Anda di halaman 1dari 17

SUNAN

BONANG
Oleh : Nailun Najah

Untuk memenuhi tugas mata kuliah


Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu :
Ust. Zainal Arifin, M. Ag.
TUGAS
KE 1 Nasab Sunan Bonang
Sunan Bonang Sunan Ampel Sayyid Ahmad
bin bin
(Makhdum Ibrahim) (Raden Rahmat) Rahmatillah

bin
Syekh Jumadil Qubro
Ahmad Jalaludin Maulana Malik
bin (Jamaluddin Akbar bin
Khan Ibrahim
Khan)
bin

Abdul Malik Al-


Ahmad Jalaludin
bin Abdullah Khan bin Muhajir
Khan
(dari Nasrabad,India)
bin

Muhammad Sohib
Alawi Ammil Faqih
Ali Kholi' Qosam bin Mirbath bin
(dari Hadramaut)
(dari Hadramaut)
bin

Muhammad Sohibus
Alawi Ats-Tsani bin bin Alawi Awwal
Saumi'ah

bin

Ali Zainal 'Abidin bin Muhammad Syahril bin Ubaidullah

bin

Ali bin Abi Thalib


Hussain bin
(dari Fatimah az-Zahra binti Muhammad SAW)
Biografi Sunan Bonang
Raden Makhdum Ibrahim adalah anak dari Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai
Ageng Manila , putri seorang Adipati Tuban yang lahir pada tahun 1465 M. Ia adalah cucu dari
Sunan Gresik atau Syekh Maulana Malik Ibrahim. Hingga garis keturunan bisa diambil dari
keturunan Nabi Muhammad SAW. Ia juga kakak dari Sunan Drajad atau Raden Qosim.
Pengetahuan tentang Islam tidak bisa diragukan lagi. Hal ini dikarenakan Raden Makhdum
Ibrahim sudah disiplin sejak kecil dan juga rajin mengajar tentang ajaran Islam bersama Sunan
Ampel, ayahnya.
Agar Riyadh atau Walisongo bisa dilatih, dia harus melakukan perjalanan jauh di usia muda.
Ketika Raden Makhdum Ibrahim masih muda, dia melintasi Pasai, Aceh.
Perjalanan mengadopsi ajaran Islam dari Syekh Maulana Ishak ini didampingi oleh Sunan Giri
atau Raden Paku. Kemudian, setelah dirasa cukup, dia kembali ke Jawa dan tinggal di pantai utara
atau di wilayah Bonang. Raden Makhdum Ibrahim belum menikah, menurut kabar yang
berkembang di masyarakat.
Ini karena dia ingin memberikan hidupnya untuk menyebarkan Islam di kalangan masyarakat
Indonesia, khususnya di Jawa. Dalam versi Tionghoa, berdasarkan aksara Candi Talang disebutkan
bahwa nama depan Sunan adalah Bonang Liem Bong Ang. Dengan nama ini, diucapkan sebagai
Bonang.
Ia ialah putra dari Bong Swi Ho yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Jadi dia adalah cucu dari
Bong Bong Keng, kakek dari Bong Swi Hwo. Dari informasi tersebut, terlihat bahwa Sunan Bonang
keturunan Tionghoa menerima pendidikan dan memperoleh ajaran.
Sejarah Sunan Bonang
Sunan Bonang belajar agama dengan pesantren ayahnya di Ampel Denta. Ketika dia
cukup besar, dia bepergian ke berbagai daerah di Jawa. Awalnya dia berdakwah di Kediri
dan umumnya di komunitas Hindu. Di sana ia membangun Masjid Sangkal Daha.
Ia kemudian tinggal di Bonang desa kecil di Lasem, Jawa Tengah sekitar 15 kilometer
sebelah timur Rembang. Di desa tersebut ia membangun pesantren atau zawiyah dan
pesantren yang sekarang dikenal terhadap nama Watu Layar. Beliau kemudian terkenal
sebagai pendeta resmi Kesultanan Demak pertama dan bahkan menjadi panglima
tertinggi. Namun, Sunan Bonang tidak pernah berhenti bepergian ke daerah yang sangat
sulit. Ia sering mengunjungi daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura, dan Pulau
Bawean. Ia wafat di pulau ini pada tahun 1525 M. Mayatnya dimakamkan di Tuban, sebelah
barat Masjid Agung, setelah diperangi oleh masyarakat Bawean dan Tuban.
Ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran Ahlussunnah dengan corak tasawuf dan
silsilah Salaf Ortodoks. Ia belajar hukum, mistisisme, proposal, seni, arsitektur, dan sastra.
Masyarakat juga tahu bahwa Sunan Bonang piawai mencari sumber air di tempat kering.
Ajaran Sunan Bonang didasarkan pada filosofi ‘cinta’ (‘isyq’). Sangat mirip dengan
kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta itu sama dengan keyakinan, intuisi
(makrifat) dan ketaatan kepada Allah SWT atau Haq al Yaqqin. Pelajaran disajikan secara
populer melalui media seni populer.
