Anda di halaman 1dari 27

BAB III

KONDISI OBYEKTIF BUNTET PESANTREN CIREBON

A. Sejarah Singkat Buntet Pesantren

Buntet Pesantren adalah nama sebuah pondok pesantren yang umurnya

cukup tua. Berdiri sejak abad ke-18 tepatnya tahun 1770 M. Menurut catatan

sejarah bahwa tokoh ulama yang pertama kali mendirikan pesantren ini

adalah seorang mufti besar kesultanan Cirebon bernama Kiai Haji Muqoyyim

bin Abdul Hadi (yang dikenal dengan sebutan Mbah Muqoyyim).

Tempat yang pertama kali dijadikan sebagai Pondok Pesantren Buntet

letaknya di Desa Bulak, kurang lebih 1/2 km dari perkampungan pesantren

yang sekarang. Dan atas petunjuk Allah Swt, lokasi pesantren bergeser tidak

jauh ke desa padukuhan sebelah tenggara yaitu di Blok Manis, Depok

Pesantren, Desa Mertapada Kulon.1

Mbah Muqoyyim memiliki sikap non kooperatif terhadap penjajah

Belanda pada waktu itu yang terus menerus menindas rakyat dengan berbagai

cara. Dengan membawa kekesalan dan kebencian yang mendalam terhadap

penjajah Belanda, pada tahun 1770 Mbah Muqoyyim meninggalkan Keraton

Kanoman dan pergi ke bagian Cirebon timur selatan untuk mencari tanah

perkampungan yang cocok dengan hati nuraninya. Dan di tempat itulah yaitu

di kampung Kedung Malang (Bulak Kulon) Desa Buntet Kecamatan

1
A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan; Kiai Abbas, Pesantren Buntet
dan Bela Negara. (Yogyakarta: LKiS, 2014), 30

63
64

Astanajapura Kabupaten Cirebon Mbah Muqoyyim mendirikan pondok

pesantren yang dikenal dengan pondok Buntet Pesantren.2

Beliau lebih kerasan (betah) tinggal dan mengajar di tengah masyarakat

dari pada tinggal di istana kesultanan Cirebon. Mbah Muqoyyim rupanya

telah merasa cocok bertempat tinggal di perkampungan dan memberikan

dakwah keagamaan. Namun karena tidak mau bekerjasama dengan

pemerintah Belanda, maka pihak Belanda menyerang dan membumi

hanguskan Pesantren Buntet. Pada peristiwa itu Mbah Muqoyyim berhasil

menyelamatkan diri dan terus menyebarkan dan mengembangkan dakwah

Islam.

Karena pondok pesantren di Dusun Kedung Malang dibombardir oleh

Belanda, maka Mbah Muqoyyim dan keluarga beserta para santri pindah ke

Pesawahan Sindanglaut, yaitu di rumah kiai Ismail Sembirit (adik kandung

Mbah Muqoyyim).3 Kegagalan Belanda dalam operasi penangkapan pertama

di Dusun Kedung Malang membuat Belanda semakin murka. Mereka kembali

mempersiapkan operasi penangkapan Mbah Muqoyyim. Mereka sangat

berhati-hati dalam menyusun rencana karena dihawatirkan rencananya akan

gagal lagi.4

Pada saat Mbah Muqoyyim dan kiai Ismail mengadakan hajatan

merayakan pernikahan putra-putrinya, tepat pada saat itulah tanpa diketahui

dari mana arahnya tiba-tiba muncul pasukan Belanda seraya menembakkan

2
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, (Cirebon: Kalam,
2012), 6. Lihat juga, A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan…, 20-21
3
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 11
4
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 16
65

senjata apinya. Dalam peristiwa tersebut Mbah Muqoyyim berhasil

menyelamatkan diri, namun ada sebagian pengikutnya yang ditangkap oleh

Belanda termasuk Pangeran Santri.5 Merasa dirinya selalu menjadi target

penangkapan tentara Belanda, maka Mbah Muqoyyim meninggalkan pondok

pesantren Pesawahan dan menuju daerah tujuan berikutnya yaitu Pemalang

Jawa Tengah.6

Suatu ketika Cirebon tiba-tiba terserang wabag to`un (penyakit menular

yang mematikan). Banyak sekali masyarakat yang menjadi korban, baik dari

masyarakat ekonomi atas, menengah dan masyarakat jelata. Bahkan orang

Belandapun banyak yang terjangkit penyakit ini.7

Keadaan ini membuat seluruh lapisan masyarakat berfikir dan bekerja

keras untuk menemukan bagaimana caranya menghentikan wabah to`un.

Ahirnya muncul gagasan dari kalangan pemerintah Cirebon untuk meminta

bantuan kepada Mbah Muqoyyim. Pendapat ini langsung mendapat

persetujuan dari kalangan kesultanan dan tokoh-tokoh Islam Cirebon. Mbah

Muqoyyim menyanggupi untuk membantu masyarakat Cirebon dalam

mengatasi wabah to`un, tetapi dengan beberapa syarat. Pertama, pihak

Belanda harus membebaskan Pangeran Santri dan mengembalikannya dari

Ambon ke Cirebon. Kedua, di setiap desa di Cirebon harus didirikan masjid.8

Setelah pihak Belanda menyetujui persyaratan tersebut, Mbah

Muqoyyim melalukan berbagai usaha untuk menghilangkan wabah to`un

5
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 17
6
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 18
7
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 24
8
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 25
66

tersebut. Dan dengan izin Allah Swt, wabah to`un dapat diatasi. Melihat

keberhasilan Mbah Muqoyyim maka Belanda memenuhi persyaratan yang

diajukan oleh Mbah Muqoyyim.9

Mbah Muqoyyim kembali ke Buntet untuk meneruskan pesantrennya

yang sudah hancur lebur dibombardir oleh Belanda. Namun kali ini

tempatnya berubah yaitu sekitar 200 m kearah timur yaitu di Blok Manis

Mertapada Kulon.10 Dengan modal harisma dan ketenaran setelah terjadinya

wabah to`un, Mbah Muqoyyim mencoba membangun kembali pesantren.

