0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
214 tayangan24 halaman
Lembar kerja belajar mandiri ini membahas konsep dasar keilmuan kewarganegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terdapat empat judul kegiatan belajar yang dibahas yaitu konsep dasar prinsip dan prosedur pembelajaran PPKn, struktur metode dan spirit keilmuan kewarganegaraan, konsep kajian keilmuan kewarganegaraan, dan isu-isu kewarganegaraan.
Lembar kerja belajar mandiri ini membahas konsep dasar keilmuan kewarganegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terdapat empat judul kegiatan belajar yang dibahas yaitu konsep dasar prinsip dan prosedur pembelajaran PPKn, struktur metode dan spirit keilmuan kewarganegaraan, konsep kajian keilmuan kewarganegaraan, dan isu-isu kewarganegaraan.
Lembar kerja belajar mandiri ini membahas konsep dasar keilmuan kewarganegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terdapat empat judul kegiatan belajar yang dibahas yaitu konsep dasar prinsip dan prosedur pembelajaran PPKn, struktur metode dan spirit keilmuan kewarganegaraan, konsep kajian keilmuan kewarganegaraan, dan isu-isu kewarganegaraan.
Kewarganegaraan Judul Kegiatan Belajar (KB) 1. Konsep Dasar Prinsip dan Prosedur Pembelajaran PPKn 2. Struktur Metode dan Spirit Keilmuan Kewarganegaraan 3. Konsep Kajian Keilmuan Kewarganegaraan BerlandaskanPancasila dan UUD 1945 4. Isu-isu Kewarganegaraan No Butir Refleksi Respon/Jawaban 1 Daftar peta konsep KB 1. Konsep Dasar Prinsip dan Prosedur (istilah dan definisi) di Pembelajaran PPKn modul ini 1. Pendidikan Budi Pekerti adalah embrio atau konsep awal Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) di Indonesia. Dengan menggagas PPKn sebagai pendidikan morality menunjukkan bahwa Indonesia punya konsep khusus dalam mengusung pendidikan kewarganegaraan yang berfokus pada pengembangan aspek moral seorang warga negara.
2. Pendidikan kewarganegaraan dalam wujudnya
yang sekarang yaitu mata pelajaran PKn bertujuan terbentuknya warga negara yang cerdas, berkarakter dan trampil sesuai yang diamanatkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 yang termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
3. Pendidikan kewarganegaraan adalah ilmu yang
membicarakan hubungan antara manusia dengan manusia dalam perkumpulan- perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) dengan individu- individu dan negara.
4. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia dimulai pada tahun 1957 saat pemerintahan Sukarno atau yang lebih dikenal dengan istilah civics. Penerapan Civics sebagai pelajaran di sekolah-sekolah dimulai pada tahun 1961 dan kemudian berganti menjadi Pendidikan Kewargaan Negara pada tahun 1968.
5. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
resmi masuk dalam kurikulum sekolah pada tahun 1968. Saat terjadi pergantian tahun ajaran yang pada awalnya Januari-Desember dan diubah menjadi Juli-Juni pada tahun 1975, selanjutnya nama pendidikan kewarganegaraan diubah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Kemudian mata pelajaran PMP diubah lagi pada tahun 1994 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada era Reformasi PPKn diubah menjadi PKn.
6. Akar keilmuan PKn terdiri dari beberapa
rumpun keilmuan yaitu politik, hukum, dan moral. Ketiga rumpun ini menjadi fokus perhatian PKn dalam mengembangkan akar keilmuannya. Melalui ketiga rumpun tersebut lahirlah konsep PPKn di Indonesia sebagai wahana Pendidikan politik, pendidikan hukum, dan pendidikan moral bagi seluruh warga Negara Indonesia termasuk peserta didik di sekolah. Cholisin (2016)
7. Kompetensi kewarganegaraan menurut
Setiawan (2005) yaitu sebagai berikut: 1. Kecakapan dan kemampuan penguasaan pengetahuan Kewarganegaranan (Civic Knowledge) yang terkait dengan materi inti Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) antara lain demokrasi, HAM, dan masyarakat madani (Civil Society) 2. Kecakapan dan kemampuan sikap kewarganegaraan (Civic Dispositions) antara lain pengakuan kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan keragaman, kepekaan terhadap masalah warga negara antara lain masalah demokrasi dan hak asasi manusia 3. Kecakapan dan kemampuan mengartikulasikan keterampilan kewarganegaraan (Civic Skills) seperti kemampuan berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap penyelenggara negara dan pemerintah.
8. Praktis pembelajaran di sekolah yang tepat
adalah pembelajaran berbasis nilai yang terintegrasi kedalam PPKn, di mana kajian materi PPKn merupakan petunjuk pemahaman internalisasi atau personalisasi nilai, serta bagaimana praktis kehidupan menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang sehat, baik melalui proses kematangan mental spiritual yang utuh dan mantap, juga matang yang akan berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmoni.
9. Pendidikan nilai dan moral Pancasila adalah
salah satu ciri dari pendekatan PKn sebagai pendidikan nilai. Pendidikan nilai memiliki padanan makna dengan pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan kesusilaan, pendidikan dan “trend” sekarang ini dengan istilah pendidikan karakter (Winarno: 2018).
