Anda di halaman 1dari 34

KONSEP KURIKULUM MERDEKA BELAJAR (KMB) DAN KONSEP

KMB DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP


HALAMAN JUDUL
MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah


Telaah Kurikulum Matematika SMP

Disusun oleh:
KELOMPOK 6

Devi Silfia Istiqomah (20510079)


Arie Gunawan (19510013)
Hanifah Novianty (18510012)
Alya Siti Nurhasanah (18510118)

PROGRAM S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN SAINS
IKIP SILIWANGI
CIMAHI
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep
Kurikulum Merdeka Belajar (KMB) dan Konsep KMB Dalam Pembelajaran Matematika
SMP”. Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Telaah Kurikulum SMP.
Dalam makalah ini, kami banyak mendapatkan bimbingan, kritik, saran, dan motivasi
yang sangat besar dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Dr. Luvy Sylviana Zanthy, S.P., M.Pd. selaku dosen dosen pengampu mata kuliah
Telaah Kurikulum SMP yang bersedia memberikan ilmu, investasi waktu, saran, dan
bantuan selama perkuliahan Telaah Kurikulum SMP.
2. Orangtua yang senantiasa mendoakan dan mendukung kami.
3. Seluruh pihak yang letah membantu penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna secara luas untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1

1.2 Tujuan.............................................................................................................................. 3

1.3 Manfaat............................................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4

2.1 Pengertian Kurikulum ..................................................................................................... 4

2.2 Kurikulum 2013 .............................................................................................................. 5

2.2.1 Karakteristik Kurikulum 2013 .................................................................................. 5

2.2.2 Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 ........................................................... 6

2.2.3 Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 ......................................................... 7

2.2.4 Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 ........................................................... 8

2.3 Konsep Merdeka Belajar ............................................................................................... 10

2.3.1 Pengertian Merdeka Belajar ................................................................................... 10

2.3.2 Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar ............................................................. 11

2.4 Proses Pendidikan Di Masa Pandemi COVID-19 ......................................................... 16

2.4.1 Kurikulum di Masa Pandemi Covid-19 .................................................................. 17

2.4.2 Manfaat Penyederhanaa Kurikulum Darurat .......................................................... 18

2.5 Profil Sekolah yang Diteliti ........................................................................................... 19

2.6 Penerapan Kurikulum di Sekolah Secara Keseluruhan ................................................. 20

2.7 Penerapan Kurikulum dalam Pembelajaran Matematika .............................................. 21

iii
2.8 Analisis SWOT ............................................................................................................. 23

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 25

Kesimpulan .............................................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 27

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Komponen Asesmen dan Survei Karakter Pengganti UN ...................................... 13


Tabel 2. 2 Profil SMPN 3 Cihampelas..................................................................................... 19
Tabel 2. 3 Ringkasan Wawancara Penerapan KMB Secara Keseluruhan di SMPN 3
Cihampelas............................................................................................................................... 20
Tabel 2. 4 Ringkasan Wawancara Penerapan KMB pada Pembelajaran Matematika di SMPN
3 Cihampelas............................................................................................................................ 22
Tabel 2. 5 Analisis SWOT Pelaksanaan KMB di Sekolah ...................................................... 23
Tabel 2. 6 Analisis SWOT Pelaksanaan KMB pada Pembelajaran Matematika ..................... 24

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Perkembangan Kurikulum di Indonesia ................................................................ 2

Gambar 2. 1 Empat Program Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar” .................... 11


Gambar 2. 2 Dokumentasi SMPN 3 Cihampelas..................................................................... 20

vi
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu dari beberapa kebutuhan primer manusia. Proses
pendidikan merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan sebagai jawaban atas kewajiban yang di
perintahkan kepada manusia. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang membantu
orangtua sebagai pendidik pertama dan utama di keluarga dalam menumbuhkan seluruh potensi
yang dimiliki anak. Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran. Metode pembelajaran
yang efektif mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Helmawati, 2017).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi saat ini,
tentu banyak hal yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam segala aspek kehidupan,
termasuk dalam aspek pendidikan. Salah satu aspek yang mendorong terjadinya suatu
perubahan dalam pengeloaan pendidakan adalah pengembangan kurikulum. Kurikulum
merupakan salah satu bagian penting terjadinya suatu proses pendidikan. Karena suatu
pendidikan tanpa adanya kurikulum akan terlihat tidak teratur. Kurikulum merupakan salah
satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah (Baharun, 2017).
Di Indonesia sendiri, kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan. Bahkan
hampir setiap pergantian kepala pemerintahan, maka kurikulum juga ikut berubah. Proses
perubahan kurikulum terjadi berdasarkan kebutuhan dan tuntutan baik masyarakat sebagai
pengguna lulusan maupun sekolah sebagai institusi yang melahirkan produk lulusan. Tujuan
dari perubahan kurikulum adalah untuk meningkatkan kualitas rancangan dan proses
pembelajaran di sekolah (Masykur, 2019). Gambar 1.1 menunjukkan perkembangan kurikulum
di Indonesia dari tahun 1945 sampai dengan tahun 2015. Dimulai dari kurikulum 1947 sampai
dengan kurikulum 2013.

1
Gambar 1. 1 Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Kurikulum 2013 masih dominan dipakai pada sistem pendidikan saat ini. Akan tetapi
seiring berkembangnya teknologi disertai dengan bergantinya kabinet pemerintahan menjadi
Kabinet Indonesia Maju, yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf
Amin. Pada kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim dipilih sebagai nahkoda yang
memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah memulai revolusi pendidikan sejak 2019 lalu, baik di tingkat
dasar, menengah, hingga tinggi. Konsep yang diusung dalam revolusi ini adalah “Merdeka
Belajar” di semua aspek pendidikan formal. Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang
dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Esensi
kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka
mengajarkan pada siswa dan siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa
pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak
akan ada pembelajaran. Konsep Merdeka Belajar memiliki tujuan yang baik, yaitu agar peserta
didik bahagia dalam menempuh pendidikan.
Pada tanggal 11 Desember 2019, Kemendikbud mengadakan rapat koordinasi dengan
Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia. Dalam acara tersebut, Mendikbud menetapkan

