MODUL PEMBELAJARAN
Semester VII
FORENSIC IN DENTISTRY
1
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Kode : F-PRO-005.01
Revisi : 0
KONTRAK PERTOPIKAN
Visi:
Menjadi lembaga pendidikan kedokteran gigi yang menghasilkan lulusan sarjana kedokteran gigi dan
profesi dokter gigi yang profesional, mandiri, dan berbudaya serta mempunyai daya saing di tingkat
nasional dan internasional yang unggul di bidang manajemen dan pelayanan kedokteran gigi pariwisata
pada tahun 2030.
Misi:
Memberdayakan PSSKGPDG FK UNUD sebagai perguruan tinggi yang melaksanakan Tri darma
perguruan tinggi yang berlandaskan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bernilai
budaya.
2
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
V. KOMPETENSI UTAMA
1. Menerapkan etika kedokteran gigi serta hukum yang berkaitan dengan praktek kedokteran
gigi secara profesional
2. Melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kode etik
3. Memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum yang berkaitan dengan
praktik kedokteran gigi
5.1. Mengintegrasikan ilmu pengetahuan biomedik yang relevan sebagai sumber kelimuan dan
berbagai data penunjang untuk diagnosis dan tindakan medik kedokteran gigi
9.1. Melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik dengan mencatat
informasi klinis, laboratoris, radiologis, psikologis dan sosial guna mengevaluasi kondisi
medik pasien
3
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
A4)
11. Menghubungkan morfologi makroskopis, mikroskopis, dan topografi organ, jaringan penyusun
sistem tubuh manusia secara terpadu, sebagai landasan pengetahuan untuk diagnosis, prognosis,
dan merencanakan tindakan medik kedokteran gigi (C3, P3, A4)
12. Menentukan pemeriksaan penunjang laboratoris yang dibutuhkan (C3, P3, A4)
13. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratoris (C4, P3, A3)
4
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
IX. REFERENSI
(terlampir pada setiap abstrak perTOPIKan)
X. TUGAS-TUGAS
1. Tugas SGD
2. Tugas Student Project
5
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
3. Apabila mahasiswa terlambat lebih dari 15 menit, setelah narasumber hadir di ruangan, maka
mahasiswa tidak diperkenankan mengikuti kegiatan belajar mengajar dan dianggap absen.
4. Jika mahasiswa berhalangan hadir, harus menyertakan surat keterangan dokter untuk alasan sakit
atau surat keterangan dispensasi dari institusi untuk keterangan mengikuti kegiatan yang
menyangkut institusi, dan harus disampaikan paling lambat 2 (dua) hari setelah mahasiswa yang
bersangkutan kembali mengikuti kegiatan belajar mengajar.
5. Mahasiswa berhak mengikuti ujian utama akhir blok atau sejenisnya dengan syarat kehadiran
minimal 75 % dari seluruh kegiatan blok (TOPIK, SGD, pleno, presentasi SP).
6. Bila mahasiswa tidak mengikuti ujian utama maka mahasiswa yang bersangkutan tidak
diperkenankan mengikuti ujian remidial.
7. Sistem penilaian SGD dibagi sesuai dengan jumlah total kegiatan SGD dalam blok, kecuali ada
surat keterangan sakit atau dispensasi.
8. Presentase nilai akhir blok: SGD 30%, SP 30%, CBT 40%
9. Nilai akhir blok di publikasikan selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah ujian akhir blok.
10. Jika mahasiswa tidak lulus ujian utama blok, bisa mengikuti ujian remidi 1 (R1) sesuai jadwal di
semester yang bersangkutan.
11. Jika mahasiswa tidak lulus pada R1, mahasiswa berhak mengikuti ujian remidi 2 (R2) sesuai
jadwal di semester yang bersangkutan.
12. Nilai maksimal remidi blok adalah B.
13. Jika hasil remidi 2 (R2) D dan E, mahasiswa wajib mengambil ulang blok perTOPIKan yang
bersangkutan sesuai dengan semesternya.
