Anda di halaman 1dari 24

LK 1: Lembar Kerja Belajar Mandiri

Nama : SUPRIADI
NIM : 3301021036

Judul Modul 3 Konsep Dasar Keilmuan


Kewarganegaraan
Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Konsep Dasar Prinsip dan Prosedur
Pembelajaran PPKn
2. Struktur Metode dan Spirit Keilmuan
Kewarganegaraan
3. Konsep Kajian Keilmuan
Kewarganegaraan
BerlandaskanPancasila dan UUD 1945
4. Isu-isu Kewarganegaraan
No Butir Refleksi Respon/Jawaban
1 Daftar peta konsep KB 1. Konsep Dasar Prinsip dan Prosedur
(istilah dan definisi) di Pembelajaran PPKn
modul ini
1. Pendidikan Budi Pekerti adalah embrio atau
konsep awal Pendidikan Kewarganegaraan
(PPKn) di Indonesia. Dengan menggagas PPKn
sebagai pendidikan morality menunjukkan
bahwa Indonesia punya konsep khusus dalam
mengusung pendidikan kewarganegaraan yang
berfokus pada pengembangan aspek moral
seorang warga negara.

2. Pendidikan kewarganegaraan dalam wujudnya


yang sekarang yaitu mata pelajaran PKn
bertujuan terbentuknya warga negara yang
cerdas, berkarakter dan trampil sesuai yang
diamanatkan Pancasila dan UUD Negara
Kesatuan Republik Indonesia 1945 yang
termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.

3. Pendidikan kewarganegaraan adalah ilmu yang


membicarakan hubungan antara manusia
dengan manusia dalam perkumpulan-
perkumpulan yang terorganisasi (organisasi
sosial, ekonomi, politik) dengan individu-
individu dan negara.

4. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di


Indonesia dimulai pada tahun 1957 saat
pemerintahan Sukarno atau yang lebih dikenal
dengan istilah civics. Penerapan Civics sebagai
pelajaran di sekolah-sekolah dimulai pada
tahun 1961 dan kemudian berganti menjadi
Pendidikan Kewargaan Negara pada tahun 1968.

5. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan


resmi masuk dalam kurikulum sekolah pada
tahun 1968. Saat terjadi pergantian tahun
ajaran yang pada awalnya Januari-Desember
dan diubah menjadi Juli-Juni pada tahun 1975,
selanjutnya nama pendidikan kewarganegaraan
diubah oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Kemudian mata
pelajaran PMP diubah lagi pada tahun 1994
menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Pada era Reformasi
PPKn diubah menjadi PKn.

6. Akar keilmuan PKn terdiri dari beberapa


rumpun keilmuan yaitu politik, hukum, dan
moral. Ketiga rumpun ini menjadi fokus
perhatian PKn dalam mengembangkan akar
keilmuannya. Melalui ketiga rumpun tersebut
lahirlah konsep PPKn di Indonesia sebagai
wahana Pendidikan politik, pendidikan hukum,
dan pendidikan moral bagi seluruh warga
Negara Indonesia termasuk peserta didik di
sekolah. Cholisin (2016)

7. Kompetensi kewarganegaraan menurut


Setiawan (2005) yaitu sebagai berikut:
1. Kecakapan dan kemampuan penguasaan
pengetahuan Kewarganegaranan (Civic
Knowledge) yang terkait dengan materi inti
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education) antara lain demokrasi, HAM, dan
masyarakat madani (Civil Society)
2. Kecakapan dan kemampuan sikap
kewarganegaraan (Civic Dispositions) antara
lain pengakuan kesetaraan, toleransi,
kebersamaan, pengakuan keragaman,
kepekaan terhadap masalah warga negara
antara lain masalah demokrasi dan hak
asasi manusia
3. Kecakapan dan kemampuan
mengartikulasikan keterampilan
kewarganegaraan (Civic Skills) seperti
kemampuan berpartisipasi dalam proses
pembuatan kebijakan publik, kemampuan
melakukan kontrol terhadap penyelenggara
negara dan pemerintah.

8. Praktis pembelajaran di sekolah yang tepat


adalah pembelajaran berbasis nilai yang
terintegrasi kedalam PPKn, di mana kajian
materi PPKn merupakan petunjuk pemahaman
internalisasi atau personalisasi nilai, serta
bagaimana praktis kehidupan menjadi manusia
Indonesia seutuhnya yang sehat, baik melalui
proses kematangan mental spiritual yang utuh
dan mantap, juga matang yang akan berguna
bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat,
maupun kehidupan berbangsa dan bernegara
yang harmoni.

9. Pendidikan nilai dan moral Pancasila adalah


salah satu ciri dari pendekatan PKn sebagai
pendidikan nilai. Pendidikan nilai memiliki
padanan makna dengan pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan
kesusilaan, pendidikan dan “trend” sekarang ini
dengan istilah pendidikan karakter (Winarno:
2018).

10. Pendidikan berbasis nilai mencakup


keseluruhan aspek sebagai alternatif pengajaran
atau bimbingan kepada peserta didik, agar
menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan, melalui proses pertimbangan nilai
yang tepat dan pembiasaan bertindak yang
konsisten. Materi PKn dengan model pendidikan
berbasis nilai yang sistemik, merupakan upaya
alternatif yang diperlukan peserta didik dalam
rangka menghadapi tantangan globalisasi serta
dinamika kehidupan kini dan pada masa yang
akan datang.

11. Peranan pendidikan kewarganegaraan


sebagai pendidikan hukum dalam upaya
menginternalisasikan hukum dikalangan
peserta didik” dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. sekolah sebagai lembaga pendidikan
memegang peranan penting dalam
penginternalisasian hukum pada anak.
2. sekolah merupakan tempat untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan dan
pembinaan kepribadian.
3. guru-guru harus mengadakan pengawasan
dan bagi yang melanggar perlu diberikan
sanksi dan bagi yang menaati diberikan
semacam penghargaan.
4. PKn sebagai wahana pendidikan hukum
dalam mengupayakan internalisasi hukum
bagi generasi muda, diharapkan menjadi
salah satu solusi semakin tingginya tingkat
pelanggaran aturan-aturan dan hukum-
hukum yang berlaku, baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa maupun
bernegara”.

