Anda di halaman 1dari 292

HAKIKAT DAN SEJARAH

MATEMATIKA

KELOMPOK 1

1. Ade Khoirina (1984202020)

2. Aghniya Marinda (1984202019)

3. Alpiani Wulandari (1684202039)

4. Amanda Fitri Amalia (1984202039)

5. Hesti Wahyuni (1984202004)


i
ii

6. Khopipah (1984202024)

7. Meis Eka Perwityanings (1984202081)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

TANGERANG

TAHUN AKADEMIK 2019-2020

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | iii
i

KATA PENGANTAR

Penulis menyampaikan puji dan syukur kepada Allah Swt atas


rahmat dan ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan buku ini. Salawat
serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Saw yang
telah membawa umatnya dari zamam kegelapan menuju era literasi.
Judul buku ini adalah "Hakikat Matematika".

Dalam buku ini terdiri atas dua belas bab yang memaparkan
tentang Matematika dan Peradaban Manusia, Kemestian, Pengetahuan
A Priori, Objek dan Objektivitas Dalam Matematika, Serta Hubungan
Antara Matematika dan Sains, Hubungan Matematika dan Filsafat,
Hubungan Matematika dan Filsafat Matematika, Filsafat Matematika
Zaman Kuno, Filsafat Matematika Modern, Aliran Filsafat, Beberapa
Pandangan Dalam Filsafat Matematika Kontemporer, Berpikir
matematis, Sifat Aksiomatis Dari Matematika, dan Definisi
Matematika.

Dalam penulisan buku ini, penulis banyak mendapatkan


kendala. Tanpa bantuan dari beberapa pihak, penulis belum tentu dapat
menyelesaikan. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Retno Andriyani, M.Pd., selaku Dosen Mata Kuliah Hakikat dan


Sejarah Matematika.

2. Orang tua penulis yang telah mendukung, baik secara materi


maupun nonmateri;

3. Teman-Teman MATEMATIKA B1 Tahun Angkatan 2019

HAKIKAT DAN SEJARAH MATEMATIKA | i


i
i

Penulis menyadari bahwa buku ini masih terdapat kekurangan.


Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan buku ini. Demikianlah, semoga buku ini bermanfaat
untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.

Tangerang, November 2019

Tim Penulis

HAKIKAT DAN SEJARAH MATEMATIKA | ii


i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

BAB I ..................................................................................................... 1

MATEMATIKA DAN PERADABAN MANUSIA .............................. 1

BAB II.................................................................................................. 17

KEMESTIAN, PENGETAHUAN A PRIORI, OBJEK DAN


OBJEKTIVITAS DALAM MATEMATIKA, SERTA HUBUNGAN
ANTARA MATEMATIKA DAN SAINS. ......................................... 17

BAB III ................................................................................................ 42

FILSAFAT MATEMATIKA DAN FILSAFAT PENDIDIKAN


MATEMATIKA .................................................................................. 42

BAB IV ................................................................................................ 64

HUBUNGAN MATEMATIKA DAN FILSAFAT ............................. 64

BAB V ................................................................................................. 69

HUBUNGAN MATEMATIKA DAN FILSAFAT MATEMATIKA . 69

BAB VI ................................................................................................ 81

FILSAFAT MATEMATIKA ZAMAN KUNO .................................. 81

BAB VII ............................................................................................. 107

FILSAFAT MATEMETIKA MODERN: KANT DAN MILL ......... 107

BAB VIII ........................................................................................... 139

ALIRAN FILSAFAT (Logisisme, Formalisme, dan Intuisionisme) . 139

BAB IX .............................................................................................. 186

HAKIKAT DAN SEJARAH MATEMATIKA | iii


i
v

BEBERAPA PANDANGAN DALAM FILSAFAT MATEMATIKA


KONTEMPORER.............................................................................. 186

BAB X ............................................................................................... 220

BERPIKIR MATEMATIS................................................................. 220

BAB XI .............................................................................................. 262

SIFAT AKSIOMATIS DARI MATEMATIKA ................................ 262

BAB XII ............................................................................................. 278

DEFINISI MATEMATIKA............................................................... 278

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 286

HAKIKAT DAN SEJARAH MATEMATIKA | iv


1

BAB I

MATEMATIKA DAN
PERADABAN MANUSIA

Ingat Lomba Matematika yang makin


menjamur, termasuk Olimpiade Matematika?
Mengapakah pada akhir-akhir ini matematika
menjadi begitu penting? Mengapakah para
pejabat permerintah, industriawan, politisi dan
lain-lain begitu peduli terhadap matematika?
Dapatkah komputer memecahkan persoalan
matematika lebih cepat dan lebih cermat daripada
manusia sehingga memenuhi akan kebutuhan
kekurangan matematikawan? Mengapakah
sebagian besar negara-negara di dunia dengan
antusias mengikuti lomba olimpiade matematika
internasional (International Mathemathic
Olympiad?).

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 1
2

Untuk menjawab persoalan-persoalan itu


Anda perlu memahami apakah matematika itu
dan bagaimana ia digunakan. Mungkin Anda
sudah tahu bahwa matematika lebih daripada
aritmetika yakni ilmu tentang kalkulasi atau
perhitungan. Matematika lebih daripada aljabar,
yang merupakan bahasa lambang, relasi dan
operasi. Matematika lebih daripada geometri,
yang merupakan pelajaran tentang bangun,
ukuran, dan ruang Matematika lebilh daripada
stalistika, yakni ilmu untuk menafsirkan data dan
grafik- grafik. Matematika lebih daripada
kalkulus yakni bidang studi tentang perubahan,
limit, dan ketakhinggaan. Matematika adalah
semuanya itu bahkan lebih.

Matematika adalah cara atau metode


berpikir dan bernalar. Matematika dapat
digunakan untuk membuat keputusan apakah
suatu ide itu benar atau salah atau paling tidak
ada kemungkinan benar, Matematika adalah suatu
medan eksplorasi dan penemuan, di situ setiap
hari ide-ide baru ditemukan. Matematika adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 2
3

metode berpikir yang digunakan untuk


memecahkan semua jenis permasalahan yang
terdapat di dalam sains, pemerintahan, dan
industri. Matematika adalah bahasa lambang yang
dapat dipahami oleh semua bangsa berbudaya.
Bahkan dipercaya bahwa matematika akan
menjadi bahasa yang dipahami oleh penduduk di
planet Mars dan lain-lain (jika di sana ada
penduduknya!). Matematika adalah seni, seperti
pada musik, penuh dengan simetri, pola, dan
irama yang dapat sangat menghibur.

Matematika dilukiskan pula sebagai


pelajaran tentang pola. Pola adalah sejenis
keteraturan, baik dalam bentuk maupun ide.
Pelajaran tentang pola ini telah menjadi penting
dalam sains. Sebab, keteraturan dan simtri listrik,
gelombang laut, lintasan pesawat dan satelit, arus
air, mekanika-atom. Semuanya ini mempunyai
pola yang di dunia matematika diklasifikasikan
ke dalam jenis pola tertentu.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 3
4

Anda melihat sejarah peradaban manusia


pada masa lalu, Anda akan dalam jenis pola
tertentu. melihat bahwa matematika selalu
memainkan peran utamanya. Matematika telah
menjadi wahana untuk:

1. pengukuran perbatasan negara;


2. penggambaran peta-peta;
3. peningkatan perdagangan;
4. pembangunan rumah dan jembatan;
5. permahaman gerakan benda langit;
6. navigasi kapai laut;
7. perencanaan perang dan damai;
8. peramalan cuaca;
9. pembangunan persenjataan;
10. penarikan pajak.

Sedangkan apabila Anda melihat pada


masa kini (abad ini XXI), matematika telah
menjadi wahana untuk:

1. penemuan prinsip-prinsip sains baru;


2. pengarahan lalu intas dan komunikasi;
3. penemuan bijih tambang baru;

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 4
5

4. penemuan mesin-mesin baru;


5. pembuatan vaksin dan obat baru;
6. peramálan gerak benda langit;
7. penciptaan computer;
8. penggunaan energi atom;
9. peramalan pertumbuhan penduduk;
10. pengembangan strategi pemasaran;
11. navigasi angkasa luar;
12. Peningkatan pajak.

Matematika murni maupun matematika


terapan (begitu orang sering mengatakan),
tumbuh terus setiap hari. Melalui eksperimen,
imajinasi, dan penalaran, matematikawan
menemukan fakta- fakta dan ide-ide baru
sehingga pemerintah, pengusaha, dan ilmuwan
dapat menggunakannya untuk memajukan
peradaban manusia. Jika Anda merenung sejenak
tentang perubahan atau perkembangan dunia
dewasa ini, misalnya tentang satelit, kapal selam,
nuklir, mesin-mesin otomatis, antibiotika, telepon
dan televisi digital, Anda akan melihat bagaimana

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 5
6

matematika dan sains telah mengubah gaya hidup


manusia.

Tentulah bahwa tidak semua orang


mampu menjadi matematikawan atau ilmuwan.
Akan tetapi, agar orang dapat memahami dunia
yang makin modern ini adalah mutlak perlu
sedikit-banyak mengerti tentang matematika.
Pengetahuan matematika ini akan membawa
orang lebih berjaya baik di sekolah, di rumah,
maupun di hari depan dunia kita yang akan
menjadi ultra- modern. Tentu saja, sebagai warga
negara yang baik, apabila semua perubahan itu
telah mengambil tempat, akan diperlukan
beberapa pengetahuan matematika. Orang-orang
di pemerintahan harus pula diberi informasi agar
mereka dapat mengambil keputusan yang
bijaksana untuk menghadapi masa depan yang
makin modern.

Sudah barang tentu jika seseorang ingin


mengembangkan kariernya di bidang sains dan
keteknikan, yang semuanya berdasarkan pada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 6
7

matematika, mutlak perlu menjadi pakar di


bidang ini. Kini ada keinginan besar dari
matematikawan untuk melakukan riset, mengajar,
atau menemukan penerapan baru dari matematika
"lama" maupun "baru", Matematikawan
profesional tidak jarang memainkan peran
penting dalam membangun peradaban manusia.
Metode penalaran yang digunakan oleh
matematikawan besar dunia dan hasil-hasil logika
mereka jauh lebih penting daripada budaya
manusia masa kini.

Matematika adalah 'alat' bagi para


pembuat peta, arsitek, navigator angkasa luar,
pembuat mesin, akuntan, dan lain-lain. Memang
betul bahwa akuntan yang bekerja dengan
masalah keuangan, astronom yang mengukur
jarak Bumi ke Mars, insinyur yang merancang
jembatan, fisikawan yang membuat plastik baru,
biasanya bukanlah matematikawan secara
langsung. Mereka ini menggunakan ide-ide
matematis yang telah ditemukan oleh
matematikawan. Matematikawanlah yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 7
8

berkewajiban menemukan matematika baru dan


ide-ide matematis baru.

Kemampuan matematikawan
memecahkan suatu persoalan sebagian tergantung
dari kepekaannya terhadap suatu pola. Apabila ia
menemukan suatu pola atau keteraturan baru, ia
menyelidikinya, dan berusaha untuk menemukan
makna, aturan, dan rumus yang akan menjelaskan
atau mendeskripsikan pola itu. Jadi untuk menjadi
matematikawan yang profesional, salah satunya,
harus dapat 'menikmati' keindahan suatu pola.
Segitiga Pascal adalah sebuah contoh bentuk
pola. Matematikawan Prancis Blaise Pascal
(1623-1662) menyelidiki bilangan-bilangan yang
diperoleh dari relasi matematis (𝑎 + 𝑏)𝑛 untuk
𝑛 = 0, 1, 2, 3, yang kini disebut "segitiga Pascal".

Matematikawan gemar bergulat dengan


ide-ide. Mereka bekerja utamanya dengan
pemikiran dan penalaran. Inilah jenis pekerjaan
yang dapat dilakukan sambil menunggu bis,
mendaki gunung, bahkan sambil mandi. Apakah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 8
9

pekerjaan itu dikerjakan di belakang meja atau di


laboratorium, tetan saja sangat menarik dan
penting untuk peradaban manusia.

A. Archimedes (287 - 212 SM)

Archimedes, matematikawan dan saintis


besar bangsa Yunani, adalah kawan-dekat (dalam
angan-angan) guru besar masa kini. Apabila ia
sedang memecahkan masalah, ia lupa akan
makan, istirahat, atau bersenang-senang. la dapat
duduk berjam-jam mengagumi gambar-gambar
bangun geometri yang digambarnya pada abu dan
merasuk ke dalam hatinya. Ketika perang
menerobos ke dalam kotanya, Syracuse, sebuah
koloni Yunani yang sekarang disebut Sisilia, ia
sedang mengagumi gambar-gambar bangun
geometri yang telah digambarnya di atas pasir.
Suatu bayang-bayang menutupi gambarnya,
ketika ia memprotes pengganggu pikirannya itu,
serdadu Romawi membunuhnya. Memang,
bangsa Romawi bukanlah bangsa pemimpi seperti
halnya bangsa Yunani, dan karena itu bangsa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 9
1
0

Romawi tidak berkontribusi apa pun dalam


matematika atau sains seperti yang diberikan oleh
bangsa Yunani.

Archimedes dikenal sebagai ilmuwan


yang banyak menemukan alat-ala mekanik.
Banyak di antara alat-alat itu adalah mesin
militer. la juga menemukan suatu prinsip (dalam
fisika) yang menyatakan bahwa objek-objek yang
dimasukkan ke dalam zat cair akan mendapat
tekanan ke atas dengan gaya yang sama besarnya
dengan berat zat cair yang didesaknya. Sejarah
mengatakan bahwa ia memikirkan suatu ide
ketika sedang mandi dan sekonyong-konyong
berlari untuk mengumumkan penemuannya
kepada sang raja tanpa mengenakan pakatannya
terlebih dahulu.

Dalam matematika, Archimedes dicatat


bagi penentuannya nilai bilangan 𝜋 (phi). Dengan
membandingkan lingkaran-lingkaran dengan
poligon (bangun segi-banyak) dengan menaikkan
hanyaknya sisi-sisi poligon, ia menghitung 𝜋

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 10
1
1

sedikit lebih dari 223/71 dan sedikit kurang dari


220/70 membuktikan banyak rumus untuk luas
dan volume bangun-bangun geometrik, yang ia
bandingkan dengan volume suatu tabung atau
suatu bola. Salah satu idenya serupa dengan
kalkulus yang ditemukan oleh Newton dan
Leibniz.

Archimedes dianggap telah mergatakan,


"Jika Anda memberiku pengungkit yang cukup
panjang, saya dapat menggerakkan dunia". Tetapi
sesungguhnyalah ia jauh lebih berjaya
"menggerakkan" dunia ke depan dalam
matematika dan sains daripada menggerakkannya
secara fisik.

B. Penalaran Dalam Matematika

Matematikawan sangat peduli terhadap


penggunaan imajinasi, intuisi, dan penalaran
untuk memperoleh ide-ide haru dan untuk
memecahkan persoalan-persoalan yang
problematik. Mereka menggemari ekspiorasi ide-
ide baru, mencoba memecahkan masalah dengan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 11
1
2

berbagai metode, dan mengangkapkan ide-ide itu


dengan cara yang jelas dan dengan bahasa yang
ringkas. Salah satu metode yang digunakan oleh
matematikawan untuk menemukan ide-ide baru
adalah melakukan eksperimen. Metode ini serupa
dengan apa yang dilakukan oleh ilmuwan lain di
laboratorium. Metode ini disebut metode
eksperimen, atau penalaran induktif. Marilah kita
lihat bagaimana metode eksperimen ini
digunakan dalam memecahkan persoalan.

"Sebuah roti berbentuk bulat, diiris


beberapa kali dengan menggunakan pisau
sedemikian rupa sehingga garis pengiris tidak
memotong garis pengiris yang telah ada lebih
dari dua kali. Berapakah banyaknya (maksimum)
potongan roti yang akan diperoleh?"

Anda dapat memecahkan persoalan ini


dengan metode eksperimen. Tentu saja Anda
tidak memerlukan roti. Cukup sejumlah keping
kertas berbentuk bulat - lingkaran. Anda dapat
melakukan pemotongan dengan menggambar

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 12
1
3

garis-garis. Mencatat tabel potongan yang terjadi


dalam daftar di bawah ini.

Banyaknya garis potong 0 1 2 3 4

5 ...

Banyaknya potongan 1 2 4 7 11

16 ...

Bertambahnya potongan 1 2 3 4 5

...

Anda periksa tabel itu baik-baik.


Bertambahnya potongan adalah: 1, 2,3, 4, 5, ...
Pola ini memungkinkan Anda meramal
banyaknya potongan. Dengan 6 garis potong akan
terdapat 22 potongan (yakni, 16 + 6). Dengan 7
garis potong akan terdapat 29 polongan (yakni,
22 + 7). Dan seterusnya.

Penalaran jenis ini, yakni membuat


kesimpulan umum setelah melihat atau

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 13
1
4

menperhatikan contoh-contoh khusus disebut


penalaran induktif.

Berikut ini eksperimen yang lain. Buatlah


beberapa bangun segitiga dari kertas. Buatlah
bentuknya bermacam-macam. Ambil satu
segitiga. Potong pojok-pojoknya. Letakkan
pojok-pojok itu sisi-menyisi. Apa yang Anda
lihat?

Eksperimen ini mengisyaratkan bahwa


jumlah sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.
Tetapi berapa pun banyak segitiga yang Anda
cobakan, saya tidak akan pernah yakin bahwa
jumlah sudut-sudut setiap segitiga adalah 180o.
Barangkali ada segitiga yang bentuknya aneh
tidak akan memberikan hasil seperti itu. Dengan
demikian sembarang kesimpulan yang ditarik dari
suatu eksperimen dikatakan barangkali benar.
Ide-ide yang ditemukan melalui metode induktif
eksperimen sering kali benar, tetapi tidak selalu
benar atau tidak perlu benar.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 14
1
5

Metode berikutnya yang banyak


digunakan dalam matematika adalah penalaran
deduktif. Perhatikanlah contoh berikut ini.
Gambarlah segi-6 konveks (cembung). Pilihlah
sebuah titik sudutnya. Banyaknya diagonal yang
dapat ditarik dari titik sudut ini ada 4 buah dan
banyaknya segitiga yang serbentuk juga 4 buah.
Jumlah semua sudut segitiga-segitiga yang terjadi
adalah sama dengan jumiah sudut-sudut segi-6
itu. Karena jumlah sudut- sudut sebuah segitiga
adalah 180o, maka jumlah sudut-sudut segi-6
adalah 4 × 180o= 720.

Marilah kita analisis penalaran ini. Kita


memulai dengan beberapa ide yang diasumsikan
atau dianggap benar atau terlebih dahulu telah
diketahui kebenarannya. Kemudian kita
menggunakan kekuatan penalaran untuk
memperoleh kesimpulan. Tidak ada eksperimen
apa pun yang kita lakukan. Dengan melakukan
asumsi tentang banyaknya segitiga dalam gambar
segienam konveks, kita peroleh kesimpulan
jumlah sudut-sudut segienal konveks. Metode

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 15
1
6

penalaran yang demikian disebut penalaran


deduktif. Dalam penalaran deduktif kita
memperoleh kesimpulan khusus dari asumsi-
asumsi yang lain. Tentu saja kebenaran
kesimpulan ini tergantung dari kebenaran asumsi-
asumsi awal.

Jadi, kita dapat yakin atas pasti bahwa


kesimpulan itu benar asalkan asumsi yang
mendasari (yakni, jumlah sudut-sudut suatu
segitiga 180) juga benar.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 16
1
7

BAB II

KEMESTIAN, PENGETAHUAN A
PRIORI, OBJEK DAN
OBJEKTIVITAS DALAM
MATEMATIKA, SERTA
HUBUNGAN ANTARA
MATEMATIKA DAN SAINS.

A. Kemestian dan Pengetahuan A Priori

Tinjauan perkembangan peradapan


manusia terutama dalam bidang bidang sains
menunjukan bahwa matematika terlibatkan dalam
banyak upaya umat manusia untuk memperoleh
pengetahuan. Ini menunjukkan bahwa
matematika, seperti juga sains, adalah bidang
yang mengupayakan pemerolehan pengetahuan.
Namun demikian, pernyataan pernyataan
matematis dasar tidak tampak memiliki sifat
kemungkinan seperti pernyataan pernyataan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 17
1
8

dalam sains. Misalnya, berdasarkan intuisi, tidak


mesti terdapat delapan planet dalam tata surya
kita, dan gravitasi tidak mesti mematuhi hukum
kuadrat kebalikan. Di sisi lain, pernyataan
pernyataan matematis seperti 3 + 6 = 9 seringkali
dipandang sebagai paradigm kebenaran yang
bersifat mesti, sehingga kita tidak bisa katakan itu
salah.

Para Ilmuwan sains mengakui bahwa


tesis tesis fundamental mereka mungkin saja
salah. Kerendahan hati ini didasari oleh sejarah
revolusi revolusi sains, di mana anggapan
anggapan yang telah lama dianut secara
mendalam ternyata pada akhirnya ditolak.
Apakah kerendahan hati seperti demikian dapat
berlaku bagi matematika? Dapatkah kita ragukan
bahwa prinsip induksi berkaku untuk bilangan
asli? Dapatkah kita ragukan bahwa 3 + 6 = 9?
Apakah pernah terjadi revolusi revolusi dalam
matematika sehingga anggapan anggapan yang
telah lama dianut akhirnya ditolak? Sebaliknya,
metodologi matematis tidak tampak probabilistic

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 18
1
9

seperti metodologi sains. Tidak seperti sains,


matematika berkembang melalui bukti. Suatu
bukti yang benar dapat mengeliminasi seluruh
keraguan reasional, tidak hanya semua keraguan
yang masuk akal. Suatu demontrasi atau bukti
matematis harus menunjukkan bahwa premis
premisnya secara logis menyimpulkan
konklusinya. Tidaklah mungkin premis
premisnya benar sedangkan konklusinya salah.

Pada setiap kasus, kebanyakan


cendikiawan setuju bahwa pernyataan pernyataan
matematis dasar memilki tingkat kepastian tinggi.
Lebih mutlaknya, bagaimana mungkin pernyataan
pernyataan matematis dasar salah? Bagaimana
mungkin semua itu diragukan oleh mahluk yang
berpikir, kecuali penganut skeptis yang
memandang bahwa segala sesuatu seharusnya
diragukan? Matematika tampak bersifat esensial
bagi tiap jenis penalaran. Jika, misalnya, sebagai
bagian dari suatu eksperimen berpikir filosofis,
kita meragukan matematika dasar, maka
bagaimana kemudian hendaknya kita berpikir?

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 19
2
0

Frasa” a priori” kurang lebih berarti


“sebelum pengalaman” atau “ tidak terikat oleh
pengalaman.” Suatu pernyataan didefinisikan
sebagai diketahui a priori jika pengetahuan itu
tidak didasarkan pada sebarang “ pengalaman atas
serangkaian khusus kejadian di dunia nyata” (
Blackburn, 1994: 21). Contoh contoh paling khas
dari pernyataan semacam ini barangkali adalah
pernyataan pernyataan dalam logika dan
matematika. Di sisi lain, suatu pernyataan
diketahui “ a Posteriori” atau “secara empiris”
jika ia tidak diketahui secara a priori. Suatu
peryataan yang benar adalah a posteriori jika ia
tidak dapat diketahui secara a priori – jika
pengalaman dengan dunia ( di luar apa yang
diperlukan untuk menangkap konsep konsep itu )
diperlukan untuk mengetahui pernyataan tersebut.

Untuk memahami hakikat matematikadan


mengikuti sejarahnya, tampaknya kita memang
perlu membahas sifat kemestian dan a prioritas
dari matematika, untuk selanjutnya memahami
bagaimana gagasan gagasan itu berlaku pada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 20
2
1

matematika. Namun demikian terdapat tensi


penting dalam pandangan yang dainggap sebagai
“ rute tradisional”di atas. Matematika bersifat
esensial bagi pendekatan sains terhadap dunia,
dan sains bersifat empirik, terlepas dari pengaruh
pengaruh rasionalisme. Jadi, bagaimana
pengetahuan a priori tentang kebenaran
kebenaran yang bersifat mesti ternyata menjadi
bagian penting dalam pengumpulan pengetahuan
yang bersifat empirik?

Di sisi lain, terdapat sebuah alternatif


pandangan, yang seringkali disebut pandangan
non – tradisional. Beberapa empiris
mengemukakan bahwa prinsip prinsipmetematis
tidak bersifat mesti atau diketahui a priori,
barangkali karena selayaknya tidak ada
pernyataan mana pun mendapat posisi yang
istimewa seperti itu. Namun demikian, sebagai
konsekuensinya, para penganut pandangan ini
memikul beban pertanyaan mengapa tampak
bahwa matematika adalah mesti dan apriori. Kita
tidak dapat mengabaikan begitu saja anggapan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 21
2
2

yang telah sedemikian lama bertahan tentang


status istimewa dari matematika. Maksudnya,
seandainya pun anggapan – anggapan tradisional
tentang matematika keliru, tetapi tentu ada
sesuatu tentang matematika yang telah membuat
sedemikian banyak orang yakin bahwa ia bersifat
mesti dan dapat diketahui secara a priori.

B. Objek dan Objektivitas Dalam

Matematika

Saat kita mengkaji hakikat matematika,


kita dihadapkan pada beraneka ragam perkara.
Misalnya, tentang apakah matematika itu?
Bagaimana matematika diperoleh? Bagaimana
kita mengetahui matematika? Apakah metodologi
dari matematika, dan sejauh mana metodologi itu
reliabel? Apakah arti dari pernyataan pernyataan
Matematis? Apakah kita memiliki kosepsi yang
tetap dan tidak ambigutentang konsep konsep dan
ide ide matematis yang pokok? Apakah
kebenaran matematis bersifat bivalen, dalam arti
bahwa setiap kalimat matematis yang telah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 22
2
3

tersusun baik dan tidak ambigu adalah tetap benar


atau tetap salah? Apakah logika yang tepat bagi
matematika? Sejauh mana prinsip prinsip
matematika bersifat objektif dan tidak terikat oleh
pikiran, Bahasa dan struktur social dari para
matematikawan? Apakah setiap kebenaran
matematis dapat diketahui? Apakah hubungan
antara matematika dan sains yang menjadikan
metematika mungkin diaplikasikan dalam sains?

1. Objek

Wacana matematis menunjuk pada jenis


jenis obyek yang istimewa, seperti bilangan, titik,
fungsi, dan himpunan. Perhatikan sebuah teorema
kuno bahwa untuk setiap bilangan asli n, terdapat
suatu bilangan prima 𝑚 > 𝑛. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat bilangan prima
terbesar, sedemikian hingga terdapat bilangan
prima dalam jumlah tak hingga.setidaknya di
permukaan, teorema ini tampak berkaitan dengan
bilangan bilangan. Namun demikian, apakah
semua ini? Apakah kita hendaknya menerima

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 23
2
4

Bahasa matematis begitu saja dan menyimpulkan


bahwa bilangan, titik, fungsi, dan himpunan
memang ada? Jika itu semua ada, apakah mereka
lepas dari matematikawan, pikirannya, Bahasa
dan sebagainya? Definisikan realisme dalam
ontologi sebagai pandangan bahwa sekurang
kurangnya beberapa objek matematis ada secara
objektif, tidak terikat pada matematikawan.

Realisme dalam ontologi berlawanan


dengan pandangan pandangan seperti idealism
dan nominalisme. Seorang idealis menerima
objek objek matematis ada, tetapi objek objek itu
tergantung pada pikiran manusia. Dia
menganggap bahwa objek objek adalah konstruk
yang timbul dari aktivitas mental masing masing
matematikawan. Ini suatu idealism subjektif. Para
idealis lain memandang objek objek matematis
sebagai bagian dari susunan mental yang dimiliki
seluruh manusia. Ini adalah idealisme
intersubjektif. Semua penganut idealism meyakini
kontra – fakta bahwa jika tidak ada pikiran,maka
tidak akan ada objek objek matematis. Para

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 24
2
5

idealis realis ontologis menyangkal kontra -fakta


tersebut, menegaskan bahwa objek objek
matematis bersifat lepas atau independent dari
pikiran.

Nominalisme suatu sangkalan lebih


radikal terhadap objektif dari objek objek
matematis. Salah satu versinya memandang objek
objek matematis hanya merupakan konstruksi
konstruksi linguistik. Beberapa nominalis lain
menolak pembedaan terkait objek objek
matematis ini, dengan pandangan bahwa bilangan
Sembilan, misalnya, hanyalah angka “ 9 “ ( atau
Sembilan, IX, dsb ). Ini adalah suatu variasi
nominalisme lebih tradisional yang terkait dengan
“ universal-universal, “ seperti warna dan bentuk.
Saat ini para skeptik lebih cenderung meyangkal
eksistensi objek - objek matematis daripada
mengkonstruksi objek objek itu dari Bahasa.
Nihilisme matematis ini disebut juga “
Nominalisme “.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 25
2
6

Versi-versi umum dari realisme dalam


ontology menjelaskankemestian dari matematika:
JIka bidang kajian dari matematika adalah
sebagaimana yang dikatakan para realis, maka
kebenaran kebenaran matematika tidak terikat
oleh apapun yang mungkin tentang semesta fisik
dan apapun yang mungkin tentang pikiran
manusia, komunitas para matematikawan, dan
sebagainya. Bagaimana tentang pengetahuan a
priori? Keterkaitan dengan plato menyiratkan
eksistensi keterhbungan kuasi-mistis antara
manusia dengan real matematis yang abstrak dan
terpisah. Kemampuan ini, kadang disebut “ intuisi
matematis”, dianggapkan menuju ke pengetahuan
pernyataan pernyataan maatematis dasar,
misalnya aksioma – aksioma dari beragam teori.
Namun demikian, intuisi matematis ini ditolak
oleh penganut naturalisme yang berpandangan
bahwa sebarang kemampuan epistemic harus
tunduk kepada kajian ilmiah yang lazim dalam
sains. Dengan penolakan terhadap hubungan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 26
2
7

kuasi-mistis, seorang realis ontologis tersudutkan


oleh misteri epistemik yang dalam.

Jika objek matematis adalah bagian dari


suatu real matematis yang bersifat lepas,abadi,
dan akausal, maka bagaimana mungkin manusia
memperoleh pengetahuan pengetahuan tentang
objek objek tersebut? Jika ada seorang realis yang
juga nominalis, maka tantangan baginya adalah
menunjukan bagaimana mahluk fisik disemesta
fisik dapat mengetahui tentang objek objek
abstrak seperti bilangan, titik dan himpunan.

Di sisi lain, hadir pandangan pandangan


dari anti realisme. Jika bilangan, misalnya, adalah
kreasi dari berpikir manusia dan inheren dalam
pikiran manusia, seperti dikemukakan oleh para
idealis, maka pengetahuan matematis dari
beberapa segi merupakan pengetahuan kebenaran
matematis akan bersifat mesti sepanjang bahwa
struktur pikiran manusia juga bersifat mesti. Pada
pandangan pandangan seperti ini, persoalannya
adalahmenyelesaikan gambaran yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 27
2
8

dianggapkan tentang objek objek meteamtis


dengan realm utuh metematika sebagaimana ia
dipraktikan.

Jika objek objek dikonstruksi dari item


item linguistic, maka pengetahuan matematis
adalah pengetahuan Bahasa. Tidaklah jelas apa
jadinya tesis tesis bahwa kebenaran matematis
bersifat mesti dan diketahui a priori. Itu kan
bergantung pada pandangan pandangan
noinalisme tentang Bahasa. Pengetahuan
matematis tentang a priori diketahui sepanjang
bahwa pengetahuan kirta tentang Bahasa adalah a
priori. Sekali lagi, masalah utamanya adalah
menyelaraskan pandangan itu dengan cakupan
utuh matematika. Akhirnya, jika tidak terdpat
objek objek matematis,seperti beberapa nominalis
katakana, maka pernyataan pernyataan matematis
hendaknya ditafsirkan tanpa melibatkan referensi
ke objek objek matematis, atau, alternatifnya,
seorang nominalis harus memandang bahwa
pernyataan pernyataan matematis salah secara
sistematis ( dan, dengan begitu, tidak mesti ) atau

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 28
2
9

kosong. Sama halnya seoranhg nominalis harus


menafsirkan pengetahuan matematis dalam kaitan
selain pengetahuan objek objek matematis, atau
jika tidak demikian, mengargumentasikan bahwa
sama sekali tidak ada pengetahuan matematis (
sehingga tidak ada pengetahuan matematis a
priori ).

2. Kebenaran

Untuk memahami hakikat matematika,


kita pun hendaknya mencermati Bahasa dari
matematika. Apakah arti dari pernyataan
pernyataan matematis? Apakah bentuk logis dari
pernyataan pernyataan itu? Apakah semantik
terbaik untuk Bahasa matematis? Goerge Kreisel
seringkali dipandang sebagai pelopor pergeseran
focus dari eksistensi objek objek matematis ke
objektivitas dalam wacana matematis.
Selanjutnya, definisikan realisme dalam nilai
kebenaran sebagai pandangan bahwa pernyataan
pernyataan matematis memiliki nilai nilai
kebenaran objektif yang lepas dari pikiran,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 29
3
0

Bahasa, konvensi, dan sebagainya dari


matematikawan.

Oposisi dari pandangan di atas adalah


anti – realisme dalam nilai kebenaran, suatu tesis
bahwa jika pernyataan pernyataan matematis
memang memiliki nilai nilai kebenaran, maka
nilai nilai kebenaran itu terikat pada
matematikawan. Sebuah vaersi anti – realisme
kebenaran yaitu bahwa pernyataan pernyataan
yang tidak ambigu memperoleh nilai nilai
kebenaran berdasarkan pikiran manusia atau
berdasarkan aktivitas mental manusia yang
sebenarnya atau yang mungkin. Pada pandangan
ini, kita menjadikan beberapa pernyataan sabagai
benar atau salah, dalam arti bahwa struktur
pikiran manusia bagaimanapun mengatur
kebenaran matematis. Ini adalah suatu idealisme
dalam nilai kebenaran. Namun demikian,
pandangan ini tidak menyimpulkan bahwa kita
memutuskan apakah suatu pernyataan tertentu
sebagai benar atau salah.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 30
3
1

Bagian dari apa yang menjadikan


pernyataan pernyataan matematis itu objektif
adalah kemungkinan bahwa kebenaran dari
beberapa pernyataan berada di luar kemampuan
manusia untuk mengetahuinya. Artinya, para
realis dalam menilai kebenaran menerima
kemungkinan adanya kebenaran matematis yang
tidak dapat diketahui. Berdasarkan pandangan ini,
kebenaran adalah suatu hal, dan ke- dapat-
diketahui-an adalah suatu hal lainnya. Di sisi lain,
seorang anti realis nilai kebenaranberpandangan
bahwa semua kebenaran matematis dapat
diketahui. Jika, dalam suatu segi, penyataan
pernyataan matematis mendapatkan nilai
kebenaran berdasarkan pikiran, maka akan masuk
akal untuk diyakini bahwa tidak ada kebenaran
matematis yang berada diluar kemampuan
manusiauntuk mengetahuinya : untuk sebarang
pernyataan matematis ∅, jika ∅ benar maka, pada
prinsipnya, ∅ dapat diketahui.

Terdapat pula pandangan dalam segi


semantik. Seorfang realis dalam nilai kebenaran

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 31
3
2

memandang bahwa Bahasa metematis bersifat


bivalen, dalam arti bahwa tiap pernyataan yang
tidak ambigu, adalah tetap benar atau tetap salah.
Namun demikian, banyak anti realis yang
meragukan bivalensi, mengargumentasikan
bahwa pikiran dan / atau dunia itu mungkin
menentukan, dari setiap pernyataan matematis
yang tidak ambigu, apakah pernyatan itu benar
atau salah. Beberapa anti realis berpandangan
bahwa logika klasik harus digantikan oleh logika
intuisionistik, yang selanjutnya mengarah kepada
tuntutan revisi revisidalam matematika yang
didasarkan pada filsafat.

Suatu versi anti realisme dalam menilai


kebenaran yang lebih radikal memandang bahwa
pernyataan pernyataan matematis sama sekali
tidak memiliki nilai kebenaran ( yang bersifat
tidak trivial, tidak kosong ). Dengan demikian,
tidak pula terdapat pengetahuan matematis,
sepanjang kita setuju bahwa “ ∅ “ diketahui
“menyimpulkan “ ∅ “ adalah benar. Jika seorang
anti realis yang menganut pandangan demikian

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 32
3
3

tidak ingin menimbulkan kekeliruan dan


kebingungan besar dalam keseluruhan komunitas
matematika dan sains, maka dia harus
menjelaskan apa yang dipandang sebagai
pengetahuan matematis.