10. Pendidikan berbasis nilai mencakup
keseluruhan aspek sebagai alternatif pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik, agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Materi PKn dengan model pendidikan berbasis nilai yang sistemik, merupakan upaya alternatif yang diperlukan peserta didik dalam rangka menghadapi tantangan globalisasi serta dinamika kehidupan kini dan pada masa yang akan datang.
11. Peranan pendidikan kewarganegaraan
sebagai pendidikan hukum dalam upaya menginternalisasikan hukum dikalangan peserta didik” dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. sekolah sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting dalam penginternalisasian hukum pada anak. 2. sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan pembinaan kepribadian. 3. guru-guru harus mengadakan pengawasan dan bagi yang melanggar perlu diberikan sanksi dan bagi yang menaati diberikan semacam penghargaan. 4. PKn sebagai wahana pendidikan hukum dalam mengupayakan internalisasi hukum bagi generasi muda, diharapkan menjadi salah satu solusi semakin tingginya tingkat pelanggaran aturan-aturan dan hukum- hukum yang berlaku, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara”.
12. Kesadaan berkonstitusi adalah bagian dari
kesadaran hukum yang bersama isi/substansi hukum (konstitusi) dan pemegang peran (struktur) yaitu aparat negara atau penyelenggara Negara merupakan komponen- komponen utama dalam sistem hukum. Efektif atau tidaknya hukum (konstitusi) dalam suatu masyarakat atau negara akan sangat ditentukan oleh ketiga komponen tersebut (Sukriono, 2016).
13. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) merupakan program pendidikan yang menerapkan fokus bidang kajiannya pada kajian politik kewarganegaraan atau sebagai pendidikan demokrasi bagi warganegara. PPKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan secara socio- pedagogies dijadikan sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi atau pendidikan politik di Indonesia
14. Pendidikan politik di Indonesia dapat
direalisasikan melalui: 1. Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, maupun sosial; 2. Civic Responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab dan; 3. Civic Participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggungjawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan.
15. Pendidikan politik menekankan pada:
(1) Keterampilan berfikir ditekankan pada pengembangan berfikir kritis seorang peserta didik, bukannya knowledge deposit (2) Keterampilan pribadi menekankan pada pengembangan aspek kepercayaan diri peserta didik dan political self efficacy. (3) Keterampilan sosial terutama ditekankan empati dan respek kepada diri sendiri dan orang lain dalam upaya menjadi warga Negara yang baik atau Good Citizens. 16. Social Studies adalah nama atau istilah yang digunakan oleh lembaga pendidikan di negara lain terutama di negara-negara Barat
17. PPKn sebagai tradisi social studies
Barr, Barth, dan Shermis (1977) mengidentifikasi "The Three Social Studies Traditions, yaitu: 1. Social Studies as Citizenship Transmission - Esensi Pembelajarannya : pada guru, - Tujuan Transmisi : agar siswa meyakini dan mempelajari konsep kewarganegaraan yang diajarkan guru - Cara Pembelajaran : Guru menyajikan asumsi-asumsi, kepercayaan- kepercayaan, dan harapan-harapan tentang masyarakatnya. 2. Social Studies Taught as Social Science. - Tujuan : agar para siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan perlengkapan disiplin ilmu sosial sehingga akhirnya mereka menjadi efektif sebagai warga negara - social science : terkait dengan masalah- masalah, isu-isu, dan topik-topik disiplin ilmu sosial masing-masing 3. Social Studies Taught as Reflective Inquiry - Reflective Inquiry : tradisi pembelajaran berdasarkan pada kedudukan filsafat yang berakar pada masa lalu - Cara Pembelajarannya : mengidentifikasi sejumlah teori dan praktik yang baik pada masa lalu dan masa kini. - Tujuan reflective inquiry : mendorong para siswa untuk menganalisis tentang apa saja yang terlibat dalam suatu keputusan, Proses Pembuatan UU, Pemilihan Anggota Legislatif, dan kehidupan pemerintahan itu sendiri pada masyarakat yang demokratis.
18. Pancasila sebagai prinsip utama
dalam pembelajaran PPKn. PPKn sebagai pendidikan moral secara utuh mengkonsepsi pembelajaran dan keilmuannya berdasarkan pada Pancasila sebagai item principal.
PPKn mengusung konsep transfer nilai-nilai
Pancasila ke dalam struktur keilmuannya yang hendak diberikan kepada peserta didik atau warga Negara.
19. UU No. Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional : Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 37 Pasal 2 : Pendidikan Nasional berdasarkan pada Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 : a) Fungsi Pendidikan Nasional ; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, b) Tujuan : mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penjelasan Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003 Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air 20. Langkah prosedur pembelajaran PPKn yang terstruktur, strategis, refresentatif: 1. Mengacu pada kurikulum 2013, pembelajaran PPKn di tingkat menengah maka, pembelajaran PPKn merupakan pembelajaran yang berkonsepkan deep knowledge (Pengetahuan Formal) dan constructed knowledge. 2. Bersendikan pesan moril bapak pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani). 3. Berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, dimana seorang guru juga harus mampu menyusun perangkat pembelajaran yang memungkinkan untuk dapat membentuk peserta didik yang cakap kompetensinya dan menjadi lulusan yang kompeten 4. Sejalan dengan dasar pendidikan nasional mata pelajaran PPKn mengusung misi yang sama yaitu sebagai mata pelajaran yang memiliki misi pengokohan kebangsaan dan penggerak pendidikan karakter yang bersumberkan nilai dan moral Pancasila.
21. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari- hari.
22. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.
23. Pancasila bagi bangsa Indonesia yang
Bhinneka Tunggal Ika merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragaman (Kaelan, 2013). Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan sehari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
KB 2. Struktur Metode dan Spirit Keilmuan
Kewarganegaraan
1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) merupakan program pendidikan yang pada dasarnya sebagai program pendidikan yang mentransfer esensi dan urgensi keilmuan Civics (Ilmu Kewarganegaraan).
2. Civics merupakan ilmu yang secara historis
sebagai ilmu yang membentuk warga negara menjadi warga negara yang baik dan cerdas dan secara filosofis sebagai ilmu yang mentransfer dan menginternalisasi nilai-nilai kebaikan kepada warga negara atau disebut morality transmission
3. Pembelajaran PPKn termasuk tradisi ilmu
sosial yaitu citizenship transmision secara konseptual terbagi atas beberapa komponen- komponen yang tersebar pada 3 (tiga) paradigma domain yaitu: a. domain akademis b. domain kurikuler c. domain sosial kultural secara struktur dan fungsional di ikat oleh kebajikan dan budaya kewarganegaraan atau civic virtue dan civic culture.
4. PKn memiliki visi untuk pembangunan
karakter bangsa yang berlandaskan pada Pancasila. Pembelajarannya mengacu pada tiga fokus perhatian yaitu sebagai berikut: 1. PKn sebagai pendidikan politik,berupaya untuk membangun dan membentuk warganegara yang berperan aktif di dalam politik atau politik kewarganegaraan. Peran warga negara baik di bidang politik, hukum, ekonomi, substansi materi PKn adalah demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial. Peranan waraganegara yang aktif merupakan wujud dari sikap demokratis untuk mendukung tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejalan dengan amanah dari 4 konsensus Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 2. PKn sebagai pendidikan hukum, merupakan patronasi untuk keilmuan PKn dalam konteks rule of law dan law enforcement (penegakannya), yang membantu dalam membentuk sikap demokratis warganegara dalam ketertiban hukum. 3. PKn sebagai Pendidikan moral, mengarah kepada konstekstualisasi penanaman nilai- nilai ideal Pancasila kepada seluruh warganegara
5. Dalam khasanah pengetahuan, pendidikan
kewarganegaraan (PKn) (civic/citizenship education) merupakan bidang kajian atau studi yang bersifat multifaset dengan konteks epistemologis lintas bidang keilmuan. Sifat multidimensionalitas yang membuat bidang studi PKn dapat disikapi sebagai pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak azasi manusia, serta pendidikan demokrasi.
6. Komponen Keilmuan Civics mempunyai
karakterstik dalam upaya membentuk seseorang menjadi warga negara yang baik. Adapun karakteristik civics menurut Branson, (1999) dalam (Setiawan dan Yunita, 2017) bahwa materi civics harus mencakup tiga komponen, yaitu sebagai berikut: 1. Komponen Pertama Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), “berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara” (Branson, 1999). Aspek ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dan berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian multidisipliner. 2. Komponen Kedua, Civic Skill meliputi keterampilan intektual (intelectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (participator), dalarn kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya merancang dialog dengan DPRD. Dalam contoh tersebut, keterampilan berpartisipasi adalah keterampilan menggunakan hak dan kewajiban di bidang hukum, misalnya segera melapor kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui. 3. Komponen Ketiga, Civic disposition (watak- watak kewarganegaraan) merupakan dimensi yang paling subtantif dan esensial dalam mata pelajaran PKn. Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai “muara” yang ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap dan potensi lain yang bersifat afektif.
7. Substansi dalam pembelajaran PKn secara
pedagogis dan filosofis mengarah pada aspek morality dengan fokus substansinya adalah persoalan demokrasi atau politik warganegara.
8. Tujuan PKn disesuaikan dengan tuntutan dan
perkembangan zaman, artinya bukan hanya membangun warga negara yang baik (good citizen) semata melainkan warga negara yang cerdas (smart citizen) dalam menghadapi lingkungan kehidupannya.
9. Kecerdasan yang perlu dimiliki oleh seorang
warga negara adalah kecerdasan dalam berbagai aspek, yakni kecerdasan dalam intelektual, emosional, sosial, dan bahkan spiritual. Dalam hal ini seorang warga negara harus memiliki sejumlah keterampilan/kecakapan (skills), meliputi keterampilan berfikir, berkomunikasi, berpartisipasi, bahkan keterampilan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
10.Secara konseptual, PKn memiliki objek kajian
pokok ilmu politik, demokrasi politik (political democracy) untuk aspek hak dan kewajiban (duties and rights of citizen). Secara praksis, fokus kajian/bidang telaah PKn adalah perilaku warga negara. Perilaku warga negara sebagai pribadi maupun anggota masyarakat berada dalam lingkup sebuah organisasi, sebagai pengikat dan sekaligus yang memberi ruang untuk melakukan perbuatan.
