beberapa dalil atau hukum yang dikemukakan oleh
Throndike, yang mengakibatkan munculnya stimulus-respon ini,
yakni:
a) Hukum Kesiapan
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang
anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang
mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan
kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan
tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan
bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak
menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
b) Hukum Latihan
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus
respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin
kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon
dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi.
Hukum latihan pada dasarnya menggunakan bahwa stimulus
dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara
kuat, jika proses pengulangan sering terjadi. Makin banyak
kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan
bersifat otomatis. Seorang anak yang dihadapkan pada suatu
persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan
tanggapan secara tepat sesuai dengan pengalamannya pada
waktu sebelumnya. Kenyataan tersebut menunjukan bahwa
pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah
pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangan
yang tidak membosankan, dan kegiatan disajikan dengan
cara yang menarik.
Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep pemetaan pada
anak, guru menjelaskan pengertian pemetaan yang diikuti
dengan contoh-contoh relasi. Guru menguji apakah anak

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 19


benar-benar sudah menguasai konsep pemetaan. Untuk itu
guru menanyakan apakah semua relasi yang diperlihatkannya
itu termasuk pemetaan atau tidak. Jika tidak, anak diminta
untuk menjelaskan aqlasan atau sebab-sebab criteria
pemetaan tidak penuhi. Penguatan konsep lewat cara ini
dilalukan dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa
pengulangannya dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau
informasi yang sama, melainkan dalam bentuk pertanyaan
yang dimodifikasi, sehingga anak tidak merasa bosan.
c) Hukum Akibat
Dalam hukum akibat Throndike mengemukakan bahwa
suatub tindakan akan menimbulkan pengaruh bagi tindakan
yang serupa. Ini memberikan gambaran bahwa suatu
tindakan yang dilakukan seorang anak menimbulkan hal-
hal yang menyenangkan bagi dirinya, tindakan tersebut
cenderung akan diulanginya. Sebaliknya tiap-tiap tindakan
yang mengakibatkan kekecewaan atau hal-hal yang tidak
menyenangkan, cenderung akan dihindarinya. Dilihat dari
ciri-cirinya ini hukum akibat lebih mendekati ganjaran dan
hukuman.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa, jika terdapat
asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan
yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak. Selain
itu, banyaknya pengulangan akan sangat menentukan lamanya
konsep diingat anak. Makin sering pengulangan dilakukan akan
semakin kuat konsep tertanam dalam ingatan anak. Disamping
itu, Throndike mengemukakan pula bahwa kualitas dan kuantitas
Stimulus-Respon (S-R) itu (yang diberikan guru) makin banyak dan
makin baik pula hasil belajar siswa.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar
sehari-hyari adalah bahwa:

20 Ishmatul Maula, M.Pd


1) Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru sebaiknya
mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar
akan lebih dihayati.
2) Metode pemberian tugas, metode latihan (driil dan practice)
akan lebih cocok. Dengan penerapan metode tersebut siswa
akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respons
yang diberikan pun akan lebih banyak.
3) Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah,
sedang, dan sukar sesuai dengan tingakat kelas dan tingkat
sekolah. Penguasan materi yang lebih mudah sebagai akibat
untuki dapat menguasai materi yang lebih sukar. Dengan kata
lain topik (konsep) prasyarat harus dikuasai dulu agar dapat
memahami topik berikutnya.
b. Teori Skinner
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut Skinner.
Surrhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau
penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses
belajar.
Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran
merupakan respon yang sifatnya mengembirakan dan merupakan
tingkah laku yang sifatnya subjekti, sedangkan penguatan
merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya
kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal
yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa pengutan terdiri atas
penguatan positif dan penguatan negative. Penguatan dapat
dianggaap a sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut
seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan
pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang
diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 21


semakin sering melakukannya. Yang termasuk penguatan positif
diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak dan sikap
guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa sangat baik
(menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberi
penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, tau perbuatan
baik itu minimal dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan
“bagus, pertahankan prestasimu” untuk siswa yang mendapatkan
tes memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak
diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus
diberi penguatan negative agar respon tersebut tidak diulangi dan
berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif
ini bisa berupa teguran, peringatan, atau sanksi.
c. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan anatara
belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar
menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya,
tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa,
jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk
dapat membedakan anatara belajar menghafal dengan belajar
bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafalkan materi
yang telah diperolahnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang
telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih dimengerti.
Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori
adalah metode mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal inin
dikemukakan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima
maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal
atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep Pythagoras
tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir:

22 Ishmatul Maula, M.Pd


c=b+a
Sudah disajikan (belajar menerima), tetapi jika siswa dalam
memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah
segitiga siku-siku akan merupakan belajar bermakna. Siswa lain
memahami rumus itu dengan cara melalui pencarian tetapi bila
kemudian ia menghafalkannya tanpa dikaitkan dengan sisi sebuah
segitiga siku-siku menjadi belajar menghafal.
d. Teori Gagne
Menurut Gagne, dalam belajar ada dua objek yang dapat diperoleh
siswa, yakni:
1) Objek tak langsung
Objek tak langsung anatara lain kemampuan menyelidiki
dan memecahkan masalah, belajar sendiri, bersikap positif
terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya
belajar.
2) Objek Langsung
Objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep,
dan aturan. Fakta adalah objek matematika yang tinggal
menerimanya, seperti lambing bilangan, sudut, dan notasi-
notasi matematika lainnya. Keterampilan berupa kemampuan
memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya
melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan
bagi kurung, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah
ruas garis. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan
kita dapat mengelompokan objek kedalan contoh dan non
contoh. Konsep bujur sangkar, bilangan prima, himpunan,
dan vector. Aturan adalah objek yang paling abstrakyang
berupa sifat atau teorema. Menurut Gagne, belajar dapat
dikelompokan menjadi 8 tipe belajar, yakni:

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 23


a) Belajar isyarat yakni belajar yang tingkatnya paling
rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya
menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat
perilaku gurunya.
b) Stimulus-respon merupakan kondisis bewlajar yang ada
niat diniati dan responnya jasmaniah. Misalnya siswa
meniru tulisan guru dipapan tulis.
c) Rangkaian gerak merupakan perbuatan jasmaniah
terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka
stimulus-respon.
d) Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan darin dua
kegiatan atau lebih dalan rangka stimulus-respon.
Contohnya adalah mengemukakan pendapat, menjawab
pertanyaan guru secara lisan.
e) Belajar membedakan adalah belajar memisah-misah
rangkaian yang bervariasi.
f ) Pembentukan konsep disebut juga tipe belajar
mengelompok, yaitu belajar melihat sifat bersama
benda-benda konkret atau peristiwa untuk dijadikan
suatu kelompok. Dalam hal tertentu tipe belajar yang
mengharapkan siswa untuk mampu memberikan
respon terhadap stimulus dengan segala macam
perbuatan. Kemampuan disini terutama kemampuan
menggunakanya. Misalnya pemahaman terhadap rumus
kuadarat dan mengunakan dalam pemecahan masalah
persamaan kuadarat.
g) Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang
paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan
aturan.
Dalam pemecahan masalah, biasanya ada lima langkah yang
harus dilakukan, yaitu: menyajikan masalah dalam bentuk

24 Ishmatul Maula, M.Pd


yang lebih jelas; menyatakan masalah dalam bentuk yang
lebih operasional; menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan
prosedur vkerja yang diperkirakan baik; mengetes hipotesis
dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya; mengecek
kembali hasil yang telah diperoleh.
Lebih jauh lagi Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar
harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui
stimulus respon dan belajar bersyarat. Alasannya adalah
bahwa manusia itu organisme pasif yang bisa dikontrol
melalui imbalan atau hukuman.
e. Teori Pavlov
Pavlov terkenal dengan belajar klasik. Ia melakukan percobaan
terhadap seekor anjing. Anjing itu dikurung, dalam suatu jangka
waktu tertentu dan diberi makan,. Selanjutnya setiap akan diberi
makan Pavlov membvunyikan bel. Ia memperhatikan bahawea
setiap dibunyikan bel pada jangka waktu tertentu anjing itu
mengeluarkan air liurnya, meskipun tidak diberi makanan.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa
belajar dengan baik dan harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa
mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah
dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai
terhadap hasil pekerjaannya.

2. Aliran Psikologi Kognitif


a. Teori Piaget
Piaget menyebut bahwa struktur konitif ini sebagai Skemata
(Scemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu
dapat mengikat, memahami, dan memberikan respon terhadap
stimulus yang disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata
ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 25


individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih
lengkap dari pada ketrika ia masih kecil. Dengan demikian seorang
individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang
lebih lengkapdari pada ketika ia masih kecil. Karena terbatasnya
skema pada anak-anak, seorang anak yang baru pertama kali
melihat buaya ia menyebutnya sebagai cecak besar, karena ia
baru memiliki konsep cecak yang sering dilihar rumahnya. Ia baru
memiliki konsep cecak dalam skemanya dan ketika ia melihat
buaya untuk pertama kalinya, konsep cecaklah yang paling dekat
dengan stimulus. Peristiwa seperti ini sering kali berlanjut pada
orang dewasa. Hal ini terjadi karena kurangnya perbendaharaan
kata atau dalam kehidupan sehari-harinya konsep tersebut jarang
ditemui. Misalnya, sering kali orang menyebut kuda laut atau singa
laut, pada hal kedua binatang itu jauh berbeda cara hidupnya,
lingkungan kehidupan, maupun bentuk tubuhnya dengan kuda
ataupun singa. Asosiasi tersebut hanya berdasarkan sebagian
bentuk tubuhnya yang hampir sama.
Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui
adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk
suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Makin baik
kualitas skema ini, makin baik pula pola penalaran anak tersebut.
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk
dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yakni:
 Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung
stimulus baru kedalam skemata yang telah terbentuk.
 Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru
kedalam skema yang terbentuk secara tidak langsung.
Hal ini terjadi karena stimulus baru tidak dapat diasimilasi, karena
tidak ada skema yang sesuai yang telah dimilikinya. Pada proses
akomodasi skema yang ada memodifikasi siri atau mernciptakan
skema baru sehingga sesuai dengan stimulus baru itu. Setelah