Terdapat suatu aliansi yang kuat antara


realisme dalam nilai kebenaran dan realisme
dalam ontology. Seorang realis nilai kebenaran
lebih lanjut menyatakan bahwa beberapa
pernyataan adalah benar secara objektif –
independent dari para matematikawan. Tesis
ontologis bahwa bilangan bilangan ada secara
objektif mungkin tidak ditarik secara langsung
dari tesis semantic realisme nilai kebenaran.
Barangkali terdapat kebenaran kebenaran objektif
tentang entitas entitas yang tidak terikat pada
pikiran. Namun demikian, eksistensi objektif dari
objek objek matematis sekurang kurangnya
diisyaratkan oleh kebenaran objektif dari
pernyataan pernyataan matematis. Perspektif ini
mengikhtisarkan sebagian dari dilemma yang
diajukan dalam artikel “ Mathematical Thruth “

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 33
3
4

oleh Paul Benacherraf ( 1973 ), sebuah tulisan


yang terus mendominasi diskusi masa kini dalam
filsafat matematika.

3. Hubungan Antara Matematika Dan Sains

Matematika dalam beragam bentuknya


sangat penting bagi dunia dewasa ini ( emski ini
mungkin tidak tampak dengan jelas bagi sebagian
pihak luar ). Terlepas dari otonomi dasarnya,
upaya pengembangan matematika lebih lanjut
pada dua dekade terakhir telah terkait erat dengan
kemajuan berbagai bidang sains. Ini tampak
dengan memperhatikan aplikabilitas dari beragam
area matematika, selain sejarah matematika dan
pendidikan matematika.

Misalnya, teori peluang dan statistika


matematis, fisika matematis, metode numerik dan
perhitungan, aspek aspek matematis sains
computer, aplikasi aplikasi matematika pada sains
sains non fisika berkaitan erat dengan bearneka
ragam bidang sains dan teknologi. Selain itu
terdapat bidang bidang matematis yang berkaitan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 34
3
5

langsung dengan praktik pada teori dan praktik


dalam sains sains alam, misalnya geometri,
topologi, geometri aljabar, analisis kompleks,
grup Lie, dan representasinya, analisis real, dan
analisis fungsi, persamaan turunan parsial, serta
persamaan turunan biasa dan system dinamis.
Akhirnya, logika dan fondasi fondasi matematis,
aljabar, teori bilangan, serta matematika diskrit,
dan kombinatorik, semuanya memiliki hubungan
sangat penting dengan sains komputer.

Namun demikian, interaksi interaksi


anatara matematika dan sains bersifat ekstensif,
jauh lebih dari sekedar beberapa cabang yang
kadang kadang disebut “ matematika terapan “.
Jalan jalan yang kaya dan beraneka ragam saling
menghubungkan matematika dan sains.
Sebagaimana dikatakan oleh Nicolas Goodman (
1979 : 550 ), “ sebagian besar cabang matematika
secara sangat langsung menerangi bagian dari
alam. Geometri terkait dengan ruang. Teori
peluang mengajari kita tentang proses proses
acak. Teori grup menjelaskan simetri. Logika

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 35
3
6

mendeskripsikan inferensi rasional. Banyak


bagian dari analisis diciptakan untuk mempelajari
proses proses tertentu dan masih mutlak
diperlukan untuk studi proses proses tersebut…ini
adalah suatu realitas praktis bahwa teorema
teorema terbaik kita memberikan keterangan
tentang dunia konkret.”

Berdasarkan hal diatas, kita melihat


adanya hubungan antara matematika dan wacana
lain termasuk wacana sains dan wacana biasa.
Dengan memperhatikan interaksi interaksi
intensif ini, kita dapat mulai dengan hipotesis
bahwa terdapat hubungan antara bidang kajian
matematika ( apapun itu ) dan bidang kajian sains
( apapun itu ), dan bahwa bukanlah suatu
kebetulan bahwa matematika berlaku pada
realitas materi.

Terdapat indikasi bahwa sebagian besar


kerja teoritis dan praktis dalam sains adalah
mengkontruksi dan mengungkap model model
matematis bagi fenomena fisika. Banyak

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 36
3
7

persoalan dalam bidang sains dan teknik


merupakan tugas tugas untuk menemukan
persamaan turunan, rumus, atau fungsi yang
berkaitan dengan suatu kelas fenomena. “
penjelasan “ dari suatu peristiwa fisika seringkali
menjadi tidak lebih dari suatu deskripsi
matematis dari peristiwa fisika? Jelaslah, suatu
struktur, deskripsi, model, atau teori matematis
tidak dapat berperan sebagai penjelasan bagi
peristiwa non matematis tanpa suatu penjelasan
tentang hubungan antara matematika itu sendiri
dan realitas dalam sains. Tanpa adanya penjelasan
semacam itu, bagaimana penjelasan penjelasan
dalam matematika / sains dapat meniadakan
setiap kekaburan – terutama jika ketidakjelasan
baru yang lebih menyulitkan dikemukakan.

Kita sedikitnya memiliki dua pertanyaan :


Bagaimana matematika diterapkan dalam
penjelasan dan deskripsi sains? Apakah
penjelasan ( filosofis ) untuk aplikabilitas
matematika pada sains? Kita menerapkan konsep
konsep matematis – misalnya, bilangan, fungsi,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 37
3
8

integral, ruang Hilbert – dalam mendeskripsikan


fenomena non matematis. Kita pun menerapkan
teorema teorema matematika dalam menentukan
fakta fakta tentang dunia dan bagaimana dia
bekerja.

Mark Steiner ( 1995 ) menggolong


masalah masalah filosofis yang masuk ke dalam
rubrik “ menerapkan matematika “. Salah satu
kelompok masalah itu terkait dengan masalah
semantic. Persoalannya adalah manemukan suatu
interpretasi Bahasa yang meliputi konteks
konteks” murni “ dan “ campuran, “ sedemikian
hingga bukti bukti dalam matematika dapat
digunakan secara langsung dalam konteks
konteks sains. Kelompok masalah yang kedua
bersifat metafisik. Bagaimana objek objek
matematis ( Jika ada ) berelasi dengan dunia fisik,
sedemikian hingga aplikasi aplikasi menjadi
mungkin? Pada sudut pandang realisme ontologis
yang lazim, misalnya matematika adalah tentang
suatu realm objek objek abstrak yang lembam
secara kasual. Pada kedua kasus tersebut,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 38
3
9

bagaimana hal hal seperti itu memberitahu kita


tentang bagaimana dunia fisik bekerja?
Kelompok ketiga terkait dengan perkara mengapa
konsep konsep dan formalisme formalisme
tertentu dari matematika seringkali berguna
dalam mendeskripsikan realitas empiric. Apakah
tentang dunia fisik yang menjadikan aritmatik
sedemikian aplikabel? Apakah tentang dunia fisik
yang menjadikan teori grup dan ruang ruang
Hilbert sedemikian sentral dalam
mendiskripsikannya? Steiner menyebutkan bahwa
kita sungguh memiliki masalah yang berbeda
untuk tiap konsep terapan, sehingga kita
sebaiknya tidak mengharapkan solusi yang
seragam.

Masalah masalah itu terjadi pada


beberapa tingkatan. Pertama, seseorang mungkin
bertanya bagaimana suatu fakta matematis
tertentu dapat berperan sebagai penjelasan bagi
peristiwa non matematis tertentu. Bagaimana
suatu fakta matematis menjadikan suatu peristiwa
fisika terpahami? Pada kasus ini, jawaban yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 39
4
0

memadai memuat suatu deskripsi terperinci


tentang teori sains yang relevan yang mengaitkan
suatu kelas fungsi fungsi tertentu dengan suatu
kelas fenomena fisika tertentu.

Ludwig Wittgenstein menuliskan bahwa


semua penjelasan pastilah “ habis” pada suatu
titik, di mana keingintahuan kita terpenuhi atau
kita menyadari bahwa kita harus berhenti
bertanya lebih jauh, tetapi barangkali kita belum
mencapai titik tersebut. Kita mungkin bertanya
tanya apakah hubungan antara suatu kelas objek
objek matematis, misalnya funsi fungsi bernilai
real, dengan fenomena fisik. Ini membawa kajian
kita ke tingkatan lainnya. Kita sekarang
mempertanyakan relevansi suatu teori matematis /
sains tertentu secara keseluruhan. Mengapa teori
itu bekerja? Salah satu jawaban yang mungkin
adalah dengan menyebutkan bahwa penggunaan
penggunaan matematika yang serupa berperan
penting dalam metodologi sains. Jika pertanyaan
berlanjut, kita dapat mengemukakan keberhasilan
metodologi ini dalam memprediksi dan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 40
4
1

mengontrol dunia. Tetapi, jika kita belum


mencapai titik habis dari Wittgenstein tadi, maka
terdapat tingkatan ketiga dalam kajian ini.
Bagaimana tentang keseluruhan upaya matematis/
sians, atau sedikitnya tentang bagian bagian “
matematis “ dari upaya itu? Mengapa matematika
esensial bagi sains? Apakah perannya? Penjelasan
tentang ini merupakan bidang sah dari fislafat.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 41
4
2

BAB III

FILSAFAT MATEMATIKA DAN


FILSAFAT PENDIDIKAN
MATEMATIKA

A. Filsafat Matematika

Sejak millennium ke- 5 dan ke- 3


Sebelum Masehi (SM) matematika telah dikenal
di Mesir dan Babilonia kuno sebagai suatu alat
batu memecahkan berbagai persoalan non-fisik
maupun berbagai persoalan praktis. Misalnya,
bajir tahunan di lembah Nil memaksa orang-
orang Mesir kuno mengembangkan suatu rumus

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 42
4
3

atau formula yang membantu mereka menetapkan


dan menentukan kembali batas-batas tanah
mereka (ingat: mengukur bumi = geometri).
Rumus-rumus matematika juga digunakan untuk
membantu konstruksi, penyusunan kalender, dan
perhitungan dalam perniagaan. Akan tetapi,
matematika sebagai ilmu, baru dikembangkan
oleh filsuf Yunani sekitar lima ribu tahun
kemudian. Filsuf-filsuf besar Yunani yang
mengembagkan matematika ialah Pytagoras, dan
Plato, meskipun secara umum dapat dikatakan
semua filsuf Yunani kuno bukan hanya
menguasai matematiaka, melainkan juga ikut
mengembangkannya.

Bagi Pytagoras, matematika adalah yang


sangat penting untuk memahami filsafat. Iapun
menemukan kenyataan yang menunjukan bahwa
fenomena yang berbeda dapat menun jukan sifat-
sifat matematis yang identik. Karena itu, ia
menyimpulkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat
dilambangka ke dalam bilangan dan dalam
keterhubungan angka-angka. Semboyan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 43
4
4

Pytagoras yang sangat terkenal adalah panta


aritmos yang berarti segala sesuatu adalah
bilangan (kebenaran asersi ini akan dibahas dalam
modul selanjutnya).

Plato berpendapat bahwa geometri adalah


kunci untuk meraih pengetahuan dan kebenaran
filsafat. Menurut Plato, ada satu “dunia” yang
disebutnya “dunia ide”, yang dirancang secara
matematis. Segaala sesuatu yang dapat dipahami
lewat indera, hanyalah suatu representasi tidak
sempurna dari “dunia ide” tersebut.

Prinsip pertama dan utama dalam


matematika saat ini adalah abstraksi, karena bagi
para filsuf Yunani yang mengembagkan
matematika, kebenaran pada hakikatnya haya
bersangkut paut dengan suatu entitas permanen
serta suatu keterhubungan dan pertalian yang
tidak berubah-ubah. Dengan demikian, jelas sejak
semual matematika buka haya merupakan alat
bagi pemahaman filsafat, tetapi juga merupakan
bagian dari pemikiran filsafat itu sendiri.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 44
4
5

Sejak matematika utamanya


bersangkutan dengan menunjukan struktur dan
fungsi teori matematika, ia kelihatannya menjadi
bebas dari asumsi-asumsi spekulatif. Bahkan ini
dapat membimbangkan apakah otonomi demikian
secara prinsip mungkin? Apakah bukan telah
dibatasi oleh pemiliha alat-alat konseptual atau
terminologi yang terkait dengan persoalan bidang
studi? Atau sesungguhnya oleh jenis persoalan
yang dipandang penting Kenyataannya sebegitu
jauh semua filsafat matematika secara eksplisit
telah dikembangkan didalam jaringan sistem
filsafat yang lebih dalam atau telah diserap oleh
semangat ilmu yang tidak terformulasikan.

Dugaan filsafat umum demikian


menunjukan dirinya dengfa jelas apabila
eksponen dalam filsafat matematika buka isi yang
harus diperhatikan untuk menggambarkan teori-
teori matematis yang sesungguhnya dimiliki. Aka
tetapi menjaga aga semua teori matematis
seharusnya miliknya, atau mengasersikan teori

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 45
4
6

yang semuanya “baik” atau “kebenaran yang


dapat dipahami” yang sungguh dimilikinya.

1. Pandangan Plato

Bagi Plato, yang penting, bahkan yang


terpenting, adalah tugas akal budi untuk
membedakan tampilan (penampakan) dai realita
(kenyataan yang sebenar-benarnya). Tugas
demikian bukan saja diperlukan oleh para
ilmuwan dan filsuf, tetapi juga oleh manusia pada
umumnya. Lebih khusus, para pejabat
pemerintahan, yang harus mencari sarangnya di
dunia tampilan dan harus memahami
permasalahan senyatanya. Apa yang dapat
dilakukan, dan yang sehausnya dilakukan, agar
menjadi pemimpin, praktis atau teoritis, di dunia
tampilan, yang selalu berubah, anda harus tahu
realita, yang tidak pernah berubah. Hanya dengan
begitulah kita dapat memahami dan mengatur
dunia tampilan disekitar kita

Derivatif dari bidang filsafat umum yang


tinggi dan kering ini ke filsafat Plato tentang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 46
4
7

matematika terapan murni, yakni perbedaan


antara tampilan dan realita menjadi lebih jelas.
Plato melihat bahwa orang biasanya membedakan
antara apa yang tampak dan apa yang realitanya
tanpa keraguan. Pertimbangan mereka semacam
criteria yangkurang jelas. Maka anda memerlukan
objek real yang keberadaannya kira-kira bebas
dari persepsi anda dan cara bagaimana anda
menagkapnya. Karena itu objek harus memiliki
suatu derajat permanen. Kemudian dapat
didefinisikan dengan derajat ketepatan tertentu,
dan sebagainya. Realitas entitas absolut ini
disebut “dunia ide” atau “bagun ide”, menjadi
permanen, abadi, dan bebas dari persepsi. Dunia
ide bukan hanya model ideal dari obvjek fisik
saja akan tetapi juga termasuk kejadian-kejadian.

Menurut Plato, ketetapan, abadi atau


permanen, bebas untuk dipahami haruslah
merupakan karakteristik pernyataan-pernyataan
matematika. Dan pandangannya bahwa bilangan-
bilangan, entitas geometri dan relasi antara

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 47
4
8

entitas-entitas itu objektif, atau paling tidak saling


terkait dan eksistensinya masuk akal.

Plato yakin bahwa terdapat objek-objek


yang permanen, tertentu, bebas dari fikir seperti
yang Anda sebut “satu”, “dua”, “tiga”, dan
sebagainya, yaitu Bangun Aritmatika. Hal yang
sama untuk objek-objek “titik”, “garis”,
“lingkaran” dan sebagainya yakni Bangun
Geometri.

Jadi terdapat dunia ide, permanen,


tertentu, yang berlainan dengan dunia cita rasa.
Dunia ide dipahami tidak dengan cita rasa, tetapi
dengan nalar. Bangun aritmetika dan geometri
telah menjadi isi bidang studi matematika.

Bagi Plato matematika murni (pada


masanya adalah aritmetika dan geometri Euclid)
mendeskrifsikan bangun matematis dan realisasi
diantara mereka. matematika terapan melukiskan
objek-objek empiris beserta relasi-relasinya.
Menurut Plato, matematika bukanlah idealisasi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 48
4
9

aspek-aspek tertentu di dunia empiris akan tetapi


sebagai deskripsi dari bagian realitanya.

2. Pandangan Aristoteles

Filsafat matematika Aristetoles sebagian


dikembangkan dari oposisinya terhadap Plato
(gurunya) dan sebagian lagi bebas dari ajaran
Plato. Ia menolak pembedaan Plato antara dunia
ide yang disebutnya realita kebenaran, dan bahwa
pengalaman cita rasa dikataka hanya sebagai
pendekatan (aproksimasi) dari dunia ide. Bagi
Aristoteles bagun atau asensi sebarang objek
empiris, misalnya piring, membagun sebagainya
seperti halnya pada materinya. Dalam
menyatakan bahwa anda melihat piring bulat, kita
harus tidak menyimpulkan bahwa piring adalah
apoksrimasi bulat dari bangun lingkaran.

Aristoteles membedakan dengan tajam


antara kemungkinan mengabstraksi bulatan denga
karakteristik matematis yang lain dan objek-
obkek dan kebebasan keberadaannya dari
karakteristik atau contoh-contohnya, yakni

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 49
5
0

lingkaran. Ia sering kali menekankan bahwa


kemungkinan mengabstraksikan tidak berarti
memerlukan kebebasan keberadaa yang
diabstraksikan. Bidang studi matematika adalah
hasil dari abstraksi matematis yang ia sebut
“objek matematis”.

Pandangan Aristoteles tentang hubungan


matematika murni dan terapan juga menjadi agak
jelas. Pernyataan-pernyataan dalam matematika
terapan harus mendekati pernyataan-pernyataan
dalam matematika murni.

Aristoteles juga banyak mencurahkan


perhatiaanya pada struktur keseluruhan teori
dalam matematika. Ia membedakan dengan jelas
antara:

a. Prinsip-prinsip yang berlaku bagi semua sains


(dalam bahasa sekarang prinsip-prinsip logika
formal ang diduga berlaku dalam
pengembangan formulasi dan deduksi
sebarang sains).

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 50
5
1

b. Prinsip khusus yang dianggap benar oleh


matematikawan terhalang didalam
demonstrasi teori-teori,
c. Definisi-definisi yang tidak mengasumsikan
apakah yang didefinisikan itu ada, dan
d. Hipotesis keberadaan, yang mengasumsikan
bahwa apa yang didefinisikan itu ada.
Hipotesis keberadaan ini dalam matematika
murni tidak diperlukan.
3. Filsafat Matematika Leibniz

Gottfried Wilhelm Leibniz adalah


matematkawan, filsuf, dan fsikawan. Ia banyak
menyerupai Plato dan Aeistoteles. Denga yang
terakhir adalah sejajar dalam hal doktrin
metafisis, yang menyebutkan bahwa setiap
proposisi dapat direduksi kedalam bentuk subjek-
predikat. Leibniz mengambil posisi lebih radikal,
bahwa predikat sebarang proposisi “termuat”
didalam subjek, parallel dengan doktriin metafisis
yang terkenal bahwa dunia terdiri dari su bjek

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 51
5
2

yang self-contained (substansi atau monand yang


tidak berinteraksi).

Dalam bukunya Monandology, yang


ditulis dua tahun sebelum kematiaannya, ia
memberikan sinopsis filsafatnya sebagai
berikut:”terdapatlah juga dua macam kebenaran,
yaitu kebenaran penalaran dan kenenaran
kenyataan (fakta). Kebenaran penalaran adalah
perlu dan lawannya adalah tidak mungkin,
kebenaran kenyataan adalah kebetulan dan
lawannya mungkin. Apabila suatu kebenaran
adalah perlu, alasannya dapat dicari dengan
melalui analisis, menguraikannya kedalam ide-ide
kebenaran yang lebih sederhana. Dengan
demikian, kebenaran penalaran, mendasarkan
pada “prinsip kontradiksi”, yang diambilnya
untuk mengkover prinsip identitas dan prinsip
tolak-tengah. Bukan hanya ideology trivial, tetapi
semua aksioma, postulat, definisi, dan teorema
matematika, adalah kebenaran penalaran, dengan
kata lain, semuanya itu adalah proposisi yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 52
5
3

identik yang sebaliknya adealah suatu pernyataan


kontradiksi.

Leibniz setuju dengan Aristoteles, bahwa


setiap proposisi didalam analisis terakhir
berbentuk subjek-prediakat. Ia juga percaya
bahwa subjek “memuat” predikat. Dengan
demikian, menurutnya, harus benar untuk
kebenaran penalaran apa pun. Dalam arti
bagaimanakah kebenaran kenyataan (misalnya
kebenaran bolpoin anda berwarna hitam)
dipandang sebagai subjek yang memuat
predikatnya sagat tidak jelas. Sebenarnyalah
untuk menjelaskan asersi bahwa subjek dari
kebenaran kenyataan memuat predikatnya,
Leibniz harus membawa Tuhan dan
ketakhinggaan. Reduksi kebenaran/kebetulan,
yang akan menununjukan predikatnya termuat
dalam subjeknya, hanya mungkin bagi Tuhan.
Leibniz menjelaskan persoalan ini dengan
mengatakan bahwa, seperti dalam kasus pecahan
bentuk akar, “reduksi melibatkan proses
takhongga bahkan mendekati ukuran umum

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 53
5
4

sehingga tertentu tetapi harus diperoleh deretan


tak berakhir, demikian pulalah kebenaran-
kebetulan memerlukan analisis takhingga, yang
haya Tuhan yang mampu menyelesaikannya.

Konsepsi Leibniz tentag bidang studi


matematika murni sangat berbeda dengan
pandangan Plato dan Aristoteles. Bagi Plato,
proposisi matematis adalah serupa proposisi logis
dan bahwa proposisi ini bukan objek tertentu
yang permaen atau idealisasi hasil abstraksi
objek-objek atau sebarang jenis obyek. Proposisi-
proposisi itu benar karena penolakannya menjadi
rtidak mungkin secara logis. Anda boleh
mengatakan bahwa proposisi-proposisi adalah
perlu benar untuk semua oibjek, semua kejadian
yang mungkin, atau menggunakan phrase
Leibniz, dalam semua dunia yang mungkin

4. Beberapa Pandangan Kant

Sistem filsafat Kant dikembangkan


dibawah pengaruh filsafat raionali Yang
diwakili oleh Leibniz dan filsafat empiris yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 54
5
5

diwakili oleh Hume dan dengan kesadaraannya


berlawanan dengan keduanya Hume dan Leibniz
membagi semua proposisi ke dalam kelas yang
eksklusif.yakni, proposisi yang analisis dan
factual. Kedua filsuf memandanng proposisi
matematis sebagai analisis. Bagaimanapun Hume
dan Leibniz sangat berbeda dalam hal proposisi
faktual. Hume tidak bicara banyak tentang
matematika murni. Dengan demikian polemic
Kant ditujukan kepada Leibniz.

Kant membagi proposisi ke dalam 3


kelas. Pertama proposisi analisis, seperti Leibniz
(yakni, proposisi yang negasinya kontradiksi).
Proposisi non analisis disebutnya proposisi
sintesis. Kant membedakannya menjadi dua kels
yakni, empiris atau apostteori, dan yang non
empiris ataun a priori.

Proposisi sintesis a postteori tergantung


pada persepsi indera. Dalam sebarang proposisi a
priori, jika benar, harus melakukan persepsi
indera yangf mungkin (bolpoin saya hitam), atau

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 55
5
6

secara logis berimplikasi pendeskripsian persepsi


indera (semua burung gaggak adalah hitam).
Sebaliknya proposisi sintesis apriori tidak
tergantung pada persepsi indrawi. Proposisi-
proposisi demikian perlu dalam arti bahwa
sebarang proposisi di dunia fisik, mereka ini juga
harus benar. Dengan kata lain, proposisi sintesis a
priori adalah syarat perlu bagi kemungkinan
pengalaman objektif.

Jadi Kant membagi proposisi sintesis a


priori ke dalam dua kelas: “intuitif” dan
“diskursif”. Intuitif terutama berkaitan dengan
struktur persepsi dan justifikasi perceptual.
Diskursif dengan pengurutan fungsi dari
pengertian umum. Contoh dari diskursif,
proposisi sintetik a priori adalah prinsip sebab-
akibat. Semua proposisi matematika murni adalah
masuk dalamk kelas proposisi sintetis a priori.

Kant tidak setuju dengan pandangan pada


matematika murni yang menjadikan persoalan
definisi dan entitas terpostulatkan berada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 56
5
7

dibawahnya. Baginya, matemaka murni bukalah


analisis, ia sintetis a priori , sebab ia terkait
(mendeskripsikan) ruang dan waktu. Jawaban
Kant terhadap persoalan sifat matematika murni
dan terapan dapat secara kasar dirumuskan
sebagai berikut. Proposisi dalam aritmetika dan
geometri murni adalah proposisi yang perlu,
meskipun proposisi-proposisi itu sintetis apriori,
bukan analisis. Sintetis, sebab proposisi-proposisi
itu tentang struktur ruang dan waktu terlihat oleh
apa yang dapat dikonstruksi di dalamnya. Dan
apriori sebab ruang dan waktu adalah kondisi
invariant (tak berubah) dari sebarang persepsi
objek fisik. Proposisi-proposisi dalam matematika
terapan, adalah apostteori sepanjang proposisi-
proposisi ini tentang persepsi materi empires dan
apriori sepanjang proposisi-proposisi itu
mengeanl ruang dan waktu. Matematika murni
memiliki isi untuk dirinya sendiri struktur ruang
dan waktu dan bebas dari materi empiris.
Matematika terapan memiliki isi untuk dirinya

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 57
5
8

sendiri struktur ruang dan waktu dengan materi


yang mengisinya.

 Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)

Leibniz adalah seorang matematikawan


termasyhur, namun ia juga seorang "sarjana
segala ilmu". la berkontribusi pada hukum,
agama, politik, sejarah, filsafat, dan sains, sebaik
seperti dalam matematika. Leibniz memasuki
universitas di kota kelahirannya Leipzig, Jerman,
dan pada usia 17 tahun memperoleh gelar sarjana,
ia akan memperoleh derajat doktor pada usia dua
puluh tahun jikalau dosen di fakultasnya tidak iri
hati pada pemuda yang cerdas ini. la
menghabiskan sisa hidupnya dalam kegiatan
semacam diplomat berkeliling. Banyak dari ide
hebatnya muncul ketika ia sedang dalam
perjalanan di atas jalan-jalan yang rusak di tujuh
belas kota di Eropa. Salah satu minat terbesar dari
Leibniz adalah perkembangan matematika yang
akan mampu menjawah semua pertanyaan dalam
semua bidang, Ini membawanya ke dalam diskusi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 58
5
9

tentang logika yang sekarang telah menjadi basis


logika simbolik modern.

Leibniz adalah orang yang sangat taat


beragama dan banyak menulis tentang agama.
Bahkan penemuannya tentang bilangan biner
dikaitkan dengan kepercayaannya yang kokoh. la
memandang Tuhan sebagai representas: dari 1,
dan kekosongan, sebagai 0. Tepat seperti Tuhan
dapat menciptakan segala sesuatu di kekosongan
itu, demikian pulalah semua bilangan dapat
disajikan dalam sistem biner dengan
menggunakan lambang 1 dan 0. Leibniz
menemukan kalkulus pada kira-kira bersamaan
waktu dengan Newton, dan telah menjadi
kontroversi siapakah yang terlebih dahulu
menemukan. Leibniz juga menemukan mesin
hitung yang mampu menjumlah, mengurang,
mengali, membagi, dan menarik akar. Leibniz
barangkali dapat menjadi matematikawan terbesar
di antara para mateinatikawan, namun ada dua hal
yang menariknya. Salah satunya sangat mencintai
uang, dan yang lain keinginannya yang kuat

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 59
6
0

tentang semua bidang pengetahuan kemanusiaan.


Kita tentu hanya akan dapat kagum matematika
mana lagi yang akan diketemukan jika ia hanya
memilih bidang matematika dalam rentang masa
hidupnya.

B. Filsafat Pendidikan Matematika

Ada yang mempermasalahkan istilah


“pendidikan matematika” dan “matematika
pendidikan”. Kita tidak akan mempermasalahkan
mana yang lebih benar. Filsafat pendidikan
matematika lebih menyorot proses pendidikan
dalam bidang matematika. Tetapi apakah
pendidikan matematika itu?

Menurut Wein (1973), pendidikan


matematika adalah “suatu studi aspek-aspek
tentang sifat-sifat dasar dan sejarah matematika
beserta psikologi belajar dan mengajarnya yang
akan berkontribusi terhadap pemahaman guru
dalam tugasnya bersama siswa, bersama-sama
studi dan analisi kurikulum sekolah, prinsip-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 60
6
1

prinsip yang mendasari pengembangan dan


praktik penggunaannya dikelas”.

Dengan demikian filsafat pendidikan


matematika mempersoalkan masalah-masalah
berikut:

a. Sifat dasar matematika


b. Sejara matematika
c. Psikologi belajar matematika
d. Teori mengajar matematika
e. Psikologi anak dalam kaitannya dengan
belajar matematika
f. Pengembangan kurikulum matematika
sekolah, dan
g. Pelaksanaan kurikulum matematika dikelas.

Dalam filsafat pendidikan matematika ini


secara khusus akan dikemukakan Filsafat
Konstruktivisme yang sejak tahun 90-an banyak
diikuti.

Pada tahun 1983, Resnick menerbitkan


catatan tentang pengertian baru “belajar
matematika”. Ia menjelaskan bahwa “seseorang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 61
6
2

yang belajar itu membentuk pengertian”.


Bettencount (1989) menuliskan bahwa orang
yang belajar itu tidak hamya menitu atau
merefleksikan apa yang diajarkan atau yang ia
baca, melainkan menciptakan pengertian.
Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa
yang aktif. Bukan hanya diterima secara pasif dari
gurunya. Dalam penelitiannya tentang
miskonsepsi, Fisher dan Lipson, 1986 mendapati
bahwa dalam belajar matematika “pengetahuan
dan pengertian mencakup suatu proses aktif dan
konstruktif. Konstruktivisme mempengaruhi
banyak studi tentang "salah pengertian"
(misconceptions) dan pengertian alternatif dalam
belajar matematika. Di Universitas Cornell, pada
Konferensi Internasional tentang Miskonsepsi I,
1983, disajikan 69 makalah. Pada konferensi II,
1987, membengkak menjadi 160 makalah, dan
konferensi III, 1993, lebih membengkak lagi
menjadi 250 makalah. Ini menunjukkan bahwa
konstruktivisme sedang naik daun.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 62
6
3

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 63
6
4

BAB IV

HUBUNGAN MATEMATIKA DAN


FILSAFAT

Di sepanjang sejarah para filsuf telah


tertarik secara khusus kepada matematika
Dikisahkan, para gerbang Akademi Plato tertera
pesan “barang siapa awam geometri dilarang
masuk”. Filsafat Platonik memandang
matematika sebagai pelatihan yang tepat untuk
memahami Alam Semesta sejati, bukan
sebagaimana Alam Semesta yang tampak. Plato
tiba pada pandangan-pandangan demikian dengan
merenungkan temapat matematika dalam
pengumpulan pengetahuan rasional. Sebelum
pengelompokan institusi-institusi akademik
msecara ekstensif, banyak matematikawan adalah
juga filsuf. Tokoh-tokoh seperti Rene Descartes,
Gothfried Wilhem Leibniz, dan Blaise Pascal
adalah beberapa contohnya, dan dari lebih masa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 64
6
5

kini kitapun mengenal Bernard Bolzano, Bertrand


Russel, Alferd North Whitehead, David Hilbert,
Gottlob Frege, Alonzo Church, Kurt Godel, serta
Alfred Tarstk. Sampai baru-baru ini, hampir
semua filsuf menyadari nilai penting matematika
dan memilih, I ketertarikan profrsional
terhadapnya.

Rasionalisme adalah suatu aliran filsafat


yang dapat dianggap sebagai upaya untuk
memperluas metodologi yang dipersepsi dari
matematika keseluruh ilmu pengetahuan. Para
rasionalis terkesan dengan pondasi kokoh yang
dimiliki matematika yamg dilandaskan pada
rasionalitas murni. Mereka mencoba untuk
mendasarkan semua pengetahuan pada landasan
yang sama. Sains, etika, dan sebaginya harus pula
dikembagkan dengan memberikan demonstrasi-
demonstrasi ketat dari penalaran semata bagi
pernyataan-pernyataannya. Rasionalisme dapat
ditelusuri ke Plato, dan bertahan pada abad ke- 17
dan awal abad ke- 18 daloam tulisan-tulisan
Descartes, Baruch Spinoza dan Leibniz.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 65
6
6

Sangkalan utama terhadap rasionalisme


adalah empirisme, yaitu suatu pandangan bahwa
penglaman inderawi, dan bukanlah penalaran
murni, yang merupakan sumber bagi
pengetahuan. Pandangan ini dapat ditelusuri ke
Aristoteles, yang adalah murid dari Plato, dan
dilanjutkan oleh para penulis Inggris seperti John
Locke George Barkeley, David Hume dan John
Stuart Mill. Tradisi empirisme diwariskan kepada
para penganut positifisme logis dan tokoh-tokoh
Lingkaran Vienna, termasuk Moritzh Schlick,
Rudolf Carnap, dan A.J.Ayer, dan bermuara saat
ini dalam karya Bas van Fraassen dan W. V. O.
Quine. Karena pengetahuan matematis
tampaknya didasarkan pada bukti, bukan
observasi, maka matematika adalah kontra contoh
yang jelas terhadap tesis utama empirisisme.
Memang, matematika adakalanya dipandang
sebagai suatu paradigma pengetahuan a priori
pengetahuan yang mendahului, dan lepas dari
pengalaman.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 66
6
7

Saat ini kita meliahat spesialisasi


ekstensif di dalam semua bidang akademik. Para
matematikawan dan filsuf seringkali sukar
memahami penelitian sesama mereka dalam
jurusan-jurusan mereka sendiri. Para pakar aljabar
tidak dapat mengikuti perkembangan-
perkembangan dalam analisis; garapan dalam
filsafat fisik tidak terpahami dengan mudah oleh
para filsuf etika,. Oleh karena itu, tidak banyak
keterkaitan yang langsung dan disadari antara
matematika utama dan filsafat utama. Namun
demikian, matematika tidak jauh dari kajian
bidang-bidang filsafat seperti epistemologi,
metafisika, logika, sains kognitif, filsafat bahasa,
dan filsafat sains alam dan sains sosial. Di sisi
lain, filsafat juga tidak jauh dari kajia bidang-
bidang matematis seperti logika, teori himpunan,
teori kategori, komputabilitas, dan bahkan
analisis dan geometri. Logika diajarka dalam
jurusan matematika maupun jurusan filsafat di
berbagai belahan dunia.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 67
6
8

Terdapat bbeberapa alasan hubungan


antara matematika dan filsafat. Pertama,
matematika dan filsafat merupakan upaya-upaya
intelektual paling awal untuk memahami dunia di
sekitar kita, dan keduanya terlahir di Yunai Kuno
atau mengalami transformasi-transformasi
penting di sana. Kedua, dan lebih sentral,
matematika dalah suatu studi kasus penting bagi
filsuf. Bayal perkara dalam agenda filsafat
kontemporel memiliki formulasi-formulasi yang
sangat jelas saat berfokus pada matematika. Ini
meliputi perihal epistemologi, ontologi, semantik,
dan logika.

Alasan ketiga untk keterkaitan


matemstika dan filsafat terletak pada
epistemologi studi pengetahuan. Matematika
sangat penting karena peran sentralnya dalam
hampir setiap upaya ilmiah yang ditujukan untuk
memahami dunia materi. Pada kemunduran
rasionalisme, matematika tidak lagi berperan
sebagai model atau studi kasus bagi bagi sains-
sains empiris. Meski demikian, sains

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 68
6
9

menggunakan matematika. Matematika adalah


suatu alat utama dalam upaya-upaya terbaik kita
untuk memahami dunia. Ini berarti bahwa filsafat
matematika adalah suatu cabang epistemologi,
dan bahwa matematika merupakan sebuah kasus
penting untuk epistemologi dan metafisika
umum.

BAB V

HUBUNGAN MATEMATIKA DAN


FILSAFAT MATEMATIKA

Bagian ini akan membahas secara singkat


tentang hubunga antara matematika dan filsafat
matematika. Disini aka dijawab dua pertanyaan:
sejauh mana filsafat menentukan praktik yang
tepat dari matematika? Sebaliknya, sejauh mana
praktik otonom dari matematika menentukan
filsafat yang tepat bagi matematika?.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 69
7
0

Sedemikian lama, para filsuf dan


beberapa matematikawan berkeyakinan bahwa
persoalan filosofis, misalnya metafisika dan
ontologi, menentukan praktik yang tepat bagi
matematika. Plato, misalnya, memadang bahwa
bidang kajian matematika adalah suatu alam ideal
yang abadi dan tidak mengalami perubahan.
Onjek-objek matematis, misalnya bilangan dan
objek-objek geometrik, bersifat tidak dapat
diciptakan atau dihancurkan, dan objek-objek
itupun tidak dapat diubah-ubah. Objek-objek
yang abadi dan dan tidak berubah tidak tunduk
kepada konstruksi dan perpindahan. Namun
demikian, hampir setiap sumber geometri kuno,
termasuk Elements dari Euclid, secara ekstensif
menggunakan bahasa dinamis konstruktif: garis
dilukis, bagun diputar, fungsi diterapkan, dn
sebagainya. Jika filsafat Plato tersebut benar,
maka bahasa dinamis menjadi tidak bermakna.

