1
UTANG JANGKA PENDEK
DEFINISI UTANG
Menurut SFAC No.3, hal 3090, utang dalam segi akuntansi didefinisikan sebagai
pengorbanan manfaat ekonomi di masa yang akan datang yang mungkin terjadi akibat
kewajiban suatu badan usaha pada masa kini untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa
pada badan usaha lain di masa yang akan datang.
Utang Dividen
Dividen yang dibagikan dalam bentuk uang atau aktiva (jika belum dibayar) dicatat
dengan mendebet rekening laba tidak dibagi dan mengkredit utang dividen. Karena utang
dividen ini akan segera dilunasi maka termasuk dalam kelompok utang jangka pendek.
Contoh Soal 1:
Gaji pegawai PT ALBANI pada bulan September 2018 tercatat sebesar Rp.600.000.000,00.
PPh ditetapkan sebesar 15%. Tanggal 15 Oktober 2018 PPh tersebut disetorkan ke kas
negara.
Diminta:
Buat jurnal yang diperlukan beserta penghitungannya!
Penyelesaian:
Gaji dan upah Rp.600.000.000,00
Utang PPh karyawan Rp. 90.000.000,00
Kas 510.000.000,00
Perhitungan:
PPh: 15% x Rp.600.000.000,00 = Rp.90.000.000,00
Kas: Rp.600.000.000,00 – Rp.90.000.000,00 = Rp.510.000.000,00
Jurnal:
Utang PPh Karyawan Rp. 90.000.000,00
Kas Rp. 90.000.000,00
Perusahaan-perusahaan yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), akan membebankan
PPN kepada pembeli, yaitu dengan menambah PPN pada harga jual. PPN yang diterima
dicatat sebagai utang sampai dengan penyetorannya kepada kas negara.
Contoh soal 2:
Penjualan yang terjadi pada PT ALBANI bulan September 2017 tercatat sebesar Rp.
Rp.200.000.000,00, termasuk PPN sebesar 10%. Tanggal 5 Oktober 2017 PPN tersebut
disetorkan ke kas negara.
Diminta:
Buat jurnal yang diperlukan beserta penghitungannya!
Penyelesaian:
Kas Rp.200.000.000,00
Penjualan Rp. 180.000.000,00
Utang PPN 20.000.000,00
Perhitungan:
PPN: 10% x Rp.200.000.000,00 = Rp.20.000.000,00
Penjualan: Rp.200.000.000,00 – Rp.20.000.000,00 = Rp.180.000.000,00
Utang PPN Rp. 20.000.000,00
Kas Rp. 20.000.000,00
Utang Bonus
Bonus yang diberikan kepada karyawan tertentu kadang-kadang menimbulkan
masalah tersendiri. Bonus itu dapat dihitung atas dasar penjualan atau laba, tergantung pada
perjanjiannya. Apabila bonus dihitung atas dasar laba, perhitungannya dapat dihitung dengan
tiga cara sebagai berikut :
a. Bonus dihitung dari laba sebelum dikurangi bonus dan pajak penghasilan(PPh).
b. Bonus dihitung dari laba sesudah pajak penghasilan sebelum dikurangi bonus.
c. Bonus dihitung dari laba sesudah dikurangi bonus dan pajak penghasilan.
Penggunaan cara-cara di atas dapat dilihat pada contoh di bawah ini :
PT ALBANI memberikan bonus kepada kepala bagian penjualan sebesar 12% dari
laba. Laba tahun 2018 sebesar Rp.10.000.000,00, PPh sebesar 15% dari laba bersih.
Misalnya : B = Bonus
P = Pajak
Maka perhitungan bonus untuk masing-masing cara di atas adalah sebagai berikut:
a. Bonus dihitung dari laba sebelum dikurangi bonus dan PPh.
B = 0,12 x Rp. 10.000.000,00
B = Rp. 1.200.000,00
PPh = 15% x ( Rp. 10.000.000,00 – Rp. 1.200.000,00)
PPh = Rp. 1.320.000,00
b. Bonus dihitung dari laba sesudah dikurangi PPh sebelum dikurangi dengan bonus.
B = 0,12 (Rp. 10.000.000,00 – P)
P = 0,15 (Rp. 10.000.000,00 – B)
P dalam persamaan pertama diganti dengan persamaan kedua, maka B dapat dihitung
sebagai berikut :
B = 0,12 {Rp.10.000.000,00 – 0,15 (Rp. 10.000.000,00 – B)}
B = 0,12 (Rp. 10.000.000,00 – Rp.1.500.000,00 + 0,15 B)
B = Rp. 1.200.000,00 – Rp.180.000,00 + 0,018 B
B – 0,018B = Rp.1.020,000,00
0,982 B = Rp.1.020.000,00
B = Rp.1.038.696,538,00
PPh dihitung dengan mengganti B pada persamaan kedua sebagai berikut :
P = 0,15 (Rp. 10.000.000,00 – Rp. 1.038.696,538,00)
P = 0,15 (Rp. 8.961.303,462,00)
P = Rp.1.344.195,519,00
c. Bonus dihitung dari laba setelah dikurangi bonus dan PPh.
B = 0,12 (Rp.10.000.000,00 –B – P)
P = 0,15 (Rp.10.000.000,00 – B)
P dalam persamaan pertama diganti dengan persamaan kedua, maka B dapat dihitung
sebagai berikut :
B = 0,12 {Rp. 10.000.000,00 – B – 0,15 (Rp.10.000.000,00 – B)}
B = 0,12 (Rp. 10.000.000,00 – B – Rp.1.500.000,00 + 0,15B)
B = Rp.1.200.000,00 – 0,12B – 180.000,00 + 0,018B
B + 0,12B – 0,018B = Rp. 1.020.000,00
1,102 B = Rp. 1.020.000,00
B = Rp.925.589,836
PPh dihitung dengan mengganti B dari persamaan kedua sebagai berikut :
P = 0,15 (Rp.10.000.000,00 –925.589,836)
P = 0,15 (Rp.9.074.410,164)
P = Rp.1.361.161,525
Utang–utang Bersyarat
Utang-utang bersyarat merupakan utang-utang yang sampai pada tanggal neraca
masih belum pasti apakah akan menjadi kewajiban atau tidak. Untuk mengetahui apakah
suatu utang itu merupakan utang bersyarat atau taksiran utang, dasarnya adalah kepastian
timbulnya kewajiban. Yang termasuk dalam utang bersyarat adalah:
a. Piutang wesel didiskontokan dan piutang dijaminkan
b. Endorsemen bersyarat atas wesel-wesel
c. Sengketa hukum
d. Tambahan pajak yang belum jelas kepastiannya
e. Jaminan atas utang anak perusahaan
f. Garansi atas penurunan harga barang-barang yang terjual
Utang bersyarat dalam neraca bisa ditunjukkan dengan catatan kaki atau dilaporkan
dengan judul tersendiri, tetapi tidak ikut dijumlahkan dengan utang-utang yang lain.