12. Kesadaan berkonstitusi adalah bagian dari


kesadaran hukum yang bersama isi/substansi
hukum (konstitusi) dan pemegang peran
(struktur) yaitu aparat negara atau
penyelenggara Negara merupakan komponen-
komponen utama dalam sistem hukum. Efektif
atau tidaknya hukum (konstitusi) dalam suatu
masyarakat atau negara akan sangat ditentukan
oleh ketiga komponen tersebut (Sukriono, 2016).

13. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


(PPKn) merupakan program pendidikan yang
menerapkan fokus bidang kajiannya pada
kajian politik kewarganegaraan atau sebagai
pendidikan demokrasi bagi warganegara. PPKn
merupakan bidang kajian ilmiah dan program
pendidikan di sekolah dan secara socio-
pedagogies dijadikan sebagai wahana utama
serta esensi pendidikan demokrasi atau
pendidikan politik di Indonesia

14. Pendidikan politik di Indonesia dapat


direalisasikan melalui:
1. Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan
daya nalar warga negara baik dalam dimensi
spiritual, rasional, emosional, maupun
sosial;
2. Civic Responsibility, yaitu kesadaran akan
hak dan kewajiban sebagai warga negara
yang bertanggung jawab dan;
3. Civic Participation, yaitu kemampuan
berpartisipasi warga negara atas dasar
tanggungjawabnya, baik secara individual,
sosial, maupun sebagai pemimpin hari
depan.

15. Pendidikan politik menekankan pada:


(1) Keterampilan berfikir ditekankan pada
pengembangan berfikir kritis seorang peserta
didik, bukannya knowledge deposit
(2) Keterampilan pribadi menekankan pada
pengembangan aspek kepercayaan diri
peserta didik dan political self efficacy.
(3) Keterampilan sosial terutama ditekankan
empati dan respek kepada diri sendiri dan
orang lain dalam upaya menjadi warga
Negara yang baik atau Good Citizens.
16. Social Studies adalah nama atau istilah yang
digunakan oleh lembaga pendidikan di negara
lain terutama di negara-negara Barat

17. PPKn sebagai tradisi social studies


Barr, Barth, dan Shermis (1977)
mengidentifikasi "The Three Social Studies
Traditions, yaitu:
1. Social Studies as Citizenship
Transmission
- Esensi Pembelajarannya : pada guru,
- Tujuan Transmisi : agar siswa meyakini
dan mempelajari konsep
kewarganegaraan yang diajarkan guru
- Cara Pembelajaran : Guru menyajikan
asumsi-asumsi, kepercayaan-
kepercayaan, dan harapan-harapan
tentang masyarakatnya.
2. Social Studies Taught as Social Science.
- Tujuan : agar para siswa dapat
memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan perlengkapan disiplin ilmu sosial
sehingga akhirnya mereka menjadi efektif
sebagai warga negara
- social science : terkait dengan masalah-
masalah, isu-isu, dan topik-topik disiplin
ilmu sosial masing-masing
3. Social Studies Taught as Reflective
Inquiry
- Reflective Inquiry : tradisi pembelajaran
berdasarkan pada kedudukan filsafat
yang berakar pada masa lalu
- Cara Pembelajarannya : mengidentifikasi
sejumlah teori dan praktik yang baik pada
masa lalu dan masa kini.
- Tujuan reflective inquiry : mendorong para
siswa untuk menganalisis tentang apa
saja yang terlibat dalam suatu keputusan,
Proses Pembuatan UU, Pemilihan
Anggota Legislatif, dan kehidupan
pemerintahan itu sendiri pada
masyarakat yang demokratis.

18. Pancasila sebagai prinsip utama


dalam pembelajaran PPKn.
PPKn sebagai pendidikan moral secara utuh
mengkonsepsi pembelajaran dan
keilmuannya berdasarkan pada Pancasila
sebagai item principal.

PPKn mengusung konsep transfer nilai-nilai


Pancasila ke dalam struktur keilmuannya
yang hendak diberikan kepada peserta didik
atau warga Negara.

19. UU No. Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional : Pasal 2, Pasal 3,
dan Pasal 37
 Pasal 2 : Pendidikan Nasional berdasarkan
pada Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
 Pasal 3 :
a) Fungsi Pendidikan Nasional ;
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,
b) Tujuan : mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
 Penjelasan Pasal 37 UU No. 20 Tahun
2003
Pendidikan kewarganegaraan
dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air
20. Langkah prosedur pembelajaran
PPKn yang terstruktur, strategis,
refresentatif:
1. Mengacu pada kurikulum 2013,
pembelajaran PPKn di tingkat menengah
maka, pembelajaran PPKn merupakan
pembelajaran yang berkonsepkan deep
knowledge (Pengetahuan Formal) dan
constructed knowledge.
2. Bersendikan pesan moril bapak pendidikan
Ki Hadjar Dewantara yaitu pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodo),
membangun kemauan (ing madyo mangun
karso), dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran (tut
wuri handayani).
3. Berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila,
dimana seorang guru juga harus mampu
menyusun perangkat pembelajaran yang
memungkinkan untuk dapat membentuk
peserta didik yang cakap kompetensinya dan
menjadi lulusan yang kompeten
4. Sejalan dengan dasar pendidikan nasional
mata pelajaran PPKn mengusung misi yang
sama yaitu sebagai mata pelajaran yang
memiliki misi pengokohan kebangsaan dan
penggerak pendidikan karakter yang
bersumberkan nilai dan moral Pancasila.

21. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi


nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun
manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga
darinya mampu menumbuhkan tekad untuk
mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-
hari.

22. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa


merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka
pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi
oleh warganya karena pandangan hidup
Pancasila berakar pada budaya dan pandangan
hidup masyarakat.

23. Pancasila bagi bangsa Indonesia yang


Bhinneka Tunggal Ika merupakan asas
pemersatu bangsa sehingga tidak boleh
mematikan keanekaragaman (Kaelan, 2013).
Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat
Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita
moral bangsa yang memberikan pedoman dan
kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk
berperilaku luhur dalam kehidupan sehari
dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

KB 2. Struktur Metode dan Spirit Keilmuan


Kewarganegaraan

1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


(PPKn) merupakan program pendidikan yang
pada dasarnya sebagai program pendidikan
yang mentransfer esensi dan urgensi keilmuan
Civics (Ilmu Kewarganegaraan).

2. Civics merupakan ilmu yang secara historis


sebagai ilmu yang membentuk warga negara
menjadi warga negara yang baik dan cerdas dan
secara filosofis sebagai ilmu yang mentransfer
dan menginternalisasi nilai-nilai kebaikan
kepada warga negara atau disebut morality
transmission

3. Pembelajaran PPKn termasuk tradisi ilmu


sosial yaitu citizenship transmision secara
konseptual terbagi atas beberapa komponen-
komponen yang tersebar pada 3 (tiga) paradigma
domain yaitu:
a. domain akademis
b. domain kurikuler
c. domain sosial kultural secara struktur dan
fungsional di ikat oleh kebajikan dan budaya
kewarganegaraan atau civic virtue dan civic
culture.

4. PKn memiliki visi untuk pembangunan


karakter bangsa yang berlandaskan pada
Pancasila. Pembelajarannya mengacu pada tiga
fokus perhatian yaitu sebagai berikut:
1. PKn sebagai pendidikan politik,berupaya
untuk membangun dan membentuk
warganegara yang berperan aktif di dalam
politik atau politik kewarganegaraan. Peran
warga negara baik di bidang politik, hukum,
ekonomi, substansi materi PKn adalah
demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan
demokrasi sosial. Peranan waraganegara
yang aktif merupakan wujud dari sikap
demokratis untuk mendukung tegaknya
kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sejalan dengan amanah dari 4 konsensus
Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945,
Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
2. PKn sebagai pendidikan hukum,
merupakan patronasi untuk keilmuan PKn
dalam konteks rule of law dan law
enforcement (penegakannya), yang
membantu dalam membentuk sikap
demokratis warganegara dalam ketertiban
hukum.
3. PKn sebagai Pendidikan moral, mengarah
kepada konstekstualisasi penanaman nilai-
nilai ideal Pancasila kepada seluruh
warganegara

5. Dalam khasanah pengetahuan, pendidikan


kewarganegaraan (PKn) (civic/citizenship
education) merupakan bidang kajian atau studi
yang bersifat multifaset dengan konteks
epistemologis lintas bidang keilmuan. Sifat
multidimensionalitas yang membuat bidang
studi PKn dapat disikapi sebagai pendidikan
kewarganegaraan, pendidikan politik,
pendidikan nilai dan moral, pendidikan
kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan,
pendidikan hukum dan hak azasi manusia,
serta pendidikan demokrasi.

6. Komponen Keilmuan Civics mempunyai


karakterstik dalam upaya membentuk seseorang
menjadi warga negara yang baik. Adapun
karakteristik civics menurut Branson, (1999)
dalam (Setiawan dan Yunita, 2017) bahwa
materi civics harus mencakup tiga komponen,
yaitu sebagai berikut:
1. Komponen Pertama Civic Knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan), “berkaitan
dengan kandungan atau nilai apa yang
seharusnya diketahui oleh warganegara”
(Branson, 1999). Aspek ini menyangkut
kemampuan akademik keilmuan yang
dikembangkan dan berbagai teori atau konsep
politik, hukum dan moral. Dengan demikian,
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan bidang kajian multidisipliner.
2. Komponen Kedua, Civic Skill meliputi
keterampilan intektual (intelectual skills) dan
keterampilan berpartisipasi (participator),
dalarn kehidupan berbangsa dan bernegara.
Contoh keterampilan intelektual adalah
keterampilan dalam merespon berbagai
persoalan politik, misalnya merancang dialog
dengan DPRD. Dalam contoh tersebut,
keterampilan berpartisipasi adalah
keterampilan menggunakan hak dan
kewajiban di bidang hukum, misalnya segera
melapor kepada polisi atas terjadinya
kejahatan yang diketahui.
3. Komponen Ketiga, Civic disposition (watak-
watak kewarganegaraan) merupakan dimensi
yang paling subtantif dan esensial dalam
mata pelajaran PKn. Dimensi watak
kewarganegaraan dapat dipandang sebagai
“muara” yang ditandai dengan penekanan
pada dimensi watak, karakter, sikap dan
potensi lain yang bersifat afektif.

7. Substansi dalam pembelajaran PKn secara


pedagogis dan filosofis mengarah pada aspek
morality dengan fokus substansinya adalah
persoalan demokrasi atau politik warganegara.

8. Tujuan PKn disesuaikan dengan tuntutan dan


perkembangan zaman, artinya bukan hanya
membangun warga negara yang baik (good
citizen) semata melainkan warga negara yang
cerdas (smart citizen) dalam menghadapi
lingkungan kehidupannya.

9. Kecerdasan yang perlu dimiliki oleh seorang


warga negara adalah kecerdasan dalam berbagai
aspek, yakni kecerdasan dalam intelektual,
emosional, sosial, dan bahkan spiritual.
Dalam hal ini seorang warga negara harus
memiliki sejumlah keterampilan/kecakapan
(skills), meliputi keterampilan berfikir,
berkomunikasi, berpartisipasi, bahkan
keterampilan untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya.

