Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN
Pada masa kini Gereja Tuhan semakin bertumbuh dalam pergerakannya baik itu, organisasi maupun
Gereja sebagai anggota organik/ orang Kristen dalam pelayanan misinya di tengah-tengah dunia; yang
dimaksud dengan Misi ialah seluruh pergerakan Gereja sebagai alat Tuhan dalam rangka
menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah sebagai ekspresi dari Gereja sebagai pelaksana ”Misio Dei”
(Misi Allah) di tengah-tengah dunia berdasarkan Alkitab.
Suatu realita bahwa gereja-gereja di Indonesia dikelompokkan dalam berbagai denominasi.
Gereja-gereja di Indonesia, tercermin dalam berbagai denominasi; representatif dari denenominasi
gereja-gereja, terlihat dalam empat kelompok besar yaitu Gereja Protestan, Gereja Injili, Gereja
Kharismatik dan Gereja Katolik.
Bertolak dari realitas yang ada, masing-masing denominasi gereja mempunyai pendapat atau
pemahaman tentang liturgi berdasarkan pengajaran internalnya, bahkan ada yang tidak diajarkan
sama-sekali sehingga konsep tentang liturgi hampir-hampir tidak mendapat tempat dalam
penatalayanan gereja. Karena itu, penulis berinisiatif untuk memaparkan suatu pemaknaan terhadap
liturgi secara praktis tanpa mengurangi nilai-nilai akademis teologis yang bertanggung jawab. Tulisan
diperuntukan kepada orang Kristen guna menjawab pemaknaan terhadap liturgi berdasarkan realitas
kekinian. Sebagai titik pijak permasalahan dalam tulisan ini penulis lebih berfokus pada kurangnya
pemahaman tentang arti dan makna liturgi dalam penatalayanan gereja serta bagaimana selayaknya
ditempatkan liturgi dalam misi Gereja.
Berdasarkan data dari sampel dalam satu populasi sebagai representatif pemahaman jemaat;
150 angket yang diedarkan di lingkungan jemaat, hasil kesimpulannya yaitu: ”jemaat lebih memahami
bahwa liturgi adalah secarik kertas yang berisi aturan tentang proses ibadah dalam suatu persekutuan
1
dalam ibadah jemaat.”1 Selanjutnya pendapat tersebut, dikombinasikan dengan beberapa pendapat
teolog-teolog tentang liturgi sebagai representasi dari pemahaman orang Kristen/denominasi.
Pada umumnya liturgi dipandang berdasarkan pengertian yang turun-temurun tanpa meneliti
makna yang terkandung didalam pemaknaannya; maksudnya liturgi dipandang sebagai ”tata aturan
dalam kebaktian di gereja” seperti Rasid Rachman dalam tulisanya yang bertujuan mengarahkan
kembali orang Kristen supaya memahami bahwa liturgi itu penting; ia menulis :
”Liturgi sering dipandang salah kaprah sebagai tata aturan beribadah atau tata ibadah, atau
sekedar secarik kertas yang bertuliskan ”Tata Liturgi”, atau cuma sebagai seperangkat aturan
bagaimana menempatkan musik, kursi, para petugas, doa-doa didalam kebaktian.” 2

Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Christina Mandang:


”kata ’ibadah’ dan ’liturgi’ mempunyai makna yang sama. Hal ini dapat ditelusuri dari kedua akar
kata ini. Walaupun mempunyai makna yang sama, namun dalam kenyataan sehari-hari seringkali
kata ’ibadah’-lah yang lebih dipahami ’agak’ dekat dengan makna sesungguhnya. Sementara kata
’liturgi’ sendiri seringkali dipahami hanya sebatas sebuah kertas tata ibadah atau susunan/ urutan
suatu ibadah.”3

1
Jeni Isak Lele. Tesis: LITURGI DALAM MISI DI GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR “Studi Misiologis Tentang Relevansi Liturgi Dalam
Penatalayanan Gereja” di STT Apollos Jakarta, 2010.
2
Rasid Rachman. ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini” dalam Jurnal Teologi PROKLAMASI edisi No.6/Th. 3/2004 – 2005. (Jakarta:
Unit Publikasi & informasi (UPI) STT Jakarta 2004), 81.
3
Christina Mandang, “Musik Gereja dan Liturgi Nyanyian Jemaat Dalam Ibadah” (ed) Raeny M.P. Hutabarat dkk dalam Liturgi dan Komunikasi. (Jakarta:
Yakoma PGI, 2005), 139.