Berbagai kegiatan seperti pengajian dan keterampilan bela diri diajarkan oleh

Mbah Muqoyyim. Karena kemasyhurannya pondok pesantren banyak

dipenuhi santri dari bergabagai kalangan dan daerah, Mbah Muqoyyim begitu

serius dalam mendirikan Pondok Buntet Pesantren.11

Pada mulanya Mbah Muqoyyim hanya membangun rumah yang sangat

sederhana disertai dengan langgar (musholla) dan beberapa bilik (tempat

santri). Kemudian beliau menggelar pengajian pada masyarakat sekitar.

Kegiatannya ini ternyata banyak yang mengetahui, maka berbondong-

bondong banyak orang yang belajar kepada Mbah Muqoyyim. Materi yang

diajarkan selain pelajaran agama Islam, juga materi ketatanegaraan yang

beliau peroleh ketika tinggal di Keraton Kanoman.12

Melihat luasnya keilmuwan beliau dan dikenal sebagai orang keraton

serta tauladan yang beliau tunjukan kepada masyarakat membuat pesantren

9
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 25
10
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 27
11
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 28
12
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 6
67

beliau didatangi banyak murid, sehingga semakin berkembanglah pesantren

dengan pesat dan terus berkembang hingga saat ini.

Ada dua bukti fisik yang masih bisa ditemui sampai sekarang yang

membuktikan bahwa Mbah Muqoyyim benar-benar pernah mendirikan

pesantren di Kedung Malang (Bulak Kulon), yaitu makam santri 13 dan sumur

tua di pinggir sungai yang diduga kuat milik Mbah Muqayyim.14

Saat Mbah Muqoyyim mendirikan pondok di dusun Kedung Malang,

banyak santri yang datang untuk belajar pada beliau. Para santri banyak yang

mondok karena Mbah Muqoyyim terkenal sangat alim. Ketika beliau menjadi

mufti di keraton kanoman, banyak masyarakat yang sudah mengenal

kepandaiannya. Maka ketika mendengar Mbah Muqoyyim mendirikan

pondok di dusun Kedung Malang, di tengah hutan belantara, masyarakat

banyak yang datang untuk belajar.15

Kehadiran para santri tersebut tentu sangat menggembirakan Mbah

Muqoyyim karena beliau dapat menularkan gagasan perjuangannya melawan

Belanda. Selain itu, para santri sudah terbiasa dengan hidup mandiri. Mbah

Muqoyyim memberi nama “Buntet” yang artinya walaupun pondoknya kecil

dan santrinya sedikit, yang penting ilmunya bermanfaat untuk masyarakat.

Dengan sisa-sisa tenaga dan pikirannya, di hari tuanya, Mbah

Muqoyyim sambil terus mengurus Pesantren Buntet beliau gunakan waktunya

untuk berkhalwat taqarrub kepada Allah Swt, tiga tahun riya>d}ah berpuasa
13
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, makam santri adalah makam seorang
santri kiai Muqoyyim asal Indramayu yang meninggal karena kecelakaan. Konon karena
kecelakaan itulah lalu desa itu disebut dengan nama Kedung Malang. Kedung artinya daerah
sungai yang dalam, sedang malang artinya celaka.
14
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 8
15
Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 8-9
68

untuk keberkahan tanahnya dan keselamatan warga penghuni Buntet

Pesantren dan sekitarnya, tiga tahun untuk keselamatan anak cucunya, dan

tiga tahun lagi untuk keselamatan dirinya.16

Itulah sosok sempurna (insa>n ka>mil) Mbah Muqoyyim. Jelas garis

perjuangannya, seluruh hidupnya dihabiskan untuk memegang teguh agama

Islam dan menyebarkannya, membela bangsanya. Alam hidupnya tidak

pernah terbersit untuk mengumpulkan kekayaan, yang dipikirkan bukan

dirinya saja tetapi lebih dari itu, beliau lebih mengutamakan masyarakatnya,

agamanya, bangsanya dan tanah airnya.

Mbah Muqoyyim ahirnya di panggil Allah Swt. Beliau dimakamkan di

salah satu tempat petilasannya yaitu di kampung Tuk Sindanglaut berdekatan

dengan makam kiai Ardi Sela teman seperjuangannya. Mbah Muqoyyim

meninggalkan Buntet pesantren untuk selamanya. Beliau telah menanamkan

kepada putra-putranya dan kepada para santrinya untuk terus menerus

memperjuangkan Islam dengan membangun pondok pesantren agar tetap

maju dan berkembang.17 Seluruh kehidupannya dipersembahkan untuk agama

Islam, bangsa Indonesia dan masyarakat. Bahkan ketika beliau harus

meninggalkan dunia, telah menanam dan mendirikan pondasi untuk terus

membela agama Islam, bangsa Indonesia dan masyarakat, yaitu dengan

mendirikan Pondok Buntet Pesantren.18


16
A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan…, 30
17
A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan…, 30
18
Kata “Buntet” yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Buntet Pesantren, “wilayah
kekuasaannya” meliputi Desa Buntet, Desa Mertapada Kulon, Desa Sida Mulya dan Desa Munjul.
Karena itu, Desa Buntet merupakan bagian dari “wilayah kekuasaan” Buntet Pesantren. Adapun
Pesantren Buntet yang ada di Desa Mertapada Kulon, adalah lembaga pendidikan Islam yang
bernama “Buntet”. Mengapa demikian, karena nama “Buntet” lebih dulu ada jika dibandingkan
dengan nama-nama desa yang ada di lingkungan Buntet Pesantren. Bahkan konon yang
69

Sampai sekarang makam atau pesarean Mbah Muqoyyim dan kiai Ardi

Sela sering diziarahi kaum muslimin dari berbagai daerah. Diharapkan

dengan banyak dikunjunginya makam beliau, tertanam kembali pada jiwa

setiap muslim semangat yang dimiliki beliau, patriotisme, kepahlawanan,

membela rakyat kecil, dan sampai kapanpun harus membela agama Allah dan

membela bangsa dan negara.