10.Secara konseptual, PKn memiliki objek kajian


pokok ilmu politik, demokrasi politik (political
democracy) untuk aspek hak dan kewajiban
(duties and rights of citizen). Secara praksis,
fokus kajian/bidang telaah PKn adalah perilaku
warga negara. Perilaku warga negara sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat berada
dalam lingkup sebuah organisasi, sebagai
pengikat dan sekaligus yang memberi ruang
untuk melakukan perbuatan.

11.Secara filosofis, objek kajian PKn sebagai


landasan berpikir dalam konteks ke-
Indonesiaan, meliputi: Nusantara Indonesia,
manusia sebagai pribadi, kekayaan Indonesia,
kesadaran manusia Indonesia atas ke-
Indonesiaannya, Jati diri sebagai bangsa
Indonesia. Secara ontologis, perspektif PKn
sebagai domain kurikuler terdiri atas dua unsur,
yakni curriculum content dan student behavior.

12.Kurikulum PPKn tersusun secara sistematis


dan eksplisit dalam upaya mengembangkan
karakter warganegara dalam berkehidupan
berbangsa dan bernegara sesuai dengan 4
(empat) konsensus yaitu: Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggak Ika dan NKRI. Namun
demikian PPKn, juga tetap dengan konsep dan
struktur keilmuan yang secara filosofis dan
pedagogis membentuk suatu ilmu yang
fundamental berdasarkan capaian kompetensi
yang eksplisit orientasinya yaitu pengetahuan
warganegara, keterampilan warganegara, dan
watak warganegara serta dengan model dan
capaian hasil belajar yang terukur.
13.Sumber Filosofis Tradisi Struktur Keilmuan
PPKn:
a. Tradisi Perenialisme dicirikan dengan
imperatif nilai-nilai luhur kebangsaan
(Pancasila) dan kebernegaraan (UUD NRI
Tahun 1945 dan konstitusi, serta lainnya),
terbaca secara implisit sebagai aspek
metakognisi (semangat atau tendensi) dalam
substansi yang menjadi muatan Kompetensi
Dasar (KD).
b. Tradisi Esensialisme dicirikan dengan
kemasan sebagai mata pelajaran yang
dipayungi oleh disiplin keilmuan
politik/kenegaraan tertuang dalam bentuk
rumusan logika struktural keilmuan dalam
sebuah keutuhan Kompetensi Dasar (KD).
c. Tradisi Progresifisme dicirikan dengan
pengorganisasian pengalaman belajar
(learning experiences) yang bermuatan
substansi dan proses psikologis- pedagogis
secara spiral meluas (extending
communityapproaches), tercermin dalam
rumusan perilaku, baik yang bersifat afektif,
konatif, maupun keterampilan yang termuat
dalam setiap KD dan antar KD dalam satu
tingkat kelas.
d. Tradisi Rekonstruksionisme dicirikan
dengan muatan dan dorongan dan/atau
fasilitasi bagi individu untuk memberikan
kontribusi sesuai dengan kemampuannya
kepada orang lain, masyarakat, bangsa dan
negara. Pengorganisasian pengalaman
belajar (learning experiences) yang
bermuatan substansi dan proses psikologis-
pedagogis dilakukan secara spiral meluas
(extending community approaches
sebagaimana hal itu tercermin dalam
rumusan dalam setiap KD dan antar KD
dalam satu tingkat kelas.

14.Secara pedagogis metode pembelajaran


terbagi atas 3 (tiga) strategi (Uno, 2014) yaitu:
a. Strategi Pengorganisasian, sebagai langkah
untuk menentukan isi bidang studi yang
dipilih untuk pembelajaran seperti pemilihan
isi, penataan isi, pembuatan diagram, dan
lainnya.
b. Strategi Penyampaian, sebagai langkah
untuk mendapatkan respons siswa dengan
menata interaksi dengan baik.
c. Strategi Pengelolaan, langkah untuk
menyiapkan strategi mengelola kelas.

15.Metode mengajar civics harus berorientasi


pada:
1. Mendorong partisipasi pelajar yang aktif;
2. Mempunyai sifat-sifat inquiry;
3. Pendekatan pemecahan masalah (Somantri,
1976).
16.Metode pembelajaran secara tersadar,
terencana, dan terukur harus digalakkan di
dalam pengajaran civics. Hal ini sebagai upaya
menghindari penyakit pembelajaran
tradisionil civics seperti:
a. Ujian akhir biasanya menanyakan hafalan;
b. Buku civics isinya sangat dipengaruhi oleh
essentialism-verbalism;
c. Indoktrinasi, ground covering technique, dan
yang sejenisnya adalah yang paling
gampang;
d. Kurangnya kegiatan-kegiatan penulisan
ilmiah mengenai metode, sehingga
penyebaran prinsip-prinsip metode yang
tercantum dalam rencana pendidikan, sulit
untuk dijalankan.

17.Strategi pembelajaran PKn dengan pendekatan


inquiri dapat memicu pembelajaran yang lebih
kontekstual sesuai dengan gejala-gejala
kehidupan kewarganegaraan yang sedang
hangat terjadi yang kemudian guru bersama
siswa mencari solusi atau jawaban. Sedangkan
dengan pendekatan ekspositori maka
pembelajaran PKn lebih bermakna dengan
penyampaian materi yang secara optimal
melalui materi-materi yang faktual.

18.Langkah-langkah metode inkuiri adalah


sebagai berikut:
1) Perumusan masalah
2) Perumusan hipotesis
3) Konseptualisasi
4) Pengumpulan data
5) Pengujian dan analisis data
6) Menguji hipotesis
7) Memulai inkuiri lagi.

19.Pembelajaran PPKn berbasis portofolio


merupakan metode pembelajaran untuk
pembentukan warga negara demokratis, yakni
cara membelajarkan anak didik dengan
mengembangkan kecerdasan warga negara (civic
intelligence) dalam dimensi spiritual, rasional,
emosional dan sosial, mengembangkan
tanggung jawab warga negara (civic
responsibility), dan mengembangkan anak didik
berpartisipasi sebagai warga negara (civic
participation) guna menopang tumbuh dan
berkembangnya warga negara yang baik.