2
empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. Empat
pokok kebijakan Merdeka Belajar ini seharusnya sudah mulai dilaksanakan di seluruh jenjang
pendidikan di Indonesia, baik dasar, menengah, dan tinggi. Akan tetapi, tidak semudah
membalikan telapan tangan, pelaksanaan konsep merdeka belajar membutuhkan proses yang
cukup panjang untuk dapat dilaksanakan di seluruh jenjang pendidikan.
Beberapa keterbatasan diantaranya terkait ketidak merataan sistem pendidikan di
Indonesia. Perkembangan teknologi di daerah perkotaan akan berbeda dengan perkembangan
teknologi di daerah pedesaan, terutama di daerah terpencil. Faktor lain seperti adanya pandemi
Covid-19 juga mempengaruhi pelaksanaan kurikulum merdeka belajar. Saat pandemi
berlangsung, kurikulum dialihkan menjadi kurikulum darurat. Pembelajaran yang semula tatap
muka, kini dilakukan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Dengan segala kekurangan yang ada, bukan berarti proses pelaksanaan kurikulum
merdeka belajar dihentikan. Pelan-pelan tapi pasti, pelaksanaan kurikulum merdeka belajar
sudah mulai diterapkan di setiap sekolah di Indonesia. Pada penelitian kali ini, akan dibahas
mengenai konsep kurikulum merdeka belajar dan penerapannya pada salah satu sekolah tingkat
menengah pertama (SMP). Objek penelitian yang kami pilih yaitu SMP Negeri 3 Cihampelas.
Selain itu, pada makalah ini juga akan dibahas mengenai penerapan kurikulum merdeka belajar
pada pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 Cihampelas.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui sejauh mana kurikulum merdeka belajar diterapkan di SMP Negeri
3 Cihampelas.
2. Untuk mengetahui sejauh mana kurikulum merdeka belajar diteparkan pada
pembelajaran matematika di SMP Negeri 3 Cihampelas.

1.3 Manfaat
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai
penerapan kurikulum merdeka belajar secara keseluruhan dan pada pembelajaran matematika
di sekolah.

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum


Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat
berpacu). Pada awalnya diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai
dari start sampai finish untuk memperoleh medali (Ruhimat, et al., 2017). Pengertian
kurikulum juga cukup beraga menurut para ahli pendidikan, diantaranya menurut Peter F.
Olivia, 1982, curriculum is the plan of program for all experiences which the learner
encounters under the direction of the school. Yang artinya kurikulum adalah rencana program
untuk semua pengalaman yang ditemui peserta didik di bawah arahan sekolah. Sedangkan
menurut Daniel Tanner and Laurer Tanner, 1975, curriculum is the substance of the school
program. It is the content pupils are expected to learn. Yang artinya kurikulum adalah
substansi dari program sekolah. Yaitu berupa konten yang diberikan kepada siswa untuk
dipelajari.
William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum menjelaskan bahwa
kurikulum adalah seluruh program dan kehidupan dalam sekolah yakni segala pengalaman
anak di bawah tanggung jawab sekolah, kurikulum tidak hanya mengikuti batas pelajaran,
tetapi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi, hubungan sosial antara guru dan murid, metode
mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum. Kurikulum memiliki pengertian sangat luas
dan beragam, artinya kurikulum tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi
mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan
mempengaruhi perkembangan pribadinya yang diperoleh bukan hanya dari lingkungan sekolah
saja, akan tetapi dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, kurikulum tidak
dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh siswa di luar kegiatan pembelajaran (Masykur, 2019).
Dari beberapa pengertian para ahli di atas, kurikulum dapat diartikan sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan yang memuat tujuan, isi, bahan dan cara pembelajaran
yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar. Kurikulum di Indonesia
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu Beberapa kurikulum yang sudah diterapkan
sejak kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga saat ini adalah: Kurikulum 1952, Kurikulum
1964, Kurikulum 1975/1976, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 (Kurikulum
Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum
2013 dan kurikulum terbaru yaitu Kurikulum Merdeka Belajar (Hidayati, 2012).

4
2.2 Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan perangkat mata pelajaran dan program pendidikan
berbasia sains yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan dengan tujuan
untuk mempersiapkan lahirnya generasi emas bangsa indonesia, dengan sistem dimana siswa
lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Titik beratnya, kurikulum 2013 ini bertujuan untuk
mendorong peserta didik atau siswa agar lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya,
bernalar, dan mempresentasikan apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan
dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan
budaya. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum 2013 lebih menekankan pada tiga
aspek, yaitu menghasilkan peserta didik berakhlak mulia (afektif), berketerampilan
(psikomotorik), dan berpengetahuan (kognitif) yang berkesinambungan. Sehingga diharapkan
agar siswa lebih kreatif, inovatif dan lebih produktif (Yusuf, 2018).
Dalam kurikulum 2013 juga terdapat strategi pengembangan pendidikan, salah satunya
adalah penambahan jam pelajaran. Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan
bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberitahu menjadi mencari tahu) dan proses
penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan tambahan jam
pelajaran (Amri, 2013). Di bawah ini merupakan alokasi waktu jam pelajaran setiap tingkatan
pendidikan.
Alokasi waktu per jam pelajaran:
SD = 35 menit
SMP = 40 menit
SMA = 45 menit
dengan banyak jam pelajaran perminggu:
SD Kelas 1 = 30 jam
Kelas 2 = 32 jam
Kelas 3 = 34 jam
Kelas 4,5,6 = 36 jam
SMP = 38 jam
SMA = 39 jam

2.2.1 Karakteristik Kurikulum 2013


Mengacu pada Permendikbud No. 70 Tahun 2013, kurikulum 2013 memiliki karakteristik
diantaranya:
5
a) Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI)
satuan pendidikan dan kelas, dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata
pelajaran.
b) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam
aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
c) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu
tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS,
SMA/MA, SMK/MAK.
d) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dijenjang pendidikan menengah diutamakan pada
ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah berimbang antara sikap dan
kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
e) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar
yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi
dalam Kompetensi Inti.
f) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif saling
memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang
pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal) diikat oleh kompetensi inti.
g) Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD). Dalam silabus
tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.
h) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata
pelajaran dan kelas tersebut.

2.2.2 Proses Pembelajaran dalam Kurikulum 2013


Dalam kurikulum 2013 terdapat 2 proses pembelajaran, yaitu Pembelajaran intrakulikuler dan
Pembelajaran ekstrakulikuler.
Pembelajaran Intrakulikuler
Pembelajaran intrakulikuler didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Proses pembelajaran intrakulikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan
mata pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilakukan dikelas, sekolah dan masyarakat.
• Proses belajar di SD/MI berdasarkan tema sedangkan di SMP/MTS, SMA/MA, san
SMK/MAK berdasarkan rencana pelaksanaan pemelajaran yang dikembangkan guru.