26 Ishmatul Maula, M.Pd


itu asimilasi berlangsung kembali. Dengan demikian pada proses
asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, melainkan hanya
menunjang pertumbuhan skemata secara kuantitas. Sedangkan
pada akomodasi menghasilkan perubahan skemata secara kualitas.
Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan
agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat
pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif
pada dasarnya adalahperubahan dari keseimbangan yang telah
dimiliki kekeseimbanganbaru yang telah diperolehnya.
Selanjutnya, Piaget mengemukakan tentang perkembangan
kognitif yang dialami oleh setiap individu secara lebih rinci, dari
mulain bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi
klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia di Swiss golongan
menengah. Kesimpulannya adalah bahwa pola berfikir anak tidak
sama dengan pola berfikir orang dewasa. Tahap perkembangan
kognitif atau taraf kemampuan berfikir seorang individu sesuai
dengan usianya. Makin ia dewasa makin meningkatkan pula
kemampuan berfikirnya. Jadi, dalam memandang anak keliru
kalau beranggapan bahawa kemampuan anak sama dengan orang
dewasa, sebab anak bukanlah miniatur orang dewasa. Selain dari
pada itu, perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi
pula oleh lingkungan dan transmisi sosialnya. Jadi, Karena
efektifitas hubungan antara setiapa individu dengan lingkungan
dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama lain, maka tahap
perkembangan kognitif yang dicapai oleh setiap individu berbeda
pula. Oleh karena itu, agar perkembangtan kognitif seorang anak
berjalan secara maksimal, sebaiknya diperkaya dengan banyak
pengalaman edukatif.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 27


Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan bahwa
ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang
berkembang secara kronologis:
1) Tahap Sensori Motor (Sensori Motor Stage)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh
melaluiperbuatan fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori
(koordinasi alat indra). Pada mulanya pengalaman ini bersatu
dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objekitu ada bila ada
pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya, ia mulai
berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian
menghilang dario pandangannya, asal perpindahannya
terlihat. Akhir dari tahap ini, ia mulai mencari objek yang hilang
bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek
mulai terpisah dari dirinya dan untuk melambangkan objek
fisik kedalam simbol-simbol, misalnya mulaibisa berbicara
meniru suatu kendaraan.
2) Tahap Pra Operasi (Pre Operasional Strage)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian
operasi konkret. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget
disini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti
mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata
letak-letak benda menurut urutan tertentu (seriation), dan
membilang (counting). Pada tahap ini, pemikiran anak lebih
banyak berdasarkan pada pengalaman konkret dari pada
pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang
kelihatannya berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.
3) Tahap Operasi Konkrit ( concrete operational stage)
Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah
berada di sekolah dasar, sehingga sudah semestinya guru-
guru sekolah dasar maupun guru-guru sekolah pendididikan
guru mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini. Guru-

28 Ishmatul Maula, M.Pd


guru harus mengetahui benar kondisis anak pada tahap ini.
Guru-guru harus mengetahui benar kemampuan apa yang
telah dimiliki anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang
belum dimilikinya. Umumnya anak-anak pada tahap ini telah
memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda
konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasi dan sereasi,
mampu memandang suatu objek dari suatu sudut pandang
yang berbeda secara objektif, dan mampu berpikir reversibel.
Piaget mengidentifikasinya adanya 6 jenis konsep kekekalan
yang berkembang selama anak berada pada tahap operasi
konkret yakni:
 Kekekalan banyak (6-7 tahun)
 Kekalan materi (7-8 tahun)
 Kekekalan panjang (7-8 tahun)
 Kekekalan luas (8-9 tahun)
 Kekekalan berat (9-10 tahun)
 Kekekalan volum (11-12 tahun)
4) Tahap Operasi Formal
Tahap oprasi formal merupakan tahap akhir perkembangan
kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu
melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang
abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan
lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan
objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang terjadi
dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan
menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan
generalisasi yang telah memiliki kemampuan-kemampuan
untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan
hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Jadi, anak
pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan ada-

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 29


tidaknya benda-benda konkret, tetapi berhubungan dengan
tipe berpikir. Apakah situasinya disertai oleh benda-benda
konkret atau tidak, bagi anak berpikir formal tidak menjadi
masalah.
b. Teori Bruner
Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar
matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam
pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait
antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan mengenal
konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, anak akan mengalami materi yang hrus dikuasainya
itu. Ini menunjukan bahwa materi yang mempunyai suatu pola
atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat
anak.
Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak
melewati 3 tahap, yakni:
· Tahap enaktif
Dalam tahap ini anak secara lngsung terlihat dalam manipulasi
(mengotak-atik) objek.
· Tahap ikonik
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan
dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek
yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi
objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
· Tahap simbolik
Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat
dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada
tahap inisudah mampu menggunakan notasi tanpa
ketergantungan terhadap objek riil.

30 Ishmatul Maula, M.Pd


Brunner mengadakan pengamatan ke sekolah-sekolah. Dari
hasil pengamatannya itu diperoleh beberapa kesimpulan yang
melahirkan dalil-dalil, yakni:
1) Dalil penyusunan (konstruksi)
Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai
kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema,
definisi, dan semacamnya, anak harus dilatih untuk
melakukan penyusunan representasinya. Untuk melekatkan
ide atau definisi tertentu dalam pikiran, anak-anak harus
menguasai konsep dengan mencoba dan melakukannya
sendiri. Dengan demikian, jika anak aktif dan terlibat dalam
kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan
memperlihatkan representasi konsep tersebut, maka anak
akan lebih memahaminya.
Apabila dalam proses perumusan dan penyusuna ide-ide
tersebut anak disertai dengan bantuan benda-benda konkret,
maka mereka akan lebih mudah mengingat ide-ide yang
dipelajari itu. Siswa akan lebih mudah menerapkan ide dalam
situasi riil secara tepat. Dalam tahap ini anak memperoleh
penguatan yang diakibatkan interaksinya dengan benda-
benda konkret yang dimanipulasinya. Memori seperti ini
bukan sebagai akibat penguatan. Dapat disimpulkan bahwa
pada hakekatnya, dalam tahap awal pemahaman konsep
diperlukan aktivitas-aktivitas konkret yang mengantarkan
anak kepada pengertian konsep.
2) Dalil Notasi
Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep,
notasi memegang peranan penting. Notasi yang digunakan
dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan
dengan tahap perkembanga mental anak. Ini berarti untuk
menyatakan sebuah rumus misalnya, maka notasinya harus

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 31


dapat dipahami oleh anak, tidak rumit dan mudah dipahami.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan
dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian
seperti ini dalam matematika merupakan pendekatan
spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika
disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi
yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti
dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks. Notasi yang
terakhir, yang mungkin belum dikenal sebelumnya oleh anak,
umumnya merupakan notasi yang akan banyak digunakanm
dan dipergunakan dan diperlukan dalam pembangunan
konsep matematika lanjutan.
3) Dalil pengontrasan dan keanekaragaman
Dalam dalil ini dinyatakan bahwa pengontrasan dan
keanekaragaman sangat penting dalam melakukan
pengubahan konsep matematika dari konsep yang konkrek
ke konsep yang lebih abstrak. Ini menunjukan agar konsep
dipahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh
yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik
konsep tersebut. Anak perlu diberi contoh yang memenuhi
rumusan atau teorema yang diberikan. Selain itu, mereka
perlu juga diberi contoh-contoh yang tidak memenuhi
rumusan, sifat atau teorema, sehingga anak tidak mengalami
salah pengertian terhadap konsep yang dipelajari.
4) Dalil pengaitan
Dalam dalil ini dinyatakan bahwa dalam matematika antara
suatu konsep dengan konsep lainnya terdapat hubungan
yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi
rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu mungkin
merupakan prasyarat bagi yang lainnya. Misalnya konsep dalil

32 Ishmatul Maula, M.Pd


Pythagoras diperlukan untuk menentukan tripel Pythagoras
atau pembuktian rumus kuadratis dalam trigonometri.
c. Teori Gestalt
Teori aliran ini adalah John Dewey, ia mengemukakan bahwa
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh
guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
· Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
· Pelakasaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan
kesiapan intelektual siswa
· Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan
memberikan konsep yang harus ditereima begitu saja, melainkan
harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses
terbentuknya konsep tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal
ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif.
d. Torema Van Hiele
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
belajar geometri:
1) Tahap pengenalan
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk
geometri secara keseluruhan, namun belum mampu
mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang
dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang anak
diperlihakan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat
atau keteraturan yangdimiliki oleh kubus tersebut. Ia belum
menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan
bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah, rusuknya ada 12 dan
lain-lain.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 33


2) Tahap analasis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat
dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu
menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda
geometri itu.
3) Tahap pengurutan
Pada tahap ini anak sudah mulaimampu melaksanakan
penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan
berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum berkembang
secara penuh. Sau hal yang perlu dikeahui adalah, anak pada
tahap ini sudah mulai mampu mengurukan.
4) Tahap deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan
secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang
bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.
5) Tahap akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa
pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang
melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui
pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari
geometri euclid.

34 Ishmatul Maula, M.Pd


BAB 3
KONSEP PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Penalaran Matematika
Penalaran merupakan terjemahan dari reasoning. Penalaran merupakan
salah satu kompetensi dasar matematik disamping pemahaman,
komunikasi dan pemecahan masalah. Penalaran juga merupakan
proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau
prinsip.
Penalaran adalah proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk
menarik kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari
kasus-kasus yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari
hal yang bersifat individual menjadi kasus yang bersifat umum. Bernalar
adalah melakukan percobaan di dalam pikiran dengan hasil pada setiap
langkah dalam untaian percobaan itu telah diketahui oleh penalar
dari pengalaman tersebut. Sedangkan Shurter dan Pierce penalaran
didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan
fakta dan sumber yang relevan.
Ciri-ciri penalaran adalah (a) adanya suatu pola pikir yang disebut logika.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan
suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir
menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu; (b) proses
berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 35


mengandalkan diri pada suatu analitik, dalam kerangka berpikir yang
dipergunakan untuk analitik tersebut adalah logika penalaran yang
bersangkutan.
Kemampuan penalaran meliputi: (a) penalaran umum yang
berhubungan dengan kemampuan untuk menemukan penyelesaian
atau pemecahan masalah; (b) kemampuan yang berhubungan dengan
penarikan kesimpulan, seperti pada silogisme, dan yang berhubungan
dengan kemampuan menilai implikasi dari suatu argumentasi; dan
(c) kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan, tidak hanya
hubungan antara benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide,
dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh
benda-benda atau ide-ide lain.
Dilihat dari prosesnya penalaran terdiri atas penalaran deduktif dan
penalaran induktif. Penalaran deduktif  adalah proses penalaran yang
konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya.
Sedangkan penalaran induktif adalah proses penalaran dalam
memperoleh kesimpulan umum yang didasarkan pada data empiris.
Penalaran deduktif disebut juga deduksi sedangkan penalaran induktif
biasa disebut induksi. Perbedaan antara deduktif dan induktif terletak
pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Deduksi didefinisikan
sebagai proses penalaran dari umum ke khusus, sedangkan induksi
didefinisikan sebagai proses penalaran dari khusus ke umum. Pada
dasarnya perbedaan pokok antara deduksi dan induksi adalah bahwa
deduksi berhubungan dengan kesahihan argumen, sedangkan induksi
berhubungan dengan derajat kemungkinan kebenaran konklusi.
Penalaran deduktif dan penalaran induktif adalah kedua-duanya
merupakan argumen dari serangkaian proposisi yang bersifat
terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan kesimpulan atau konklusi,
sedangkan perbedaan keduanya adalah terdapat pada sifat kesimpulan
yang diturunkannya.