20.Metode pembelajaran PKn berdasarkan pada


portofolio (Wahab dan Sapriya, 2011)
merupakan kumpulan informasi/data yang
tersusun dengan baik yang menggambarkan
rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu
isu kebijakan publik yang telah diputuskan
untuk dikaji, baik dalam kelompok kecil
maupun kelas secara keseluruhan.

21.Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti


pernyataan-pernyataan tertulis, peta grafik
photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini
menggambarkan:
1) Hal-hal yang telah dipelajari siswa
berkenaan dengan suatu masalah yang telah
mereka pilih.
2) Hal-hal yang telah dipelajari siswa
berkenaan dengan alternatif-alternatif
pemecahan terhadap masalah tersebut.
3) Kebijakan publik yang telah dipilih atau
dibuat oleh siswa untuk mengatasi masalah
tersebut.
4) Rencana tindakan yang telah dibuat siswa
untuk digunakan dalam mengusahakan agar
pemerintah menerima kebijakan yang
mereka usulkan.

22.Pembelajaran dengan berbasiskan portofolio


mengajak para siswa untuk bekerjasama dengan
teman-temannya di kelas dan dengan bantuan
guru serta para relawan agar tercapai tugas-
tugas pembelajaran berikut:
1) Mengidentiflkasi masalah yang akan dikaji.
2) Mengumpulkan dan menilai informasi dari
berbagai sumber berkenaan dengan masalah
yang dikaji.
3) Mengkaji pemecahan masalah.
4) Membuat kebijakan publik.
5) Membuat rencana tindakan.

23.Tahap kegiatan dalam penyelesaian tugas


sebagai berikut:
 Tahap I : Mengidentifikasi Masalah
Kebijakan Publik di Masyarakat.
 Tahap II : Memilih Satu Masalah Untuk
Kajian Kelas
 Tahap III : Mengumpulkan Informasi
Tentang Masalah yang Akan dikaji oleh
Kelas.
 Tahap IV : Membuat Portofolio Kelas
 Tahap V : Menyajikan Portofolio
 Tahap VI : Refleksi Terhadap Pengamatan
Belajar dalam Pembelajaran PKn yang
Berbasis Portofolio, Kelas dibagi ke dalam
Empat Kelompok. Setiap Kelompok
Bertanggung Jawab Untuk Membuat Satu
Bagian Portofolio Kelas.

24.PPKn sebagai suatu pendidikan yang


berkonsentrasi pada pembentukan cultural
unity (kebangsaan) yang cinta akan nilai luhur
bangsanya sendiri, yang tradisi sosial yang
pertama yaitu “social studies taught as
citizenship transmision” dimana di setiap bangsa
di dunia dihadapkan pada upaya pembentukan
cultural unity yang didasarkan pada pemahaman
bahwa generasi muda mengetahui sejarah
bangsanya, disamping itu juga harus diajarkan
tentang patriotisme. Selain itu cultural unity
juga menghendaki adanya pembentukan nilai
terhadap kesadaran individu (warganegara) yang
memiliki rasa kesamaan terutama dalam segi
bahasa. Hal ini sebagai bentuk spirit
kewarganegaraan Indonesia yang
mengutamakan tumbuh kembangnya rasa
persatuan bangsa.

25.Civics memiliki peranan penting dalam


mewujudkan kemerdekaan melalui perjuangan,
rasa cinta tanah air, patriotik, dan kesadaran
dalam bernegara (seperti taat hukum,
beraspirasi dalam politik, memahami hak dan
kewajiban, menghargai perjuangan pahlawan
nasional, dll).

26.PPKn bertujuan untuk membentuk peserta


didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai
oleh nilai-nilai Pancasila, nilai dan norma UUD
1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan
komitmen kolektif ber-Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.

27.Tujuan umum dan tujuan khusus Pendidikan


Pancasila dan Kewarganegaraan dengan gugus
muatan substantif dan pedagogis sebagai
berikut (Winataputra, 2015):
a. Substansi yang bersumber dari nilai dan
moral Pancasila, sebagai dasar negara,
pandangan hidup, dan ideologi nasional
Indonesia serta etika dalam pergaulan
Internasional.
b. Substansi yang bersumber dari Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang
menjadi landasan konstitusional kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c. Substansi yang bersumber dan/atau
berkaitan erat dengan konsep dan makna
Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud
komitmen keberagaman kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang utuh dan kohesif secara nasional dan
harmonis dalam pergaulan antarbangsa.
d. Substansi yang bersumber dari konsep dan
makna Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sebagai bentuk final Negara
Republik Indonesia yang melindungi segenap
bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia.

28.Kerajaan-kerajaan Islam memberi sumbangsih


(Herdiawanto, Wasitaatmadja, dan Hamdayama,
2018):
1) Nilai Persatuan: kerajaan Demak,
Palembang, dan Aceh bersatu untuk
mengusir bangsa portugis dari Malaka.
2) Nilai Musyawarah: soerang raja selalu
bermusyawarah kepada para pejabat Nistana
atau kepada penasehat raja sebelum
memutuskan suatu kebijakan.
3) Nilai Keadilan Sosial: Pada masa kerajaan
Islam, kehidupan sosial masayarakatnya
dilandasai oleh ajaran-ajaran Islam seperti
zakat dan sedekah.
4) Nilai Toleransi Beragama: Pada masa
kerajaan Islam, kehidupan masyarakat pada
saat itu dapat dilihat dengan status
keragaman agama namun antara pemeluk
agama yang berbeda dapat hidup
berdampingan.
5) Nilai Cinta Tanah Air: Pada abad ke-16 dan
17 masyarakat kerajaan Islam di Indonesia
pada masa itu sangat disibukkan dalam
upaya mempertahankan wailayah
kekuasaannya dari pendudukan bangsa
Eropa. Contoh, perlawanan Sultan Agung
dari Mataram terhadap Belanda.
6) Nilai Budaya: Perkembangan seni budaya
pada masa kekuasaan Islam cukup pesat.
Terbukti dengan munculnya hasil karya
budaya masyarakat seperti kaligrafi, seni
ukir, seni pahat dan seni bangunan.