Dalam perkembangan selanjutnya, kepemimpinan Pondok Buntet

Pesantren dipimpin oleh seorang kiai yang seolah-olah membawahi kiai-kiai

lainnya yang memimpin masing-masing asrama (pondokan). Segala urusan

diserahkan kepada sesepuh ini. Lebih jelasnya periodisasi kepemimpinan kiai

sepuh ini berturut-turut hingga sekarang dipimpin oleh kiai yang dikenal khos

yaitu KH. Abdullah Abbas (Almarhum), dan digantikan oleh adik

kandungnya yaitu KH. Nahduddin Abbas.

Nama-nama Kiai yang dituakan dalam mengurus Pondok Buntet

Pesantren secara turun-termurun adalah sebagai berikut:

1. KH. Muta’ad (Periode pertama 1785–1852)

2. KH. Abdul Jamil (1842–1919)

3. KH. Abbas (1879–1946)

4. KH. Mustahdi Abbas (1913–1975)

5. KH. Mustamid Abbas (1975–1988) 

6. KH. Abdullah Abbas (1988– 2007)

7. KH. Nahduddin Abbas (2007- hingga sekarang)

mendirikan desa-desa di lingkungan Buntet Pesantren adalah para kiai dan keluarga Buntet
Pesantren”. Munib Rowandi Amsal Hadi, Kisah-kisah dari Buntet Pesantren, 10
70

B. Letak Geografis dan Kondisi Umum Buntet Pesantren

1. Letak Geografis Buntet Pesantren

Pondok Pesantren Buntet berada di Blok Manis Depok Pesantren,

Kedudukan Pesantren Buntet berada di antara empat perbatasan yaitu

sebelah barat, berbatasan dengan Desa Munjul; sebelah utara berbatasan

dengan sungai cimanis Desa Buntet; sebelah timur berbatasan dengan

kali anyar; dan sebelah selatan berbatasan dengan blok Kiliyem Desa

Sida Mulya.

Lokasi Pesantren Buntet dapat dikategorikan sebagai tempat yang

strategis dan sangat mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan

jenis apapun. Lantaran jalan yang menuju ke lokasi itu, sejak lama

terlewati kendaraan umum (bus, elf dan truk) dari Ciledug menuju ke

Cirebon; bahkan bus atau truk dari arah Jawa Tengah menuju ke Jakarta

(melalui jalan alternatif) dapat melewati jalan raya Mertapada Kulon

(Desa di mana terdapat Pesantren Buntet).

Di tempat yang sekarang ini berada, pesantren ini posisinya ada di

antara dua Desa: + 80% Pesantren ini menjadi wilayah administratif desa

Mertapada Kulon dan sisanya bagian barat milik Desa Munjul. Pesantren

ini sendiri bukanlah nama Desa, melainkan hanya tempat/padepokan

santri. Namun seiring dengan perkembangan zaman, dari ratusan tahun

yang lalu, penduduk pesantren ini makin lama makin berkembang dan

kepadatannya cukup besar.


71

Wilayah Buntet Pesantren ini mirip sebuah desa yang cukup luas,

tetapi bukanlah nama Desa Buntet. Sebab Desa Buntet yang memiliki

kepala desa berlokasi sebelah utara. Adapun posisi pesantren ini terletak

di antara dua desa, desa Mertapada dan desa Munjul. Sebelah utara

Pesantren ini dibatasi oleh Buntet Desa; sebelah timur Desa Mertapada

(LPI); Sebelah Selatannya adalah Desa Kiliyem dan sebelah Barat adalah

Desa Munjul.19

2. Kondisi Umum Buntet Pesantren

Buntet pesantren dikenal sebagai sentral pendidikan, bukan hanya di

Desa Mertapada Kulon saja, tetapi juga di Kecamatan Astanajapura. Hal

ini terbukti dengan banyaknya pusat pendidikan baik yang formal seperti

sekolah, maupun non formal berupa pondok pesantren.

Adapun Sekolah/pendidikan formal yang berada di Buntet Pesantren,

yaitu: 

1. Akademi Perawat Buntet Pesantren (AKPER)

2. SMK Mekanika Buntet Pesantren

3. Madrasah Aliyah Negeri (MAN)

4. Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Putera (MANU Putra)

5. Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama Puteri (MANU Putri)

6. Madrasah Tsanawiyah  Nahdlatul Ulama Putra I (MTsNU Putra I)

7. Madrasah Tsanawiyah  Nahdlatul Ulama Putra II (MTsNU Putra II)

8. Madrasah Tsanawiyah  Nahdlatul Ulama Putri III (MTsNU Putri)

9. Madrasah Ibtidaiyah 
19
http://www.buntetpesantren.org/p/tentang-buntet-pesantren.html
72

10. Madrasah Diniyah

11. Taman Kanak-Kanak20

Sedangakan pendidikan non formal (berupa Pondok Pesantren) yang

berada di Buntet Pesantren, di antaranya yaitu:

1. Pondok Pesantren al-Istiqomah yang di asuh oleh K.H Abdullah

Abbas

2. Pondok Pesantren al-Murtad}o yang di asuh oleh K.H Fahmi

Hisyam

3. Pondok Pesantren al-Islah yang di asuh oleh K.H Zuhdi Machfudz

4. Pondok Pesantren Nadwatul Ummah yang di asuh oleh K.H M.A

Fuad Hasyim

5. Pondok Pesantren Nadwatul Banat yang di asuh oleh Ny. H. Robiah

6. Pondok Pesantren an-Namudzajiyah yang di asuh oleh Ny. H.

Khaeriyah

7. Pondok Pesantren al-Huda yang di asuh oleh K.H Anwar Jafar

8. Pondok Pesantren al-Mustahdiyah yang di asuh oleh K.H Abbas

Shobieh M

9. Pondok Pesantren al-Anwar yang di asuh oleh K.H Drs. Hasyim

Abkari

10. Pondok Pesantren al-Markazi yang di asuh oleh K.H Abbas Shobieh

11. Pondok Pesantren asy-Syakiroh yang di asuh oleh K.H Drs.

Hasanuddin Kriyani

12. Pondok Pesantren Nurussobah yang di asuh oleh K. Rofi`I Kholil


20
http://www.buntetpesantren.org/p/tentang-buntet-pesantren.html
73

13. Pondok Pesantren Daarus salam yang di asuh oleh Ny.H Chumaesoh

14. Pondok Pesantren Daarul Hijroh yang di asuh oleh K.H Fahim

Royandi

15. Pondok Pesantren Falahiyyah Futuhiyyah yang di asuh oleh K.H

Abdul Hamid Anas

16. Pondok Pesantren al-Khiyaroh yang di asuh oleh Ny.H Yatimah

17. Pondok Pesantren al-Hikam yang di asuh oleh K.H Fakhrudin M

18. Pondok Pesantren al-Firdaus yang di asuh oleh K.H Hasanuddin M

19. Pondok Pesantren Daarul Nikmah yang di asuh oleh K.H Drs

Majduddin

20. Pondok Pesantren Daarul Qur`an yang di asuh oleh Ny.H Ro`fan

Fuad Zen

21. Pondok Pesantren al-Inaroh yang di asuh oleh K.H Drs Adib

Rofi`uddin Izza

22. Pondok Pesantren al-Inayah yang di asuh oleh K.H Abdullah Syarif

23. Pondok Pesantren al-Falah yang di asuh oleh K.H Drs. Abdul Basith

Zen.

24. Pondok Pesantren Syubbaniyyah Islamiyyah yang di asuh oleh K.H

Baidlowi Yusuf.21

Pondok Buntet Pesantren bersifat tradisional dan modern, dikatakan

modern karena mengadopsi sistem sekolah modern seperti Madrasah

Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Adapun tradisional, dikarenakan


21
Itulah beberapa nama Pondok Pesantren yang ada di Buntet. Seiring dengan
perkembangan zaman, Pondok Buntet Pesantren terus berkembang dan melahirkan pondok-
pondok baru. Lihat Ahmad Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah…, 109-110
74

Pondok Buntet ini terus mengkaji kitab-kitrab salafus sholeh yang

banyak mengupas seputar al-Qur`an, al-Hadits, tafsir, balaghoh, ilmu

gramatika bahasa arab, dan karya-karya akhlak maupun tasawuf dan fiqh

dari para ulama terdahulu.

Seiring dengan perkembangan zaman, Pondok Buntet Pesantren

dengan segala potensi yang dimiliki berupaya meningkatkan kualitas dan

kuantitas pendidikan dengan memadukan antara sistem salafi dan sistem

khalafi. Sistem salafi adalah metode belajar dengan berpedoman kepada

literatur para ilmuan muslim masa lalu, sedangkan sistem khalafi

mengacu kepada pendidikan modern dengan kurikulum dan sistem

pendidikan yang diterapkannya.

Untuk lebih mengoptimalkan ikhtiar tersebut, maka dibentuklah

sebuah Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Buntet

Pesantren Cirebon. Salah satu tugasnya adalah mengelola dan

menyelenggarakan pendidikan formal dan non formal.22

Berbeda dengan Pondok Pesantren lain, keberadaan Pesantren

Buntet ini cukup unik karena komunitasnya yang homogen; antara santri

dan penduduk asli pesantren ini sulit dibedakan, terutama bila dipandang

oleh orang lain. Orang yang mengenal Buntet sebagai sebuah pesantren,

ketika bertemu dengan salah seorang lulusan pesantren ini, dianggapnya

sebagai santri sehingga kesan yang timbul adalah berdekatan dengan

ilmu keagamaan dan ubudiah. Karena memang tidak bisa dipungkiri,

22
http://www.buntet pesantren.org/p/tentang-buntet-pesantren.html
75

baik penduduk asli pesantren ini ataupun santri, keberadaan sehari-hari,

tidak lepas dari aktivitas nyantri (mengaji).23

Setidaknya ada tiga jenis masyarakat penghuni pesantren: 

Pertama, masyarakat keturunan kiai. Dari catatan silsilah keturunan kiai

Buntet, hampir seluruh kiai di Pesantren ini adalah anak cucu dari

keturunan Syarif Hidayatullah, salah seorang anggota Walisongo. 

Kedua, masyarakat biasa. Asal mula mereka adalah para santri atau

teman-teman kiai yang sengaja diundang untuk menetap di Buntet.

Mereka memiliki hubungan yang cukup erat bahkan saling

menguntungkan (simbiosis mutualisme). Awalnya mereka menjadi

khadim (asisten) atau teman-teman kiai kemudian karena merasa betah

akhirnya menikah dan menetap di Buntet Pesantren hingga sekarang.

Penduduk Buntet Pesantren yang bukan dari turunan kiai ini dulunya

dikenal dengan istilah masyarakat Magersari.24

Ketiga, masyarakat santri. Merekalah yang membesarkan nama baik

Buntet Pesantren. Sebab namanya juga perkampungan santri, aktivitas

sehari-hari diramaikan oleh hingar-bingar pelajar yang menuntut ilmu;

siang para santri disibukkan dengan belajar di sekolah formal, dan malam

harinya belajar kitab atau diskusi tentang agama di masing-masing kiai

sesuai kapasitas ilmunya.25

C. Karakteristik Ulama (Kiai) Buntet Pesantren

23
http://www.buntet pesantren.org/p/tentang-buntet-pesantren.html
24
Magersari adalah sebutan bagi penduduk Buntet Pesantren yang bukan keturunan kiai,
yang merupakan masyarakat biasa (second class).
25
http://www.buntetpesantren.org/p/tentang-buntet-pesantren.html
76

Ulama atau kiai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu

pesantren, ia sering bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa

pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan

pribadi kiainya. Perlu ditekankan bahwa ahli hukum Islam dikalangan umat

Islam disebut ulama. Di Jawa ulama yang memimpin pesantren disebut kiai.