2
Liturgi hanya dipandang sebagai ”lipstik” yang menjadi hiasan gereja, bukan ”mulut gereja”.4
Karena pemahaman tentang liturgi belum dimengerti dengan baik maka liturgi dipandang sebagai
mana tertera di atas. Tetapi dalam dua kata terakhir dikatakan.”mulut Gereja” hal ini tersirat bahwa
liturgi mempunyai fungsi yang penting dalam penatalayanan Misi Gereja. Bila dikaji lebih jauh
berdasarkan etimologi secara leterlek tentang liturgi; seperti yang ditulis dalam buku ”Cermin Injil ”
oleh G. Riemer :
”tidak ada dasar alkitabiah untuk menggunakan kata liturgi dalam arti ibadah gereja atau ”tata
kebaktian” karena liturgi berarti ”bekerja untuk kepentingan rakyat” dilanjutkan dengan
penjelasan istilah liturgi berasal dari bahasa Yunani ’liturgia’ ( ’dari kata kerja
”leitorgeo” artinya melayani melaksanakan dinas atau tugas, memegang jabatan.
Secara hurufiah kata ”liturgia” (berasal dari dua kata Yunani, yaitu: ”leitos’
(yang berarti rakyat, umat; dan kata ”ergon” yang berarti pekerjaan,
perbuatan, tugas. Jadi ”leiturgia” menurut kedua kata ini melakukan suatu pekerjaan untuk
rakyat.” 5

Jikalau kutipan di atas ini dikaji berdasarkan arti kata tanpa menilai makna dan fungsi maka akan
lebih menjauhkan hubungannya liturgi dari Gereja. Didukung oleh kata liturgi dalam tradisi gereja
mendapat arti yang lebih terbatas dan lebih khusus, yakni ibadah jemaat bersama-sama dan itulah
yang menjadi pusat perhatian sekarang.6 Dengan demikian kepedulian gereja terhadap fungsi liturgi
bagi penatalayanan gereja, perlulah mendapat tempat penting guna memaknai liturgi sebagai
keseluruhan panggilan Gereja di tengah-tengah dunia.
4
Rasid Rachman.,Ibid., 81.
5
G. Reimer. Cermin Injil (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1995),9.
6
H.A. Van Dop, “Hakikat dan Makna Liturgi” (ed) Raeny M.P. Hutabarat dkk. Ibid., 105.

3
Bertolak dari permasalah di atas maka pembahasan dalam tulisan ini disesuaikan dengan
kebutuhan akademis tentang LITURGI, karena tulisan ini berfokus pada pemaknaan liturgi secara
teologis berdasarkan pengertian, sejarah dan pemaknaan secara kristiani serta aplikasinya guna
membekali mahasiswa dalam pelayanan.