6
• Proses pembelajaran didasarkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menuasai KD
dan KI yang memuaskan.
• Proses pembelajaran dikembangkan atas dasar karakteristik konten kompetensi.
• Pembelajaran kompetensi untuk konten yang bersifat developmental dilaksanakan
berkesinambunganantara satu pertemuan dengan pertemuan lainnya.
• Proses pembelajaran tidak langsung terjadi pada setiap kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, rumah dan masyarakat.
• Proses pembelajaran dikembangkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif melalui kegiatan
mengamati, menanya, menganalisis, dan mengkomunikasikan.
• Pembelajaran remidial dilaksanakan untuk membantu peserta didik menguasai kompetensi
yang masih kurang.
• Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya
segera diikuti dengan pelajaran remidial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada
tingkat memuaskan.

Pembelajaran Ekstrakulikuler
Pembelajaran ekstrakulikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktifitas yang dirancang
sebagai kegiatan diluar kegiatan pembelajaran terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan
ekstrakulikuler terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Kegiatan ekstrakulikuler wajib dinilai
yang hasilnya digunakan sebagai unsur pendukung kegiatan intrakulikuler.

2.2.3 Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013


Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga
diperoleh hasil yang optimal. Adapun berbagai metode pembelajaran yang dapat digunakan
pendidik dalam kegiatan pembelajaran, antara lain:
1) Metode ceramah
Penyampaian materi dari guru kepada siswa melalui bahasa lisan baik verbal maupun
nonferbal.
2) Metode latihan
Penyampaian materi melalui upaya penanaman kebiasaan-kebiasaan tertentu sehingga
diharapkan siswa dapat menyerap materi secara optimal.
3) Metode tanya jawab

7
Penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijwab oleh anak didik.
Bertujuan memotivasi anak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran atau guru
mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab.
4) Metode karya wisata
Metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung anak didik ke objek diluar
kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati atau mengalami
secara langsung.
5) Metode demonstrasi
Metode pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau suatu benda yang
berkaitan dengan bahan pembelajaran.
6) Metode sosiodrama
Metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan
kegiatan memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial.
7) Metode bermain peran
Pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara
anak didik memerankan suatu tokoh, baik tokoh hidup maupun mati. Metode ini
mengembangkan penghayatan, tanggungjawab, dan terampil dalam memaknai materi
yang dipelajari.
8) Metode diskusi
Metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk
memecahkan masalah secara kelompok.
9) Metode pemberian tugas dan resitasi
Merupakan metode pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa. Resitasi
merupakan metode pembelajaran berupa tugas pada siswa untuk melaporkan pelaksanaan
tugas yang telah diberikan guru.
10) Metode eksperimen
Pemberian kepada siswa untuk pencobaan.
11) Metode proyek
Membahas materi pembelajaran ditinjau dari sudut pandang lain.

2.2.4 Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013


Berdasarkan pada Permendikbud No. 103 Tahun 2014, yang memiliki visi agar siswa
bisa berkembang dan mempunyai karakter saintifik, rasa ingin tahu dan perilaku sosial. Maka
pada kurikulum 2013 terdapat tiga model pembelajaran yang menjadi andalan yang bisa
8
mendukung aktivitas belajar mengajar. Tiga model yang menjadi andalan pada kurikulum 2013
(K13) adalah Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning), Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Model Pembelajaran Penemuan
(Discovery Learning).
a) Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning)
Project Based Learning (PjBL) adalah metode pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Project based learning merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk
melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik. Siswa secara
konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset
terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan relevan (Akademi,
2020).
b) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem-Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta
didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh
pengetahuan (Marsigit, 2013).
Langkah-langkah pembelajaran:
1. Mengorientasi peserta didik pada masalah
2. Mengorganisasikan kegiatan pembelajaran
3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
6. Project based learning
c) Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Model pembelajaran Discovery/Inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga dapat menemukan
sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah
laku (Hanafiah & Suhana, 2009).

9
2.3 Konsep Merdeka Belajar
Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim.

2.3.1 Pengertian Merdeka Belajar


Arti kata “merdeka” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu (1) bebas
(dari hambatan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri, (2) tidak terkena atau lepas dari
tuntutan, (3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu, leluasa.
Sedangkan arti kata “belajar” menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu (1)
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, (2) berlatih, (3) berubah tingkah laku atau
tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Berdasarkan terminologi arti kata “Merdeka” dan konsep “Belajar” itu sendiri, merdeka
belajar dapat dipersepsikan sebagai upaya untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang
bebas, tidak terikat dan tidak tergantung pada pihak tertentu yang bertujuan untuk memperoleh
ilmu atau kepandaian dan pengalaman untuk merubah tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Merdeka belajar bagi guru memiliki arti kebebasan untuk lebih fokus memaksimalkan pada
pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan nasional, namun tetap dalam rambu kaidah
kurikulum.
Sedangkan bagi siswa, merdeka belajar memiliki arti siswa bebas untuk berekspresi
selama menempuh proses pembelajaran di sekolah, namun tetap mengikuti kaidah aturan yang
berlaku di sekolah. Melalui konsep merdeka belajar, siswa dapat lebih mandiri, lebih banyak
belajar untuk mendapatkan suatu kepandaian. Dan hasil dari proses pembelajaran tersebut,
siswa dapat mengalami perubahan secara positif terhadap pengetahuan, pemahaman,
sikap/karakter, tingkah laku, keterampilan, dan daya reaksinya mereka, sehingga dapat sejalan
dengan apa yang diamanatkan dalam tujuan UU Sisdiknas Tahun 2003, yaitu dapat
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (GTK, 2020).
Nadiem Anwar Makarim menyatakan “Merdeka belajar suatu filsafat dunia yg
sekarang atau yg akan datang, bukan suatu hal yang akan meningkatkan kualitas sudah terbukti
selama ini dengan berbagai standar dan keseragaaman tidak menciptakan kualitas. Kita harus

10
membuat sesuatu yg baru. Kita harus mencoba membuat organisasi pendidikan kita menjadi
inovatif, kreatif dan kolaboratif”
Konsep Merdeka Belajar yang dicetuskan oleh Nadiem Anwar Makarim memiliki
tujuan yang baik, yaitu agar peserta didik bahagia dalam menempuh pendidikan. Para siswa
diberi kebebasan untuk mengakses ilmu. Sumber ilmu bukan sebatas pada ruang kelas, guru,
tetapi bisa di luar kelas, di media online atau internet, perpustakaan, dan juga di lingkungan
sekitar. Guru tidak lagi menjadi sumber utama. Oleh karena itu, dibutuhkan kejelian guru untuk
menterjemahkan konsep Merdeka Belajar. Guru harus kreatif agar siswa bisa dibimbing dan
diarahkan sesuai konsep merdeka belajar. Konsep merdeka belajar tidak lagi dibatasi oleh
kurikulum, tetapi siswa dan guru harus kreatif, untuk menggapai pengetahuan. Siswa benar-
benar dilatih untuk mandiri (Taufik, 2021).