Namun di zaman sekarang, banyak juga ulama yang cukup berpengaruh di

masyarakat juga mendapat gelar “kiai” walaupun mereka tidak memimpin

pesantren. Dengan kaitan yang sangat kuat dengan tradisi pesantren, gelar

kiai biasanya dipakai untuk menunjuk para ulama dari kelompok Islam

tradisional.

Keberadaan kiai dalam lingkungan pesantren merupakan elemen yang

cukup esensial. Laksana jantung bagi kehidupan manusia begitu urgen dan

pentingnya kedudukan kiai, karena dialah yang merintis, mendirikan,

mengelola, mengasuh, memimpin dan terkadang pula sebagai pemilik tunggal

dari sebuah pesantren. Oleh karena itu, pertumbuhan suatu pesantren sangat

bergantung kepada kemampuan pribadi kiainya, sehingga menjadi wajar bila

kita melihat adanya banyak pesantren yang bubar, lantaran ditinggal wafat

kiainya, sementara dia tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan

kepemimpinannya.26

Gelar kiai biasanya diperoleh seseorang berkat kedalaman ilmu

keagamaannya, kesungguhan perjuangannya di tengah umat, kekhusyu’annya

dalam beribadah, dan kewibawaannya sebagai pemimpin. Sehingga semata

hanya karena faktor pendidikan tidak dapat menjamin bagi seseorang untuk
26
http://eprints.walisongo.ac.id/1484/4/105112054_Tesis_Bab2.pdf.
77

memperoleh predikat kiai, melainkan faktor bakat dan seleksi alamiah yang

lebih menentukannya.

Dengan kelebihan pengetahuannya dalam bidang agama, para kiai

seringkali dianggap sebagai orang yang senantiasa dapat memahami

keagungan Tuhan dan rahasia alam sehingga mereka dianggap memiliki

kedudukan yang tidak terjangkau oleh kebudayaan orang awam, atau dalam

istilah lazimnya disebut ”kiai khas” sehingga dalam beberapa hal mereka

menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk pakaian seperti kopiah dan

surban serta jubah sebagai simbol kealiman.27

Di lingkungan pesantren, seorang kiai adalah hirarki kekuasaan satu-

satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai penyelamat para

santri dari kemungkingan melangkah ke arah kesesatan, kekuasaan ini

memiliki perwatakan absolut sehingga santri senantiasa terikat dengan

kiainya seumur hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai

penunjang moral dalam kehidupan pribadinya.28

Salah satu ulama (kiai) pendiri Buntet Pesantren yaitu K.H Abbas.

Beliau bukan hanya seorang ulama tapi juga merupakan guru tarekat,

pendidik, guru silat, dermawan, beliau juga adalah seorang pejuang

kemerdekaan tanah air yang tidak sedikit andilnya bagi bangsa dan tanah

airnya. Dalam menghadapi masa pailit yang sangat melilit, di mana-mana

susah mencari makanan di masa pendudukan jepang, KH Abbas dan

keluarganya membuka dapur umum di rumahnya. Setiap hari penuh


27
Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta:
LP3ES, 1982), 56
28
http://eprints.walisongo.ac.id/1484/4/105112054_Tesis_Bab2.pdf.
78

penduduk dan masyarakat yang antri untuk mendapatkan makanan. Namun

demikian, meski dalam kondisi dan situasi yang memprihatinkan, Pesantren

Buntet tetap berjalan.29

Meskipun kebanyakan kiai di jawa tinggal di pedesaan, mereka

merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur sosial, politik, dan

ekonomi masyarakat. Sebab sebagai suatu kelompok, para kiai yang memiliki

pengaruh sangat kuat di dalam masyarakat, merupakan kekuatan penting

dalam kehidupan politik Indonesia. Mereka dianggap memiliki suatu posisi

atau kedudukan yang menonjol, baik pada tingkat lokal maupun nasional.

Dengan demikian mereka merupakan pembuat keputusan yang efektif dalam

kehidupan sosial, tidak hanya dalam kehidupan keagamaan tetapi juga dalam

soal politik.

Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan antara individu dengan

Tuhan, tetapi juga hampir semua hubungan sosial dan personal. Sehingga

dengan demikian memberikan kekuasaan yang sangat luas kepada para kiai

dalam masyarakat. Masyarakat Buntet mempercayakan bimbingan mengenai

permasalahan-permasalahannya kepada kiai, baik permasalahan mengenai

perkawinan, perceraian, warisan dan sebagainya. Itulah sebabnya pengaruh

mereka sangat kuat. Para kiai yang memimpin sebuah pesantren yang besar

telah berhasil memperluas pengaruh mereka di seluruh wilayah Negara

Indonesia dan sebagai hasilnya mereka diterima sebagai bagian dari elite

nasional.30 Sejak Indonesia merdeka, banyak di antara mereka yang diangkat

29
A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan…, 88-89
30
Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi…, 57
79

menjadi menteri, anggota parlemen, duta besar31 dan pejabat tinggi

pemerintahan.

Cirebon merupakan salah satu tempat tujuan untuk menggali ilmu bagi

kalangan santri maupun umum. Karena Cirebon adalah kota wali yang di

dalamnya banyak ditemukan pesantren dan sekolah serta perguruan tinggi.

Diantara pesantren yang terkenal adalah pondok pesantren Buntet. Di pondok

pesantren Buntet umumnya para santri ini berasal dari wilayah tiga Cirebon,

namun ada juga yang berasal dari luar daerah bahkan luar pulau jawa seperti

Sumatera, Nusa Tenggara, bahkan ada yang dari Irian Jaya. Mereka semua

datang untuk menggali Ilmu di Cirebon terutama di Pondok pesanren Buntet.

Para pengasuh di pondok pesantren Buntet adalah para kiai dan

keluarganya. Mereka bertindak sebagai pengajar pengajian kitab, al-Qur`an,

dan lain-lain kepada para santri, khususnya para santri yang tinggal di asrama

tersebut, dan umumnya para santri yang mesantren di Buntet.32

Kegiatan kiai dan ibu nyai di pondok pesantren setiap harinya tak

ubahnya seperti gerakan jarum jam yang bergerak terus secara kontinyu dari

angka yang satu ke angka yang lainnya, begitu seterusnya. Begitu pula

dengan kiai dan ibu nyai bergerak terus memberikan pelayanan secara

kontinyu dari majelis yang satu ke majelis pengajian yang lainnya.