11.Secara filosofis, objek kajian PKn sebagai
landasan berpikir dalam konteks ke- Indonesiaan, meliputi: Nusantara Indonesia, manusia sebagai pribadi, kekayaan Indonesia, kesadaran manusia Indonesia atas ke- Indonesiaannya, Jati diri sebagai bangsa Indonesia. Secara ontologis, perspektif PKn sebagai domain kurikuler terdiri atas dua unsur, yakni curriculum content dan student behavior.
12.Kurikulum PPKn tersusun secara sistematis
dan eksplisit dalam upaya mengembangkan karakter warganegara dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan 4 (empat) konsensus yaitu: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggak Ika dan NKRI. Namun demikian PPKn, juga tetap dengan konsep dan struktur keilmuan yang secara filosofis dan pedagogis membentuk suatu ilmu yang fundamental berdasarkan capaian kompetensi yang eksplisit orientasinya yaitu pengetahuan warganegara, keterampilan warganegara, dan watak warganegara serta dengan model dan capaian hasil belajar yang terukur. 13.Sumber Filosofis Tradisi Struktur Keilmuan PPKn: a. Tradisi Perenialisme dicirikan dengan imperatif nilai-nilai luhur kebangsaan (Pancasila) dan kebernegaraan (UUD NRI Tahun 1945 dan konstitusi, serta lainnya), terbaca secara implisit sebagai aspek metakognisi (semangat atau tendensi) dalam substansi yang menjadi muatan Kompetensi Dasar (KD). b. Tradisi Esensialisme dicirikan dengan kemasan sebagai mata pelajaran yang dipayungi oleh disiplin keilmuan politik/kenegaraan tertuang dalam bentuk rumusan logika struktural keilmuan dalam sebuah keutuhan Kompetensi Dasar (KD). c. Tradisi Progresifisme dicirikan dengan pengorganisasian pengalaman belajar (learning experiences) yang bermuatan substansi dan proses psikologis- pedagogis secara spiral meluas (extending communityapproaches), tercermin dalam rumusan perilaku, baik yang bersifat afektif, konatif, maupun keterampilan yang termuat dalam setiap KD dan antar KD dalam satu tingkat kelas. d. Tradisi Rekonstruksionisme dicirikan dengan muatan dan dorongan dan/atau fasilitasi bagi individu untuk memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya kepada orang lain, masyarakat, bangsa dan negara. Pengorganisasian pengalaman belajar (learning experiences) yang bermuatan substansi dan proses psikologis- pedagogis dilakukan secara spiral meluas (extending community approaches sebagaimana hal itu tercermin dalam rumusan dalam setiap KD dan antar KD dalam satu tingkat kelas.
14.Secara pedagogis metode pembelajaran
terbagi atas 3 (tiga) strategi (Uno, 2014) yaitu: a. Strategi Pengorganisasian, sebagai langkah untuk menentukan isi bidang studi yang dipilih untuk pembelajaran seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, dan lainnya. b. Strategi Penyampaian, sebagai langkah untuk mendapatkan respons siswa dengan menata interaksi dengan baik. c. Strategi Pengelolaan, langkah untuk menyiapkan strategi mengelola kelas.
15.Metode mengajar civics harus berorientasi
pada: 1. Mendorong partisipasi pelajar yang aktif; 2. Mempunyai sifat-sifat inquiry; 3. Pendekatan pemecahan masalah (Somantri, 1976). 16.Metode pembelajaran secara tersadar, terencana, dan terukur harus digalakkan di dalam pengajaran civics. Hal ini sebagai upaya menghindari penyakit pembelajaran tradisionil civics seperti: a. Ujian akhir biasanya menanyakan hafalan; b. Buku civics isinya sangat dipengaruhi oleh essentialism-verbalism; c. Indoktrinasi, ground covering technique, dan yang sejenisnya adalah yang paling gampang; d. Kurangnya kegiatan-kegiatan penulisan ilmiah mengenai metode, sehingga penyebaran prinsip-prinsip metode yang tercantum dalam rencana pendidikan, sulit untuk dijalankan.
17.Strategi pembelajaran PKn dengan pendekatan
inquiri dapat memicu pembelajaran yang lebih kontekstual sesuai dengan gejala-gejala kehidupan kewarganegaraan yang sedang hangat terjadi yang kemudian guru bersama siswa mencari solusi atau jawaban. Sedangkan dengan pendekatan ekspositori maka pembelajaran PKn lebih bermakna dengan penyampaian materi yang secara optimal melalui materi-materi yang faktual.
18.Langkah-langkah metode inkuiri adalah
sebagai berikut: 1) Perumusan masalah 2) Perumusan hipotesis 3) Konseptualisasi 4) Pengumpulan data 5) Pengujian dan analisis data 6) Menguji hipotesis 7) Memulai inkuiri lagi.
19.Pembelajaran PPKn berbasis portofolio
merupakan metode pembelajaran untuk pembentukan warga negara demokratis, yakni cara membelajarkan anak didik dengan mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence) dalam dimensi spiritual, rasional, emosional dan sosial, mengembangkan tanggung jawab warga negara (civic responsibility), dan mengembangkan anak didik berpartisipasi sebagai warga negara (civic participation) guna menopang tumbuh dan berkembangnya warga negara yang baik.
