Anda di halaman 1dari 3

Nama : Helen Purba

Pransisco Mon Febry Silalahi

Tingkat/Jurusan : II-C/Teologi

Mata Kuliah : Liturgika I

Dosen Pengampu : Pdt. Meri Ulina Ginting. M. Si. Teol.

Alkitab Sebagai Sumber Liturgis

Alkitab sebagai karya sastra seperti yang telah kita lihat, telah menjadi suatu hal yang
sangat di senangi dari Biblismekonservatif dalam usahanya yang tidak pernah berhenti
mencari suara Teknik untuk mengusir roh kritik. Dalam cara yang sama penggunaan liturgis
atas Alkitab terlalu sering merupakan tempat pengungsian terakhir dari berbagai macam
fundamentalisme – khususnya lebih bersifat kayolik dariada Evangelikal; meskipun orang-
orang evangelical juga menggunakan kata-kata dari kitab suci di dalam peribadahan umum
dengan cara deklamatoris yang kelihatannya menantang kita untuk menguinya secara kritis
kalau kita berani.

Tetapi usaha itu gagal. Penggunaan liturgis atas Alkitab hanya mempunyai makna
kalau Alkitab itu tidak merupakan satu seri intruksi-intruksi ilahi, seperti pada paradigma
profetis, tetapi memuat bermacam-macam gaya yang sama luasnya dengan penggunaan
liturgi yang berbeda-beda yang ke dalamnya kita menempatkannya – cerita, ujian
permohonan, pengakuan dan lain-lainnya. Pertimbangan yang matang tentang cara Alkitab
berfungsi di dalam ibadah memuat rumusan “Inilah Firman Tuhan” sedikit bersifat
menertawakan sebagai suatu rumusan kesimpulan.tetapi tidak hanya itu; ketidakterbatasan
oleh waktu dari liturgi yang tampak itu, yang di dalamnya pertanyaan-pertanyaan kritis dapat
dengan mudah di elakkan, adalah juga suatu ilusi. Kalau sekali kita mulai merefleksikan apa
yang sedang kita lakukan dengan menggunakan teks-teks kuno, khususnya meskipun tidak
secara ekslusif. Alkitab, di dalam peribadahan umum, kiya akan melihat bahwa kita secara
terus-menerus ditantang olehnya untuk memegang bersama pengalaman kita sendiri dan teks
kuno itu, dan memperlakukan keduanya secara benar. Untuk menolak ini, dan untuk
mengatakan bahwa manfaat Alkitab bagi praktek liturgis berarti bahwa kita tidak pernah
perlu melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang kritis tentnagnya adalah lebih seperti
mengatakan bahwa memainkan karya Shakespeare adalah obat yang mujarab terhadap kritik
atas Shakespeare.1

Pemakaian istilah liturgi dalam Alkitab dijumpai dalam Septuaginta, terjemahan


Perjanjian Lama (PL) Ibrani dalam bahasa Yunani, serta dalam kitab-kitab Perjanjian Baru
(PB) yang notabene ditulis dalam bahasa Yunani. Dalam PL misalnya, istilah liturgi merujuk
kepada pelaksanaan tugas imam dan orang Lewi di Kemah Suci, dan kemudian di Bait Allah,
khususnya dalam kaitan tugas pelayanan mezbah2. Sementara dalam Yehezkiel 44:12 dan 2