Kita boleh berfikir bahwa perbedaan


pandangan seperti itu muncul terutama karena
masalah peristilahan. Euclid menuliskan bahwa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 70
7
1

diantara sebarang dua titik kita dapat melukis


sebuah garis lurus. Menurut para Platonis, kita
tidak dapat berbuat demikian, tetapi mereaka
barangkali dapat menginterpretasi ulang prinsip
ini. Hilbert dan Grundlagen der Geometric (1899)
mencantumkan sebuah aksioma yang benar
secara Platonistik bahwa diantara sebarang dua
titik terdapat sebuah garis lurus. Hilbert dan
Euclid tampaknya mengatakan hal yang sama jika
bahasa-bahasa mereka dipahami dengan tepat.
Plato sendiri tidak mengalami kesulitan besar
dalam menginterpretasikan para geometer di
zamannya dia terutama mengeluhkan bahasa
tentang mereka, buka geometri yang ada ketika
itu.

Namun demikian, situasi yang


sebenarnya tidak sesederhana itu, baik dari
alasan-alasan yang bersifat matematis maupun
filosofis. Misalnya, permasalahan yang telah lama
ada berkenaan dengan membagi tiga sudut,
mempersegikan lingkaran, dan menggandakan
kubus bukanlah pertanyaan-pertanyaan eksistensi.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 71
7
2

Pada abad ke- 20, perdebatan di sekitar


instuisionisme memberikan satu contoh lain yang
jelas memgenai tantangan filosofis terhadap
praktik matematika. Para intuisionis tradisional
berada di sisi yang bertolak belakang terhadap
Plato, mereka berpandangan bahwa objek-objek
matematis adalah kontruksi kontruksi mental,
sehingga pernyataan-pernyataan matematis harus
menunjuk kepada konstruksi mental. Misalnya, L.
E. J. Brouwer (1948) memandang bahwa
matematika instuisionistik, yang dikembangkan
secara ketat dari sudut pandang deduksi teorema-
teorema secara eksklusif dengan menggunakan
konstruksi introspektif, adalah berbeda dari
matematika klasik karena matematika klasik
meyakini eksistensi kebenaran-kebenaran yang
tidak dapat diketahui. Selanjutnya, Arent Heyting
(1956) menyebutka bahwa di dalam studi
konstruksi-konstruksi matematis mental, “ada”
bersinonim dengan “dikonstruksi”.

Para instuisionis berpandangan bahwa


filsafat memiliki konsekuensi-konsekuensi yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 72
7
3

terkait dengan praktik yang tepat bagi


matematika. Terutama, mereka menyangkal
validitas dari hukum excluded middle, suatu tesis
bahwa untuk sebarang pernyataan ɸ, ɸ adalah
benar atau, jika tidak demikian, ɸ adalah salah─
dalam simbol-simbol ɸ V ⌐ɸ. Mereka
berpandangan bahwa hukum tersebut, dan
prinsip-prinsip yang didasarkan padanya,
merupakan gejala ketaatan kepada eksistensi
transendental dari pernyataan-pernyataan
matemaatis. Para instusionis memandang bahwa
karena bilangan-bilangan bersifat mental, maka
logika klasik harus memberi jalan bagi logika
intuisionistik, atau yang kadang-kadang juga
disebut logika konstruktif.

Perdebatan metodologis seperti yang


disebutkan diatas tampak berkisar pada
pertimbangan-pertimbangan filosofis. Orientasi
yang tersiratkan oleh situasi semacam ini adalah
bahwa filsafat mendahului praktik dalam segi
metafisik yang dalam. Bahkan, pada tingkatan
yang fundamental, filsafat menentukan praktik.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 73
7
4

Ini berarti bahwa seseorang terlebih dahulu


mendeskripsikan atau mengungkap apakah
matematika itu sesungguhnya misalnya, entitas-
entitas matematis itu bersifat objektif atau
tergantung pada fikiran. Ini menetapka bagaimana
matematika hendaknya dilakukan. Seseorang
yang meyakini eksistensi independen dari objek-
objek matematis akan menerima, misalnya,
hukum ‘excluded middle’ dalam logika. Di sini,
persfektif yang demikian akan disebut prinsip
filsafat dahulu. Gagasan dalam prinsip ini adalah
kita terlebih dahulu memikirkan apa sebenarnya
yang kita bicarakan, dan setelah itu barulah
memikirkan apa yang hendaknya dikatakan
tentangnya dalam matematika itu sendiri. Di
dalam istilah-istilah tradisional, pamdangan ini
bermakna bahwa filsafat memberikan prinsip-
prinsip pertama untuk sains-sains khusus seperti
matematika.

Beberapa filsuf cenderung mengabaikan


bahwa fakta prinsip filsafat dahulu tidak sesuai
dengan sejarah matematika. Mereka mengakui

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 74
7
5

‘data’ dai praktik dan sejarah, tetapi


mempertahankan suatu klaim normatif bahwa
matemtika harus didominasi oleh filsafat dan,
bersama Plato, Brouwer, Poincare, Knonecker,
dan lainnya., filsuf-filsuf ini bersikap kritis
terhadap para mtematikawan apabila mereka
mengabaikan atau melanggar prinsip-prinsip
pertama filosofis yag benar. Beberapa dari
mereka memandang bahwa bagian-bagian dari
matematika masa kini adalah tidak koheren.,
tanpa disadari oleh para praktisi yang dengan
suka cita terus menjalankan praltik keliru mereka.
Untuk mengejar klaim normatif tersebut, seoramg
filsuf barangkali merumuskan suatu telos untuk
matematika dan kemudian memperdebatkan
bahwa para matematikawan tidak menerima telos
ini padahal seharusnya menerimanya, atau jika
tidak demikian, bahwa para matematikawan
secara emplisit menerima telos ini tetapi tidak
bertindak dalam cara-cara yag seharusnya
ditempuh.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 75
7
6

Namun demikian, beberapa filsuf,


barangkali sebagian besar dari mereka, menolak
prinsip filsafat-dahulu karena mereka meyakini
bahwa tujuan dari filsafat matematika adalah
untuk memberikan penjelasan yang koheren
tentang matematika, dan mau tidak mau,
matematika adalah apa yang para matematikawan
lakukan. Pada sisi ekstrimnya terdapat pandangan
yang sangat bertolak belakang terhadap prinsip
filsafat dahulu, yaitu tesis bahwa filsafat tidak
relevan dengan matematika. Pada persfektif ini,
matematika memiliki kehidupannya sendiri yang
sangat lepas dai pertimbangan-pertimbangan
filosofis manapun. Suatu pandangan filosofis
tidak memiliki sesuatu pun untuk disumbangkan
kepada matematika dan mungkin saja menjadi
cara berfikir sesat yang tidak berarti, hanya suatu
pengembaraan dan upaya campur tangan dari
pihak luar. Filsafat sebauik-baiknya hanya dapat
berperan sebagai abdi yang tidak penting bagi
matematika. Jika pun filsafat memang
mendapatkan peran, maka tugas itu adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 76
7
7

memberikan penjelasan yang koheren tentang


matematika sebagaimana dipraktikan sampai
sejauh ini. Ini dalam istilahnya disebut prinsip
filsafat terakhir jika memang.

Barangkali penggunaan peristilahan


filsafat-dahulu dan filsafat-dahulu-jika memang
menimbulkan kontras yang terlalu tajam.
Beberapa matematikawan memang
memperhatikan filsafat, dan menggunakannya,
paling tidak, sebagai panduan kerja mereka.
bahkan jika pun tidak terdapat prinsip-prinsip
pertama filosofis, filsafat dapat menentukan
arahan bagi penelitian dalam matematika. Paul
Bernays (1953), misalnya, dapat dianggap
menolak prinsip filsafat-terakhir, saat dia
menuliskan bahwa nilai dari konsepsi-konsepsi
matematis yang terinspirasi oleh pandangan
Platonistik melengkapi model-model yang
bertahan dengan kesederhanaan dan kekuatan
logis. Beberpa pakar pengamat berpendapat
bahwa matematika telah menjadi serangkaian
disiplin ilmu yang sangat terspesialisasi dan tidak

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 77
7
8

terorientasi, dimana bahkan para pakar-pakar


dalam bidang-bidang yang masih berkaitan tidak
mampu memahami kerja mereka satu sama lain.
Filsafat dapat membantu untuk memberikan
orientasi dan arahan, bahkan jika filsafat tidak
memberikan prinsip-prinsip pertama.

Barangkali kita dapat menerima bahwa


fulsafat dan matematika tejalin secara dekat,
tetapi tidak saling mendominasi. Pada perspektif
ini, cara yang benar untuk melakukan matematika
bukan merupakan konsekuensi langsung dai
filsafat yang benar, dan di sisi lain, tidak pula
filsafat matematika yamg benar merupakan
konsekuensi langsung dari matematika
sebagaimana ia dipraktikan.

Kerja seorang filsuf dalam matematika


adalah memberi penjelasan tentang mtwematika
dan kedudukannya dalam kehidupan intelektual
kita. Apakah bidang kajian dai matematika
(ontology)? Apakah hubungan antara bidang
kajian matematika dan bidang kajian sains yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 78
7
9

memungkinkan aplikasi dan fertilisasi silang yang


sedemikian ekstensif? Bagaimana kita dapat
melakukan dan mengetahui matematika
(epistemologi)? Bagaimana matematika dapat
diajarkan? Bagaimana bahsasa matematis
hendaknya dipahami (semantik)? Ringkasnya, dia
harus mengatakan sesuatu tentang matematika,
aplikasi-aplikasi matematika, sesuatu tentang
bahasa matematis, dan sesuatu tentang diri kita
sendiri. Suatu tugas yang besar, meski tanpa
melibatkan pengungkapan prinsip-prinsip
pertama.

Tujuan utama dari filsafat matematika


adalh menginterpretasi matematika, dan dengan
begitu menjelaskan kedudukan matematika dalam
dunia intelektual secara keseluruhan. Filsafat
matematika barangkali dilakukan oleh mereka
yang peduli tentag matematika dan ingin
memahami peran matematika dalam kancah
keilmuan. Matematikawan yang menganut suatu
filsafat matematika hendaknya memperoleh
sesuatu dengan filsafat matemtikanya, suatu

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 79
8
0

orientasi bagi matematika, pemahaman tentng


perspektif dan peran matematika, dan sekurang-
kurangnya suatu pedoman bagi arahan matematik
masalah-masalah seperti apa yang penting,
pettanyaan-pertanyaan apa yang hendaknya
diajukan, metodologi-metodologi apa yang masuk
akal, apa yang mungkin berhasil dan sebaginya.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 80
8
1

BAB VI

FILSAFAT MATEMATIKA
ZAMAN KUNO

Kita memulai sketsa historis ini di


Yunani Kuno, karena secara luas disepakati
bahwa matematika dan filsafat, seperti yang kita
kenal pada masa sekarang ini, telah terlahir
disana. Matematika pra-Yunani pada dasarnya
terdiri dai teknik-teknik perhitungan dan sistem-
sistem numerasi, terkait religi atau persoalan
praktis seperti perhitungan lahan. Di sisi lain,
para matematikawan Yunani memperkenalkan
fokus pada ketepatan dan bukti yang ketat.

A. Rasionalisme Plato

Yunani Kuno adalah tempat lahirnya


filsafat sekuler Barat. Kita mengenal Socrates,
Plato, dan Aristoteles., juga beberapa filsuf pra
Socrates, bergelut dengan banyak persoalan yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 81
8
2

masih menjadi kajian filsuf-filsuf masa kini. Plato


berdiri sebagai pelopor suatu tradisi panjang
dalam filsafat yang kadang-kadang disebur
rasionalisme atau platonismei.

1. Filsafat Plato tentang Matematika

Plato termotivasi oleh kesenjanjangan


antara gagasan-gagasan yang kita pikirkan dan
dunia fisik di sekitar kita. Misalnya, meski kita
memiliki gambaran mental yang cukup jelas
tentang keadilan, tetapi segala sesuatu yang kita
lihat jauh dari keadilan yang sempurna. Kita
memiliki visi tentang keindahan, tetapi tidak ada
sesuatu pun yang sepenuhnya indah. Segala
sesuatu di alam materi memiliki kekurangan. Kita
memiliki pemahaman tentang ideal-ideal yang
sempurna, tetapi kita tidak pernah menemuian
mereka. Mengapa demikian?

Jawaban Plato adalah bahwa terdapat


suatu realm Bentuk (the realm of Forms) yang
memuat apa-apa yang sempurna, misalnya
Keindahan dan Keadilan. Dia kadang-kadang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 82
8
3

menyebutkan ‘keindahan itu sendiri’ dan


‘keadilan itu sendiri’ suatu objek fisik, misalnya
lukisan, adalah indah jika sepanjang bahwa ia ‘
menyerupai’ , ‘mengambil bagian dalam’, atau
‘memiliki bagian dari’ Keindahan itu sendiri.
Plato menyebut realm fisik sebagai dunia
Menjadi (the world of becoming) karena objek-
objek fisik mengalami perubahan dan kerusakan.
Di sisi lain, bentuk-bemtuk bersifat kekal dan
tidak berubah. Tidak ada yang bersifat sunjektif,
konvensional, atu kultur-relatif mengenai bentuk-
bentuk tersebut. Plato jelas akan menolak,
misalnya slogan bahwa keindahan tergantung
kepada si pemandangnya. Itulah ontologi Plato
mengenai bentuk-bentuk. Bagaimana dengan
epistemologinya? Bagaimana kita mengetahui
tentang, atau memahami bentuk-bentuk ini? Kita
memahami realm fisik dunia Menjadi melalui
panca indera kita. Dia menyebut ini realm
‘penglihatan dan suara’. Di sisi lain, kita
memahami bentuk-bentuk hanya melalui refleksi
mental, dengan berfikir,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 83
8
4

Terkait dengan masing-masing dai


himpunan-himpunan banyak hal ini, kita
postulasikan suatu Bentuk tunggal atau esensi
real seperti kita sebutkan.....Lebih lanjut, banyak
hal tersebut, kita katakan, dapat dilihat, tetapi
bukanlah objek-objek dari pikiran rasional;
sedangkan bentuk-bentuk adalah objek-objek dari
fikiran, tetapi tidak terlihat.

Salah satu tulisan Plato lainnya, meno


mengisyaratkan satu epistemologi lain. Plato
tampak mendukung suatu doktrin bahwa saat
menangani geometri atau dunia Jadi (the world of
Being) pada umumnya apa yang disebut
‘mempelajari’ adalah sebenarnya mengingat dari
kehidupan silam, barangkali suatu waktu ketika
jiwa memiliki akses lamgsung ke dunia Jadi. Para
pemikir kala itu tidak menerima sifat dan peran
‘pengingatan’ dalam epistemologi Plato ini, dan
sebagian besar kaum Platonis selanjutnya tidak
menggunakannya. Pada sebarang kasus, Plato
meyakini bahwa jiwa adalah kategori ontologis

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 84
8
5

ketiga, dengan kemampuan untuk memahami


dunia Jadi mauoun dunia Menjadi.

Dengan atau tanpa elemen-elemen


‘mistis’ dari epistemologi tersebut, kita
mendapatkan kesan dari pemaparan diatas bahwa
dunia fisik dikonstruksi sedemikian hingga kita
akan terbawa ke seberang panca indera kita untuk
menyelidiki dunia Jadi. Bagi Plato, matematika
adalah suatu langkah kunci dalam proses ini.
Matematika mengangkat jiwa untuk menggapai
ke seberang dunia materi, menuju dunia Jadi yang
abadi.

2. Plato terhadap Matematika

Matematika, setidaknya geometri,


memberikan contoh langsung kesenjangan antara
dunia materi disekitar kita yang tidak sempurna
dan dunia pikiran yag sempurna, ideal, dan jernih.
Dari zaman sebelum Plato hingga hingga saat ini,
kita telah memiliki definisi-definisi yag ketat
untuk garis lurus, lingkaran, dan sebagainya,
tetapi dunia fisik tidak memiliki satu pun garis

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 85
8
6

lurus sempurna yang tidak memiliki lebar, dan


tidak satupun lingkaran sempurna, atau
setidaknya tidak terdapat satu pun yang seperti itu
yang dapat kita saksikan. Barangkali, garus-garis
lurus yang tidak memiliki lebar dan lingkaran-
lingkaran sempurna, dan sebaginya, adalah
bagian dari ruang (atau ruang-waktu) fisik yang
semua kita huni, tetapi meski begitu, kita tidak
menemukannya sedemikian dalam cara fisik apa
pun. Jadi apakah yang kita pelajari dalam
geometri, dan bagaimana kita mempelajanya?

Plato meyakini bahwa pernyataan-


pernyataan dalam geometri adalah secara objektif
benar atau salah, tidak terikat oleh pikiran,
bahasa, dan sebagainya, dari para
matematikawan. Dalam peristilahan yag kita
kenal, dia adalah seorang realis dalam nilai
kebenaran. Namun demikian, tentang apakah
geometri itu? Apakah ontologinya? Bagaimana
geometri diketahui? Plato memandang bahwa
bidang kajian geometri adalah suatu realm objek-
objek yang adanya terlepas dari pikiran, bahasa,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 86
8
7

dan sebagainya. Dia berargumen dari realisme


dalam nilai kebenaran ke realisme dalam
ontologi. Klaim-klaim perdebatan utamaya terkait
dengan sifat objek-objek geometris dan sumber
dai pengetahuan geometris. Dia memandang
bahwa objek-objek geometris tidak bersifat fisik,
dan bahwa objek-objek itu bersifat abadi dan
tidak berubah. Pada artian ini, sekurang-
kurangnya, objek-objek geometris adalah seperti
bentuk-bentuk dan terdapat di dunia Jadi. Kita
boleh menyimpulkan bahwa dunia geometri Plato
terpisah dai dunia fisik dan lebih penting
pengetahuan geometris terlepas dari pengamatan
panca indera. Pengetahua tentang geometri
dicapai oleh pikiran murni, atau dengan
mengingat pengenalan silam kita terhadap realm
geometris.

Selanjutnya, jika Plato benar bahwa


geometri terkait dengan objek-objek yang abadi
dan tidak berubah dalam dunia Jadi, maka tidak
boleh terdapat bahasa dinamis dalam geometri.
Sukarlah bagi seorang Platonis untuk memahami

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 87
8
8

konstruksu-konstruksi dalam Elements karya


Euclid, misalnya, menurut Proclus (1970),
seorang neoplatonis dari abad kelima, masalah
tentang “bagaimana kita dapat menerapkan
perpindahan kepada objek-objek geometris”
mengusik banyak pemikir di Akademi Plato dai
generasi ke generasi selanjutnya.

Terdapat pula masalah serupa terkait


dengan diagram-diagram lazim yang menyertai
demonstrasi-demonstrasi geometris. Seorang
Platonis tentu saja menghawatirkan tersesatnya
pembaca kepada pikiran bahwa suatu teorema
adalah tentang diagram yang dilukiskan secara
fisik. Apakah, jika demikian, tujuan dari diagram-
diagram itu? Penjelasan Plato barangkali adalah
bahwa diagram membatu pikiran untuk
memahami realm geometris yang abadi dan tidak
berubah itu, atau membatu kita untuk mengingat
dunia Jadi.

Namun demikian, kita barangkali


bertanya-tanya bagaimana itu mungkin, bukankah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 88
8
9

dunia Jadi tidak dapat ditembus melalui panca


indera? Para Platonis dai masa-masa selanjutnya
tidak mengadopsi aspek-aspek yang lebih mistis
dari epistemologi Plato, kebanyakan dari mereka
memandang bahwa pengetahua geometris bersifat
a priori, tidak terikat pengalaman inderawi.
Barangkali pengalaman inderawi diperlukan
untuk memahami konsep-konsep yang relevan,
atau kita mungkin memerlukan diagram yag
dilukis sebagai alat batu visual bagi pikiran, atau
barangkali untuk menggugah pikiran ke realm
geometris yang abadi dan tidak berubah dai ruang
Euclid. Namun demikian, pentingkah diketahui
bahwa berdasarkan ontologi Platonis pada
prinsipnya pengetahuan matematis tidak terikat
pada pengalaman inderawi.

Pandangan Plato mengenai aritmetik dan


aljabar tidk sangat langsung sebagaimana
penjabarannya tentang geometri, tetap[i gambaran
keseluruhannya sama. Dia adalah seorang realis
dalam nilai kebenaran maupun dalam ontologi,
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 89
9
0

dalam aritmetik dan aljabar benar atau salah tidak


terikat pada matematikawan, dunia fisik, dan
bahkan pikiran, dan dia memandang bahwa
pernyataan-pernyataan aritmetik adalah tentang
suatu realm objek-objek abstrak yang disebut
‘bilangan-bilangan.

Sejumlah sumber kuno membedakan


teori bilangan yang disebut ‘aritmetik’ dari teori
perhitungan yang disebut ‘logistik’. Sebagian
besar penulis sumber-sumber itu memandang
logistik sebagai suatu disiplin praktis, terkait
dengan pengkukuran dan urusan perdagangan
(misal, Proclus 1970: 20). Kita mungkin berfikir
bahwa penggolonga ini cocok dengan Plato,
berdasarkan perbedaan tajam antara dunia Jadi
dan dunia Menjadi. Aritmatika terkait dengan apa
yang Jadi, sedangkan logistic terkait dengan apa
yang Menjadi. Namun demikian, Plato membawa
aritmatika dan logistik berfokus pada dunia Jadi.
Perbedaannya adalah tentang bagaimana
bilangan-bilangan asli itu sendiri dipelajari.
Aritmatika “berkenaan dengan genap dan ganjil,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 90
9
1

menunjuk kepada berapa banyak masing-


masingnya terjadi” (gorgias,451). Jika “seseorang
menjadi sempurna dalam seni aritmatik,” ,maka
“dia mengetahui pula semua bilangan”
(theatetus,198). Jadi aritmatik adalah tentang
bilangan-bilangan asli secara individual
sedangkan logistik adalah tentang hubunga-
hubunga antara bilangan-bilangan itu. Untuk
logistik, Plato mengajukan prinsip-prinsip tentang
bagaimana bilangan-bilangan asli ‘dijadikan’ dari
bilangan-bilangan asli yang lainnya (melalui
gnomon). Ini berhubungan dengan perlakuan
aksiomatik tentang kejadian dari ontologinya.

3. Matematika terhadap Plato

Penghormatan Plato terhadap pencapaian


terhadap matematikawan sangatlah jelas, bahkan
bagi pembaca yang hanya selintas mengkaji
dialog-dialognya. Seperti diuraikan oleh Gregory
Vlastos (1991: 107), “mampu menjalin hubungan
baik dengan para ,matematikawan terbaik di
Akademi, bertukar pikiran dan saling mendorong

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 91
9
2

antusiasme mereka tentang matematika”.


Beberapa pakar masa kini telah mencurahkan
perhatian pada pengaruh perkembanga
matematika terhadap filsafat Plato. Secara
dramatis, mereka mengungkap beberapa
perbedaan mencolok antara Plato dan Socrates,
sang guru bagi Plato.

Ketertarikan utama Socrates adalah etika


dan politik, buka matematika dan sains. Dia
mengungkap dirinya wajib menyebarkan filsafat
kepada siapa saja. Dia hidup dengan slogan
bahwa renungan-renungan filosofis adalah esensi
dari kehidupan. Kita terlahir untuk berfikir. Pada
pengadilan terhadapnya, Socrates
mengungkapkan bahwa sekedar tutup mulut dan
memikirkan urusannya sendiri adalah sebentuk
ketidaktaatan kepada Tuhan (Apology, 38a).

Socrates biasanya berwacana dengan


terlebih dahulu mengungkap keyakinan-
keyakinan orang yang diajaknya bicara dan
kemudian, melalui pengajuan pertanyaan-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 92
9
3

pertanyaan yang teliti, berupaya menarik


konsekuensi-konsekuensi yang mengejutkan dan
tidak dikehendaki dari keyakinan-keyakinan itu.
Metodenya tampak sebagai suiatu teknik untuk
memangkas keyakinan-keyakinan yang salah.
Pada sebagian besar kasus, wacananya tidak
berakhir dengan reductio and absurdum dari
pandangan awal si orang yang diajak bicara. Jika
pun metodenya menghasilkan kebenaran, maka
itu dicapai hanya melalui proses eliminasi atau
barangkali trial and error.

Dengan demikian, metode Socrates tidak


berakhir dengan suatu kepastian. Metodenya
memang memberitahu kita bahwa beberapa
pandangan kita salah atau membingungkan, tetapi
pada akhirnya tidak menunjukan keyakinan-
keyakinan mana yang salah atau membingungka
itu. Metode ini bersifat falibel dan hipotesis.
Orang yang diajaknya bicara ditantang hanya
untuk mengkaji ulang keyakinan-keyakinannya
dan belajar dengan merumuskan keyakinan-
keyakinan yang baru. Socrates tidak pernah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 93
9
4

mengklaim pengetahuan positif khusus apa pun


tentang keadilan, kebajikan, dan sebaginya.

Metodologi Plato yang telah matang tidak


menyerupai metode gurunya dalam beberapa segi.
Plato memandag bahwa matematika “secara un
iversal berguna dalam semua keterampilan dan
dalam setiap bentuk pengetahuan dan operasi
intelektual─hal pertama yang harus dipelajari
oleh setiap orang” (republic, 523). Tidak seperti
gurunya, Plato meyakini bahwa filsafat bukan
untuk setiap orang. Di dalam Persemakmuran
yang divisikan dalam Republic, hanya beberapa
pemimpin yang dipilih secara ketat saja uang ikut
serta dalam renungan filosofis, dan hanya setelah
masa pelatihan yang berlangsung sampai mereka
berusia sekurang-kurangnya 50 tahun. Setiap
orang hanya melakukan apa yang terbaik yang
dapat dilakukannya.

Socrates tidak memberikan kedudukan


yang istimewa bagi matematika, sedangkan Plato
memandang matemtika sebagai gerbang ke dunia

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 94
9
5

Jadi, suatu gerbang yang harus dilalui jika


seseorang berharap untuk memahami segala
sesuatu yang real. Matematika, prasyarat untuk
studi filosofis, menentukan priode studi yang
panjang dan keras. Oleh karena itu, dalam
pandangan Plato, tidaklah mengherankan jika
sebagian besar dari kita harus mejalani kehidupan
dalam keawaman tentang realitas yang sejati, dan
harus bersandar kepada para Penjaga─para pakar
filsafat─unyuk menunjukan kepada kita
bagaimana cara menjalani kehidupan yang baik.

Ketertarikan Plato terhadap matematika


barangkali menjadi alasan ketidaktaatannya
terhadap metodologi Socrates yang bersifat
hipotesis dan falibel. Matematika berkembang
(atau seharusnya berkembang) via bukti ,bukan
hanya sekedar ‘trial and error’. Di dalam Meno,
Plato menggunakan studi geometrik, dan
demonstrasi geometrik, sebagai paradigma untuk
seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan
moral dan metafisika.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 95
9
6

B. Benih Empirisme: Aristoteles

Sebagian besar dari apa yang dikatakan


Aristoteles, salah seorang murid Plato, tentang
metematika adalah polemik terhadap pandangan-
pandangan Platp, dan tidak banyak konsesus di
antara para pakar tentang pertanyaan-pertanyaan
positif yang diungkapkannya. Namun demikian,
sekurang-kurangnya terdapat arahan penting
terkait penjelasan-penjelasannya mengenai
matematika yang menjadi petunjuk bagi beberapa
pemikir modern. Filsafat-filsafat Aristoteles
mengandung benih-benih emperisme.

Seperti telah dibahas, filsafat Plato


tentang matematika terikat pada penjelasannya
tentang bentuk-bentuk sebagai entitas-entitas
yang bersifat abadi dan tak berubah di dunia jadi
yang terpisah dari realm fisik. Di sisi lain, filsafat
Aristoteles tentang matematika bertumpu pada
penolakan terhadap suatu dunia jadi yang
tersendiri. Aristoteles menerima esksistensi
Bentuk-bentuk, atau universal-universal, tetapi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 96
9
7

dia berpandangan bahwa semua itu tidak terpisah


dari objek-objek individual yang mewakili
Bentuk-bentuk. Keindahan, misalnya, adalah apa
yang sama-sama dimiliki oleh semua yang indah,
dan bukanlah sesuatu yang lebih dari apa-apa
yang indah tersebut. Seandainya, seseorang
berhasil memusnahkan semua yang indah, maka
dia akan memusnahkan Keindahan itu sendiri-
karena tidak ada lagi tempat untuk adanya
Keindahan. Hal yang sama berlaku pula untuk
Keadilan, Kebajikan, Manusia, dan Bentuk-
bentuk lainnya. Ringkasnya, bagi Aristoteles,
segala sesuatu di dunia fisik memiliki Bentuk-
bentuk, tetapi tidak ada di dunia yang terpisah
untuk mewadahi Bentuk-bentuk ini. Dengan
demikian, Bentuk-bentuk ada di dalam objek-
objek individual.

Aristoteles kadang-kadang
mengisyaratkan bahwa pertanyaan yang penting
sebenarnya terkait dengan sifat dan objek-objek
matematis, bukan melulu tentang eksistensi atau
noneksisitensinya; “Jika objek-objek matematis

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 97
9
8

ada, maka objek-objek tentu ada dalam objek-


objek yang tampak seperti orang katakan, atau
terpisah dai objek-objek yang tampak (seseorang
mengtakan ini juga), atau, jika tidak ada dalam
kedua-duanya, maka objek-objek matematis sama
sekali tidak ada atau objek-objek matematis ada
dalam suatu ca ra lainnya. Jadi perdebatan kita
tidak akan membahas adanya tidak akan membah
ada-tidaknya objek-objek matematis itu ada”
(Metaphysics, Buku M, 1076a, versi terjemahan
berbahasa Inggris yang digunakan di sini dan
selanjutnya dari Annas 1976).

Salah satu masalah bagi Aristoteles


adalah bahwa jika kita ingin menolak Bentuk-
bentuk Platonik, maka apakah alasan untuk
meyakini keberadaan objek-objek matematis?
Apakah sifat dari objek-objek matematis (jika
objek-objek itu ada), dan yang terpenting, untuk
apakah kita memerlukan objek-objek matematis?
Apakah objek-objek itu bantu jelaskan, atau
apakah yang diterangkan oleh objek-objek itu?
Penjelasan Aristoteles tentang objek-objek

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 98
9
9

matematis sesuai dengan penjelasannya tentang


Bentuk-bentuk. Dia meyakini bahwa objek-objek
matematis “ada dalam objek-objek yang tampak,”
tidak terpisah darinya. Namun demikian, tidak
banyak konsensus mengenai apa sebenarnya yang
dimaksudkannya. Tetang geometri, Aristoteles
tampak memandang objek-objek fisik memuat
permukaan, garis, dan titik yang dipelajari dalam
matematika. Seorang geometer, menurut
Aristoteles, tidak memandang permukaan-
permukaan dari objek-objek fisik. Di dalam
pikiran seseorang dapat memisahkan permukaan-
permukaan, garis-garis, dan titik-titik dari objek-
objek fisik yang memuatnya. Ini berarti bahwa
kita dapat berfokus permukaan, garis, dan titik
dan mengabaikan fakta bahwa semua itu objek-
objek fisik. Pemisahan ini bersifat psikologis,
atau barangkali logis. Ini terkait dengan
bagaimana kita berpikir tentang objek fisik. Bagi
Aristoteles, kesalahan Plato terletak pada
kesimpulan bahwa objek-objek geometris secara
metafisik terpisah dari kejadian-kejadian fisiknya,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 99
1
00

hanya karena para matematikawan berhasil


mengabaikan aspek-aspek fisik tertentu dari
bidang kajian mereka.

Terdapat dua interpretasi untuk


pandangan Aristoteles tentang matematika.
Interpretasi yang pertama membahas objek-objek
matematis secara serius, dan kurang lebih secara
harfiah. Berdasarkan interpretasi ini, Aristoteles
mempostulasikan suatu kemampuan abstraksi di
mana objek-objek diciptakan, atau, jika tidak
demikian, diperoleh atau dipahami, dengan cara
merenungkan objek-objek fisik. Kita
mengabstraksi beberapa dari cirri-cirinya. Jadi,
objek-objek geometris adalah bentuk-bentuk dari
objek-objek fisik-tentu saja bentuk-bentuk
menurut pemaknaan Aristoteles, bukan
pemaknaan dari Plato. Objek-objek matematis
yang diperoleh melalui abstraksi bersifak tidak
ada mendahului, atau lepas dari onjek-objek fisik
yang diabstraksinya.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 100
1
01

Pada interpretasi unit bilangan-bilangan


asli, misalnya, diperoleh via abstraksi dari
kumpulan objek-objek fisik. Kita mulai dengan
sekelompok, misalnya, lima ekor kambing dan
secara selektif mengabaikan perbedaan-perbedaan
diantara kambing-kambing itu, atau bahkan fakta
bahwa semua itu adalah kambing. Kita hanya
berfokus pada fakta bahwa kambing-kambing itu
adalah objek-objek berbeda, dan tiba pada
bilangan 5, yang adalah suatu bentuk dari grup
tersebut. Jadi, bilangan-bilangan itu ada, sebagai
bentuk-bentuk menurut pemaknaan Aristoteles,
dalam kelompok objek-objek yang diwakili oleh
bilangan-bilangan.

Interpretasi yang kedua untuk


pernyataan-pernyataan Aristoteles tentang
matematika meninggalkan abstraksi ontologis,
dan oleh karena itu menolak realisme dalam
ontologi. Kita tidak memperoleh objek-objek
geometris atau objek-objek aritmetik via proses
apapun. Ringkasnya, tidak terdapat objek-objek
demikian. Strategi pandangan ini adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 101
1
02

mempertahankan realism dalam nilai kebenaran


dan, dengan demikian, objektivitas dari
matematika. Aristoteles memandang bahwa
postulasi objek-objek geometris tidak berbahaya,
karena misalnya, lingkaran fisik yang real juga
memiliki semua ciri-ciri yang kita letakkan pada
lingkaran yang kita postulasikan.

Pada interpretasi ini, seorang geometer,


secara ketat dan harfiah, hanya membicarakan
objek-objek fisik. Namun demikian, tidaklah
berbahaya kita berlaku seolah-olah bahwa
lingkran geometris itu bersifat terpisah. Dengan
kata-kata lain, objek-objek geometris dalam fiksi-
fiksi yang bermanfaat. Misalkan seorang
geometer berkata, “misalkan A suatu segitiga
adanya sebagai suatu segitga samakaki. Dia
dengan demikian melekatkan pada A hanya cirri-
ciri yang disimpulkan dari adanya segitiga
samakaki. Para matematikawan kadang-kadang
mengatakan bahwa A adalah ‘sebarang’ segitiga
samakaki., tetapi apa yang mereka maksudkan
yaitu bahwa A boleh segitiga samakaki yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 102
1
03

mana saja. Pada interpretasi kedua tentang


Aristoteles ini, bukanlah suatu fiksi yang
berbahaya kita katakana bahwa A adalah suatu
objek khusu yang memiliki semua ciri yang
umum bagi semua segitiga samakaki.

Penjelasan serupa mengenai aritmetika


dapat diperoleh dengan menganggap suatu objek
tertentu dalam suatu kelompok sebagai ‘tidak
terbagi’ atau sebagai ‘suatu unit’. Di dalam suatu
kelompok 5 ekor kambing, misalnya, seorang
matematikawan menganggap setiap kambing
tidak terbagi. Tentu saja, seperti diketahui oleh
jagal hewan, tiap kambing sangat dapat dibagi-
bagi, sedemikian hingga asumsi matematikawan
itu salah. Tetapi, gagasan disini adalah bahwa
sang matematikawan mengabaikan setiap ciri dari
kumpulan yang timbul dari keterbagian masing-
masing kambing. Kita berlaku seolah tiap
kambing tidak terbagi, sehingga kita
memperlakukannya sebagai tidak terbagi.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 103
1
04

Pada dua interpretasi untuk filsafat


Aristoteles tentang matematika tersebut,
aplikabilitas matematika pada dunia fisik bersifat
langsung. Matematikawan memperlajari ciri-ciri
real dari objek-objek fisik yang real. Tidak ada
keperluan untuk mempostulatkan suatu hubungan
antra realm matematis dan realm fisik, karena kita
sedang menangani dua realm terpisah. Ini adalah
benih empirisme, atau paling tidak, suatu
bentuknya.

Tidak seperti pandangan Plato, dua


intrerpretasi untuk pandangan Aristoteles
memaknai bahasa dinamis yang khas dalam
geometri. Karena geometri berkaitan dengan
objek-objek fisik atau abstraksi-abstraksi
langsung dari objek-objek fisik, maka wacana
tentang, misalnya, “mempersegikan dan
menerapkan dan menjumlahkan dan
semacamnya” menjadi wajar. Misalnya, kita
pikirkan prinisp Euclid bahwa diantara
sembarang dua titik seseorang dapat melukis
suatu garis lurus. Bagi Plato, ini adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 104
1
05

pernyataan kabur tentang eksistensi Garis-garis.