20.Metode pembelajaran PKn berdasarkan pada
portofolio (Wahab dan Sapriya, 2011) merupakan kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan.
21.Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti
pernyataan-pernyataan tertulis, peta grafik photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini menggambarkan: 1) Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan suatu masalah yang telah mereka pilih. 2) Hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut. 3) Kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa untuk mengatasi masalah tersebut. 4) Rencana tindakan yang telah dibuat siswa untuk digunakan dalam mengusahakan agar pemerintah menerima kebijakan yang mereka usulkan.
22.Pembelajaran dengan berbasiskan portofolio
mengajak para siswa untuk bekerjasama dengan teman-temannya di kelas dan dengan bantuan guru serta para relawan agar tercapai tugas- tugas pembelajaran berikut: 1) Mengidentiflkasi masalah yang akan dikaji. 2) Mengumpulkan dan menilai informasi dari berbagai sumber berkenaan dengan masalah yang dikaji. 3) Mengkaji pemecahan masalah. 4) Membuat kebijakan publik. 5) Membuat rencana tindakan.
23.Tahap kegiatan dalam penyelesaian tugas
sebagai berikut: Tahap I : Mengidentifikasi Masalah Kebijakan Publik di Masyarakat. Tahap II : Memilih Satu Masalah Untuk Kajian Kelas Tahap III : Mengumpulkan Informasi Tentang Masalah yang Akan dikaji oleh Kelas. Tahap IV : Membuat Portofolio Kelas Tahap V : Menyajikan Portofolio Tahap VI : Refleksi Terhadap Pengamatan Belajar dalam Pembelajaran PKn yang Berbasis Portofolio, Kelas dibagi ke dalam Empat Kelompok. Setiap Kelompok Bertanggung Jawab Untuk Membuat Satu Bagian Portofolio Kelas.
24.PPKn sebagai suatu pendidikan yang
berkonsentrasi pada pembentukan cultural unity (kebangsaan) yang cinta akan nilai luhur bangsanya sendiri, yang tradisi sosial yang pertama yaitu “social studies taught as citizenship transmision” dimana di setiap bangsa di dunia dihadapkan pada upaya pembentukan cultural unity yang didasarkan pada pemahaman bahwa generasi muda mengetahui sejarah bangsanya, disamping itu juga harus diajarkan tentang patriotisme. Selain itu cultural unity juga menghendaki adanya pembentukan nilai terhadap kesadaran individu (warganegara) yang memiliki rasa kesamaan terutama dalam segi bahasa. Hal ini sebagai bentuk spirit kewarganegaraan Indonesia yang mengutamakan tumbuh kembangnya rasa persatuan bangsa.
25.Civics memiliki peranan penting dalam
mewujudkan kemerdekaan melalui perjuangan, rasa cinta tanah air, patriotik, dan kesadaran dalam bernegara (seperti taat hukum, beraspirasi dalam politik, memahami hak dan kewajiban, menghargai perjuangan pahlawan nasional, dll).
26.PPKn bertujuan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, nilai dan norma UUD 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen kolektif ber-Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
27.Tujuan umum dan tujuan khusus Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dengan gugus muatan substantif dan pedagogis sebagai berikut (Winataputra, 2015): a. Substansi yang bersumber dari nilai dan moral Pancasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi nasional Indonesia serta etika dalam pergaulan Internasional. b. Substansi yang bersumber dari Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. c. Substansi yang bersumber dan/atau berkaitan erat dengan konsep dan makna Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional dan harmonis dalam pergaulan antarbangsa. d. Substansi yang bersumber dari konsep dan makna Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai bentuk final Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia.
28.Kerajaan-kerajaan Islam memberi sumbangsih
(Herdiawanto, Wasitaatmadja, dan Hamdayama, 2018): 1) Nilai Persatuan: kerajaan Demak, Palembang, dan Aceh bersatu untuk mengusir bangsa portugis dari Malaka. 2) Nilai Musyawarah: soerang raja selalu bermusyawarah kepada para pejabat Nistana atau kepada penasehat raja sebelum memutuskan suatu kebijakan. 3) Nilai Keadilan Sosial: Pada masa kerajaan Islam, kehidupan sosial masayarakatnya dilandasai oleh ajaran-ajaran Islam seperti zakat dan sedekah. 4) Nilai Toleransi Beragama: Pada masa kerajaan Islam, kehidupan masyarakat pada saat itu dapat dilihat dengan status keragaman agama namun antara pemeluk agama yang berbeda dapat hidup berdampingan. 5) Nilai Cinta Tanah Air: Pada abad ke-16 dan 17 masyarakat kerajaan Islam di Indonesia pada masa itu sangat disibukkan dalam upaya mempertahankan wailayah kekuasaannya dari pendudukan bangsa Eropa. Contoh, perlawanan Sultan Agung dari Mataram terhadap Belanda. 6) Nilai Budaya: Perkembangan seni budaya pada masa kekuasaan Islam cukup pesat. Terbukti dengan munculnya hasil karya budaya masyarakat seperti kaligrafi, seni ukir, seni pahat dan seni bangunan.