Wilayah Dakwah Sunan Bonang
Setelah Sunan Bonang kembali dari Riyadh, Sunan Ampel menyewanya untuk
berdakwah di daerah Tuban, Jawa Timur. Kemudian ia menjadikan Pesantren sebagai pusat
dakwah dan menyebarkan Islam melalui adaptasi Jawa. Sedangkan muridnya berasal dari
berbagai pelosok nusantara. Ada yang berasal dari Tuban, Pulau Bawean, Pulau Madura,
dan juga Jawa Tengah.
Salah satu murid Sunan Bonang yang terkenal dan teman dekat, Sunan Kalijaga.
Menurut beberapa sumber, Sunan Bonang bertanggung jawab untuk mengadaptasi adat
Jawa yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga ke dalam Islam. Ia mengajari murid-muridnya
Islam dengan pendekatan unik melalui alat musik Bonang, begitu pula Suluk atau Primbon,
yang masih disimpan di Laiden University di Belanda.
Sumber lain menunjukkan bahwa Sunan Bonang sangat berperan dalam mengajarkan
Islam kepada Raden Patah pada khususnya. Raden Patah adalah anak dari Raja Majapahit
(Raja Brawijaya V) dan menjadi sultan pertama Kerajaan Demak di Jawa Tengah.
Selain itu, ia juga disebut-sebut telah membantu membangun dan menjadi pendeta
pertama di Masjid Agung Demak. Sehingga tidak salah jika Sunan Bonang sangat terkenal
dan disegani.
Metode Dakwah Sunan Bonang Melalui Alat Gamelan
Sebelum agama Islam masuk ke wilayah Indonesia, orang-orangnya semakin banyak yang memeluk
agama Hindu dan Budha. Makanya para wali lebih banyak memberitakan tentang akulturasi budaya.
Ini tentang menanamkan unsur-unsur Islam tanpa mengubah budaya atau kebiasaan masyarakat
sebelumnya. Sunan Bonang sendiri menyebarkan Islam melalui budaya Jawa. Ia menggunakan kesenian
rakyat seperti pertunjukan wayang dan permainan gamelan (bonang) untuk menggugah simpati.
Gamelan Bonang adalah salah satu alat musik kesenian daerah yang terbuat dari kuningan dengan
bentuk bulat dan ada gumpalan di tengahnya. Bila dipukul dengan kayu lunak akan mengeluarkan suara
yang merdu. Apalagi yang memainkannya adalah Sunan Bonang. Saat memainkan alat musik ini,
masyarakat sekitar mendengarkan. Faktanya, mereka tidak sering ingin mencoba menghasilkan lagu
pengiring juga.
Sunan Bonang adalah seorang wali yang mempunyai sebuah cita rasa seni yang tinggi. Setiap lagu
yang dijadikan pertunjukan wayang diisi dengan pesan-pesan islami, dan setiap ayat ditambah dengan
dua kalimat syahadat. Dengan demikian, orang akan dengan mudah bisa menerima ajaran Islam dengan
senang hati tanpa adanya paksaan. Setelah mendapatkan hati dan simpati, ia hanya akan mengisi Islam
yang lebih dalam.
Dalam pedalangan, dia adalah dalang yang sangat berbakat yang menarik dan memukau penonton.
Setiap aransemen Sunan Bonang memiliki nuansa Dzikir yang mendorong penonton untuk mencintai alam
baka. Dia juga suka mengganti mainan boneka untuk memasukkan kepemimpinan Islam. Salah satu cerita
paling terkenal adalah Pandawa dan Kauravia, yang dikaitkan dengan agama Hindu pada saat itu.
Metode Dakwah Sunan Bonang Melalui Karya Satra

Selain pementasan gamelan dan wayang, Sunan Bonang juga dikenal banyak
mengalihfungsikan karya sastra ke dalam bentuk Tembang Tembang atau Suluk. Salah satu
karyanya yang dibawakan hingga saat ini adalah lagu Tombo Ati (Penyembuh Jiwa).
Menurut kosakata bahasa Arab, Suluk sendiri berarti mengikuti jalan Tariqah atau
tasawuf. Jika dibawakan dalam bentuk lagu disebut suluk, sedangkan bila diuraikan dalam
bentuk prosa disebut wirid.
a. Suluk wujil
Suluk Sunan Bonang yang paling terkenal adalah Suluk Wujil. Nama Wujil diambil dari
nama salah satu Cantriks. Ada dua makna dalam puisi itu, keduanya menjelaskan
pertimbangan ilmu sufi, yaitu kajian tentang konsep ketuhanan sekaligus khazanah. Suluk
ini tercipta karena salah satu siswanya, Wujil Kinasih, ingin mengetahui pro dan kontra
agama dengan rahasia terdalam. Apakah ilmu kebatinan berarti Wujil tersirat bahwa ilmu
adalah tentang dirinya sendiri, inti maksud dan tujuan orang yang beribadah.