29.Sejarah lahirnya pancasila menunjukkan


semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk
mencapai kemerdekaan karena ada rumusan
Pancasila sebagai dasar bahwa Indonesia adalah
Negara yang berdikari, bertekad kuat, dan
Negara dengan bangsa yang beradab. Dan juga
dengan dicetuskannya sumpah pemuda pada
1928, yang menjadi poin utama spirit bangsa
Indonesia khusunya kaum pemuda untuk
memproklamirkan semangat kemerdekaan
sehingga Indonesia dapat merumuskan staat
fundamental norm.

30.Hakikat UUD 1945 sebagai Kaidah


Fundamental Bagi Warganegara Indonesia: UUD
1945 sebagai konstitusi Indonesia yang
berperan sebagai dasar hukum Negara yang
didalamnya termuat segenap aspirasi
masyarakat Indonesia dalam membangun
bangsa. Tujuan bangsa Indonesia bahkan
tertuang di dalam preambule UUD 1945.
Pernyataan Indonesia yang menegaskan sebagai
Negara hukum sebagaimana termaktub di
dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Dapat
dipahami bahwa Indonesia adalah Negara
rechstaat (Negara hukum) dan bukan machstaat
(kekuasaan belaka).

31.Ciri-ciri Negara hukum (Santoso:2013) adalah


adanya:
1) Asas pengakuan dan perlindungan hah-
hakasasi manusia;
2) Asas legalitas;
3) Asas pembagian kekuasaan;
4) Asas peradilan yang bebas dan
tidakmemihak;
5) Asas kedaulat rakyat
6) Asas demokrasi
7) Asas konstitusional.

32.Fungsi UUD 1945 atau konstitusi Indonesia


sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara yaitu:
1) Membagi kekuasaan dalam Negara
2) Membatasi kekuasaan pemerintah atau
penguasa dalam Negara (Setiawan, 2015).

33.Kedudukan pembukaan Undang-Undang Dasar


1945 bagi Negara Republik Indonesia
diantaranya:
a. Sumber dari motivasi dan aspirasi
perjuangan dan tekad bangsa Indonesia;
b. Sumber dari cita-cita hukum dan cita-cita
moral yang ingin ditegakan dalam
lingkungan intemasional dan nasional;
c. Mengandur nilai-nilai universal dan lestari
universal artinya bahwa nilai-nilai tersebut
dijunjung tinggi oleh bangsa yang beradab.
Lestari artinya bahwa ia mampu
menampung dinamika masyarakat.

34.Substansi PPKn berwujudkan suatu materi


yang berorientasi pada pembentukan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang
berlandaskan konstitusi sebagai dasar hukum.

35.Pendidikan kewarganegaraan sebagai program


pendidikan memiliki peranan yang penting
untuk mendukung hakikat UUD 1945 sebagai
kaidah fundamental bagi warganegara
Indonesia.

KB 3. Konsep Kajian Keilmuan Kewarganegaraan


BerlandaskanPancasila dan UUD 1945

1. Elemen civic knowledge menjelaskan bahwa


seorang warganegara harus mengetahui dan
memahami bahwa pemerintah pada dasarnya
kedudukannya terbatas, bahkan termasuk
penyebaran dan pembagian kekuasaan yang
dilakukan juga terbatas.

2. Konstitusi Indonesia atau UUD 1945


dibentuk agar hak-hak asasi manusia dan
didalamnya hak-hak warganegara turut
terjamin dan dilindungi oleh negara terutama
penyelenggaraan negara serta yang paling
penting adalah dengan adanya kesadaran
konstitusi yang tinggi dari para warganegara
akan memiliki kontribusi penting bagi control
terhadap jalannya kekuasaan yang sehat dan
kuat.

3. Aktualisasi PPKn sebagai wahana pendidikan


hukum sebagaimana dijelaskan diatas,
merupakan bentuk dasar dan rekonstruksi
keilmuan PPKn yang secara substantif-
pedagogis dijiwai oleh norma Undang-undang
Dasar 1945.

4. Kurikulum 2013 secara adaptif menerapkan


tradisi filosofi yang salah satunya menekankan
pada transfer imperatif norma-norma UUD
1945 sebagai suatu tradisi perenialisme.
sedangkan secara praktis aktualisasi norma-
norma UUD 1945 ke dalam pembelajaran PPKn
termasuk kedalam tradisi esensialisme.

5. Tradisi perenialisme materi PPKn yang


bersumber dari norma-norma UUD 1945
secara implisit perlu tercermin ke dalam
kompetensi dasar pada kurikulum PPKn

6. Pembelajaran PPKn yang mengaktualisasikan


norma-norma UUD 1945 kedalam proses
belajar mengajar PPKn terhimpun kedalam
filosofi tradisi progresifisme yang dicirikan
dengan pengorganisasian pengalaman belajar.

7. Aktualisasi norma-norma UUD 1945 dalam


pembelajaran PPKn juga merupakan bagian
dari tradisi rekonstruksionisme
pembelajaran PPKn yang dicirikan dengan
muatan dan dorongan bagi individu untuk
memberikan kontribusi dalam konteks
perwujudan norma-norma UUD 1945 di dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

8. Tradisi perenialisme, esesnisalisme


progresifisme, dan rekonstruksionisme
merupakan tradisi pembelajaran PPKn yang
secara substantif- pedagogis menjembatani
aktualisasi norma-norma pada UUD 1945
sebagai landasan konstitusional.

9. Kausalitas konsepsi norma-norma UUD 1945


dalam pembelajaran PPKn sebagaimana
dijelaskan sebelumnya merupakan bagian dari
perwujudan kesaktian prinsip Rule of Law.
Atas dasar prinsip rule of law, norma-norma
pada UUD 1945 perlu untuk disosialisasikan
dan diinternalisasikan sampai pada
penjewantahan norma- normanya.