36 Ishmatul Maula, M.Pd


Penalaran deduktif diantaranya meliputi : modus ponens, modus tollens
dan silogisme; sedangkan penalaran induktif diantaranya meliputi:
analogi, generalisasi, dan hubungan kausal.

2. Pemahaman Matematika
Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi
yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih
dari itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep
materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan
salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru, sebab
guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan. Hal ini sesuai dengan  Hudoyo yang menyatakan: “Tujuan
mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami
peserta didik“. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil
membawa siswa kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu agar bahan
yang disampaikan dipahami  sepenuhnya oleh siswa.
Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang
diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Lebih
lanjut Michener menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah
satu aspek dalam Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai
penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami
suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui: a) objek itu
sendiri; b) relasinya dengan objek lain yang sejenis; c) relasinya dengan
objek lain yang tidak sejenis; d) relasi-dual dengan objek lainnya yang
sejenis; e) relasi dengan objek dalam teori lainnya.
Ada tiga macam pemahaman matematik, yaitu : pengubahan
(translation), pemberian arti (interpretasi) dan pembuatan ekstrapolasi
(ekstrapolation). Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan
informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut
pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi. Interpolasi
digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 37


kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi
dari sebuah ide. Sedangkan ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi
yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran kondisi dari suatu
informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi
yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif ketiga yaitu penerapan
(application) yang menggunakan atau menerapkan suatu bahan yang
sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau
petunjuk teknis.
Bloom mengklasifikasikan pemahaman (Comprehension) ke dalam
jenjang kognitif kedua yang menggambarkan suatu pengertian,
sehingga siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika
bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan. Dalam
tingkatan ini siswa diharapkan mengetahui bagaimana berkomunikasi
dan menggunakan idenya untuk berkomunikasi. Dalam pemahaman
tidak hanya sekedar memahami sebuah informasi tetapi termasuk juga
keobjektifan, sikap dan makna yang terkandung dari sebuah informasi.
Dengan kata lain seorang siswa dapat mengubah suatu informasi yang
ada dalam pikirannya kedalam bentuk lain yang lebih berarti. Ada
beberapa jenis pemahaman menurut para ahli yaitu:
1) Polya, membedakan empat jenis pemahaman:
a) Pemahaman mekanikal, yaitu  dapat mengingat dan
menerapkan sesuatu secara rutin atau perhitungan sederhana.
b) Pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam
kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam
kasus serupa.
c) Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran
sesuatu.
d) Pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran
sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara
analitik.

38 Ishmatul Maula, M.Pd


2) Polattsek, membedakan dua jenis pemahaman:
a) Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu
pada perhitungan rutin/sederhana, atau mengerjakan sesuatu
secara algoritmik saja.
b) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu
dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang
dilakukan.
3) Copeland, membedakan dua jenis pemahaman:
a) Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara
rutin/algoritmik.
b) Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar
akan proses yang dikerjakannya.
4) Skemp, membedakan dua jenis pemahaman:
a) Pemahaman instrumental, yaitu hafal sesuatu secara terpisah
atau dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan rutin/
sederhana, mengerjakan sesuatu secara algoritmik saja.
b) Pemahaman relasional, yaitu dapat mengkaitkan sesuatu
dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang
dilakukan.
Pemahaman instrumental diartikan sebagai pemahaman konsep yang
saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana.
Dalam hal ini seseorang hanya memahami urutan pengerjaan atau
algoritma. Sedangkan pemahaman relasional termuat skema atau
struktur yang dapat digunakan pada penjelasan masalah yang lebih
luas dan sifat pemakaiannya lebih bermakna.
Sedangkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap
konsep matematika menurut NCTM (1989 : 223) dapat dilihat dari
kemampuan siswa dalam:  (1) Mendefinisikan konsep secara verbal
dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan
contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 39


merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk
representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan
interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan
mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan
dan membedakan konsep-konsep.
Pemahaman matematis penting untuk belajar matematika secara
bermakna, tentunya para guru mengharapkan pemahaman yang
dicapai siswa tidak terbatas pada pemahaman yang bersifat dapat
menghubungkan. Menurut Ausubel bahwa belajar bermakna bila
informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengkaitkan informasi
barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki. Artinya siswa dapat
mengkaitkan antara pengetahuan yang dipunyai dengan keadaan lain
sehingga belajar dengan memahami.

3. Koneksi Matematik Siswa


Ada dua tipe umum koneksi matematik menurut NCTM (1989),
yaitu modeling connections dan mathematical connections. Modeling
connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul
di dalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi
matematiknya, sedangkan mathematical connections adalah hubungan
antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian
dari masing-masing representasi. Keterangan NCTM tersebut
mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam tiga
aspek kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antar topik matematika,
aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan
dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari.
Koneksi dengan kata lain dapat diartikan sebagai keterkaitan, dalam
hal ini koneksi matematika dapat diartikan sebagai keterkaitan antara
konsep-konsep matematika secara internal yaitu berhubungan  dengan
matematika itu sendiri ataupun keterkaitan secara eksternal, yaitu

40 Ishmatul Maula, M.Pd


matematika dengan bidang lain baik bidang studi lain maupun dengan
kehidupan sehari-hari.
Bruner menyatakan dalam matematika setiap konsep berkaitan dengan
konsep yang lain. Begitupula dengan yang lainnya, misalnya dalil dan
dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, ataupun antara
cabang matematika dengan cabang matematika lain. Oleh karena itu
agar siswa lebih berhasil dalam belajar matematika, maka harus banyak
diberikan kesempatan untuk melihat keterkaitan-keterkaitan itu.
Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Artinya dalam
memperkenalkan suatu konsep atau bahan yang masih baru perlu
memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa
sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang baru
dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali.
Menurut Sumarmo (2005 : 7), kemampuan koneksi matematis siswa
dapat dilihat dari indikator-indikator berikut: (1) mengenali representasi
ekuivalen dari konsep yang sama; (2) mengenali hubungan prosedur
matematika suatu representasi keprosedur representasi yang ekuivalen;
(3) menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan
keterkaitan diluar matematika; dan (4) menggunakan matematika
dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 41


BAB 4
GUIDED DISCOVERY LEARNING

1. Apa itu Guided Discovery Learning?


Penemuan adalah terjemahan dari kata discovery. Menurut Sund (dalam
Ilahi, 2012:29), ”discovery adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut
adalah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan
dan sebagainya. Sedangkan menurut Herman Hudojo (dalam Majid,
2013:39) berpendapat bahwa model penemuan merupakan suatu cara
penyampaian topik-topik matematika, sedemikian hingga proses belajar
memungkinkan siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-
struktur matematika melalui serangkaian pengalaman-pengalaman
belajar lampau.
Model penemuan ini pertama kali dikembangkan oleh Bruner, Model
ini menitikberatkan pada kemampuan para siswa dalam menemukan
sesuatu melalui proses inquiry (penemuan) secara terstruktur dan
terorganisir dengan baik (Ilahi, 2012:30). Bruner (dalam Illahi, 2012:30),
“Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the
student is not presented with subject matter in the final form, but rather is
required to organize it him self”. Proses pembelajaran dalam menemukan
sesuatu konsep atau prinsip dapat berjalan dengan baik apabila guru
sebagai pendidik menyusun terlebih dahulu beragam materi yang

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 43


akan disampaikan, selanjutnya siswa dapat melakukan proses untuk
menemukan sendiri berbagai hal penting terkait dengan pembelajaran.
Discovery learning dibagi menjadi 2 bagian, yaitu guided discovery
learning dan pure discovery learning. Pada pure discovery learning,
masalah yang akan ditemukan semata-mata ditentukan oleh siswa.
Begitu pula jalan penemuannya. Model ini dianggap kurang tepat
untuk siswa sekolah dasar atau menengah. Oleh karena itu, muncul
suatu model yang dikenal dengan nama guided discovery learning,
sebagai suatu model mengajar yang bermanfaat untuk pembelajaran
matematika. Di dalam model ini siswa didorong untuk berpikir sendiri
sehingga dapat menemukan prinsip umum, berdasarkan bahan yang
difasilitasi atau disediakan oleh guru. Sampai seberapa jauh siswa
dibimbing tergantung pada kemampuannya dan pada materi yang
sedang dipelajari (Illahi, 2012:31).
Menurut Sutrisno (2012:21), model penemuan terbimbing adalah
suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada
siswa untuk menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang
diberikan guru. Menurut Brosnahan (2001:47), guided discovery learning
adalah model pembelajaran, dimana guru membimbing siswa melalui
kegiatan-kegiatan open-ended untuk mendorong siswa menemukan
suatu konsep. Melalui proses penemuan terbimbing, siswa dituntut
untuk menggunakan ide dan pemahaman yang telah dimiliki untuk
menemukan suatu konsep. Dengan demikian, pembelajaran dengan
model penemuan terbimbing memungkinkan siswa memahami materi
yang dipelajari dengan baik.
Karim (dalam Nurcholis, 2013:32), menyatakan bahwa dalam proses
penemuan konsep, siswa mendapat bantuan dari guru, berupa
scaffolding yaitu bantuan kepada siswa ketika siswa mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal. Menurut Silver (2007), pemberian scaffolding
dalam pembelajaran dapat membuat pemikiran siswa menjadi
terstruktur dan jelas, serta dapat mengurangi beban kognitif pada siswa.

44 Ishmatul Maula, M.Pd


Teknik scaffolding dapat berupa pengajuan pertanyaan dan pemberian
petunjuk. Pertanyaan yang diberikan oleh guru lebih sederhana
dan lebih mengarahkan siswa untuk dapat mengkonstruksi konsep.
Bimbingan juga dapat diberikan melalui serangkaian pertanyaan atau
arahan yang dimuat pada lembar kegiatan siswa (LKS).
Dalam model pembelajaran dengan guided discovery learning, peran
siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru
tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan
menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir
kelas untuk kegiatan pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas
lainnya.
Pembelajaran guided discovery learning menuntut keaktifan, ketekunan,
kreativitas dan keterampilan proses dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian proses pembelajaran melibatkan partisipasi siswa
secara optimal. Jika siswa terlibat secara aktif dalam menemukan
suatu prinsip dasar, maka siswa akan memahami konsep dengan
baik, mengingat materi lebih lama, dan mampu menggunakannya ke
dalam konteks yang lain. Selain itu, guided discovery learning juga dapat
meningkatkan minat siswa untuk mempelajari matematika (Hudojo,
2003:113).