BAB. II
LITURGI DAN GEREJA
Liturgi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan ibadah (bahasa Indonesia);
menurut Kamus Bahasa Inggris ”religious” dan” service” (”religious” memiliki pengertian yang
berhubungan dengan agama, beragama, beriman dan pengajaran agama ’saleh, tekun, setia’ dan
”service” berarti pelayanan/ kebaktian/ berbakti dan pekerjaaan yang berguna) 7; jika demikian
pengertian dalam Ibadah Kristen sangat luas tapi konsep asali baik dalam PL dan PB kata ’ibadat’ ialah
’Pelayanan’. Kata Ibrani ”Ibrani ’avoda’ artinya ”ibadah” dan Yunani ’latreia’ artinya ”bakti; ibadah”8;
pada mulanya ditujukan kepada hamba upahan dalam rangka mempersembahkan ’ibadah/ pelayanan’
karena melayani, melaksanakan dinas atau tugas, memegang jabatan9.
Dalam hubungan dengan ibadah Kristen ’avoda’ dan ’letreia’ dipahami sebagai pelayanan yang
dipersembahkan kepada Allah tidak hanya dalam arti ibadah di Bait Suci/ gedung kebaktian tetapi juga
dalam arti pelayanan kepada sesama (Luk. 10:25; Mat. 5:23; Yoh. 4:20-24; Yak. 1:27). Dengan
demikian liturgi tidak dapat dipisahkan dengan penatalayanan gereja.
BAB. III
PENGERTIAN LITURGI
7
Kamus Bahasa Inggris,….
8
Barkley M. Newman., ibid, 98.
9
G. Riemer, Cermin Injil. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF), 9

4
Liturgi sangatlah luas cakupann3ya karena itu pada bagian selanjutnya penulis berusaha
memaparkan pengertian liturgi dari pengetian umum sampai pada khusus serta penerapannya dalam
ibadah Kristen.
III.1. Pengertian Umum
Liturgika’ adalah istilah ‘theologis’ yang mengacu pada ‘ibadah gereja’ atau ‘tata kebaktian’ (H,
Venema : ‘orientasi ilmu theologi reformasi’ mengatakan istilah Yunani liturgia berarti :
kebaktian, ibadah. Jelas hanya memakai makna kata liturgia sebagai istilah teknis dalam ilmu
Theologi, bukan dalam arti yang asali seperti dalam Alkitab)10; bila dilihat makna kata liturgi
dalam Alkitab maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada dasar alkitabiah untuk menggunakan
‘liturgi’ dalam arti ‘ibadah gereja’ atau ‘tata kebaktian’ karena liturgi berarti ‘melakukan
pekerjaan untuk rakyat’.11 Dalam perkembangannya liturgi hampir tidak dimengerti dalam makna
asalnya sebab liturgi sudah sangat lazim dipakai dalam istilah gereja pada masa kini sebagai tata
ibadah dalam gereja.
Istilah ‘Liturgi’ berasal dari bahasa Yunani ‘’ (leiturgia); kata ini berasal dari ‘kata
kerja ‘’ (leiturgew), artinya melayani, melaksanakan dinas atau tugas, memegang
jabatan. Secara harafiah kata ‘liturgia’ berasal dari dua kata Yunani, yaitu: ‘’ (leitoz; laoz)
yang berarti rakyat, umat; dan kata ‘’ (ergon) yang berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Jadi
‘’ (leiturgia) menurut kedua kata ini berarti melakukan suatu pekerjaan untuk
rakyat12. Istilah ini biasa mengacu pada tugas-tugas dalam pemerintahan dan pengatur ibadah
rakyat atau pertandingan olah raga pada jaman Yunani. 13; H.A. Van Dop menulis:
10
Ibid
11
Ibid
12
ibid., 10
13
Ibid.

5
Liturgi adalah sama dengan ibadah. Istilah leitourgia dalam bahasa Yunani kuno adalah
gabungan dari dua kata lain, yaitu laos (rakyat) dan ergon (kerja). Masih ada hubungan
dengan kata-kata Inggris lay (dalam arti awam) dan work (kerja). Kombinasi dari kedua kata
ini dalam leitougia dapat di artikan dengan ”bekerja untuk rakyat” : oleh rakyat untuk
kepentingan bersama. Maka kata ini mempunyai aspek politis dan sosial dalam masyarakat
Yunani kuno, jauh sebelum ada gereja. 14