14. Jika ada permasalahan mengenai segala proses perTOPIKan, silahkan menghubungi Ketua Blok
pada jam kerja di institusi yang bersangkutan.
15. Jika poin 14 tidak bisa teratasi, maka mahasiswa dapat menghubungi Koordinator Pendidikan
fase sarjana.
6
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Mengetahui,
Koordinator Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi dan Profesi Dokter Gigi
Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
7
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
NARASUMBER
NO
NAME PHONE DEPARTMENT
Name Phone
Group
8
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
TUGAS-TUGAS
1. Tugas SGD (berupa learning task pada abstrak perTOPIKan, diberikan/ditambahkan pada saat
TOPIK TOPIK tersebut)
2. Tugas Student Project
No. TOPIK Penguji SP
9
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
TIME TABLE
10
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
11
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
12
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Rekam medik kedokteran gigi adalah suatu dokumentasi yang sistematis mengenai riwayat
perawatan kesehatan gigi seorang pasien oleh sarana pelayanan kesehatan. Dokumentasi ini
dapat berupa catatan tertulis atau dalam bentuk elektronik, namun harus berisi informasi yang
lengkap dan akurat tentang identitas pasien, diagnosa, perjalanan penyakit, kode penyakit
ICD 10, proses pengobatan, dan tindakan medis serta dokumentasi hasil pemeriksaan.
Membuat rekam medik merupakan kewajiban seorang dokter gigi yang melakukan pelayanan
kesehatan gigi pada pasien. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang nomer 29 tahun 2004
tentang praktek kedokteran pasal 46 (1) yang berbunyi:
“Setiap dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis”
Memenuhi Permenkes 269 tanun 2008 tentang rekam medik, Odontogram masuk dalam
standar rekam medik kedokteran gigi., yang terbagi dalam 4 bagian utama:
1. Identitas pasien
2. Odontogram
3. Tabel perawatan
4. Lampiran pelengkap/penunjang: x-ray, hasil laboratorium, inform consent dsb.
Learning Task
Latihan pengisian Rekam Medik Kedokteran Gigi sesuai Permenkes 269 tahun 2008
13
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Teknik analisis bekas gigitan merupakan hal yang komplek dengan mencakup banyak
faktor yang terlibat didalamnya, kedokteran gigi forensik mampu mengidentifikasi pelaku.
Pergerakan dari rahang dan lidah saat menggigit berkontribusi pada tipe gigitan yang
ditinggalkan. Tergantung lokasi gigitan, tidak mudah untuk menemukan bekas
gigitan/bitemark yang lengkap dengan kedua rahang (atas dan bawah). Biasanya bekas
gigitan hanya tampak satu rahang yang lebih jelas. Jika korban bergerak pada saat digigit
maka bekas bekas gigitan akan tampak berbeda. Apabila ditemukan bekas gigitan pada
korban, sesegera mungkin untuk memanggil dokter gigi forensik, karena bekas gigitan dapat
berubah seiring waktu. Tahap pertama identifikasi bekas gigitan adalah memastikan bahwa
itu adalah bekas gigitan manusia, gigitan hewan meninggalkan bekas yang berbeda.
Kemudian bekas gigitan di sweb untuk diperiksa DNA dari saliva pelaku yang tertinggal pada
korban.
Dokter gigi forensik harus mendokumentasikan bekas gigitan tersebut. Memar pada
bekas gigitan dapat timbul 4 jam setelah digigit dan hilang setelah 36 jam. Kalau korban
meninggal, dokter gigi harus menunggu sampai lividity stage. Dokumentasi foto harus
menggunakan penggaris untuk memastikan arah, kedalaman dan ukuran gigitan. Bekas
gigitan dipotong dan diawetkan dengan formalin, lalu dicetak dengan silikon. Nantinya akan
dibandingkan antara cetakan silikon bekas gigitan dengan cetakan gigi tersangka.