2. Sintakh Guided discovery Learning


Komponen-komponen guided discovery learning dikemukakan oleh
beberapa peneliti dan ahli dalam beberapa bentuk, berikut pemaparan
mengenai komponen guided discovery oleh beberapa peneliti dan ahli:
Sintaks Discovery Learning Beberapa Ahli
Peneliti Komponen Discovery Learning
Joyce (2011) 1. Pemberian masalah.
2. Pembelajaran dengan eksplorasi.
3. Pembelajaran dengan refleksi.
4. Latihan

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 45


Kripa (2011) 1. Menyajikan masalah/ orientasi masalah.
2. Eksplorasi dibawah bimbingan guru.
3. Analisis Informasi.
4. Kesimpulan.
Markaban (2010) 1. Merumuskan masalah.
2. Menyusun dan memproses data.
3. Menyusun konjektur
4. Menyusun kesimpulan
5. Memberikan latihan
Goos (2004) 1. Orientasi masalah.
2. Merumuskan masalah.
3. Melakukan proses penyelidikan dengan
mengembangkan seluruh scaffolding yang
diberikan.
4. Menguji hasil yang diperoleh.
5. Mengkomunikasikan.

Berdasarkan beberapa hasil kajian dari beberapa peneliti mengenai


sintaks atau komponen discovery learning, terlihat bahwa semua peneliti
dan ahli memiliki komponen yang sama dalam kegiatan pembelajaran,
tetapi dengan istilah nama komponen yang berbeda. Sehingga dalam
penelitian ini komponen atau sintaks yang digunakan peneliti dalam
menyusun LKS Guided discovery learning adalah sebagai berikut:
Sintaks Guided Discovery Learning
Sintaks Guided
Kegiatan
Discovery Learning
Orientasi Masalah - Penyajikan masalah kontekstual mengenai
benda-benda berbentuk segi empat
sebagai jembatan untuk menemukan
konsep yang diinginkan.

46 Ishmatul Maula, M.Pd


Eksplorasi - Menstruktur pemikiran siswa untuk
mengumpulkan informasi dari masalah
yang diberikan dengan membimbing
mereka melalui langkah-langkah strategis
(kegiatan-kegiatan berupa mengukur,
mengamati, menggambar atau menyusun).
- Bimbingan tertulis dan lisan berupa arahan
kegiatan atau pertanyaan.
- Penulisan dugaan/ konjektur. Dugaan
berupa informasi-informasi yang diperoleh
dari langkah-langkah strategis yang telah
dilakukan.
Analisis/mengolah - Informasi-informasi yang diperoleh setelah
informasi melakukan langkah-langkah strategis
diolah dan digeneralisasi menjadi kesatuan
konsep atau prinsip yang ditemukan.
Kesimpulan - Rangkuman dari seluruh konsep dan
prinsip matematika yang telah ditemukan.
Latihan - Pemberian latihan soal untuk
mengaplikasikan konsep dan prinsip
matematika yang ditemukan.

3. Kelebihan dan Kekurangan Guided Discovery Learning


Adapun kelebihan dari Model penemuan terbimbing menurut
Suherman (dalam Illahi, 2012:70), adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa
mengalami sendiri proses menemukan bahan pelajaran, sesuatu
yang diperoleh dengan menemukan sendiri lebih lama diingat.
b. Siswa mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam
kegiatan pembelajaran, sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
c. Model penemuan terbimbing melatih siswa untuk belajar mandiri.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 47


d. Dalam kegiatan pembelajaran model penemuan terbimbing
dapat menarik perhatian siswa dan memungkinkan pembentukan
konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.
Sedangkan kelemahan dari Model penemuan terbimbing adalah
sebagai berikut:
a. Model penemuan terbimbing membutuhkan waktu yang lebih
lama dibandingkan dengan Model langsung. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mayer (2004), “Although guided discovery
required the most learning time, it resulted in the best performance on
solving problems”.
b. Jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam kelas akan merepotkan
guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.

48 Ishmatul Maula, M.Pd


BAB 5
PERANGKAT PEMBELAJARAN
BERCIRIKAN GUIDED DISCOVERY

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guided Discovery


RPP dibuat sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran menggunakan bahan ajar bercirikan guided discovery
learning pada materi segi empat. Adapun format yang digunakan
untuk mengembangkan RPP ini terdiri dari standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator pembelajaran, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, model pembelajaran, alat dan sumber belajar, langkah-
langkah pembelajaran dan assesmen.
Dalam menyusun RPP, standar kompetensi dan kompetensi dasar
dirumuskan secara langsung dari kurikulum mengenai materi segi
empat. Standar kompetensi dalam RPP ini adalah memahami konsep
segi empat dan menentukan ukurannya. Sedangkan kompetensi
dasarnya, yaitu: mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjnag, persegi,
jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium serta
menentukan ukurannya. Indikator dan tujuan pembelajaran dibuat
dengan mengacu pada kompetensi dasar dan tujuan khusus yang ingin
dicapai dengan menggunakan LKS bercirikan guided discovery learning,
yaitu menemukan sifat-sifat setiap jenis segi empat dan rumus keliling
serta luas daerahnya.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 49


Materi pembelajaran dibuat dengan menjabarkan materi mengenai
sifat-sifat, keliling dan luas daerah masing-masing jenis segi empat
secara singkat. Model pembelajaran yang digunakan adalah model
guided discovery learning dan sumber belajar adalah LKS guided discovery
learning.
Langkah-langkah pembelajaran terdiri dari kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi
kegiatan rutin yang dilakukan guru dan siswa dalam menyiapkan
pembelajaran. Pada kegiatan inti dijabarkan aktivitas guru dan siswa
berdasarkan langkah-langkah guided discovery learning yang terdiri dari:
orientasi masalah, eksplorasi, analisis/mengolah informasi, kesimpulan
dan latihan. Sedangkan kegiatan penutup meliputi kegiatan refleksi
yang dilakukan oleh guru dan siswa terhadap proses pembelajaran
yang telah dilakukan.
Kegiatan orientasi masalah ditandai dengan aktivitas guru dan siswa
dalam menanggapi masalah awal yang ada dalam LKS, guru memancing
rasa ingin tahu siswa dengan menggunakan pertanyaan yang memacu
siswa mengemukakan dugaan mereka dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Eksplorasi merupakan aktivitas penyelidikan yang dilakukan
oleh siswa dengan cara mengamati, mengukur, menyusun, memotong
dan kegiatan lainnya untuk memperoleh informasi yang cukup untuk
membantu merumuskan hasil temuan. Dalam kegiatan eksplorasi guru
berperan dalam membimbing dan mengarahkan siswa yang mengalami
kesulitan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan. Analisis atau
mengolah informasi, yaitu aktivitas yang dilakukan siswa dengan
menggeneralisasi informasi-informasi yang diperoleh pada kegiatan
sebelumnya menjadi suatu hasil temuan berupa konsep dan prinsip segi
empat, yaitu sifat-sifat dan rumus keliling serta luas daerah segi empat.
Langkah selanjutnya yaitu kesimpulan, dalam kegiatan ini guru meminta
siswa menuliskan rangkuman mengenai konsep dan prinsip segi empat
yang telah ditemukan. Langkah terakhir, yaitu latihan. Latihan adalah

50 Ishmatul Maula, M.Pd


aktivitas siswa dalam mengaplikasikan konsep dan prinsip yang telah
diperoleh dalam menyelesaikan soal matematika.
Komponen terakhir yang terdapat dalam RPP adalah assesmen, pada
komponen ini dituliskan soal dan rubrik penilaian.

2. Bahan Ajar
Bahan ajar menurut Depdiknas (dalam Suprawoto, 2009:67), adalah
segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara
sistematis yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa
untuk belajar. Bahan ajar menurut National Competency Based Training
(dalam Prastowo, 2011:16) adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan
tertulis maupun tak tertulis.
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara
garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi
yang telah ditentukan (Suprawoto, 2009:15). Menurut Sungkono (dalam
Sugiarti,2013:40), bahan ajar dapar diartikan bahan-bahan atau materi
pelajaran yang disusun secara lengkap dan sistematis berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran. Bahan ajar bersifat sistematis artinya disusun
secara urut sehingga memudahkan siswa belajar. Di samping itu bahan
ajar juga bersifat unik dan spesifik. Unik maksudnya bahan ajar hanya
digunakan untuk sasaran tertentu dan dalam proses pembelajaran
tertentu, dan spesifik artinya bahan ajar ini dirancang sedemikianrupa
hanya untuk mencapai kompetensi tertentu dari sasaran tertentu.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahan
ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang
disusun secara sistematis untuk membantu guru/instruktur dalam

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 51


melaksanakan kegiatan pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi
dasar yang ditentukan.
Prastowo (2011:17), membagi bahan ajar dalam beberapa jenis sebagai
berikut:
1. Bahan ajar cetak, antara lain hand out, buku, modul, poster, brosur,
lembar kegiatan siswa (LKS), wallchart, photo atau gambar dan
leaflet.
2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
compact disc radio
3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti compact disc
video, film
4. Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material)
seperti CAI (computer assisted instruction), compact disk (CD)
multimedia pembelajaran interaktif
5. Bahan ajar berbasis web (web based learning materials)

3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Guided Discovery Learning


Struktur LKS yang dibuat terdiri atas enam komponen, yaitu judul,
kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan LKS, isi
materi dan latihan soal. Isi materi dalam LKS yang dibuat tidak langsung
disajikan, tetapi siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri
isi materi dengan menggunakan bimbingan yang tertuang dalam
bentuk arahan kegiatan atau pertanyaan yang ada di dalam LKS.
LKS disusun dengan menggunakan langkah-langkah guided discovery
learning yang terdiri dari orientasi masalah, eksplorasi, analisis/
mengolah informasi, kesimpulan dan latihan. Langkah-langkah guided
discovery learning tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
membimbing siswa menemukan konsep atau aspek lainnya pada materi
segi empat.
Pada tahap orientasi masalah, siswa akan disajikan masalah kontekstual
mengenai benda-benda berbentuk segi empat yang terdapat dalam

52 Ishmatul Maula, M.Pd


kehidupan. Masalah tersebut dikemas secara menarik dalam bentuk
dialog atau cerita. Pada tahap eksplorasi siswa akan diarahkan untuk
melakukan kegiatan mengamati, mengukur, menggambar, atau
menyusun, kemudian siswa akan memberikan dugaan/konjektur
berupa informasi yang diperoleh setelah melakukan kegiatan tersebut.
Pada langkah ini bimbingan guru juga akan diberikan sebatas yang
diperlukan saja dalam mengarahkan siswa melakukan kegiatan
eksplorasi.
Pada tahap analisis atau mengolah informasi, siswa akan diarahkan
untuk menggeneralisasi informasi-informasi yang telah diperoleh pada
kegiatan sebelumnya menjadi suatu konsep yang ditemukan. Langkah
keempat yaitu kesimpulan, siswa akan menuliskan pernyataan-
pernyataan yang berkaitan dengan materi atau konsep apa saja yang
diperoleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada bagian
akhir LKS juga akan diberikan latihan soal untuk mengaplikasikan
konsep yang telah ditemukan.
Berikut ini diagram rancangan LKS guided discovery learning:

