Anda di halaman 1dari 44

BAB I

1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa kini Gereja Tuhan semakin bertumbuh dalam pergerakannya b
organisasi maupun Gereja sebagai anggota organik/ orang Kristen dalam pel
misinya di tengah-tengah dunia; yang dimaksud dengan Misi ialah seluruh perg
Gereja sebagai alat Tuhan dalam rangka menghadirkan tanda-tanda
sebagai ekspresi dari Gereja sebagai pelaksana ”Misio Dei” (Misi Allah) di
tengah dunia berdasarkan Alkitab.
Suatu realita bahwa gereja-gereja di Indonesia dikelompokkan dalam b
denominasi. Gereja-gereja di Indonesia, tercermin dalam berbagai deno
representatif dari denenominasi gereja-gereja, terlihat dalam empat kelompo
yaitu Gereja Protestan, Gereja Injili, Gereja Kharismatik dan Gereja Katolik.
Bertolak dari realitas yang ada, masing-masing denominasi gereja mem
pendapat atau pemahaman tentang liturgi berdasarkan pengajaran internalnya,
ada yang tidak diajarkan sama-sekali sehingga konsep tentang
hampir tidak mendapat tempat dalam penatalayanan gereja
berinisiatif untuk memaparkan suatu pemaknaan terhadap liturgi secara prakti
mengurangi nilai-nilai akademis teologis yang bertanggung jawab.
diperuntukan kepada orang Kristen guna menjawab pemaknaan terhadap
berdasarkan realitas kekinian. Sebagai titik pijak permasalahan dalam tuli
penulis lebih berfokus pada kurangnya pemahaman tentang arti dan makna
dalam penatalayanan gereja serta bagaimana selayaknya ditempatkan liturgi
misi Gereja.
Berdasarkan data dari sampel dalam satu populasi sebagai repre
pemahaman jemaat; 150 angket yang diedarkan di lingkungan jemaat
kesimpulannya yaitu: ”jemaat lebih memahami bahwa liturgi adalah secarik
yang berisi aturan tentang proses ibadah dalam suatu persekutuan dalam
jemaat.” 1 Selanjutnya pendapat tersebut, dikombinasikan dengan beberapa pe
teolog-teolog tentang liturgi sebagai representasi dari pemahaman
Kristen/denominasi.

2
PENDAHULUAN
Pada masa kini Gereja Tuhan semakin bertumbuh dalam pergerakannya baik itu,
organisasi maupun Gereja sebagai anggota organik/ orang Kristen dalam pelayanan
misinya di tengah-tengah dunia; yang dimaksud dengan Misi ialah seluruh pergerakan
Gereja sebagai alat Tuhan dalam rangka menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah
sebagai ekspresi dari Gereja sebagai pelaksana ”Misio Dei” (Misi Allah) di tengah-
tengah dunia berdasarkan Alkitab.
Suatu realita bahwa gereja-gereja di Indonesia dikelompokkan dalam berbagai
denominasi. Gereja-gereja di Indonesia, tercermin dalam berbagai denominasi;
representatif dari denenominasi gereja-gereja, terlihat dalam empat kelompok besar
yaitu Gereja Protestan, Gereja Injili, Gereja Kharismatik dan Gereja Katolik.
Bertolak dari realitas yang ada, masing-masing denominasi gereja mempunyai
pendapat atau pemahaman tentang liturgi berdasarkan pengajaran internalnya, bahkan
ada yang tidak diajarkan sama-sekali sehingga konsep tentang liturgi hampir-
hampir tidak mendapat tempat dalam penatalayanan gereja. Karena itu, penulis
berinisiatif untuk memaparkan suatu pemaknaan terhadap liturgi secara praktis tanpa
mengurangi nilai-nilai akademis teologis yang bertanggung jawab. Tulisan
diperuntukan kepada orang Kristen guna menjawab pemaknaan terhadap liturgi
berdasarkan realitas kekinian. Sebagai titik pijak permasalahan dalam tulisan ini
penulis lebih berfokus pada kurangnya pemahaman tentang arti dan makna liturgi
dalam penatalayanan gereja serta bagaimana selayaknya ditempatkan liturgi dalam
misi Gereja.
Berdasarkan data dari sampel dalam satu populasi sebagai representatif
pemahaman jemaat; 150 angket yang diedarkan di lingkungan jemaat, hasil
kesimpulannya yaitu: ”jemaat lebih memahami bahwa liturgi adalah secarik kertas
yang berisi aturan tentang proses ibadah dalam suatu persekutuan dalam ibadah
jemaat.”1 Selanjutnya pendapat tersebut, dikombinasikan dengan beberapa pendapat
teolog-teolog tentang liturgi sebagai representasi dari pemahaman orang
Kristen/denominasi.
Pada umumnya liturgi dipandang berdasarkan pengertian yang turun-temurun
tanpa meneliti makna yang terkandung didalam pemaknaannya; maksudnya liturgi

1
Jeni Isak Lele. Tesis: LITURGI DALAM MISI DI GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR
“Studi Misiologis Tentang Relevansi Liturgi Dalam Penatalayanan Gereja” di STT Apollos Jakarta,
2010.

3
dipandang sebagai ”tata aturan dalam kebaktian di gereja” seperti Rasid Rachman
dalam tulisanya yang bertujuan mengarahkan kembali orang Kristen supaya
memahami bahwa liturgi itu penting; ia menulis :
”Liturgi sering dipandang salah kaprah sebagai tata aturan beribadah atau tata
ibadah, atau sekedar secarik kertas yang bertuliskan ”Tata Liturgi”, atau cuma
sebagai seperangkat aturan bagaimana menempatkan musik, kursi, para
petugas, doa-doa didalam kebaktian.”2

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Christina Mandang:

”kata ’ibadah’ dan ’liturgi’ mempunyai makna yang sama. Hal ini dapat
ditelusuri dari kedua akar kata ini. Walaupun mempunyai makna yang sama,
namun dalam kenyataan sehari-hari seringkali kata ’ibadah’-lah yang lebih
dipahami ’agak’ dekat dengan makna sesungguhnya. Sementara kata ’liturgi’
sendiri seringkali dipahami hanya sebatas sebuah kertas tata ibadah atau
susunan/ urutan suatu ibadah.”3

Liturgi hanya dipandang sebagai ”lipstik” yang menjadi hiasan gereja, bukan
”mulut gereja”.4 Karena pemahaman tentang liturgi belum dimengerti dengan baik
maka liturgi dipandang sebagai mana tertera di atas. Tetapi dalam dua kata terakhir
dikatakan.”mulut Gereja” hal ini tersirat bahwa liturgi mempunyai fungsi yang
penting dalam penatalayanan Misi Gereja. Bila dikaji lebih jauh berdasarkan
etimologi secara leterlek tentang liturgi; seperti yang ditulis dalam buku ”Cermin Injil
” oleh G. Riemer :
”tidak ada dasar alkitabiah untuk menggunakan kata liturgi dalam arti
ibadah gereja atau ”tata kebaktian” karena liturgi berarti ”bekerja untuk
kepentingan rakyat” dilanjutkan dengan penjelasan istilah liturgi berasal dari
bahasa Yunani ’liturgia’ ( ’dari kata kerja ”leitorgeo”
artinya melayani melaksanakan dinas atau tugas, memegang
jabatan. Secara hurufiah kata ”liturgia” (berasal dari dua kata
Yunani, yaitu: ”leitos’ (yang berarti rakyat, umat; dan kata ”ergon”
yang berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Jadi ”leiturgia” menurut
kedua kata ini melakukan suatu pekerjaan untuk rakyat.” 5

Jikalau kutipan di atas ini dikaji berdasarkan arti kata tanpa menilai makna dan
fungsi maka akan lebih menjauhkan hubungannya liturgi dari Gereja. Didukung oleh
kata liturgi dalam tradisi gereja mendapat arti yang lebih terbatas dan lebih khusus,
2
Rasid Rachman. ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini” dalam Jurnal
Teologi PROKLAMASI edisi No.6/Th. 3/2004 – 2005. (Jakarta: Unit Publikasi & informasi (UPI) STT
Jakarta 2004), 81.
3
Christina Mandang, “Musik Gereja dan Liturgi Nyanyian Jemaat Dalam Ibadah” (ed) Raeny
M.P. Hutabarat dkk dalam Liturgi dan Komunikasi. (Jakarta: Yakoma PGI, 2005), 139.
4
Rasid Rachman.,Ibid., 81.
5
G. Reimer. Cermin Injil (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1995),9.

4
yakni ibadah jemaat bersama-sama dan itulah yang menjadi pusat perhatian sekarang. 6
Dengan demikian kepedulian gereja terhadap fungsi liturgi bagi penatalayanan
gereja, perlulah mendapat tempat penting guna memaknai liturgi sebagai keseluruhan
panggilan Gereja di tengah-tengah dunia.
Bertolak dari permasalah di atas maka pembahasan dalam tulisan ini
disesuaikan dengan kebutuhan akademis tentang LITURGI, karena tulisan ini
berfokus pada pemaknaan liturgi secara teologis berdasarkan pengertian, sejarah dan
pemaknaan secara kristiani serta aplikasinya guna membekali mahasiswa dalam
pelayanan.

BAB. II
LITURGI DAN GEREJA
Liturgi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan ibadah
(bahasa Indonesia); menurut Kamus Bahasa Inggris ”religious” dan” service”
(”religious” memiliki pengertian yang berhubungan dengan agama, beragama,
beriman dan pengajaran agama ’saleh, tekun, setia’ dan ”service” berarti pelayanan/
kebaktian/ berbakti dan pekerjaaan yang berguna)7; jika demikian pengertian dalam
Ibadah Kristen sangat luas tapi konsep asali baik dalam PL dan PB kata ’ibadat’ ialah
’Pelayanan’. Kata Ibrani ”Ibrani ’avoda’ artinya ”ibadah” dan Yunani ’latreia’ artinya
”bakti; ibadah”8; pada mulanya ditujukan kepada hamba upahan dalam rangka
mempersembahkan ’ibadah/ pelayanan’ karena melayani, melaksanakan dinas atau
tugas, memegang jabatan9.
Dalam hubungan dengan ibadah Kristen ’avoda’ dan ’letreia’ dipahami
sebagai pelayanan yang dipersembahkan kepada Allah tidak hanya dalam arti ibadah
di Bait Suci/ gedung kebaktian tetapi juga dalam arti pelayanan kepada sesama (Luk.
10:25; Mat. 5:23; Yoh. 4:20-24; Yak. 1:27). Dengan demikian liturgi tidak dapat
dipisahkan dengan penatalayanan gereja.

6
H.A. Van Dop, “Hakikat dan Makna Liturgi” (ed) Raeny M.P. Hutabarat dkk. Ibid., 105.
7
Kamus Bahasa Inggris,….
8
Barkley M. Newman., ibid, 98.
9
G. Riemer, Cermin Injil. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF), 9

5
BAB. III
PENGERTIAN LITURGI
Liturgi sangatlah luas cakupann3ya karena itu pada bagian selanjutnya penulis
berusaha memaparkan pengertian liturgi dari pengetian umum sampai pada khusus
serta penerapannya dalam ibadah Kristen.
III.1. Pengertian Umum
Liturgika’ adalah istilah ‘theologis’ yang mengacu pada ‘ibadah gereja’ atau
‘tata kebaktian’ (H, Venema : ‘orientasi ilmu theologi reformasi’ mengatakan
istilah Yunani liturgia berarti : kebaktian, ibadah. Jelas hanya memakai makna
kata liturgia sebagai istilah teknis dalam ilmu Theologi, bukan dalam arti yang
asali seperti dalam Alkitab)10; bila dilihat makna kata liturgi dalam Alkitab
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada dasar alkitabiah untuk menggunakan
‘liturgi’ dalam arti ‘ibadah gereja’ atau ‘tata kebaktian’ karena liturgi berarti
‘melakukan pekerjaan untuk rakyat’.11 Dalam perkembangannya liturgi hampir
tidak dimengerti dalam makna asalnya sebab liturgi sudah sangat lazim
dipakai dalam istilah gereja pada masa kini sebagai tata ibadah dalam gereja.
Istilah ‘Liturgi’ berasal dari bahasa Yunani ‘’ (leiturgia); kata
ini berasal dari ‘kata kerja ‘’ (leiturgew), artinya melayani,
melaksanakan dinas atau tugas, memegang jabatan. Secara harafiah kata
‘liturgia’ berasal dari dua kata Yunani, yaitu: ‘’ (leitoz; laoz) yang
berarti rakyat, umat; dan kata ‘’ (ergon) yang berarti pekerjaan,
perbuatan, tugas. Jadi ‘’ (leiturgia) menurut kedua kata ini berarti
melakukan suatu pekerjaan untuk rakyat12. Istilah ini biasa mengacu pada
tugas-tugas dalam pemerintahan dan pengatur ibadah rakyat atau pertandingan
olah raga pada jaman Yunani. 13; H.A. Van Dop menulis:
Liturgi adalah sama dengan ibadah. Istilah leitourgia dalam bahasa
Yunani kuno adalah gabungan dari dua kata lain, yaitu laos (rakyat) dan
ergon (kerja). Masih ada hubungan dengan kata-kata Inggris lay (dalam
arti awam) dan work (kerja). Kombinasi dari kedua kata ini dalam
leitougia dapat di artikan dengan ”bekerja untuk rakyat” : oleh rakyat
untuk kepentingan bersama. Maka kata ini mempunyai aspek politis dan
sosial dalam masyarakat Yunani kuno, jauh sebelum ada gereja. 14