Learning Task
1. Ceritakan sejarah tentang bitemark
2. Ceritakan dan diskusikan beberapa kasus yang berkaitan dengan bitemark yang membantu
terungkapnya kasus pembunuhan (2 kasus)
3. Apa beda bitemarks dengan teeth marks?
4. Sebutkan dan jelaskan prosedur identifikasi dengan bitemarks
14
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Metode Schour dan Massler membuat table tentang gambaran pertumbuhan gigi
mulai dari lahir sampai umur 21 tahun, yang banyak digunakan dalam ilmu kedokteran gigi
klinis khususnya ordontis untuk merencanakan atau mengevaluasi perawatan gigi. Tabel ini
biasa digunakan untuk mempelajari gigi geligi dimana yang sudah seharusnya tanggal atau
seharusnya tumbuh pada umur tertentu. Untuk penentuan umur penggunaanya justru melihat
gigi yang sudah ada didalam mulut dan menentukan umurnya dengan bantuan table Schour
dan Massler.
Tahap mineralisasi menurut metode demirjian adalah proses kalsifikasi benih gigi
tetap dari benih gigi tanpa kalsisifikasi sampai selesainya pembentukan akar gigi yaitu :
1. Tahap A : Kalsifikasi titik oklusal, tanpa disertai fusi dari kalsifikasi bagian lain
2. Tahap B : Fusi dari titik mineralisasi ; kontur permukaan oklusal sudah terlihat
3. Tahap C : Kalsifikasi mahkota gigi telah selesai dan dimulai proses disposisi dentin
7. Tahap G : Pembentukan akar sudah selesai, tetapi foramen apikalnya sudah terbuka
Penentuan jenis kelamin dan ras pada korban postmortem yang tidak dikenali dapat
dilakukan dengan pemeriksaan odontologi forensik. Penentuan jenis kelamin melalui
pemeriksaan odontologi forensik dapat dilakukan dengan metode morfologi dan
laboratorium. Ras dibagi dalam 3 ras besar yaitu kaukasoid, mongoloid, dan negroid.
Penentuan ras juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan odontologi forensik karena masing-
masing ras memiliki ciri-ciri morfologi yang khas.
15
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Task
1. Sesosok Mr x ditemukan dengan kondisi jasad tidak utuh akibat dari bencana alam.
Dari jasad tersebut hanya rahang dan gigi yang masih utuh. Setelah dilakukan foto
panoramik didapatkan hasil seperti dibawah ini. Berrdasarkan hasil foto panoramik
dibawah, berapa kira-kira umur korban ini ?
2. Sesosok Mr x ditemukan dengan kondisi jasad tidak utuh akibat dari ledakan bom,
terdapat rahang gigi yang masih utuh. Setelah dilakukan foto panoramik hasil foto
tersebut seperti di bawah ini. Berdasarkan metode demirjian, benih gigi yang terlihat
tersebut termasuk penggolongan apa? Jelaskan
3. Sebutkan dan jelaskan penggologan dari “A” dan “H pada metode demirjian
16
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh atau jiwa manusia,
penyidik (Polisi) berwenang meminta bantuan dari dokter/dokter forensik untuk melakukan pemeriksaan
dan meminta keterangan dari hasil pemeriksaan tersebut baik tertulis (Visum et Repertum) maupun lisan.
Dalam hal dokter forensik memerlukan ahli lain untuk membantu melakukan pemeriksaan, dokter
forensik dapat meminta bantuan ahli lain dengan melakukan konsultasi, misalnya kepada dokter gigi
dalam pemeriksaan gigi korban, kepada ahli toksikologi untuk pemeriksaan racun dalam tubuh korban
dan lain-lain. Ahli yang diminta bantuan konsultasinya akan melakukan pemeriksaan sesuai keahliannya
dan membuat laporan hasil pemeriksaannya dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan ahli
tersebut dapat dimasukkan sebagai bagian dalam Visum et Repertum yang menjadi bahan dalam
melakukan analisa dan interpretasi hasil pemeriksaan sehingga dapat dibuat kesimpulan oleh dokter
forensik. Dalam hal penegak hukum memerlukan penjelasan lebih rinci mengenai hasil pemeriksaan,
dapat meminta keterangan Ahli baik dokter forensik sebagai Ketua Tim pemeriksa maupun Ahli lain
yang telah memberikan konsultasi dari pemeriksaan korban, baik secara lisan dalam bentuk Berita Acara
Pemeriksaan Ahli ataupun Keterangan Ahli pada persidangan.