Judul

Kompentensi dasar

Tujuan

Petunjuk Penggunaan LKS

Isi Materi:
1. Orientasi Masalah: menyajikan masalah kontekstual mengenai segi empat.
2. Eksplorasi: arahan kegiatan untuk melakukan kegiatan mengamati, mengukur,
menggambar, atau menyusun. Kemudian siswa memberikan dugaan/konjektur
berupa informasi yang diperoleh setelah melakukan kegiatan tersebut.
3. Analisis/mengolah informasi: menggeneralisasi informasi-informasi yang telah
diperoleh pada kegiatan sebelumnya menjadi suatu konsep atau prinsip yang
ditemukan.
4. Kesimpulan: menuliskan rangkuman pernyataan-pernyataan yang berkaitan
dengan materi atau konsep apa saja yang diperoleh siswa dalam proses
pembelajaran.
5. Latihan: pemberian latihan soal untuk mengaplikasikan konsep atau prinsip yang
telah ditemukan.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 53


4. Instrument Tes Guided Discovery Learning
Instrumen ini dibuat untuk mengukur aspek keefektifan bahan
ajar matematika. Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data
tentang ketercapaian siswa terhadap kompetensi dasar yang telah
dirumuskan pada materi yang diajarkan dengan menggunakan
bahan ajar matematika yang dibuat. Tes penguasaan materi disusun
berdasarkan kompetensi dasar dan indikator kompetensi serta kriteria
dalam mengukur pemahaman. Menurut NCTM (2010), untuk mengukur
pemahaman siswa tentang konsep matematika, maka dapat dilakukan
dengan cara meminta siswa untuk: (1) menjelaskan konsep matematika
dengan kata-kata mereka sendiri, (2) mengidentifikasi atau memberikan
contoh dan non-contoh dari suatu konsep, dan (3) menggunakan
konsep-konsep untuk menyelesaikan suatu masalah.
Instrumen ini terdiri dari 5 soal uraian dengan tingkat kesukaran yang
berbeda. Jumlah soal pada kategori mudah, sedang dan sukar mengikuti
kurva normal yaitu sebagian besar soal berada pada kategori sedang,
kemudian soal mudah dan sukar memiliki jumlah yang sama. Sehingga
soal yang dibuat terdiri dari 1 soal mudah, 3 soal sedang dan 1 soal sukar.
Penentuan jumlah soal sukar, mudah dan sedang pada tes didasarkan
pada karakteristik siswa yang diperoleh pada identifikasi masalah saat
observasi dilakukan, yaitu siswa memiliki kemampuan yang heterogen,
terdapat siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Sehingga
soal pada kategori sedang yang dibuat lebih banyak, agar siswa yang
berkemampuan tinggi tidak merasa terlalu mudah dalam mengerjakan
soal tersebut dan siswa yang berkemampuan rendah tidak merasa
terlalu kesulitan untuk mengerjakannya. Sedangkan jumlah untuk soal
yang mudah dan sukar diberikan secara seimbang atau dalam jumlah
yang sama.

54 Ishmatul Maula, M.Pd


BAB 6
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR GUIDED DISCOVERY

1. Rancangan Pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery


Pengembangan bahan ajar yang dipilih adalah bahan ajar jenis LKS
(Lembar Kegiatan Siswa) dengan materi yang dipilih dalam penyusunan
bahan ajar ini adalah materi segi empat untuk siswa kelas VII SMP/MTs.
LKS bercirikan guided discovery learning yang dikembangkan memuat
materi segi empat dengan kompetensi dasar (1) mengidentifikasi sifat-
sifat segi empat, dan (2) menentukan keliling dan luas daerah segi empat.
Dalam menyusun materi pada LKS disesuaikan dengan kompetensi
dasar yang ditentukan, sehingga terdapat enam judul LKS yang dibuat
dengan rincian sebagai berikut: (1) LKS persegi panjang dengan
cakupan materi sifat-sifat, keliling dan luas daerah persegi panjang, (2)
LKS persegi dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah persegi,
(3) LKS jajargenjang dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah
jajargenjang, (4) LKS belah ketupat dengan cakupan materi sifat-sifat
dan luas daerah belah ketupat, (5) LKS layang-layang dengan cakupan
materi sifat-sifat dan luas daerah layang-layang, dan (6) LKS trapesium
dengan cakupan materi sifat-sifat dan luas daerah trapesium.
Struktur LKS yang dibuat terdiri atas enam komponen, yaitu judul,
kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan LKS, isi
materi dan latihan soal. Isi materi dalam LKS yang dibuat tidak langsung

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 55


disajikan, tetapi siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri
isi materi dengan menggunakan bimbingan yang tertuang dalam
bentuk arahan kegiatan atau pertanyaan yang ada di dalam LKS.
LKS disusun dengan menggunakan langkah-langkah guided discovery
learning yang terdiri dari orientasi masalah, eksplorasi, analisis/mengolah
informasi, kesimpulan dan latihan. Langkah-langkah guided discovery
learning dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membimbing
siswa menemukan konsep atau prinsip lainnya pada materi segi empat.
Pada tahap orientasi masalah, siswa disajikan masalah kontekstual
mengenai benda-benda berbentuk segi empat yang terdapat dalam
kehidupan. Masalah tersebut dikemas secara menarik dalam bentuk
dialog atau cerita. Pada tahap eksplorasi siswa diarahkan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan, yaitu: mengamati, mengukur,
menggambar, atau menyusun. kemudian siswa akan memberikan
dugaan/konjektur berupa informasi yang diperoleh setelah melakukan
kegiatan tersebut. Pada langkah ini bimbingan guru diberikan sebatas
yang diperlukan saja dalam mengarahkan siswa melakukan kegiatan
eksplorasi.
Pada tahap analisis atau mengolah informasi, siswa diarahkan untuk
menggeneralisasi informasi-informasi yang telah diperoleh pada
kegiatan sebelumnya menjadi suatu konsep yang ditemukan. Langkah
keempat yaitu kesimpulan, siswa menuliskan rangkuman yang berkaitan
dengan materi atau konsep dan prinsip apa saja yang diperoleh siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Pada bagian akhir LKS juga
akan diberikan latihan soal untuk mengaplikasikan konsep atau prinsip
segi empat yang telah ditemukan.
Berikut adalah rincian mengenai rancangan aktivitas yang terdapat di
dalam setiap LKS berdasarkan dengan sintaks guided discovery learning:

56 Ishmatul Maula, M.Pd


Sintaks guided
Jenis LKS Aktivitas pada LKS
discovery learning
LKS persegi Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah
panjang
kontekstual mengenai benda
berbentuk persegi panjang yang
dikemas dalam bentuk dialog.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengukur, panjang sisi,
panjang diagonal dan besar sudut
persegi panjang.
Siswa juga diminta menuliskan
informasi apa saja yang diperoleh
pada setiap kegiatan yang dilakukan
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, sehingga
diperoleh konsep yang diinginkan,
yaitu sifat-sifat persegi panjang.
Konsep tersebut dituliskan siswa
dalam kotak sifat-sifat persegi
panjang.
Orientasi masalah Masalah 2: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai luas
daerah persegi panjang.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 57


Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk menggambar beberapa
persegi panjang pada kolom
berpetak dengan ukuran panjang
dan lebar yang telah ditentukan.
Siswa juga diminta untuk
menentukan luas daerah persegi
panjang dengan cara menghitung
banyak petak yang terdapat pada
persegi panjang tersebut.
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, yaitu melihat
pola yang terjadi dalam menentukan
luas daerah masing-masing persegi
panjang. Hasil generalisasi yang
diperoleh berupa rumus luas daerah
persegi panjang
Orientasi Masalah Masalah 3: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai keliling
persegi panjang.
Ekslporasi Terdapat arahan kegiatan yang harus
dilakukan siswa, yaitu membuat
persegi panjang dengan ukuran
panjang dan lebar yang ditentukan.
Kemudian siswa diminta meletakkan
potongan-potongan gelang karet
disekeliling persegi panjang dan
siswa mengukur panjang semua
gelang karet yang dibutuhkan.

58 Ishmatul Maula, M.Pd


Analisis/ mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi.Hasil generalisasi
yang diperoleh berupa rumus
keliling persegi panjang
Kesimpulan Menuliskan ulang rangkuman
materi mengenai sifat-sifat persegi
panjang, rumus luas daerah dan
keliling persegi panjang pada kotak
kesimpulan.
Latihan Penyajian soal-soal untuk
mengaplikasikan konsep atau
prinsip yang ditemukan
LKS persegi Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah
kontekstual mengenai benda
berbentuk persegi yang dikemas
dalam bentuk cerita.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk menggambar persegi dengan
pendekatan persegi panjang.
Siswa juga diminta menuliskan
informasi apa saja yang diperoleh
pada kegiatan yang dilakukan
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi
informasi
semua informasi yang diperoleh
dalam kegiatan eksplorasi, yaitu
menemukan suatu konsep melalui
pendekatan sifat-sifat persegi
panjang sehingga diperoleh konsep
yang diinginkan, yaitu sifat-sifat
persegi. Konsep tersebut dituliskan
siswa dalam kotak sifat-sifat persegi.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 59


Orientasi masalah Masalah 2: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai luas
daerah persegi.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk menggambar beberapa
persegi pada kolom berpetak
dengan ukuran panjang dan lebar
yang telah ditentukan.
Siswa juga diminta untuk
menentukan luas daerah persegi
dengan cara menghitung banyak
petak yang terdapat pada persegi
tersebut.
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, yaitu melihat
pola yang terjadi dalam menentukan
luas daerah masing-masing persegi.
Hasil generalisasi yang diperoleh
berupa rumus luas daerah persegi.
Kesimpulan Menuliskan ulang rangkuman materi
mengenai sifat-sifat dan rumus
luas daerah persegi pada kotak
kesimpulan.
Latihan Penyajian soal-soal untuk
mengaplikasikan konsep atau
prinsip yang ditemukan
LKS Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah
jajargenjang
kontekstual mengenai benda
berbentuk jajargenjang yang
dikemas dalam bentuk dialog.