2.3.2 Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar


Pada Rabu (11/12/2019) telah dilaksanakan acara peluncuran Empat Pokok Kebijakan
Pendidikan “Merdeka Belajar”, di Jakarta. Dalam acara tersebut, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, menetapkan empat program pokok
kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”. Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar
Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan
Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi seperti pada Gambar 2.1. Nadiem
Anwar Makarim menyampaikan “Empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut akan
menjadi arah pembelajaran kedepan yang fokus pada arahan Bapak Presiden dan Wakil
Presiden dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia” (Kemdikbud, 2019).

Gambar 2. 1 Empat Program Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar”


Sumber: (Kemdikbud, 2019)

11
1. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
Dalam rapat koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia, disampaikan
beberapa kebijakan mengenai Ujian Sekolah Berstandan Nasional (USBN), yaitu sebagai
berikut:
a) Pada tahun 2020, USBN akan diganti dengan ujian (asesmen) yang diselenggarakan
hanya oleh sekolah.
b) Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam
bentuk tes tertulis dan/atau bentuk penilaian lain yang lebih komprehensif, seperti
portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).

Dari dua kebijakan baru tersebut, Guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai
hasil belajar siswa. Sementara anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk
pengembangan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran
(Kemdikbud, 2019).
Kebijakan baru terkait USBN ini memberikan konsekuensi terhadap beberapa
stakeholder, diantaranya guru, sekolah dan juga siswa.
Konsekuensi yang akan dialami oleh guru akibat kebijakan baru mengenai USBN
ini yaitu guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar dan melakukan asesmen siswa. Guru
dapat melakukan asesmen yang lebih sesuai untuk kebutuhan siswa dan situasi
kelas/sekolahnya. Hal ini juga mendorong guru untuk terus mengembangkan kompetensi
profesionalnya, terutama terkait asesmen siswa.
Adapun konsekuensi yang harus diterima oleh sekolah akibat kebijakan baru
mengenai USBN ini yaitu Sekolah perlu mendukung praktik asesmen yang baik, yakni
asesmen yang berdampak positif pada proses dan hasil belajar siswa. Hal ini bisa dilakukan
dengan memfasilitasi guru untuk berkolaborasi mengenai strategi asesmen yang tepat bagi
siswa dan kondisi sekolah masingmasing.
Sementara bagi siswa sendiri, konsekuensi yang akan diterima siswa akibat
kebijakan baru mengenai USBN ini yaitu Tekanan psikologis bagi siswa akan berkurang
karena asesmen dapat dilakukan secara lebih komprehensif, tidak hanya pada waktu spesifik
di akhir tahun ajaran seperti praktik selama ini. Siswa bisa memiliki lebih banyak
kesempatan, dan melalui lebih banyak cara, untuk menunjukkan kompetensinya
(Kemdikbud, 2019).

12
2. Ujian Nasional (UN)
Ujian Nasional (UN) yang semula dilaksanakan sebagai syarat kelulusan siswa, dalam
kebijakan baru ini, pelaksanaan UN akan dihilangkan. Beberapa alasan yang diambil
berdasarkan situasi saat ini seperti:
1) Materi UN terlalu padat, sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan
konten, bukan kompetensi penalaran.
2) UN menjadi beban bagi siswa, guru, dan orangtua karena menjadi indikator keberhasilan
siswa sebagai individu.
3) UN seharusnya berfungsi untuk pemetaan mutu sistem pendidikan nasional, bukan
penilaian siswa.
4) UN hanya menilai aspek kognitif dari hasil belajar, belum menyentuh karakter siswa
secara menyeluruh.

Dari keempat alasan tersebut, maka Kemdikbud menetapkan arahan kebijakan baru
mengenai pelaksanaan UN, yaitu sebagai berikut:
a) Tahun 2020, UN akan dilaksanakan untuk terakhir kalinya.
b) Tahun 2021, UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei
Karakter. Tabel 2.1 menunjukkan komponen asesmen dan survei karakter penggantu
Ujian Nasional (UN).
Tabel 2. 1 Komponen Asesmen dan Survei Karakter Pengganti UN
Literasi Numerasi Karakter
Kemampuan bernalar Kemampuan bernalar Misalnya pembelajar,
tentang dan menggunakan menggunakan matematika gotong royong,
bahasa kebhinnekaan, dan
perundungan

Asesmen kompetensi pengganti UN mengukur kompetensi bernalar yang dapat


digunakan untuk menyelesaikan masalah di berbagai konteks, baik personal maupun
profesional (pekerjaan). Saat ini kompetensi apa saja yang akan diukur masih dikaji,
namun contohnya adalah kompetensi bernalar tentang teks (literasi) dan angka
(numerasi). Literasi dan numerasi adalah kompetensi yang sifatnya general dan
mendasar. Kemampuan berpikir tentang, dan dengan, bahasa serta matematika
diperlukan dalam berbagai konteks, baik personal, sosial, maupun profesional. Dengan