1
John Barton, Umat BerKitab, (Jakarta: BPk Gunung Mulia, 2008), 106-108.
2
Reimer, Cermin Injil: Ilmu Liturgi, hlm. 10.
Raja-raja15:16, istilah liturgi merujuk kepada pengertian kultus kafir.Dalam PB kata liturgi
dipakai sebanyak 15 kali, tetapi dalam pengertian yang berbeda. Fenomena tersebut dapat
penulis jelaskan sebagai berikut: pertama, merujuk kepada tugas imam (Luk. 1:23; Ibr. 9:21,
10:11); kedua, menguraikan pekerjaan Kristus sebagai imam (Ibr. 8:2, 8:6); ketiga,
menjelaskan pekerjaan rasul dalam pekabaran Injil kepada orang kafir (Roma 15:16);
keempat, sebagai kiasan dalam hal percaya (Flp. 2:17); kelima, merujuk kepada tugas
pelayanan para malaikat (Ibr. 1:7, 14); keenam, mengacu pada jabatan pemerintah (Roma
13:6); ketujuh, sebagai pengumpul persembahan untuk orang miskin (Roma 15:27; 2 Kor.
9:12; Flp. 2:25, 30, 4:18); kedelapan, sebagai kumpulan orang yang berdoa dan berpuasa
(Kis. 13:2)3.Dari uraian di atas dapatlah dipahami bahwa pengertian liturgi dalam Alkitab
tidak hanya menunjuk kepada satu pengertian.Pemakaian kata liturgi merupakan sebuah
upaya bagaimana orang Kristen dapat menyampaikan pesan Injil dalam konteks budaya
Yunani, sehingga para pendengar dapat memahami berita yang disampaikan oleh orang-
orang Kristen tersebut.Realita ini merupakan sebuah upaya kontekstualisasi terhadap
pengaruh Helenisasi yang berkembang pada masa itu.Dengan harapan melalui upaya-upaya
transliterasi yang proporsional berita Injil dapat di mengerti dan pada akhirnya mengakar
dalam kehidupan masyarakat.Tetapi setidaknya kita dapat menangkap adanya pergeseran
pemaknaan pengertian liturgi dalam Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Dalam konteks
Perjanjian Lama, liturgi hanya dipahami terkait dengan tugas para imam dan orang Lewi
dalam lingkup kemah suci atau bait Allah, sementara dalam konteks Perjanjian Baru liturgi
dimaknai dalam kaitannya dengan pengertian ibadah yang holistik. Perjanjian Baru
memandang seluruh kehidupan sebagai sebuah kesempatan yang seharusnya dimaknai dalam
koridor beribadah, sementara dalam Perjanjian Lama peribadatan merujuk kepada aktivitas
sakral di bait Allah

~ Pengertian Secara Teologis

Tidak ada data Alkitab yang cukup beralasan untuk menerima arti kata liturgi dalam
pengertian ibadah gereja atau tata ibadah gereja. Hanya ada satu ayat Alkitab dalam
Perjanjian Baru yang menggunakan kata liturgi dalam konteks jemaat perdana sedang
beribadah (Kis. 13:2), dan itupun bukanlah persekutuan jemaat, melainkan hanya beberapa
anggota jemaat Antiokhia yang berkumpul untuk berdoa dan berpuasa. Mereka adalah
Barnabas, Simeon yang disebut Niger, Lukius orang Kirene, Menahem, dan Saulus (Kis. 1-
2).jadi menurut Riemer, tidak ada dasar Alkitabiah untuk menggunakan liturgi dalam arti tata
ibadah atau tata kebaktian4.Berdasarkan nas yang satu ini saja kita tidak dapat membenarkan
kebiasaan gereja yang mengistilahkan ibadahnya sebagai liturgi.Pada masa bapa-bapa Gereja,
kata liturgi digunakan untuk menunjuk pelayanan ibadat baik kepada Allah maupun kepada
jemaat yang dilakukan oleh uskup, imam, dan daikon 5. Memasuki abad pertengahan istilah
liturgi praktis hanya dipakai untuk menyebut perayaan Ekaristi saja, bahkan dalam Gereja
Barat istilah ini sempat menghilang lama terkait dengan penerjemahan Kitab Suci dari bahasa
Yunani ke dalam bahasa Latin (Vulgata) oleh Hieronimus.6 Baru sesudah itu Vulgata
3
Reimer, Cermin Injil: Ilmu Liturgi, hlm. 10-12.
4
Riemer, Cermin Injil: Ilmu Liturgi, hlm. 12-13
5
Martasudjita, Pengantar Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 1999, hlm. 21
6
Martasudjita, Pengantar Liturgi, hlm. 21-22
menerjemahkan kata liturgi dengan kata minister, officium divinum (liturgi harian sekarang),
caeremoniae (upacara)7. Setelah reformasi, kira-kira tahun 1550-an, istilah liturgi mulai
dipakai dalam lingkungan gereja-gereja reformasi oleh karena pengaruh Gereja Anglikan dan
Gereja Ortodoks Yunani. 11 Bahkan sampai pada masa kinipun banyak gereja biasa
menamakan ibadahnya liturgi. Menurut Riemer, liturgi sudah menjadi istilah teknis-teologis
yang merujuk kepada berkumpulnya jemaat untuk beribadah atau tata kebaktian, meskipun
secara linguistik12 dan teologis ada keberatan. Dengan demikian, apa yang coba gereja
definisikan dewasa ini terkait dengan liturgi merupakan sebuah terminologi teologi yang
bersifat teknis.

7
Ibid,blm.22.

Anda mungkin juga menyukai