10
Ibid
11
Ibid
12
ibid., 10
13
Ibid.

6
Dalam septuaginta; kata liturgia ditujukan kepada ibadah di Bait Allah
dan di gereja kata ini dipergunakan untuk menunjukan kepada ibadah di gereja
dan ekaristi artinya mengucap syukur atau dengan nama lain perjamuan kudus
atau perjamuan Tuhan15.
Pada umumnya liturgi dipakai dalam arti tata aturan ibadah gereja yang
tertulis. Tapi yang lebih penting dalam kebaktian, perkumpulan ini
mempunyai arti yang lebih dalam dari sekedar aturan yaitu menghadap kepada
Tuhan dan bersama-sama dalam jemaat menyatakan kehormatan kepada
Tuhan dan menolong sesama manusia.16 Seperti arti tugas dalam melayani
rakyat dalam pengertian aslinya.
III.2. Pengertian Khusus
Perjanjian Lama mengungkapkan ’liturgia’ biasanya dipakai hanya untuk
acara keagamaan; hal ini menunjuk pada pelaksanaan tugas imam dan orang
Lewi dalam kemah suci, kemudian dalam Bait Allah, terutama dalam tugas
pelayanan mezbah. (Yeh 44:12 dan 2 Raj 15:16 ‘liturgi mengacu kepada
kultus kafir). Septuaginta selalu menggunakan kata ‘leiturgia’ untuk suatu
pekerjaan yang dilaksanakan oleh para imam secara tertib dan dengan
khidmat, sesuai dengan undang-undang upacara ibadah; suatu pelayanan yang
berguna bagi jemaat. Van Dop, menulis:
Para penerjemah Alkitab bahasa Ibrani (Kitab-kitab Perjanjian Lama)
kedalam bahasa Yunani (Septuaginta; lengkap kira-kira 150 pra-Masehi)
memilih kata Yunani Leitourgia (antara lain) untuk menerjemahkan kata
Ibrani abodah yang berarti ”pelayanan” – khusus pelayanan para imam
dan orang Lewi di hadapan Tuhan.17.
Dalam Perjanjian Baru menuliskan bahwa + 15 kali dengan makna
yang berbeda sebagai berikut leitorgia, leitorgew, lwitougoz ; yang
mengandung makna:
1. Menunjuk kepada tugas imam (Luk
1:23; Ibr 9:21; 10:11
2. Menguraikan pekerjaan Kristus (Ibr
8:2; 8:6)
3. Pekerjaan Rasul dalam PI kepada
orang Kafir (Rm 15:6)
4. Kiasan untuk kepercayaan (Flp 2:17)
14
H.A. Vandop, “Hakikat dan Makna Liturgi” (ed) Rainy M.P. Hutabarat dkk dalam Liturgi
dan Komunikasi. (Jakarta: Yakoma PGI, 2005), 104.
15
F.D. Wellem. Kamus Sejarah Gereja.(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1997), 63
16
Shirato Syafei, “Ibadah Yang Benar” (ed) Rayni M.P. Hutabarat, Ibid., 87.
17
H.A. Van Dop.,Ibid, 104 -105

7
5. Menunjuk kepada pekerjaan malaikat-
malaikat (Ibr 1:7,14)
6. Mengacu kepada jabatan pemerintah
(Rm 13:6)
7. Pengumpulan persembahan untuk
orang miskin (Rm15:27;’ 2 Kor 9:12;Flp 2:. 25; Flp 2:30; Flp 4:18)
8. Sebagai kumpulan orang berdoa dan
18
berpuasa (KPR 13:2).

Pemaparan di atas sama dengan yang ditulis Van Dop dalam buku
”Liturgi dan Komunikasi” demikian:
”Kitab-kitab Perjanjian Baru, pengertian (leitourgia, leiturgos dan kata
kerja letourgein) dipakai tetapi hanya satu kali untuk pengertian liturgi
dalam arti ibadah khusus, yakni beribadah bersama-sama kepada Tuhan
(KPR 13:2) dan itupun hanya oleh sebagian jemaat; yang lain-lain
dipakai dalam arti pengabdian yang lebih umum (oleh imam, oleh
Kristus, oleh para malaikat, oleh Rasul-rasul, oleh pemerintah atau untuk
pelayanan kasih secara diakonia)”19

Gereja Purba hampir tidak mempergunakan istilah ‘liturgi’ seperti


yang dimaknai pada masa kini sebab dianggap hanya untuk jabatan yang
dikultuskan bagi para imam. ‘Leiturgia‘ juga dapat menunjuk kepada
kehidupan sebagai orang Kristen, tugas malaikat, jabatan penatua dan uskup.
Selanjutnya dipakai dalam pelaksanaan ibadah sehubungan dengan perayaan
perjamuan kudus; dalam arti inilah istilah ‘liturgi’ makin memperoleh
tempatnya dalam theologi Katolik Roma yakni hanya bagi pelayanan khusus
dalam gereja saja sehingga pengaruh pemikirannya terpola dalam
perkembangan pengertian liturgi seterusnya hingga masa kini.
Pada masa Reformasi para reformator tidak sama sekali memakai kata
“liturgi’ tetapi istilah ini diambil dari Gereja Anglikan (sebutan untuk Gereja
Inggris; gereja ini adalah sebuah gereja yang memisahkan diri dari Gereja
Katolik Roma pada Tahun 1531 atas keputusan raja Henri VIII hendak
menceraikan istrinya Catharina dari Aragon agar ia dapat menikahi Anna
Boleyn: namun Paus tidak mengijinkan sehingga ia tidak mengakui kekuasaan
Paus atas jemaat-jemaat di Inggris ”gereja Anglikan sangat dipengaruhi oleh
ajaran reformasi”)20 dan Gereja Orthodoks (Bhs Yunani ”orthos” artinya
”lurus” dan ”dogma” artinya ”ajaran” aliran ini berpegang pada Alkitab tanpa

18
G. Riemer., Ibid.,10 - 11
19
H.A. Van Dop.,Ibid, 105
20
F.D. Wellem, Ibid., 14

8
kritik yang mengurangi kebenaran Alkitab. Jadi ortodoks berarti baik) 21. Kata
‘liturgi’ mulai dipakai dalam lingkungan Reformasi kira-kira tahun 1550.
Gereja masa kini biasanya menamakan ibadahnya suatu “liturgi’ ;
kebiasaan ini terdapat dalam banyak gereja. ‘liturgi’ sudah menjadi istilah
teknis dalam Ilmu Theologi untuk menunjuk kepada perkumpulan jemaat
untuk beribadah dengan tata kebaktian. Bila dikaji dengan teliti maka kata
“liturgi’ dalam Alkitab sebenarnya hampir tidak ada dasar leterlek untuk
membenarkan kata ‘liturgi’ seperti pengertian masa kini. Bila dimengerti arti
kata ‘liturgi ‘ dalam Alkitab maka dengan sendirinya pengertian liturgi akan
sangat berbeda pengertiannya dengan pemahaman tentang ‘liturgi’ pada
umumnya (sebagai tata aturan dalam menjalankan tugas dalam ibadah jemaat)
tetapi mengacu pada keseluruhan hidup Orang Percaya.

BAB. IV
LITURGI DALAM ALKITAB
Pada dasarnya liturgi tidak dengan sendiri dimunculkan oleh organisasi-organisasi
gereja tertentu tetapi pada prinsipnya Alkitab menjelaskan tentang bagaimana ibadah
itu harus dijalankan dengan benar dan tertib yang dilaksanakan dengan pengertian
yang benar. Karena itu pada bagian ini, dipaparkan tentang liturgi berdasarkan
Alkitab.
IV.1. Liturgi dalam Perjanjian Lama
Ibadah Israel berpusat pada Yahweh. Tidak terdapat suatu uraian khusus
tentang ibadah baik perorangan maupun suatu komunitas. Yang ditemui
adalah beberapa susunan ibadah, misal mengenai pentahbisan Bait Allah di
Zaman Raja Salomo (2 Taw 5-7) ketentuan-ketentuan tentang bagaimana
ibadah korban itu dilaksanakan lihat dalam Imamat 6-7 rumusan liturgi yang
diucapkan, tindakan seremonial dan penjelasan lainnya.22 Rumusan-rumusan
liturgis banyak terdapat dalam kitab mazmur yang berhubungan dengan
persembahan korban; demikian juga dalam kitab-kitab yanng lainnya dalam
Perjanjian Lama.

21
Soedarmo, Ibid.,61
22
A.F. Parengkuan, “Ibadah Gereja Protestan Di Indonesia” (Penyunting) Tom Therik dan
Lintje Pellu dalam Ibadah, Liturgi Dan Kontekstualisasi. (Kupang: Artha Wacana Press, 2000).14.

9
1. Ungkapan-Ungkapan Liturgis Dalam Kitab Mazmur
Saat yang terpenting dalam dalam kehidupan agamani orang-orang yang
beribadah, baik pribadi maupun persekutuan; contoh Maz 24 suatu arak-
arakan menuju Bait Allah, umat berseru: Siapakah yang boleh naik ke
gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri ditempat-Nya yang kudus?
Seorang Imam menjawab (bdn Maz 15) “orang yang bersih tangannya
dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan dan
yang tidak bersumpah palsu…”. Salah seorang pemimpin prosesi
kemudian berseru: ‘Itulah angkatan orang-orang yang menanyakan Dia,
yang mencari wajah-Nya , ya Allah Yakub.” Pada waktu orang-orang
Israel mengangkat Tabut Perjanjian: “Angkatlah kepalamu hai pintu-pintu
gerbang supaya masuk Raja Kemuliaan”. Dari dalam terdengar suara
bertanya: “Siapakah Raja Kemuliaan?” Mazmur ini mengemukakan
adanya liturgi/ tata ibadah (Maz 24; 68; 132.)
2. Persembahan Kurban
Ibadah/liturgi secara harafiah berarti kebaktian yang menggunakan cara-
cara yang sudah ditetapkan. Kata ini pada mulanya digunakan dalam
bidang sekuler untuk pelayanan umum bagi negara. Kemudian kata ini
digunakan dalam bidang religius ”pelayanan kepada dewa-dewa”.23
Karenanya manusia menyediakan apa yang dewa-dewa butuhkan dan
inginkan. Tujuan utama ibadah untuk melayani dan mengambil hati para
dewa terdiri dari tindakan mencium patung dewa-dewa (1Raj 19: 18 dan
Hos. 13:2) melambangkan apa yang dilarang di Israel. A.F. Parengkuan,
menulis:
”Dalam perkembangannya orang Israel mengenakan pengertian
ibadah itu dalam pelayanan yang ditujukan kepada TUHAN,
ALLAh Israel seperti tindakan-tindakan penyucian diri dengan cara
membasuh pakaian (Im. 14:8-9), mengadakan korban persembahan
untuk penyingkiran kecemaran yang masih ada, batu-batu permata
untuk menolak kuasa-kuasa jahat (bdn Hos 2:13) dan mengenakan
jubah yang segar dan bersih. Juga seorang yang beribadah
hendaknya memberikan suatu kepada Tuhan; misal Kel 23:15 :”
Jangan orang menghadap kehadirat-Ku dengan tangan hampa”.
Dalam Zaman Musa, bagian hakiki ibadah ialah persembahan korban
bukan doa. Hal ini memperkuat hubungan dengan Allah. Contoh:
Elkana dan Samuel ( I Sam 1:3-8; 9: 12-24); juga pemenuhan suatu

23
M.E. Manton, Kamus Istilah Teologi. (Malang: Gandum Mas, 1995). 92.

10
nazar (Ams 7:14). Orang yang beribadah menyembelih hewan
korban, imam membakar gemuknya, memercikan darah di atas
mezbah (Im 10:12-20; I Sam 2:11-17). Pemberian persembahan lebih
menonjol dari persekutuan. Begitu pula dengan korban perdamaian
(Kej 89:20; 22:13; Bil 23:1-3; Hak 6:26; I Sam 6:14 dll). Hewan
yang disediakan seperti, lembu, kambing, domba ( Im 17:3) burung
merpati atau perkutut (Im 14:22).”24

Dalam Zaman Musa, bagian hakiki ibadah ialah persembahan


kurban; dalam Kamus Bahasa Indonesia ditulis: Kurban artinya berkorban;
menjadi korban; menderita (rugi dsb); untuk menyatakan kebaktian,
kesetiaan, dsb; memberikan sesuatu sebagai korban: rela memberi sesuatu
sebagai bukti kebaktian dan kesetiaan 25; dengan kata lain persembahan
kurban berarti memberikan korban sebagai pernyataan kebaktian. Hal ini
memperkuat hubungan dengan Allah. Contoh: Elkana dan Samuel ( I Sam
1:3-8; 9: 12-24); juga pemenuhan suatu nazar (Ams 7:14). Orang yang
beribadah menyembelih hewan korban, imam membakar gemuknya,
memercikan darah di atas mezbah (Im 10:12-20; I Sam 2:11-17).
Pemberian persembahan lebih menonjol dari persekutuan. Begitu pula
dengan korban perdamaian (Kej 89:20; 22:13; Bil 23:1-3; Hak 6:26; I Sam
6:14 dll). Hewan yang disediakan seperti, lembu, kambing, domba ( Im
17:3) burung merpati atau perkutut (Im 14:22).
3. Masa Raya dan Pelaksanaan Kurban
Liturgi dikalangan umat Israel Tampak dalam pemeliharaan waktu-waktu
beribadah yang sudah diatur sepanjang tahun. Ada yang dilakukan setiap
minggu seperti hari sabat, setiap bulan, seperti perayaan bulan baru yang
pernah dikritik oleh nabi Yesaya karena tidak disertai dengan keadilan
sosial (Yes 1:13-15). Ada tiga masa Raya Yahudi adalah : Paskah,
Pentakosta dan Pondok Daun. Semua masa raya ini pada mulanya
berhubungan dengan kehidupan dibidang pertanian yang kemudian
berkembang dan dihubungkan dengan yang Tuhan Allah kerjakan bagi
Israel; Perayaan ini dapat dipahami sebagai berikkut
a. Perayaan Paskah. Kata yang juga perayaan Roti Tidak Beragi
dilaksankan pada bulan semi yang pertama dalam setahun. Dari segi
pertanian orang mempersembahkan buah sulung dari hasil kerjanya
24
A.F. Parengkuan, Ibid., 19.
25
Tim Penyusun.,526.