13
mengukur kompetensi yang bersifat mendasar (bukan konten kurikulum atau pelajaran),
pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa guru diharapkan berinovasi
mengembangkan kompetensi siswa melalui berbagai pelajaran melalui pengajaran yang
berpusat pada siswa.
Selain itu, Kemdikbud juga akan melakukan survei untuk mengukur aspek-aspek
lain yang mencerminkan penerapan Pancasila di sekolah. Hal ini mencakup aspek-aspek
karakter siswa (seperti karakter pembelajar dan karakter gotong royong) dan iklim
sekolah (misalnya iklim kebinekaan, perilaku bullying, dan kualitas pembelajaran).
Karena fungsi utamanya adalah sebagai alat pemetaan mutu, asesmen
kompetensi dan survei pembinaan Pancasila ini belum tentu dilaksanakan setiap tahun,
dan belum tentu harus diikuti oleh semua siswa (Kemdikbud, 2019).
c) Asesmen dilakukan pada siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas
4, 8, 11) sehingga mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran
dan tidak bisa digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya.
d) Mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemdikbud memberikan
gambaran mengenai pembuatan RPP saat ini, yaitu sebagai berikut:
1) Guru diarahkan untuk mengikuti format RPP secara kaku.
2) RPP memiliki terlalu banyak komponen – Guru diminta untuk menulis dengan sangat
rinci (satu dokumen RPP bisa mencapai lebih dari 20 halaman).
3) Penulisan RPP menghabiskan banyak waktu guru, yang seharusnya bisa digunakan
untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

Dalam rapat koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia, Kemdikbud
membuat beberapa perubahan mengenai format, komponen dan durasi penulisan RPP, yaitu
sebagai berikut:
a) Guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format
RPP. Tidak ada standar baku dalam pembuatan RPP. Guru bebas membuat, memilih,
mengembangkan, dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efisien, efektif, dan
berorientasi pada murid.
b) RPP terdiri dari 3 komponen inti (komponen lainnya bersifat pelengkap dan dapat dipilih
secara mandiri):
14
• Tujuan pembelajaran
• Kegiatan pembelajaran
• Asesmen
Karena hanya terdiri dari 3 komponen inti, maka penulisan RPP bisa dipersingkat
menjasi 1 halaman saja.
c) Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih
banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri.

4. Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi


Dalam beberapa tahun terakhir, Kemdikbud sudah menetapkan aturan Zonasi terkait
penerimaan peserta didik baru, akan tetapi peraturan yang diterapkan saat ini masih
memiliki beberapa kekurangan dalam pelaksanaannya. Situasi PPDB yang dilaksanakan
saat ini dilihat dari rancangan peraturan dan implementasinya yaitu sebagai berikut:
1) Tujuan peraturan PPDB zonasi:
• Memberikan akses pendidikan berkualitas.
• Mewujudkan Tripusat Pendidikan (sekolah, keluarga, masyarakat) dengan
bersekolah di lingkungan tempat tinggal.
2) Pembagian zonasi:
• Jalur zonasi: minimal 80%
• Jalur prestasi: maksimal 15%
• Jalur perpindahan: maksimal 5%
3) Peraturan terkait PPDB kurang mengakomodir perbedaan situasi daerah.
4) Belum terimplementasi dengan lancar di semua daerah.
5) Belum disertai dengan pemerataan jumlah guru.

Terdapat beberapa perubahan mengenai rancangan peraturan dan implementasi PPDB Zonasi
pada arahan kebijakan baru. Perubahan ini dilakukan setelah mempelajari beragam
implementasi PPDB pada tahun-tahun sebelumnya di tingkat Pemerintah daerah. Meskipun
Permendikbud PPDB yang terdahulu (Permendikbud No 51 Tahun 2018 dan Permendikbud
No 20 Tahun 2019) telah menetapkan secara tegas terkait persentase tiap jalur, namun dalam
penerapannya Pemerintah Daerah membuat ketentuan PPDB utamanya pada jalur zonasi
dengan mekanisme yang berbeda-beda, bahkan tidak sesuai dengan persentase minimal pada
ketentuan PPDB sebelumnya. Hal ini mengindikasikan perlunya tinjauan ulang dalam

15
membuat ketentuan yang agar dapat diterapkan daerah sesuai dengan kebutuhannya, dengan
catatan daerah terus meningkatkan akses dan mutu pendidikan agar seluruh anak dapat belajar
di sekolah yang bermutu. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Membuat kebijakan PPDB lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses
dan kualitas di berbagai daerah:
• Jalur zonasi : minimal 50%
• Jalur afirmasi: minimal 15%
• Jalur perpindahan: maksimal 5%
• Jalur prestasi (sisanya 0-30%, disesuaikan dengan kondisi daerah)
b) Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
c) Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh
pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru.

Dalam Permendikbud terbaru terkait PPDB, Pemerintah Pusat memberikan fleksibilitas


daerah dalam menentukan alokasi untuk siswa masuk ke Sekolah melalui jalur zonasi, jalur
afirmasi, jalur perpindahan orangtua/wali, atau jalur lainnya (dapat berupa jalur prestasi).
Aturan PPDB ini dirancang agar daerah bisa menyesuaikan aturan berdasarkan
karakteristik dan kebutuhannya. Itulah mengapa jalur zonasi dan afirmasi ini secara eksplisit
disebutkan proporsi minimal untuk memudahkan daerah dengan tetap dan atau menambah
persentase jalur prestasi tersebut jika dibutuhkan.
Setelah menentukan kuota jalur Zonasi, kuota jalur afirmasi, dan seterusnya, daerah
secara transparan harus menjelaskan ketentuan PPDB masing-masing kepada masyarakat,
terutama pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ketentuan ini. Pemerintah Daerah juga
sebaiknya menjelaskan kepada publik latar belakang penetapan proporsi dari masing-masing
jalur tersebut, sebagai bagian dari akuntabilitas dan transparansi kepada publik. Dinas
Pendidikan juga diminta untuk melaporkan ketentuan yang dibuat serta pelaksanaan PPDB
kepada Kemendikbud, agar bisa dilakukan monitor dan evaluasi pelaksanaan Permendikbud
(Kemdikbud, 2019).