Sebagai professional yang termasuk katagori ahli, dokter gigi seharusnya mengetahui tata cara
bila dimintai bantuannya serta tata cara penyampaian keterangan ahli untuk kepentingan peradilan yang
dikenal dengan istilah prosedur medikolegal. Prosedur medikolegal adalah tata cara atau prosedur
penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran untuk kepentingan
hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika
kedokteran. Adapun ruang lingkup prosedur medikolegal yang terkait dengan dokter gigi antara lain :
• Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan
ahli di dalam persidangan
• Kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran
17
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
References :
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia
2. Undang-undang Republik Indonesia nomer 81 tahun 1981 tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana
3. Undang-undang Republik Indonesia nomer 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-undang Republik Indonesia nomer 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran
5. Kode Etik Dokter Indonesia
6. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. First Edition. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
7. Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003
8. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
2000.
Learning Task
Jenazah tidak dikenali identitasnya, diantar oleh polisi ke Instalasi Kedokteran Forensik (IKF)
dengan disertai surat permintaan Visum et repertum. Dijelaskan oleh polisi yang mengantar
bahwa jenazah ditemukan diperairan kawasan Teluk Benoa, diduga sebagai salah satu korban
kapal tenggelam dua hari sebelumnya. Jenazah diterima oleh petugas IKF dan diberikan
identitas sementara sebagai Body 001/X/2016 agar tidak tertukar dengan jenazah lain. Dokter
Forensik melakukan pemeriksaan jenazah secara lengkap (otopsi) namun secara makroskopis
tidak menemukan penyebab kematian dari korban. Untuk itu dokter forensik mengambil
sampel dari organ-organ tubuh korban untuk dimintakan pemeriksaan Histopatologi dan
toxikologi. Selain pemeriksaan tersebut dokter forensik mengajukan konsultasi kepada dokter
gigi berkaitan dengan pemeriksaan gigi forensik untuk pengumpulan data identifikasi
postmortem. Selain berkonsultasi dengan dokter gigi berkaitan dengan data identifikasi
postmortem dokter forensik juga mengambil sampel untuk pemeriksaan DNA.
1. Jelaskan bagaimana tata cara pemberian bantuan oleh dokter gigi untuk kepentingan
peradilan!
2. Jelaskan hubungan rahasia kedokteran dengan keterangan ahli untuk kepentingan
peradilan!
18
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
3. Bila seorang dokter gigi diminta untuk memberikan surat keterangan medis berkaitan
dengan riwayat pasien yang telah diarawat oleh keluarga pasien dengan alasan untuk
kepentingan mencocokan data identifikasi karena diduga pasien menjadi korban kapal
tenggalam, bolehkah seorang dokter gigi mengeluarkan surat yang dimaksud?
4. Bagaimana hubungan rahasia medis dengan keterangan yang dibuat oleh dokter gigi
sesuai dengan soal poin ketiga?
19
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Outcomes
• Mampu menjelaskan peran dokter dan dokter gigi dalam proses identifikasi
Abstrak
Mengapa pada jenazah tidak dikenal atau pada korban musibah massal perlu
diidentifikasi? Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan identitas seseorang, karena identitas adalah hak asasi manusia, hak dan
kewajiban hukum negara, menentukan status keluarga (anak, istri/suami), status sosial, dan
penentuan langkah dalam penyidikan. Tujuan utama dalam proses identifikasi adalah pada
kasus yang bukan pidana agar korban dapat diserahkan kepada pihak keluarga untuk ditindak
lanjuti seperti dilakukan penguburan, kremasi, penyelesaian klaim asuransi atau masalah
waris, dan lain-lain. Sedangkan pada kasus pidana, identifikasi korban merupakan hal
pertama yang perlu dilakukan sebelum menemukan tersangka (sebagai langkah awal dalam
proses penyidikan).