10. Dari aspek keilmuannya yang tergabung


kedalam tradisi pertama social studies yaitu
social studies taught as citizenship
transmission, bahwa PPKn diharapkan
menjadi suatu program pendidikan yang
mampu membentuk cultural unity (kesatuan
budaya) yang didasarkan bahwa generasi muda
harus mengetahui sejarah bangsanya

11. Peran PPKn dalam membentuk cultural


unity warganegara yang sadar dan paham
akan sejarah bangsanya dengan metode value
inculcation sejarah bangsanya, adalah
pengetahuan sejarah bangsanya sendiri
mampu membentuk rasa patriotisme dan
nasionalisme.

12. Dimensi kepribadian seorang warganegara


adalah civic virtue (kebajikan warganegara).
Kebajikan kewarganegaraan sangat terkait
pada dasar filsafat negara, dan ide dasar yang
diyakini, dijunjung tinggi, dan diwujudkan
sebagai kepribadian, yang tentunya berbeda
dari negara satu ke negara yang lainnya,
karena memang setiap negara-bangsa memiliki
sejarah, geopolitik, ideologi negara, konstitusi,
dan konteks kehidupannya masing-masing,
karena itu bersifat unik/khas.

13. Konstelasi (tatanan) psikososial kebajikan


kewarganegaraan dalam konteks kehidupan
negara-bangsa Indonesia pada dasarnya
bersumbu pada nilai dan moral Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi nasional
yang dilembagakan dalam tatanan nilai dan
norma konstitusional UUD NRI Tahun 1945,
didukung dengan komitmen kolektif bernegara-
kesatuan Republik Indonesia.

14. Dalam perskpektif pedagogis PPKn,


pengetahuan, kemampuan, dan tanggungjawab
warganegara akan sejarah perjuangan bangsa
Indonesia adalah bentuk dari pengembangan
civic virtue (keadaban warganegara) yang
terwujud dalam sikap patriotisme dan
nasionalisme. Bentuk civic virtue yang
patriotik dan nasionalis dapat terwujud dengan
sumbangsi holistik antara civic responsibility
(skills, competence, dan participation),
dengan civic confidence (knowledge dan
disposition).

15. Bhinneka Tunggal Ika adalah sebagai motto


Negara, yang diangkat dari penggalan kakawin
Sutasoma karya besar MPU Tantular pada
zaman Keprabonan Majapahit (abad 14) secara
harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi
satu atau Although in pieces yet One (Setiawan
& Yunita, 2017).

16. Secara praksis kehidupan kenegaraaan


yang berbasis pemikiran monoculturalism
ternyata ideology nation-state dengan prinsip
unity of disscent, unity of culture, unity of
language and often unity of religion (persamaan
pendapat, persatuan budaya, persatuan
bahasa dan seringkali persatuan agama) tidak
mudah diwujudkan

17. Masyarakat madani-Pancasila yang


multikultural merupakan “civic community”
atau “civil society” yang ditandai oleh
berkembangnya peran organisasi
kewarganegaraan di luar organisasi
kenegaraan dalam mencapai keadilan dan
kesejahteraan sosial sesuai Pancasila.

18. Tantangan bagi pendidikan demokrasi


konstitusional di Indonesia adalah
bersistemnya pendidikan Pancasila dengan
keseluruhan upaya pengembangan kualitas
warganegara dan kualitas kehidupan
multikultural yang ber-Pancasila dan
berkonstitusi UUD 1945, dalam masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia.

19. Civic virtue adalah kemauan dari


warganegara untuk menempatkan kepentingan
umum diatas kepentingan pribadi.

20. Civic dispositions adalah sikap dan


kebiasaan berpikir warganegara yang
menopang berkembangnya fungsi sosial yang
sehat dan jaminan kepentingan umum dari
sistem demokrasi.

21. Civic committments adalah komitmen


warganegara yang bernalar dan diterima
dengan sadar terhadap nilai dan prinsip
demokrasi konstitusional.

22. Civic dispositions meliputi sejumlah


karakteristik kepribadian, yakni civility atau
keadaban (hormat pada orang lain dan
partisipatif dalam kehidupan masyarakat),
individual responsibility atau tanggung jawab
individual, self discipline atau disiplin diri, civic
mindednes atau kepekaan terhadap masalah
kewargaan, open mindedness (terbuka, skeptis,
mengenal ambiguitas), compromise (prinsip
konflik dan batas-batas kompromi), toleration
of diversity atau toleransi atas keberagaman,
patience and persis tence atau kesabaran
dan ketaatan, compassion atau keterharuan,
generosity atau kemurahan hati, and loyalty to
the nation and its priciples atau kesetiaan pada
bangsa dan segala aturannya. (Quigley, dkk,
1991).

23. Komitmen berbinneka tunggal ika tidak


lepas dari keberadaan masyarakat yang
beragam atau plural dalam menyikapi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang berorientasi pada sikap
demokratis.
KB 4. Implentasi ICT dalam Pembelajaran PPKn

1. Isu kewarganegaraan secara terminologi


berasal dari kata isu dan kewarganegaraan.
Dimana isu berarti masalah yang dikedepankan
(https://kbbi.web.id/isu) dan kewarganegaraan
berarti sesuatu yang tidak sebatas keanggotaan
seseorang dari organisasi Negara, tetapi meluas
kepada hal-hal yang terkait dengan warganegara
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(Cholisin, 2016).

2. Isu kewarganegaraan adalah suatu masalah


yang urgen atau penting terkait kehidupan
warganegara dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.

3. Konteks isu-isu kewarganegaraan meliputi Isu


Kewarganegaran dalam konteks lokal, Isu
Kewarganegaraan dalam konteks nasional, Isu
Kewarganegaraan dalam konteks regional, Isu
Kewarganegaraan dalam konteks global.