11
(Im 23:10) tetapi secara theologis dihubungkan dengan keluar dari
Mesir (Kel 12:17); Perayaan pembebasan bangsa Israel dari Mesir.
Anak-anak sulung orang Mesir dibunuh, tetapi pintu-pintu rumah
orang lbrani " dilewati " (lbrani Pesah berarti: melewati). Peristiwa itu
diperingati dengan mengadakan perjamuan Paskah di mana para
peserta "makan Paskah" yaitu makan "korban Paskah" atau anak
domba Paskah itu (Kel. 12:23-28, 43-51).
Kata pasca – mengingatkan pada Paskah Yahudi – berasal
dari kata Yunani pascha atau Ibrani pesach, artinya: melewati
atau menyeberangi (transitus). Perbudakan di Mesir telah dilalui
dan kini mereka menuju tanah perjanjian. Kata Paskah ini
dipergunakan dalam bahasa Ibrani, Denmark, Norwegia,
Spanyol, Itali, Prancis, Indonesia, dan sebagainya.26

Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus disebut "anak domba


Paskah" (1Kor. 5:7) atau "Anak Domba yang disembelih" (Wahyu
5:6). Untuk Jemaat Purba hari Paskah mendapat isi/ pengertian baru
secara theologis yaitu perayaan kebangkitan Tuhan Yesus.27
b. Hari Raya Pentakosta dilaksanakan 7 minggu sesudah paskah (Im
23:15) pada waktu panen berakhir Perayaan pengucapan syukur bagi
Israel atas hasil panen gandum. Pesta itu dirayakan tujuh minggu
(Yunani Pentakosta berarti: kelima puluh) setelah hari Paskah. Sebab
itu juga dikenal dengan nama "hari raya Tujuh Minggu" (Ul. 16:10).
Dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan turunnya Roh Kudus (Kis.
2).28
c. Perayaan Pondok Daun adalah perayaan selama 7 hari yang
dilakukan Israel pada bulan ke-tujuh (Tgl 15-21 Tisri) perayaan panen
buah anggur Zaitun.; perayaan ini dihubungkan dengan pengalaman-
pengalaman yang menakjubkan di antara orang Israel selama di padang
gurun.29 Dalam Kamus Alkitab Elektronik:
Perayaan pengucapan syukur bagi Israel atas hasil panen. Pada
perayaan itu orang tinggal dalam pondok daun sebagai peringatan
akan zaman pengembaraan dalam padang belantara (Im. 23:33-

26
Rasid Racman, Hari Raya Liturgi. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).77.
27
Kamus Alkitab Elekronik. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1974)…..
28
Ibid.,…..
29
A.F. Parengkuan., Ibid.,19

12
44). Pada zaman Perjanjian Baru hari raya itu masih dikenal (Yoh.
7:2).30
d. Haya Pendamaian Lihat (Im 23:26-31), Perayaaan Tahun Baru pada
1 Tisri (Bil 29:1-6) bila penanggalan dimulai pada musim gugur; hari
Raya Purim (Ester 9), Hari Raya Pentahbisan Bait Allah (Yoh 10:22)
IV.2. Liturgi Dalam Perjanjian Baru
Alkitab PB menyaksikan bahwa pada jemaat mula-mula sudah ada tata ibadah
yang dilakukan tetapi belum dalam pemahaman yang luas; hal ini dapat
dilihat sebagai berikut: Keadaan Peribadatan Jemaat Perdana, berbeda
dengan umat Yahudi yang merayakan ibadahnya pada hari Sabat; orang
Kristen mula-mula berkumpul pada pada hari pertama minggu itu. Ini
nampaknya dimulai sejak jemaat mula-mula merayakan hari kebangkitan
Tuhan Yesus. Persekutuan murid-murid Yesus masih tetap berkumpul di Bait
Allah Yerusalem (KPR 2:46), dalam satu bilik yang dinamakan serambi
Salomo (KPR 5:12), murid-murid juga, memiliki satu tempat juga untuk
berkumpul diperkirakan adalah rumah/ bilik atas ( KPR 1:13) di situlah
mereka mengadakan perjamuan malam terakhir bersama Yesus dan sangat
mungkin adalah rumah ibu Yohanes Markus (Mrk 14:15 bdn Yoh 20:19).
Ketika jemaat berkumpul mereka mengadakan baptisan, tekun dalam
pengajaran rasul-rasul, memecahkan roti (perjamuan kudus) dan berdoa (KPR
2:14). Inilah yang menjadi unsur-unsur tetap dalam ibadah jemaat mula-mula.
Menyanyikan puji-pujian adalah bagian dalam ibadah jemaat, walaupun tidak
disebut dalam KPR 2:4 tetapi berdasarkan KPR 16:25 dapat dikatakan bahwa
para murid sangat gemar menyanyikan puji-pujian (bdn Kol 3:16). Jadi
’liturgi’ dalam PB sebenarnya tidak sepenuhnya mengacu pada perkumpulan
jemaat yang beribadah; hanya dalam KPR 13: 2 kata ‘liturgi’ dipakai untuk
menerangkan suatu persekutuan orang Kristen (yaitu beberapa nabi, pengajar
yang bernama Barnabas, Simeon, Lukius, Menahem dan Saulus) yang
beribadah (berliturgi) kepada Allah dan berpuasa; Dengan demikian
berdasarkan nas inilah dapat dibenarkan kebiasaan Gereja untuk
mengistilahkan ibadahnya sebagai ‘liturgi’.31 Dalam konsep bersekutu dan
berbakti bersama di suatu tempat dengan tata ibadah berlaku. Maka dapatlah

30
Kamus Alkitab Elektronik., Ibid., …..
31
G. Riemer, Ib id., 12-13

13
dimengerti bahwa liturgi melampaui pengertian ibadah dalam persekutuan di
tempat; seperti yang dikemukakan oleh Chirtina Mandang:
Sejajar dengan kata ”lturgi” adalah kata ”ibadah”. Ibadah berasal dari
bahasa Arab ebdu (hamba, yang sama artinya dengan bahasa Ibrani
abodah). Artinya, perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Tuhan.
Ibadah yang sejati tidak terbatas di gereja, tetapi terwujud dalam sikap
hidup sehari-hari melalui aksi. Aksi ibadah meliputi pelayanan,
tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sebagainya. Menurut Paulus, inti
ibadah Kristen adalah mempersembahkan hidup kepada Tuhan (Roma
12:1). Dengan kata lain harus ada hubungan antara ibadah dan sikap
hidup sehari-hari.32

Jadi dapatlah dimengerti bahwa beribadah/ berliturgi (kata liturgi/


Ibadah dimengeti dalam arti yang sama yakni seluruh hidup yang berbakti
untuk melayani Tuhan dalam kehidupan) bukan hanya terbatas pada saat
bersekutu bersama dalam satu tempat dalam proses ibadah melainkan liturgi
itu adalah seluruh aspek hidup yang berbakti kepada Tuhan yang tidak terikat
pada satu tempat bersekutu saja.

BAB. V
PERKEMBANGAN PARADIGMA LITURGI LITURGI
Pada bagian ini penulis menekankan pada pengaruh perkembangan dalam liturgi
sehingga sejarah perkembangan bukan menjadi penekanan tetapi lebih mengarah
kepada konsep pergeseran pemaknaan yang mempengaruhi pemikiran tentang makna
liturgi dalam aras praktis; maka secara garis besar akan diuraikan tentang pemahaman
dan pelaksanaan serta perkembangan liturgi pada tiga masa sebagai representatif dari
perkembangan paradigma liturgi dan pada bagian akhir dipaparkan keterangan umum
dan singkat tentang liturgi pada gereja-gereja modern.
V .1. Paradigma Liturgi Zaman Gereja Awal (Masa Gereja Perdana)
Liturgi Gereja pada Masa ini (50 – 500) dianggap sebagai hal yang paling
penting dalam sejarah liturgi.33 Dipengaruhi sistim peribadahan Yahudi di
Sinagoge; seperti yang diungkapkan oleh Rasid Rachman:
Sinagoga adalah didaskaleia, pengajaran, yaitu satu tempat di mana
pengajaran disampaikan. Apabila rumah Ibadah itu disebut, maka disebut
pula kegiatan yang terjadi di sana, yaitu mengajar. Kegiatan belajar
mengajar digabungkan dengan berdoa, sehingga terbentuklah pola

32
Christina Mandang “ Musik Gereja dan Liturgi Nyanyian Jemaat Dalam Ibadah” (ed) Rainy
M.P. Hutabarat dkk dalam Liturgi dan Komunikasi. (Jakarta: Yakoma PGI, 2005),) , 140
33
G. Riemer. Ibid.,107

14
pelopor kebaktian. Dengan demikian terjadi “perkawinan” antara
pendidikan dan kebaktian”34

Dari kutipan di atas dapatlah dikatakan bahwa umat yang beribadah


dan para pelayan yang bertugas dalam ibadah memperoleh pengajaran tentang
liturgi “tata ibadah” dengan melihat dan mengalami sendiri. Dengan demikian
umat dan para petugas dalam ibadah menjadi terlatih dalam pendarasan
Mazmur-mazmur, pembacaan Taurat secara leksionaris (Pembacaan Kitab
Suci secara terencana dan utuh)35, tata gerak liturgis (bdn. Lukas 4:16-21);
tentang Yesus yang bertugas membaca Alkitab di sinagoge pada hari Sabat
dan tata pengucapan kalimat dalam liturgis/ibadah.
Selain keterangan di atas, unsur-unsur liturgi dalam ibadah jemaat
mula-mula cenderung sangat memberi perhatian pada pelayanan diakonia
dengan memberi persembahan syukur, bahkan ada yang bersedia menjual
tanah dan rumahnya untuk dipersembahkan bagi pekerjaan pelayanan rasuli
(Kis 4:34-35). Hal memberi persembahan dikembangkan sampai kepada
jemaat-jemaat di luar Yerusalem karena persembahan dipandang sebagai
kasih karunia Allah untuk membantu yang lemah agar terjadi keseimbangan
(2 Kor 8:5).
Rasul Paulus juga memberi penekanan dalam pembinaan jemaat Roma
(Rm. 12:1-2) dan kemudian diarahkan lagi oleh persekutuan Kristen dibawa
pengaruh Yakobus dengan pemahaman bahwa ibadah yang murni dan yang
tak bercacat dihadapan Allah adalah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda
dalam kesusahan mereka dan menjaga diri orang percaya agar jangan sampai
tercemar oleh dosa/ dunia (Yak 1:27). Diakhir abad pertama, pemahaman
ibadah telah diisi dengan pengajaran yang lebih bersifat dogmatis yakni
menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran praktis (Yak 4:24).

V.2. Paradigma Liturgi dalam Ibadah Jemaat Pada Abad Pertengahan (600 –
1500)36
34
Rasid Rachman, ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini” dalam Jurnal
Teologi PROKLAMASI edisi No.6/Th. 3/2004 – 2005. (Jakarta: Unit Publikasi & informasi (UPI) STT
Jakarta 2004), 82.
35
Edward Foley, “Pembacaan Secara Leksionaris” (ed) Rasid Rachman., Ibid.
36
G. Reimer., Ibid., 144.