60 Ishmatul Maula, M.Pd


Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengukur, panjang sisi,
panjang diagonal dan besar sudut
jajargenjang. Siswa juga diminta
menuliskan informasi apa saja yang
diperoleh pada setiap kegiatan yang
dilakukan
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, sehingga
diperoleh konsep yang diinginkan,
yaitu sifat-sifat jajargenjang. Konsep
tersebut dituliskan siswa dalam
kotak sifat-sifat jajargenjang.
Orientasi masalah Masalah 2: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai luas
daerah jajargenjang.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengubah bentuk sebuah
kertas karton berbentuk jajargenjang
menjadi persegi panjang.
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi
informasi
semua informasi yang diperoleh
dalam kegiatan eksplorasi, yaitu
menemukan rumus luas daerah
jajargenjang melalui pendekatan
luas daerah persegi panjang
Kesimpulan Menuliskan ulang rangkuman materi
mengenai sifat-sifat dan rumus luas
daerah jajargenjang pada kotak
kesimpulan.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 61


Latihan Penyajian soal-soal untuk
mengaplikasikan konsep atau
prinsip yang ditemukan
LKS belah Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah
ketupat
kontekstual mengenai benda
berbentuk belah ketupat yang
dikemas dalam bentuk dialog.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengukur, panjang sisi,
panjang diagonal dan besar sudut
belah ketupat. Siswa juga diminta
menuliskan informasi apa saja yang
diperoleh pada setiap kegiatan yang
dilakukan
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, sehingga
diperoleh konsep yang diinginkan,
yaitu sifat-sifat belah ketupat.
Konsep tersebut dituliskan siswa
dalam kotak sifat-sifat belah ketupat.
Orientasi masalah Masalah 2: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai luas
daerah belah ketupat.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengubah bentuk sebuah
kertas karton berbentuk belah
ketupat menjadi persegi panjang.

62 Ishmatul Maula, M.Pd


Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi
informasi
semua informasi yang diperoleh
dalam kegiatan eksplorasi, yaitu
menemukan rumus luas daerah
belah ketupat melalui pendekatan
luas daerah persegi panjang
Kesimpulan Menuliskan ulang rangkuman materi
mengenai sifat-sifat dan rumus luas
daerah belah ketupat pada kotak
kesimpulan.
Latihan Penyajian soal-soal untuk
mengaplikasikan konsep atau
prinsip yang ditemukan
LKS Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah
layang-layang
kontekstual mengenai benda
berbentuk layang-layang yang
dikemas dalam bentuk dialog.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengukur, panjang sisi,
panjang diagonal dan besar sudut
layang-layang. Siswa juga diminta
menuliskan informasi apa saja yang
diperoleh pada setiap kegiatan yang
dilakukan
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, sehingga
diperoleh konsep yang diinginkan,
yaitu sifat-sifat layang-layang.
Konsep tersebut dituliskan siswa
dalam kotak sifat-sifat layang-layang.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 63


Orientasi masalah Masalah 2: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai luas
daerah layang-layang.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengubah bentuk sebuah
kertas karton berbentuk layang-
layang menjadi persegi panjang.
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi
informasi
semua informasi yang diperoleh
dalam kegiatan eksplorasi, yaitu
menemukan rumus luas daerah
layang-layang melalui pendekatan
luas daerah persegi panjang
Kesimpulan Menuliskan ulang rangkuman materi
mengenai sifat-sifat dan rumus luas
daerah layang-layang pada kotak
kesimpulan.
Latihan Penyajian soal-soal untuk
mengaplikasikan konsep atau
prinsip yang ditemukan
LKS trapesium Orientasi masalah Masalah 1: Penyajian masalah
kontekstual mengenai benda
berbentuk trapesium yang dikemas
dalam bentuk dialog.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengukur, panjang sisi,
panjang diagonal dan besar sudut
trapesium. Siswa juga diminta
menuliskan informasi apa saja yang
diperoleh pada setiap kegiatan yang
dilakukan

64 Ishmatul Maula, M.Pd


Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi semua
informasi
informasi yang diperoleh dalam
kegiatan eksplorasi, sehingga
diperoleh konsep yang diinginkan,
yaitu sifat-sifat trapesium. Konsep
tersebut dituliskan siswa dalam
kotak sifat-sifat trapesium.
Orientasi masalah Masalah 2: Penyajian masalah
kontekstual yang dikemas dalam
bentuk soal cerita mengenai luas
daerah trapesium.
Eksplorasi Terdapat arahan kegiatan siswa
untuk mengubah bentuk sebuah
kertas karton berbentuk trapesium
menjadi persegi panjang.
Analisis/mengolah Kegiatan menggeneralisasi
informasi
semua informasi yang diperoleh
dalam kegiatan eksplorasi, yaitu
menemukan rumus luas daerah
trapesium melalui pendekatan luas
daerah persegi panjang
Kesimpulan Menuliskan ulang rangkuman materi
mengenai sifat-sifat dan rumus
luas daerah trapesium pada kotak
kesimpulan.
Latihan Penyajian soal-soal untuk
mengaplikasikan konsep atau
prinsip
yang ditemukan

2. Hasil pengembangan Bahan Ajar Guided Discovery

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 65


Setelah belajar dengan menggunakan
Bahan ajar matematika ini, aku masih
belum paham tentang:

Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR


LEBIH GIAT LAGI”
Setelah belajar dengan menggunakan
Bahan ajar matematika ini, aku masih
belum paham tentang:

Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR


LEBIH GIAT LAGI”
Setelah belajar dengan menggunakan
Bahan ajar matematika ini, aku masih
belum paham tentang:

Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR


LEBIH GIAT LAGI”
Setelah belajar dengan menggunakan
Bahan ajar matematika ini, aku masih
belum paham tentang:

Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR


LEBIH GIAT LAGI”
Setelah belajar dengan menggunakan
Bahan ajar matematika ini, aku masih
belum paham tentang:

Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR


LEBIH GIAT LAGI”
Ali.... coba kamu lihat bentuk
atap rumahku, bentuknya
Trapesium itu apa Ali???? apa sih Ali?

Oh.... Masa kamu ngga tau


sih.... atap rumahmu bentuknya
trapesium Deni....

Ayo kita belajar tentang


trapesium di lab mini Ishma!

Untuk mengetahui apa itu trapesium, kalian harus mengetahui dulu sifat-sifat trapesium....
Ayo temukan sifat-sifat trapesium melalui kegiatan di lab mini Ishma!

LAB MINI ISHMA

Perhatikan segi empat ABCD berikut, lakukan kegiatan dan jawablah pertanyaan yang ada pada lab mini Ishma!

Kegiatan Hasil Informasi yang Diperoleh.


Ukurlah semua panjang sisi
AB = .... cm BC = .... cm
segi empat tersebut dengan
menggunakan penggaris! CD = .... cm DA = .... cm
Perhatikan sisi AB dan DC!
Bagaimana kedudukan kedua sisi
tersebut? Sejajar, berimpit atau
tegak lurus?
Ukurlah semua besar sudut
pada segi empat ABCD dengan
menggunakan busur!
Jumlahkan besar sudut A dan D.
Kemudian jumlahkan juga besar
sudut B dan C!

LKS MATERI TRAPESIUM


Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, tuliskan sifat-sifat trapesium yang telah ditemukan!

SIFAT-SIFAT TRAPESIUM

MASALAH 2

Aisyah mendapat tugas sekolah untuk mengukur luas meja belajarnya yang berbentuk trapesium.

Bagaimanakah cara Aisyah mengukur luas meja tersebut?

Untuk mengukur luas meja Aisyah, kalian harus mengetahui rumus luas trapesium....Ayo kita temukan dulu rumus
luas trapesium melalui kegiatan di lab mini Ishma!

LAB MINI ISHMA

Kegiatan Hasil
Perhatikan kertas karton
berbentuk trapesium yang telah
disediakan!
Lukislah dua ruas garis tinggi yang
masing-masing terletak di ujung
sisi alas terpendek !
Beri nama/label alas terpendek
dengan a alas terpanjang dengan
b dan tinggi dengan t
Lukislah garis hirizontal
(mendatar) pada trapesium,
sehingga membagi garis tinggi
menjadi dua bagian yang sama
panjang. Kemudian beri nama/
label garis tinggi yang telah
terbagi 2 dengan ½ t
Potong trapesium tersebut
menurut garis horizontal
(mendatar) yang telah dilukis,
sehingga akan terbentuk 2 buah
tarpesium!
Ambillah trapesium kecil!
Kemudian potonglah lagi
trapesium tersebut menurut
garis ½t.
Susun potongan tersebut
sehingga membentuk bangun
datar persegi panjang.
Tempelkan pekerjaan kalian pada
kolom hasil!

LKS MATERI TRAPESIUM


Berdasarkan informasi yang diperoleh hasil kegiatan, maka:
Luas Trapesium = Luas persegi panjang

Keterangan :

KESIMPULAN

Trapesium adalah segi empat yang memiliki sifat-sifat:

Rumus Luas trapesium:

Setelah belajar dengan menggunakan


Bahan ajar matematika ini, aku masih
belum paham tentang:

Oleh karena itu, “AKU HARUS BELAJAR


LEBIH GIAT LAGI”

LKS MATERI TRAPESIUM


LATIHAN SOAL

1. Gambarlah sebuah trapesium dengan panjang sisi-sisi yang sejajar 6 cm


dan 12 cm serta tingginya 7 cm! Kemudian hitunglah luas daerah trapesium
tersebut!
Jawab:

NILAI

LKS MATERI TRAPESIUM


BAB 7
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY

Pada pertemuan pertama, LKS yang digunakan dalam pembelajaran


adalah LKS guided discovery learning yang membahas mengenai materi
persegi panjang. Pada LKS ini terdapat tiga kegiatan yang dilakukan oleh
siswa, yaitu menemukan sifat-sifat persegi panjang, rumus luas daerah
persegi panjang dan keliling persegi panjang. Kegiatan pembelajaran
dimulai dengan kegiatan pendahuluan, yaitu guru memberi salam kepada
siswa dan siswa menjawab salam. Kemudian guru mempersilahkan siswa
untuk duduk berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok yang
ditentukan. Pada saat siswa berpindah duduk, masih terdapat beberapa
siswa yang bingung mencari kelompoknya karena lupa dengan pembagian
kelompok yang diarahkan guru sebelumnya. Sehingga guru membacakan
ulang pembagian kelompok kepada siswa. Setelah siswa duduk secara tertib
dengan kelompoknya, guru membagikan LKS guided discovery learning
kepada masing-masing kelompok. Sebelum kegiatan dimulai guru terlebih
dahulu menjelaskan tujuan dan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan.
Kegiatan inti dimulai dengan melakukan kegiatan 1, yaitu menemukan sifat-
sifat persegi panjang, langkah awal pada LKS adalah orientasi masalah.
Berikut adalah dialog yang dilakukan guru dan siswa pada tahap orientasi
masalah:
Guru : Sekarang coba kalian baca terlebih dahulu dialog yang ada
pada masalah 1.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 93


(semua siswa terlihat membaca dialog yang ada pada masalah 1)
Guru : Menurut kalian, mengapa buku tulis berbentuk persegi
panjang? Apa saja sih ciri-ciri yang menunjukkan bahwa
buku tersebut dikatakan berbentuk persegi panjang bukan
segitiga, lingkaran atau bentuk bangun datar lainnya?
Siswa : Karena bentuknya seperti kotak yang panjang bu makanya
disebut persegi panjang.
Siswa lainnya : Buku tulis itu bentuknya segi empat yang panjang bu, klo
segi empat yang panjang-panjang itu disebutnya persegi
panjang.
Berdasarkan dialog yang terjadi terlihat bahwa siswa telah memiliki
gambaran mengenai bentuk persegi panjang, tetapi mereka belum
mengetahui secara rinci apa saja sifat-sifat atau ciri-cirinya. Setelah orientasi
masalah, siswa diajak untuk melakukan beberapa kegiatan eksplorasi yang
bertujuan menemukan sifat-sifat persegi panjang. Dalam kegiatan eksplorasi,
siswa mengukur semua panjang sisi, panjang diagonal dan semua besar
sudut persegi panjang. Sebagian besar siswa dapat melakukan kegiatan
yang diperintahkan dengan baik, tetapi masih kesulitan dalam memberikan
informasi apa saja yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Sehingga guru
memberikan bimbingan dengan meminta siswa menuliskan sisi apa saja yang
sama panjang, sudut yang sama besar dan menuliskan apakah diagonalnya
sama panjang atau tidak serta bagaimana panjang diagonal terhadap titik
potong diagonalnya. Hasil kegiatan eksplorasi sifat-sifat persegi panjang
yang dilakukan oleh siswa ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut.