b. Gita Suluk Latri


Puisi yang disimpan Sunan Bonang di Universitas Laiden menggambarkan seseorang
menunggu kehadirannya. Dan saat itu sudah larut malam, kegelisahan dan kerindua
saya meluap. Tetapi ketika yang dicintai telah datang, dia akan melupakan segalanya
kecuali wajah kekasihnya. Hingga akhirnya dia terbawa ombak ke laut yang tak terbatas.
c. Suluk Gentur atau Suluk Bentur
Suluk Gentur atau Bentur melambangkan jalan yang harus diikuti untuk mencapai ulama
sufi tertinggi. Puisi ini di tulis dengan lagu wirangrong yang sangat panjang. Kata keberanian
atau benjolan itu sendiri sudah lengkap atau sempurna. Namun, banyak yang
mengartikannya sebagai bentuk semangat atau ketekunan. Isi Suluk ini mencerminkan
akidah Da’im Qa’im dan Idafi Ruh yang fana.
Syahadat da’im qa’im sebagai anugerah melihat seseorang yang bersatu dengan Tuhan.
Singkatnya, syahadat tersebut adalah: Syahadat (kesaksian) sebelum kelahiran dunia, iman
ketika masuk Islam, dan iman yang diucapkan oleh para nabi, orang suci dan orang-orang
yang benar-benar mempercayainya. Adapun pikiran fana ‘iduh, inilah salah satu bentuk bukti
ayat Al-Qur’an 28:88 yang berbunyi,
“Semuanya akan lenyap kecuali wajah”.

d. Suluk Khalifah
Sedangkan Khalifah Suluk lebih merupakan gambaran tentang kisah perjuangan Wali
Songo selama kelas Islam di Indonesia. Puisi mengecualikan khalifah adalah cerita
spiritual tentang bagaimana orang-orang kudus Allah mengajar mereka ke Islam. Selain
itu ada juga cerita Sunan Bonang saat memesan artikel Riyadh di Aceh dan cerita saat haji.
e. Gita Suluk Wali
Gita suluk wali adalah karya Sunan Bonang berupa teks puisi yang menarik. Puisi yakin
mereka pasti mengandung Sunskrit sementara Leber dipasang karena cinta seperti di air
laut atau dibakar oleh api. Selain itu, di akhir ayat ini dituliskan pepatah sufi yang
berbunyi “Qalb al-mukmin bait Allah”, yang artinya hati manusia percaya sebagai
tempat tinggal Allah SWT.