15
Pada abad Pertengahan, proses dan cara pendidikan liturgika
berkembang dengan simbolisasi. Antara lain: 1) benda-benda: Alkitab, lilin,
dupa, garam, air, roti, cawan; 2) tata gerak: berjalan, membuat tanda salib,
berlutut; 3) Tata perabot: bejana baptisan, altar; 4) tata respon: melihat warna
warni busana iman, mencium asap dupa, mendengar pendarasan Mazmur,
mengecap komuni; 5) tata seni: lukisan dinding, lukisan kaca; dan 6) tata
ruang: kiblat ke Timur area, area imam, area prosesi.
Tampilan liturgi dan sakramen dibuat sedemikian rupa sehingga
menimbulkan kekaguman; hal ini dilakukan untuk menampilkan kesan dan
keindahan melalui simbolisasi diutamakan untuk mengajarkan dan
menyalurkan tradisi imam. Hal ini diperoleh dengan menggali tradisi ritus
yang telah ada sejak gereja awal.
Menampilkan kesan dan keindahan liturgis hanya dapat diperoleh
melalui tampilan para pelayan liturgi yang tampil terlatih dan memahami
makna setiap unsur liturgi. Dengan demikian seluruh pelayan liturgi
”merupakan persembahan suci kepada Tuhan dan sekaligus sebuah ”sistim
pengajaran” yang membina para warga Kristen. Pembinaan ini berdampak
langsung bukan hanya pada pengenalan akan iman Kristen dan Kitab Suci,
tetapi juga pada pembelajaran tentang liturgi itu sendiri. Tampilan liturgi
dengan sendirinya mengajarkan kepada umat tentang arti liturgi sekalipun
mereka buta huruf.37
Pada masa ini juga, corak liturgi mengakibatkan jarak yang jauh antara
klerus dan kaum awam38; “Klerus/ cleric – (Yun. ‘pewaris, dipilih dengan
undian). Istilah umum untuk orang-orang yang menerima tahbisan diakon,
iman, uskup”.39 Sedangkan awam: “Laity – (Yun. ‘umat’). Orang beriman
yang menjadi warga penuh gereja melalui baptisan, penguatan komuni
‘perjamuan’ (1Pet. 2:9-10), tetapi tidak menerima pentahbisan suci dan
menjadi klerus”.40 Hal ini mengakibatkan semakin membedakan pengertian
liturgi sebab ritus dianggap sangat penting untuk memperoleh keselamatan

37
Rasid Rachman., ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini”.,Ibid., 84.
38
G. Riemer., Ibid., 51
39
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid.,147.
40
Ibid.,35.

16
dan dalam sakramen-sakraman ada kepastian tentang keselamatan, bukan
dalam kepercayaan kepada Firman Tuhan”41.
Demikianlah pada masa ini terjadi perubahan paradigma yang
mengarah kepada peningkatan mutu ibadah tetapi terjadi pergeseran
pemahaman dalam fungsi yang membedakan antara pelaksana tata ibadah dan
orang percaya pada umumnya serta yang sangat membahayakan yaitu
pergeseran konsep keselamatan berdasarkan pelaksanaan sakramen bukan
pada anugerah dari Tuhan.
V.3. Paradigma Liturgi Dalam Ibadan Jemaat Pada Abad Reformasi
Reformasi gereja abad ke-16 memiliki sasaran pembaharuan atas gereja
yang telah merosot secara theologis, moral dan spiritual. Untuk
mengatasinya, Marthen Luther seorang guru besar di Universitas
Wittenberg mencari dan menyingkirkan dari gereja segala yang
bertentangan pengajaran Alkitab. Gereja hendaknya menjadi “gereja yang
berziarah”, yang ditekan, disengsarakan tetapi pada saat yang sama
membawa kesaksian Injili.42
Khotbah “Rasionalisasi dan verbalisasi Katekismus/ ajaran sehari-
hari”; ibadah-ibadah harian, khotbah atau katekismus – keduanya sama-sama
menggunakan metode verbal dan oral, baik didengarkan maupun dibaca –
dilakukan di gereja secara komunal dan di rumah secara personal 43 terhadap
simbol-simbol. Pengertian tentang gereja sering nampak dalam upacara-
upacara keagamaan dan simbol-simbol keagamaan yang dilakukannya
walaupun itu tidak dijamin secara alkitabiah. Dengan penekanan yang lain,
Johanes Calvin berpendapat bahwa:
Makna satu-satunya dari pembaharuan gereja adalah kembali keprinsip-
prinsip dasar alkitabiah yang secara langsung diberlakukan di dalam
gereja mula-mula. Kalau ini dilakukan makna gereja dapat berjalan maju
dalam kemenangan, yakni kemenangan di bawah rajanya, yakni Kristus
yang bangkit dan menang.44

Sumbangsih Calvin terhadap pendidikakn liturgi tidak jauh berbeda


dengan Luther (pemberitaan firman, pembacaan Alkitab dan pengajaran
menjadi penekanan). Nyanyian Mazmur , menjadi metodenya. Calvin banyak
menulis aturan dan ajaraan tentang liturgi sebagaimana tertuang dalam
institutio, dokumen, formula liturgi dan katekismus. Selain alasan

41
G. Reimer., Ibid.,151.
42
A.F. Parengkuan, Ibid.,20.
43
Rasid Rachman., ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini”.,Ibid., 84.
44
A.F. Parengkuan, Ibid.,20-21.

17
keseragaman, hal tersebut dimaksudkan agar orang tidak bergantung pada
misteri tapi pada penjelasan rasional juga.
Penjelasan rasional harus menjadi pegangan bagi sakramen-sakramen,
doa, nyanyian, mazmur-mazmur. Umat bukan menjadi penonton didalam
liturgi dan sebaiknya umat tidak mengamini apa yang tidak
dimengertinya. Tetapi umat harus memahami maknanya.45

Luther dan Calvin tidak menghilangkan unsur-unsur liturgi yang sudah


digunakan oleh liturgi Roma. Hal-hal yang baik yang tidak perlu
diperdebatkan tetap dipertahankan; Contoh: Luther tetap menggunkan
leksionari sebagaimana gereja saat itu yakni pembacaan surat dan Injil untuk
hari minggu. Demikian juga Calvin memberikan peluang untuk doa bebas
personal (doa hening) dalam ibadah umat; pengakuan dosa diikuti oleh berita
anugerah (tidak disalingi nyanyian); di awal ibadah pendeta berdiri di depan
altar; hanya diwaktu khotbah pendeta ke mimbar, dan kembali ke altar ketika
perjamuan kudus. Calvin mau mendidik jemaat agar fungsi mimbar dan altar
dalam ruang ibadah dan utama dalam liturgi.46 Kalau ini telah diberlakukan
maka gereja dapat berjalan maju dalam kemenangan dibawa Rajanya yaitu
Yesus Kristus yang bangkit dan menang.
Esensi Ibadah Reformasi; Ibadah kepada Tuhan Allah secara
esensial/ mendasar adalah spiritual; ini berarti dalamnya tidak begitu tampak
tindakan-tindakan lahiriah melainkan ibadah itu muncul dari bagian terdalam
kehidupan umat manusia yakni dalam hati. Setiap orang memeiliki kebutuhan
ibadah karena hal ini secara mendasar membedakannya dari hewan. Ibadah
yang benar hendaknya juga “didalam Roh” Allah, karena manusia tidak dapat
beribadah dengan cara yang benar kecuali Roh Allah menyanggupkan dia
melakukannya.
Jean Jagues von Allmen dalam bukunya ”Worship: Its Theology and
Practice” yang ditulis dalam tradisi Reformasi dari Swiss tentang Ibadah
Kristen dan dikutip oleh James F. White sebagai berikut:
Ibadah Kristen sebagai rekapitulasi (pengulangan) dari apa yang telah
diperbuat Allah. Ibadah, katanya , ”memuliakan dan menegaskan secara
baru proses sejarah keselamatan yang telah mencapai puncaknya dalam
intervensi Kristus kedalam sejarah manusia, dan melalui peringkasan
serta penegasan yang selalu diulang ini, Kristus melanjutkan karya
45
Rasid Rachman.,Ibid., 85.
46
Ibid., 86.

18
penyelamatan-Nya melalui karya Roh Kudus .”Ibadah seperti itu terikat
erat sekali dengan tawarikh alkitabiah peristiwa-peristiwa penyelamatan
itu. Ibadah memberikan ringkasan yang menyegarkan tentang apa yang
dilakukan Allah dan tentang antisipasi yang kembali diperbaharui dari
apa yang masih akan terjadi.47

Dilanjutkan dengan pendapat dari White, bahwa:


Sangat berbeda dengan ibadah umumnya, ”ibadah Kristen” ia
menegaskan, ”adalah tindakan supernatural, kehidupan supernatural”
yang melibatkan ”tanggapan yang khas terhadap penyataan yang khas”.
Ibadah Kristen mempunyai ciri khas yang konkrit karena dia ada hanya
melalui ”gerakan dari Allah yang kekal itu kearah ciptaan-Nya, bahwa
perangsang diberikan kepada ibadah manusia yang terdalam, dan daya
tarik dibuat untuk kasih pengorbanan-Nya...Doa dan...perbuatan, adalah
cara-cara yang didalamnya ia menjawab sapaan Firman itu.48

Bagi orang Kristen dalam semua ibadah Kristus diimani sebagai


Tuhan dan Juru Selamat, hanya dengan iman kepadanya maka ibadah akan
diterima oleh Allah. Sebab hanya Kristus-lah perantara satu-satunya antara
Allah dan manusia. Ibadah demikian adalah ibadah yang benar, yang manusia
ungkapkan dalam pujian, doa, dan dalam mendengarkan serta melakukan
dalam tindakan yang Tuhan Allah firmankan . Otoritas akhir bagi semua
prinsip ibadah kepada Allah terletak dalam Alkitab.
V.4. Paradigma Liturgi dalam Ibadah Jemaat Pada Abad Modern
Gereja Protestan di Indonesia (GPI)
Pola pikir Calvin pada abad ke-16 kadang-kadang masih muncul dalam gereja-
gereja Protestan di Indonesia; bahwa liturgi lahir dari: 1) Ketetapan
persidangan yang menetapkan aturan-aturan, 2) Keseragaman menurut
kemauan persidangan. Kebiasaan tersebut terbawa sampai ke Indonesia.
Liturgi tidak dianggap sebagai perayaaan kebaktian melainkan sebagai
”menjalankan aturan-aturan” yang ditetapkan oleh persidangan.49
Rapat gereja Batavia pada tahun 1624 menetapkan agar peribadahan gereja
di Indonesia sedapat mungkin seragam dengan yang dilakukan oleh gereja
Calvinis di Belanda. Hal yang sama terjadi pada gereja Tapanuli yang
mengikuti liturgi Gereja Uniert di Jerman. Hingga pertengahan abad ke-
20, mencari cara agar memiliki liturgi yang seragam masih menjadi salah
satu ciri gereja-gereja Protestan di Indonesia. 50

47
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).8.
48
Ibid. 9.
49
Rasid Rachman., ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini”.,Ibid.,86.
50
Ibid.86.

19
Hingga kini, Gereja Protestan di Indonesia lebih memfokuskan liturgi
pada khotbah atau musik gereja. Khotbah tidak hanya menjelaskan Kitab Suci,
tetapi juga memasukan hal-hal lain yang enteng sehingga menjadi panjang
sehingga tidak proposional. Contoh: dalam Persekutuan Doa: bukan Kitab Suci
yang utama di beritakan tetapi khotbah yang mendominasi ibadah; Liturgi
dipahami oleh Gereja Ortodoks: sebagai tempat belajar iman; Liturgi
dipahami oleh Gereja Roma Katolik: Sebagai saat memperdalam pengetahuan
iman; Gereja Pentekostal di Indonesia (GPdI) pada umumnya memiliki
liturgi tapi tidak ditulis dalam suatu format khusus tetapi secara praktis
dilakukan pada waktu ibadah dan lebih menekankan tentang kesaksian serta
karunia –karunia teristimewa tantang ”bahasa roh”; Gereja Bethel Indonesia
(GBI) pada umumnya melaksanakan liturgi secara praktis dan hampir mirip
dengan GPdI tetapi penekanan pada GBI yaitu pujian-penyembahan dan
kesembuhan Ilahi.
Perbedaan-perbedaan di atas merupakan suatu penekanan aplikatif dari
masing-masing aliran guna mengekspresikan konsep theologinya dalam ibadah
karena itulah maka penampakan suatu liturgi berfariatif berdasarkan
pemahaman denominasi tetapi pada umumnya Doa, Nyanyian, Firman Allah,
khotbah, persembahan dan berkat selalu menjadi bagian dari pelaksanaan
ibadah pada semua denominasi yang disebutkan.
Sebelum dipaparkan tentang unsur-unsur yang ada dalam liturgi pada
umumnya, bagian selanjutnya akan dipaparkan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pola liturgi secara garis besar.