29.Sejarah lahirnya pancasila menunjukkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan karena ada rumusan Pancasila sebagai dasar bahwa Indonesia adalah Negara yang berdikari, bertekad kuat, dan Negara dengan bangsa yang beradab. Dan juga dengan dicetuskannya sumpah pemuda pada 1928, yang menjadi poin utama spirit bangsa Indonesia khusunya kaum pemuda untuk memproklamirkan semangat kemerdekaan sehingga Indonesia dapat merumuskan staat fundamental norm.
30.Hakikat UUD 1945 sebagai Kaidah
Fundamental Bagi Warganegara Indonesia: UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia yang berperan sebagai dasar hukum Negara yang didalamnya termuat segenap aspirasi masyarakat Indonesia dalam membangun bangsa. Tujuan bangsa Indonesia bahkan tertuang di dalam preambule UUD 1945. Pernyataan Indonesia yang menegaskan sebagai Negara hukum sebagaimana termaktub di dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dapat dipahami bahwa Indonesia adalah Negara rechstaat (Negara hukum) dan bukan machstaat (kekuasaan belaka).
31.Ciri-ciri Negara hukum (Santoso:2013) adalah
adanya: 1) Asas pengakuan dan perlindungan hah- hakasasi manusia; 2) Asas legalitas; 3) Asas pembagian kekuasaan; 4) Asas peradilan yang bebas dan tidakmemihak; 5) Asas kedaulat rakyat 6) Asas demokrasi 7) Asas konstitusional.
32.Fungsi UUD 1945 atau konstitusi Indonesia
sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu: 1) Membagi kekuasaan dalam Negara 2) Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam Negara (Setiawan, 2015).
33.Kedudukan pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 bagi Negara Republik Indonesia diantaranya: a. Sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia; b. Sumber dari cita-cita hukum dan cita-cita moral yang ingin ditegakan dalam lingkungan intemasional dan nasional; c. Mengandur nilai-nilai universal dan lestari universal artinya bahwa nilai-nilai tersebut dijunjung tinggi oleh bangsa yang beradab. Lestari artinya bahwa ia mampu menampung dinamika masyarakat.
34.Substansi PPKn berwujudkan suatu materi
yang berorientasi pada pembentukan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan konstitusi sebagai dasar hukum.
35.Pendidikan kewarganegaraan sebagai program
pendidikan memiliki peranan yang penting untuk mendukung hakikat UUD 1945 sebagai kaidah fundamental bagi warganegara Indonesia.
KB 3. Konsep Kajian Keilmuan Kewarganegaraan
BerlandaskanPancasila dan UUD 1945
1. Elemen civic knowledge menjelaskan bahwa
seorang warganegara harus mengetahui dan memahami bahwa pemerintah pada dasarnya kedudukannya terbatas, bahkan termasuk penyebaran dan pembagian kekuasaan yang dilakukan juga terbatas.
2. Konstitusi Indonesia atau UUD 1945
dibentuk agar hak-hak asasi manusia dan didalamnya hak-hak warganegara turut terjamin dan dilindungi oleh negara terutama penyelenggaraan negara serta yang paling penting adalah dengan adanya kesadaran konstitusi yang tinggi dari para warganegara akan memiliki kontribusi penting bagi control terhadap jalannya kekuasaan yang sehat dan kuat.
3. Aktualisasi PPKn sebagai wahana pendidikan
hukum sebagaimana dijelaskan diatas, merupakan bentuk dasar dan rekonstruksi keilmuan PPKn yang secara substantif- pedagogis dijiwai oleh norma Undang-undang Dasar 1945.
4. Kurikulum 2013 secara adaptif menerapkan
tradisi filosofi yang salah satunya menekankan pada transfer imperatif norma-norma UUD 1945 sebagai suatu tradisi perenialisme. sedangkan secara praktis aktualisasi norma- norma UUD 1945 ke dalam pembelajaran PPKn termasuk kedalam tradisi esensialisme.
5. Tradisi perenialisme materi PPKn yang
bersumber dari norma-norma UUD 1945 secara implisit perlu tercermin ke dalam kompetensi dasar pada kurikulum PPKn
6. Pembelajaran PPKn yang mengaktualisasikan
norma-norma UUD 1945 kedalam proses belajar mengajar PPKn terhimpun kedalam filosofi tradisi progresifisme yang dicirikan dengan pengorganisasian pengalaman belajar.
7. Aktualisasi norma-norma UUD 1945 dalam
pembelajaran PPKn juga merupakan bagian dari tradisi rekonstruksionisme pembelajaran PPKn yang dicirikan dengan muatan dan dorongan bagi individu untuk memberikan kontribusi dalam konteks perwujudan norma-norma UUD 1945 di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
8. Tradisi perenialisme, esesnisalisme
progresifisme, dan rekonstruksionisme merupakan tradisi pembelajaran PPKn yang secara substantif- pedagogis menjembatani aktualisasi norma-norma pada UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
9. Kausalitas konsepsi norma-norma UUD 1945
dalam pembelajaran PPKn sebagaimana dijelaskan sebelumnya merupakan bagian dari perwujudan kesaktian prinsip Rule of Law. Atas dasar prinsip rule of law, norma-norma pada UUD 1945 perlu untuk disosialisasikan dan diinternalisasikan sampai pada penjewantahan norma- normanya.