Prinsip-prinsip dalam proses identifikasi adalah:
• Pengumpulan data postmortem
Merupakan data berupa hasil dari pemeriksaan mayat termasuk pemeriksaan gigi, bagian
mayat atau kerangka yang meliputi data tentang keadaan umum dan keadaan khusus
• Pengumpulan data antemortem
Merupakan data berupa informasi dari pihak keluarga yang merasa kehilangan anggota
keluarganya tentang data keluarga, data pekerjaan, data polisi, data medis/gigi baik
termasuk foto rontgen, laboratorium dan data benda – benda milik korban dan sebagainya.
• Perbandingan data antemortem dan data postmortem
20
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Task
Jenazah laki-laki ditemukan disebuah tanah kosong. Petugas kepolisian setempat kesulitan
menentukan identitas laki-laki tersebut karena pada diperiksa tidak membawa dokumen
identitas ataupun tanda pengenal. Jenazah kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Daerah
setempat untuk dilakukan pemeriksaan forensik.
1. Pada pemeriksaan luar jenazah, sebutkan dan jelaskan hal-hal yang menjadi petunjuk
identifier agar identitas jenazah dapat diketahui!
2. Data antemortem apa sajakah yang diperlukan agar dapat diketahui identitas jenazah
tersebut?
3. Dapatkah diterbitkan Surat Keterangan Kematian pada jenazah yang belum dikenal?
Jelaskan alasannya!
4. Bagaimanakah caranya menentukan identitas jenazah yang belum dikenal tersebut?
Referensi
1. Buku Ilmu Kedokteran Forensik, Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UI.
2. KUHAP.
3. KUHP.
4. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
5. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
6. Web site: http://www.nh.gov/insurance tentang kejahatan asuransi.
21
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Outcomes
• Mampu menjelaskan peran dokter dan dokter gigi dalam proses identifikasi massal
Abstrak
Bencana merupakan suatu kejadian yang mendadak tidak terduga, terjadi pada siapa
saja, dimana saja, kapan saja serta mengakibatkan kerusakan dan kerugian harta benda.
Korban manusia yang relatif besar baik meninggal maupun cedera.
Penanganan identifikasi korban yang mati pada bencana memerlukan dana, sarana dan
prasarana yang cukup mahal sehingga perlu ditangani serius dan benar. Saat ini belum ada
pedoman yang mengatur tentang identifikasi korban mati pada bencana. Identifikasi ini
penting sekali karena akan menjelaskan secara hukum masih hidup atau sudah matinya
seseorang dan merupakan hak dan ahli waris korban.
Identifikasi adalah upaya pengenalan kembali diri seseorang manusia baik yang mati
maupun yang hidup, hewan, benda, melalui metode identifikasi dan ilmu-ilmu Forensik.
Identifikasi Massal adalah proses pengnalan jati diri korban missal yang terjadi akibat
bencana identifikasi dilakukan dengan memanfaatkan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi
pada korban hidup atau mati, namun dalam pedoman ini dibatasi hanya untuk identifikasi
korban mati.
Korban Massal adalah korban yng terdiri dari manusia/ ornag-porang baik yang hidup,
mati, luka berat dan ringan, serta hilang, yang jumlahnya banyak, disebabkan akibat bencana
yang besar. Bencana Massal adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak
terncana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola
kehidupan normal atau kerusakan ekositem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar
biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia dan lingkungannya.
22
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Task
Telah tenggelam kapal laut yang mengangkut imigran dari luar negeri di perairan
Tulungagung laut Jawa. Kapal tersebut mengangkut sekitar 300 orang. Tim Basarnas
Indonesia telah menemukan dan melakukan evakuasi korban meninggal sejumlah 214
jenazah. Jenazah kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya Polda Jawa
Timur untuk dilakukan proses identifikasi dengan prosedur DVI.