Dalam septuaginta; kata liturgia ditujukan kepada ibadah di Bait Allah dan di gereja kata ini
dipergunakan untuk menunjukan kepada ibadah di gereja dan ekaristi artinya mengucap syukur
atau dengan nama lain perjamuan kudus atau perjamuan Tuhan15.
Pada umumnya liturgi dipakai dalam arti tata aturan ibadah gereja yang tertulis. Tapi yang
lebih penting dalam kebaktian, perkumpulan ini mempunyai arti yang lebih dalam dari sekedar
aturan yaitu menghadap kepada Tuhan dan bersama-sama dalam jemaat menyatakan
kehormatan kepada Tuhan dan menolong sesama manusia. 16 Seperti arti tugas dalam melayani
rakyat dalam pengertian aslinya.
III.2. Pengertian Khusus
Perjanjian Lama mengungkapkan ’liturgia’ biasanya dipakai hanya untuk acara keagamaan; hal ini
menunjuk pada pelaksanaan tugas imam dan orang Lewi dalam kemah suci, kemudian dalam Bait
Allah, terutama dalam tugas pelayanan mezbah. (Yeh 44:12 dan 2 Raj 15:16 ‘liturgi mengacu
kepada kultus kafir). Septuaginta selalu menggunakan kata ‘leiturgia’ untuk suatu pekerjaan yang

14
H.A. Vandop, “Hakikat dan Makna Liturgi” (ed) Rainy M.P. Hutabarat dkk dalam Liturgi dan Komunikasi. (Jakarta: Yakoma PGI, 2005), 104.
15
F.D. Wellem. Kamus Sejarah Gereja.(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1997), 63
16
Shirato Syafei, “Ibadah Yang Benar” (ed) Rayni M.P. Hutabarat, Ibid., 87.

6
dilaksanakan oleh para imam secara tertib dan dengan khidmat, sesuai dengan undang-undang
upacara ibadah; suatu pelayanan yang berguna bagi jemaat. Van Dop, menulis:
Para penerjemah Alkitab bahasa Ibrani (Kitab-kitab Perjanjian Lama) kedalam bahasa
Yunani (Septuaginta; lengkap kira-kira 150 pra-Masehi) memilih kata Yunani Leitourgia
(antara lain) untuk menerjemahkan kata Ibrani abodah yang berarti ”pelayanan” – khusus
pelayanan para imam dan orang Lewi di hadapan Tuhan.17.
Dalam Perjanjian Baru menuliskan bahwa + 15 kali dengan makna yang berbeda sebagai
berikut leitorgia, leitorgew, lwitougoz ; yang mengandung makna:
1.Menunjuk kepada tugas imam (Luk 1:23; Ibr 9:21; 10:11
2.Menguraikan pekerjaan Kristus (Ibr 8:2; 8:6)
3.Pekerjaan Rasul dalam PI kepada orang Kafir (Rm 15:6)
4.Kiasan untuk kepercayaan (Flp 2:17)
5.Menunjuk kepada pekerjaan malaikat- malaikat (Ibr 1:7,14)
6.Mengacu kepada jabatan pemerintah (Rm 13:6)
7.Pengumpulan persembahan untuk orang miskin (Rm15:27;’ 2 Kor 9:12;Flp 2:. 25; Flp 2:30;
Flp 4:18)
8.Sebagai kumpulan orang berdoa dan berpuasa (KPR 13:2).18

Pemaparan di atas sama dengan yang ditulis Van Dop dalam buku ”Liturgi dan Komunikasi”
demikian:

17
H.A. Van Dop.,Ibid, 104 -105
18
G. Riemer., Ibid.,10 - 11

7
”Kitab-kitab Perjanjian Baru, pengertian (leitourgia, leiturgos dan kata kerja letourgein)
dipakai tetapi hanya satu kali untuk pengertian liturgi dalam arti ibadah khusus, yakni
beribadah bersama-sama kepada Tuhan (KPR 13:2) dan itupun hanya oleh sebagian jemaat;
yang lain-lain dipakai dalam arti pengabdian yang lebih umum (oleh imam, oleh Kristus, oleh
para malaikat, oleh Rasul-rasul, oleh pemerintah atau untuk pelayanan kasih secara
diakonia)”19

