Anda di halaman 1dari 2

UST JALAL DI UIN JKT

Menjadi Pencerah di Tengah Mayoritas Sunni

PPIM 0 COMMENTS

Ciputat, PPIM – Usep Abdul Matin, Ph.D, mengatakan, untuk menjadi seorang Syiah di tengah
mayoritas Sunni di Indonesia, seseorang harus menjadi orang yang dapat mencerahkan. Ini dilakukan
Jalaluddin Rakhmat sejak tahun 1980-an, yang mengusung proyek pencerahan.

Konsep proyek pencerahan yang diusung Jalal terinspirasi dari Murtadha Muthahhari. Misalnya,
keterbukaan, non-sektarianisme, silaturahim, toleran terhadap keyakinan orang lain, rekonsiliasi
pengetahuan. Mapping pemikiran Jalal dari 1991-2011 selalu terkait dengan proyek pencerahan
tersebut, terutama terkait pada isu-isu pluralisme.

“Kang Jalal selau menggunakan statusnya sebagai minoritas Syi’ah untuk menegakkan proyek
pencerahan tersebut di Indonesia. Dan inilah yang kerap memunculkan reaksi keras dari beberapa
kelompok Sunni bahkan ada yang menganggapnya lebih berbahaya daripada narkotika,” ujar Usep
pada PPIM Seminar ke-23, Rabu, 17/2, bertema “Menjadi Syi’ah di Indonesia: Jalaluddin Rakhmat
dan Kontroversinya.” Hadir dalam seminar itu, anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Jalaluddin
Rakhmat, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Komaruddin Hidayat, mantan Wakil
Rektor Bidang Akademik Prof. Jamhari Makruf, mantan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Prof.
Oman Fathurahman, dan Dekan FISIP UIN Jakarta, Prof. Zulkifli.

Topik diskusi tersebut diangkat dari disertasi Usep yang dipertahankannya di Monash University,
Australia (2015). Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta ini menjelaskan, proyek
pencerahan tersebut nampak dari simbol-simbol yang melekat pada lembaga-lembaga yang
didirikan Jalal. Jalal selalu menamai lembaga yang didirikannya dengan istilah pencerahan, misalnya
Muntahharin Foundation for the Enlightenment of Islamic Thought, SMA Plus Muntahhari (Kata
“plus” diartikan sebagai pencerahan), dan buletin At-Tanwir yang juga berarti pencerahan.

Menanggapi presentasi Usep, Zulkifli berpandangan, bagi Syi’ah, identitas mereka sebenarnya
adalah tentang pengakuan oleh pemerintah. Ini dapat menentukan posisi Syi’ah di Indonesia. Lebih
jauh dia mengatakan, “Masalahnya adalah mayoritas moderat umat Islam kurang bersuara dalam
menentukan posisi Syi’ah. Posisi dan Identitas Syi’ah paling getol dilakukan minoritas muslim
intoleran, tentu dalam arti yang negatif,” ujar Zulkifli.

Komaruddin memberikan catatan, bahwa saat ini ada kecenderungan orang beranggapan dan
khawatir, kalau Syi’ah membesar akan menimbulkan konflik lebih besar, misalnya merujuk ke
pengalaman di Timur Tengah. Dalam konteks Indonesia, isu yang kerap dihembuskan adalah jika
Syi’ah berkembang di Indonesia akan mengancam NKRI.

Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Saiful Umam,Ph.D, mengatakan,
pembahasan terkait Syi’ah selalu menjadi topik hangat di Indonesia, dan masalah minoritas kerap
terjadi pada masyarakat yang masih lemah demokrasinya. “Tujuan diadakan seminar rutin ini adalah
kami ingin selalu mengupdatepengetahuan baru mengenai isu-isu keislaman di Indonesia. Dan
seminar rutin ini menjadi forum bagi sarjana doktoral yang baru lulus untuk mempresentasikan hasil
disertasinya,” kata Saiful.

Anda mungkin juga menyukai