BAB VI
FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK LITURGI
Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya hal (keadaan, peristiwa) yang
ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu.51 Dalam hubungan dengan
bagian ini dapatlah dimengerti bahwa dalam pembentukan suatu pola liturgi
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:1)Faktor Alkitab; Alkitab menjadi dasar
bagi adanya liturgi sebab konsep dasar yang melatar belakangi adanya liturgi adalah
Alkitab ”kalau tidak ada di Alkitab maka sudah pasti tidak ada liturgi Kristen” dengan
51
Tim Penyusun. Ibid., 273.

20
kata lain; gambaran dari yang sudah ada dalam Alkitab diadopsi kedalam suatu format
baru, seiring dengan perkembangan waktu dan kebutuhan ibadah dalam proses
bergereja sepanjang sejarah. 2)Faktor Ajaran Gereja; sesuai dengan konsep
bergereja yang terus berkembang dalam proses peribadahan maka Gereja terus
menggali dan berupaya mengaktualisasikan pengajaran alkitabiah melalui peristiwa
ibadah. 3)Faktor Persekutuan Gereja; komunitas bergereja memiliki warna dan
gaya pada konteksnya yang khas, karena itu kebutuhan pada komunitas persekutuan
menjadi faktor pendorong untuk membentuk suatu liturgi yang dianggap dapat
menjawab kebutuhan spiritual komunitasnya. 4) Faktor Sejarah Gereja; sejarah
Gereja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi liturgi sebab warna
yang khas dari satu komunitaas akan menjadi suatu identitas yang dianggap sebagai
penghormatan/ kebanggaan terhadap jerih lelah para pendahulunya, karena itu
pembentukan liturgi pada konteks ini merupakan warisan bagi komunitas dan menjadi
ciri khasnya dalam peribadahannya. 5) Faktor Missioner; faktor ini merupakan suatu
dorongan yang berupaya untuk membentuk liturgi sesuai dengan warna
penatalayanannya guna menunjang pergerakan kekhasan semangat misionernya. 6)
Faktor Kebudayaan; kebudayaan tidak dapat terhindarkan dari pergerakan Gereja.
Di manapun Gereja hadir maka di situ sudah pasti ada kebudayaan dan di dalam
kebudayaan itu terdapat kekhasan dari manusia-manusia yang membentuknya.
Kehadiran Gereja dalam konteks ini mendapat tugas konkrit yang harus menjawab
kebutuhan kebudayaan tersebut karena itu; inovatif dan kreatifitas Gereja membetuk
liturgi guna menjawab kebutuhannya sesuai dengan kebudayaan tersebut ”bukan
sinkritisme”. 7) Faktor Etnologis dan Antroplogis; faktor ini merupakan realitas
yang dihadapai Gereja, ketika Gereja hadir maka konteks ini menjadi tanggung jawab
Gereja ”kebutuhan beribadahnya” dengan demikian liturgi menjadi sarana aktualisasi
jati diri yang memberi penghormatan kepada Tuhan berdasarkan konteks yang
famililiar dengan ciri khasnya. dan 8) Faktor Dunia Gereja52; dunia bergereja
merupakan realitas sosial yang terus bergerak maju karena itu bergereja dalam
konteks ini selalu berupaya untuk menjawab dinamika yang ada, guna mendapat
formula yang berusaha menjawab dinamika global yang terjadi dengan memformulasi
beribadah dalam konteks yang sedang bergerak.

52
G. Riemer. Ibid.,

21
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan realitas dalam proses berliturgi.
Tetapi pada intinya, pembentukan liturgi tidak ada dasar lain untuk
membenarkannya selain Alkitab sebagai petunjuk dasarnya, dogma dalam ajaran
Kristenpun mendukung adanya pola liturgi, persekutuan gereja/ denominasi juga
berperan dalam pembentukan suatu pola atau model liturgi; dalam sejarah gereja
liturgi selalu mengalami pergeseran pembentukannya, demikian juga dalam
pergerakan gereja lokal tidak terhindarkan dari pembentukan pola/ bentuk ibadahnya
berdasarkan misi gereja tersebut. Kebudayaan yang beranekaragampun turut serta
mewarnai pembentukan liturgi baik itu dalam sub. Budaya berdasarkan komunitas
homogen maupun heterogen.
Faktor dunia gereja sangat berperan dalam pembentukan pola ibadah sebab
dalam eksistensinya tidak dapat menghindar dari pengaruh ekonomi, keadaan iklim
serta keadaan politik; pembentukan pola liturgi dipengaruhi situasi dan kondisi ini.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa pembentukan pola liturgi dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang tidak dapat dipungkiri eksistensinya karena itu pembentukan liturgi
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tetapi dapat dipertanggung jawabkan
pembentukannya secara vertiakal (kepada Tuhan) dan horisontal (kepada sesama).
Selanjutnya akan dibahas tentang unsur-unsur liturgi yang dimaknai dalam bagian-
bagian yang pada umumnya menempati tata liturgi dalam kebaktian.

BAB VII
KESENIAN DALAM LITURGI
Ibadah Kristen berhubungan erat dengan nilai-nilai seni; tiga unsur yang sangat
menonjol dalam kaitannya dengan seni adalah: Musik, tempat ibadah dan simbol-
simbol yang dipakai di dalamnya. Seni musik juga dapat dihubungkan dengan dunia
tari, pembacan puisi, sendratari (seni drama dan tari) dll. Seni arsitektur maupun
simbol-simbol lainnya adalah alat bantu dalam ibadah.
Maksud ibadah diungkapkan dalam Maz 29:3, “berikan kepada Tuhan
kemuliaan nama-Nya, sujud kepada Tuhan berhiaskan kekudusan” menunjukan
kepada keindahan. Seni membantu orang Kristen untuk beribadah kepada Tuhan
dengan berhiaskan kekudusan. Pada bagian ini, akan diuraikan tentang ketiga hal
tersebut:
VII.1. Musik

22
Alkitab menyaksikan dengan jelas bahwa musik, baik paduan suara maupun
instrument adalah unsur-unsur yang mempunyai tempat yang tepat dalam
ibadah pada umumnya. Pemazmur berkata: ‘muliakan Tuhan Allah di tempat-
Nya yang kudus dengan sangkakala, gambus (alat musik petik mirip kecapi)
dan tari-tarian, seruling serta ceracap (sejenis angklung)”. Dalam Ef 5:19
rasul Paulus menulis bahwa menggunakan Mazmur, Kidung Pujian rohani
yang dilakukan dengan segenap hati.
Paduan suara, solo, duet, trio dan kwartet dst, perlu diintegrasikan
dalam struktur ibadah bahkan bukan hanya sisipan atau salingan saja tetapi
dilakukan dengan selektif agar berbeda dengan hiburan/ pertunjukan.
VII.2. Tempat Ibadah (Arsitektur)
Parengkuan menulis dalam ”buku Ibadah, Liturgi dan Kontekstualisasi”,
sebagai berikut :
Pada hakekatnya peribadatan Kristen tidak menuntut perlunya suatu
tempat atau obyek yang berupa gedung dengan arsitektur yang
istimewa. Peribadatan Kristenpun tidak berpusat pada suatu benda kultis
seperi patung atau sejenisnya itu, yang dipelihara dan dilindungi dalam
gereja peribadatan Kristen juga memerlukan suatu peralatan yang
megah seperti altar. Kebaktian dapat dilakukan di ruang makan atau
bangsal rumah sakit atau lapangan terbuka. Namun demikian, selama
berabad-abad telah berkembang adanya arsitektur gereja yang
mengekspresikan pengertian iman Kristen tentang ibadah. Lagi pula
studi tentang ibadah secara historis tidak bisa dipisahkandari gedung-
gedung di mana ibadah itu dilaksanakan. Arsitektur hanya akan terasa
penting bilamana dihubungkan dengan konsep-konsep baru tentang
hakekat ibadah dan tentang gereja; gerakan dan cara-cara yang berbeda
dalam melakukan sesuatu.53

Dalam lingkungan gereja mula-mula, ibadah berpusat pada Perjamuan


Kudus karena itu itu ibadah dapat dilakukan di rumah pribadi, keadaan rumah
itu berhubungan erat dengan gaya arsitektur di mana rumah itu berada.
Pada perkembangan selanjutnya gereja berkembang dengan arsitektur-
arsitektur yang menggambarkan suatu kemegahan gedung dengan aksesoris-
aksesoris berdasarkan penekanan pada masanya. Hal ini menggambarkan
bahwa peribadahan yang dilakukan pada setiap masa berhubungan erat dengan
arsitektur pada jamannya dan dipengaruhi oleh pemahaman teologis pada
masa itu. Misalnya Pada abad pertengahan mempunyai fokus ibadah pada

53
Ibid., 60

23
kuasa Firman Tuhan Allah yang mengikat sehingga arsitektur yang ada
menggambarkan pandangan teologisnya yakni mimbar pada altar ditempatkan
pada posisi depan bagian tengah dengan maksud bahwa pusat penekanan pada
Firman Tuhan yang disampaikan.
Penekanan pada bagian ialah apakah gereja telah dirancang arsitektur
dan akustiknya, agar Firman Tuhan dapat diberitakan? Apakah gereja cukup
berfungsi dan desain gereja turut melayani kebutuhan suatu persekutuan yang
beribadah? Gereja perlu memperhatikan luarnya tetapi apakah gereja sudah
menjalankan fungsinya dengan benar dalam arsitektur yang menakjubkan?
James F. White, menulis:
”Gereja adalah umat, bukan bangunan. Tetapi perencanaan suatu
bangunan seringkali dapat membantu umat menemukan atau
menemukan kembali apa yang dimaksud dengan pertemuan dengan
Allah”.54

Selanjutnya White menjelaskan bahwa:


Bangunan itu bukannya tidak penting . Sesudah bangunan itu dibangun,
dia akan terus membentuk ibadah dalam citranya selama beberapa
generasi. Meskipun tidak seluruhnya benar bahwa bangunan itu akan
selalu berhasil, sekurang-kurangnya kita harus melihat di dalamnya
sekutu yang kuat dan lawan yang berat. Kesaksian akan hidup lebih
lama ketimbang para pembangunnya. Semakin saksama kita
mempelajari dan berefleksi tentang ibadah Kristen , kita akan semakin
lebih baik dan diperlengkapi untuk membantu merencanakan suatu
bangunan. Dengan demikian kita akan menjadi peralatan berharga dalam
membantu kita berbicara, bertindak dan menjamah dalam nama Allah.55

Jadi Arsitektur dalam ibadah Kristen sangatlah diperlukan tetapi hal itu
bukan menjadi prioritas meskipun hal tersebut berguna; maksudnya arsitektur
membantu menyaksikan kebenaran Firman Allah dan terus berkembang sesuai
dengan jamannya.
VII.3. Warna Dan Simbol-Simbol Dalam Liturgi
Gereja terus berkembang dengan sistim dan budaya yang terus bergerak/
dinamis. Berhubungan dengan perkembangan ibadah/ liturgi gereja tidak
terhindarkan dari simbol-simbol yang melekat pada perkembangannya karena
itu pada bagian ini akan di bahas tentang simbol yang terdapat dalam ibadah
Kristen:

54
James F. White. Ibid., 100.
55
Ibid

24
1. Pemakaian Warna Dalam Tahun Gereja
Pemakaian warna-warna tertentu dalam kehidupan sehari-hari telah
diasosiasiakan dengan suatu sifat dari seseorang, benda ataupun peristiwa.
Secara ilmiah merah diasosiasikan dengan darah, Kuning dengan energi,
putih dengan sucian,keemasan dengan perayaan dan pesta, ungu muda
dengan martabat dan gengsi, hijau pertumbuhan, biru terang dengan
pengharapan. Biru Tua,ungu tua dan hitam dengan kekecewaan dan
duka cita sedangkan warna tanah diasosiasikan dengan pemakaman.
Dalam gerejapun makna warna bermakna dengan refleksi theologis
sebagai berikut:
A Bagan Warna
Warna Ungu Digunakan pada perayaan minggu-minggu adven
dan minggu-minggu sengsara
Warna Putih/Emas Digunakan pada ibadah Natal. Paskah. Ibadah
peneguhan perkawinan
Warna Putih/ Digunakan pada hari kenaikan
Kebiruan
Warna Hitam Digunakan pada ibadah perayaan Jumaat Agung
Warna Merah Digunakan pada ibadah perayaan hari Pentakosta,
pengucapan Syukur dan ibadah pengutusan
Warna Hijau Digunakan pada minggu-minggu trinitas yakni
minggu pertama sesudah pentakosta sampai
minggu terakhir masa advén

Arti warna Liturgi tersebut sebagai berikut


Melambangkan tanah. Bumi tempat manusia
Warna Hitam
bergumul dengan kematian.
Melambangkan api kasih yang merangkum seluruh
Warna Merah gereja
Melambangkan kerajaan sorga yang dituju
Warna Biru
gereja
Hijau, Melambangkan harapan iman
Putih/warna Melambangkan suka cita yang suci
Keemasan Kemuliaan
Ungu Kesengsaraan dan keagungan Kristus 56