Referensi
1. Buku Ilmu Kedokteran Forensik, Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK UI.
23
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Untuk membuktikan tindak Pidana, dokter gigi diminta untuk memeriksa dan
mengumpulkan bukti medis sesuai dengan kompetensi Kedokteran gigi yaitu bukti medis
yang berhubungan dengan gigi dan mulut. Bukti medis adalah bukti yang terdapat pada tubuh
manusia atau yang bersumber dari tubuh manusia. Bukti medis yang sering dimintakan
penyidik kepada Dokter Gigi adalah data post-mortem gigi (dental Record) untuk identifikasi
korban yang masih belum teridentifikasi. Karena setiap Tindak Pidana harus ada korban (No
Crime Without Victim). Di samping itu luka-luka dengan pola tertentu seperti bekas gigitan
(Bite Marks) memerlukan pemeriksaan Dokter Gigi. Dalam hal ini pemeriksaan Radiologi
gigi sangat diperlukan. Demikian juga analisa air liur dan komponen lain dari rongga mulut
yang memerlukan pemeriksaan Laboratoris.
Pada kasus keracunan, ada beberapa racun yang bersifat stabil yaitu racun yang masih
dapat dideteksi dalam tubuh dalam jangka waktu lama karena terdeposit dalam bagian tubuh
yang padat seperti tulang, kuku dan gigi. Dalam pemeriksaan toksikologi Forensik, bukti-
bukti medis yang berhubungan dengan racun harus dapat menjelaskan cara masuk racun
tersebut (route of Administration), distribusi racun yang bersifat sistemik, eksresi racun dan
apakah racun relevans sebagai penyebab kematian.
24
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Referensi :
1. Undang-undang Republik Indonesia nomer … tahun 1946 tentang Kitab Undang-
undang HukumPidana Indonesia
2. Undang-undang Republik Indonesia nomer 81tahun 1981tentang Kitab Undang-
undang HukumAcara Pidana
3. Undang-undang Republik Indonesia nomer36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Pada korban juga ditemukan luka bekas gigitan (bite Marks). Bagaimana dokumentasi
naratif dan fotografi luka tersebut serta alasannya
3. Bagaimana prosedur pengambilan sampel dan tatalaksana Barang Bukti pada luka
bekas gigitan
4. Tanda pembusukan lebih lambat yang dapat disebabkan oleh keracunan. Bagaimana
prosedur dan bahan apa saja yang diambil untuk pembuktian kasus keracunan
25
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Outcomes
• Mampu memahami definisi, konsep, dan cakupan ilmu kedokteran gigi forensic
• Mampu memahami hubungan ilmu kedokteran forensik dan ilmu kedokteran gigi forensik
Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang dari ilmu kedokteran yang mengaplikasikan ilmu
pengetahuan kedokteran untuk membantu penegakan hukum dan peradilan. Senada dengan
definisi tersebut, ilmu kedokteran gigi forensik dapat diartikan sebagai cabang dari ilmu
kedokteran gigi yang mengaplikasikan ilmu pengetahuan kedokteran untuk membantu
penegakan hukum dan peradilan. Selain ilmu kedokteran forensik dan ilmu kedokteran gigi
forensik, banyak cabang dari ilmu forensik yang berkembang saat ini seperti toksikologi
forensik, serologi/biomolekuler for
Kekhususan ilmu kedokteran forensik adalah pemeriksaan barang bukti yang terkait dengan
tubuh manusia. Dengan demikian, kedokteran gigi forensik lebih mengkhusus pada
pemeriksaan barang bukti yang terkait dengan gigi dan mulut manusia. Barang bukti yang
dikirim penyidik umumnya dapat berupa satu kesatuan tubuh manusia, baik korban hidup
atau mati, atau beberapa bagian tubuh jenazah yang tidak lengkap maupun berupa
tengkorak/kerangka. Disini akan tampak bagaimana eratnya hubungan kerjasama antara
praktisi kedokteran forensik dan kedokteran gigi forensik untuk menyediakan informasi-
informasi yang bermanfaat bagi penyidik.