Di sisi lain, Aristoteles dapat memperlakukan
prinsip tersebut secara harfiah.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 105
1
06

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 106
1
07

BAB VII

FILSAFAT MATEMETIKA
MODERN: KANT DAN MILL

A. Reorientasi

Abad ke-17 menjadi periode revolusi-


revolusi besar dalam sains dan matematika,
melalui tokoh-tokoh seperti Rene Descartes, Isaac
Newton dan Gottfried Wilhelm Leibniz. Kant
berada pada posisi untuk mengadakan kajian
filosofis tentang perkembangan-perkembangan
baru dalam sains. Berbagai tuntutan dari ilmu
fisika yang sedang berkembang melahirkan
pengembangan cabang-cabang baru matematika
dan konsepsi-konsepsi baru untuk cabang-cabang
tradisional. Inovasi-inovasi besar saat itu meliputi
metode-metode baru dalam analisis yang
menghubungkan geometri dengan aljabar dan
aritmetika (Pierre Fermat dan Descartes), dan
pengembangan kalkulus (Newton dan Leibniz)

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 107
1
08

untuk studi tentang gravitasi dan gerak. Inovasi


dalam kalkulus memerlukan pengertian tentang
kontinuitas, turunan dan limit yang tidak satupun
diantaranya cocok ke dalam paradigma-
paradigma matematis sebelumnya.

Pada saat itu terdapat aliran besar dalam


filsafat. Di benua Eropa, para rasionalis seperti
Descartes, Baruch Spinoza dan Leibniz menjadi
penerus dari Plato. Mereka menekankan peran
penalaran dalam pemerolehan pengetahuan.
Versi-versi ekstrim dari pandangan ini
menyatakan bahwa semua pengetahuan adalah
atau idealnya harus didasarkan pada penalaran.
Model rasionalis untuk pengumpulan
pengetahuan adalah matematika khususnya
demonstrasi matematis. Misalnya, Ethics karya
Spinoza memiliki format yang sama dengan
format Elements karya Euclid, tersusun dari
‘pernyataan-pernyataan’ dan ‘demonstrasi-
demonstrasi’. Banyak garapan filosofis Descartes
adalah suatu upaya untuk memberi sains tingkat
kepastian yang sama seperti matematika. Sains

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 108
1
09

diharapkan untuk dibangun pada prinsip-prinsip


pertama filosofis. Descartes mengupayakan suatu
turunan gaya matematis bagi hukum-hukum
tentang gerak.

Empirisme, oposisi utama rasionalisme


adalah upaya untuk melandaskan pengetahuan
atau materi-materi dari mana pengetahuan
didasarkan pada pengalaman panca indera. Pada
periode-periode ini, penulis-penulis besarnya
adalah John Locke, George Berkeley, David
Hume dan Thomas Reid semuanya hidup di
kepulauan Inggris. Suatu tema umum dari para
empiris adalah, bahwa setiap yang kita ketahui
tentang dunia harus timbul dari observasi yang
bersifat netral dan tidak memihak. Satu-satunya
jalan masuk ke alam semesta adalah melalu mata,
telinga dan sebagainya. Para empiris kadang-
kadang menggambarkan pikiran sebagai kertas
kosong pada mana informasi dicetak via alat-alat
indera. Kita merupakan pengamat-pengamat pasif
yang menyaring data yang masuk, berupaya
memahami dunia di sekitar kita.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 109
1
10

Tidak terdapat penjelasan filosofis yang


substansial dan terperinci tentang matematika
pada periode ini. Para rasionalis tentu saja
mengagumi matematika serta Descartes dan
Leibniz adalah matematikawan besar. Para
empiris cenderung tidak mengindahkan nilai
penting matematika, barangkali karena
matematika tidak begitu cocok dengan kerangka
pengumpulan pengetahuan mereka. Berkeley
meluncurkan serangan bertubu-tubi terhadap
kecermatan yang dianggapkan terkait dengan
kalkulus infinitsimal. Namun demikian dengan
mempertimbangan peran matematika dalam sains,
para empiris harus memberikan penjelasan
tentangnya.

Pernyataan-pernyataan filosofis yang


tersebar tentang matematika mengungkap tingkat
kesepakatan yang mengejutkan diantara dua
aliran besar ini. Baik para rasionalis maupun
empiris memandang matematika berhubungan
dengan besaran-besaran fisik atau objek-objek
yang diperluas. Objek-objek ini dialami secara

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 110
1
11

empirik. Dua aliran tersebuut berbeda dalam hal


akses pikiran ke ide-ide dari objek-objek yang
diperluas dan dalam hal status penalaran tentang
ide-ide tersebut. Descartes misalnya memandang
bahwa kita memiliki persepsi yang jelas dan
terang tentang ‘ekstensi murni’ yang melanda
objek-objek fisik dan dia meyakini bahwa kita
dapat bernalar secara langsung tentang ekstensi
murni ini. Pandangan ini menegaskan pendirian
rasional bahwa daya pikir manusia merupakan
alat yang tangguh untuk penalaran secara
matematis menuju ke konklusi-konklusi a priori
tentang dunia fisik.

Para empiris memandang ide-ide


matematis diperoleh dari pengalaman barangkali
mengikuti Aristoteles. Gagasan kita mengenai
bilangan enam, misalnya datang dari pengalam
kita dengan kelompok-kelompok enam objek.
Gagasan ‘segitiga’ diperoleh dari melihat objek-
objek yang berbentuk segitiga. Bagi seorang
empiris tidaklah terdapat ‘ekstensi murni’
substansial yang melandasi objek-objek yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 111
1
12

tampak. Hanya ada objek-objek yang kita


persepsi itu. Apa yang kamu lihat, apa yang kamu
dapatkan.

Meski terdapat perbedaan-perbedaan


tersebut dan yang lainnya, seorang empirisis biasa
akan sepakat dengan seorang rasionalis biasa
bahwa setelah ide-ide yang relevan didapatkan,
maka pemerolehan pengetahuan matematis
bersifat independen dari seberang pengalaman
lebih lanjut. Matematikawan merenungkan
bagaimana berbagai ide matematis berhubungan
satu sama lain. Misalnya dalam Treatise on
Human Nature, Hume menyebutkan kebenaran-
kebenaran aritmerik dan aljabar sebagai ‘relasi-
relasi dari ide-ide’ dan membedakannya dari
‘perkara-perkara fakta dan eksistensi’, yang kita
pelajari secara empirik. Geometri adalah suatu
sains empirik barangkali berkaitan dengan
generalisasi-generalisasi dari pengalaman. Satu
dekade kemudian, dalam karyanya yang terkenal
An Enquiry Concerning Human Understanding,
Hume mengklaim bahwa aritmetika, aljabar dan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 112
1
13

geometri seluruhnya berkenaan dengan relasi-


relasi antara ide-ide dan oleh karena itu tidak
empirik. Kesamaan dari pandangan-pandangan
tersebut yaitu bahwa kebenaran-kebenaran
matematis adalah a priori atau tidak terikat pada
pengalaman. Di sisi lain perbedaan utamanya
terletak pada sejauh mana pengalaman inderawi
diperlukan untuk memperoleh atau memahami
ide-ide yang relevan dan untuk mempelajarinya.

Kebenaran matematis sekurang-


kurangnya tampak memiliki suatu kemestian
tertentu yang melekat padanya. Bagaimana
mungkin 5 + 7 tidak sama dengan 12 ?
Bagaimana mungkin teorema faktorisasi adalah
salah ? Rasionalisme memberikan penjelasan
yang mulus tentang hal ini menurut garis-garis
pandangan yang kurang lebih bersifat platonik.
Tidaklah terdapat sifat kemungkinan dalam ide-
ide matematis yang diperoleh secara mental
seperti ekstensi murni yang mendasari objek-
objek fisik. Tentu saja kita mungkin keliru dalam
memahami ide-ide matematis atau dalam

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 113
1
14

mengupayakan suatu demonstrasi tetapi jika


dilakukan dengan tepat, metodologi matematika
menghasilkan hanya kebenaran-kebenaran yang
bersifat mesti. Namun demikian, perspektif ini
tidak tersedia bagi para empiris dan mereka tidak
memiliki penjelasan sedemikian langsung untuk
kemestian yang tampak dari matematika.
Beberapa dari mereka barangkali memandang
bahwa pernyataan-pernyataan matematis dasar
adalah benar berdasarkan definisi, suatu
kesimpulan yang mengecewakan bagi seorang
rasionalis karena penjelasan semacam itu
membiarkan matematika tanpa substansi. Hume
menyebutkan bahwa kita tidak dapat
membayangkan atau mengkonsepsi negasi-negasi
dari teorema-teorema matematis pada umumnya,
namun ini tampak sebagai dasar yang lemah
untuk kemestian matematika. Apakah hanya
suatu keterbatasan psikologis yang bersifat
kebetulan yang menyebabkan kita tidak dapat
mempersepsi objek-objek dalam cara lainnya ?

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 114
1
15

Penggunaan matematika baru dalam sains


memunculkan desakan baru ke arah persoalan-
persoalan mengenai aplikabilitas matematika bagi
dunia fisik. Di sini empirisme memberikan
penjelasan yang lebih baik. Berdasarkan
empirisme, ide-ide matematis diperoleh dari sifat-
sifat dari objek-objek yang tampak dan para
matematikawan mengkaji relasi-relasi antara ide-
ide ini. Ini berarti para empiris memandang
bahwa matematikawan secara tidak langsung
mempelajari relasi-relasi fisik tertentu diantara
objek-objek fisik yang tampak. Penjelasan ini
tidak dapat diberikan oleh seorang rasionalis.
Masalah baginya yaitu menunjukan bagaimana
entitas-entitas matematis yang abadi dan
dipahami secara fitrah berhubungan dengan
objek-objek yang kita lihat di dunia sekitar kita
dan di dalam studi sains. Jadi, seorang empiris
mengikuti Aristoteles, dengan suatu penjelasan
langsung tentang kecocokan antara objek-objek
fisik yang tampak dan pasangan-pasangan
matematisnya, sedangkan seorang rsionalis

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 115
1
16

mengikuti Plato dengan suatu penjelasan


langsung tentang ketidakcocokan antara objek-
objek inderawi dan pasangan-pasangan
matematisnya seperti lingkaran dan segitiga
sempurna dan barangkali juga bilangan-bilangan
yang sangat besar.

B. Immanuel Kant

Perselisihan diantara rasionalisme dan


empirisisme menjadi motivasi sentral dari upaya
Kant untuk merumuskan suatu sintesis yang
menangkap sifat-sifat paling masuk akal dari
masing-masingnya. Hasilnya adalah suatu gaya
heroik untuk menjelaskan atau menampung
kemestian matematika dan sifat a priori dari
kebenaran matematis sambil menjelaskan atau
menampung kedudukan matematika dalam sains-
sains empirik dan khususnya aplikabilitas
matematika pada dunia fisik. Masalah Kant
adalah menunjukkan bagaimana matematika
dapat diketahui a priori tetapi aplkabel universal
pada semua pengalaman dengan kepastian yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 116
1
17

tetap. Pandangan-pandangannya tentang


matematika merupakan suatu komponen yang
tidak terpisahkan dari keseluruhan filsafatnya. Di
sisi lain, referensi-referensi kepada matematika
muncul disepanjang filsafatnya. Oleh karena itu,
suatu kunci penting untuk memahami Kant
adalah pemahaman mengenai pandangan-
pandangannya tentang matematika.

Salah satu sifat yang paling menarik dan


problematis dalam filsafat matematika Kant
adalah tesis bahwa kebenaran-kebenaran dari
geometri, aritmetika dan aljabar bersifat ‘sintetik
a priori’ yang berdasarkan pada ‘intuisi’. Dengan
demikian, konsep-konsep kuncinya adalah
pengetahuan a priori, pembedaan analitik-sintetik
dan kemampuan intuisi.

Bagi Kant, suatu pernyataan universal


(dalam bentuk ‘semua S adalah P’) adalah
analitik jika konsep predikat (P) terkandung
dalam konsep subjek (S); jika tidak demikian
suatu pernyataan bersifat sintetik. Seperti kita

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 117
1
18

ketahui, tidak semua pernyataan bersifat sintetik.


Seperti kita ketahui, tidak setiap pernyataan
memiliki suatu bentuk subjek-predikat dan
dengan demikian, berdasarkan pandangan
kontemporer definisi Kant untuk analitisitas
tidaklah natural dan sangat melemahkan. Namun
demikian, Kant mengenali bentuk-bentuk
penilaian lain dengan menyebutkan bahwa
aplikasi pembedaan analitik-sintetik pada
penilaian-penilaian negatif adalah langsung
(Critique of Pure Reason, A6/B11), tetapi dia
tidak berbicara panjang lebar tentang hal-hal
lainnya.

Status metafisik dari kebenaran-


kebenaran analitik menurut Kant berkisar pada
sifat konsep-konsep. Ini berarti bahwa tesis Kant
mensyaratkan konsep-konsep memiliki bagian-
bagian (setidaknya secara metaforis), karena jika
kita tidak begitu maka kita tidak dapat berbicara
tentang sebuah konsep yang mengandung konsep
lainnya. Perkara-perkara yang relevan di sini
bersifat epistemik. Kant memandang bahwa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 118
1
19

bagian-bagian dari konsep dipahami melalui


suatu proses mental yang disebut analisis
konseptual. Ringkasnya, apapun konsep-konsep
itu, Kant meyakini bahwa seseorang yang
memahami suatu konsep berada pada posisi untuk
melakukan analisis konseptual dan menentukan
komponen-komponen dari konsep tersebut.
Analisis konseptual mengungkap apa yang telah
implisit dalam konsep-konsep. Dengan demikian,
analisis konseptual tidak menghasilkan
pengetahuan baru tentang dunia.

Jelaslah bahwa kebenaran analitik dapat


diketahui secara a priori. Misalkan A suatu
kebenaran analitik. Seseorang yang telah
memahami konsep-konsep yang diungkapkan
dalam A berada pada posisi untuk menentukan
bagian-bagian dari konsep-konsep itu dan dengan
demikian kebenaran dari A. Tidak diperlukan
pengalaman inderawi tertentu, selain apa yang
diperlukan untuk memahami konsep-konsep yang
dituntutkan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 119
1
20

Kant memandang bahwa beberapa


pernyataan matematis bersifat analitik. Misalnya,
‘semua segitiga memiliki tiga sudut’ atau
barangkali ‘semua segitiga memiliki tiga sisi’.
Namun demikian, Kant meyakini bahwa semua
pernyataan matematis bersifat sintetik. Analisis
konseptual semata tidak dapat menentukan bahwa
7 + 5 = 12, atau bahwa diantara sebarang dua titik
dapat dilukis sebuah garis lurus, atau bahwa
suatu garis lurus adalah jarak terpendek antara
dua titik. Kajian konsep-konsep yang terkait
dengan ‘7’, ‘5’, ‘12’, penjumlahan, identitas, titk
dan garis tidak akan mengungkapkan kebenaran
dari pernyataan-pernyataan tersebut.

Untuk memahami mengapa Kant berpikir


bahwa analisis konseptual tidak memadai untuk
mengukuhkan banyak pernyataan matematis, kita
perlu memperhatikan epistemologi Kant. Dia
meyakini bahwa pernyataan-pernyataan sintetik
dapat diketahui hanya melalui ‘intuisi’ dan
dengan demikian kita perlu memahami gagasan
tersebut. Intuisi dalam pandangan Kant memiliki

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 120
1
21

dua sifat, meski para pakar tidak sependapat


tentang nilai relatif dari masing-masingnya.
Pertama intuisi-intuisi bersifat tunggal, dalam arti
bahwa intuisi-intuisi adalah cara-cara untuk
mempresentasikan objek-objek individual. Jadi,
intuisi bersifat esensial bagi pengetahuan objek-
objek individual. Di sisi lain, analisis konseptual
tidak bersifat tunggal dan hanya menghasilkan
kebenaran-kebenaran umum.

Untuk mengadaptasi tesis Kant pada


matematika, misalkan seseorang ingin
menunjukkan bahwa terdapat suatu bilangan
prima yang lebih besar dari 100. Pada cara
matematis yang lazim, dia asumsikan bahwa
setiap bilangan asli lebih dari 100 adalah
komposit dan mengambil suatu kontradiksi. Jadi
barangkali dia telah mengukuhkan suatu
kebenaran analitik bahwa tidak benar semua
bilangan yang lebih dari 100 adalah komposit.
Tetapi kita hanya mengetahui eksistensi suatu
bilangan prima tersebut jika kita mengetahui
bahwa terdapat bilangan-bilangan asli yang lebih

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 121
1
22

besar dari 100. Dengan berdasarkan analisis


konseptual saja tampak bahwa kita masih
memiliki pilihan untuk menolak asumsi
eksistensial tadi. Analisis konseptual tidak dapat
mengukuhkannya. Menurut Kant, kita
memerlukan intuisi untuk mempresentasikan
bilangan-bilangan (atau grup-grup objek
berbilangan) dan bangun-bangun geometrik,
berikut untuk mempelajari apa-apa tentang semua
hal tersebut.

Dengan demikian, salah satu alasan untuk


memandang matematika bersifat sintetik adalah
bahwa matematika berhubungan dengan objek-
objek individual seperti objek-objek berbilangan,
bangun-bangun geometrik dan bahkan ruang itu
sendiri yang dipandang oleh Kant bersifat tunggal
dan dipahami oleh intuisi. Namun, pandangan-
pandangan Kant sesungguhnya lebih dalam lagi.

Kant meyakini bahwa, meskipun


kebanyakan pernyataan matematis bersifat
sintetik, mereka dapat diketahui a priori lepas dari

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 122
1
23

pengalaman inderawi. Bagaimana ini mungkin ?.


entah motivasinya datang dari matematika atau
bukan, banyak sekali filsafat umum Kant
dicurahkan untuk menunjukkan bagaimana
pernyataan-pernyataan sintetik a priori adalah
mungkin. Bagaimana mungkin terdapat
kebenaran-kebenaran a priori yang tidak berdasar
pada analisis konseptual ?

Sifat kedua dari intuisi dalam pandangan


Kant adalah intuisi menghasilkan pengetahuan
yang bersifat segera. Bagi manusia setidaknya
intuisi terikat pada persepsi inderawi. Namun
demikian, intuisi seperti itu bersifat empirik dan
pengetahuan yang dihasilkannya bersifat
kemungkinan. Kita tidak mempelajari matematika
secara demikian. Kant meyakini terdapatnya
suatu bentuk intuisi yang mengahasilkan
pengetahuan a priori tentang kebenaran-
kebenaran yang mesti. Intuisi ‘murni’ ini
melahirkan bentuk-bentuk dari intuisi-intuisi
empirik yang mungkin. Ini berarti bahwa intuisi
murni adalah suatu kesadaran akan bentuk spatio-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 123
1
24

temporal dari persepsi inderawi biasa.


Gagasannya yaitu intuisi murni mengungkap
perkiraan-perkiraan tentang pengetahuan empirik,
yang tidak bersifat problematis, mengenai objek-
objek spatio-temporal. Misalnya, geometri euklid
berkenaan dengan cara-cara manusia semestinya
mempersepsi ruang dan objek-objek terkait ruang.
Kita melihat objek-objek dalam tiga dimensi,
membatasi luas dengan garis-garis lurus dan
sebagainya. Aritmetika terkait dengan cara-cara
manusia semestinya mempersepsi objek-objek
dalam ruang dan waktu, menentukan letak dan
memperbedakan objek-objek dan menghitungnya.
Aritmetika dan geometri dengan demikian
mendeskripsikan kerangka persepsi. Kant
memandang proses ini sebagai persepsi inderawi.
Dengan demikian, struktur penalaran matematis
berdasarkan pada struktur alat persepsi kita.

Sebagai rangkuman, Kant berpandangan


bahwa analisis konseptual tidak menghasilkan
pengetahuan baru, melainkan hanya mengungkap
apa yang implisit di dalam konsep-konsep. Di sisi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 124
1
25

lain, matematika menghasilkan pengetahuan baru.


Konklusi-konklusi dari matematika tidak implisit
dalam konsep-konsep. Intuisi memberi kita
contoh-contoh dari objek-objek, atau grup-grup
objek, yang menampilkan konsep-konsep yang
sedang dikaji. Matematika mengungkap
pengetahuan baru via suatu proses mental a priori
yang disebut kontruksi. Para matematikawan
bekerja dan bertindak pada contoh-contoh yang
diberikan itu, mengikuti aturan-aturan yang
implisit dalam ‘intuisi murni’.

C. John Stuart Mill

Para filsuf seperti Kant mengeksplorasi


berbagai prasarat dan ambang batas pikiran dan
pengalaman manusia melalui metode-metode
yang lepas dari dan mendahului sains-sains alam.
Ini adalah sebentuk variasi prinsip filsafat dahulu
yang telah kita bahas lebih awal. Mereka
memandang filsafat diperlukan untuk
menentukan fondasi pokok dan batas-batas a
priori dari semua inkuiri empirik. Kant berupaya

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 125
1
26

mengungkap kerangka pengetahuan empirik,


untuk menjadi pedoman bagi persepsi-persepsi
kita.

Meskipun pengaruh Kant sangat besar,


banyak filsuf menyadari dan terus mempelajari
bahwa gagasannya tentang intuisi berikut tesis a
priori yang diajukannya ternyata bermasalah.
Oleh karena itu dapatkah kita memahami
matematika dan logika tanpa terikat oleh bentuk-
bentuk dari intuisi spatial dan temporal ? Dari
perspektif empirisisme secara umum, terdapat dua
alternatif bagi pandangan Kant bahwa
matematika bersifat sintetik a priori. Seseorang
dapat memahami matematika sebagai bersifat
analitik atau jika tidak demikian, memahaminya
sebagai empirik sehingga bersifat a posteriori.

Mill menentang pandangan para pengikut


Kant dengan keyakinan bahwa pikiran manusia
adalah sepenuhnya bagian dari alam dan dengan
demikian bahwa tidak mungkin suatu
pengetahuan yang signifikan tentang dunia

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 126
1
27

bersifat a priori. Dia mengembangkan suatu


epistemologi berdasarkan pandangan empirisis
radikal tersebut.

Pembedaan yang diajukan oleh Mill


antara pernyataan-pernyataan ‘verbal’ dan ‘real’
tampak mengambil model dari dikotomi analitik-
sintetik dan ‘perkara-perkara fakta’. Bagi Mill,
pernyataan-pernyataan verbal adalah benar
menurut definisi. Pernyataan-pernyataan
semacam itu tidak memiliki muatan yang
sebenarnya dan tidak mengatakan apapun tentang
dunia. Mill berbeda dari Kant dan dari beberapa
empirisis lainnya, misalnya Hume yang lebih
dahulu darinya dan Rudolf Carnap setelahnya,
dalam hal keyakinannya bahwa pernyataan-
pernyataan dalam matematika dan sebagian besar
pernyataan logika adalah rel dan oleh karena itu
bersifat sintetik dan empirik. Di dalam
peristilahan Hume, bagi Mill matematika dan
logika berhubungan dengan perkara-perkara
fakta. Tidak seperti empirisis sebelum dan
sesudah dirinya, inferensi epistemologis

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 127
1
28

fundamental untuk Mill adalah induksi


enumeratif. Kita melihat banyak burung gagak
hitam dan tidak melihat satu pun burung gagak
dengan sebarang warna lainnya dan
menyimpulkan bahwa semua gagak berwarna
hitam serta bahwa gagak selanjutnya yang akan
kita lihat berwarna hitam. Semua pengetahuan
(real) tentang dunia secara tidak langsung
ditelusuri hingga ke generalisasi-generalisasi
yang didasarkan pada observasi. Epistemologi
umum dari Mill bersifat kompleks dan meliputi
prinsip-prinsipnya yang terkenal tentang
penelitian eksperimental dalam sains.
Ketertarikan epistemik diantara hukum-hukum
dalam sains dan generalisasi-generalisasi dari
pengalaman bersifat tidak langsung. Namun
demikian, epistemologi dari Mill untuk
matematika dan logika tidak sekompleks itu. Dia
memandang bahwa matematika dan logika dapat
ditelusuri secara langsung ke induksi enumeratif
inferensi dari observasi via generalisasi-
generalisasi kepada apa yang sedang diobservasi.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 128
1
29

Sekurang-kurangnya sekali, Mill


menyebutkan bahwa generalisasi-generalisasi
tidak menambah sesuatu pun pada kekuatan
argumen-argumen, karena semua inferensi yang
penting adalah dari ‘yang khusus ke yang
khusus’. Pernyataan-pernyataan universal,
misalnya ‘semua gagak berwarna hitam’, hanya
merupakan catatan rangkuman dari apa yang telah
kita amati dan apa yang kita harap untu amati.
Bagi Mill, pernyataan-pernyataan matematis yang
lazim adalah generalisasi-generalisasi dan dengan
demikian pernyataan-pernyataan ini juga
mencatatkan dan merangkumkan pengalaman.
Filsafat matematika dari Mill dirancang untuk
hanya menunjukkan apakah proposisi-proposisi
matematis itu, untuk membawa mereka sejalan
dengan tema epistemologis umum tersebut.

Mari kita mulai dari geometri. Mill


menolak eksistensi objek-objek abstrak, dan dia
berupaya membangun geometri pada observasi.
Oleh karena itu, seperti Aristoteles, dia harus
menjelaskan pengertian yang tegas di mana

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 129
1
30

objek-objek yang dipelajari dalam geometri tidak


seperti apa pun yang kita amati di dunia fisik.
Tulisan Mill tentang perkara ini tidak jelas, tetapi
kita dapat mengambil uraian umumnya. Dia
memandang bahwa objek-objek geometris adalah
aproksimasi-aproksimasi dari bangun-bangun
sesungguhnya yang dilukiskan. Geometri terkait
dengan idealisasi-idealisasi dari kemungkinan-
kemungkinan konstruksi. Dua konsep yang
sangat penting di sini adalah ‘idealisasi’ dan
‘kemungkinan’.

Mill memaknai garis-garis tanpa lebar


dan titik-titik tanpa panjang sebagai konsep-
konsep limit. Suatu garis tertentu yang dilukis
pada kertas tebal tipisnya tergantung pada
kualitas tinta, ketajaman pensil atau resolusi alat
cetak. Kita dapat menganggap garis-garis
semakin tipis dan semakin lurus. Sama halnya,
suatu titik adalah limit yang didekati saat kita
melukis ruas garis-ruas garis semakin tipis dan
semakin pendek, dan suatu lingkaran adalah limit
yang didekati saat kita melukis lingkaran-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 130
1
31

lingkaran semakin tipis dan semakin sempurna.


Secara fisik, tentu saja tidak terdapat limit-limit
seperti itu dan Mill memandang bahwa geometri
tidak terkait dengan objek-objek yang ada. Jadi,
tegasnya, geometri euclid adalah suatu fiksi.
Bangun-bangun yang dipostulatkan di sana
adalah ‘wakil-wakil semu’. Tetapi, karena
bangun-bangun geometri mendekati bangun-
bangun yang dilukis maupun objek-objek di alam,
maka pernyataan-pernyataan geometrik adalah
benar (dari pandangan alam) sepanjang bahwa
bangun-bangun dan objek-objek realnya
mendekati idealisasi-idealisasi. Pada pengertian
tersebut, pernyataan-pernyataan dalam geometri
adalah generalisasi-generalisasi induktif tentang
bangun-bangun fisik yang mungkin di ruang fisik.
Pernyataan-pernyataan itu telah terkukuhkan oleh
pengalaman yang panjang.

Kita dapat mempertanyakan gagasan


kemungkinan dalam penjelasan Mill tentang
geometri. Misalnya, apakah yang hendaknya kita
pahami dari postulat euclid bahwa di antara dua

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 131
1
32

titik seseorang dapat melukis suatu garis lurus ?


Jika ini berarti kita dapat melukis sebuah garis
yang tidak memiliki lebar, maka postulat tersebut
sama sekali tidak benar. Dipahami dalam kaitan-
kaitan fisik yang nyata, versi limit dari postulat
euclid itu jelas salah.

Sekarang kita beralih ke aritmetika. Mill


menerima pandangan Plato dan Aristoteles bahwa
bilangan-bilangan asli adalah bilangan-bilangan
dari kumpulan-kumpulan. Dia sejalan dengan
Aristoteles dalam penolakan unit-unit ideal dan
dengan begitu bagi Mill bilangan-bilangan adalah
jumlah-jumlah dari objek-objek biasa. Dia tidak
memandang suatu bilangan sebagai istilah
tunggal yang mewakili suatu objek tunggal.
Selanjutnya Mill berpandangan bahwa tiap
bilangan mewakili kumpulan-kumpulan yang
besarnya sesuai bilangan yang terkait dengannya.
Ini menyimpulkan bahwa terdapat atau mungkin
terdapat objek-objek dalam jumlah tak hingga.
Apakah kita memiliki dukungan empirik untuk
pandangan tersebut ? Bagaimana jika kita

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 132
1
33

mengambil suatu teori fisika yang menyimpulkan


bahwa objek-objek fisik banyaknya terhingga ?
Akankah ini meruntuhkan aritmetika ?

Situasi di sini menyerupai


ketidaksesuaian antara pernyataan-pernyataan
dalam geometri dan pernyataan-pernyataan
tentang objek-objek biasa. Pengalaman kita yang
terbatas tidak cocok secara tepat dengan
pernyataan-pernyataan matematis. Seperti dalam
geometri, seorang pengikut Mill mungkin
menanggapi dengan wacana tentang idealisasi,
kemungkinan dan aproksimasi. Pernyataan-
pernyataan matematis khususnya definisi-definisi
untuk bilangan-bilangan tidak secara tepat cocok
dengan pengalaman. Pernyataan-pernyataan
matematis terkait dengan pengalaman yang
mungkin, pada kondisi-kondisi idealisasi di mana
rentang perhatian kita mengalami peningkatan
serta sebarang perbedaan dan interaksi antara
unit-unit (yang mungkin mengubah bilangan itu
seiring waktu) diabaikan. Pengalaman
mengukuhkan bahwa pernyataan-pernyataan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 133
1
34

aritmetik adalah kurang lebih berdasarkan


pengalaman. Namun demikian, lagi-lagi, seorang
pengikut Mill memiliki kewajiban untu
menjelaskan gagasan kemungkinan tersebut.

Satu sisi lain dari pandangan Mill,


implisit dalam apa yang telah kita bahas, yaitu
bahwa dia telah cukup jauh meninggalkan
pandangan bahwa matematika bersifat (jika tidak
mutlak) pasti dan mesti. Menurut Mill terdapat
banyak pernyataan matematis yang bahkan tidak
benar sama sekali, apalagi ‘mesti benar’ dan
‘sudah pasti’, dan apalagi ‘dapat diketahui a
priori’. Mill secara serius membahas persoalan
untuk menunjukkan mengapa pandangan yang
diterima itu sedemikian bersifat memaksa. Dia
bertanya: “mengapa kepastian matematika, dan
evidensi dari demonstrasi, menjadi frase-frase
umum untuk mengungkapkan jaminan tertinggi
yang dapat dicapai oleh akal. Mengapa
matematika oleh hampir semua filsuf dipandang
tidak terikat pada evidensi dari pengalaman dan
observasi dan disebutkan sebagai sistem-sistem

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 134
1
35

kebenaran yang mesti ?” (Mill 1973: 224). Mill


berpandangan bahwa aritmetika tampak mesti dan
dapat diketahui a priori karena aksioma-aksioma
dan definisi-definisi “kita ketahui melalui
pengalaman yang telah berlangsung sedemikian
lama dan konstan” (1973: 256). Kebenaran-
kebenaran dasar aritmetika misalnya hasil
jumlah-hasil jumlah sederhana, telah terkukuhkan
sejak masa kita mulai berinteraksi dengan dunia.
Ini tidak menjadikan kebenaran seperti itu
sungguh-sungguh a priori. Mill menerima bahwa
hasil jumlah-hasil jumlah aritmetika sederhana
bersifat mesti, tetapi hanya dalam artian bahwa
kita tidak dapat membayangkan segala sesuatu
sebagai tidak demikian.

Mill sepaham dengan pandangan Kant


bahwa sumber keyakinan sebenarnya terhadap
aksioma-aksioma aritmetik dan geometri berada
dalam batas-batas yang dapat kita persepsi.
Aksioma-aksioma dari teori-teori matematis
dipilih dengan merenungkan bagaimana kita
mempersepsi struktur dunia. Tentu saja, Mill

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 135
1
36

setuju bahwa pemahaman-pemahaman ke dalam


intuisi perseptual ini reliabel, dalam arti bahwa
kita tidak akan tersesat dengan mengikutinya dan
mempersepsi misalnya, bahwa dunia ini cocok
dengan geometri euclid dan bahwa hasil jumlah-
hasil jumlah sesuai dengan aritmetika. Namun
demikian, dia mempertahankan pendiriannya
bahwa realibilitas dari intuisi perseptual yang
berhubungan dengan ciri-ciri geometrik dan
aritmetik adalah suatu perkara empirik.
Maksudnya, kita mengungkap berdasarkan
pengalaman bahwa intuisi perseptual bersifat
reliabel. Berdasarkan observasi oleh diri kita
sendiri, kita mengatahui bahwa kita tidak dapat
mempersepsi dunia dengan sebarang cara lainnya
dan bahwa observasi terus mengukuhkan bentuk-
bentuk euclid dan bentuk-bentuk aritmetik.

Mengingat landasan epistemologis yang


tidak cukup berharga dari induksi enumeratif
merupakan hal yang menarik bahwa Mill
membawa empirisisme teguhnya sepanjang dia
mampu dengan mengemukakan penjelasan-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 136
1
37

penjelasan filosofis yang kompleks tentang


geometri euclid dan aritmetika dasar. Namun
demikian, filsafat matematikanya tidak
sedemikian tangguh. Dia hanya mengkaji tentang
geometri, aritmetika dan aljabar bukan cabang-
cabang matematika tingkat lebih tinggi.
Kelemahan ini termaklumi oleh Aristoteles, tetapi
tidak sedemikian mudah kita memakluminya di
sini, dengan mempertimbangkan nilai penting
matematika tingkat lanjut dalam pengembangan
sains-sains pada masa Mill.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 137
1
38

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 138
1
39

BAB VIII

ALIRAN FILSAFAT (Logisisme,


Formalisme, dan Intuisionisme)

Meski orang-orang jarang membesar-


besarkan pengaruh Kant, namun ternyata para
filsuf selanjutnya selanjutnya mengalami
kesulitan untuk meluruskan pandangan-
pandangan tersebut dengan berbagai
perkembangan dalam matematika dan sains.
Alberto Coffa (1991) mengemukakan
bahwa fokus utama dari filsafat abad ke-19
adalah menjelaskan prima facie sifat mesti
dan a priori dari matamatika dan logika tanpa
melibatkan intuisi Kant, atau referensi lainnya
kepada bentuk-bentuk a priori dan intuisi
spatial dan temporal.

Tiga aliran besar dalam filsafat


matematika telah mendominasi perdebatan
filosofis pada awal abad lalu dan masih

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 139
1
40

menjadi bahan wacana dalam literatur masa


kini. Dalam bab ini, kita lebih dahulu
membahas tentang logisisme, suatu cara
pandang bahwa matematika adalah, atau dapat
direduksi kepada, logika. Selanjutnya, dibahas
tentang formalisme, suatu pandangan yang
berfokus pada fakta bahwa banyak matematika
terdiri atas manipulasi berkaidah terhadap
karakter-karakter linguistik. Akhirnya, kita
akan membahas intuisionisme, suatu
pandangan bahwa matematika terdiri atas
konstruksi mental.

A. Logisisme

Pada sekitar peralihan abad ke-20


berkembang pandangan-pandangan bahwa
matematika bersifat analitik (atas sepenuhnya
analitik). Beberapa tokoh yang kita kaji
sekilas dalam bagian ini meyakini bahwa
sekurang-kurangnya bagian dari matematika
adalah, atau dapat direduksi kepada, logika.
Gagasan adalah bahwa konsep-konsep dan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 140
1
41

objek-objek matematika, misalnya “Bilangan”,


dapat didefinisikan dari terminologi logis dan
dengan definisi-definisi ini, teorema dalam
matematika dapat diperoleh dari prinsip-prinsip
logika. Pandangan ini disebut “Logisisme”.
Kita akan memulai pembahasan logisisme
dengan matematikawan Gottlob Frege.

1. Gottlob Frege

Istilah-istilah analisitas dan


pengetahuan a priori dimaknai secara berbeda
oleh pemikir-pemikir yang berbeda. Ingat
kembali bahwa bagi Kant, jika suatu
pernyataan berbentuk subjek dan predikat,
maka pernyataan itu bersifat analitik jika
konsep subjeknya mengandung konsep
predikatnya. Gagasan sentral dari
pandangannya yaitu bahwa analisitas berkisar
pada metafisika dari konsep-konsep. Seseorang
menentukan apakah suatu pernyataan bersifat
analitik dengan manganalisis konsep-
konsepnya. Di sisi lain, Frege menerapkan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 141
1
42

suatu pembedaan yang lain, meski mungkin


masih berhubungan. Dia memandang analisitas
mirip dengan a prioritas sebagai suatu konsep
epistemik, berkisar pada bagaimana suatu
pernyataan tertentu diketahui (atau dapat
diketahui).