56
A.F. Parengkuan, Ibid. 54 – 55.

25
2. Simbol-Simbol
Simbol adalah suatu model komunikasi non verbal, yang mengungkapkan
pikiran-pikiran yang sangat dalam, yang tidak dapat diungkapkan dengan
kata-kata. Selanjutnya dengan lambang diasosiasikan konsep-konsep yang
tak dapat didefinisikan atau tidak dapat dipahami sepenuhnya. Simbol
berasal dari kata Yunani: sumbolon, suatu benda yang diingat.57
Dilanjutkan dengan penjelasan bahwa:
Bila ada dua orang bersahabat dan hendak memberi tanda bagi
persahabatan itu, mereka memberi sepotong dari benda yang sama.
Bila mereka bertemu kembali maka kedua potong benda itu
dicocokan sehingga mereka dapat mengingat lagi peristiwa yang lalu
ketika mereka membaginya.58

Hal seperti ini berlaku diantara orang-orang Kristen mula-mula;


Untuk saling mengenal orang Kristen menggunakan gambar-gambar
tertentu seperti ikan (Yunani Ikthus) sebagai akronim/ persamaan berarti
Yesus Kristus, sebagai Anak Allah Juruselamat. Bila dua orang bertemu
dan keduanya masih ragu apakah orang yang dihadapi percaya kepada
Yesus Kristus maka salah seorang menggambar bagian dari seekor ikan.
Bila orang tersebut dapat meneruskannya menjadi gambar yang utuh maka
mereka boleh merasa pasti bahwa orang baru yang dijumpainya adalah
penganut iman Kristen.
Dalam PB Yesus sering menggunakan simbol-simbol sebagai
instrument/ pengantar untuk menyatakan anugerah misal ketika Ia
mengambil air, roti/ anggur sebagai simbol bagi diri-Nya yang
menyelamatkan umat manusia. Orang-orang Kristen mula-mula
menghiasi dinding katakombe di gua-gua persembunyiannya di masa
penghambatan.
Dengan simbol-simbol yang menggambarkan realitas iman; Yunus
menjadi tanda kebangkitan Kristus, ikan mengingatkan Yesus memberi
makan kepada ribuan dengan lima roti dengan dua ikan dan

57
Ibid., 64.
58
Ibid

26
memerintahkan murid-murid-Nya mejadi penjala manusia. Disamping itu,
huruf alfa (A) dan omega (O) berbicara terus yang awal dan yang akhir.
Bahtera-kapal-perahu-melambangkan gereja. Dari semua simbol salib
adalah yang paling utama dalam kehidupan Kristen. Jangkar; Yesus yang
tersalib adalah tempat berpaut orang percaya. Seni adalah pemberian
Allah, Oleh karena itu hendaknya bila simbol digunakan dalam ibadah,
maka hendaklah dilakukan untuk kemuliaan Allah dan dalam kebenaran.
Jadi simbol merupakan bagian dari kehidupan manusia sebagai
suatu aktualisasi dari makna-makna tertentu yang diungkapkan dalam
realitas guna mengingatkan manusia kepada suatu pengertian; demikian
juga dalam liturgi simbol-simbol diungkapkan guna mendekatkan jemaat
pada makna/ pengertian dalam ibadah Kristen tetapi bukan yang
disembahan.

BAB VIII
TAHUN GEREJA DALAM HUBUNGAN DENGAN LITURGI

Gereja berkembang sampai pada masa kini dengan pola yang telah terbentuk
berdasarkan waktu-waktu yang telah ditentukan. Hal ini terlihat jelas pada Gereja
Protestan di Indonesia. Untuk itu pada bagian ini akan diuraikan tentang hal yang
dimaksud:
VIII.1. Pengertian Tahun Gereja
Apakah tahun-tahun gereja itu? Tahun gereja disebut juga tahun Kristen.
Orang-orang Kristen merayakan peristiwa-peristiwa penyelamatkan
”momentum” yang Allah kerjakan didalam Yesus Kristus, dengan cara
menjadikan peristiwa-peristiwa penting dengan maksud agar karya
penyelamatan Allah itu dikenal dan dimaknai dalam kehidupan. Dengan
demikian tahun gereja menunjuk pada perayaan waktu-waktu beribadah
tahunan orang Kristen. Tahun gereja terbentuk melalui suatu proses secara
bertahap melalui pengalaman orang Kristen, yang terjadi selama berabad-
abad.
Tahun gereja yang telah berkembang, sejak gereja mula-mula sampai
masa reformasi; orang-orang Prostestan melarang banyak perayaan-perayaan

27
seperti peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Yesus sebagaimana
pola yang dikenal seperti Adven, Epifani, Masa Sengsara, Jumaat, Paskah,
Kenaikan dan Pentakosta karena berhubungan dengan perayaan-perayaan
kebudayaan. Tetapi pada perkembangan selanjutnya dapat diterima karena
karena pemaknaannya; seperti yang dituliskan oleh A.F. Parengkuan:
Konsep Kristen karena ia memegang peranan penting dalam ibadah
gereja. Peristiwa Kristus yang historis dan tak mungkin diulang adalah
kerangka isi yang memberikan keterangan dari arti bagi semua waktu
lainnya. Oleh karena itu, dalam ibadah kita menguduskan waktu
sekarang ini dengan mengukuhkan peristiwa Yesus yang telah lampau
dalam waktu yang merubah masa kini dengan memberikan pola masa
depan.
Oleh karena kehidupan manusia biasanya dimulai dengan saat
dilahirkan, maka dalam pembicaraan tentang Tahun Gereja peristiwa-
peristiwa masa lampau Yesus sejak Kelahiran-Nya sampai kematiann-
Nya dipakai pula sebagai pola untuk dipakai sebagai urutan Tahun
Gereja.59

Untuk memahami tahun gerejawi; pada umumnya dikenal dengan hari-


hari raya gerejawi. Selanjutnya akan dikemukakan tentang Hari-Hari Raya
Gerejawi.
VIII.2. Hari-Hari Raya Gerejawi
Hari-hari raya Gerejawi merupakan suatu momentum bagi gereja dalam
memperingati masa-masa khusus dalam theologi Kristen yang berhubungan
erat dengan makna-makna penting dalam refleksi iman Kristen.
1. Adven
Kata Adven dari bahasa Latin “kedatangan”; adven adalah empat pekan
yang merupakan masa persiapan natal dan awal tahun liturgi.60
menyongsong kelahiran Yesus Kristus. Maksudnya untuk mempersiapkan
jemaat bagi kelahiran Tuhan Yesus. Gereja Roma mengangkat perayaan 4
minggu sebelum Natal Kristus, suatu praktek yang diterima secara
universal sampai sekarang dan adven juga berhubungan dengan
pengharapan kedatangan Kristus yang kedua, pada akhir zaman.61
2. Natal

59
A.F. Parengkuan. Ibid.,45.
60
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid.,16.
61
Ibid

28
Christmas- Perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember.
Pesta ini berasal dari Barat, menggantikan pesta kafir yang memuja
Matahari yang tak terkalahkan.62 Natal Yesus Kristus menjadi hari raya
istimewa. Tidak ada yang tahu pasti hari kelahiran Yesus Kristus yang
sesungguhnya; Mulai abad ke-4 gereja-gereja di Barat telah menerima
tanggal 25 Desember sebagi hari kelahiran Yesus Kristus; Andar Ismail
menulis:
Gereja Roma baru mulai merayakan Natal pada akhir abad ke-4, dan
tanggal yang dipilihnya adalah 25 Desember. Tanggal tersebut dipilih
untuk memberi isi yang baru kepada perayaan kafir yang menyambut
kemuliaan matahari ke bumi. Tidak lama kemudian kebiasaan
perayaan atal pada 25 Desember itu diambil alih oleh gereja-gereja di
tempat-tempat lain.63

Rasid Rachman menulis:

Gereja mau menguasai pesta kafir itu dengan merayakan hari kejadian
(Natal=hari kelahiran) Kristus pada hari yang sama. Dan
memproklamasikan Kristus sebagai terang baru dan satu-satunya
Matahari Kebenaran.

Tidak dapat dibuktikan dengan tepat tanggal 25 Desember sebagai


hari kelahiran Yesus susah untuk ditelusuri. Tetapi Disamping itu
pengambilan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus
menggantikan perayaan kafir ”menyembah dewa matahari” merupakan
suatu usaha kontekstulaisasi untuk mengkristenkan hari raya saturnalia
dalam kehidupan orang Romawi dan mengambil alih pesta Mithrais
(Natalis Invicti) dalam nama orang Romawi Purba melahirkan Kelahiran
matahari dan berakhirnya musim dingin. Sebutan lain untuk merayakan
musim dingin dikalangan orang Romawi adalah Sol Invictus atau
”perayaan untuk matahari yang tak terkalahkan”.64
Jadi perayaan Natal adalah suatu usaha kontekstualisasi paradigma
dari makna budaya, diadopsi menjadi makna rohani dalam pengertian
Kristuslah Sang Matahari kehidupan yang lahir dan tak terkalahkan dalam
karya-Nya.
3. Epifani

62
Ibid, 112.
63
Andar Ismail .Selamat Natal. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),42.
64
A.F. Parengkuan. Ibid., 47.

29
Kata Epifani berarti “manifestasi” (penyataan diri).65 Pertama kali kata ini
dipakai untuk menunjuk pada penyataan kemuliaan Allah dalam Yesus
Kristus (Yoh.2:1) dalam kelahiran-Nya dan tanda ajaib pertama yang
dilakukan-Nya. Walaupun Epifani pada mulanya tidak jelas, pada
umumnya diterima bahwa perayaan itu telah diorganisasi diantara orang
Kristen di Mesir sebagai satu cara untuk mengambil alih suatu perayaan
(pesta) kafir yang dilaksanakan pada tanggal 6 Januari. Gerald O’Collins
dan Edward G. Farrugia, menulis:
Epiphany – (Yun. ”pernyataan, penampakan”). Pada umumnya
berarti setiap penampakan yang Ilahi dalam ruang dan waktu (Kel.
3:12; 19:18;; Kis.2:3-4). Tulisan-tulisan Yohanes memandang bahwa
penjelmaan dan seluruh kehidupan Kristus sebagai epifani (Yoh.1:14;
1 Yoh. 1:1-3). Sebagai hari raya, yang di Timur dirayakan pada
tanggal 6 Januari sejak sekurang-kurangnya abad keempat, epifani
merayakan seluruh rangkaian penampakan Kristus dalam peristiwa
kelahiran, penyembahan oleh orang-orang Majus, pembaptisan, dan
mujizat pertama di Kana (Yoh 2:1-12).66

Bersarkan pada kedua kutipan di atas maka dapatlah dipahami


bahwa Epifani merupakan suatu peringatakan tentang kehadiran Tuhan
dalam karya-Nya di tengah-tengah dunia.
4. Minggu Sengsara/ Masa Sengsara
Masa sengsara menunjuk pada satu periode masa sebelum paskah. A.F.
Parengkuan Menulis:
Pada mulanya masa ini ditempatkan dalam persiapan katekhumen
sebelum baptisan penempatan sebelum persiapan baptisan ditelusuri
balik keawal dengan dikakhe/ pengajaran dan disaksikan oleh Justinus
martir dan dirinci dalam tradisi apostolis oleh Hippolitus secara
berangsur-angsur masa persiapan itu disesuaikan dengan angka 40.
Musa menghabiskan 40 tahun dalam mempersiapkan misinya, orang
Israel mengembara di Padang Gurun selama 40 tahun Elia 40 hari 40
malam mengadakan perjalanan; Yesus menghabiskan 40 hari di
Padang Gurun. Sebagai tambahan jemaat berkumpul bersama para
kathekhumen dalam persiapan, menjadikannya suatu waktu khusus
/istimewa bagi seluruh gereja. Dengan demikian peringatan masa
sengsara Yesus dimulai pada 40 hari sebelum paskah. Jangka waktu
ini menjadi waktu untuk berpuasa dan betobat melalui pengakuan,
disiplin, praktek penyesalan dosa, kuasa dan doa. 67

65
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid., 95.
66
Ibid., 70.
67
A.F. PArengkuan. Ibid., 40.

30
Pada masa ini, Gereja Kristen menghayati sengsara Kristus
selama 7 minggu sebelum hari Paskah; tradisi ini muncul karena gereja
merasa perlu persiapan yang lebih memaknai bahwa Yesus Kristus adalah
Allah yang menjadi manusia, benar-benar mengalami sengsara seperti
yang dialami manusia sehingga pada masa ini khotbah-khotbah diarahkan
kepada pemaknaan terhadap karya Kristus menjelang Hari Paskah.