2.4 Proses Pendidikan Di Masa Pandemi COVID-19


Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh
virus. Pertama penyakit ini terjadi di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Setelah

16
itu, COVID-19 menular dengan sangat cepat dan menyebar ke puluhan negara, termasuk
Indonesia.
Sejak kemunculan kasus pertama COVID-19 di Indonesia tanggal 2 Maret 2020,
jumlah kasus terkonfirmasi positif dan meninggal masih terus meningkat bahkan sampai enam
bulan setelah kemunculan kasus pertama positif COVID-19 di Indonesia. Pandemi COVID-19
berdampak sistemik dan mengganggu hampir seluruh aspek kehidupan manusia termasuk
bidang Pendidikan. Di Indonesia sendiri pandemi COVID-19 berdampak pada 68.801.708
peserta didik dan 4.183.591 pendidik, mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini sampai
pendidikan tinggi, pendidikan khusus, pendidikan vokasi, pendidikan masyarakat, kursus dan
pendidikan keagamaan (Kemdikbud, 2020).
Untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 terhadap pendidikan di Indonesia,
pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan
Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa
darurat penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) dan Surat edaran Nomor 15 Tahun 2020
tentang pedoman penyelenggaraan belajar dari rumah dalam masa tanggap darurat Corona
Virus Disease (Covid-19). Dalam dua surat edaran tersebut menyatakan bahwa belajar
mengajar dilakukan di rumah melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau baik itu daring (dalam
jaringan), maupun luring (luar jaringan) beserta panduan-panduannya (Kemdikbud, 2020).
Tentunya dengan perubahan kebiasaan ini bisa dikatakan semua unsur shock sehingga
mengalami kebingungan menerapkan metode apa yang tepat untuk melakukan proses
pembelajaran yang sesuai dengan akibat pandemi Covid-19 ini. Berbagai permasalahan pun
muncul di awal perubahan akibat pandemi ini dimulai dari kesiapan penyelenggara pendidikan
sampai permasalahan di lapangan yang terjadi seperti kendala akses peserta didik dalam proses
pembelajaran secara daring ataupun luring dengan terbatasnya insfartruktur yang ada.

2.4.1 Kurikulum di Masa Pandemi Covid-19


Sekolah sebagai pelaksana inti dalam hal ini juga dipandang sangat perlu mengambil
beberapa kebijakan strategis, yang sekiranya memudahkan para peserta didik dalam mengikuti
kegiatan belajar sesuai dengan keadaan wilayah masing masing. Sehingga program
pembelajaran jarak jauh khususnya, yang merupakan hal baru serta jauh dari kebiasaan
pembelajaran yang sudah ada selama ini, dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga tidak ada
lagi keluhan baik itu dari peserta didik, maupun orang tua mengenai proses pembelajaran jarak
jauh ini.

17
Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi
sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.
Kurikulum pada kondisi khusus juga bertujuan memberikan fleksibilitas bagi
sekolah menentukan kurikulum sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Ada 3
opsi yang dapat dipilih sekolah pada kondisi khusus dalam pelaksanaan pembelajaran, yaitu:
1) Tetap mengacu pada Kurikulum Nasional.
2) Menggunakan kurikulum darurat.
3) Melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.

Pada masa pandemi, Kurikulum tidak harus dilakukan berdasarkan kurikulum yang
berlaku sebelumnya, namun perlu dilakukan penyederhanaan dalam kurikulum.
Penyederhaanaan kurikulum darurat tersebut ditujukan untuk memastikan kompetensi yang
harus dicapai tetap terpenuhi. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi
dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi
esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
Penggunaan kurikulum darurat merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan oleh
sekolah untuk melaksanakan relaksasi dan adaptasi pembelajaran dalam kondisi khusus, seperti
saat terjadi bencana. Ada beberapa poin penting yang harus menjadi catatan guru dalam upaya
menyesuaikan target capaian kurikulum di masa pandemi ini:
1) Persiapan Pembelajaran. Tentu target ketercapaian kurikulum secara tatap muka akan
jauh berbeda dengan pembelajaran daring. Kebermaknaan dan proses belajar dituntut
dalam pembelajaran jarak jauh ini.
2) Penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyederhanaan RPP ini
tentu satu sisi meringankan kerja administrasi para guru.
3) Model Pembelajaran. Agar kurikulum dapat tercapai sesuai target yang diinginkan
walau dalam kondisi terbatas. Guru harus menentukan model pembelajaran yang tepat
dalam kondisi saat ini.
4) Aspek Penilaian. Kurikulum mengisyaratkan bahwa 3 aspek penilaian yaitu kognitif,
afektif dan psikomotor mesti muncul dalam proses belajar mengajar.

2.4.2 Manfaat Penyederhanaa Kurikulum Darurat


Berikut Manfaat Penyederhanaa Kurikulum Darurat pada masa pandemi.
1) Bagi Guru
a) Tersedianya acuan kurikulum yang sederhana.
18
b) Berkurangnya beban mengajar.
c) Guru dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan
kontekstual.
d) Kesejahteraan psikososial guru meningkat.

2) Bagi Siswa
a) Siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum dan dapat
berfokus pada pendidikan dan pembelajaran yang esensial dan kontekstual.
b) Kesejahteraan psikososial siswa.

3) Bagi Wali Siswa


a) Mempermudah pendampingan pembelajaran di rumah.
b) Kesejahteraan psikososial orang tua meningkat.

2.5 Profil Sekolah yang Diteliti


Pada penelitian yang dilakukan, objek atau sekolah yang diteliti yaitu SMP Negeri 3
Cihampelas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari https://dapo.kemdikbud.go.id, maka
profil SMP Negeri 3 Cihampelas adalah sebagai berikut (Tabel 2.2).

Tabel 2. 2 Profil SMPN 3 Cihampelas

Nama Sekolah SMP NEGERI 3 CIHAMPELAS

Jl. Situwangi Desa Situwangi Kecamatan Cihampelas


Alamat
Kabupaten Bandung Barat 40767

Kepala Sekolah Hj. Iis Nurlah, S.Pd. I

Jumlah Siswa 442

Jumlah Guru 26

Jumlah Kelas 14

Seksi Kurikulum Rohidin, S.Pd

Sumber: https://dapo.kemdikbud.go.id/sekolah/BC87A72899DBE2C1D8B8

19
Kami juga mengambil mengambil beberapa gambar SMPN 3 Cihampelas dari berbagai sumber
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Dokumentasi SMPN 3 Cihampelas


Sumber: dikumpulkan dari berbagai sumber

2.6 Penerapan Kurikulum di Sekolah Secara Keseluruhan


Pada penelitian ini, kami melakukan wawancara kepada Wakasek Kurikulum SMPN 3
Cihampelas, yaitu Bapak Rohidin, S.Pd. Karena terkendala pandemi, maka wawancara
dilakukan melalui aplikasi Zoom Meeting dengan rincian wawancara dapat dilihat pada link
berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=bvyfWE6Q7gU.
Adapun beberapa ringkasan wawancara yang kami lakukan terkait penerapan Kurikulum
Merdeka Belajar di SMPN 3 Cihampelas secara keseluruhan pada Tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Ringkasan Wawancara Penerapan KMB Secara Keseluruhan di SMPN 3


