Disusun Oleh :
I. Pendahuluan
1. Dasar Pemikiran
Berbicara tentang bimbingan dan konseling tidak bisa terlepas dari pendidikan, karena
bimbingan dan konseling ada di dalam pendidikan. Dalam upaya membantu individu
mewujudkan pribadi utuh, bimbingan dan konseling peduli terhadap pengembangan nalar
yang kreatif untuk hidup baik dan benar Kartadinata (2007:103). Upaya bimbingan dalam
merealisasikan fungsi-fungsi pendidikan seperti terarah kepada upaya membantu individu,
dengan kearitivas nalarnya, untuk memperhalus, menginternalisasi, meperbaharui dan
mengintegrasikan istem nilai ke dalam perilaku mandiri.
Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan
memiliki kontribusi terhadap keberhasilan proses pendidikan di sekolah (Prayitno & Amti,
2004). Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa proses pendidikan di sekolah
tidak akan berhasil secara baik apabila tidak didukung oleh penyelenggaraan bimbingan
secara baik pula.
Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar membantu siswa agar berhasil dalam
belajar. Untuk itu sekolah hendaknya memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi
masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan belajar siswa. Dalam kondisi seperti ini,
pelayanan bimbingan dan konseling sekolah sangat penting untuk dilaksanakan guna
membantu siswa mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.
Secara umum masalah-masalah yang dihadapi oleh individu khususnya oleh siswa di
sekolah dan madrasah sehingga memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling adalah:
masalah-masalah pribadi, (2) masalah belajar (masalah-masalah yang menyangkut
pembelajaran), (3) masalah pendidikan, (4) masalah karier atau pekerjaan, (5) pengunaan
waktu senggang, (6) masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
Ada lima faktor yang menyebabkan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling,
yaitu faktor kebutuhan demokratis, perbedaan individual, kehidupan sosial dan budaya,
perkembangan norma dan nilai hidup, dan faktor dunia kerja dan pendidikan (Ahman, 2007).
III. Pembahasan
Implementasi Permendikbud nomor 111 tahun 2014 berdasarkan landasan-landasan
Bimbingan dan Konseling adalah sebagai berikut:
Setiap peserta didik / konseli satu dengan lainnya berbeda dalam hal kecerdasan, bakat,
minat, kepribadian, kondisi fisik dan latar belakang keluaga serta pengalaman belajarnya.
Perbedaan tersebut menggambarkan adanya variasi kebutuhan pengembangan secara utuh
dan optimal melalui layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling
mencakup kegiatan yang bersifat pencegahan, perbaikan dan penyembuhan, pemeliharaan
dan pengembangan.
Layanan bimbingan dan konseling dalam implementasi kurikulum 2013 dilaksanakan oleh
konselor atau guru bimbingan dan konseling sesuai dengan tugas pokoknya dalam upaya
membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional, dan khususnya membantu peserta didik
/ konseli mencapai perkembangan yang optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan bahagia
dalam hidupnya.
Salah satu bidang layanan dalam bimbingan dan konseling adalah bimbingan dan
konseling sosial dalam Pasal 6 (2). Bimbingan dan konseling sosial adalah suatu proses
pemberian bantuan dari konselor kepada peserta didik / konseli untuk memahami
lingkungannya dan dapat melakukan interaksi sosial secara positif, terampil berinteraksi
sosial, maupun mengatasi masalah-masalah sosial yang dialaminya, maupun
menyesuaikan diri dan memiliki keserasian hubungan dengan lingkungan sosialnya
sehinga mencapai kebahagiaan dan kebermaknaan dalam hidup.
Bimbingan dan konseling sosial bertujuan untuk membantu peserta didik / konseli agar
mampu (1) berempati terhadap kondisi orang lain, (2) memahami kragaman latar sosial
budaya, (3) menghormati dan menghargai orang lain, (4) menyesuaikan dengan nilai dan
norma yang berlaku, (5) berinteraksi sosial yang efektif, (6) bekerjasama dengan orang
lain secara bertanggung jawab, dan (8) mengatasi konflik dengan orang lain berdasarkan
prinsip yang saling menguntungkan.
Secara umum, lingkup materi bimbingan dan konseling sosial meliputi pemahaman
keragaman budaya, nilai-nilai dan norma sosial, sikap sosial positif (empati, alturistik,
toleran, peduli, dan kerjasama), keterampilan penyelesaian konflik secara produktif, dan
keterampilan hubungan sosial yang efektif.
Bimbingan dan konseling berlandaskan religius mengandung makna bahwa agama itu
menjadi sumber inspirasi untuk menyusun ilmu atau konsep-konsep BK dan
melaksanakan layanan bantuan. Ayat-ayat Al-Quran dan Sunah Rasul dijadikan landasan
dalam keseluruhansistem pendidikan.