5. Jumaat Agung/ Kematian Tuhan Yesus


Puncak minggu-minggu sengsara adalah hari kematian Yesus Kristus.
Pada hari ini sengsara Kristus mencapai tahapan yang paling berat yaitu
kematian di atas kayu salib. Hari Raya Kematian ini sering dikatakan
sebagai hari Raya Jumat Agung sebab karena kematian inilah maka
keselamatan dapat dinikmati oleh umat manusia.
6. Paskah
Perayaan Paskah dilakukan oleh orang Kristen. Peristiwa ini merupakan
transformasi/ pengalihan makna dari Paskah Yahudi. (Lihat di atas Liturgi
Dalam PL ”Perayaan Paskah”). Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus
disebut "anak domba Paskah" (1Kor. 5:7) atau "Anak Domba yang
disembelih" (Wahyu 5:6). Yesus sebagai ’Domba Paskah’ yang
mendatangkan pembebasan terakhir bagi umat-Nya dari perhambaan
dosa,68 jemaat Purba hari Paskah mendapat isi baru, yaitu perayaan
kebangkitan Tuhan Yesus.
7. Pentakosta
Istilah ini berarti “50”, menunjuk pada 50 hari sesudah Paskah (ingat LB
Pentakosta). Dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan turunnya Roh
Kudus (Kis. 2). Dalam kalender Kristen istilah itu dihubungkan dengan
kedatangan Roh Kudus dan permulaan gereja. Pentakosta adalah masa
raya terpanjang dalam yang memiliki 22 sampai 27 hari minggu,
bergantung pada tanggal hari Paskah.
Minggu-minggu Pentakosta berakhir nanti pada masa adven;
penekanan pada minggu-minggu ini adalah pada perkembangan lama,
dengan suatu penekanan khusus pada kuasa Roh Kudus dalam pelayanan

68
W.R.F.. Brwning. Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),308.

31
para rasul dan penulisan PB. Pada minggu-minggu Pentakosta gereja
dan penulisan PB menekankan tentang pertumbuhan iman jemaat dan
dinampakan di segala masa agar orang percaya terus diingatkan tentang
anugerah yang menyelamatkan.

BAB. IX
UNSUR –UNSUR DALAM LITURGI
Pada bagian ini, akan membahas singkat tentang garis besar unsur-unsur yang pada
umum terdapat dalam liturgi kebaktian.
IX. 1. Introitus
Introitus dari kata Introit – (Lat. ’masuk’). Disebut juga ”antifon pembukaan”,
yaitu ayat yang dinyanyikan atau dibacakan saat imam masuk ke dalam gereja
untuk merayakan ekaristi,69; introitus dapat dipahami sebagai jalan masuk
yang dinyanyikan dengan atau tanpa ayat pendahulu. Biasa juga dinyanyikan
gloria kecil yaitu ”hormat bagi Bapa serta Anak dan Roh Kudus”, bahkan
dalam ibadah lama dinyanyikan sambil orang berbaris masuk ke dalam
gedung gereja. Kini dilakukan oleh para tua-tua, atau paduan suara.
Dalam Gereja Protestan, introitus merupakan nas pembimbing yang
diucapkan setelah votum dan salam. Biasanya nas pembimbing diambil
berdasarkan tahun gerejawi.70 Dan pada umumnya Gereja Protestan masih
melaksanakan bagian ini.
IX.2. Votum
Kata Votum berarti dasar. Abineno mengutip Stevans menulis:
”Votum artinya janji yang khidmat. Votum dapat diumpamakan
dengan cap pada sepucuk surat. Cap itu yang menentukan isinya. Jadi,
votum mencap pertemuan jemaat dan memeteraikannya sebagai ibadah
atau kebaktian gereja. Melalui votum pertemuan jemaat mendapat
sifatnya khusus dan dibedakan dengan pertemuan-pertemuan yang
lain.”71
Dilanjutkan dengan Brink :
Votum artinya janji. Janji Kristus adalah bahwa di mana dua atau tiga
orang berkumpul dalam nama-Nya, Ia akan hadir di tengah-tengah
mereka. Melalui votum, pertemuan jemaat dicap menjadi ibadah, ibadah

69
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid., 120.
70
F.D. Wellwm., Ibid., 106.
71
J.L.Ch. Abineno, Unsur-Unsur Liturgi.(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2000).3.

32
kepada Tuhan. Ia hadir bersama-sama jemaat. Karena itu votum, bukan
hanya rumus pembukaan saja.”72

Jadi votum berarti suatu suatu pernyataan atau ungkapan keyakinan


tertentu yang mendasari ibadah. Sebagai pernyataan akan dasar ibadah dan
disampaikan dengan khikmat bahwa Tuhan hadir dengan sah dalam kebaktian
jemaat dan votum ini bukan suatu doa maka para pengunjung biasa tidak perlu
memejamkan mata.
IX.3. Salam
Bagian ini merupakan salam dalam arti yang sebenarnya. Ini bukan doa dan
juga bukan berkat, maka peserta kabaktian tidak memejamkan mata atau
dengan sikap doa. Abineno mengutip pendapat Golterman (seorang ahli
liturgia), menulis:
”Salam adalah usaha mendapat kontak. Tuhan Allah mau mengadakan
persekutuan dengan jemaat. Dalam kebaktian ini, Allah mengaruniakan
keselamatan kepada jemaat. Ia membuat itu dengan salam-Nya yang
disampaikan pelayan kepada jemaat.”73

Ada berbagai bentuk salam pada umumya. Tapi salam Pelayan Firman
biasanya dijawab dengan kata amin oleh pengunjung dan dapat juga
dinyanyikan. Jawaban jemaat ini perlu karena mestinya didalam pengakuan
Kristiani tak ada salam tanpa jawab dan gereja lama biasanya, salam
diucapkan: Tuhan menyertai kamu! Dan di jawab amin-amin, amin.
IX.4. Doa Pengakuan Dosa
Pengakuan dosa merupakan doa bersama, baik mengenai doa pribadi maupun
dosa bersama; Ahli-ahli liturgia mengusulkan supaya gereja-gereja memakai
lebih dari satu rumusan pengakuan dosa dalam bentuk ini jangan menjadi
suatu kebiasaan yang tidak ada manfaatnya tetapi juga rumus–rumus baru,
yang lebih sesuai dengan situasi jemaat pada saat ini karena hal itu lebih
mudah dipahami.74
IX.5. Pemberitaan Anugerah dan Petunjuk Hidup Baru
Sesudah jemaat mengaku dosa ,maka Tuhan dengan perantaan Pelayan Firman
menyampaikan Berita Pengampunan Dosa, lalu disambung dengan anjuran
untuk jemaat melaksanakan Petunjuk untuk Hidup Baru (Hukum). Artinya,

72
Ibid.,4.
73
Ibid., 8-9.
74
Ibid.,32.

33
setelah Tuhan mengampuni maka jemaat diberikan kesempatan untuk
menunjukan sesal dan ikrarnya di dalam hidup sehari-hari bahkan
diberitahukan caranya.

IX.6. Doa (Epiklese)


Doa ini berfungsi sebagai suatu pernyataan bahwa Roh Kuduslah yang
memberikan pertolongan dalam mengartikan Firman Tuhan; doa ini untuk
meminta penerangan Roh Kudus. Artinya doa permohonan Roh Kudus agar
Firman Allah dapat diberitakan dan dipahami dengan baik, dan menghasilkan
perilaku yang Tuhan kehendaki.
X.7. Pembacaan Alkitab
Gereja pertama membaca Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru untuk menunjukan kesatuan kedua kitab kepada anggota jemaat; seperti
pendapat James F. White:
”Reformasi menyatakan bahwa Allah menjadi ” sebab segala sesuatu
yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita,...
(Roma 15:4). ”segala sesuatu” itu, diakui sekarang, berarti bahwa kedua
perjanjian baik lama (PL) maupun baru (PB), harus membentuk bagian
ibadah. Untuk mengkomunikasikan ingatan-ingatan yang telah menyatu
dari komunitas (persekutuan) iman itu, catatan-catatan –Kitab Suci- itu
perlu selalu dibaca.”75

Waktu Pembacaan Alkitab di gereja-gereja Protestan biasanya diakhiri


dengan ucapan dari teks Alkitab ”Yang berbahagia ialah orang yang
mendengar Firman Allah dan yang memeliharanya, Haleluya!” Lalu dijawab
oleh anggota jemaar dengan nyanyian : ”Haleluya, haleluya, haleluya
(terpujilah Tuhan). Pada masa minggu-minggu adven dan minggu-minggu
masa sengsara haleluya biasanya diganti dengan Hosiana (Tuhan selamatkan
kami).
IX.8. Khotbah
Hubungan antara pembacaan Alkitab dengan khotbah sangat erat sekali karena
itu dalam liturgi, jarak antara keduanya jangan berjauhan atau setelah
pembacaan Alkitab langsung disampaikan khotbah. Khotbah itu merupakan

75
James F. White, Ibid., 156.

34
penjelasan Firman Allah maka bahasa khotbah yang dipergunakan cocok
dengan pendengarnya sehingga dapat dipahami.
Khotbah sama dengan Preaching – Pewartaan sabda Allah dalam
ibadah, atau ajakan untuk bertobat dan beribadah dan pengkhotbah
dihadapkan pada revolusi dalam komunikasi sosial karena itu gaya
khotbah telah dikembangkan agar lebih baik memenuhi tantangan
evangelisasi.76
Walaupun sejak abad reformasi gereja protestan sangat menekankan
pemberitaan Firman dengan khotbah tetapi kadang-kadang menjadi kuliah
atau usaha yang berlandaskan nalar. Bila dikaji lebih jauh maka isi khotbah
mengandung sentuhan dan mengubah pemahan, emosi, serta berakhir
membawa perubahan perilaku jemaat
IX.9. Pengakuan Iman
Sebagai jawaban terhadap khotbah, jemaat memberikan pernyataan imannya.
Pengakuan iman dalam bahasa Latin disebut credo. Credo berarti aku percaya.
Biasanya juga disebut Sahadat. Harun Hadiwiyono menulis:
Shadat atau pengakuan iman adalah ringkasan isi iman kepercayaan orang
Kristen, Banyak sekali yang dipercaya oleh orang Kristen tetapi pokok-
pokok isi iman Kristen dapat diringkaskan dalam apa yang disebut
sahadat rasuli.77

Credo yang paling kuno yang digunakan oleh gereja-gereja purba


adalah Yesus itu Tuhan. Pada waktu itu siapa yang berani menyatakan seperi
ini berarti siap untuk merima penghukuman dan penganiayaan, karena pada
masa itu hanya Kaisar yang harus diakui sebagai Allah. Di kemudian hari,
setelah berbagai tantangan muncul dari lingkungan budaya, jemaat-jemaat
mengembangkan, menonjolkan dan menambah aspek-aspek baru kedalam
pengakuan itu.
Sebelum gereja pecah di tahun 1054 menjadi gereja Roma Khatolik dan
gereja Timur, sempat terjadi tujuh kali sidang raya (konsili) yang
ekumenis. Artinya sidang raya itu dihadiri oleh utusan-utusan dari seluruh
gereja dihasilkan rumusan pengakuan-pengakuan iman sebagai berikut:
Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Constantinopel (Nicea
dan Kontantinopel) dan Pengakuan Iman Anthanasis. Yang paling
dikenal yaitu Pengakuan Iman Rasuli atau Apostolicum; pengakuan iman
mempunyai beberapa fungsi dalam kehidupan orang Kristus seperti
sebagai pengakuan iman bagi mereka yang hendak dibaptis, sebagai

76
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid.,143.
77
Harun Hadiwiyono, Inilah Sahadatku. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 15.