94 Ishmatul Maula, M.Pd


Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Eksplorasi Sifat-Sifat Persegi Panjang
Setelah melakukan kegiatan ekplorasi, setiap informasi yang diperoleh
oleh siswa diolah atau digeneralisasi oleh siswa dengan bimbingan guru
sehingga diperoleh sifat-sifat-persegi panjang. Pada sifat 1 guru meminta
siswa memperhatikah informasi yang mereka peroleh, yaitu siswa menuliskan
panjang sisi AB = panjang sisi CD dan panjang sisi BC = panjang sisi DA.
Dari informasi tersebut guru memberikan bimbingan dengan memberikan
pertanyaan kepada siswa. Berikut dialog yang mendeskripsikan bimbingan
yang diberikan oleh guru kepada siswa:
Guru : Dari informasi pertama yang kalian peroleh tentang sisi persegi
panjang, ada atau tidak sisi persegi panjang yang panjangnya sama?
Jika ada, menurut kalian sisi yang bagaimana yang sama panjang?
(Semua siswa masih terlihat bingung untuk menentukan sisi yang bagaimana
yang sama panjang, sehingga guru memberikan bimbingan kembali
dengan memberikan pertanyaan berikutnya)
Guru : sisi yang sama panjangnya jika kalian lihat mereka saling apa anak-
anak?
(guru memberikan gesture dengan menunjuk sisi-sisi yang sama panjang)
Siswa : Oh.. sisinya saling hadap-hadapan bu.
Setelah guru memberikan pertanyaan tersebut semua siswa mampu
menyimpulkan bahwa sisi berhadapan pada persegi panjang sama panjang.
Untuk sifat kedua dan sifat ketiga semua siswa mampu menggeneralisasi

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 95


informasi dengan mendiskusikan bersama kelompoknya dan menyimpulkan
bahwa semua sudut persegi panjang adalah 90o dan kedua diagonalnya sama
panjang. pada sifat yang keempat siswa mendapatkan kesulitan kembali
untuk menggeneralisasi informasi, sehingga guru memberikan bimbingan
dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut:
Guru : Perhatikan informasi yang kalian peroleh, panjang OA = panjang
OC, berarti titik O membagi panjang diagonal AC sama panjang atau
tidak?
Siswa : Sama bu. (menjawab serentak)
Siswa : Berarti titik O itu membagi diagonalnya jadi sama panjang ya bu.
Guru : Iya benar, kalian semua hebat.
Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi yang dilakukan siswa ditunjukkan
oleh Gambar sebagai berikut:

Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi


Sifat-Sifat Persegi Panjang
Kegiatan 2 merupakan kegiatan untuk menemukan rumus luas daerah
persegi panjang. Orientasi masalah pada LKS ditunjukkan oleh sebuah
permasalah mengenai sebidang tanah berbentuk persegi panjang yang
ingin dibeli, kemudian siswa diminta untuk menentukan jumlah uang yang
dibutuhkan untuk membeli sebidang tanah tersebut. Sebagian besar siswa
memberikan jawaban sembarang, akan tetapi dari kejadian tersebut terlihat
bahwa siswa antusias untuk mencari tahu. Hal ini berpengaruh positif pada
siswa dalam melakukan kegiatan menemukan rumus luas daerah persegi
panjang. Langkah selanjutnya yang dilakukan siswa adalah eksplorasi. Dalam
kegiatan eksplorasi siswa menggambar persegi panjang sesuai dengan

96 Ishmatul Maula, M.Pd


ukuran yang diminta dan menentukan luas daerahnya dengan menghitung
banyak petak yang terdapat di dalam persegi panjang. dalam kegiatan ini guru
memberikan arahan bagaimana cara menggambar persegi panjang sesuai
dengan ukuran yang diminta, setelah itu siswa telah dapat melakukannya
dengan baik bersama teman sekelompoknya masing-masing. Hasil kegiatan
eksplorasi siswa dalam menemukan rumus luas daerah persegi panjang
disajikan pada Gambar sebagai berikut:

Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Eksplorasi Luas daerah Persegi Panjang
Setelah melakukan kegiatan eksporasi siswa mengolah atau
menggeneralisasi informasi yang diperoleh. Sebagian besar siswa telah
mampu mengolah informasi yang diperoleh, yaitu siswa memberikan respon
dengan mengucapkan “oh, berarti klo menentukan luas daerah itu panjang
dan lebarnya dikalikan”. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat melihat
pola yang terjadi dalam menentukan luas daerah persegi panjang dengan
ukuran persegi panjang yang bervariasi maka siswa menemukan pola bahwa
rumus luas daerah persegi panjang adalah hasil kali dari panjang dan lebar
sisinya. Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi oleh siswa ditunjukkan
pada Gambar sebagai berikut.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 97


Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Luas
daerah Persegi Panjang
Pada kegiatan 3 LKS guided discovery learning materi persegi panjang
bertujuan untuk menemukan rumus keliling persegi panjang. kegiatan
eksplorasi yang dilakukan siswa, yaitu siswa diminta menggambarkan sebuah
persegi panjang dengan ukuran yang ditentukan. kemudian memotong
persegi panjang tersebut dan menempelkan pada tempat yang telah
disediakan. Setelah itu siswa memotong-motong pita yang disediakan sesuai
dengan prosedur kegiatan yang diberikan dan menempelkan pita tersebut
disekeliling persegi panjang. Siswa kemudian mengukur semua panjang
pita yang digunakan dan menghitung panjang semua sisi persegi panjang.
dari kegiatan tersebut seluruh siswa mampu memperoleh informasi bahwa
panjang semua sisi persegi panjang = panjang pita. Pada Gambar berikut
ini menunjukkan hasil kegiatan eksplorasi siswa untuk menemukan rumus
keliling persegi panjang:

Setelah melakukan kegiatan eksplorasi maka informasi yang diperoleh


diolah sehingga diperoleh rumus keliling persegi panjang. Berdasarkan

98 Ishmatul Maula, M.Pd


informasi yang diperoleh bahwa panjang pita sama dengan panjang semua
sisi persegi panjang. Panjang pita kemudian diasumsikan sebagai keliling
persegi panjang, maka siswa dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa
keliling persegi panjang adalah jumlah semua sisi persegi panjang. Hasil
kegiatan analisis/mengolah informasi yang dilakukan siswa disajikan pada
gambar sebagai berikut.

Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Keliling


Persegi Panjang
Pada tahap analisis/mengolah informasi keliling persegi panjang ini,
siswa juga diminta untuk memberikan kesimpulan mengenai keliling suatu
bangun datar berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai keliling
persegi panjang. Hasil kegiatan analisis/mengolah informasi yang dilakukan
siswa mengenai keliling suatu bangun datar terlihat pada Gambar 4.7 sebagai
berikut.

Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Analisis/Mengolah Informasi Keliling


Bangun datar
Setelah melakukan tahapan orientasi masalah, eksplorasi dan analisis/
mengolah informasi tahapan selanjutanya yang dilakukan siswa adalah
menuliskan rangkuman dari semua konsep atau prinsip yang diperoleh
oleh siswa dalam kolom kesimpulan seperti yang ditunjukkan pada gambar
berikut:

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 99


Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Kesimpulan Persegi Panjang
Tahapan akhir yang dilakukan oleh siswa adalah latihan, yaitu siswa
mengaplikasikan konsep dan prinsip persegi panjang yang telah ditemukan
dengan mengerjakan soal latihan. Hasil kegiatan siwa dalam tahapan latihan
soal ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut.

Gambar Hasil Pekerjaan Siswa Tahap latihan Soal Persegi Panjang

100 Ishmatul Maula, M.Pd


Setelah semua kelompok menyelesaikan latihan soal yang ada pada LKS,
guru meminta semua kelompok mengumpulkan LKS mereka dan meminta
mereka kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Kegiatan terakhir
yang dilakukan guru dan siswa adalah penutup, pada kegiatan penutup
siswa melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari, yaitu guru
meminta siswa menyebutkan kembali sifat-sifat persegi panjang, rumus
luas daerah dan keliling persegi panjang. Kemudian kegiatan pembelajaran
ditutup dengan salam oleh guru.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 101


BAB 8
PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis mengenai kepraktisan bahan ajar matematika


guided discovery learning dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided
discovery learning dapat terlaksana dengan baik.
Peran guru dalam pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar
matematika bercirikan guided discovery learning ini sangat penting. Karena
guru berperan dalam keberhasilan kegiatan pembelajaran matematika
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Peranan guru dalam menciptakan
situasi belajar dengan menggunakan Bahan Ajar Matematika ini sesuai
dengan beberapa implikasi teori piaget dalam pembelajaran (dalam Trianto,
2010: 73) sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya.
Dalam pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika
bercirikan guided discovery learning ini guru tidak menuntut siswa untuk
menghafal semua sifat-sifat dan rumus luas serta keliling segi empat,
tetapi bagaimana proses siswa dalam menemukan sifat-sifat dan rumus
segi empat tersebut. Sehingga siswa dapat memahami konsep dan
prinsip segi empat dengan baik.
2. Melibatkan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 103