Meski Frege meyakini bahwa setiap


pernyataan yang dapat diketahui memiliki
alasan dasar, sesuatu layaknya bukti kanonik,
namun definisi-definisi filosofis yang krusial
dapat dirumuskan tanpa masyarakatnya. Suatu
pernyataan bersifat a priori jika ia adalah
suatu “Hukun Umum” yang tidak dapat
dibuktikan, atau jika ia memiliki justifikasi
bukti yang bersandar hanya pada hukum-
hukum umum yang tidak dapat dibuktikan.
Suatu pernyataan bersifat analitik jika ia suatu
“Hukum Logika atau Definisi Umum” atau
jika ia memiliki suatu bukti yang bersandar
hanya pada hukum-hukum logika dan definisi
yang umum seperti demikian. Terdapat suatu
sumber logis khusus bagi pengetahuan, dan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 142
1
43

kebenaran analitik diketahui berdasarkan


alasan tersebut.

Penjelasan di atas mengisyaratkan


suatu pandangan dari Frege bahwa hanya
pernyataan-pernyataan yang dapat diketahui
atau terjustifikasi saja yang dapat bersifat
analitik atau a priori. Karena dia juga
memandang aritmetika dan analisis real
bersifat analitik, maka dia meyakini bahwa
setiap kebenaran tentang bilangan asli dan
setiap kebenaran tentang bilangan real bersifat
dapat diketahui. Artinya, tiap kebenaran
seperti itu adalah suatu hukum logika atau
definisi umum yang dapat dibuktikan atau
tidak dapat dibuktikan. Frege menganut
pandangan bahwa untuk setiap pernyataan
tentang bilangan asli atau bilangan real,
pernyataan tersebut atau negasinya bersifat
dapat diketahui.

Untuk menunjukkan bahwa pernyataan-


pernyataan aritmetika bersifat analitik, Frege

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 143
1
44

harus mununjukkan bagaimana dia


menurunkan pernyataan-pernyataan seperti itu
dari hukum-hukum logika dan definisi yang
bersifat umum. Program logisis dari Frege
adalah suatu upaya untuk sekedar melakukan
hal tersebut, sekurang-kurangnya untuk prinsip
dasar aritmetika.

Seseorang yang akrab dengan logika


kontemporer mungkin melihat ketidaksesuaian
dalam logisisme Frege. Tesis bahwa prinsip-
prinsip aritmetika dapat diturunkan dari
hukum-hukum logika tidak sejalan dengan
pandangan umum masa kini bahwa logika itu
sendiri tidak memiliki ontologi. Dari
perspektif ini, logisisme bersifat “non-starter”,
setidaknya bagi seorang realis ontologis
seperti Frege, yang meyakini bahwa bilangan-
bilangan asli ada sebagai objek-objek yang
indenpenden. Terdapat bilangan asli dalam
jumlah tak terhingga, sehingga jika logika
tidak mengatakan berapa banyak objek yang
ada, maka seseorang tidak dapat

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 144
1
45

mendefinisikan bilangan-bilangan asli dalam


logika.

Namun demikian, Frege menganut


suatu tradisi bahwa konsep-konsep terdapat
dalam lapangan logika, dan untuk Frege
ekstensi-ekstensi yang terikat pada konsep.
Jadi, logika memiliki suatu ontologi. Objek-
objek dalam logika meliputi ekstensi-ekstensi
dari beberapa konsep yang adanya bersifat
mesti. Dengan demikian, objek-objek logis
ada secara mesti, dan oleh karena itu
kemestian logika dipertahankan.

Frege secara eksplisit membedakan


logika dari sains-sains khusus, misalnya fisika.
Logika bersifat netral topik karena ia bersifat
aplikabel universal dan kebenaran logis yang
berlaku umum. Penggunaan konsep-konsep
dan ektensi-ekstensinya tidak mengurangi
netralitas tersebut. Seseorang perlu berurusan
dengan konsep-konsep untuk berpikir, untuk
sebarang jenis objek-objek, terdapat konsep

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 145
1
46

dari objek itu dan ekstensi dari konsep-konsep


itu. Frege menunjukkan bagaimana
mengkonstruksi bilangan-bilangan asli dari
ontologi logis ini. Dia pun mengemukakan
bahwa aritmetika menikmati aplikabilitas
universal dari logika. Sebarang bidang kajian
memiliki ontologi, dan jika seseorang
memiliki objek-objek, maka dia dapat
membilang objek-objek itu dan menerapkan
aritmetika.

Lebih lanjut, kita perlu memperhatikan


bahwa Frege tidak memperluas logisismenya
pada geometri. Pada perkara ini dia adalah
seorang penganut Kant, memandang bahwa
prinsip-prinsip geometri Euclid bersifat sintetik
a priori (dengan pemaknaan oleh Frege
sendiri). Frege meyakini bahwa geometri
memang memiliki suatu bidang kajian non-
universal yang khusus ruang.

Buku Frege pada masa selanjutnya


Grundgesetze der Arithmetik (1893-1903)

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 146
1
47

memuat pengembangan lengkap suatu teori


konsep-konsep dan ekstensi dari konsep itu.
Untuk tujuan saat ini, hal yang penting untuk
diketahui adalah Hukum Dasar V, sekarang
dipandang cacat, yang diuraikan sebagai
berikut:

Untuk sebarang konsep-konsep F, G,


ekstensi dari F identic dengan ekstensi dari G
jika dan hanya jika untuk setiap objek a, Fa
jika dan hanya Ga. Dengan kata-kata lain,
ekstensi dari F adalah ekstensi dari G jika
dan hanya jika F dan G memuat objek-objek
yang sama.

Sepucuk surat dari Bertrand Russell


kepada Frege pada tanggal 16 Juni 1902
mengungkapkan bahwa Hukum Dasar V
ternyata tidak konsisten. Misalkan, R konsep
yang berlaku pada suatu objek X hanya dalam
kasus.

Terdapat suatu konsep F sedemikian


hingga x adalah ekstensi dari F dan Fx salah.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 147
1
48

Misalkan r ekstensi dari R.


Anggapkan Rr benar. Maka terdapat suatu
konsep F sedemikian hingga r adalah ekstensi
dari F dan Fr salah. Disimpulkan dari Hukum
Dasar V bahwa Rr juga salah (karena r juga
ekstensi dari R). Jadi jika Rr benar, maka Rr
salah, Jadi Rr salah. Kemudian terdapat suatu
konsep F (yaitu R) sedemikian hingga r
adalah ekstensi dari F dan Fr salah. Jadi,
berdasarkan definisi, R memuat r, sehingga
Rr benar. Ini adalah suatu kontradiksi, dan
dengan demikian Hukum Dasar V tidak
konsisten. Ini sekarang dikenal sebagai
Paradoks Russell.

Frege berpandangan bahwa paradoks


ini telah menghancurkan program logisis yang
dibangunnya. Namun demikian, tidak
berselang lama, dia mengirimkan sepucuk
surat balasan yang sangat ramah kepada
Russell. Pada surat yang sama, Frege
memberikan rumusan lebih akurat mengenai
Paradoks tersebut. Setelah sekian upaya,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 148
1
49

termasuk ajuan restriksi untuk Hukum Dasar


V, yang ternyata gagal mengatasi masalah
tersebut, Frege meninggalkan projek
logisisnya.

Selanjutnya, Bertrand Russell, bekerja


sama dengan Alfred North Whitehead, seorang
filsuf amerika, memulai merevisi dan
memperluas kerja Frege dengan menerapkan
prinsip ‘Lingkaran Setan’: “Apa pun yang
melibatkan semua dari suatu kumpulan jangan
menjadi salah satu anggota dari kumpulan
itu.” Dengan cara demikian, mereka dapat
menghindari paradoks-paradoks yang
sebelumnya terjadi. Russell dan Whitehead
mengemukakan teori mereka, yang dikenal
sebagai the ramified theory of types, dalam
Principia Mathematica, yang terdiri atas tiga
volume dan diterbitkan pada tahun 1910.

2. Positivisme Logis

Pada permulaan dan dekade-dekade


pertengahan adab ke-20 berkembang aliran

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 149
1
50

positivism logis, suatu aliran empirisisme,


yang bertolak pada kesuksesan spektakuler
sains-sains alam dan perkembangan logika
matematis. Seperti telah disebutkan,
matematika adalah suatu kasus yang sulit bagi
empirisisme. Mill memandang bahwa
kebenaran-kebenaran dari matematika diketahui
secara empirik, dengan generalisasi-generalisasi
pada pengalaman. Oleh karena itu, matematika
bersifat sintetik dan a posteriori. Disisi lain,
para positivis logis tertarik dengan tesis dari
logisisme bahwa kebenaran-kebenaran dari
matematika bersifat anlitik dan dengan
demikian a priori. Seperti kita ketahui, istilah-
istilah tersebut bermakna berbeda bagi tokoh-
tokoh yang berbeda, kita sekarang membahas
evolusi lebih lanjut mengenai pengertian
analisitas.

Seperti telah disebutkan, Coffa (1991)


menyebutkan bahwa banyak sekali filsafat
abad ke-19 berkaitan dengan upaya-upaya
untuk menjelaskan kemestian dan sifat a

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 150
1
51

priori dari matematika dan logika tanpa


melibatkan intuisi Kant. Coffa selanjutnya
mengutarakan bahwa garis anti-Kantian yang
paling subur adalah apa yang disebutnya
‘tradisi semantik’, yang berawal dari
pemikiran Bernard Bolzano, Ludwig
Wittgenstein, Frege, dan David Hilbert, serta
mencapai puncaknya bersama Moritz Schlick
dan Rudolf Carnap dari Lingkaran Vienna.
Para filsuf ini mengembangkan dan
mempertajam banyak perangkat dan konsep
yang masih digunakan sampai sekarang, baik
dalam logika matematis maupun filsafat Barat
pada umumnya. Gagasan utama dari
pandangan ini adalah menentukan sumber dari
kemestian dan pengetahuan a priori dalam
penggunaan bahasa. Kebenaran yang mesti
adalah kebenaran berdasarkan definisi;
pengetahuan a priori adalah pengetahuan
tentang penggunaan bahasa. Michael Dummet
menyebut pendekatan ini dengan istilah
‘peralihan linguistik’ dalam filsafat.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 151
1
52

Pada konteks saat ini, tesis bahasan


kita adalah bahwa setelah kita memahami
makna-makna dari peristilahan seperti bilangan
asli, fungsi penerus, penjumlahan dan
perkalian. Maka kita memiliki sumber-sumber
untuk melihat bahwa prinsip-prinsip dasar dari
aritmetika, misalnya prinsip induksi adalah
benar. Ini setidaknya hadir dengan semangat
logisisme, bahkan jika secara ketatnya
kebenaran-kebenaran matematis tidak berakhir
sebagai benar hanya pada alasan-alasan yang
bersifat logis saja.

Frege meyakini bahwa bilangan-


bilangan itu ada. sedangkan Russell, seorang
logisis lainnya memandang bahwa bilangan-
bilangan tidak ada dan seseorang mungkin
berpikir itulah saja pilihan-pilihan yang
tersedia. Tetapi, Rudolf Carnap salah seorang
positivis logis menemukan bahwa keseluruhan
pertanyaan metafisik tentang eksistensi
bilangan-bilangan bersifat menyusahkan.
Bagaimana perkara itu dapat diputuskan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 152
1
53

dengan observasi? Carnap menolak manfaat


dari inti perdebatan tentang eksistensi objek-
objek matematis.

Sikap Carnap menyiratkan


kecenderungan ke arah naturalisme, yang
lazim di antara para empirisis. Gagasannya
adalah bahwa sains memiliki garis yang
terbaik, dan barangkali satu-satunya, untuk
menuju kepada kebenaran, sehingga sebarang
pertanyaan yang bermakna harus diutarakan
dalam peristilahan sains. Pertanyaan ontologis
tradisional tidak bersifat ‘teoretis’ maupun
ilmiah dalam sains dan dengan demikian tidak
bermakna.

Carnap (1950) secara ringkas


menguraikan suatu kerangka linguistik yang
disebut “Sistem Bilangan-Bilangan”. Tata
bahasanya meliputi angka-angka, variable-
variabel, kuantor-kuantor, seperti terdapat
suatu bilangan x sedemikian hingga dan
tanda-tanda untuk operasi-operasi aritmetika.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 153
1
54

Carnap menyebutkan bahwa kerangka ini


memuat aturan-aturan deduktif biasa untuk
aritmetika dan kerangka ini tampak seperti
suatu sistem deduktif formal, seperti yang
dikembangkan dalam logika matematis.

Tidak seperti Mill, Carnap dan para


positivis logis lain memandang bahwa
kebenaran-kebenaran dari matematika tidak
ditentukan oleh pengalaman. Kebenaran
matematis bersifat a priori, berlaku tanpa
mempersoalkan pengalaman apa yang mungkin
kita miliki. Namun demikian, sebagai
penganut empirisisme, mereka meyakini bahwa
setiap perkara faktual pada akhirnya harus
diputuskan berdasarkan pengalaman. Oleh
karena itu, para positivis logis menyimpulkan
bahwa kebenaran-kebenaran matematis tidak
memiliki muatan faktual. Bagi Carnap,
kebenaran tentang bilangan-bilangan asli boleh
disebut “Prinsip-Prinsip Kerangka” karena
mereka muncul dari aturan-aturan penggunaan
suatu kerangka bilangan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 154
1
55

Pengikut positivisme logis selanjutnya,


Alfred J. Ayer (1946: ch. 4) menuliskan
bahwa kontra Mill, kebenaran-kebenaran
matematika bersifat mesti, tetapi kebenaran-
kebenaran matematis tidak mengatakan sesuatu
pun tentang bagaimana adanya dunia. Dengan
demikian, para positivis logis mengeliminasi
kemungkinan pernyataan-pernyataan sintetik
yang dapat diketahui a priori. Seperti
dikemukakan oleh Ayer, suatu pernyataan
bersifat sintetik atau memiliki muatan faktual,
hanya jika kebenaran atau kesalahannya
ditentukan oleh fakta-fakta pengalaman. Suatu
pernyataan adalah analitik , jika validitasnya
hanya bergantung pada definisi-definisi dari
simbol-simbol yang dikandungnya.

Selain Carnap dan Ayer, penganut


positivisme logis yang utama meliputi juga
anggota-anggota lain dari kelompok yang
disebut “Lingkaran Vienna”, misalnya Moritz
Schlick, Gustav Bergman, Herbert Feigl, Otto
Neurath, dan Friedrich Waisman. Diluar

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 155
1
56

Vienna terdapat tokoh-tokoh C. W. Morris


dan Ernest Nagel dan gerakan ini mengalami
banyak kendala pada tahun 1960-an, tetapi
pandangan tentang matematika bukanlah alasan
utama dari kemunduran positivisme logis,
melainkan masalah yang sama seperti yang
dihadapi empirisisme (Radikal) tradisional
dalam mendeskripsikan landasan pengetahuan.

Salah satu serangan besar terhadap


positivisme logis datang dari murid Carnap
yang paling berpengaruh, W. V. O. Quine,
dengan pandangan bahwa tidak terdapat
perbedaan antara pernyataan analitik dan
pernyataan sintetik atau setidaknya, tidak
terdapat perbedaan yang memenuhi tujuan-
tujuan dari positivisme logis. Menurut Quine,
tidak ada perbedaan tajam diantara peran
bahasa dan peran dunia dalam menentukan
kebenaran atau kesalahan dari pernyataan-
pernyataan yang bermakna. Dia mengajukan
suatu pandangan holistik pada bahasa ilmiah
sains, dimana observasi, teori dan pernyataan-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 156
1
57

pernyataan matematis saling terjalin secara


kokoh.

3. Neo-Logisisme

Variasi-variasi pendekatan Frege untuk


matematika diupayakan dengan penuh
semangat pada masa sekarang ini dalam
garapan Crispin Wright, diawali dengan
Frege’s Conception of Numbers as Objects
(1983), dan tokoh-tokoh lainnya seperti Bob
Hale (1987), dan Neil Tennant (1997).
Definisikan neo-logisis sebagai orang yang
mempertahankan dua tesis berikut ini: (1)
Suatu inti yang signifikan dari kebenaran-
kebenaran matematis dapat diketahui a priori,
dengan turunan dari aturan-aturan yang
bersifat analitik atau konstitutif makna. (2)
Matematika ini berkaitan dengan suatu realm
objek-objek ideal, yang dalam satu segi
bersifat objektif atau tidak terikat pada
pikiran.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 157
1
58

Gabungan pandangan-pandangan
tersebut sangat menarik bagi mereka yang
bersimpati pada pandangan tradisional
matematika sebagai kumpulan kebenaran-
kebenaran objektif yang a priori tetapi
khawatir tentang permasalahan epistemologi
baku yang dihadapi realisme dalam ontologi.
Bagaimana kita dapat mengetahui sesuatu
tentang realm objek-objek abstrak yang secara
kausal bersifat lembam (tidak dinamis)?
Seorang neo-logisis menjawab: “Dengan
menggunakan pengetahuan kita tentang apa
yang kita maksudkan saat kita menggunakan
bahasa matematis dan demikianlah dia
berusaha untuk memecahkan masalah-masalah
yang ditemukan dalam logisisme tradisional”.
Neo-logisisme barangkali adalah ahli waris
terdekat dari ‘Tradisi Sematik’ sebagaimana
diutarakan oleh Coffa.

B. Formalisme

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 158
1
59

Pengamatan sehari-hari menunjukkan


bahwa banyak sekali aktivitas dalam
matematika terdiri atas manipulasi simbol-
simbol linguistic berdasarkan aturan-aturan
tertentu. Jika seseorang yang menerapkan
aritmetika mengukuhkan kalimat berbentuk a x
b = c, maka dia dapat menuliskan c/a=b.
Bagian-bagian dari matematika dasar dan
matematika tingkat lanjut sama-sama memiliki
sifat yang tampak sebagai manipulasi
berkaidah ini.

Apakah signifikasi dari observasi


tentang praktik matematika ini? Berbagai
filsafat yang berpangkat dengan nama
“Formalisme” mengklaim bahwa esensi dari
matematika adalah memanipulasi karakter-
karakter. Suatu daftar karakter-karakter dan
aturan-aturan yang dibolehkan memeras apa
yang hendaknya dikatakan tentang suatu
cabang matematika tertentu. Berdasarkan
pandangan para formalis, dengan demikian
matematika bukanlah atau tidak seharusnya

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 159
1
60

menjadi tentang sesuatu atau di luar karakter-


karakter tipografis dan aturan-aturan untuk
memanipulasi karakter-karakter tipografis
tersebut.

Formalisme memiliki silsilah lebih


baik di antara para matematikawan daripada
di antara para filsuf matematika. Di dalam
perjalanan sejarah, para matematikawan telah
memperkenalkan simbol-simbol yang pada
masanya tampak tidak meliki interpretasi yang
jelas. Nama-nama seperti bilangan negatif,
bilangan irrasional, bilangan transdental,
bilangan imajiner, dan titik ideal pada
infinitas yang menunjukkan suatu ambivalensi.
Untunglah profesi dalam matematika memiliki
jiwa-jiwa imajinatif dan tegas, tetapi tampak
bahwa kalangan-kalangan skeptik memberikan
nama-nama tersebut. Meski entitas-entitas yang
baru diperkenalkan itu terbukti berguna untuk
aplikasi-aplikasi dalam matematika dan sains,
namun pada momen-momen filosofis beberapa
matematikawan tidak tahu bagimana

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 160
1
61

memaknainya. Apakah sesungguhnya bilangan


imajiner itu? Salah satu respon terhadap
dilemma-dilema semacam itu adalah
merangkul formalisme. Seorang
matematikawan menyatakan bahwa simbol-
simbol untuk bilangan-bilangan kompleks,
misalnya hendak dimanipulasi berdasarkan
(sebagian besar) aturan-aturan yang sama
seperti untuk bilangan-bilangan real, dan
itulah saja yang tersedia baginya.

Namun demikian, para matematikawan


sendiri tidak selalu membangun posisi-posisi
filosofis mereka secara mendalam. Salah satu
penjelasan paling terperinci tentang versi-versi
pokok dari formalisme terdapat dalam kritik
teliti yang diajukan oleh Gottlob Frege
(1893). Berikutnya ini pembahasan singkatnya:

1. Pandangan-pandangan Pokok dalam

Formalisme

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 161
1
62

Sedikitnya ada dua posisi umum yang

memiliki klain historis terhadap sebutan

”Formalisme”. Meski filsafat-filsafatnya saling

bertentangan dalam segi-segi yang penting,

tetapi baik para penolak maupun pembela

formalisme kadang-kadang menggabungkannya.

2. Formalisme Istilah

Formalisme istilah adalah pandangan


bahwa matematika hanya berkenaan dengan
karakter-karakter atau simbol dan sistem
angka dan bentuk linguistic lainnya. Ini
berarti bahwa seorang formalis istilah
mengidentifikasi entitas-entitas matematika
dengan nama-nama mereka. Bilangan
kompleks 8 + 2i hanyalah simbol ‘8+2i’.
Seorang formalis istilah yang cermat akan
pula mengidentifikasi bilangan asli 2 dengan
angka ‘2’, tetapi mungkinlah seseorang berdiri
sebagai formalis tentang beberapa cabang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 162
1
63

matematika dan tidak bersikap demikian untuk


cabang-cabang matematika yang lain.
Seseorang barangkali menganut formalisme
hanya untuk cabang-cabang yang dia ragukan
atau tidak pahami dengan sangat baik.

Berdasarkan formalisme istilah dengan


demikian, matematika memiliki bidang kajian,
dan pernyataan-pernyataan matematis bersifat
benar atau salah. Pandangan ini menawarkan
jawaban-jawaban sederhana bagi masalah-
masalah dan epistemologi dalam matematika
yang tampaknya sukar. Tentang apakah
matematika itu? Bilangan-bilangan himpunan
dan sebagainya. Apakah yang disebut dengan
bilangan, himpunan, dan sebagainya? Mereka
adalah karakter-karakter linguistik. Bagaimana
matematika diketahui? Apakah yang disebut
pengetahuan matematis? Ia adalah pengetahuan
tentang bagaimana karakter-karakter itu
berkaitan satu sama lain, dan bagaimana
mereka hendaknya dimanipulasi dalam praktik
matematis.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 163
1
64

Formalisme istilah pada tahap awal


perkembangannya telah dikemukakan
(setidaknya untuk sementara) oleh dua orang
matematikawan, E. Heine dan Johannes
Thomae, pada sekitar peralihan abad ke-20.
Heine (1872: 173) mengutarakan, “Saya
memberikan nama bilangan-bilangan kepada
tanda-tanda nyata tertentu, sedemikian hingga
eksistensi dari bilangan-bilangan ini tidak lagi
dipertanyakan.” Thomae (1898) menyebutkan
sudut pandang formal membebaskan kita dari
kesukaran-kesukaran metafisik, inilah
keunggulan yang diberikannya.

3. Formalisme Permainan

Satu versi pokok lain dari formalisme


mempersamakan praktik matematika dengan
suatu permainan yang dimainkan dengan
karakter-karakter linguistic. Seperti halnya,
dalam permainan catur, seseorang dapat
menggunakan bidak untuk menguasai satu
persegi sejarak satu langkah di depan dengan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 164
1
65

arah diagonal, demikian pula dalam aritmetika


seseorang dapat menuliskan ‘x = 10’ jika
seseorang sebelumnya telah memahami ‘x = 8
+ 2’. Sebutlah ini dengan istilah Formalisme
Permainan.

Versi-versi radikal dari pandangan ini


menyatakan secara langsung bahwa simbol-
simbol dalam matematika tidak bermakna.
Formula-formula dan kalimat-kalimat
matematis tidak mengungkapkan pernyataan-
pernyataan yang benar atau salah tentang
sebarang bidang kajian. Pandangan di sini
yaitu bahwa karakter-karakter matematis tidak
memiliki makna lebih daripada buah-buah
permainan catur. Muatan dari matematika
terperas habis oleh aturan-aturan untuk
peroperasi dengan bahasanya. Versi-versi yang
lebih moderat dari formalisme permainan
mengakui bahwa bahasa-bahasa matematika
mungkin memiliki suatu jenis makna tertentu,
tetapi jika pun demikian, makna ia tidak
relevan dengan praktik matematika. Sepanjang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 165
1
66

bahwa yang diperhatikan adalah


matematikawan dalam kerjanya, maka simbol-
simbol dari bahasa matematis barangkali juga
tidak bermakna.

Perbedaan antara versi-versi


formalisme permainan yang radikal dan yang
lebih moderat tidak sangat penting bagi
filsafat matematika. Kedua pandangan itu
sepakat tentang ketiadaan interprestasi
matematis untuk karakter-karakter tipografis
dari suatu cabang matematika. Bertentangan
dengan pandangan tersebut, seorang formalis
istilah meyakini bahwa matematika adalah
tentang terminologinya.

Sebagaimana formalisme istilah,


formalisme permainan menjawab atau jika
tidak demikian, menghindari persoalan-
persoalan metafisik dan epistemologis yang
sukar dalam matematika. Tentang apakah
matematika? Bukan apa pun. Apakah bilangan
himpunan dan sebagainya itu? Semua itu

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 166
1
67

tidaklah ada, atau mungkin tidak ada.


Bagaimana matematika diketahui? Apakah
pengetahuan matematis itu? Ia adalah
pengetahuan tentang aturan-aturan permainan,
atau pengetahuan bahwa langkah-langkah
tertentu yang sesuai dengan aturan-aturan itu
telah dibuat.

Pada konteks formalisme permainan,


frasa-frasa seperti bahasa dan simbol adalah
menyesatkan. Pada hampir sebarang konteks
lainnya, tujuan bahasa terutama adalah untuk
berkomunikasi. Kita menggunakan bahasa
untuk berbicara tentang hal-hal, biasanya hal-
hal selain dari bahasa itu sendiri. Pada
penggunaan lazimnya, suatu simbol
melambangkan sesuatu. Kata ‘Amir’ mewakili
seseorang yaitu Amir. Jadi, seseorang akan
berpikir bahwa angka 2 mewakili bilangan ‘
2’. Inilah yang diingkari atau diragukan oleh
seorang formalis permainan. Angka itu tidak
mewakili sesuatu pun. Untuk matematika, apa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 167
1
68

yang menjadi persoalan adalah angka itu dan


peran angka itu dalam permainan matematika.

4. Perkembangan-perkembangan dalam
Formalisme
a. Deduktivisme

Kehadiran sistem-sistem deduktif yang


ketat, terutama disumbangkan oleh Frege,
mengisyaratkan suatu filsafat menarik yang
memiliki kesamaan dengan formalisme
permainan. Seorang penganut deduktivisme
menerima pokok pandangan Frege bahwa
aturan-aturan inferensi harus mempertahankan
kebenaran, tetapi dia bersikeras agar aksioma
dari berbagai teori matematis dianggapkan
seolah-olah telah ditetapkan secara arbiter.
Gagasannya yaitu bahwa praktik matematika
meliputi penentuan konsekuensi logis dari
aksioma yang seolah-olah tidak
diinterpretasikan. Seorang matematikawan
bebas untukk beranggapan bahwa aksioma dan
teorema dalam matematika tidak bermakna

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 168
1
69

atau menginterprestasi semua itu


sekehendaknya.

Untuk menjelaskan pandangan ini


secara lebih teliti, seseorang boleh
membedakan istilah-istilah logis seperti ‘dan,
jika, maka, terdapat, untuk semua’, dari
peristilahan yang bersifat non-logis, atau
khusus matematis, seperti ‘bilangan, titik,
himpunan, dan garis’. Peristilahan logis
dipahami dengan makna lazimnya, sedangkan
peristilahan non-logis dibiarkan tidak
diinterpretasikan, atau dianggapkan seolah-
seolah tidak diinterprestasikan. Misalkan dari
0 adalah suatu teorema dalam, misalnya
aritmetika. Berdasarkan deduktivisme, muatan
dari 0 adalah bahwa 0 disimpulkan dari
aksioma-aksioma aritmetika. Deduktivisme
kadang-kadang disebut ‘if-them-ism’, hubungan
antara formalisme permainan dan deduktivisme
dipicu oleh perkembangan sistem-sistem logis
yang dapat dioperasikan seperti kalkulus,
sebagaimana disebutkan oleh Frege.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 169
1
70

Deduktivisme sesuai dengan slogan bahwa


logika bersifat netral-topik. Gagasan dibalik
deduktivisme adalah mengabaikan interpretasi
dan taat kepada inferensi.

Deduktivisme merupakan suatu filsafat


yang sejalan dengan berbagai perkembangan
dalam fondasi-fondasi matematika, terutama
geometri pada abad ke-19 dan awal abad ke-
20. Peristiwa-peristiwa pentingnya antara lain
kemunculan dan kesuksesan geometri analitik,
dengan geometri projektif sebagai suatu
responnya; upaya untuk mengakomodasi
elemen-elemen ideal dan imajiner, seperti
titik-titik pada infinitas pengembangan
geometri n- dimensi, dan asimilasi geometri
non-Euclid kepada matematika utama
berdampingan, tanpa menggantikan geometri
Euclid. Tema-tema tersebut telah membantu
meruntuhkan tesis Kant bahwa matematika
terikat pada intuisi-intuisi ruang dan waktu.
Komunitas matematika semakin tertarik kepada
keketatan, kepada aksiomatisasi dari berbagai

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 170
1
71

cabang matematika, dan akhirnya kepada


pemahaman deduksi yang besifat indenpenden
dari muatan. Perkembangan-perkembangan
dalam matematika dan logika ketika itu
tampaknya secara alamiah telah begitu
mendekatkan kita kepada tesis filosofis bahwa
interpretasi aksioma-aksioma bukanlah suatu
masalah.

b. Finitisme

Pada peralihan abad ke-20,


perkembangan-perkembangan dalam analisis
real, dari para matematikawan seperti
Augustin Louis Cauchy, Bernard Bolzano, dan
Karl Weierstrass, mengatasi permasalahan
infinitesimal dan memberikan landasan kokoh
bagi kalkulus. Hilbert (1925: 187) menuliskan
bahwa analisis real dan kompleks adalah
“Struktur matematika paling estetik dan
dibangun secara teliti”. Meski kuantitas-
kuantitas yang kecil tak-hingga dan 4. besar
tak-hingga tidak diperlukan, tetapi teori-teori

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 171
1
72

baru masih bersandar pada kumpulan-


kumpulan infinit. Menurut Hilbert,” analisis
matematis adalah sebuah simfoni infinitas”.

Meskipun terjadi perkembangan-


perkembangan luar biasa, atau justru karena itu,
timbul suatu keresahan tentang krisis fondasional.
Matematika tampaknya, dan seharusnya, menjadi
yang paling eksak dan pasti di antara semua
disiplin ilmu namun tantangan dan keraguan
bermunculan. Dengan mengingat antinom-
antinom seperti Paradoks Russell, tidak terdapat
kepastian bahwa teori himpunan bersifat
konsisten. Krisis tersebut tidak juga reda meski
Georg Cantor telah mengajukan apa yang
disebutnya 'inconsistent multitudes'. Hal-hal
tersebut menimbulkan serangan terhadap
legitimasi beberapa metode matematis,
menggiring sejumlah matematikawan untuk
menerapkan pembatasan ketat bagi metode-
metode matematis, pembatasan yang akan
meruntuhkan analisis real dan kompleks.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 172
1
73

Tanggapan Hilbert terhadap


perkembangan tersebut menggabungkan berbagai
aspek dari deduktivisme, formalisme istilah, dan
formalisme permainan. Apa pun keuntungan.
filosofisnya, the Hilbert Programme' telah
menimbulkan era subur meta-matematika yang
bertahan sampai sekarang. Program ini, dengan
inti yang kadang-kadang disebut 'aritmetika finit',
dibangun pada garapan aksiomatisasi cabang-
cabang matematika, yang telah dilakukan
sebelumnya, berikut upaya-upaya monumental
dari para logisis seperti Frege dalam
pembangunan sistem-sistem logika yang ketat.
Gagasan di balik program ini yaitu
memformulasikan secara teliti dan ketat tiap
cabang matematika, berikut logikanya, kemudian
mengkaji koherensi dari sistem-sistem formalnya

Namun demikian, Kurt Gödel (1931,


1934) mengukuhkan suatu hasil yang memukul
telak tujuan-tujuan epistemik dari Program
Hilbert. Hasil ini, dikenal sebagai teorema
ketidak-lengkapan (pertama) Gödel, dipandang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 173
1
74

sebagai salah satu prestasi intelektual besar pada


abad kedua puluh.

c. Intuisionisme

Praktik matematika adalah terutama


aktivitas mental. Tentu saja, para matematikawan
menggunakan kertas, pensil, dan komputer,
tetapi, sekurang-kurangnya secara teori, semua itu
tidak bersifat mesti. Di sisi lain, alat bantu yang
bersifat utama bagi seorang matematikawan
adalah pikirannya.

1. Merevisi Logika Klasik

Filsafat-filsafat yang terangkum ke dalam


aliran intuisionisme barangkali sangat berbeda
(dan bahkan tidak cocok) satu sam. lain, tetapi
semuanya memberikan penekanan pada aktivitas
mental dalam matematika, dengan
memperhatikan landasan atau justifikasinya.
Tema-tema sentral yang mempersatukan
pandangan-pandangan ini adalah penolakan
terhadap mode-mode inferensi tertentu dalam

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 174
1
75

matematika. Filsafat intuisionisme menuntut


revisi-revisi bagi matematika yang ada saat itu
dan juga matematika masa kini.

Objek-objek utama dari revisi-revisi


tersebut adalah law of excluded middie (LEM).
yang kadang-kadang disebut law of excluded
third dan tertium non datur (TND). Misalkan o
suatu pernyataan. Maka contoh excladed middle
yang berkorespondensi dengan pernyataan itu
adalah pernyatanan bahwa 0 atau tidak benar
bahwa 0, kadang-kadang disingkat menjadi D
atau fidak-D, atau dalam simbol-simbol v -. Di
dalam semantik, "prinsip bivalensi', yang terkait
erat dengan hukum tersebut, menyatakan bahwa
setiap pernyataan adalah benar atau salah, dan
dengan begitu hanya terdapat dua kemungkinan
untuk nilai kebenaran- demikianlah hingga
disebut 'excluded middle". Intuisionisme adalah
suatu istilah umum untuk filsafat-filsafat
matematika yang meninggalkan LEM.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 175
1
76

Sistem-sitem logis biasa yang


memasukkan 'excluded middle disebut logika
klasik, dan matematika yang dikembangkan
dengan logika klasik disebut matematika klasik.
Logika yang lebih lemah, yang tidak
menggunakan 'excluded middle disebut logika
intuisionistik, dan matematika yang terkait
dengannya disebut matematika intuisionistik.
Untuk penjelasan yang terperinci, lihat Dummett
1977.

Logika intuisionistik tidak menggunakan


prinsip-prinsip dan inferensi-inferensi yang
didasarkan pada 'excluded middle'. Salah satunya
yaitu hukum eliminasi ganda, yang membolehkan
kita untuk menyimpulkan suatu pernyataan d dari
sangkalan terhadap sangkalan dari 0. Dengan
menggunakan logika intuisionistik, kita dapat
menyimpulkan "tidak-tidak-D' dari 0, tetapi tidak
dapat sebaliknya. Misalkan seseorang mencapai
suatu kontradiksi dari pernyataan berbentuk
'tidak-0'. Maka logikawan klasik maupun seorang
intuisionis menyimpulkan "tidak-tidak-D' (via

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 176
1
77

reductio ad absurdum). Logikawan klasik itu akan


pula menyimpulkan (kebenaran) 0, tetapi
kesimpulan terakhir ini tidak dibolehkan dalam
logika intuisionis (kecuali jika dia telah tahu
bahwa 0 benar atau salah).