Melayani para santri yang hendak mengaji, melayani tamu yang datang

berkonsultasi tentang berbagai problematika yang menimpa. Semua dilayani

kiai dengan seksama penuh keihlasan. Hampir semua kiai di pesantren Buntet
31
Contohnya Yaitu K.H Nahduddin Abbas, Yang Menjadi Staff Kedubes RI di London
Inggris.
32
A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan…, 145-146
80

baik yang sepuh maupun usia muda yang terlibat aktif menggelar pengajian di

rumah masing-masing melayani para santri terkadang dari kalangan

masyarakat dari berbagai tingkatan dan sesuai kemampuan yang dimiliki para

kiai/ibunyai.33

Para kiai pengasuh pondok pesantren mempersiapkan regenerasi secara

ketat sekali untuk melestarikan pesantrnnya. Biasanya melalui beberapa

tahapan sebagai berikut: pertama, putranya mengaji kepada orang tua dan

keluarganya di komplek pesantren Buntet. Kedua, menjadi santri keliling

dengan cara mesantren ke berbagai pesantren ternama di tanah jawa secara

berpindah-pindah. Selanjutnya memeperdalam ilmunya dengan meneruskan

di perguruan tinggi baik di tanah air maupun di luar negeri.

Kiai yang ada di komplek Buntet pesantren dapat dikelompokkan ke

dalam dua kelompok yaitu, kiai pendatang dan kiai keturunan mbah

Muqayim. Kiai pendatang adalah mereka yang bukan penduduk atau bukan

keturunan mbah Muqayim, melainkan santri atau orang lain yang karena

memiliki keahlian tertentu terutama berkemampuan dalam menguasai dan

memahami kitab kuning sehingga dijadikan menantu kiai. Sedangkan kiai

keturunan mbah Muqayim adalah mereka yang secara langsung atau tidak

langsung, ada garis keturunan dengan mbah Muqayim baik yang ada di dalam

maupun yang ada di luar komplek  pondok pesantren Buntet seperti antara

lain kiai yang ada di pondok pesantren Gedongan, pesantren Munjul.

Pengelompokkan ini didasarkan atas pertimbangan faktor psikologis dan

33
A Zaini Hasan, Perlawanan dari Tanah Pengasingan…, 114
81

sosiologis yang dilakukannya dalam upaya memajukan pendidikan di pondok

pesantren Buntet.34

Bagi masyarakat Buntet ucapan atau fatwa dari ulama bobotnya lebih

besar jika dibandingkan dengan orang yang menyandang gelar gelar sarjana

atau profesor. Oleh karena itu peran ulama bagi masyarakat hususnya

masyarakat Buntet sangat besar sekali, sehingga diharapkan untuk masa

sekarang dan yang akan dating para ulama tetap menjadi panutan bagi

masyarakat, demi untuk kemajuan dan kejayaan Islam di muka bumi ini.

Buntet Pesantren merupakan salah satu tempat tujuan untuk menggali

ilmu bagi kalangan santri maupun umum. Secara keseluruhan aktifitas sehari-

hari ini diatur oleh tema sentral bersama, yaitu membimbing para santri agar

menjadi individu yang taat dan berpengetahuan luas, berguna bagi diri

sendiri, orang tua, bangsa dan agama. Demi mencapai tujuan ini sebagian

besar santri diharuskan mengikuti dua macam kegiatan belajar, mengaji di

malam hari dan bersekolah di siang hari.

D. Profil Ulama (Kiai) Buntet Pesantren

Cirebon adalah kota wali yang di dalamnya banyak ditemukan

pesantren dan sekolah serta pergurun tinggi. Di antara beberapa pesantren

yang terkenal adalah Pondok Pesantren Buntet. Berikut ini penulis akan

memaparkan beberapa profil ulama (kiai) yang mengasuh Pondok Pesantren

Buntet. Di antaranya:

34
Suteja, Buntet Pesantren, dalam https://rajasambel90.wordpress.com/2010/10/11/buntet-
pesantren/. Diposkan pada tanggal 11 oktober 2010. Diunduh pada tanggal 22 januari 2015 pukul
23.00 Wib
82

1. K.H. Hasanuddin Kriyani. 35

K.H. Hasanuddin Kriyani merupakan Dewan Sesepuh Buntet

Pesantren Cirebon, Rois Syuriah PCNU Kab. Cirebon 2006-2011, beliau

merupakan tokoh pendidikan Buntet Pesantren dan Pengasuh Pondok

Pesantren putra-putri Asy-Syakiroh. Beliau juga pernah menjabat sebagai

kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Buntet Pesantren.

KH. Hasanuddin Kriyani menikah dengan Hj. Eni Khunaeniyah. Dan

dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai 6 orang putra dan putri, yaitu:

- Chikmah Sri Afiyati

- Muhammad Abdullah Syukri

- Maulida Nella Muna

- Aisyah Nur Hayati

- M. Asyrof 'Abdik Rofi' Darojat

- M. Izzul Haq Andi Rahman

2. K.H Ahmad Mansur. 36

Beliau lahir di Cirebon tepatnya di Buntet Pesantren pada tanggal 10

Oktober 1950. Beliau menempuh pendidikan D3 di IAIN Sunan Gunung

Jati, dan S1 di STAIC Cirebon.

Beliau mengawali karirnya dengan menjadi pengajar di Madrasah

Aliyah (MANU PUTRA) Buntet Pesantren, menjadi guru di MAN Buntet

Pesantren, dan pensiun pada tahun 2010. Namun walaupun sudah pensiun,

35
KH. Hasanuddin Kriyani, pengasuh Pondok Pesantren asy-Syakiroh Buntet kec.
Astanajapura Kab. Cirebon. Wawancara pada tanggal 23-01-2015
36
K.H Ahmad Mansur, Tokoh Masyarakat dan Imam Masjid Jami` Buntet Pesantren,
Wawancara pada tanggal 14-01-2015
83

beliau masih mengabdikan diri untuk kemajuan pendidikan di Buntet

Pesantren.