Dalam pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar matematika
bercirikan guided discovery learning, siswa bukan menjadi pendengar
tetapi siswa dilibatkan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa diajak
secara berkelompok untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di
dalam bahan ajar dan guru bertugas membimbing setiap kelompok
yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan-kegiatan
tersebut. sehingga terjadilah interaksi yang baik antara guru dengan
siswa dan antar siswa.
Berdasarkan NCTM (2010), siswa dikatakan memiliki pemahaman yang
baik, jika siswa mampu : 1) Mendeskripsikan suatu konsep segi empat, yaitu
sifat-sifat segi empat, 2) memberikan contoh dan non contoh segi empat,
3) menyelesaikan suatu masalah matematika menggunakan konsep atau
prinsip segi empat yang telah diperoleh siswa. Sehingga dalam pembuatan
tes penguasaan materi mencakup ketiga krieria pemahaman yang ditetapkan
NCTM tersebut.
Hasil akhir dari pembelajaran Guided Discovery telah diuangkapkan dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya, salah satunya hasil penelitian Mirasi
(2013) menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa menggunakan metode
pembelajaran penemuan terbimbing lebih tinggi dibandingkan dengan
metode pembelajaran yang tidak menggunakan metode pembelajaran
tersebut. Selain itu dari hasil angket respon siswa, semua siswa memberikan
respon positif dan komentar yang positif terhadap LKS yang dkembangkan
dan berdampak pada timbulnya sikap positif siswa terhadap pembelajaran
matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Khasnis (2011) menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat meningkatkan
kreativitas berpikir siswa dan menambah rasa menyenangkan dalam belajar
matematika.
Berdasarkan hasil kepraktisan LKS guided discovery learning yang
menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam menggunakan LKS secara
berkelompok mendeskripsikan bahwa semua siswa yang memiliki
kemampuan berbeda-beda dalam setiap kelompok dapat saling bekerjasama

104 Ishmatul Maula, M.Pd


dan memberikan keuntungan yang positif dalam membantu mereka
memahami materi dan terlihat pada hasil tes penguasaan materi siswa yang
menunjukkan bahwa tidak hanya siswa berkemampuan tinggi yang mampu
mencapai nilai yang bagus tetapi siswa berkemampuan rendah juga mampu
mencapai hal tersebut. Hasil ini sejalan dengan pendapat Germain (2014)
yang mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan penemuan
terbimbing tidak hanya meningkatkan pemahaman dan kinerja siswa, tetapi
juga membantu interaksi antara guru dan siswa dalam menyampaikan
ide-ide mereka pada proses pembelajaran. Selain itu, menurut Udo (2011)
pembelajaran matematika bercirikan guided discovery learning dapat
memberi keuntungan pada semua tingkat kemampuan siswa.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari bahan ajar matematika
bercirikan guided discovery learning yang telam dikembangkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kelebihan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning:
1. Dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran
matematika. Ha ini terlihat dari hasil respon siswa terhadap pembelajaran
matematika menggunakan bahan ajar matematika bercirikan guided
discovery learning.
2. Dengan menggunakan bahan ajar ini siswa dapat membangun
pemahamannya sendiri.
3. Penggunaan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning
dapat membantu meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa.
Kekurangan bahan ajar matematika bercirikan guided discovery learning:
1. Penggunaan bahan ajar ini dalam proses pembelajaran matematika
membutuhkan banyak waktu.
2. Dalam bahan ajar ini belum ada pembahasan khusus mengenai
hubungan antar jenis segi empat.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 105


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z.Z. & Abu, M.S. 2011. Alleviating Geometry Levels of Thinking
among Indonesia Students using Van Hiele Based Interaktive Visual
Tools, (online), (http://www.staff.blog.utm.mv/jpms/2011/09/05/
alleviating-geometry-levels-of-thinking-among-indonesian-
students-using-van-hielle-based-interactive-visual-tools), diakses 02
Februari 2015.
Afidah, V.N. 2010. Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif untuk
Membangun Pemahaman Konsep Garis Singgung Persekutuan Dua
Lingkaran. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pps Um.
Akanmu, M.A. & Fajemidagba. 2013. Guided-discovery Learning Strategy
and Senior School Atudents Performance in Mathematics in Ejigbo,
Nigeria. Journal of Education and Practice, 4 (12): 7.
Akinyemi, O. 2009. Constructivist Practices Through Guided Discovery
Approach: The Effect on Students Cognitive Achievements in Nigerian
Senior Secondary School Physics. Bulgarian Journal of Science and
Education, 3 (2): 5.
Brosnahan, H. 2001. Effectiveness of Direct Instruction and Guided Discovery
Teaching Methods for Facilitating Young Children’s Concepts. Journal
Carnegie Mellon University, 13 (21): 8.
Cased, B.J. 2012. Learning Through Guided Discovery: An Engaging Approach
to K-12 STEM education. International Journal of Education, 3 (12): 7.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 107


Castranova, J.A. 2011. Discovery Learning for the 21st Century: What is it and
How Does it Compare to Traditional Learning in Effectiviness in the
21st Century. International Journal of Education, 7 (23): 6.
Darmodjo, H. 1992. Pendidikan IPA 2. Jakarta: Dirjen Dikti.
Germain, J.L. 2012. Guided discovery: A Twentieth Century Model Proves
useful in the Twenty-First Century Classroom. Journal United States
Military Academy, 20 (12): 9.
Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry.
Journal for Research in Mathematics Education, 35 (4): 8.
Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan. Jember: Pena Salsabila.
Hudojo, H. 2003. Mengajar belajar matematika. Jakarta: Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kaymakci, S. 2012. A Review of Studies on Worksheets in Turkey. Gazi journal
University Graduate School. 1 (57): 5.
Khasnis, B.Y. 2011. Guided Discovery Method A Remedial Measure In
Mathematics. International Refered Research Journal, 11 (22): 8.
Killpatrick, J. & Swafford, J. 2002. Helping Children Learn Mathematics.
Washington. National journal academy, 2 (23): 8.
Kirschner, P.A. 2006. Why Minimal Guidance During Instruction Does Not
Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery, Problem-
Based, Experiential, and Inquiry-Based teaching. Journal Educational,
41 (2): 6.
Kripa, S.P. 2011. Learning Mathematics by Discovery. Academic Voices a
Multidisciplinary Journal, 1 (1) : 9.
Illahi, M.T. 2012. Pembelajaran discovery strategy & mental vocational skill.
Yogyakarta: DIVA Press.
Majid, A. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Rosda Karya.
Markaban. 2010. Model Penemuan Terbimbing pada pembelajaran Matematika.
(online), (http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/38-penemuan-
terbimbing-matematika-smk.pdf ), diakses 21 November 2014.

108 Ishmatul Maula, M.Pd


Mayer, R.E. 2004. Should Three be a Three-Strikes Rule Against Pure Discovery
Learning? The Case for Guided Methods of Instruction. American
Journal, 59 (1) : 7.
Mirasi, W. 2013. Comparing Guided Discovery and Exposition-Cith-Interaction
Methods in Teaching Biology in Secondary Schools. Mediterranean
Journal of Social Sciences, 4 (14) : 5.
Muhibbin, S. 2004. Psikologi Pendidikan dan Pembelajaran. Bandung: Rosda
Karya.
NCTM. 2010. Principles and standards for school mathematics. USA: NCTM.
Nurcholis. 2003. Implementasi Metode penemuan Terbimbing untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Penarikan Kesimpulan Logika
Matematika, (online), (http://jurnal/fkip.ac.id/index.php/5340/3343),
diakses 21 November 2014.
Nu’man, M. 2006. Pembelajaran Berdasarkan Tahap Berpikir Van Hiele untuk
Membantu Pemahaman Konsep Bangun Segiempat pada Siswa Kelas
VII MTs Negeri Malang 1. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pps Um.
Palincsar, A. 2000. Investigating the Engagement and Learning of Students
With Learning Disabilities in Guided Inquiry Science Teaching. Journal
American, 31 (24): 5.
Plomp, T. & Nieveen, N. 2010. An Introduction to Educational Desaign Research.
Netherlands: SLO.
Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
DIVA Press.
Rochmad. 2011. Model Perangkat Pembelajaran Matematika, (online), (http://
www.blog.unesa.ac.id), diakses 23 November 2014.
Sanjaya. 2010. Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Senyo, D.B. 2014. Assisting Form Two Students of Nungua Senior High
School-Ghana In Solving Three Set Problems Using Guided Discovery
Teaching Method. Researchjournali’s Journal of Mathematics, 1 (7) : 7.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 109


Silver, C.H. 2007. Scaffolding and Archievement in Problem-Based and
Inquiry Learning: A Response to Kirschner, Sweller, and Clark. Journal
Educational Psychology, 42 (2):8.
Sugiarti, N. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Aktivitas Belajar
Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran, (online), (http://ejournal.
umpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/view/1122/1059), diakses
27 November 2014.
Suherman, E. (2010). Strategi pembelajaran matematika kontemporer, (online),
(http://usm.itb.ac.id/Prodi/101/html), diakses 20 November 2014.
Sunismi. 2001. Diagnosis Kesulitan Siswa SLTP dalam Memahami Konsep
BangunSegiempat dan Remedinya. Tesis tidak diterbitkan Malang: Pps
Um.
Suprawoto. 2009. Mengembangkan Bahan Ajar dengan Menyusun Modul,
(Online), (http://mii.fmipa.ugm.ac.id/new/), diakses 23 November
2014.
Sutrisno. 2012. Efektivitas Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing
terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa, (online), (http//fkip.
unila.ac.id/ojs/data/journals/11/JPMUVol1No4/ 016Sutrisno.pdf ),
diakses 26 November 2014.
Syamsuddin. 2007. Teori Belajar matematika, (online), (http://p4tkmatematika.
org/2012/04/beberapa-teori-belajar/), diakses 20 November 2014.
Tatsuoka, K. 2004. Patterns of Diagnosed Mathematical Content and Process
Skills in TIMSS-R Across a Sample of 20 Countries. American Educational
Research Journal, 41 (4): 8.
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Jakarta: Cerdas
Pustaka Publisher.
Udo, M.E. 2010. Effect of Guided-Discovery, Student-Centred Demonstration
and the Expository Instructional Strategies on Student’s Performance
in Chemistry. International Multi-Disciplinary Journal. 4 (16): 6

110 Ishmatul Maula, M.Pd


Udo, M.E. 2011. Effect of Problem-Solving, Guided-Discovery and Expository
Teaching Strategies on Students’ Performance in Redox Reactions.
International Multidisciplinary Journal, 5 (21): 7.
Wahyuni, T. & Dewi, N. 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta  :
Usaha Makmur.
Wardani, S. (2008). Analisis SI dan SKL mata pelajaran matematika SMP untuk
optimalisasi pencapaian tujuan, (online), ( http://p4tkmatematika.
org/file/
PRODUK/PAKET%20FASILITAS/SMP/Analisis%20SI%20dan%20
SKL%20Matematika%20SMP.pdf ), diakses 20 November 2014.

Widoyoko, E. 2008. Evaluasi Program Pembelajaran, (online), (http://www.


umpwr.ac.id/download/publikasiilmiah/Evaluasi%20Program%20
Pembelajaran.pdf ), diakses 20 November 2014.
Widyantini, T. 2013. Penyusunan Lembar Kerja Siswa sebagai Bahan
Ajar,(online),(http://p4tkmatematika.org/2013/10/
penyusunanlembarkerjasiswa/), diakses 23 November 2014.
Yucel, C. 2014. Teaching Logarithm by Guided Discovery Learning and Real
Life Applications. International Journal of Education. 6 (11): 10.

Pembelajaran Matematika Guided Discovery 111

Anda mungkin juga menyukai