Pengajuan revisi-revisi yang dituntutkan


terbadap logika bersifat terikat pada filsafat. Para
intuisionis memandang bahwa "excluded middle'
dan inferensi-inferensi yang terkait padanya
mengindikasikan keyakinan atas eksistensi
independen objek-objek matema dan/atau
keyakınan bahwa permyataan-pernyatann
matematis adalah benar atau salah secara lepas
dari para matematikawan. Pada peristilahan saat
ini, para intuisionis menandang "excluded middle'
sebagai konsekuensi dari realisme dalam ontologi
dan/atau realisme dalam nilai kebenaran.
Beberapa intuisionis secara tegas menolak
realisme ini, sedangkan beberapa yang lainnya
hanya memandang matematika seharusnya tidak
mensyaratkan sebarang tesis metafisik seperti
demikian.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 177
1
78

Matematika yang diperoleh via


pembatasan-pembatasan intuisionistik sangat
berbeda dari matematika klasik (lihat, misalnya,
Heyting 1956, Bishop 1967, dan Dummett 1977).
Para kritik umumnya mengeluhkan bahwa
pembatasan intuisionistik melumpuhkan
matematikawan. Di sisi lain, matematika
intuisionistik membuka peluang bagi banyak
pembedaan penting yang tidak tersedia dalam
matematika klasik, dan seringkali lehih tajam
dalam cara-cara yang menarik.

a. Brouwer, Heyting, dan Dummett

1) L.E.J Brouwer

Meski kita melihat bahwa aritmetika finit


dari Hilbert secara jelas dan eksplisit
mengandung pengaruh dari Kant, tetapi pada
abad ke-19 kita telah menyaksikan
kecenderungan yang kuat untuk menjauhi filsafat
matematika dari Kant, seperti disebutkan oleh
Coffa (1991), Di antara tokoh-tokoh dalam
kancah matematika dan filsafat matematika pada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 178
1
79

ahad ke-20, L. E. J. Brouwer barangkali adalah


pengikut Kant paling kental. Brouwer (1912: 78)
memberi julukan 'intuisionisme bentuk lama'
kepada filsafat Kant, meski Kant tidak kritis
terhadap praktik matematika. Oleh karena itu,
bukanlah kebetulan buhwa aritmetika finit dari
Hilbert memiliki kaitan dengan matematika
intuisionistik. Brouwer dan Hilbert sama-sama
menyebutkan bahwa jika seseorang taat kepada
praktik aritmetika finit, maka tidak terdapat
banyak sekali perbedaan antara pendekatan klasik
dan pendekatan intuisionistik. Namun demikian,
ada perbedaan substansial dan tidak terdamaikan
antara Hilbert dan Brouwer. Mereka jelas tidak
sepakat tentang apa yang Hilbert sebutkan
sebagai matematika ideal, yang tentu saja adalah
sebagian besar dari matematika.

Bagi Brouwer, seperti Kant, sebagian


besar kebenaran matematis tidak dicapai dengan
demonstrasi analitik. Kebenaran-kebenaran
matematis tidak dapat diketahui dengan analisis
konsep-konsep semata dan kebenaran-kebenaran

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 179
1
80

mereka tidak berdasarkan makna. Jadi, sebagian


besar matematika bersifat sintetik. Tetapi,
kebenaran matematis bersifat a priori, tidak
terikat pada sebarang observasi khusus atau
pengalaman lain yang kita miliki. Brouwer
meyakini bahwa matematika tergantung kepada
pikiran, berkaitan dengan suatu aspek khusus dari
pikiran manusia. Dia adalah seorang anti-realis
dalam ontologi dan anti-realis dalam nilai
kebenaran. Dia pun bukan seorang empirisis.
Seperti halnya Kant, Brouwer mencoba untuk
mengadakan suatu sintesis antara realisme dan
empirisisme.

Namun demikian, Brouwer mengakui


bahwa perkembangan matematika abad ke-19
menjadikan pandangan Kant tentang geometri
tidak bisa lagi dipertahankan. Kebangkitan
keketatan, yang mengarah kepada gagasan bahwa
konsekuensi logis lepas dari muatan, dan
perkembangan banyak interpretasi bagi geomeri
projektif, mendukung tesis bahwa yang penting
dari teorema dalam geometri adalah bentuk

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 180
1
81

logisnya. Ini tidak memberi ruang bagi "intuisi


murmi' dalam geometri. Oleh karena itu, Brouwer
meninggalkan pandangan Kant tentang ruang dan
berupaya menjelaskan geometri berdasarkan
intuisi waktu.

2) Arend Heying

Pada beberapa segi, Heyting, salah


scorang siswa dari Brouwer, lebih berpengaruh
daripada guranya-Via suatu kontribusi yang tidak
disetujui oleh Brouwer, dan bahkan membuat
Heyting sendiri bimbang. Dia mengembangkan
suatu 'formalisasi' ketat untuk logika
intuisionistik. Sistem ini kadang-kadang disebut
kalkulus predikat Heyting. Dia menyatakan
bahwa dari asumsi-asumsi metafisik dasar-
realisme dalam nilai kebenaran- dari logika
klasik, bahasa matematika klasik sebaiknya
dipahami sehubungan dengan 'syarat- syarat
kebenaran (objektif)'. Semantik untuk matematika
klasik dengan demikian akan mendeskripsikan
syarat-syarat pada mana tiap kalimat benar atau

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 181
1
82

salah. Dengan penolakan bivalensi, semantik


semacam itu tidak sesuai dengan intuisionisme.
Lebih tepatnya, bahasa intuisionistik harus
dipahami sehubungan dengan 'syarat-syarat
bukti'. Suatu semantik akan mendeskripsikan apa
yang berlaku sebagai bukti kanonik untuk tiap
kalimat.

3) Michael Dummett

Brouwer dan Heyting memandang bahasa


sebagai medium yang tidak sempurna untuk
mengkomunikasikan konstraksi matematis
mental-esensi sesungguhnya dari matematika.
Bagi mereka, logika membahas bentuk-bentuk
untuk penyebaran medium ini, dan oleh karena
itu suatu fokus langsung pada bahasa dan logika
adalah jauh dari lapangan perdebatan yang
semestinya. Di sisi lain, pendekatan utama
Dummett terhadap matematika dan logikanya
bersifat linguistik sejak awal. Ketertarikan
filosofisnya lebih cenderung kepada logika
intuisionistik daripada perkara-perkara matematis.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 182
1
83

Seperti Brouwer dan berbeda dari Heyting.


Dummett tidak berorientasi eklektik. Lebih
tepatnya, dia menggali tesis bahwa "matematika
klasik menerapkan bentuk-bentuk penalaran yang
tidak valid pada sebarang cara sah untuk
menafsirkan pernyataan-permyataan matematis
..." (Dummett 1973: 97).

Dummett memandang bahwa sebarang


kajian tentang logika mana yang benar akhirmya
harus berkisar pada pertanyaan-pertanyaan
makna. Dengan demikian, dia mengadopsi suatu
cara pandang yang dianut secara luas bahwa
aturan-aturan untuk menarik kesimpulan-
kesimpulan dari sehimpunan premis mengalir dari
makna beberapa istilah dalam premis- premis itu,
apa yang disebut 'terminologi logis', Ini sesuai
dengan tesis bahwa inferensi logis bersifat
analitik, atau konstitutif-makna. Berdasarkan
sifatnya, bahasa adalah suatu medium publik, dan
oleh karena itu, makna-makna dari istilah-istilah
dalam suatu bahasa ditentukan oleh bagaimana
istilah-istilah itu digunakan secara tepat dalam

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 183
1
84

wacana para pengguna dari suatu bahasa berkuasa


atas bagaimana istilah-istilah itu hendaknya
digunakan. Dummett mengidentifikasi kriterion
penting bagi seharang semantik yang hendaknya
berperan dalam filsafat: pemahaman jangan
sampai tidak terungkapkan. Seseorang memahami
ungkapan- ungkapan yang tersedia dalam suatu
bahasa jika, dan hanya jika, dia mengetahui
bagaimana menggunakan bahasa itu secara benar.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 184
1
85

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 185
1
86

BAB IX

BEBERAPA PANDANGAN
DALAM FILSAFAT
MATEMATIKA KONTEMPORER

A. Realisme dalam Ontologi Kontemporer

Secara umum, terdapat dua aliran pikiran


dalam filsafat matematika kontemporer (dan
sampai pada taraf tertentu dalam metafisika dan
epistemologinya). Salah satu kelompok meyakini
pernyataan-pernyataan dalam matematika
seharusnya dipahami kurang lebih secara harfiah,
‘pada nilai permukaan’. Aliran pikiran yang
kedua adalah kebalikan dari yang pertama
tersebut. Para penganutnya bersikap skeptik
terhadap matematika, jika matematika dimaknai
secara harfiah tetapi mereka menerima nilai
penting matematika dalam segala bidang
keilmuan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 186
1
87

Para penganut aliran yang pertama seperti


telah disebutkan memahami pernyataan-
pernyataan matematis dengan pemaknaan harfiah
langsung. Misalnya, pernyataan ‘nol adalah suatu
bilangan asli’ merupakan sebuah aksioma
matematika dan pernyataan ‘untuk setiap
bilangan asli n, terdapat bilangan m > n
sedemikian hingga m adalah prima’ merupakan
sebuah teorema. Bersama-sama, ini
menyimpulkan ada bilangan-bilangan prima yang
banyaknya tak hingga. Sama halnya himpunan-
himpunan ada dan sebagainya. Hanya terdapat
satu jenis eksistensi yang aplikabel pada
matematika maupun pada wacana biasa.
Berdasarkan prinsip-prinsip seperti hukum
‘excluded middle’ dan inferensi-inferensi
terkaitnya, kebanyakan filsuf aliran ini meyakini
bahwa eksistensi bilangan-bilangan, himpunan-
himpunan dan sebagainya tidak terikat pada
pikiran, bahasa dan konvensi-konvensi dari para
matematikawan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 187
1
88

Di dalam peristilahan yang kita gunakan,


penganut-penganut aliran yang pertama ini adalah
para realis dalam ontologi. Seperti diketahui,
terdapat masalah-masalah epistemologis serius
yang harus diatasi oleh sekelompok ini. Misalnya,
bagaimana mungkin manusia mengetahui sesuatu
tentang objek-objek matematis dan konfidensi
apakah yang dapat kita miliki bahwa pernyataan-
pernyataan kita tentang objek-objek seperti itu
benar?

1. Kurt Godel

Kurt Godel adalah salah seorang


logikawan yang paling berpengaruh dalam
sejarah. Meski pada sepanjang hayatnya Godel
tertarik kepada filsafat, tetapi standar-standar
pribadinya yang sedemikian tinggi telah
membatasi dirinya untuk hanya mempublikasikan
sedikit artikel dalam bidang filsafat. Godel 1944
dibuka dengan sebuah kutipan tentang pandangan
awal Betrand Russell bahwa logika “berkenaan
dengan dunia real senyata ‘zoologi’, meski

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 188
1
89

dengan sifat-sifat yang lebih abstrak dan umum”


(Russell 1919:169). Dengan memperhatikan
logisisme Russell, tampak bahwa baginya
matematika juga terkait dengan sifat-sifat umum
dari dunia nyata. Ini sekurang-kurangnya
menyiratkan pandangan realisme dalam nilai
kebenaran. Pernyataan-pernyataan matematis
adalah benar atau salah secara objektif. Namun
demikian, pada perkara ontologi, Russell
akhirnya menganut suatu pandangan ‘tanpa-kelas’
yang memandang bilangan-bilangan dan objek-
objek matematis lainnya sebagai fiksi-fiksi logis.
Godel berpendapat bahwa anti realisme ontologis
semacam itu tidak dapat dipertahankan.

Banyak sekali filsafat dari berfokus pada


prinsip ‘lingkaran setan’ yang dirangkumkan
Godel sebagai “tidak satu pun totalitas dapat
memuat anggota-anggota yang dapat
didefinisikan hanya sehubungan dengan totalitas
itu atau anggota-anggota yang melibatkan atau
mensyaratkan totalitas itu”. Terdapat tiga prinsip
yang berbeda :

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 189
1
90

(1) Tidak satu pun totalitas dapat memuat


anggota-anggota yang dapat didefinisikan hanya
sehubungan dengan totalitas itu.

(2) Tidak satu pun totalitas dapat memuat


anggota-anggota yang melibatkan totalitas itu.

(3) Tidak satu pun totalitas dapat memuat


anggota-anggota yang mensyaratkan totalitas itu.

Prinsip (2) dan prinsip (3) tersebut masuk


akal meski tentu saja bergantung pada apa arti
dari ‘melibatkan’ dan ‘mensyaratkan’. Prinsip-
prinsip ini menyisihkan apa yang disebut
‘sirkularitas ontologis’. Namun demikian, dua
prinsip tersebut tidak berpengaruh terhadap
praktik. Godel memandang bahwa hanya bentuk
(1) dari prinsip lingkaran setan itu yang
menimbulkan pembatasan-pembatasan terhadap
matematika atau pada bagaimana matematika
disajikan. Versi ini menjaga matematikawan agar
tidak mengemukakan istilah-istilah tertentu,
misalnya definisi-definisi impredikatif yaitu
definisi yang merujuk pada kumpulan yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 190
1
91

memuat entitas yang sedang didefinisikan.


Tulisan Godel selanjutnya menunjukkan bahwa
pembatasan yang seperti itu melumpuhkan
matematika: “dapat dibuktikan bahwa formalisme
matematika klasik tidak memenuhi bentuk
pertama dari prinsip lingkaran setan, karena
aksioma-aksiomanya menyimpulkan eksistensi-
eksistensi bilangan-bilangan real yang dapat
didefinisikan dalam formalisme ini hanya dengan
merujuk kepada semua bilangan real” (Godel
1944:455). Dengan demikian, bentuk pertama
dari prinsip lingkaran setan tidak sejalan dengan
matematika klasik. Godel mengatakan bahwa dia
“memandang ini sebagai bukti bahwa versi
prinsip lingakaran setan ini salah, bukan bahwa
matematika klasiklah yang salah.”

Godel tidak membiarkan begitu saja


ketidakcocokan antara teori Russell dan praktik
matematis. Dia memandang bahwa versi (1) dari
prinsip lingkaran setan berlaku jika dan hanya
jika seseorang menganut sudut pandang
konstruktivis terhadap objek-objek dalam

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 191
1
92

matematika (Godel 1944:456). Seperti kita


ketahui, bagi seorang realis dalam antologi,
definisi bukanlah resep untuk menciptakan objek,
tetapi hanya suatu metode untuk mendeskripsikan
atau menunjuk kepada entitas yang memang telah
ada. Dari perspektif ini, definisi-definisi
impredikatif tidak bersifat merusak.

Salah satu aspek utama dari filsafat Godel


adalah suatu analogi antara objek-objek
matematis dan objek-objek fisik biasa. Dia
menelusuri gagasan ini kepada Russell. Di sini
Godel (1944:449) membuat isyarat yang paling
menarik dan kontroversial bahwa seperti halnya
kita membangun teori-teori fisika mutakhir untuk
menjelaskan dan memprediksi observasi-
observasi inderawi, di dalam matematika kita
membangun teori-teori mutakhir untuk
menjelaskan intuisi-intuisi atau keyakinan-
keyakinan yang telah berurat berakar tentang
objek-objek matematis. Keyakinan-keyakinan
intuitif ini meliputi misalnya prinsip-prinsip
matematika finit dari David Hilbert.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 192
1
93

Penggunaan istilah intuisi oleh Godel


secara eksplisit merujuk kepada pandangan Kant.
Gagasan pokok dari suatu objek fisik tidak
terkandung dalam persepsi-persepsi itu sendiri
tetapi diberikan oleh pikiran. Namun demikian,
Godel meninggalkan Kant dan para intuisionis
dengan realisme ontologis yang dianutnya. Dia
mengatakan bahwa, bagi Kant intuisi bersifat
subjektif. Bagi Kant dan para intuisionis penganut
Kant matematika bersifat bergantung pada
pikiran. Di sisi lain Godel memandang bahwa
matematika pokok yang diketahui mungkin
mempresentasikan suatu aspek dari realitas
objektif, tetapi dibedakan dari penginderaan,
kehadiran matematika pokok tertentu yang telah
diketahui itu mungkin ditimbulkan oleh sejenis
hubungan lainnya antara diri kita sendiri dan
realitas. Jadi, bagi Godel, intuisi-intuisi
matematis adalah semacam kilasan-kilasan ke
dalam suatu real matematis yang objektif.

Perbedaan antara Godel dan para


panganut pandangan Kant berpengaruh kepada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 193
1
94

praktik. Lebih awal dalam artikelnya, Godel


meninggalkan konsepsi konstruktivis dalam
matematika, “yang mengakui objek-objek
matematis sepanjang bahwa objek-objek
matematis itu dapat diinterpretasikan sebagai
konstruksi-konstruksi kita sendiri atau sekurang-
kurangnya dapat selengkapnya diketahui dalam
intuisi” (Godel 1964:474). Bagi seorang penganut
Kant, tidak terdapat yang lain-lainnya bagi objek-
objek matematis selain dari yang diketahui dalam
intuisi. Di sisi lain, Godel memandang bahwa
meski intuisi mempresentasikan suatu hubungan
antara kita dan realitas matematis, tetapi dunia
matematis melampaui persepsi kita tentangnya
demikian pula dunia fisik. Inilah maksud dari
tidak terikat pada pikiran atau mind independent.

Pada bagian akhir tulisannya tahun 1964,


Godel menyebutkan kemungkinan bahwa suatu
aksioma matematis yang baru akan diterima
berdasarkan kesuburannya dalam fisika, meski
dia mengindikasikan bahwa pernyataan itu
bersifat spekulatif saja dalam keadaan sains dan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 194
1
95

matematika saat ini. Kita masih jauh dari mampu


untuk membuat sebarang koneksi-koneksi
produktif antara aksioma-aksioma matematis baru
yang diajukan dan prinsip-prinsip dalam fisika.

2. Jaring Keyakinan W.V.O. Quine

W.V.O. Quine, salah seorang filsuf


kontemporer yang paling berpengaruh (sekurang-
kurangnya di sisi Amerika dari Samudera
Atlantik), adalah penerus empirisisme teguh dari
John Stuart Mill. Empirisisme adalah bahwa
semua pengetahuan yang substansial pada
akhirnya didasarkan pada observasi inderawi.
Seperti kita lihat, filsafat matematika dari Mill
tergoyahkan karena filsafatnya menjelaskan
hanya matematika sederhana seperti geometri
dasar dan hasil jumlah aritmetik yang kecil.
Sebagian alasan dari kegagalan Mill adalah
ketaatannya kepada pandangan bahwa semua
pengetahuan matematis didasarkan pada induksi
enumeratif mengambil konklusi-konklusi umum
dari kasus-kasus individual. Empirisisme Quine

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 195
1
96

seteguh pandangan Mill, tetapi epistemologi


matematikanya lebih mutakhir, mengakomodasi
banyak sekali, jika tidak semua, matematika
kontemporer.

Salah satu sifat lain dalam filsafat Quine


adalah naturalisme teguh, yang juga diwariskan
dari Mill. Quine menggambarkan naturalisme
sebagai “ditinggalkannya tujuan filsafat pertama”
dan “pengakuan bahwa di dalam sains itu sendiri
realitas hendaknya diidentifikasi dan
dideskripsikan” (Quine 1981:72). Filsafat tidak
berdiri mendahului sains, tidak berperean untuk
menjustifikasi pernyataan-pernyataan dalam
sains. Epistemologi harus berpadu dengan sains
alam terutama fisika: “filsuf naturalistik memulai
penalarannya di dalam warisan teori dunia
sebagai pertimbangan yang berlaku” dan
“warisan teori dunia itu utamanya adalah teori
dalam sains, produk mutakhir dari upaya ilmiah
sains.” Bersama Mill, Quine meyakini bahwa
sesungguhnya tidak ada pengetahuan yang
bersifat a priori.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 196
1
97

Tulisan awal Quine sebagian besar


merupakan reaksi terhadap satu aliran
empirisisme lainnya yaitu positivisme logis dari
gurunya Rudolf Carnap dan tokoh-tokoh lain
dalam Lingkaran Vienna. Carnap tidak
memandang bahwa matematika pada dasarnya
bersandar pada observasi inderawi. Pandangan
Carnap mengangkat perbedaan antara kalimat
analitik yang benar atau salah berdasarkan makna
istilah-istilah yang dikandungnya dan kalimat
sintetik yang benar atau salah berdasarkan
bagaimana adanya dunia.

Pada artikel yang penting bagi


filsafatnya, ‘Two Dogmas of Empiricsm’(1951),
Quine membangun latar bagi empirisisme
teguhnya. Dia menyerang ‘dogma’ bahwa
terdapat perbedaan fundamental antara
kebenaran-kebenaran yang bersifat analitik atau
didasarkan pada makna-makna yang tidak terikat
pada fakta dan kebenaran-kebenaran sintetik yang
didasarkan pada fakta (Quine 1951:20). Tesis
yang diajukan Quine yaitu bahwa faktor-faktor

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 197
1
98

bahasa dan faktor-faktor dunia saling terjalin dan


tidak dapat keterpisahan tajam antara semua itu.
Jadi tidaklah bermakna bila dikatakan bahwa
suatu pernyataan tertentu benar berdasarkan
bahasa semata. Bagi Quine, satu ‘dogma’ lain
yang juga ditolaknya adalah “reduksionisme:
pandangan bahwa tiap pernyataan yang bermakna
adalah ekuivalen dengan suatu konstruk logis
pada istilah-istilah yang merujuk kepada
pengalaman segera” Gagasan di balik dogma ini
adalah pandangan bahwa masing-masing
pernyataan yang bermakna harus merupakan
kombinasi logis dari pernyataan-pernyataan yang
secara langsung dapat diverifikasi melalui
pengalaman.

Sebagai pengganti untuk dua ‘dogma’


tersebut, Quine mengajukan metafora bahwa
sistem keyakinan-keyakinan kita adalah suatu
‘jaring tanpa kelim’. Tiap simpul keyakinan
memiliki hubungan-hubungan yang tidak
terbilang banyaknya ke simpul-simpul lain dalam
jaring tersebut. Beberapa hubungan bersifat logis,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 198
1
99

dalam artian bahwa menerima beberapa


keyakinan mensyaratkan penerimaan atas
keyakinan-keyakinan lainnya. Beberapa
hubungan bersifat linguistik, dipandu oleh
penggunaan bahasa. Simpul-simpul yang
langsung berkaitan dengan pengalaman,
sedemikian hingga mereka dapat dikukuhkan oleh
observasi langsung, berada pada tepi-tepi jaring.
Berdasarkan metafora ini, pengalaman inderawi
menimpa jaring hanya pada batas-batas luar,
melalui iritasi pada ujung-ujung syaraf kita
observasi. Observasi-observasi baru
menimbulkan perubahan-perubahan dalam jaring,
via hubungan-hubungan tak terbilang antara
simpul-simpul sampai tercapai suatu ekuilibrium.

Bagi Quine, “sains adalah suatu alat


untuk memprediksi pengalaman yang akan datang
berdasarkan pengalaman yang telah lalu” (Quine
1951: 6). Pada akhirnya, satu-satunya evidensi
yang relevan dengan suatu teori adalah
pengalaman inderawi. Jelaslah ini adalah
empirisisme. Tetapi, Quine berpendapat bahwa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 199
2
00

pengalaman tidak berkenaan dengan pernyataan-


pernyataan ilmiah sains yang ditimbang satu demi
satu. Keyakinan-keyakinan kita menghadapi
mahkamah pengalaman hanya dalam kelompok-
kelompok. Berpedoman kepada pengalaman yang
tegas, seorang ilmuan sains memiliki banyak
pilihan atas yang manakah dari keyakinan-
keyakinannya yang hendaknya dimodifikasi. Di
dalam filsafat, istilah teknis untuk pandangan
Quine adalah holisme. Ini adalah penolakan
terhadap ‘dogma’ yang kedua reduksionisme.

Quine memandang bahwa teori-teori


sains merupakan alat-alat dalam jaring keyakinan
yang bertujuan untuk mengelola dan memprediksi
observasi-observasi. Teori sesungguhnya atau
yang paling pokok dari teori ilmiah sains adalah
fisika. Kita menerima fisika sebagai benar karena
kedudukan utamanya dalam jaring keyakinan.
Tanpanya, kita tidak dapat mengelola dan
memprediksi pengalaman-pengalaman sebanyak
yang dapat kita capai sekarang ini. Matematika
berperan sentral dalam sains-sains. Sukarlah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 200
2
01

dibayangkan bagaimana kita melakukan sebarang


penelitian ilmiah sains yang serius tanpa
melibatkan matematika. Jadi, bagi Quine
matematika itu sendiri memiliki kedudukan
sentral dalam jaring keyakinan. Dia menerima
matematika sebagai benar dengan alasan yang
sama seperti dia menerima fisika sebagai benar.

Matematika terletak jauh dari ‘batas luar’


jaring keyakinan, dimana observasi berperan
lebih langsung. Kriterion sesungguhnya untuk
menerima setiap sesuatu matematika, fisika,
psikologi, objek-objek biasa, mitos adalah bahwa
ia harus memainkan peran esensial dalam jaring
keyakinan. Fisika, kimia dan bersama itu
matematika tertanamkan dalam jaring keyakinan
sehingga kita mempercayai bidang-bidang
tersebut. Quine memandang bahwa kita meyakini
eksistensi objek-objek biasa dengan alasan serupa
karena kedudukan mereka dalam jaring
keyakinan. Di sisi lain, mitologi Yunani misalnya
tidaklah sedemikian tertanamkan dan oleh karena
itu kita tidak meyakininya.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 201
2
02

Apapun manfaat dari program


filosofisnya, Quine tampaknya benar bahwa
sukarlah kita menarik batas yang tajam dan
prinsipil diantara matematika dan cabang-cabang
sains yang lebih teoritis khususnya fisika.
Terdapat kontinuum dengan sains eksperimental
pada salah satu ujungnya, sains yang lebih teoritis
dan matematika terapan ke arah tengah dan
matematika murni pada salah satu ujung lainnya.
Disiplin-disiplin ilmu yang berbeda secara
alamiah berpadu. Seorang penganut holisme tidak
memiliki pilihan lain kecuali menerima sebagian
besar sains sebagai benar atau mendekati benar.
Oleh karena itu, dia harus pula menerima
matematika sebagai benar.

Ini mendukung realisme dalam nilai


kebenaran. Kita mencapai realisme dalam
ontologi dengan menegaskan bahwa matematika
dipahami pada nilai permukaan, sebagaimana kita
juga memahami fisika pada nilai permukaan.
Pernyataan-pernyataan matematis menunjuk pada
(dan memiliki variabel-variabel yang mencakup

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 202
2
03

pada) entitas-entitas seperti bilangan-bilangan


real, titik-titik geometrik dan himpunan-
himpunan. Beberapa dari pernyataan-pernyataan
matematis ini adalah benar secara harfiah. Jadi,
bilangan-bilangan, titik-titik dan himpunan-
himpunan memang ada. Selain itu, dalam
pandangan ini tampak bahwa eksistensi objek-
objek tidak terikat pada matematikawan.

Ringkasnya, pandangan Quine tentang


matematika tidak sesuai dengan pandangan-
pandangan tradisional bahwa kebenaran
matematis bersifat mesti dan bahwa pengetahuan
matematis bersifat a priori. Semua pengetahuan
keseluruhan jaring keyakinan didasarkan pada
pengalaman inderawi. Tidak terdapat sumber-
sumber lain bagi pengetahuan. Selain itu, Quine
meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang
bersifat mesti atau pasti secara mutlak dalam
artian tidak dapat diperbaiki atau tidak dapat
direvisi berdasarkan pengalaman yang akan
datang. Dari holisme dan empirisismenya, Quine
menerima sebagai benar hanya bagian-bagian dari

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 203
2
04

matematika yang menemukan aplikasi dalam


sains. Tegasnya, agar seorang pengikut Quine
menerima suatu cabang matematika, maka
haruslah terdapat koneksi betapa pun jauh antara
pernyataan dari cabang itu dan observasi-
observasi inderawi.

B. Anti-Realisme dalam Ontologi

Kontemporer

Kita sekarang beralih ke filsafat-filsafat


matematika yang membantah eksistensi objek-
objek matematis. Pandangan ini, yang kadang-
kadang disebut ‘nominalisme’, adalah suatu versi
radikal dari anti-realisme dalam ontologi.
Barangkali seseorang dapat sekedar meyakini
bahwa matematika tidak memiliki nilai. Bagi
seorang filsuf yang berpandangan demikian,
objek-objek matematis layaknya tukang sihir dan
matematika sendiri layaknya ilmu ramuan sihir
dibuang sebagai sampah intelektual. Para filsuf
dalam pandangan ini berupaya merumuskan
kembali matematika atau suatu penggantinya agar

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 204
2
05

eksistensi objek-objek matematis khusus


bilangan-bilangan dan himpunan-himpunan tidak
disyaratkan dalam dunia sains.

1. Fiksionalisme

Hartry Field memahami bahasa


matematis dari nilai permukaan. Karena dia
meyakini bahwa objek-objek matematis tidak ada,
maka pernyataan-pernyataan matematis memiliki
nilai-nilai kebenaran yang objektif tetapi
‘kosong’. Misalnya, dia dapat memandang bahwa
“semua bilangan asli adalah prima” adalah benar,
karena bilangan-bilangan asli itu tidak ada.
Serupa demikian, Field dapat memandang bahwa
“terdapat suatu bilangan prima yang lebih besar
dari 100” adalah salah. Oleh karena itu, nilai-nilai
kebenaran dari pernyataan-pernyataan matematis
tidak berkorespondensi dengan teorema-teorema
matematis. Jadi, bagi Field, perkara utama
matematika bukanlah mengukuhkan kebenaran-
kebenaran dan mengingkari kesalahan-kesalahan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 205
2
06

Namun demikian, Field mengkaji


matematika secara serius dan dia membuat
batasan peran bagi matematika selain dari
mengukuhkan kebenaran tentang objek-objek
matematis yang tidak ada. Nilai-nilai kebenaran
yang kosong dari pernyataan-pernyataan
matematis tidak berperan dalam menentukan
keberterimaan matematika atau peran matematika
dalam sains. Oleh karena itu, Field dalam
semangatnya, sekurang-kurangnya bersekutu
dengan para anti-realis dalam nilai kebenaran
yaitu mereka yang membantah pandangan bahwa
pernyataan-pernyataan matematis memiliki nilai-
nilai kebenaran yang objektif (kecuali bahwa
Field tidak mendukung revisi-revisi dalam praktik
matematis).

Pandangan Field ini disebut


‘fiksionalisme’. Gagasan utama dari pandangan
ini adalah menganggap objek-objek matematis
layaknya karakter-karakter dalam fiksi. Field
(1980:5) mengklaim bahwa hanya terdapat satu
argumen serius bagi eksistensi entitas-entitas

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 206
2
07

matematis dan ini adalah argumen


indispensabilitas dari W.V.O Quine dan Hilary
Putnam. Field memandang bahwa argumen-
argumen lainnya akan memiliki bobot jika
argumen indispensabilitas ini berhasil. Jadi, titik
awal dari pandangan Field adalah bahwa jika
seseorang dapat meruntuhkan argumen
indispensabilitas, maka realisme ontologis
menjadi suatu dogma yang tidak terjustifikasi.

Field setuju bahwa matematika berguna


dalam sains, menyebutkan bahwa matematika
adalah kebutuhan praktis bagi ilmuan sains.
Membuang matematika sangatlah tidak mungkin.
Tetapi, pernyataannya tersebut tidak berarti
mengakui bahwa matematika bersifat esensial
bagi sains pada segi ontologis yang relevan. Field
memiliki pandangan bahwa dalam satu segi, sains
dapat dilakukan tanpa matematika. Ini tersirat
dalam judul dari bukunya, Science Without
Numbers.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 207
2
08

Selanjutnya, perhatikan bahwa suatu


bahasa nominalistik adalah bahasa yang tidak
merujuk kepada dan tidak memiliki kuantor-
kuantor yang mencakup objek-objek abstrak
seperti bilangan dan himpunan. Seperti kita
ketahui, bahasa ilmiah sains yang lazim tidak
nominalistik. Formulasi-formulasi baku dari
berbagai prinsip sains sendiri memuat terminologi
matematis dan melibatkan objek-objek
matematis. Putnam (1971) memandang bahwa
pengupayaan sains dalam suatu bahasa
nominalistik tidak memberikan harapan. Aspek
pertama dari kasus Field adalah membantah
pernyataan Putnam tersebut, dengan memberikan
formulasi-formulasi nominalistik bagi teori-teori
dalam sains.

Tentu terlalu merepotkan bagi seorang


nominalis saja untuk memberikan versi yang
dapat diterima untuk tiap teori sains yang ada saat
ini. Itu akan menuntutkan penguasaan seluruh
rentang sains kontemporer: mekanika kuantum,
relativitas umum, kimia, fisiologi, astronomi,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 208
2
09

ekonomi dan sebagainya. Sebagai gantinya, Field


mengembangkan suatu versi nominalistik untuk
teori gravitasi Newton dan beberapa ekstensi dari
sana. Ini diharapkan menjadi suatu paradigma
untuk cabang-cabang lain dalam sains masa kini.

2. Konstruksi Modalitas

Kita telah mengenal skeptisisme yang


sangat berpengaruh dari Quine terhadap gagasan-
gagasan modalitas seperti kemungkinan dan
kemestian: “kita tentu berhak untuk
berpandangan bahwa tidak satu pun formulasi
sebarang bagian sains bersifat definitif sepanjang
ia masih bersandar pada idiom-idiom, modalitas,
penggunaan-penggunaan yang baik dari
modalitas-modalitas barangkali dapat disajikan
dalam cara-cara yang lebih jelas dan diketahui”
(Quine 1986: 33-4). Beberapa dari penggunaan-
penggunaan yang baik ini dicapai dengan menata
kembali pengertian-pengertian modalitas dengan
menggunakan entitas-entitas matematis
khususnya himpunan-himpunan. Contoh paling

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 209
2
10

mutakhir dari ini adalah teori model yang dapat


dipandang sebagai upaya untuk memahami
kemungkinan logis dan konsekuensi logis
sehubungan realm konstruksi-konstruksi teori
himpunan. Saat dikatakan bahwa suatu kalimat
tertentu mungkin secara logis, ini berarti bahwa
terdapat suatu model yang berlaku padanya.
Sejumlah penulis mencoba untuk memahami
kemungkinan dan kemestian umum sehubungan
konstruksi-konstruksi teori himpunan yang
kadang-kadang disebut ‘dunia-dunia yang
mungkin’.

Sebagaimana diutarakan oleh Putnam


(1975: 70), matematika telah membuang
kemungkinan dengan sekedar mengasumsikan
bahwa, sampai pada isomorfisma, semua
kemungkinan secara simultan aktual-aktual
artinya dalam semesta ‘himpunan-himpunan’.
Program umumnya adalah untuk meninggalkan
istilah kemestian dan kemungkinan dan
menggantikannya dengan peristilahan objek-
objek abstrak seperti himpunan dan bilangan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 210
2
11

Namun demikian, terdapat sekelompok


filsuf matematika yang berdedikasi untuk
membalikkan orientasi ini. Mereka menyangkal
eksistensi objek-objek matematis seperti
himpunan dan bilangan dan menerima sekurang-
kurangnya beberapa bentuk modalitas. Lebih
tepatnya, filsuf-filsuf ini lebih tidak skeptik
terhadap modalitas misalnya teori himpunan (bila
dipahami secara harfiah sebagai teori objek-objek
abstrak). Oleh karena itu mereka mencoba
merumuskan kembali matematika sehubungan
dengan modalitas. Putnam sendiri pernah menjadi
anggota dari kelompok ini (1967). Salah seorang
anti-realis terkenal masa kini yang mengangkat
modalitas adalah Charles Chihara, yang
mengembangkan suatu bahasa formal yang
mewakili pandangannya dalam Constructibility
and Mathematical Existence (1990).

C. Strukturalisme

Strukturalisme timbul dari berbagai


perkembangan dalam logika dan matematika pada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 211
2
12

rentang abad ke-20. Pendukung-pendukung


utama pandangan ini antara lain Paul Benacerraf
(1965), Geoffrey Hellman (1989), Michael
Resnik (1997) dan Stewart Shapiro (1997).
Slogan strukturalisme yaitu bahwa matematika
adalah sains struktur.

Kebanyakan strukturalis adalah penganut


realisme dalam nilai kebenaran, meyakini tiap
kalimat yang tak ambigu dalam misalnya
aritmetika dan analisis adalah benar atau salah,
secara tidak terikat pada bahasa, pikiran dan
konvensi-konvensi sosial dari matematikawan.
Tetapi, para strukturalis tidak memiliki
pandangan seragam tentang eksistensi objek-
objek matematis. Benacerraf dan Hellman
mengemukakan dan membela versi-versi
pandangan yang tidak mensyaratkan eksistensi
objek-objek matematis, sedangkan Resnik dan
Shapiro adalah realis dalam ontologi dalam batas-
batas tertentu. Versi-versi strukturalisme yang ada
saat ini memiliki percabangan dalam gagasan-
gagasan seperti eksistensi, objek dan identitas

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 212
2
13

sekurang-kurangnya saat item-item itu digunakan


dalam matematika.

Ingat kembali bahwa seorang platonis


tradisional, atau realis dalam ontologi meyakini
bahwa bidang kajian dari suatu cabang
matematika seperti aritmetika dan analisis real
adalah sekumpulan objek-objek yang memiliki
semacam independensi ontologis. Resnik (1980:
162) mendefinisikan ‘platonis ontologis’ sebagai
seseorang yang meyakini bahwa objek-objek fisik
biasa dan bilangan-bilangan adalah ‘setaraf’.
Untuk filsuf seperti itu, bilangan-bilangan adalah
hal objek-objek yang jenisnya sama dengan,
misalnya gedung, tetapi terdapat lebih banyak
bilangan daripada banyaknya gedung dan
bilangan-bilangan bersifat abstrak dan abadi.