Cihampelas
Pertanyaan Jawaban
Apakah SMPN 3 Cihampelas sudah Belum sepenuhnya menggunakan
menggunakan Kurikulum Merdeka Belajar? Kurikulum Merdeka Belajar
Kenapa belum menggunakan KMB? Belum ada IHT dan sosialisasi terkait KMB
secara menyeluruh, serta infrastruktur
sekolah belum memadai

20
Kurikulum apakah yang saat ini digunakan di Kurikulum 2013 dan kurikulum darurat
SMPN 3 Cihampelas?
Bagaimana aturan terkait PPDB? Apakah Belum sepenuhnya mengikuti aturan KMB
sudah berdasarkan aturan KMB yang yang terbaru, sekolah masih mengondisikan
terbaru? dengan keadaan lingkungan sekitar
RPP yang dipergunakan saat ini apakah Sudah menggunakan format RPP 1 lembar
sudah berdasarkan aturan KMB terbaru?
Apakah tahun ajaran ini masih melaksanakan Sudah tidak melaksanakan UN, UN diganti
UN? dengan Ujian Sekolah
Sudah melaksanakan AKM? AKM belum terlaksana pada tahun ajaran
sekarang, mulai mempersiapkan untuk
pelaksanaan AKM pada tahun ajaran
selanjutnya
Bagaimana pembelajaran saat pandemi di Pembelajaran saat pandemi dilaksanakan
SMPN 3 Cihampelas? secara PJJ, dengan pengecualian bagi yang
tidak dapat online maka dapat melakukan
pembelajaran di sekolah dengan jumlah
siswa yang dibatasi berdasarkan ketentuan
protokol kesehatan yang berlaku
Bagaimana pelaksanaan ujian saat PJJ? Bagi siswa yang dapat melaksanakan ujian
secara daring, maka ujian dilaksanakan
daring. Bagi siswa yang memiliki
keterbatasan tidak dapat melaksanakan ujian
secara daring, maka pelaksanaan ujian
dilakukan di sekolah secara luring dengan
mengikuti protokol Kesehatan yang berlaku
Kendala apa saja yang dialami selama PJJ? Dominan keterbatasan sinyal dan siswa
hilang-hilangan
Keuntungan yang dapat diambil dari PJJ? Baik guru atau siswa menjadi lebih melek IT

2.7 Penerapan Kurikulum dalam Pembelajaran Matematika


Pada penelitian ini, kami melakukan wawancara kepada salah satu Guru Matematika SMPN 3
Cihampelas, yaitu Ibu Yuli Aulia Saptika, S.Pd. Karena terkendala pandemi, maka wawancara

21
juga dilakukan melalui aplikasi Zoom Meeting dengan rincian wawancara dapat dilihat pada
link berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=bvyfWE6Q7gU.
Adapun beberapa ringkasan wawancara yang kami lakukan terkait penerapan Kurikulum
Merdeka Belajar pada pembelajaran matematika di SMPN 3 Cihampelas pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Ringkasan Wawancara Penerapan KMB pada Pembelajaran Matematika di SMPN


3 Cihampelas
Pertanyaan Jawaban
Sudahkah menerapkan Kurikulum Merdeka Belum menerapkan Kurikulum Merdeka
Belajar pada pembelajaran matematika di Belajar
SMPN 3 Cihampelas?
Kenapa belum menggunakan KMB? Belum sosialisasi secara menyeluruh terkait
KMB, info yang diperoleh baru sebatas
AKM saja
Kurikulum apakah yang saat ini digunakan Kurikulum 2013 dan kurikulum darurat
untuk pembelajaran matematika di SMPN 3
Cihampelas?
Sudah melaksanakan AKM dalam AKM belum terlaksana pada tahun ajaran
pembelajaran matematika? sekarang untuk pelajaran matematika
RPP yang dipergunakan saat ini apakah Sudah menggunakan format RPP 1 lembar
sudah berdasarkan aturan KMB terbaru? Contoh format RPP yang digunakan

22
Buku sumber yang digunakan selama Buku matematika kurikulum 2013
pembelajaran matematika?

Bagaimana pembelajaran matematika saat Pembelajaran saat pandemi dilaksanakan


pandemi di SMPN 3 Cihampelas? secara PJJ, materi dan sifat ujian diberikan
dan dilaksanakan secara online
Platform yang digunakam untuk WhatsApp, Google Classroom, video
pembelajaran matematika selama PJJ? converence belum dilaksanakan
Kendala apa saja yang dialami selama PJJ? Dominan keterbatasan sinyal dan siswa
hilang-hilangan
Keuntungan yang dapat diambil dari PJJ? Baik guru atau siswa menjadi lebih melek IT

2.8 Analisis SWOT


Analisis SWOT untuk Pelaksanaan KMB di Sekolah

Tabel 2. 5 Analisis SWOT Pelaksanaan KMB di Sekolah

STRENGTHS Sebagian guru dan siswa sudah paham IT

WEAKNESS Sekolah belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk KMB

OPPRTUNITIES 1. Terdapat informasi mengenai KMB dari berbagai sumber, salah


satunya di Internet.
2. Sekolah bekerja sama dengan tim gugus untuk pembuatan AKM.

THREATS Belum ada sosialisasi dari dinas terkait mengenai KMB

23
Analisis SWOT untuk Pelaksanaan KMB pada Pembelajaran Matematika

Tabel 2. 6 Analisis SWOT Pelaksanaan KMB pada Pembelajaran Matematika

STRENGTHS Guru yang bersangkutan sudah paham IT dan dapat berfikir kreatif
untuk memberikan materi kepada siswa

WEAKNESS Belum memiliki pemahaman KMB secara menyeluruh

OPPRTUNITIES Terdapat informasi mengenai KMB dari berbagai sumber, salah


satunya di Internet

THREATS Belum ada sosialisasi dari dinas terkait mengenai KMB, karena ada
beberapa aspek dari KMB yang harus disosialisasikan, tidak cukup
dengan informasi di internet saja