Gereja Purba hampir tidak mempergunakan istilah ‘liturgi’ seperti yang dimaknai pada masa
kini sebab dianggap hanya untuk jabatan yang dikultuskan bagi para imam. ‘Leiturgia‘ juga dapat
menunjuk kepada kehidupan sebagai orang Kristen, tugas malaikat, jabatan penatua dan uskup.
Selanjutnya dipakai dalam pelaksanaan ibadah sehubungan dengan perayaan perjamuan kudus;
dalam arti inilah istilah ‘liturgi’ makin memperoleh tempatnya dalam theologi Katolik Roma yakni
hanya bagi pelayanan khusus dalam gereja saja sehingga pengaruh pemikirannya terpola dalam
perkembangan pengertian liturgi seterusnya hingga masa kini.
Pada masa Reformasi para reformator tidak sama sekali memakai kata “liturgi’ tetapi istilah
ini diambil dari Gereja Anglikan (sebutan untuk Gereja Inggris; gereja ini adalah sebuah gereja
yang memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma pada Tahun 1531 atas keputusan raja Henri VIII
hendak menceraikan istrinya Catharina dari Aragon agar ia dapat menikahi Anna Boleyn: namun
Paus tidak mengijinkan sehingga ia tidak mengakui kekuasaan Paus atas jemaat-jemaat di Inggris
”gereja Anglikan sangat dipengaruhi oleh ajaran reformasi”) 20 dan Gereja Orthodoks (Bhs Yunani
”orthos” artinya ”lurus” dan ”dogma” artinya ”ajaran” aliran ini berpegang pada Alkitab tanpa
19
H.A. Van Dop.,Ibid, 105
20
F.D. Wellem, Ibid., 14

8
kritik yang mengurangi kebenaran Alkitab. Jadi ortodoks berarti baik) 21. Kata ‘liturgi’ mulai dipakai
dalam lingkungan Reformasi kira-kira tahun 1550.
Gereja masa kini biasanya menamakan ibadahnya suatu “liturgi’ ; kebiasaan ini terdapat
dalam banyak gereja. ‘liturgi’ sudah menjadi istilah teknis dalam Ilmu Theologi untuk menunjuk
kepada perkumpulan jemaat untuk beribadah dengan tata kebaktian. Bila dikaji dengan teliti
maka kata “liturgi’ dalam Alkitab sebenarnya hampir tidak ada dasar leterlek untuk
membenarkan kata ‘liturgi’ seperti pengertian masa kini. Bila dimengerti arti kata ‘liturgi ‘ dalam
Alkitab maka dengan sendirinya pengertian liturgi akan sangat berbeda pengertiannya dengan
pemahaman tentang ‘liturgi’ pada umumnya (sebagai tata aturan dalam menjalankan tugas
dalam ibadah jemaat) tetapi mengacu pada keseluruhan hidup Orang Percaya.

BAB. IV
LITURGI DALAM ALKITAB
Pada dasarnya liturgi tidak dengan sendiri dimunculkan oleh organisasi-organisasi gereja tertentu
tetapi pada prinsipnya Alkitab menjelaskan tentang bagaimana ibadah itu harus dijalankan dengan
benar dan tertib yang dilaksanakan dengan pengertian yang benar. Karena itu pada bagian ini,
dipaparkan tentang liturgi berdasarkan Alkitab.
IV.1. Liturgi dalam Perjanjian Lama
Ibadah Israel berpusat pada Yahweh. Tidak terdapat suatu uraian khusus tentang ibadah baik
perorangan maupun suatu komunitas. Yang ditemui adalah beberapa susunan ibadah, misal
mengenai pentahbisan Bait Allah di Zaman Raja Salomo (2 Taw 5-7) ketentuan-ketentuan tentang
bagaimana ibadah korban itu dilaksanakan lihat dalam Imamat 6-7 rumusan liturgi yang
21
Soedarmo, Ibid.,61

9
diucapkan, tindakan seremonial dan penjelasan lainnya.22 Rumusan-rumusan liturgis banyak
terdapat dalam kitab mazmur yang berhubungan dengan persembahan korban; demikian juga
dalam kitab-kitab yanng lainnya dalam Perjanjian Lama.