Selain mengabdikan hidupnya untuk pendidikan di madrasah, beliau

juga merupakan imam masjid jami` Buntet Pesantren. Beliau yang selalu

mengajak seluruh masyarakat baik warga Buntet maupun para santri yang

mukim di Buntet untuk selalu meramaikan masjid dengan melaksanakan

sholat lima waktu secara berjamaah. Atas jasa beliau, kini masjid jami`

Buntet Pesantren selalu ramai oleh orang yang hendak melaksanakan

sholat jamaah.

3. K.H Adib Rofiuddin Izza. 37

Beliau adalah salah satu dari sesepuh Pondok Pesantren Buntet.

Beliau lahir di Buntet Pesantren pada tanggal 28 agustus 1965. Ayah

beliau yaitu K.H Izzuddin AZ dan ibunya bernama Nyai Hj. Nihayati.

Kehidupan K.H Adib Rofiuddin Izza kental dengan tradisi-tradisi pondok

pesantren, kehidupan beliau dibentuk oleh lingkungan yang keseharian

dan budayanya bernuansa dan berlatar belakang pesantren.

K.H. Adib Rofiuddin Izza dikenal bukan hanya sebagai seorang

pengasuh pondok pesantren, tetapi juga dikenal sebagai kiai kharismatik.

Kewibawaan beliau bukan dilihat karena beliau adalah seorang anak kiai,

tetapi sering dilihat karena kepiawaian beliau menerangkan masalah-

masalah baik bagi masyarakat Buntet dan di luar Buntet.

37
K.H Adib Rofiuddin Izza, pengasuh Pondok Pesantren al-Inaroh Buntet kec.
Astanajapura Kab. Cirebon. Wawancara pada tanggal 05-02-2015
84

Masa kecil kiai Adib benar-benar disiplin. K.H. Izzuddin AZ tidak

ingin anak-anaknya tidak disiplin waktu apalagi tidak disiplin tentang ilmu

maka dari itu, pada umur 9 tahun, kiai Adib Rofiuddin Izza dapat

mengkhatamkan Al-Qur’an secara tilawah dan qira`at pada buya (bapak)

nya K.H. Izzuddin AZ dan kakeknya K.H. Ahmad Zaid. Tidak hanya itu

K.H. Adib Rofiuddin Izza juga dituntut untuk mengaji kepada kiai-kiai

lainnya.

Beliau mengawali pendidikan formalnya di SDN Mertapada Kulon

dan lulus pada tahun 1979. Kemudian melanjutkan sekolahnya di MTS

NU PUTRA 2, lulus pada tahun 1981, kemudian melanjutkan di MAN

(Madrasah Aliyah Negeri) Buntet Pesantren lulus tahun 1984.

Setelah lulus Aliyah Kiai Adib melanjutkan pendidikannya keluar

Buntet Pesantren. Dan tempat yang dituju yaitu di Pondok Pesantren

Dondong Luhur Mangkang Wetan Semarang sambil kuliah di salah satu

Universitas di Semarang. Dalam kuliahnya K.H. Adib Rofiuddin Izza

mengambil Jurusan Syari’ah (AAS) Hukum. Pada tahun1987 K.H. Adib

Rofiuddin Izza diangkat oleh kiainya menjadi Kepala sekolah Madrasah

Ibtidaiyah di pondoknya. Dan pada tahun1988 K.H. Adib Rofiuddin Izza

menjadi sarjana SH dengan judul skripsinya qiyas sebagai dasar penetapan

hukum.

Tahun 1995, K.H. Adib Rofiuddin Izza menjadi Wakil Khatib

Syuriah. Pada tahun 1997, K.H. Adib Rofiuddin Izza menjadi Penasehat

Robit}oh Islamiyah Jawa Barat. Pada tahun 1999, K.H. Adib Rofiuddin
85

Izza menjadi Wakil Dewan Syuro NU Kabupaten Cirebon. Pada tahun

2000, menjadi Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) hingga

sekarang, dan pada tahun 2004 K.H. Adib Rofiuddin Izza menjadi Rois

Syuria PBNU.

Di Buntet, K.H. Adib Rofiuddin Izza mengaji berbagai disiplin ilmu,

dari mulai ilmu nahwu shorof sebagai ilmu alat sampai ilmu fiqih, tauhid

sebagai ilmu terapan, kitab-kitab yang beliau kaji yaitu: Al-Jurumiyah, al-

Amrithi, Alfiyah karya Ibnu Malik dibidang ilmu gramatika. Kiai Adib

bukan hanya mengkaji kitab-kitab gramatika tapi juga kitab-kitab lainnya

seperti Safinatun Najah, Fath}ul Wahab, Anwarul Masa>lik, Fath}ul

mu`in, Fath}ul Jawad dan lain sebagainya.

Kiai Adib tidak puas hanya mengkaji kitab-kitab nahwu dan fiqih,

tetapi juga mengkaji kitab-kitab tafsir seperti tafsir Jalalain, tafsir Ibnu

Katsir, tafsir Al-jami al-Shohir dan sebagainya.

K.H Adib Rofiuddin Izza menikah dengan Nyai Hj. Syarifah Lutfiah

binti K.H Abdul Chamid Anas pada tanggal 13 desember 1991 dengan No

akta: 1040/13/XII/1991 yang tercatat di KUA Kecamatan Astanajapura. 38

Dari hasil pernikahannya, K.H Adib Rofiuddin Izza dikaruniai keturunan 4

orang putra-putri, yakni: Endah Ayu Fikriyah, Muhammad Hikam Ainul

Hak, Fatimah Misrina dan Ribkha Aulia.

Keluarga K.H Adib Rofiuddin Izza masih kerabat dekat dengan para

kiai Buntet. Kehidupan sehari-hari K.H Adib Rofiuddin Izza adalah

mengasuh santri-santrinya, yang terdiri dari santri putra dan putri.