Tujuan bimbingan dan konseling yang berlandaskan religius, memberikan perhatian yang
adil kepada keseluruhan komponen dasar manusia. Struktur kekhalifahan tidak berlawanan
dengan komponen dasar lainnya. Konselor tidak dipaksa memilih antara individu dan
masyarakat, antara prinsip ideal dengan kebutuhan seketika, antara cita-cita dan masa
depan dengan keinginan kekinian, antara akherat dan dunia,. Pasangan-pasangan tersebut
tidak dapat dianggap sebagai lawan yang bersaing (Abdullah, 1982:174).
IV. Rekomendasi Landasan yang Harus ada dalam Permendikbud Nomor 111/2014
Pelaksanaannya sekarang landasan agama hanya menjadi mata pelajaran di sekolah,
nilai-nilai religius belum dijadikan roh dalam setiap pembelajaran di sekolah.
Secara detil substansi Permendikbud No. 111/2014 wajib dipelajari dan dipahami oleh
seluruh Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling, Instruktur Nasional, dan Pengambil
Kebijakan Pendidikan.
Implementasi Permendikbud No. 111 / 2014 di sekolah:
Dalam aspek ketenagaan, Permendikbud No. 111 / 2014 Pasal 11 menegaskan bahwa
Konselor dan Guru Bimbingan dan Konseling harus memiliki tingkat kualifikasi akademik
(S1) pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling, kenyataannya di lapangan ada yang
menjadi guru BK bukan lulusan (S1) bimbingan dan konseling parahnya lagi di salah satu
sekolah yang menjadi seorang koordinator BK bukan seseorang yang memiliki tingkat
kualifikasi akademik (S1) pendidikan dalam bidang BK.
Program layanan BK yang tercantum dalam Permendikbud No. 111 / 2014 terdapat
dua jenis prgram yaitu (1) program tahunan dan (2) program semesteran kenyataannya guru-
guru BK dituntut untuk membuat program harian dan mingguan.
Sarana, prasarana dan biaya ruang kerja BK dan contoh penataannya dalam
Perensikbud No. 111 / 2014 sangat ideal akan tetapi hanya beberapa sekolah yang mampu
memiliki ruangan BK yang ideal tersebut.
Kelemahan dan yang perlu diperbaiki dari Permendikbud No. 111 / 2014 adalah:
Perlu adanya taksonomi layanan bimbingan dan konseling yang jelas agar
penggolongan layanan bimbingan dan konseling tertata rapi, sistematis, praktis dan ilmiah.
Misalnya jenis layanan diklasifikasikan berdasarkan fungsi. Kemudian diklasifikasikan
berdasarkan tahap perkembangan konseli. Kemudian diklasifikasikan berdasarkan bidang
permasalahan/layanan. Lalu diklasifikasikan berdasarkan sub bidang permasalahan/layanan.
Selanjutnya diklasifikasikan lagi berdasarkan bentuk komunikasi dalam konseling. Setelah itu
diklasifikasikan berdasarkan pendekatan teori yang akan digunakan. Maka akhirnya
ditemukanlah nama dan profil dari layanan tersebut. Dengan demikian, pelayanan bimbingan
dan konseling benar-benar sesuai kebutuhan. Setelah pengidentifikasian konseli dan
permasalahannya, maka diidentifikasi layanan konseling yang sesuai.
MENIMBANG :
Mengingat :
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2013;
5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 60/P Tahun 2013;
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah; 8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 65
Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar
Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah;
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;
14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Buku Teks
Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PASAL 1
PASAL II
(2) Pedoman implementasi kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I sampai dengan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
PASAL III Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI
KURIKULUM
PEDOMAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL
1. mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya
2. memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang
berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya
3. memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilainilai/aturan- aturan yang berlaku di
daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam
rangka menunjang pembangunan nasional
Tujuan Pedoman
Pedoman muatan lokal merupakan acuan bagi satuan pendidikan (guru, kepala sekolah, dan
komite sekolah) dalam pengembangan muatan lokal oleh masing- masing satuan pendidikan.
Pedoman ini juga berguna untuk:
1) Pemerintah daerah provinsi dalam melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan
muatan lokal pada pendidikan menengah
2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melakukan koordinasi dan supervisi
pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar.
Pengguna Pedoman
1) Satuan pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah/ madrasah) dalam
mengembangkan materi/substansi/program muatan lokal yang sesuai dengan
kebutuhan dan potensi di sekitarnya.
2) Pemerintah provinsi (dinas pendidikan provinsi, kanwil kementerian agama) dalam
melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan
menengah (SMA/MA dan SMK/MAK).
3) Pemerintah daerah kabupaten/kota (dinas pendidikan kabupaten/ kota, kantor
kementerian agama kabupaten/kota) dalam melakukan koordinasi dan supervisi
pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs).
2) Lingkup isi/jenis muatan local bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah,
keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas
lingkungan alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu untuk pengembangan potensi
daerah yang bersangkutan.
Prinsip Pengembangan
1.utuh
2.Kontektual
3.Terpadu
4.Apresiatif
5.Fleksibel
6.Pendidikan sepanjang hayat
7.manfaat