4. Isu kewarganegaraan dalam konteks lokal


berorientasi pada isu-isu kewarganegaraan pada
teritori lokal atau wilayah bagian suatu Negara
seperti provinsi atau kabupaten kota.

5. Multikultur adalah sebuah ideologi yang


mengakui dan mengagungkan perbedaan.
Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan
orang per orang atau perbedaan budaya, seperti
perbedaan nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan
dan politik (http://id.m.wikipedia.org)

6. Etnosentrisme adalah rasa kecintaan dan


kepercayaan terhadap suatu adat atau suku
yang berlebihan. Ilustrasi akibat Etnosentrisme
yaitu terjadinya perang suku dayak dengan
Madura.

7. Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang


menitikberatkan pada 2 hal yaitu kebebasan dan toleransi.
Kebebasan berarti ketiadaan dari paksaan-paksaan atau
pembatasan-pembatasan. Sedangkan Toleransi adalah bersikap
menenggang (menghargai, membolehkan pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya)
yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
(https://www.kbbi.online-jagokata.com)

8. Nasional dapat diartikan sebagai sesuatu yang


bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal
dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa.
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nasional).

9. Isu kewarganegaraan dalam konteks nasional


secara garis besar akan meliputi isu-isu yang
berkaitan dengan bidang ideologi, politik,
hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan dan agama dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Contoh isu
kewarganegaraan dalam konteks nasional yaitu
isu Gerakan Pembentukan Negara Khilafah di
bumi Indonesia

10. Separatisme adalah suatu paham yang


mengambil keuntungan dari pemecah-belahan
dalam suatu golongan (bangsa). Contoh gerakan
separatisme yaitu di Aceh melalui gerakan Aceh
Merdeka (GAM) dan di Papua melalui Organisasi
Papua Merdeka (OPM).

11. Separatisme politis adalah suatu gerakan


untuk mendapatkan kedaulatan dan
memisahkan suatu wilayah atau kelompok
manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran
nasional yang tajam) dari satu sama lain atau
suatu negara lain.

12. Diskriminasi adalah sikap membedakan dengan


sengaja terhadapp golongan-golongan yang
berhubungan dengan kepentingan tertentu.

13. Marjinalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan


yang menyebabkan kemiskinan dengan asusmsi gender.
(https://www.kemenppa.go.id)

14. Isu Radikalisme adalah suatu paham yang


dibuat-buat oleh sekelompok orang yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan
sosial dan politik secara drastis dengan
menggunakan cara-cara kekerasan. Isu
radikalisme ini merupakan contoh isu
kewarganegaraan dalam konteks regional

15. Isu ekstrimisme adalah paham atau keyakinan


yang kuat terhadap sesuatu melebihi batas
kewajaran dan dapat melanggar hukum.

16. Isu global adalah setiap peristiwa atau wacana


yang mampu menyita perhatian masyarakat
global dan bagaimana masyarakat merespon isu
tersebut.

17. Konflik kemanusiaan adalah masalah-


masalah yang dialami secara eksistensial
disebabkan oleh perilaku manusia dalam
menjalani kehidupan, seperti konflik antar
individu, perilaku agresi, cinta, kesehatan
mental, dan konflik antar kelompok

18. Hubungan bilateral adalah jenis hubungan yang


melibatkan dua pihak. Biasanya digunakan
untuk menyebut hubungan yang melibatkan
hanya dua negara, khususnya suatu hubungan
politik, budaya dan ekonomi di antara 2 Negara.

19. Global citizenship adalah kewarganegaraan


dunia dalam makna luas mengacu pada
seseorang yang mengutamakan identitas
"masyarakat global" di atas identitasnya sebagai
warga negara. Menurut konsep ini, identitas
seseorang sudah melintasi batas geografi atau
politik dan manusia di planet Bumi saling
bergantung dengan satu sama lain; umat
manusia merupakan satu kesatuan.

20. Digital citizenship merupakan pemahaman


tentang keamanan menggunakan internet,
mengetahui cara menemukan, mengatur dan
membuat konten digital (termasuk literasi media,
dan praktek skill secara teknis), pemahaman
tentang cara berperan untuk meningkatkan
tanggung jawab dalam interaksi antarbudaya
(multikultur).

21. Civic literacy atau literasi warganegara, perlu


diadakan pembinaan dan edukasi secara baik
untuk memahami dan keterlibatan pada isu-isu
kewarganegaraan yang meliputi bidang ideologi,
politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan dan agama, dalam
konteks lokal, nasional, regional, dan global
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).

22. IKN (Ilmu Kewarganegaraan) bertujuan


menghasilkan konsep, teori maupun generalisasi
tentang peranan warga negara dalam
masyarakat demokratis. Teori-teori yang
dihasilkan IKN diharapkan dapat memberikan
kontribusi untuk membina warga negara yang
lebih baik (good citizen). Yaitu warga negara yang
aktif berpartisipasi serta memiliki tanggung
jawab dalam membangun kehidupan bernegara
yang demokratis, berkemanusiaan dan
berkeadilan sosial (Cholisin, 2016).

23. Hal terpenting dalam mewujudkan warga


digital adalah adanya pengembangan literasi
media dalam menyiapkan sumber daya manusia
di abad ke-21 dapat diterapkan ke dalam semua
materi pelajaran, termasuk Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).

2 Daftar materi yang 1. Prosedur pembelajaran PPKn berbasis nilai dan


sulit dipahami di urgensi falsafah Pancasila di Sekolah,
modul ini Masyarakat, dan Pemerintahan.
2. Struktur keilmuan kewarganegaraan
3. Isu kewarganegaraan dalam konteks global.

3 Daftar materi yang 1. PPKn sebagai pendidikan hukum dan politik


sering mengalami 2. Komponen kelimuan civics
miskonsepsi 3. Isu kewarganegaraan dalam komteks nasional

Anda mungkin juga menyukai