Untuk mengejar analogi tersebut, platonis


ini mungkin melekatkan sejenis independensi
ontologis tertentu pada masing-masing bilangan
asli. Sebagaimana tiap gedung tidak terikat pada
setiap gedung lainnya, tiap bilangan asli sebagai

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 213
2
14

suatu objek individual tidak terikat pada setiap


bilangan asli lainnya. Barangkali, gagasannya
adalah bahwa seseorang dapat memberikan esensi
dari tiap bilangan tanpa melibatkan bilangan-
bilangan lainnya. Misalnya, esensi bilangan 2
tidak melibatkan bilangan 6 atau bilangan
6.000.000.

Di sisi lain seorang strukturalis secara


tegas menolak jenis independensi ontologis apa
pun di antara bilangan-bilangan asli. Esensi dari
suatu bilangan asli adalah ‘relasi-relasi’-nya
dengan bilangan-bilangan asli lain. Bidang kajian
aritmetika adalah suatu struktur abstrak yang
tunggal yaitu pola yang berlaku umum pada
sebarang kumpulan infinit objek-objek yang
memiliki suatu relasi penerus, suatu objek awal
yang unik dan memenuhi prinsip induksi.
Bilangan 2 adalah posisi kedua dalam struktur
bilangan asli dan 6 adalah posisi keenam. Tidak
satu pun dari kedua bilangan itu memiliki
independensi dari struktur dimana mereka
merupakan posisi-posisi dan sebagai posisi-posisi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 214
2
15

dalam struktur ini, tidak satu pun dari bilangan-


bilangan tersebut yang tidak terikat pada satu
bilangan lainnya.

Tentu saja, seorang anak kecil dapat


belajar banyak tentang bilangan 2 saat dia hampir
tidak mengetahui apa pun tentang bilangan-
bilangan lainnya seperti 6 atau 6.000.000. tetapi,
independensi epistemik ini tidak menghalangi
keterkaitan ontologis antara bilangan-bilangan
asli. Dengan analogi, seseorang dapat mengetahui
banyak tentang suatu objek fisik misalnya bola
basket, meski dia hampir tidak mengetahui apa
pun tentang molekul dan atom. Namun demikian,
ini tidak berarti bahwa bola basket secara
ontologis tidak terikat pada molekul-molekul dan
atom-atom yang menyusunnya.

Struktur bilangan asli dicontohkan oleh


rangkaian-rangkaian pada suatu abjad yang finit
dalam urutan leksikal, suatu barisan infinit
momen-momen waktu yang berbeda dan suatu
barisan infinit goresan ruas garis tegak:

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 215
2
16

| | | | | | ….

Serupa demikian, analisis real adalah


studi pola dari sebarang medan tertutup real yang
lengkap. Teori grup mempelajari bukan struktur
tunggal, tetapi suatu type struktur, pola yang
berlaku umum pada kumpulan-kumpulan dari
objek-objekn dengan suatu operasi biner, suatu
elemen identitas dan invers-invers untuk tiap
elemen. Geometri euclid mengkaji struktur ruang
euclid, topologi mempelajari struktur-struktur
topologis dan sebagainya.

Selanjutnya, definisikan sistem sebagai


suatu kumpulan objek-objek dengan relasi-relasi
tertentu diantara objek-objek tersebut. Misalnya,
suatu hirarki perusahaan atau pemerintahan
adalah sistem orang-orang dengan relasi-relasi
pengawasan dan kerja sama; suatu konfigurasi
catur adalah sistem buah-buah catur pada relasi-
relasi ruang dan ‘langkah yang mungkin’.
Definisikan pola atau struktur sebagai bentuk
abstrak dari suatu sistem, menggarisbawahi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 216
2
17

kesaling-terkaitan antara objek-objek dan


mengabaikan ciri-ciri mana pun dari objek-objek
itu yang tidak mempengaruhi bagaimana objek-
objek tersebut berelasi dengan objek-objek lain
dalam sistemnya.

Salah satu cara untuk memahami suatu


pola tertentu adalah via proses abstraksi.
Seseorang mengamati sejumlah sistem dengan
struktur itu dan memusatkan perhatian pada
relasi-relasi antara objek-objek, mengabaikan
ciri-ciri dari objek-objek yang tidak relevan
dengan relasi-relasi ini. Misalnya, seseorang
dapat memahami suatu pertahanan sepak bola
dengan menonton sebuah pertandingan sepak
bola dan memperhatikan relasi-relasi ruang dan
peran-peran antara para pemain dalam sebuah tim
tanpa bola, mengabaikan hal-hal seperti tinggi
badan, warna rambut, persentase gol para pemain
karena semua itu tidak berkaitan dengan sistem
bertahan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 217
2
18

Pada kaitan-kaitan seperti demikian,


seorang strukturalis meyakini bahwa matematika
(murni) adalah studi deduktif dari struktur-
struktur tadi. Subjek dari aritmetika adalah
struktur bilangan asli dan subjek dari geometri
euclid adalah struktur ruang euclid. Di dalam
matematika, struktur-struktur dipelajari tidak
terikat pada sebarang contoh yang struktur-
struktur itu mungkin miliki dalam realm non-
matematis. Dengan kata lain, matematikawan
tertarik dengan relasi-relasi internal dari
kedudukan struktur-struktur tersebut.

Secara umum, strukturalisme


mengemukakan semacam relativitas mengenai
objek-objek dan eksistensi, sekurang-kurangnya
dalam matematika. Objek-objek matematis terikat
pada struktur-struktur yang menyusun objek-
objek itu. Namun demikian, versi-versi yang
beragam dalam strukturalisme memiliki ontologi-
ontologi yang berbeda dan versi-versi ini
menggunakan sumber-sumber konseptual yang
berbeda pula untuk menginterpretasikan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 218
2
19

pernyataan-pernyataan matematis. Dengan


demikian, versi-versi yang berbeda dalam
strukturalisme memiliki epistemologi-
epistemologi yang berlainan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 219
2
20

BAB X

BERPIKIR MATEMATIS

A. Persyaratan Aksioma dalam Sistem

Matematis

1. Para Pendekar Sistem Matematis

Orang sering mendengar bahwa


matematika itu statis. Barangkali memang tidak
terlalu miskonsepsi. Tidak meragukan bahwa
dalam waktu yang panjang manakala matematika
menampakkan diri sebagai sebuah seni yang
statis.Kemungkinan-kemungkinan berkreasi tidak
dikenal. Tetapi dari titik pandang perkembangkan
matematika, kita sekarang hidup di dalam zaman
kebesaran matematika sepanjang masa.
Pandangan ini mengarahkan kita, sebagian, untuk
dapat memahami sifat matematika lebih baik lagi.

Orang harus sadar bahwa ketetapant


seperti mana matematika dan mana yang bakan,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 220
2
21

sejauh ini, adalah sesuka hati Bertrand Russell


telah mendefinisikan matematika sebagai
himpunan semua proposisi berjenis "jika p, maka
q". Dalam pembahasan itu tampaknya dimaksud
untuk mendeskripsikan sisitem matematika
sebagai resultante dari dua komponen yakni
seperangkat aksioma dan sistem logika. Maka,
matematika, ada totalitas dari sistem matematis
ini. Meskipun totalitas itu memunculkan beberapa
persamaan dengan definisi yang diumumkan
Russell, definisi totalitas ini menunjakkan agak
lebih dapat diterima. Konstruksi yang terjadi
ketika kedua komponen itu dikombinasikan
sering kali diciri-khaskan sebagai metode analisis
matematis.

Awal mula sebarang sistem matematika


berada pada teknik postulat. Untuk menandai
perlunya penekanan atas metode postulat
matematika ini sering dikenal dengan metode
pustulatsional atau metode aksiomatis. Dengan
demikian, selayaknyalah jika pertama-tama kita
akan mengkaji komponen utama darı sistem

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 221
2
22

matematika itu, yakni, aksioma. Beberapa kata


seperti aksioama, postulat, dan asumsi biasanya
digunakan secara sinonim.

2. Aksioma

Mungkin Aristoteles (384-322 SM)


adalah orang pertama yang memikirkan secara
serius sifat aksioma itu. Dimungkinkan pula
bahwa pengkajiannya itu sangat terpengaruh dari
hasil karya Plato. Pakar logika (logikawan)
menganggap Aristoteles sebagai bapak ilmu
logika. Sistem logika asli hasil ciptaan Aristoteles
tidak meragukan berkerangka model yang
diambil dari matematika, akan tetapi
matematikawan setuju untuk mengabaikan karya
penting Aristoteles atas kajian aksioma dan
kontribusi Jainnya pada sains deduktif Pada tahun
1904, Heiberg melakukan karya yang sangat
hernilai, yakni, koleksi matematika ringkas
Aristoteles. Petikan petikannya menunjukkan
bahwa Aristoteles telah memiliki pandangan yang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 222
2
23

agak modern atas sifat fundamental pengetahuan


matematis.

Yang paling terkenal di antara semua


sistem matematika telah diorganisasikan oleh
Euclid tidak lama setelah zamannya Aristoteles.
Euclid adalah guru besar utama dari Universitas
terkenal di Alexandria. Periode kegiatannya dapat
diperkirakan pada 300 SM. Secara tepat tidak ada
yang dapat diketahui dari Euclid. Barangkali ia
orang Yunani, bukan Mesir. Tentu saja ia dapat
dipandang sebagai organisator besar matematika.
Karya monumentalnya adalah "Unsur-Unsur"
dalam bentuk buku 13 jilid dan dipelajari oleh
siswa sekolah sampai saat ini. Kenyataannya
memang semua materi buku teks geometri
dimensi dua dan tiga adalah bagian dari enam
buku (1, 3. 4. 6. 11. dan 12) dari "Unsur-Unsur".
Seberapa banyak dari materi ini yang asli hasil
studi Euclid masih menjadi pertanyaan. Memang
sebelum Euclid, telah ada buku teks geometri
yang ditulis oleh Theudius dari Magnesia.
Kemungkinan pula bahwa Euclid terpengaruh

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 223
2
24

oleh ide-ide dari berbagai murid Aristoteles dan


Plato. Tentu saja pengorganisasiannya dengan
pernyataan yang eksplisit dari definisi dan
aksiomanya pada bagian sangat awal analisisnya
itu merupakan salah satu kejadian yang sangat
penting dalam sejarah berpikir matematis. Hal ini
memang benar, tetapi di samping itu definisi dan
aksioma-aksionmanya tidak memenuhi
persyaratan yang rigor.

Bagian awal pada abad ke 19 merupakan


babak ke dua dalam sejarah metode aksiomatis
yang penting. Era Bolyai dan Lobachevsky
benar-benar menandai munculnya berpikir
matematis modern. Penemuan geometri non-
euclid oleh kedua orang ini, masing-masing tidak
saling mempengaruhi, merupakan jalan simpang
dari dominasi Euclid. Fondasi dari karyanya itu
telah dilakukan oleh Saccheri, Gauss, dan lain-
lain. Tetapi, ketika berusia 21 tahun. Bolyai
menulis kepada ayahnya dan mengatakan: "Saya
telah menciptakan semesta baru dari tidak ada

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 224
2
25

apa-apa (kosong)". maka satu periode telah


berakhir dan periode baru telah mulai.

Satu-satunya perbedaan yang nyata antara


geometri Euclid dan geometri yang diketemukan
oleh Bolyai dan Lobachevsky (non-euclid) adalah
terletak pada postulat kesejajaran pada Euclid
diganti dengan postulat (asumsi) yang lain. Dapat
diperkirakan bahwa kedua penemu baru itu
sepertinya memandangmateri geometri karna
ingin melihat kemungkinan proposisi untuk
mengetahui teorema jenis apa yang bakal terjadi
jika penggantian itu dilakukan. Tentu saja,
sebagian hasil penukaran khusus yang dilakukan
kedua orang merupakan geometri yang asing.
Teorema-teorema Euclid yang bebas dari postulat
No. 5 (tidak mengenai kesejajaran) masi tetap
berlaku dalam geometri baru. Teorema-teorema
dalam geometri lama diganti dengan konklusi-
konklusi yang mengherankan seperti ini bahwa di
dalam bidang, melalui sebuah titik dapat ditarik
dua buah garis yang sejajar dengan garis yang
diketahi dan bahwa melalui titik ini takhingga

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 225
2
26

banyak garis yang dapat ditarik yang terletak di


dalam sudut antarakedua garis yang dibuat itu dan
tak satu pun dari takhingga banyak garis ini
memotong garis yang diketahui.

Dalam tahun 1845 Riemann di Gottingen


masi mendemostrasikan geometri yang lain.
Dengan mengganti postulat paralel masi dengan
asumsi yang lain, ia memperoleh geometri
dengan sifat semua garis mempunyai panjang
finit dan jumlah sudut-sudut suatu segitiga lebih
besar dari pada 180 derajat.

Bagi orang baru kesimpulan-kesimpulan


yang demikian tampak aneh dan barangkali
menggelikan. Bagi matematikawan hasil-hasil ini
amat sangat penting. Pikirn bahwa aksioma-
aksioma yang mendasari sistem mtematika
haruslah “jelas kebenaranya” smakin menjadi
sesuatu yang kuno. Akhirnya dikehendaki baha
postulat-postulat atau teorea yang dihasilkan
haruslah menarik perhatian orang akan
kebenarannya. Beberapa dari aksioma tampak

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 226
2
27

seperti benar, sementara yang lain tampak seperti


salah, sementara yang lain tak dapat ditentukan
dalamarti ia tidak dapat memiliki sifat benar atau
salahbahkan sistem yang dihasilkanditerima
sebagai sistem matematis jika secara logis
konsisten. Memang, bukan kebenaran, akan
tetapi kosistensi adalah kata kunci berpikir
matematis. Meskipun terdapat sifat tertentu yang
dimiliki oleh seperangkat aksioma, aksioma-
aksioma sendiri begitu jauh semata-mata
hanyalah pernyataan-pernyataan awal yang
bersifat sembarang.

Selama abad ke-19 makin lama makin


dikehendaki teknik postulatsional yang baku.
Penelitian yang sistematik mengenal
permasalahan ini kemungkinan dipelopori
oleh Peano dalam tahun 1889. Di Amerika
Serikat konstribusi-konstribusi penting telah
diberikan oleh F. H. More, dan para muridnya,
dan oleh lain-lain selama abad ke-20. Bagaimana
pun pengaruh yang terbesar adalah perkuliahan
yang diberikan Hilbert atas geometri Euclid di

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 227
2
28

Universitas Gottingen selama satu semester


musim dingin 1898-1899, yang kemudian
perkuliahan itu diterbitkan.

Selama tahun-tahun terakhir ada


kecenderungan yang sangat menarik untuk
mengembangan sistem baru. Tampaknya satu-
satunya syarat bagi sistem matematis baru
adalah seperangkat aksioma baru dank arena
seperangakat aksiom sebegitu jauh adalah
sebarang satu aspaek kegiatan matematis kini
mudah dimengerti.

Banyak wajah matematika modern yang


tampakanya aneh bagi orang baru dapat dipahami
jika orang mau menerima penggunaan aksioma
yang mendasarinya. Sering kali kepada
matematika ditanyakan, “Bagaimana mungkin
terdapat begitu banyak jenis ruang yang berbeda-
beda?” atau “bagaimanakah mungkin terdapat
dimensi lebih dari iga?”. Suatu esensi perlu diingt
bahwa matematimawan tidak tertarik dalam term
yang biasa dipahami. Maka, ia mempunyai

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 228
2
29

sebarang jenis ruang atau sebarang jenis teori


dimensional melalui proses sederhana dengan
meletakan seperangkat aksioma sejati. Umumnya,
sulit bagi matematikawan untuk membatasi
perhatiannya pada sistem matematika dibatasi
kepada hal-hal seperti kata-kata garis, ruang, atau
bilangan.

3. Sifat Aksioma

Matematika telah berjalan bahkan lebih


jauh dalam mengkaji aspek fundamental tertentu
dari aksioma. Bahkan dalam permasalahan ini
tidak memperhatikan pada aspek bahasa aksioma.
Tentu saja, secara teknis pertimbangan demikian
harus didahulukan dalam diskusi ini. Beberapa
pembicaraan tidak diperdulikan matematikawan.
Umpamanya, ia memandang artikelitu tidak
esensial. Mereka telah dikenalkan dengan retorika
dan literature dengan baik. Bagian lain dari
pembicaraan mendapat perhatian besar.
Utamanya masalah definisi kata-kata
menyebabkan banyak matematikawan bangun di

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 229
2
30

tengah malam. Matematikawan tidak bermaksud


membiarakan “kekeliruan” dalam kamus. Satu
kamus akan mendefinisikan kata A, dalam term
kata B. Kata B akan didefinisikan dalam kata C,
dst. Segera dapat diamati bahwa suatu kata dari
urutan ini akan didefinisikan dalam
term A. Dengan demikian akhirnya kata A,
didefinisikan dalam term kata A. Proses demikian
diperkenalkan, tentu saja, bagi tujuan kamus
karena ada harapan bahwa disuatu tempat dalam
urutan kata-kata itu sutu kata akan didapati
memiliki makna lagi pemakai kamus itu. Maka,
kata A dapat di interpretasi. Analisis melinkar ini
cacat dan tidak dikehendaki dalam matematika.
Memeang, matematikawan telah sampai pada
kesimpulan bahwa kata-kata fundamental tentu
dalam sains apa pun harus dibiarkan tak
terdefinisikan (dalam logika disebut kata-kata
primitif). Hal ini tampak tidak menguntungkan
tetapi jelas tak ada pilihan lain bagi kita. Inilah
sedikit kesulitan di matematika disbanding
kemungkinan dengan sains berpikir lain karena

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 230
2
31

makan akhir diambil dari matematika murni.


Dalam sistem matematis dipandang perlu
mengurangi sebnyak mungkin kata-kata yamg
tidak didefinisikan. Pada masalah ini telah banyak
dilakukan penilitian. Misalanya, telah diketahui
bahwa di dalam geometri Euclid ada
kemungkinan mengurangi kata tidak
mendefinisikan menjadi hanya tiga saja. Dengan
kata lain, kita dapat mendefinisikan semua kata
atu term yang diperlukan dengan berpangkal pada
seperangkat kata-kata: “titik, garis, dan
kongruen”. Perangkat kata alternatif yang lain
yang akan memberikan keberhasilan yang sama
adalah “koleksi: titik, antara, dan kongruen”.
Tentu saja, jika kata fundamental tertentu ingin
didefinisikan, harus mengikuti kata-kata yang
mendefenisikan term itu, dan sangat munkin
kosong dari arti pokok. Maka bukanlah kejutan
jika kemuudian Betrand Russel mengatakan
“Matematika adalah studi di mana kita tidak
perna tahu apa yang sedang kita bicarakan, tidak
perlu tahu apakah yang kita bicarakan itu benar”.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 231
2
32

Sebagai akibat dari permasalahan di atas,


bagaimana pun konsep definisi telah memiliki
posisi yang baik di matematika, apabila
diinginkan perluasan kosakata (pembendaharaan
kata) di luar kata-kata primitif, kata baru dapat
dikemukakan. Tetapi, kata-kata baru ini harus
didefinisikan dalam term kata-kata primitif.
Makna yang persis bagi kata-kata baru yang
dikaitkan dengan kata-kataa primitif. Sering kali
penambahan kata-kata baru di dalam
perbendaharaan kata dalam sistem matematis
digunakan dalam wajah yang paling menarik.
Manakala sistem tidak banyak memberikan
kemungkinan perluasan kata-kata lebih lanjut dan
orang yang berkerja sama dengan sistem itu
mengetahui perlunya penelitian yang
memungkinkan guna mempertahankan
pemahaman yang baik akan profesinya,
pemasukan kata baru akan memberinya sesuatu
yang baru untuk dikerjakan. Dengan cara ini ada
kemungkinan dapat membuktikan sejumlah
teorema baru tentang dunia baru yang dahsyat.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 232
2
33

Pertimbangan yang cermat bukan hanya


pada bahasa aksioma akan tetapi juga pada
bentuk suatu pernyataan primitif. Menurut
persetujuan bersama, bentuk ini adalah proposisi
logis, yakni pernyataan yang menerima atau
menolak satu subyek. Bagaimana pun, masalah
ini langsung timbul kesulitan. Pernyataan “Dua
titik menentukan sebuah garis lurus” adalah
aksioma yang dikenal dalam geometri. Asersi
tampaknya mengiakan. Tetapi harus diingat
bahwa kata-kata: titik dan garis adalah kata-kata
yang tidak didefinisikan, jadi kata-kata ini tidak
mempunyai makna. Pakar geometri mungkin
menggambar noktah kecil bagi titik dan anak
panah bagi garis: ia mungkin mengangguk
membenarkan aksioma yang ia kutip. Orang lain
mungkin mengambil paku kecil untuk titik dan
benang kencang untuk garis, maka mungkin ia
berpikir bahwa pernyataan itu menggelikan.
Setiap orang mempunyai hak interpretasi atas
kata-kata yang terkait dalam aksioma. Memang,
pernyataan yang dikutip dalam aksioma di atas

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 233
2
34

dapat benar atau salah sesuai dengan isi yang


diberikan kepada kata-kata yang tidak
didefinisikan. Sebagimana adanya, karena kata-
kata itu tidak memiliki isi, kita tidak dapat
mengatakan benar atau salah. Jadi pernyataan ini
bukan proposisi actual, terkecuali ia dalam bentuk
proposisi. Bagi orang yang baru belajar
matematika kemungkinan akan tergangu oleh
kekurangan isi dalam kata-kata itu. Banyak kata
yang digunakan matematikawan telah memiliki
semacam makna bagi orang umum. Bagi orang-
orang yang demikian mungkin perlu mengganti
kata-kata itu dengan lambang jenis baru.
Umpamanya, aksioma umum dapat di
tulis, “X adalah suatu Y”. Tentu saja kalimat
dalambentuk proposisi tetap orang tidak akan
mencoba melukiskannya mengenai kebenaran
atau kesalahan kalimat ini.

Jika matematikawan mengamati


pernyataan “X adalah suatu Y”, ia segera memiliki
konsep fungsi dari matematika. Meskipun pakar
teori fungsi tidak akan setujuh sepenuhnya,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 234
2
35

pernyataan itu dapat dikatakan bahwa variabel


adalah fungsi dari satu atau lebuih variabel
laiinya jika variabel pertama atau variabel
bergayut atau bergantung paa variabel yang lain
atau variabel bebas dengan cara demikian
sehingga jika variabel bebas diketahui, variabel
bergayut dapat ditentukan.

Maka dapat dilihat bahwa, suatu aksioma


ditulis dalam bentuk yang dapat diterima
mempunyai bentuk proposisi dan berciri khas
fungsi matematis. Jadi, aksioma dikatakan
sebagai sejenis fungsi proposional Frege
menggunakan fungsi proposional dalam
karyanya, akan tetapi Betrand Russell yang
menerima penghargaan atas perkembangan nyata
ide itu. Barangkali menarik junga mengingat
kembaliapa yang pernah dikatakn Russell tentang
konsep ini. Ia mendefinisikan fungsi
proposisional demikian: “Fungsi proposisional
adalah pernyataan sederhana yang memuat satu
atau beberapa unsure yang tidak didefinisikan,
dengan segera menjadi proposisi setelah unsure-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 235
2
36

unsur tidak didefinisikan itu ditetapkan. Jika saya


mengatakan adalah orang’ atau n adalah
bilangan’ yaitu suatu fungsi proposisional .

Perlu dicatat, bahwa aksioma bukanlhah


satu-satunya fungsi proposisional dalam suatu
sistem matematis. Pernyataan-pernyataan yang
dideduksi secara logis dari aksioma-aksioma,
adalah hal serupa, dan perlu, menjadi fungsi
proposisional.

Matematikawan percaya bahwa


pengertian fungsi proposisional sangat penting.
Aneh bahwa pikoiran ini baru. Barangakli begitu
banyak proposisi yang kenyatanya adalah fungsi
proposisional. C. J. Keyser telah
mengungkapkan pikiran penting di dalam
pernyataannya: “Telah begitu jauh pertengkaran
manusia yang tak berkesudahan. Apa yang
menjadi sumber utama menjadi kontroversi yang
sia-sia tentang fungsi proposisional diucapkan
sebagai dan dipandang oleh kemanusiaan sebagai
proposisi dan dipercayai dengan pikiran benar

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 236
2
37

atau salah kenyataanya mereka tidak benar dan


tidak salah.

4. Syarat Ideal Perangkat Aksioma

Sampai sekian jauh diskusi mengenai


aksioma beserta sifat-sifatnya ini masih bersifat
individual. Matematika berjalan terus dan
membangun kelompok pernyataan untuk seluruh
perangkat aksioma yang melatarbelakangi sistem
matematis. Persyaratan-persyaratan ini adalah
konsistensi, independensi, dan kategoris.

Pengertian kosistensi di dalam perangkat


sistem matematis ini sederhana saja jika mau
memperlakukan materi secara dangkal. Jika,
bagaimana pun individu ingin mempelajari
permasalahan secara serius, ia akan mendapati
bahwa tidak ada masalah yang lebih abstrak atau
sulit. Selanjutnya, harus dipahami bahwa
beberapa pemikir besar matematika modern saat
ini sedang menggali cukup dalam ke dalam topic
ini.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 237
2
38

Seperangkat aksioma sedang berada


dalam kosinsten jika dari perangkat itu tidak ada
kemungkinan mendeduksi teorema-teorema yang
kontradiksi. Tentu saja jika diperoleh teorema
sebagai kosekuensi logis dari aksioma-aksioma
itu, mengindikasikan ada terdapat kontradiksi di
dalam perangkat aksioma itu sendiri. Konsep ini
tidak akan menjadi kesulitan tersendiri asalkan
saja matematika itu sendiri tidak menggunakan
sejumlah terminologi logis yang kemungkinan
memerlukan beberapa pembatasan. Fakta seperti
ini oleh matematikawan sangat dihargai ketika
mempelajari paradoks-paradoks logis modern.
Suatu cirri khas yang barangkali sangat penting.

Barangkali salah satu yang paling


sederhana dan sekalgus paling terkenal tentang
paradoks logis adalah paradoks Betrand Russell.
Paradoks ini melibatkan kata, himpunan, yang
merupakan term primitif logika. Bagaimana pun
paradoks ini dapat dipandang sebagai kata
sinomim dengan kata-kata seperti koleksi atau
agregat. Tetapi hal ini harus tidak dipikirkan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 238
2
39

sebagi definisi. Jadi, paradoks-paradoks ini


berkaitan dengan apa yang dikenal sebagi
“himpunan biasa”. Setiap himpunan yang tidak
memuat dirinya sendiri termasuklah himpunan
yang demikian ini. Sebagai gambaran, dapat
dikatakan bahwa kata, Prancis merupakan
himpunan biasa sebab himpunan semua kata yang
ditandakan dengan “Prancis”tidak memuat kata
Prancis. Kata English, tidak bisa , sebab kata
English, termuat di dalam himpunan semua kata
yang dikenal dengan “English”. Maka, inilah
masalahnya: Pandangan himpunan C, terdiri atas
semua “himpunan biasa”. Apakah himpunan C ini
himpunan biasa atau bukanhimpunan biasa?
Dengan sedikit berpikir akan diperoleh
kesimpulan bahwa asumsi manapun yang
digunakan akan sampai pada suatu kontradiksi.
Dengan kata lain tidak mungkin mengatakan
apakah C himpunan biasa atau bukan himpunan
biasa. Situasi kejadian demikian benar-benar
menyusahkan matematikawan dan baik
matematikawan maupun logikawan tidak setuju

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 239
2
40

atas remidinya. Permasalahn ini juga melibatkan


pengertian ketakhinggaan. Mungkin konsep yang
demikian hrus dibatasi atau mungkin kata
himpunan, perlu berapa limitasi. Cukuplah kita
katakana bahwa ide kontradiksi tidak sederhana
seperti penampakannya.

Hilbert dan para pengikutnya telah


mengkaji selama beberapa tahun dalam usaha
yang membuktikan bahwa seluruh matematika
murni konsisten. Usha ini menjadi semacam
kesilapan dengan sistem lambang yang dahsyat
dan banyak dirasakan bahwa kecil kemungkinan
suksesnya. Memang mereka bekecil hati dan
matematikawan umumnyamerasa terganggu pada
penemuan terbaru oleh K. Godel dari Vienna.
Sekitar tahun 1931 ia menunjukkan, jika
diprahsekan dalam bahasa popular, bahwa
kontradiksi tertentu dapat dideduksidari
sembarang bukti yang menyatakan bukti
ketidakmungkinan terjadinya kontradiksi di
dalam matematika, yakni sembarang usaha untuk
mendemostrasikan kosistensi di dalam

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 240
2
41

matematika akan membawa di dalam tak


konsistenpada dirinya sendiri. Hingga kini tidak
ada yang menolak penemuannya yang telah
diajukan itu. Hasilnya bukan saja penting bagi
matematika, akan tetapi juga bagi seluruh sains.

Bahkan jika dibenarkan bahwa tidak ada


uji rigor yang sempurna bagi konsisten si suatu
perangkat aksioma, malah matematikawan
menginginkan untuk membiarkanya dalam suatu
bentuk uji perangkat yang telah diciptakannya.
Metode yang umum adalah memberikan sajian
konkret dari sistem itu, dengan cara member
makna real atau ideal ke dalam term tak
didefinisikan, sehingga semua aksioma
memenuhi. Jika kemudian matematikawan
mampu menggambarkan situasi real atau ideal
yang setelah semua aksioma memiliki nilai yang
disajikan dalam wajah tanpa kontradiksi,
perangkat itu dainggap tidak melibatkan
kontradiksi. Hal demikian ini akan kelihatan
benarnya jika orang berpikir bahwa jika
sembarang kontradiksi yang mungkin ada berasal

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 241
2
42

di dalam sistem matematis, maka suatu


kontradiksi yang bersesuaian denganya akan
teramati di dalam material atau penyajian ideal
itu. Harus diingat bahwa ketidakmampuan
menemukan penyajian konkret sehingga semua
aksioma memenuhi syarat tidaklah
mengindikasikan bahwa perangkat aksioma yang
di teliti itu adalah tak konsisten. Tetapi hal ini
hanya mengindikasikan kurang kurang
kemampuan atau kurang mujurbagi si peneliti.
Bagaimanapun, jika penyajian seperti ini
diketemukan, maka akibatnya perangkat itu
adalah konsisten.

Ide tersebut dapat dipahami lebih baik


jika perangkat aksioma actual diuji
konsistensinya. Perangkat aksioma ini sangat
sederhana adalah himpunandigunakan
membentuk urutan sederhana. Contoh aksioma
ini adalah sebagai berikut:

1) Jika a dan b unsur yang tidak sama di C ,


maka a kurang dari b atau b kurang dari a.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 242
2
43

2) Jika a kurang dari b, maka b dan a unsur yang


tidak sama di C.
3) Jika a kurang dari b, dan b kurang dari c,
maka a kurang dari c.

Dalam perangkat aksioma ini ada


beberapa term tak didefinisikan. Yaitu, huruf
huruf a, b, c dan C dan ungkapan: “adalah kurang
dari”. Tentu saja, ungkapan “adalah tidak sama”,
dapat kelihatan serupa,tetapi ungkapan ini
mengindikasikan tidak identik. Pengertian
identitas adalah milik logikawan, dn
matematikawan secara hati-hati menghilangkan
perembesan ini ke dalam domennya.
Matematikawan dianggap memiliki semacap
pengertian antuitif konsep-kosep seperti ini
sebagai akbiat dari hubungan atau
ketidakhubunganya, dengan logikawan. Demikian
keperluan penyajian konkret dalam sistem ini
ambilah, misalnya arsip tunggal tentang
penduduk yang disajikan oleh C. Huruf-huruf
kecil ini dapat digunakan menandakan individu
anggota dalam arsip itu. Ungkapan “adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 243
2
44

kurang dari” dapat diartiakan sebagai “berdiri di


suatu tempat di depan dari”. Maka penyajian yang
demikian ini akan memenuhi semua aksioma.
Seperti dikatakan di muka, fakta ini menujukkan
konsisten perangkat lain.

Pengertian independensi jika diterapkan


sebagai sifat perangkat aksioma agak lebih
sederhana dari pada konsep konsisten. Perangakat
aksioma dikatakan independen jika tidak satu pun
dari aksioma-aksioma itu dapat dideduksi secara
logis dari aksioma yang lain. Seringkali sifat
independen inidiktakan sebagai sifat estetika,
sebab matematikawan akan sangat senang dengan
perangkat aksioma itu jika ia tahu bahwa
banyaknya aksioma telah dideduksi seminimial
mungkin. Sifat seperti ini tidak benar jika salah
satu dari aksioma itu dapat dibuktikan sebagai
konsekuensi logis dari aksioma yang lain dan
kemudian aksioma yang demikian ini dapat
diklasifikasikan sebagai teorema dan bukan
aksioma. Bagaimanapun, harus dipahami bahwa

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 244
2
45

independesi perangkat aksioma bukanlah atribut


perlu yang mutlak.

Uji independen lagi-lagi termasuk


mencari penyajian materi atau ideal bagi
aksioma-aksioma itu. Bagaimanapun, diinginkan
lebih dahulu mencari suatu penyajian di aman
semu aksioma memenuhi aksioma-aksioma
terkecuali satu. Jika penyajian seperti ini dapat
ditemukan hal ini menunjukkan bahwa satu
aksioma tidak dapat diperoleh sebagai kosekuensi
logis dari yang lain. Kembali ke contoh di atas
lagi sebagai gambaran agar jelas. Jika perangkat
aksioma yang disajikan di atas untuk urutan
sederhana, C diartiakn sebagai himpunan semua
manusia dari zaman dahulu kala dan huruf-huruf
dipakai untuk menandakan orang, dan ungkapan
“adalah kurang dari pada” diartikan sebagai
“adalah nenek moyang dari”, maka segera tampak
bahwa aksioma (2) dan (3) adalah bentuk
penyajian yang benar akan tetapi aksioam (1)
tidak. Akibatnya, aksioma (1) tidak dapat
dideduksi dari kedua yang lain, karena jika dapat,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 245
2
46

ada kemungkinan benar untuk semua situasi di


mana du aksioma terakhir dipenuhi dan untuk
satu khusus yang baru kita lihat bahwa hal ini
tidak benar. Dengan sedikit berpikir, penyajian
materi dapat dipakai untuk menunjukan
independensi dari dua aksioma yang lain. Suadah
barang tentu, perangkat aksioma yang rumit
penggunaan prinsip independent akan menemui
kesulitan sangat besar. Umumnya penelitian
dipakasa pada penyajian ideal ketimbang material
dan ini sungguah malang. Dalam setiap gambaran
ideal “intuisi” memainkan peran sangat penting.
Tentu saja, seperti dilihat di atas, intuisi
memainkan peranan jauh lebih banyak di dalam
apa yang disebut gambaran material dari pada
yang dizinkan.

Biasanya definisi dengan sifat kategoris


didasarkan atas konsep yang sangat penting,
yakni isomorphisma. Jadi, isomorphisma perlu
dideduksikan dulu. Sembarang himpunan objek
yang memenuhi seperangkat aksioma yang
diberikan setelah secara murni masing-masing

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 246
2
47

term yang tidak dapat didefinisikan memenuhi


penyajian yang diberikandisebut suatu semesta.
Misalnya, ada dua semester yang memenuhi
perangkat aksioma yang sama. Selanjutnya,
misalnya terdapat korenpondensi 1-1 antara
anggot-anggota secara individual dari kedua
semesta sedemikian sehingga senbarang
peryataan yang benar bagi semesta pertama benar
pula bagi yang kedua pabila anggot-anggota yang
terlibat dalam semesta pertama ditukar dengan
anggota-anggota pada semesta kedua yang
berkoresponden tadi. Misalkan selanjutnya jika
konversnya juga benar. Maka kedua semesta
disebut isomorphisma terhadap perangkat
aksioma itu. Dalam hal yang demikian ini kedua
semesta dapat dikatakan sama, meskipun bahasa
yang digunakan untuk mengungkapkan masing-
masing semesta mungkin berbeda.

Dapat dikatakan bahwa perangkat


aksioma adalah kategoris apabila setiap dua
semesta yang memenuhi pernagkat
itu isomorphik. Uji sifat kategoris ini tidak akan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 247
2
48

didiskusikan di sisni secara rinci. Cukup


dikatakan ahwa permasalahanya termasuk
membangun isomorphisma sembarang dua
semesta yang memenuhi perngkat aksioma.
Caranya ialah membuat dua penyajian material
yang memenuhi aksioma dan kemudian
menunjukkan adanya isomorphisma diantara dua
semesta.