f. Suluk Jebeng
Suluk jebeng dikenal dalam lagu Dandanggula. Nama Jebeng diambil dari istilah anak
muda yang dibesarkan untuk mencari ilmu. Suluk diawali dengan perbincangan tentang
pembentukan khalifah di muka bumi dan pengakuan harga diri sebagai upaya menuju
jalan yang benar. Selain itu Suluk ini juga menggambarkan kesatuan manusia dan Gustine
yang digambarkan sebagai gema dan suara yang harus dipahami.
Makam Sunan Bonang Ada 2
Kisah Makam Sunan Bonang yang bermula dari dua rencana penguburan adalah
perjuangan para santri. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M di daerah Lasem, Jawa
Tengah. Saat itu, berita kematian Sunan Bonang dengan cepat menyebar ke seluruh tanah
Jawa, sehingga murid-muridnya datang dari berbagai sudut untuk memberikan
penghormatan terakhir.
Pertama, jenazah Sunan Bonang dimakamkan di dekat makam Sunan Ampel di wilayah
Surabaya. Akan tetapi, santri Sunan Bonang dari Madura menginginkan pemakamannya
berlangsung di Madura. Ketika santri Tuban mendengar bahwa jenazah Sunan Bonang
diangkut ke Madura dengan perahu, mereka bertempur, dan akhirnya kapal tersebut
terdampar di perairan Tuban.
Ia dimakamkan di sebelah barat Masjid Jami ‘Tuban. Ketika siswa Madura hanya
diperbolehkan membawa kafan dan pakaian, ada dua kali pemakaman. Akan tetapi yang
dianggap asli dan sering dikunjungi adalah makam di Tuban.
Setidaknya hanya Tuhan yang tahu bahwa kita dapat menerima hikmah bahwa Tuhan
akan mencintai kekasih-Nya dengan tidak menimbulkan permusuhan di antara kedua
murid Sunan Bonang.
TUGAS
KE 2 Teman Dakwah Sunan Bonang
Dalam cerita sejarah yang saya baca, beliau melakukan dakwah ini sendirian. Seperti
yang kita ketahui bahwasannya Sunan Bonang mensyiarkan Islam melalui beberapa
metode, diantaranya memanfaatkan media wayang, tembang, sastra sufistik, termasuk
tasawuf. Namun pada kenyataannya, sebelum beliau berdakwah melalui kesenian, dakwah
Sunan Bonang diketahui menggunakan pendekatan yang cemderung mengandung
kekerasan. Misalnya, pada waktu itu beliau menghancurkan arca-arca yang dipuja
masyarakat Kediri.
Jadi selama beliau mensyiarkan Islam hanya dilakukan secara sendirian tanpa ada
orang bersamanya. Menurut catatan Sadjarah Dalam, dikisahkan bahwa Sunan Bonang
hidup menyendiri atau tidak menikah hingga akhir hayatnya. Bahkan ketika dalam proses
mensyiarkan Islam beliau kurang berhasil, beliau masih tetap dengan kesendiriannya
sampai pada akhirnya beliau bertolak ke Demak atas panggilan Raden Patah untuk
menjadi Imam Masjid Agung Demak.
Asal-usul Karomah Sunan Bonang
Selama hidupnya Sunan Bonang sering berdakwah keliling hingga usia lanjut. Beliau
meninggal dunia pada saat berdakwah di Pulau Bawean. Berita segera disebarkan ke seluruh
tanah Jawa. Para muridnya pun berdatangan dari berbagai penjuru untuk memberikan
penghormatan terakhir.
Murid Sunan Bonang yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan di Pulau Bawean.
Tetapi, murid yang berasal dari Madura dan Surabaya ingin jenazah beliau dimakamkan di dekat
ayahnya di Surabaya. Bahkan dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenasah pun
mereka tak mau kalah. Jenasah yang sudah dibungkus dengan kain kafan milik orang Bawean
masih ditambah lagi dengan kain kafan yang dibawakan dari Surabaya.
Konon pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep
untuk mengelabuhi orang-orang Bawean dan Tuban. Disaat orang sedang tertidur, jenazah Sunan
Bonang dibawa ke Surabaya dengan menggunakan kapal.Namun, karena tindakannya yang
tergesa-gesa, kain kafan jenazah tertinggal satu. Sementara kapal layar segera bergerak ke arah
Surabaya. Tapi ketika berada diperairan Tuban, tiba-tiba saja kapal yang ditumpangi tidak bisa
bergerak hingga akhirnya jenazah Sunan Bonang dimakamkan di Tuban yaitu sebelah barat
Masjid Jami Tuban.Sementara kain kafannya yang tertinggal di Bawean ternyata juga masih ada
jenasahnya. Sehingga orang-orang Bawean pun menguburkannya di pulau itu dengan penuh
khidmat.
Dengan demikian, ada dua jenasah Sunan Bonang, inilah karomah atau kelebihan yang
diberikan Allah SWT, sehingga tidak ada permusuhan di antara murid-muridnya.
Murid Sunan Bonang
Menurut sejarah yang ada, dikisahkan bahwa setelah selesai berdiskusi akhirnya sunan
Bonang akan pergi melanjutkan perjalannnya. Sebelum sunan Bonang pergi beliau menunjuk
buah pohon aren dengan tongkatnya yang seketika itu biji aren berubah menjadi biji emas.
Brandal Lokajaya semakin dibuat terpukau dengan keajaiban yang dilihatnya itu. Karena
penasaran, ia memanjat pohon aren itu. Namun ketika akan memetik buah aren tesebut, tiba
tiba buah aren emas itu rontok mengenai kepalanya dan membuatnya pingsan.
Setelah bangun dari pingsan, Brandal Lokajaya atau Raden mas Syahid sadar kalau orang
berbaju putih itu bukan orang biasa. Akhirnya dikejarnya orang berbaju putih itu untuk
menyampaikan keinginannya berguru kepadanya.
Setelah bertemu dengan sunan Bonang, Raden Mas Syahid diperintahkan untuk menjaga
tongkatnya yang ditancapkan di pinggir kali (sungai) dan tidak boleh pergi sebelum ia
kembali.
Kurang lebih selama tiga tahun Raden Mas Syahid menjaga tongkat itu hingga sunan
Bonang datang menemuinya. kala itu ia sudah berubah menjadi pertapa yang sudah
ditumbuhi lumut dan tertutup ruput, bahkan ada sarang burung di tubuhnya.
Kemudian Raden mas Syahid dibangunkan dari bertapanya dan diajak pergi ke Tuban
untuk diberi pelajaran agama.
Thanks!

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icon by Flaticon, and infographics &
images from Freepik

Anda mungkin juga menyukai