24
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar belum bisa dilaksanakan serentak di seluruh
sekolah di Indonesia, karena pada kenyataannya masih ada sekolah yang belum memahami
secara keseluruhan pelaksanaan dari KMB itu sendiri salah satunya SMPN 3 Cihampelas.
Selain sekolah harus aktif mencari informasi terkait KMB, pemerintah, dalam hal ini
Kemendikbud harus memberikan dukungan berupa edukasi ke setiap sekolah melalui dinas
terkait untuk pelaksanaan KMB ini. Seiring dengan hal tersebut, dukungan lain berupa
infrastruktur dan sumber daya juga harus dipenuhi untuk pelaksanaan KMB. Karena tanpa
semua aspek yang disebutkan di atas, pelaksanaan KMB di masa yang akan datang tidak akan
semulus yang dicita-citakan.
Merdeka belajar dimaksudkan untuk memberikan kebebasan baik kepada siswa
maupun kepada guru untuk mengakses ilmu sebanyak mungkin, dari sumber apapun dan
dimanapun. Dengan demikian diharapkan akan tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak
mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan. Merdeka Belajar dapat terwujud dengan adanya
kerja sama antar semua stakeholder, baik siswa, orangtua siswa, guru, pihak sekolah mapun
dinas terkait lainnya.
Siswa harus dapat berfikir kritis agar dapat merangsang motivasi mereka dalam
menggali ilmu yang sebanyak-banyaknya. Harus ditanamkan bahwa belajar tidak hanya di
sekolah saja, tetapi dapat juga dilakukan di rumah bahkan di tempat bermain sekalipun. Sumber
belajar tidak sebatas dari guru di sekolah saja, tetapi bisa dari buku-buku selain buku sekolah,
internet, bahkan bisa dari kejadian sehari-hari.
Dukungan dari orangtua siswa juga penting untuk ketercapaian merdeka belajar ini.
Orangtua tidak hanya memokuskan anaknya untuk mengejar nilai tinggi saja, akan tetapi harus
mendukung bakat dan minat yang anak mereka sukai. Karena dari dukungan tersebut akan
muncul motivasi anak untuk dapat belajar lebih baik lagi demi mengejar apa yang mereka cita-
citakan. Selama yang bakat dan minat yang disukai anak itu baik, maka dukunglah.
Guru juga dituntut harus dapat berfikir sekreatif mungkin untuk dapat memberi
dorongan kepada siswa dalam belajar. Jangan sampai ada istilah “google juga lebih pintar”.
Guru sepatutnya “digugu” dan “ditiru”. Oleh karena itu, perilaku seorang guru harus dapat
mencerminkan nilai-nilai yang pantas. Dan juga dapat diimbangi dengan kemampuan yang
juga “pantas” sebagai seorang guru.

25
Pihak sekolah sebagai pelaku utama penyedia layanan pendidikan juga harus dapat
mengakomodasi minat dan bakat siswa sebaik mungkin. Salah satunya dengan cara
menyediakan fasilitas sebaik mungkin untuk keberlangsungan pembelajaran siswa. Selain itu,
pihak sekolah juga dapat mendukung dan menghargai kreatifitas staf pengajar yang mereka
miliki. Salah satunya dengan memberikan tunjangan yang “pantas” bagi tenaga honorer.
Memberikan atau mendorong staf pengajar untuk mengikuti berbagai pelatihan juga bisa
menjadi salah satu dukungan pihak sekolah untuk menciptakan kualitas staf pengajar yang
lebih baik lagi.
Dukungan dari dinas pendidikan juga penting dalam proses penerapan kurikulum
merdeka belajar. Adanya pemberian informasi yang tepat mengenai KMB dan juga pelatihan-
pelatihan bagi para pengajar dapat menjadi salah satu dukungan yang diberikan dinas
pendidikan kepada sekolah untuk tercapainya kesuksesan kurikulum merdeka belajar.
Dukungan dana dari pemerintah juga menjadi salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan
kurikulum merdeka belajar. Tujuan pendanaan adalah untuk pengadaan fasilitas. Adanya
fasilitas yang memadai akan mempermudah dalam kegiatan pembelajaran.
Karena sejatinya koordinasi antara semua stakeholder adalah poin utama tercapainya
kesuksesan kurikulum merdeka belajar itu sendiri. Oleh sebab itu, tim penulis menyimpulkan
keberhasilan kurikulum merdeka belajar hanya akan tercapai apabila terdapat kerjasama yang
baik antara semua pemangku kepentingan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Akademi. (2020, Maret 25). Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Kolaka Utara.
Retrieved Juli 10, 2021, from Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Kolaka
Utara Web site: http://dikbud.kolutkab.go.id/blog/pembelajaran-berbasis-proyek-
project-based-learningpbl

Amri, S. (2013). Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta:
Prestasi Pustaka.

Baharun, H. (2017). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka


Nurja.

GTK, S. (2020, Februari 18). Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kemdikbud. Retrieved Juli 10, 2021, from Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan, Kemdikbud Web site: https://gtk.kemdikbud.go.id/read-news/merdeka-
belajar

Hanafiah, N., & Suhana, C. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika
Aditama.

Helmawati. (2017). Metode Pembelajaran Kurikulum 13 di Sekolah. Bandung: Universitas


Islam Nusantara.

Hidayati, W. (2012). Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Pedagogia.

Kemdikbud. (2019, Desember 11). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Retrieved Juli
10, 2021, from Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Web site:
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/mendikbud-tetapkan-empat-pokok-
kebijakan-pendidikan-merdeka-belajar

Kemdikbud. (2019). Merdeka Belajar. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia.

Kemdikbud. (2020, Oktober 20). Bersama Hadapi Korona. Retrieved from Website
Kemdikbud: https:// bersamahadapikorona. kemdikbud.go.id /pedoman-
penyelenggaraan- belajar- dari-rumah-dalam-masa-darurat-penyebaran-covid-19/

Kemdikbud. (2020). Pedoman Penyelengaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat
Penyebaran COVID-19.

27
Marsigit. (2013). Berbagai Metode Pembelajaran Yang Cocok untuk Kurikulum 2013. Jakarta.

Masykur, R. (2019). Teori Dan Telaah Pengembangan Kurikulum. Bandar Lampung: Aura
Publisher.

Ruhimat, T., Sanjaya, W., Ibrahim, Masitoh, Wahyudin, D., Tjuparmah, Y., . . . Asra. (2017).
Kurikulum dan Pembelajaran. Depok: Rajawali Pers.

Taufik, M. (2021, Mei 3). Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Retrieved Juli 10, 2021, from Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Web site: https://itjen.kemdikbud.go.id/public/post/detail/secara-
konseptual-merdeka-belajar-itu-ideal

Yusuf, W. F. (2018). Implementasi Kurikulum 2013 (K-13) pada Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam Sekolah Dasar (SD). Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 263-
277.

28

Anda mungkin juga menyukai