Catatan sejarah telah menunjukkan bahwa peranan ilmu kedokteran gigi untuk membantu
proses peradilan telah dimulai sejak dahulu kala, yaitu identifikasi Lollia Paulina pada tahun
49 M hingga digunakannya bukti jejas gigitan (bitemark evidence) untuk pertama kalinya di
persidangan pada kasus perampokan kuburan untuk penyediaan kadaver pada tahun 1814.
Beberapa ahli bahkan mulai mengaitkannya dengan peristiwa dimakannya buah terlarang di
Taman Eden.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2020
26
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Berdasarkan catatan-catatan sejarah di seluruh dunia, terutama di Eropa dan Amerika, maka
ruang lingkup ilmu kedokteran gigi forensik antara lain identifikasi personal, identifikasi
korban massal, pengumpulan dan analisis bukti jejas gigitan, pemeriksaan DNA gigi dan
mikroorganisme rongga mulut, kekerasan dalam rumah tangga termasuk kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta perkiraan usia, kelamin dan ras. Di era perkembangan hukum
kesehatan saat ini, dokter gigi juga dapat dihadirkan di persidangan sebagai ahli pada kasus-
kasus yang telah disebutkan di atas atau diminta pendapatnya pada kasus-kasus yang terkait
dengan standar pelayanan kedokteran gigi, kematian/cedera akibat tindakan kedokteran gigi,
berbagai kecurangan terkait praktik kedokteran gigi (dental fraud) atau kasus-kasus perdata
lainnya.
Referensi :
1. Buchanan D. Forensic Medicine: A Clinician’s View. In: Legal and Forensic Medicine.
Beran RG, editor. Berlin: Springer-Verlag; 2013.
2. Carabott R. Brief Introduction to Forensic Odontology. In: Forensic Odontology: An
Essential Guide. Adams C, Carabott R, Evans S, editors. UK: John Wiley & Sons; 2014.
3. Brumit PC, Stimson PG. History of Forensic Dentistry. In: Senn DR, Stimson PG, editors.
Forensic Dentistry. Second Edition. Boca Raton: CRC Press; 2010.
4. Schrader BA, Senn DR. Scope of Forensic Odontology. In: Senn DR, Stimson PG, editors.
Forensic Dentistry. Second Edition. Boca Raton: CRC Press; 2010.
5. Lipton BE, Murmann DC, Pavlik EJ. History of Forensic Odontology. In: Senn DR,
Weems RA, editors. Manual of Forensic Odontology. Fifth Edition. Boca Raton: CRC
Press; 2013.
Learning Task
Seorang penyidik meminta bantuan kepada Anda untuk memeriksa bekas gigitan pada apel
yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Pelaku diduga memakan apel tersebut saat
melakukan kejahatan dan membuangnya di TKP. Penyidik juga membawa serta terduga
pelaku kejahatan.
1. Apa definisi ilmu forensik?
2. Apa cabang ilmu forensik yang dapat diterapkan pada kasus ini?
27
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Self Assessment
2. Jelaskan ruang lingkup dan peran ilmu kedokteran gigi forensik dalam membantu proses
peradilan!
3. Bagaimana cara membina hubungan profesional antara praktisi kedokteran forensik
dengan kedokteran gigi forensik?
28
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Outcomes
Investigasi adalah upaya pemeriksaan atau penelitian untuk mengumpulkan informasi atau
data demi membuktikan kebenaran. Investigasi untuk menemukan kebenaran sudah
dilakukan sejak dahulu kala, mulai dari yang tidak tersistematis (mistis/gaib) hingga yang
tersistematis. Secara garis besar, terdapat tiga sistem investigasi medikolegal di dunia yaitu
sistem koroner yang lahir dari sistem hukum Anglo-Saxon, sistem medical examiner yang
pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, serta sistem Eropa Kontinental yang
bersumber dari hukum Romawi kuno dan banyak dipengaruhi oleh Kode Napoleon.