10. Dari aspek keilmuannya yang tergabung
kedalam tradisi pertama social studies yaitu social studies taught as citizenship transmission, bahwa PPKn diharapkan menjadi suatu program pendidikan yang mampu membentuk cultural unity (kesatuan budaya) yang didasarkan bahwa generasi muda harus mengetahui sejarah bangsanya
11. Peran PPKn dalam membentuk cultural
unity warganegara yang sadar dan paham akan sejarah bangsanya dengan metode value inculcation sejarah bangsanya, adalah pengetahuan sejarah bangsanya sendiri mampu membentuk rasa patriotisme dan nasionalisme.
12. Dimensi kepribadian seorang warganegara
adalah civic virtue (kebajikan warganegara). Kebajikan kewarganegaraan sangat terkait pada dasar filsafat negara, dan ide dasar yang diyakini, dijunjung tinggi, dan diwujudkan sebagai kepribadian, yang tentunya berbeda dari negara satu ke negara yang lainnya, karena memang setiap negara-bangsa memiliki sejarah, geopolitik, ideologi negara, konstitusi, dan konteks kehidupannya masing-masing, karena itu bersifat unik/khas.
13. Konstelasi (tatanan) psikososial kebajikan
kewarganegaraan dalam konteks kehidupan negara-bangsa Indonesia pada dasarnya bersumbu pada nilai dan moral Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional yang dilembagakan dalam tatanan nilai dan norma konstitusional UUD NRI Tahun 1945, didukung dengan komitmen kolektif bernegara- kesatuan Republik Indonesia.
14. Dalam perskpektif pedagogis PPKn,
pengetahuan, kemampuan, dan tanggungjawab warganegara akan sejarah perjuangan bangsa Indonesia adalah bentuk dari pengembangan civic virtue (keadaban warganegara) yang terwujud dalam sikap patriotisme dan nasionalisme. Bentuk civic virtue yang patriotik dan nasionalis dapat terwujud dengan sumbangsi holistik antara civic responsibility (skills, competence, dan participation), dengan civic confidence (knowledge dan disposition).
15. Bhinneka Tunggal Ika adalah sebagai motto
Negara, yang diangkat dari penggalan kakawin Sutasoma karya besar MPU Tantular pada zaman Keprabonan Majapahit (abad 14) secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu atau Although in pieces yet One (Setiawan & Yunita, 2017).
16. Secara praksis kehidupan kenegaraaan
yang berbasis pemikiran monoculturalism ternyata ideology nation-state dengan prinsip unity of disscent, unity of culture, unity of language and often unity of religion (persamaan pendapat, persatuan budaya, persatuan bahasa dan seringkali persatuan agama) tidak mudah diwujudkan
17. Masyarakat madani-Pancasila yang
multikultural merupakan “civic community” atau “civil society” yang ditandai oleh berkembangnya peran organisasi kewarganegaraan di luar organisasi kenegaraan dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial sesuai Pancasila.
18. Tantangan bagi pendidikan demokrasi
konstitusional di Indonesia adalah bersistemnya pendidikan Pancasila dengan keseluruhan upaya pengembangan kualitas warganegara dan kualitas kehidupan multikultural yang ber-Pancasila dan berkonstitusi UUD 1945, dalam masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
19. Civic virtue adalah kemauan dari
warganegara untuk menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
20. Civic dispositions adalah sikap dan
kebiasaan berpikir warganegara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari sistem demokrasi.
21. Civic committments adalah komitmen
warganegara yang bernalar dan diterima dengan sadar terhadap nilai dan prinsip demokrasi konstitusional.
22. Civic dispositions meliputi sejumlah
karakteristik kepribadian, yakni civility atau keadaban (hormat pada orang lain dan partisipatif dalam kehidupan masyarakat), individual responsibility atau tanggung jawab individual, self discipline atau disiplin diri, civic mindednes atau kepekaan terhadap masalah kewargaan, open mindedness (terbuka, skeptis, mengenal ambiguitas), compromise (prinsip konflik dan batas-batas kompromi), toleration of diversity atau toleransi atas keberagaman, patience and persis tence atau kesabaran dan ketaatan, compassion atau keterharuan, generosity atau kemurahan hati, and loyalty to the nation and its priciples atau kesetiaan pada bangsa dan segala aturannya. (Quigley, dkk, 1991).
23. Komitmen berbinneka tunggal ika tidak
lepas dari keberadaan masyarakat yang beragam atau plural dalam menyikapi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi pada sikap demokratis. KB 4. Implentasi ICT dalam Pembelajaran PPKn
1. Isu kewarganegaraan secara terminologi
berasal dari kata isu dan kewarganegaraan. Dimana isu berarti masalah yang dikedepankan (https://kbbi.web.id/isu) dan kewarganegaraan berarti sesuatu yang tidak sebatas keanggotaan seseorang dari organisasi Negara, tetapi meluas kepada hal-hal yang terkait dengan warganegara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Cholisin, 2016).
2. Isu kewarganegaraan adalah suatu masalah
yang urgen atau penting terkait kehidupan warganegara dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Konteks isu-isu kewarganegaraan meliputi Isu
Kewarganegaran dalam konteks lokal, Isu Kewarganegaraan dalam konteks nasional, Isu Kewarganegaraan dalam konteks regional, Isu Kewarganegaraan dalam konteks global.