B. Peran Logika Dalam Sistem Matematika

1. Peran Logika

Komponen kedua dalam pembuatan


sistem matematis adalah logika (komponen
pertama tadi adalah seperangkat aksioma). Di sini
tidak dimaksudkan untuk membicarakan prinsip-
prinsip logika. Akan tetapi, ada beberapa aspek
logika yang terkait begitu dekat dengan kajian
matematis sehingga aspek ini harus disebut di
sini.

Adalah pada abad ke 6 SM, ketika


Phytagoras menunjukan “perlunya konsep bukti

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 248
2
49

yang jelas dan semua orang harus setuju”. Akan


tetapi Aristoteles yang mengumumkan hukum-
hukum tertentu yang diciptakannya sebagai latar
belakang berpikir rigor. Hukum-hukumnya itu,
saat ini biasanya disajikan sebagai berikut.

1) A adalah A.( Hukum identitas).


2) Segala sesuatu adalah A atau bukan-
A.(Hukum tolak tengah atau hukum
“exeluded middle”).
3) Tidak ada sesuatu A sekaligus bukan –
A.(Hukum kontradiksi)

Dua hukum terakhir di atas mungkin agak


sulit dipahami. Dengan cara merakit interperatif,
biasa dipakai para matematikawan dan
logikawan, hukum-hukum itu menjadi komperatif
mudah. Dari pada berpikir dalam ter-term abstrak
suatu konsep seperti sifat yang mungkin dimiliki
oleh beberapa objek secara individual,
matematikawan pada umumnya lebih suka
memikirkannya dalam bentuk himpunan objek
yang memiliki sifat itu. Misalnya, jika orang

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 249
2
50

harus mengatakan suatu warna, merah,bagi


matematikawan, ia tidak akan berabstraksi yang
ditandakan dengan merah akan tetapi ia akan
berpikir suatu himpunan yang anggota-
anggotanya adalah merah. Inilah kurang lebihnya
apa yang dimaksud dengan mengatakan bahwa
matematikawan berpikir jelas logis dalam bentuk
perluasan dari pada dalam pendalaman. Lebih
jauh, jumlah dua himpunan adalah himpunan baru
yang tersusun atas anggota-anggotanya satu atau
yang lain atau ke dua himpunan yang diketahui.
Jadi, jika tanda minus digunakan sebagai
menandakan negasi, lambang 1 digunakan
menandakan himpunan semua objek, dan
lambang 0 digunakan menandakan himpunan nol
(hampa), kedua terakahir logika Aristoteles
menjadi:

a) a + - a = 1(Hukum tolak tengah)


b) a x – a = 1(hukum kontradiksi)

Logika tradisional berkaitan dengan relasi


antar term hampir ekslusif. Masalhnya adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 250
2
51

menarik kesimpulan sedemikian sehingga relasi


ini benar atau salah. Hukum-hukum yang
diberikan diatas bersama aturan-aturan silogisme
adalah sarana membuat keputusan ini.

Di luar pernyataan sederhana ini sistem


logika yang luas telah berkembang berdasarkan
pada hukum-hukum yang berkaitan dengan ide-
ide yang diambil sebagai dasar. Kata-kata atau
konsep-konsep seperti kelas, semua, negasi, atau,
dan, dan sebagainnya, dijaga dengan cermat oleh
logikawan sebagai memiliki sifatnya sendiri.
Hukum-hukum dasar, termasuk ide-ide ini, adalah
universal dalam arti bahwa mereka bukan berada
pada dalam aplikasinya pada sembarang sains
atau subyek.

Suatu penghargaan baru adalah fakta


bahwa kata-kata primitive dalam logika
merupakan kata tak terdefinisikan dalam
matematika dan hukum-hukum dasar dalam
logika adalah aksioma dalam matematika telah
dikaji dengan penuh minat oleh para

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 251
2
52

matematikawan. Memang, suatu struktur yang


disebut logika, dibangun atas fodasi aksiomatik,
seperti halnya dalam matematika. Aljabar Boole
makin menjadi populer dan sistem logika
dibangun dengan menggunakan bahasa lambang
dan atas basis aksiomatis benar-benar memukau
matematikawan manapun. Sambil lalu, dapat
dicatat bagi kemajuan yang tak tersangka bahwa
Aljabar Boole jelas-jelas bersifat Aristoteles, dan
dua hukum terakhir logika Aristoteles jika
dinyatakan dalam lambang adalah ciri khas
konkulasi.

Jika kemudian apa yang disebut hukum-


hukum yang merupakan basis pada logika
tradisional, semata-mata aksioma, maka tidaklah
mengejutkan bahwa terdapat kecenderungan
untuk modifikasinya atau mengganti seluruhnya
terhadap berbagai situasi. Barangkali waktu telah
sampai apabila jenis logika yang digunakan akan
ditentukan oleh sifat permasalahan yang diteliti,
tepat setiap para matematikawan sekarang
memperdebatkan matematika yang di adaptasi

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 252
2
53

untuk masalah yang teliti. Korzybsk imerasa


terggangu oleh hukum identitas dan ia merasa
bahwa penggunaan secara umum tak
menjamin. Brouwer demikian pula, menentang
penggunaan secara umum hukum tolak tengah.
Memang harus dimaklumi bahwa logika
tradisional didasarkan atas suatu filsafat semesta
dan sangat membimbangkan apakah jenis doktrin
ini dapat diterapkan di manapun. Memang,
terdapat pertanyaan-pertanyaan yang tidak secara
langsung dapat dijawab “ya” atau “tidak”.
Banyak pertanyaan demikian yang jauh di luar
kemampuan manusia. Apakah kita lalu bertanya
“Apakah meskipun pertanyaan itu demikian tidak
ada jawaban yang pasti?” Atau apakah harus
disimpan tanpa ketentuan di dalam semesta dan
menggembangkan dahulu logika sehingga bisa
digunakan untuk menjawabnya?

Stimulus nyata terhadap penelitian sifat


logika actual dan sekaligus memiliki
kemungkinan logika jenis baru sebagai tambahan
sistem logika tradisional Aristoteles diberikan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 253
2
54

oleh karya monumental “Principia Mathematica”


oleh Whitehead dan Russell. Dalam “Principia
Mathematica” dikembangkan kalkulus proposisi
yang sama sekali lain dari model Aristoteles.
Teknis interpretasi dan implikasi yang digunakan
dalam hasil karya ini sama sekali lain dengan
makna biasa yang diberikan kepadanya.
Meskipun demikian, deduksi masi saja sama
dengan yang didapati pada metode tradisional.

Ada jalan mengembangkan sistem logika


yang dipakai dalam “Principia” dengan
menggunakan metode matriks. Orang yang bisa
menggunakan tabel sebagai metode akan dapat
menggunakannya dengan sederhana. Jika nilai
kebenaran atau kesalahan masing-masing dari dua
proposisi dapat dketahui, sifat reaksi antara kedua
proposisi dapat ditetapkan dengan sarana tabel
matriks. Sifat relasi yang lain kemudian dapat
ditetapkan dengan melihat keterhubungannya
yang dipilih sebagai dasar. Dengan cara perluasan
seperti ini Lukasiewiez telah berhasil menyusun
sistem logika di mana proposisi-proposisi tidak

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 254
2
55

perlu lagi melihat setiap kemungkinan benar atau


salahnya masing-masing proposisi, tetapi dapat
mempunyai sembarang banyak kemungkinan
Tarski telah berkontribusi lebih jauh dalam
pengembangan sistem ini.

Signifikan hasil-hasil ini pada


matematika sangat besar. Sementara telah
dihargai selama beberapa dekade bahwa
komponen aksiomatik matematika adalah sutau
variabel, sekarang pandangan matematikawan
diperkuat oleh relasi bahwa komponen logis juga
variabel. Kemudian dapatlah matmatikawan
memandang logikanya sebagai tetap dan tertentu,
dan bukan ia menghadapkan kenyataan bahwa
konkulasinya adalah relative terhadap jenis logika
yang dipakai seperti halnya relatif pada sistem
aksioma yang terlibat.

Jadi saat ini bidang-bidang matmatika


dan logika tidak dapat dipandang secara terpisah.
Tetapi tidak juga dianggap sama. Makin lama

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 255
2
56

matematikawan makin berkaitan dangan kegitan


logika.

2. Bimbang Dan Tidak Pasti

Yang belum dibicarakan adalah kata


akhir berkitan dengan hubungan antara
matematika dan logika. Salah satu gambaran yang
muncul dalam abad ke-20 telah dibicarakan
panjang lebar dan pengujian yang kritis pada
landasan dasar bidang matematika itu. Pada saat
ini, kebimbangan dan ketidakpastian
menghinggapi matematikawan. Banyak
mahasiswa yang tidak setuju dengan pandangan
umum yang disajikan diatas, yakni bahwa
matematika adalah resultante dari dua komponen
(seperangkat aksioma dan sistem logika). Mereka
akan memandang logika hanyalah sebagai dari
wadah sangat besar yang berisi matematika.
Sebaliknya, ada juga yang berpendapat bahwa
logika adalah segalanya, sedangkan matematika
hanya sebagian kecil dari logika.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 256
2
57

Memang kenyataanya, kini ada tiga aliran


utama berpikir (filsafat) berkata dengan “landasan
matematika” ini. Ketiga aliran ini biasanya
ditandakan sebagai pandangan kaum Formalis,
Logistik dan Intuisionis.

Kaum formalis mengakui kepemimpinan


matematikawan Jerman, David Hilbert.
Pandangan kaum formalis, dan juga pandangan
matematikawan Amerika pada umumnya, yang
dipelopori oleh Oswald Veblen dan V.E.
Huntington, adalah bahwa matematika murni
adalah struktur formal lambang-lambang.merek
juga dikenal sebagai aliran postulational. Bagi
mereka matematika bermaksud untuk
mempelajari struktur objek-objek dengan
menciptakan sistem lambang yang mewakilnya.
Dengan demikian matematika berkaitan dengan
sifat-sifat structural sistem lambang, bebas dari
maknanya. Masing-masing lambang kosong dari
arti dan tidak memiliki signifikasi terkecuali jika
mereka dikaitkan dengan lambang yang lain. Ini
bukanberarti bahwa matematika merupakan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 257
2
58

permainan yang sama sekali tidak bernakna;


sebaliknya, pendekatan ini telah membuktikan
anat sangat lebat buahnya, utamanya dalam
geometri. Bagaimanapun, kaum formalis telah
menghadapi kesulitan yang tak terduga, utamanya
dalam usahanya membangun validitas
matematika apabila mendekati pandangan itu.

Aliran logistik, yang dipimpin


oleh Betrand Russell dan A. N.
Whitehead, mengambil posisi bahwa matematika
adalah cabang logika. Pelopornya
adalah Peano dan Frege. Puncak karya
monumental Russell dan Whitehead adalah
“Princpia Mathematica” telah dibicarakan di atas
. Karya yang solid dan luas itu sangat kompleks
dan karya besar dari ke__ logika ini, merasa
berusaha mereduksi seluruh matematika ke dalam
logika. Dengan keaslian yang menggangumkan,
mereka berhasil mendefinisikan konsep
matematika elementer (seperti bilangan, nol,
operasi penjumlahan dan perkalian, dan
sebagainya) dalam term konsep logika (seperti

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 258
2
59

himpunan, negasi, “atau”, dan sebagainya).


Bagaimanapun, pendekatan ini akhirnya juga
masuk pada kesulitan-kesulitan, utamanya
berkaitan dengan teori modern tentang bilangan-
bilangan transfinit, dan dengan demikian
kebimbangan muncul kata-kata seperempat tahun
dari kejayaan programnya.

Aliran yang paling akhir adalah


intuisionisme, di bawah pimpinan
matematikawan Belanda L. E. J. Brouwer, yang
kemudian Hermana Weyt bergabung dengannya.
Tesis mereka adalah bahwa matematika didasari
atas basis intuisi dari kemungkinan penyusunan
deret takhingga bilangan-bilangan Brouwer
mengingatkan bahwa struktur lambang yang
biasanya didefinisikan dengan matematika
semata-mata pakaian luar saja dari sesuatu yang
jauh lebih fundamental dalam cara berpikir. Ia
percaya bahwa ketika matematikawan
memanipulasi lambang disertai pikirian tanpa
memandang pikiran itu sendiri, kekhawatiran pun
akan menghadang. Singkatnya, kaum intuisionis

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 259
2
60

tidak memandang bentuk kebenaran matematis


sebagai struktur objektif seperti pendapat kaum
formalis mapun logistic. Bagi kaum intusionis,
matematika tidak akan dapat seluruhnya
dilambangkan; berpikr matematis tidak
tergantung bahasa tertentu yang digunakan untuk
mengungkapkanya. Pengetahuan dan proses
matematis yang harus diberi sedemikian sehingga
prose situ dapat diperluas takterbatas. Dengan
kata lain, “keberadaan” tanpa adanya
kemungkinan “mengintroduksi” tidak dibenarkan.

Dengan demikian terhadap iklim


kebingungan, Max Black menunjuk. Program-
program kaum formalis dan logistic telah
menjumpai kesulitan-kesulitan untuk dipecahkan
jika mereka ingin berjaya. Bagi kaum logistik
reduksi matematika ke logika pecah ke dalam
titik yang kursial, dan melengkapi bukti kaum
formalis tentang kosistensi matematika yang
tampaknya tidak mungkin. Akan tetapi doktrin
kaum intuisionis mengisyaratkan matematika
yang lebih besar lagi-lagi harus ditulis, menolak

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 260
2
61

bukti-bukti yang telah begitu lama ditrima,


membuang sebagian besar matematika murni, dan
mengintroduksi kesusahan yang penting tidak
praktis dan rumit ke dalam domen yang harus
mengubah model.

Masih yang terbaru, R. Carnap, dari


Vienna dan Chicago, telah melakukan program
yang lebih jauh luas dari yang diatas, termasuk
matematika, logika, bahasa, sains dan metafisika.
Dsarnya adalah suatu analisis bahasa dan
sematiknya. Masih terlalu pagi untuk menduga
akan apa hasilnya.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 261
2
62

BAB XI

SIFAT AKSIOMATIS DARI


MATEMATIKA

A. Suatu Fondasi Dari Euclid

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 262
2
63

Selama lebih dari dua ribu tahun, Euclid


telah menjadi duta kehormatan geometri Yunani,
terutama berkat karya besarnya yang berjudul
Elements. Generasi demi generasi memandang
karya ini sebagai puncak dan mahkota dari logika,
dan mempelajari Elements adalah cara terbaik
untuk mengembangkan kemampuan penalaran
pasti. Namun demikian, pada beberapa ratus
tahun terakhir ini Elements telah mulai digantikan
oleh buku-buku teks modern, yang berbeda
darinya dalam segi urutan logis, bukti-bukti
proposisi, dan aplikasi- aplikasi, tetapi hanya
berbeda sedikit saja dalam kandungan
sebenarnya. Di sisi lain, karya Euclid tersebut
tetap menjadi model utama bagi buku matematika
murni.

Siapa pun yang akrab dengan proses


inteiektual menyadari bahwa isi dari Elements
tidak mungkin merupakan hasil kerja dari satu
orang saja. Sedikit saja, jika memang ada,
eorema-teorema dalam Elements yang merupakan
temuannya sendiri, Kehebatan Euclid bukan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 263
2
64

dalam kontribusi materi asli melainkan dalam


keahlian luar biasa untuk mengatur berbagai fakta
saling lepas yang luas menjadi bahasan definitif
geometri Yunani dan teori bilangan. Pilihan
khusus aksioma, penyusunan proposisi, dan
ketegasan demonstrasi adalah pencapaiannya
sendiri. Satu hasil diperoleh dari hasil yang lain
dalam urutan logis yang ketat, dengan asumsi-
asumsi sesedikit mungkin dan sedikit sekali yang
berlebihan.

Euclid sadar bahwa untuk menghindari


sirkularitas dan memberikan titik awal, fakta-
fakta tertentu tentang sifat dari pokok bahasan
harus diasumsikan tanpa bukti. Pernyataan-
pernyataan yang diasumsikan secara begitu saja
ini, dari mana semua pernyataan lainnya
disimpulkan sebagai konsekuensi logis, disebut
"aksioma" atau "postulat." Dalam penggunaan
tradisional, suatu postulat dipandang sebagai
"kebenaran yang terbukti dengan sendirinya",
dalam penggunaan masa kini, pandangan yang
lebih skeptis yaitu bahwa postulat merupakan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 264
2
65

sebarang pernyataan, yang dirumuskan secara


abstrak tanpa mempertimbangkan "kebenaran"-
nya tetapi diterima tanpa justifikasi lebih lanjut
sebagai fondasi untuk penalaran. Postulat-postulat
dari satu segi dimaknai sebagai "aturan-aturan
permainan" dari mana semua deduksi boleh
dijalankan-fondasi pada mana keseluruhan
teorema didasarkan.

Euclid mencoba untuk membangun


keseluruhan bangunan besar pengetahuan
geometri bangsa Yunani, yang terakumulasi sejak
zaman Thales, berdasarkan lima postulat untuk
sifat geometri yang khusus dan lima aksioma
yang dimaksudkan berlaku umum untuk semua
matematika dalam teks ini nanti disebut sebagai
konsep-konsep umum. Dia kemudian
menyimpulkan dari 10 asumsi ini suatu rantai
logis 465 proposisi, dengan menggunakan
asumsi-asumsi tersebut sebagai batu pijakan
dalam prosesi urut dari satu proposisi yang telah
terbuktikan ke proposisi lainnya. Kehebatannya
di sini adalah sedemikian banyak yang dapat

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 265
2
66

diperoleh dari sedemikian sedikit aksioma yang


dipilihnya secara cermat.

Secara tiba-tiba dan tanpa komentar


pendahuluan, buku pertama dari Elements dibuka
dengan suatu daftar 23 definisi. Definisi-definisi
ini antara lain, apa titik itu (yang tidak memiliki
bagian-bagian) dan apakah garis itu ('yang tidak
memiliki lebar'). Daftar definisi tersebut diakhiri
dengan: "Garis-garis paralel adalah garis-garis
lurus yang berada pada bidang yang sama dan
diperpanjang secara tak terbatas pada kedua arah,
tidak berjumpa satu sama lain pada arah yang satu
maupun satu arah lainnya. Ini semua tidak dapat
dianggap sebagai definisi dalam pemaknaan
modern, melainkan lebih sebagai deskripsi-
deskripsi naif dari berbagai gagasan yang
digunakan dalam wacananya. Meski kabur dan
tidak berguna dalam beberapa segi, tetapi
deskripsi-deskripsi itu sudah memadai untuk
menciptakan gambaran intuitif yang pasti.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 266
2
67

Euclid selanjutnya menetapkan 10 prinsip


penalaran pada mana bukti-bukti dalam Elements
didasarkan, dan mengemukakannya seperti
berikut.

 Postulat:

1. Suatu garis lurus dapat ditarik dari sebarang


titik ke sebarang titik lainnya.
2. Suatu garis lurus terbatas dapat diperpanjang
secara terus menerus pada suatu garis.
3. Suatu lingkaran dapat digambarkan dengan
sebarang pusat dan jari-jari.
4. Semua sudut siku-siku adalah sama satu sama
lainnya.
5. Jika suatu garis lurus yang memotong dua
garis lurus menghasilkan sudut-sudut dalam
yang terletak pada sisi yang sama kurang dari
dua sudut siku-siku, maka kedua garis lurus
itu, jika diperpanjang tak terbatas bertemu
pada sisi itu di mana terdapat sudut-sudut
yang kurang dari dua sudut siku-siku.
 Konsep-konsep Umum

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 267
2
68

1. Hal-hal yang sama dengan suatu hal yang


sama adalah juga sama satu sama lainnya.
2. Jika hal-hal yang sama ditambahkan kepada
hal-hal yang sama, maka hasil-hasil
keseluruhan dari penjumlahan-penjumlahan
itu adalah sama
3. Jika hal-hal yang sama dikurangi dari hal-hal
yang sama, maka sisa-sisanya adalah sama.
4. Hal-hal yang bertepatan satu sama lain adalah
juga sama satu sama lainnya.
5. Keseluruhan lebih besar daripada bagiannya.

Postulat 5, yang lebih dikenal sebagai


postulat kesejajaran Euclid, menjadi salah satu
pernyataan yang paling terkenal dan kontroversial
dalam sejarah matematika. Postulat ini
menjelaskan bahwa jika dua garis l dan l’
dipotong oleh transversal t sedemikian hingga
jumlah besar sudut a dan besar sudut b kurang
dari dua sudut siku-siku, maka l dan l' akan
bertemu pada sisi t di mana sudut-sudut itu
berada. Ciri mencolok dari postulat ini adalah
pernyataan tegas tentang perpanjangan utuh suatu

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 268
2
69

garis lurus, suatu daerah yang tidak pernah kita


alami dan berada di luar kemungkinan jangkauan
pengalaman kita.

Para ahli geometri yang terganggu oleh


postulat kesejajaran tidak mempertanyakan
bahwa isi kandungannya adalah sebuah fakta
matematis. Mereka hanya mempersoalkan bahwa
postulat itu tidak singkat, tidak sederhana, dan
tidak jelas secara sendirinya-lain dari postulat-
postulat pada umumnya. Kerumitannya
menunjukkan bahwa pernyataan itu lebih tepat
dipandang sebagai teorema, daripada sebagai
asumsi. Di sisi lain, ada beberapa pertanda bahwa
Euclid tidak sepenuhnya puas dengan postulat
kelimanya; dia menunda penerapannya sampai di
mana dia tidak dapat maju lebih jauh tanpanya,
meski penggunaannya secara lebih awal akan
dapat menyederhanakan beberapa bukti.

Hampir sejak Elements pertama kali


muncul dan terus berlanjut sampai abad ke-19,
para matematikawan telah mencoba untuk

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 269
2
70

memperoleh postulat kesejajaran dari empat


postulat pertama, meyakini bahwa aksioma-
aksioma itu saja memadai untuk pengembangan
lengkap geometri Euclid. Semua upaya ini yang
dimaksudkan untuk mengubah status pernyataan
tersebut dari "postulat" menjadi "teorema"
berakhir pada kegagalan, karena tiap usaha itu
bersandar pada asumsi tersembunyi yang
ekuivalen dengan postulat itu sendiri. Meski
tujuan utamanya mengalami kegagalan, tetapi
usaha-usaha itu kemudian menuntun ke arah
penemuan geometri-geometri non-Euclid, di
mana aksioma-aksioma Euclid kecuali postulat
kesejajaran berlaku, dan di mana semua teorema
Euclid benar kecuali yang didasarkan pada
postulat kesejajaran. Tanda dari kejeniusan Euclid
dalam matematikanya yaitu dia menyadari bahwa
postulat kelima menuntutkan pernyataan eksplisit
sebagai sebuah. asumsi, tanpa bukti formal.

Setelah kita menggali sifat aksiomatis


dalam matematika, seperti tampak dari contoh
yang dikemukakan di atas, sekarang kita akan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 270
2
71

segera membahas kelemahan atau kekurangan


yang mungkin dari suatu sistem aksiomatis.
Kembali, kita akan menggunakan kajian terkait
Elements karya Euclid sebagai contoh untuk
maksud tersebut.

B. Nilai Penting Dari Istilah-Istilah Yang


Tidak Didefinisikan

Kajian yang terperinci selama 2000 tahun


telah mengungkap banyak kekurangan dalam
pembahasan Euclid tentang geometri. Sebagian
besar dari definisi-definisinya terbuka bagi
kritisisme untuk satu alasan atau alasan lainnya.
Hal yang mengherankan adalah bahwa meski
Euclid menyadari pentingnya sekumpulan
pernyataan untuk diasumsikan di permulaan
wacananya, namun dia tidak menyadari
pentingnya istilah-istilah yang tidak didefinisikan
Lagi pula, sebuah definisi hanya memberikan
makna dari sebuah kata dalam kaitannya dengan
istilah-istilah lain, kata-kata yang lebih sederhana,
atau kata-kata yang maknanya sudah jelas. Kata-

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 271
2
72

kata ini kemudian didefinisikan dengan kata-kata


yang lebih sederhana lagi. Jelaslah, proses
pendefinisian dalam suatu sistem logis tidak
boleh dilanjutkan mundur tanpa sebuah akhir.
Satu-satunya cara untuk menghindari kejadian
"lingkaran setan" adalah dengan membiarkan
istilah-istilah tertentu menjadi istilah-istilah yang
tidak didefinisikan.

Euclid secara keliru mencoba untuk


mendefinisikan keseluruhan kosakata teknis yang
digunakannya. Secara tak terelakkan hal ini
menuntunnya kepada definisi-definisi yang aneh
dan tidak memuaskan. Kita diberitahu bukan
apakah titik dan garis itu, tetapi justru yang bukan
titik dan garis. "Suatu titik adalah sesuatu yang
tidak memiliki bagian-bagian." "Suatu garis tidak
memiliki lebar." (Yang menjadi pertanyaan
kemudian adalah, apakah bagian atau lebar itu?)
Gagasan "titik" dan "garis" adalah gagasan-
gagasan yang paling mendasar dalam geometri.
Keduanya dapat digambarkan dan dijelaskan
tetapi tidak dapat didefinisikan secara

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 272
2
73

memuaskan oleh konsep-konsep yang lebih


sederhana daripada apa adanya mereka sendiri.
Tentulah ada suatu awal di dalam sebuah sistem
yang berdiri sendiri, sedemikian hingga istilah-
istilah titik dan garis harus diterima tanpa definisi
yang ketat dan tegas.

Barangkali keberatan terbesar yang


pernah ditimpakan kepada penulis Elements ini
adalah ketidakcukupan aksioma-aksiomanya. Dia
secara formal mempostulatkan beberapa hal,
namun sama sekali tidak mempostulatkan
beberapa hal lain yang sama-sama diperlukan
dalam kerjanya. Di samping kegagalan untuk
menyatakan bahwa titik-titik dan garis-garis
memang ada atau bahwa ruas garis yang
menghubungkan dua titik adalah unik, Euclid
membuat asumsi-asumsi implisit yang kemudian
digunakannya dalam deduksi tetapi tidak dijamin
oleh postulat-postulat dan tidak pula dapat
diturunkan dari postulat-postulat itu.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 273
2
74

Selama dua puluh lima tahun terakhir


abad kesembilan belas, banyak matematikawan
berusaha untuk memberikan pernyataan lengkap
tentang postulat-postulat yang perlu untuk
membuktikan semua teorema yang telah dikenal
dalam geometri Euclid. Mereka mencoba untuk
menambahkan postulat-postulat yang dapat
memberikan eksplisitas dan bentuk bagi gagasan-
gagasan yang dibiarkan oleh Euclid sekedar
bersifat intuitif. Risalah yang paling berpengaruh
terhadap geometri pada zaman modern adalah
karya terkenal dari seorang matematikawan
Jerman, David Hilbert (1862-1943). Hilbert
menerbitkan karya utama geometrinya pada tahun
1899, Grundlagen der Geometrie (artinya,
Fondasi-fondasi Geometri). Di dalamnya dia
mendasarkan geometri Euclid pada 21 postulat
yang melibatkan enam istilah yang tidak
didefinisikan-di sisi lain, Euclid menggunakan
lima postulat dan tidak satu pun istilah yang tidak
didefinisikan.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 274
2
75

C. Teorema, Teori, Dan Konsep Dalam


Matematika

Salah satu kelompok perkara lebih sempit


terkait hakikat matematika juga berkenaan upaya-
upaya untuk menginterpretasi hasil-hasil yang
spesifik dalam matematika atau sains Ini meliputi
antara lain pertanyaan-pertanyaan tentang aplikasi
dari matematika. Ada yang dapat dikatakan oleh
suatu teorema kepada kita tentang semesta fisika
yang dipelajari dalam sains? Misalnya, sejauh
mana kita dapat membuktikan hal-hal tentang
simpul-simpul, stabilitas jembatan, akhir
permainan catur, dan kecenderungan
ekonomi?Beberapa filsuf memandang
matematika sebagai permainan tak bermakna
yang dimainkan dengan simbol- simbol, tetapi
yang lainnya meyakini bahwa matematika
memiliki makna tertentu.Apakah makna ini, dan
bagaimana ia berhubungan dengan makna dari
wacana non-matematis biasa?Apakah yang
dikatakan oleh suatu teorema kepada kita tentang
dunia fisik, tentang kedapattahuan manusia,

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 275
2
76

tentang kemampuan-dalam-prinsip dari program-


program komputer, dan sebagainya?Beberapa
hasil matematika yang kaya akan filsafat antara
lain teorema kepadadatan dan teorema
Löwenheim-Skolem, teori himpunan dengan
pilihan dari Zermelo- Fraenkel, dan teorema
ketidak-lengkapan dari Gödel.

Satu kelompok perkara lain berhubungan


dengan upaya-upaya untuk mengartikulasikan dan
menginterpretasi teori-teori dan konsep-konsep
matematis tertentu. Salah satunya adalah kerja
fondasional dalam geometri, aritmetika, dan
analisis.Kadang-kadang, aktivitas semacam ini
memiliki percabangan-percabangan bagi
matematika sendiri, sedemikian hingga
mengaburkan batas antara matematika dan
filsafatnya.Aktivitas fondasional seperti ini juga
menetaskan seluruh cabang matematika, selain
sekedar menjelaskan tentang pertanyaan-
pertanyaan ontologis pokok.Kelompok ini
menegaskan sifat interpretif dari filsafat
matematika.Tugas yang ditanggungnya adalah

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 276
2
77

mengkaji apakah suatu konsep matematis itu, dan


mengkaji apakah yang dikatakan oleh
serangkaian wacana matematika.

Namun demikian, matematika tentu


seringkali dapat berjalan baik tanpa adanya kerja
interpretif filosofis, dan bahkan adakalanya
ternyata kerja interpretif bersifat prematur dan
mengalihkan perhatian.Lebih lanjut, kita tidak
pernah bisa yakin bahwa suatu projek interpretif
itu akurat dan lengkap, dan bahwa tidak persoalan
lain yang sedang menanti untuk diselesaikan di
hadapan kita.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 277
2
78

BAB XII

DEFINISI MATEMATIKA

"Sesungguhnya kami menciptakan segala


sesuatu menurut ukuran." (Q.S. AL-QAMAR
54:59)

Apakah hakikat dari matematika itu


sesungguhnya? Mengapa umat manusia
mengembangkan dan menyusun hukum-hukum
perhitungan matematika dalam kehidupannya?
Tidakkah cukup hidup ini hanya sekedar bekerja,
mendapat uang, membesarkan anak, dan
menikmati hari tua dengan santai? Mengapa harus
ada matematika? Untuk apa matematika
sesungguhnya?

Barangkali pertanyaan-pertanyaan
tersebut merupakan pertanyaan dari sekian
banyak siswa ataupun mahasiswa yang harus
menjalankan proses belajarnya. Pada materi kali

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 278
2
79

ini akan berusaha mengajukan jawaban sederhana


atas pertanyaan mengenai apakah hakekat dari
matematika itu.

Untuk memperoleh selintas gambaran


tentang hakikat matematika dengan beragam
aspeknya, mari kita simak sejumlah pernyataan
tentang matematika dari beberapa tokoh dan
matematikawan dalam sejarah sebagai berikut:

“ Bilangan mengatur alam semesta “ –


Kaum Phytagorean

“ Matematika adalah ratu dari sains, dan


aritmatik adalah Ratu dari matematika “ – C.F.
Gauss

“ Aturan yang baik kita terapkan bahwa,


saat seorang penulis matematika atau filsafat
menulis dengan gagasan yang samar, maka ia
sedang berbicara omong kosong.” – A.N.
Whitehead ( 1911)

“ Bagaimana bisa bahwa Matematika,


sama sekali merupakan hasil dari pikiran manusia

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 279
2
80

yang lepas dari pengalaman, sedemikian


beradaptasi dengan objek objek realitas?” –
Albert Einstein ( 1920 )

“ Matematika adalah sains yang paling


pasti, dan konklusi konklusinya memberi ruang
bagi bukti absolut. Tetapi ini terjadi demikian
hanya karena matematika tidak berupaya untuk
menarik konklusi konklusi yang absolut. Semua
kebenaran matematis bersifat relatif, kondisional”
– Steinmetz ( 1923 )

“ Matematika adalah bidang studi


didalam mana kita tidak tahu apa yang sedang
kita bicarakan.” – Bertrand Russell

Selain pernyataan-pernyataan tentang


matematika dari beberapa tokoh dan
matematikawan dalam sejarah diatas. Di bawah
ini adalah beberapa kutipan mengenai apa
sesungguhnya hakekat filosofis dari dunia
matematika tersebut. Kutipan-kutipan hanya
berguna sebagai batu loncatan untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan tersebut.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 280
2
81

Kutipan 1:Number rules the universe


(Phytagoras).

(Alam semesta diatur secata terukur).

Kutipan 2:An equation means nothing to me


unless it expresses a thought of God (Srinivasa
Ramanujan, 1887- 1920).

(Sebuah persamaan itu bagiku tak lain


dari ungkapan dari pikiran Tuhan (dalam
mengatur alam, pent.]).

Kutipan 3: Mathematics is a language (Josiah


Williard Gibbs, 1839-1903).

(Matematika adalah sebuah bahasa).

Kutipan 4: One of the principal objects of


theoretical research in my department of
knowledge is to find the point of view from
which the subject appears in its greatest
simplicity (Josiah Willard Gibbs, 1839-1903).

(Salah satu tujuan utama dari


penyelidikan teoritis dalam bidang pengetahuan

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 281
2
82

saya ialah untuk menemukan sudut pandang yang


darinya pokok persoalannya menjadi tampak
dalam kesederhanaannya yang paling tinggi.).

Kutipan 5: In mathematical analysis we call x


the undetermined part of line a: the rest we don't
call y, as we do in common life, but a-x. Hence
mathematical language has great advantages over
the common language (Lichtenberg. Georg
Christoph 1742 - 1799).

(Dalam analisis matematika, kita


menyebut bagian dari garis a yang belum
ditentukan besamya sebagai x: sementara sisanya
tidak kita sebut sebagai y, sebagaimana kita
menyebutnya dalam kehidupan biasa, namun a-x.
Di sinilah, bahasa matematika memiliki
keunggulan yang besar jika dibandingkan dengan
bahasa biasa).

Kutipan 6: The propositions of mathematics


have, therefore, the same unquestionable certainty
which is typical of such propositions as "All
bachelors are unmarried," but they also share the

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 282
2
83

complete lack of empirical content which is


associated with that certainty: The propositions of
mathematics are devoid of all factual content;
they convey no information whatever on any
empirical subject matter (Carl G. Hempel)

(Proposisi-proposisi matematika
kepastian tak terbantahkan yang sama
sebagaimana kepastian yang khas dimiliki oleh
proposisi-proposisi seperti "Semua, bujang itu
belum menikah," namun sekaligus proposisi-
proposisi tersebut juga sama-sama tak memiliki
kandungan empiris dan hal ini terkait dengan sifat
kepastiannya itu: Proposisi-proposisi matematika
itu kosong dari segenap isi faktual; proposisi-
proposisi tersebut tidak menyampaikan informasi
mengenai duduk perkara empiris yang mana pun).

Kutipan 7: What is it indeed that gives us the


feeling of elegance in a solution, in a
demonstration? It is the harmony of the diverse
parts, their symmetry, their happy balance; in a
word it is all that introduces order, all that gives

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 283
2
84

unity, that permits us to see clearly and to


comprehend at once both the ensemble and the
details Jules Henri Poincaré, 1854-1912).

(Apakah sesungguhnya yang


menumbuhkan rasa keanggunan dalam diri kita
dari sebuah penyelesaian perhitungan, dari sebuah
pembuktian? Yaitu keselarasan di antara unsur-
unsur yang berbeda-beda, kesimetrisan mereka,
keseimbangan yang serasi di antara mereka;
ringkasnya ialah yang menciptakan keteraturan,
yang menciptakan keutuhan, yang
memungkinkan kita bisa melihat dengan jernih
dan memahami dengan gamblang pada saat yang
bersamaan yang keseluruhan dan yang detil-
detil).

Kutipan 8: Mathematics, the science of patterns,


is a way of looking at the world, both the
physical, biological, and sociological world we
inhabit, and the inner world of our minds and
thoughts (Keith Devlin).

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 284
2
85

(Matematika sebagai ilmu tentang


pola merupakan sebuah cara memandang dunia,
baik dunia fisik, biologis dan sosiologis di mana
kita tinggal, dan juga cara memandang dunia
batin dari pikiran dan pemikiran-pemikiran kita).

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 285
2
86

DAFTAR PUSTAKA

Alisah, Evawati, dan Eko Prasetyo Dharmawan.

2007. Filsafat Dunia Matematika Pengantar

untuk Memahami Konsep-konsep Matematika.

Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakarya

Prof. Wahyudin. 2013. Hakikat, Sejarah, dan

Filsafat Matematika. Bandung: Penerbit Mandiri.

Sukardjono. 2015. Hakikat dan Sejarah

Matematika Edisi 1. Tangerang Selatan: Penerbit

Universitas Terbuka.

HAKIKAT DAN SEJARAH


MATEMATIKA | 286

Anda mungkin juga menyukai