38
Bersumber dari dokumentasi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Astanajapura
86

Sikapnya sederhana, arif dan bijaksana. Beliau selalu menampilkan

kesederhanaan dalam berpakaian, bergaul ataupun bertindak. Kesederhaan

yang ada bukan karena ingin dilihat tapi karena tuntutan agama dan ajaran

tasawuf yang beliau amalkan.

4. Drs. H. Ilham Suhrowardi, M.H. 39

Beliau lahir di Cirebon, tepatnya di Buntet Pesantren pada tanggal 14

juni 1963. Seperti halnya K.H Adib Rofiuddin Izza, kehidupan beliau juga

kental dengan tradisi-tradisi pondok pesantren, kehidupan beliau dibentuk

oleh lingkungan yang keseharian dan budayanya bernuansa dan berlatar

belakang pesantren.

Beliau mengawali pendidikan formalnya di SDN Mertapada Kulon

dan lulus pada tahun 1975, kemudian melanjutkan sekolahnya di MTS NU

Putra Buntet Pesantren lulus pada tahun 1979, dan melanjutkan di MAN

Cirebon lulus pada tahun 1983.

Setelah lulus aliyah, beliau melanjutkan pendidikan Strata I (SI) di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan lulus pada tahun 1989, dan

dilanjutkan dengan Strata II (SII) Universitas Tanjung Perak Kalimantan

Barat dan lulus pada tahun 2006.

Selain pendidikan formal, beliau juga menempuh pendidikan

informal dengan mengaji berbagai kitab kepada para ulama. Di antara

kitab yang dipelajari dan dijadikan landasan hukum dalam setiap

menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat

39
Drs. H. Ilham Suhrowardi, M.H, salah satu pengasuh Pondok Pesantren al-Khiyaroh
Buntet kec. Astanajapura Kab. Cirebon. Wawancara pada tanggal 11-01-2015
87

yaitu: kitab al-Bajuri, kitab I`anatut Talibin, Fath}ul Ba>ri, Fiqih Sunnah

dan sebagainya.

Drs. H. Ilham Suhrowardi, M.H menikah dengan Ny. H Laili

Khiyaroh binti K.H Nasiruddin AZ (keponakan dari K.H Adib Rofiuddin

Izza), pada tanggal 15 juni 1990. Dari hasil pernikahannya, beliau

dikaruniai 4 orang putra-putri, yakni: Ivana Amelia Ulfah, Muhammad

Fabi Kriyan Ardani, Muhammad Izzul Aulia dan Ifada Putri Arizza.

Beliau mengawali karirnya dengan menjadi hakim Pengadilan

Agama Sanggau Kalimantan Barat pada tahun 1994, kemudian menjadi

Wakil Ketua Pengadilan Agama Sanggau pada tahun 2002, selanjutnya

menjadi Ketua Pengadilan Agama Bekayan Singkawang Kalimantan

padatahun 2004, kemudian menjadi Ketua Pengadilan Agama Ketapang

Kalimantan pada tahun 2006, selanjutnya menjabat sebagai Hakim

Pengadilan Agama Brebes pada tahun 2009, kemudian menjabat sebagai

Wakil Ketua Pengadilan Agama Temanggung Jawa Tengah pada tahun

2012, dan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Rembang Jawa

Tengah pada tahun 2014-sekarang.

5. K.H. Mohammad Farid NZ. 40

Beliau lahir di Cirebon tepatnya di Buntet Pesantren pada tanggal 14

juni 1972. Beliau merupakan putra kedua dari ayahnya yang benama KH

Nasiruddin AZ dan ibunya bernama Nyai Hj. Khotimah.

40
K.H. Mohammad Farid NZ, salah satu pengasuh Pondok Pesantren al-Khiyaroh Buntet
kec. Astanajapura Kab. Cirebon. Wawancara pada tanggal 17-01-2015
88

Beliau menempuh pendidikan formalnya di SDN 1 Mertapada Kulon

Buntet, lalu melanjutkan di MTS NU PUTRA, dan Madrasah Aliyah

Negeri (MAN) Buntet, Lulus tahun 1991. Pada tahun yang sama ayah

beliau yaitu K.H Nasiruddin AZ meninggal dunia. Pada tahun 1992 beliau

melanjutkan pendidikannya dengan mondok dengan tujuan untuk

menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan setelah itu bisa meneruskan

perjuangan ayahnya mengasuh pondok pesantren Al-Khiyaroh. Beliau

mondok di salah satu pondok pesantren di Sarang Rembang Jawa Tengah

yaitu di pondok pesantren al-Anwar yang diasuh oleh K.H Maimun

Zubair. Beliau mondok dan menimba berbagai ilmu pengetahuan di

pondok pesantren al-Anwar selama 6 tahun.

Pada saat beliau masih berada di Sarang Rembang Jawa Tengah,

pondok pesantren al-Khiyaroh dipegang oleh sepupunya yaitu K.H Adib

Rofiuddin Izza. Setelah beliau pulang maka Pondok Pesantren al-Khiyaroh

diserahkan kembali oleh K.H Adib Rofiuddin Izza kepada beliau. Selain

menjadi pengasuh dan pendidik para santri putra dan putri di Pondok

Pesantren al-Khiyaroh, Beliau juga aktif dalam bidang dakwah.

H. Mohammad Farid NZ menikah dengan Qistoniyah Zamrud binti

K.H Baidlowi Yusuf (H. Mohammad Farid NZ dan Qistoniyah Zamrud

merupakan sepupu, yang mana K.H Baidlowi Yusuf adalah uwa dari

beliau dan kakak kandung dari ibunya yaitu Ny. H Yatimah. Dari hasil

pernikahannya, beliau dikaruniai 4 orang putra-putri, yakni:

- Almira Aizar Farnaza


89

- M. Rikza Aufar Farnaz

- Raisya Mihani Farnaza

- M. Rajif Farnaz.

Anda mungkin juga menyukai