35
bahan pengajaran katekisasi dan sebagai ajaran yang membedakan ajaran
yang orthodoks dengan poengajaran-pengajaran sesat.78

Pada waktu Credo, anggota jemaat berdiri tegak, tidak dalam sikap
berdoa Kemudian jemaat megucapkan bersama-sama atau meyanyikannya.
Pengakuan Iman tempatnya dapat diubah-ubah dalam Tata Ibadah. Umumnya
diucapkan (dinyanyikan) sesudah khotbah selesai, tetapi kadang-kadang juga
sesudah pembacaan Alkitab atau sesudah doa syafaat.79
Jadi fungsi pengakuan iman sebagai jawaban anggota jemaat atas
Firman Tuhan yang telah diberitakan atau sebagai rangkuman dari Injil yang
dibacakan.
IX.10. Doa Syafaat
Salah satu pandangan tentang doa syafaat, adalah sebagai berikut: Doa ini
adalah doa yang disampaikan kepada Tuhan demi kepentingan atau untuk
pihak lain (intercessory prayer sama dengan doa umum atau pastoral 80). Doa
Abraham untuk Sodom dan Gomora juga yang dikategorikan sebagai doa
syafaat; pengartian permohonan orang percaya pada Allah untuk meminta
keadilan-Nya. Jadi doa syafaat dapat dimengerti sebagai doa bagi diri dan
untuk kepentingan orang lain.
Doa ini kadang sebelum pembacaan Alkitab atau sebelum khotbah
”jadi ditempat epiklese”. Tetapi bila dipahami fungsinya maka doa ini
ditempatkan sesudah khotbah sebab doa epiklese tidak sama dengan doa
syafaat karena doa syafaat merupakan doa bebas dan dengan atau tanpa Doa
Bapa Kami juga merupakan doa syafaat.
IX.11. Persembahan Jemaat dan Doa Persembahan
Merupakan pemberian anggota jemaat dalam ibadah. Pemberian adalah
ucapan syukur dan biasanya dalam bentuk uang. Di jemaat-jemaat tani dapat
diberikan dalam bentuk natura (padi/hasil bumi). Abineno menulis:
Umumnya dalam semua gereja di Indonesia pemberian jemaat
dipersembahkan dalam bentuk uang. Hal ini tidak ada salahnya. Malahan
sebaliknya dalam masyarakat modern, terutama di kota-kota, uang adalah
satu-satunya ”hasil pekerjaan” banyak. Tetapi disamping itu baiklah
dipertimbangkan kemungkinan untuk memberikan kesempatan kepada
anggota-anggota jemaat, khususnya anggota-anggota ”jemaat tani”,

78
F.D. Wellem. Ibid.,201.
79
J.L.Ch. Abineno, Ibid., 85.
80
Ibid, 86.

36
supaya mereka dapat mempersembahkan pemberian mereka dalam
bentuk lain, umpamanya innatura. Bukan hanya sekali setahun, melainkan
tetap dalam tiap-tiap ibadah.81

Dan doa ini membimbing jemaat untuk memberi secara benar baik itu
dalam motifasi memberi maupun mengasihi sesama lewat pemberian.
IX.12. Nyanyian Jemaat
Nyanyian jemaat memegang peranan penting sebabagai ungkapan: Pujian
syukur, pengakuan atau sesal, janji dan doa. Suara bukan jaminan atau syarat
untuk didengar Tuhan karena Tuhan suka mendengar lagu, atau nyanyian
yang dinyanyikan dengan seganap hati, hal ini bukan berarti jemaat tidak perlu
untuk belajar menyanyi sebaik mungkin. Abineno menulis:
Menyanyi dengan suara yang bagus (’merdu”), menurut pandangan
mereka bukan merupakan syarat mutlak. Tuhan Allah lebih senang
mendengarkan suara yang tidak merdu, tetapi dinyanyikan dengan
segenap hati daripada suatu nyanyian yang merdu, tetapi tidak lahir dari
hati yang bersih. Walau demikian, jemaat harus berusaha untuk menyanyi
sebaik mungkin.82

VII.13. Paduan Suara


Paduan suara bukan suatu himpunan para penyanyi untuk ditonton tetapi
bertugas untuk memimpin, menuntun terutama kalau tidak ada iringan
instrumen. Dalam nyanyian paduan suara tidak mengambil alih tugas jemaat
untuk bernyanyi.
VII.14. Berkat
Berkat adalah pemberian yang nyata, yang dikaruniakan kepada setiap jemaat
lewat perantara pelayanan manusia.83 Ada pula yang memahami sebagai
permohonan dan harapan serta pengutusan dari Tuhan. Berkat diberikan oleh
Pelayan Firman dengan tangan terulur dan telapak tangan mengarah ke bawah.
Anggota jemaat menerima berkata sambil berdiri. Sebagai jawaban atas
berkat itu anggota jemaat mengucapkan atau menyanyikan lahu Haleluya,
haleluya, Amin.
IX.15. Doa Konsistori
Doa pembukaan dikonsistorium bukanlah doa syafaat atau doa lain. Doa ini
merupakan doa untuk keseluruhan kebaktian agar Tuhan memimpin dan

81
Ibid, 104.
82
Ibid, 109.
83
Ibid, 121.

37
mengendalikannya, baik para pelayan yaitu, Pelayan Firman, jemaat, paduan
suara, cantor (pemimpin nyanyian jemaat), serta tua-tua yang bertugas,
maupun peralatan yang ada dan doa penutup di konsistorium lebih merupakan
doa syukur atas berlangsungnya kebaktian.

BAB. X
LITURGI DALAM IBADAH JEMAAT

Liturgi penting bagi keteraturan, penghormatan, penyembahan, pujian dalam


pelaksanaan ibadah bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja
dan di mana saja ketika orang percaya datang untuk berbakti dan menyembah Dia.
Pada bagian ini penulis lebih tidak menguraikan makna lebih mendalam dari
keterangan tentang liturgi dalam ibadah umum dan khusus tetapi penulis lebih
menekan pada informasi tentang pelaksanaan liturgi ibadah pada umumnya. Liturgi
dapat dibagi dalam dua kategori pada umumnya yaitu:
X.1. Liturgi Ibadah Umum
Kebaktian ini pada umumnya dilaksanakan secara rutin berdasarkan tahun
gereja/ kalender gereja/ agenda Gerej; yakni:
a. Kebaktian Minggu
b. Kebaktian Minggu Adven
c. Kebaktian Natal
d. Kebaktian Minggu Sengsara
e. Jumaat Agung
f. Kebaktian Paskah
g. Kebaktian Pentakosta
X.2. Liturgi dalam Ibadah Khusus
Terjadi sewaktu-waktu/ temporer/ yang tak terencana/ waktu-waktu khusus;
yakni:
a. Kebaktian Perjamuan Kudus
b. Kebaktian Syukur karena sembuh dari sakit
c. Kebaktian Syukur karena lulus dari suatu jenjang pendidikan
d. Kebaktian Syukur kenaikan pangkat
e.Kebaktian Kedukaan (ibadah penghiburan, syukuran pemakaman)

38
f. Kebaktian Pemberkatan Nikah.
g. Kebaktian Syukur ulang tahun, dll.
Kebaktian Umum dan Kebaktian Khusus memberi pengertian bahwa dalam
kelangsungan peribadahan orang Kristen terbagi dalam dua kategori tetapi tidak
menghilangkan makna dan pengertian liturgi sebagai bagian dari dari tata ibadah
dan dimaknai sebagai ibadah kepada Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan
setiap hari.

BAB. XI
LATIHAN MEMBUAT LITURGI

Bagian ini menjadi tanggung jawab mahasiswa pada setiap Mata Kuliah Liturgi untuk
menyelesaikannya.
X.1. Tradisional
Doa Pembukaan
Votum
”Pertolongan kita adalah didalam nama Tuhan yang menjadikan langit
dan bumi”
Salam
Pelayan:“Tuhan menyertai kamu”
Jemaat: “dan menyertaimu Juga”
Introitus
Pelayan:Nats Pemb
Nyanyian sambutan-Solo/Koor- jemaat
Pengampunan Dosa
Pemberitaan Anugerah
Gloria kecil
Kyrie eleison/puji-pujian
Nyanyian pujian/VG-PS
FA
Doa (epiklese)/doa baca FA
Pembacaan Alkitab
Berbahagialah Maz
Lagu…Haleluya (haleluya)
Ps/Vg
Khotbah
VG/PS
Pengakuan Iman
Nayanyian
Persembahan
Doa Syafaat
Nanyian Jemaat
Doa Berakat

39
Saat Teduh

X.2. Kontemporer
Nyanyian...................
Doa Pembukaan
Nyanyian...................
Kesaksian
Nyanyian...................
Doa
Baca Firman
Khotbah
Nyanyian...................
Panggilan Altar
Nynyian.........................
Persembahan
Nyanyian penutup……………
Doa Syafaat
Nyanyian penutup…………………..
Doa Penutup
Ibadah Selesai
Saat teduh

BAB. XII
PENUTUP

Masih ada pemahaman bahwa liturgi hanya secarik kertas atau sebuah buku
yang berisi tentang tata ibadah/ formalitas dalam peribadahan Kristen yang berfungsi
untuk mengatur nyanyian, posisi petugas dalam kebaktian, musik, kursi dan liturgi
juga belum dipandang sebagai teologi/ mulut gerejaI masih ada..
Seperti yang telah dipaparrkan dalam diktat ini, gereja Gereja Tuhan
diharapkanmenyadari bahwa liturgi bukan hanya secarik kertas atau sebuah buku
yang berisi tentang tata ibadah formalitas tetapi liturgi sebagai salah satu sarana yang
efektif dan berguna untuk membawa penatalayanan Gereja dalam Misi masa kini.
Liturgi merupakan bagian yang tidak boleh dianggap” enteng” sebab liturgi
adalah salah satu elemen penting yang harus mendapat perhatian khusus dalam
penatalayanan gereja dalam menjalankan Misi Alah “Misio Dei” dalam segala
perilaku Gereja di tengah-tengah masyarakat di masa kini.
Harapan dari penulis bahwa dengan adanya tulisan ini paling kurang menjadi
suatu sumbangsih penulis sebagai wujud tanggung jawab kristiani terhadap pelayanan
Gereja baik intern maupun ekstern. Bagi penulis urgensi penulisan ini terletak pada
upaya pemaknaan kembali terhadap konsep memaknai arti liturgi dengan lebih

40
bertanggung jawab dan berkualitas dalam pemaknaan dan prakteknya dalam
kehidupan. Tuhan Yesus Memberkati.

Lampiran 1

Liturgi Kontemporer

Nyanyian Pembukaan (bisa tidak ”tergantung situasi dan kondisi)


DOA PEMBUKAAN

Nyanyian untuk masuk ke Firman Tuhan (bisa tidak ”tergantung situasi dan kondisi)
DOA FIRMAN (Eplikese)
KHOTBAH
(Bisa dalambentuk shering ”tergantung situasi dan kondisi)

Nyanyian Penutup ((bisa tidak ”tergantung situasi dan kondisi)


DOA PENUTUP
SYAFAAT DAN BERKAT

Catatan: Liturgi yang digunakan bisa lengkap dengan memakai semua unsur dalam
liturgi tetapi bila situasi dan kondisi tidak memungkinkan maka
sesuaikanlah seperti contoh di atas dan jadikanlah tata liturgi sebagai
perjumpaan vertika dengan Tuhan dan horisontal dengan sesama.

41
Lampiran 2

LITURGI UNTUK ANAK USIA 9 – 12 TAHUN


Tema Ibadah: ”MENGASIHI TUHAN DAN SESAMA ”
(Mat. 22:37-40)

Nyanyian Pembukaan: LAGU & GERAK ”Sekolah Minggu Paling


Yahud”
I. Doa Pembukaan: Bisa bersama-sama mengucapkan doa/ Guru SM
Pertanyaan Stimulus...............Siapa yang ada di sekitar Kita/ SIAPA SESAMA
KITA?
Respon/ tanggapan................sebagai acuan penjelasan.........
Nyanyian Pengakuan Dosa: LAGU SLOW ”Kudus – Kuduslah Tuhan”
II. Doa Pengakuan Dosa (Bersama-sama)
Nyanyian Sambutan: LAGU & GERAK ”Heppy Ya...Ya..Heppy Ye...Ye...
Bersaksi: BISA DALAM LAGU DAN AKSI PANGGUNG
Nyanyian Firman Tuhan: Bisa Ceria & Slow ”Baca Kitab Suci Doa Tiap
Hari”
III. Firman Tuhan
DOA Untuk Firman (Bisa bersama-sama)
CERITA ALKITAB: Bisa dalam Berbagai Kreasi (Cerita Tunggal dan
Kelompok maupun dengan Boneka dan lain-lain) contoh kreasi fariatif:
Pertanyaan Stimulus:
 Ilustrasi TULISAN S A L I B (dalam Kreasi
menempel yang seimbang libatkan anak)
1. Mengasihi Itu Perintah Tuhan
42
APA ITU KASIH..? Memberi tanpa menuntut balas/ imbalan.......seperti
kasih Kristus......
 Ilustrasi lagu K A S I H.....dalam Lagu maupun kreasi
dalam menempel gambar (libatkan anak)
 Disesuaikan dengan Teks Bacaan dalm ALKITAB.
2. Sasaran Yang Harus Di Kasihi
a. Mengasihi Keluarga (Ef 6:1,2. 6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu
di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.6:2 Hormatilah ayahmu dan
ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari
janji ini ”10 HK”)
b. Mengasihi Guru dan Teman di Sekolah (Mat. 22:22-39” 22:37 Jawab
Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu” 22:38 ”Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.” 22:39
”Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.)
c. Mengasihi Orang Miskin (Mat. 25: 35,36 dan 40.....25:35 ”Sebab ketika
Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi
Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku
tumpangan;” 25:36 ”ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian;
ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara,
kamu mengunjungi Aku.
Nyanyian Ajakan: Lagu & Gerak ”DOMBA HILANG KINI
DIMANA....?”
Ending Cerita : Berikan Penekanan Aplikatif Dari Mengasihi Tuhan & Sesama
1. Mengasihi Itu Perintah Tuhan dalam Alkitab Bagi Kita sehingga harus
dilakukan
2. Sesama yang harus dikasihi yaitu:
a. Mengasihi Keluarga sebagai wujud kasih kepada Tuhan
b. Mengasihi guru dan teman di sekolah sebagai bagian dari hidup
c. Mengasihi orang yang tidak mampu/ orang miskin karena itu
menyenangkan hati Tuhan
DOA Ucapan Untuk Firman Tuhan
Nyanyian Persembahan: Ceria & Slow ”Brilah Yang Baik”
IV. Persembahan
Doa Persembahan
Nyanyian Penutup : Bisa Ceria & Slow
V. Doa Penutup dan Berkat

43
Bersalam – Salaman

44

Anda mungkin juga menyukai