Sistem hukum yang berlaku di Indonesia lebih cenderung menganut sistem Eropa
Kontinental mengingat Indonesia merupakan negara bekas jajahan Belanda. Proses
pemeriksaan perkara pidana di Indonesia terdiri dari beberapa tahapan, yakni penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, persidangan, dan eksekusi. Pengertian investigasi, menurut hukum di
Indonesia, lebih sesuai dengan pengertian penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Bukti-bukti tersebut dapat ditemukan di TKP,
korban maupun pelaku. Benda-benda bukti biologis dan non biologis yang melekat pada
pakaian atau tubuh korban maupun pelaku serta benda-benda di tempat kejadian perkara,
termasuk benda yang dipakai untuk melakukan kejahatan dapat menjadi serangkaian barang
bukti langsung atau sirkumstansial yang berhubungan satu sama lain untuk mengungkap
suatu kejahatan. Pada tahap ini, peran ilmuwan, termasuk dokter atau dokter gigi, sangat
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara secara ilmiah.
29
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
diuji kebenaran ilmiahnya oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, praktisi kedokteran gigi
forensik perlu memahami prosedur medikolegal, menggunakan standar pemeriksaan
kedokteran gigi forensik, mendokumentasikan setiap tahap pemeriksaan secara tertulis
maupun foto, lalu menganalisis temuan-temuan tersebut menggunakan ilmu pengetahuan
dengan kepustakaan yang semutakhir mungkin, kemudian akhirnya membuat suatu
kesimpulan dengan akal sehatnya yang tidak menyesatkan para pencari keadilan.
Referensi :
1. DiMaio VJ DiMaio D. Medicolegal Investigative Systems. In: Forensic Pathology. Second
Edition. Boca Raton: CRC Press; 2001.
2. Plourd CJ. Science, The Law, and Forensic Identification. In: Senn DR, Stimson PG,
editors. Forensic Dentistry. Second Edition. Boca Raton: CRC Press; 2010.
3. Frost RE. Death Investigation Systems. In: Senn DR, Stimson PG, editors. Forensic
Dentistry. Second Edition. Boca Raton: CRC Press; 2010.
4. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2014..
Learning Task
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan nyeri
pada bahu kanan setelah digigit oleh istrinya. Ia meminta Anda untuk membuat Visum et
Repertum terkait cedera yang dialaminya.
1. Menanggapi permintaan korban, apa yang akan Anda lakukan?
2. Sebutkan dan jelaskan tahapan-tahapan ilmiah yang Anda lakukan untuk membuktikan
kasus ini!
3. Apakah pembuktian ilmiah bekas gigitan (bitemark) memenuhi standar pembuktian
beyond reasonable doubt? Jelaskan jawaban Anda!
Self Assessment
2. Jelaskan peran dokter gigi dalam tahapan pemeriksaan perkara pidana di Indonesia!
30
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Learning Outcomes
31
Modul Pembelajaran : Blok Forensic in Dentistry
Referensi :
1. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran. Jakarta:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.
2. Indrati MF, dkk. Buku Materi Pokok Ilmu Perundang-undangan. Edisi 1.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2015.
Learning Task
Seorang laki-laki berusia 21 tahun datang ke Klinik Dokter Gigi untuk mencabut
tiga buah gigi yang terasa sakit. Namun, ketika ia pulang ternyata ia sudah tidak
memiliki gigi di mulutnya. Ternyata dokter gigi tersebut telah mencabut semua
giginya.
1. Apakah kasus tersebut dapat digolongkan sebagai kasus malpraktik?
Self Assessment
3. Apa yang dimaksud dengan asas Lex Posterior Derogat Legi Priori?
4. Apa yang dimaksud dengan asas Lex Superior Derogat Legi Inferior?
5. Apa yang dimaksud dengan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis?
32