4. Isu kewarganegaraan dalam konteks lokal
berorientasi pada isu-isu kewarganegaraan pada teritori lokal atau wilayah bagian suatu Negara seperti provinsi atau kabupaten kota.
5. Multikultur adalah sebuah ideologi yang
mengakui dan mengagungkan perbedaan. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan orang per orang atau perbedaan budaya, seperti perbedaan nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan dan politik (http://id.m.wikipedia.org)
6. Etnosentrisme adalah rasa kecintaan dan
kepercayaan terhadap suatu adat atau suku yang berlebihan. Ilustrasi akibat Etnosentrisme yaitu terjadinya perang suku dayak dengan Madura.
7. Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang
menitikberatkan pada 2 hal yaitu kebebasan dan toleransi. Kebebasan berarti ketiadaan dari paksaan-paksaan atau pembatasan-pembatasan. Sedangkan Toleransi adalah bersikap menenggang (menghargai, membolehkan pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri. (https://www.kbbi.online-jagokata.com)
8. Nasional dapat diartikan sebagai sesuatu yang
bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nasional).
9. Isu kewarganegaraan dalam konteks nasional
secara garis besar akan meliputi isu-isu yang berkaitan dengan bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Contoh isu kewarganegaraan dalam konteks nasional yaitu isu Gerakan Pembentukan Negara Khilafah di bumi Indonesia
10. Separatisme adalah suatu paham yang
mengambil keuntungan dari pemecah-belahan dalam suatu golongan (bangsa). Contoh gerakan separatisme yaitu di Aceh melalui gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan di Papua melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM).
11. Separatisme politis adalah suatu gerakan
untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain atau suatu negara lain.
12. Diskriminasi adalah sikap membedakan dengan
sengaja terhadapp golongan-golongan yang berhubungan dengan kepentingan tertentu.
13. Marjinalisasi adalah suatu proses peminggiran akibat perbedaan
yang menyebabkan kemiskinan dengan asusmsi gender. (https://www.kemenppa.go.id)
14. Isu Radikalisme adalah suatu paham yang
dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Isu radikalisme ini merupakan contoh isu kewarganegaraan dalam konteks regional
15. Isu ekstrimisme adalah paham atau keyakinan
yang kuat terhadap sesuatu melebihi batas kewajaran dan dapat melanggar hukum.
16. Isu global adalah setiap peristiwa atau wacana
yang mampu menyita perhatian masyarakat global dan bagaimana masyarakat merespon isu tersebut.
17. Konflik kemanusiaan adalah masalah-
masalah yang dialami secara eksistensial disebabkan oleh perilaku manusia dalam menjalani kehidupan, seperti konflik antar individu, perilaku agresi, cinta, kesehatan mental, dan konflik antar kelompok
18. Hubungan bilateral adalah jenis hubungan yang
melibatkan dua pihak. Biasanya digunakan untuk menyebut hubungan yang melibatkan hanya dua negara, khususnya suatu hubungan politik, budaya dan ekonomi di antara 2 Negara.
19. Global citizenship adalah kewarganegaraan
dunia dalam makna luas mengacu pada seseorang yang mengutamakan identitas "masyarakat global" di atas identitasnya sebagai warga negara. Menurut konsep ini, identitas seseorang sudah melintasi batas geografi atau politik dan manusia di planet Bumi saling bergantung dengan satu sama lain; umat manusia merupakan satu kesatuan.
20. Digital citizenship merupakan pemahaman
tentang keamanan menggunakan internet, mengetahui cara menemukan, mengatur dan membuat konten digital (termasuk literasi media, dan praktek skill secara teknis), pemahaman tentang cara berperan untuk meningkatkan tanggung jawab dalam interaksi antarbudaya (multikultur).
21. Civic literacy atau literasi warganegara, perlu
diadakan pembinaan dan edukasi secara baik untuk memahami dan keterlibatan pada isu-isu kewarganegaraan yang meliputi bidang ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama, dalam konteks lokal, nasional, regional, dan global dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
22. IKN (Ilmu Kewarganegaraan) bertujuan
menghasilkan konsep, teori maupun generalisasi tentang peranan warga negara dalam masyarakat demokratis. Teori-teori yang dihasilkan IKN diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membina warga negara yang lebih baik (good citizen). Yaitu warga negara yang aktif berpartisipasi serta memiliki tanggung jawab dalam membangun kehidupan bernegara yang demokratis, berkemanusiaan dan berkeadilan sosial (Cholisin, 2016).
23. Hal terpenting dalam mewujudkan warga
digital adalah adanya pengembangan literasi media dalam menyiapkan sumber daya manusia di abad ke-21 dapat diterapkan ke dalam semua materi pelajaran, termasuk Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
2 Daftar materi yang 1. Prosedur pembelajaran PPKn berbasis nilai dan
sulit dipahami di urgensi falsafah Pancasila di Sekolah, modul ini Masyarakat, dan Pemerintahan. 2. Struktur keilmuan kewarganegaraan 3. Isu kewarganegaraan dalam konteks global.
3 Daftar materi yang 1. PPKn sebagai pendidikan hukum dan politik
sering mengalami 2. Komponen kelimuan civics miskonsepsi 3. Isu kewarganegaraan dalam komteks nasional