1. Ungkapan-Ungkapan Liturgis Dalam Kitab Mazmur


Saat yang terpenting dalam dalam kehidupan agamani orang-orang yang beribadah, baik
pribadi maupun persekutuan; contoh Maz 24 suatu arak-arakan menuju Bait Allah, umat
berseru: Siapakah yang boleh naik ke gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri ditempat-
Nya yang kudus? Seorang Imam menjawab (bdn Maz 15) “orang yang bersih tangannya dan
murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan dan yang tidak bersumpah
palsu…”. Salah seorang pemimpin prosesi kemudian berseru: ‘Itulah angkatan orang-orang
yang menanyakan Dia, yang mencari wajah-Nya , ya Allah Yakub.” Pada waktu orang-orang
Israel mengangkat Tabut Perjanjian: “Angkatlah kepalamu hai pintu-pintu gerbang supaya
masuk Raja Kemuliaan”. Dari dalam terdengar suara bertanya: “Siapakah Raja Kemuliaan?”
Mazmur ini mengemukakan adanya liturgi/ tata ibadah (Maz 24; 68; 132.)
2. Persembahan Kurban
Ibadah/liturgi secara harafiah berarti kebaktian yang menggunakan cara-cara yang sudah
ditetapkan. Kata ini pada mulanya digunakan dalam bidang sekuler untuk pelayanan umum
bagi negara. Kemudian kata ini digunakan dalam bidang religius ”pelayanan kepada dewa-
dewa”.23 Karenanya manusia menyediakan apa yang dewa-dewa butuhkan dan inginkan.
Tujuan utama ibadah untuk melayani dan mengambil hati para dewa terdiri dari tindakan
22
A.F. Parengkuan, “Ibadah Gereja Protestan Di Indonesia” (Penyunting) Tom Therik dan Lintje Pellu dalam Ibadah, Liturgi Dan Kontekstualisasi. (Kupang:
Artha Wacana Press, 2000).14.
23
M.E. Manton, Kamus Istilah Teologi. (Malang: Gandum Mas, 1995). 92.

10
mencium patung dewa-dewa (1Raj 19: 18 dan Hos. 13:2) melambangkan apa yang dilarang di
Israel. A.F. Parengkuan, menulis:
”Dalam perkembangannya orang Israel mengenakan pengertian ibadah itu dalam
pelayanan yang ditujukan kepada TUHAN, ALLAh Israel seperti tindakan-tindakan
penyucian diri dengan cara membasuh pakaian (Im. 14:8-9), mengadakan korban
persembahan untuk penyingkiran kecemaran yang masih ada, batu-batu permata untuk
menolak kuasa-kuasa jahat (bdn Hos 2:13) dan mengenakan jubah yang segar dan bersih.
Juga seorang yang beribadah hendaknya memberikan suatu kepada Tuhan; misal Kel
23:15 :” Jangan orang menghadap kehadirat-Ku dengan tangan hampa”. Dalam Zaman
Musa, bagian hakiki ibadah ialah persembahan korban bukan doa. Hal ini memperkuat
hubungan dengan Allah. Contoh: Elkana dan Samuel ( I Sam 1:3-8; 9: 12-24); juga
pemenuhan suatu nazar (Ams 7:14). Orang yang beribadah menyembelih hewan korban,
imam membakar gemuknya, memercikan darah di atas mezbah (Im 10:12-20; I Sam 2:11-
17). Pemberian persembahan lebih menonjol dari persekutuan. Begitu pula dengan
korban perdamaian (Kej 89:20; 22:13; Bil 23:1-3; Hak 6:26; I Sam 6:14 dll). Hewan yang
disediakan seperti, lembu, kambing, domba ( Im 17:3) burung merpati atau perkutut (Im
14:22).”24

Dalam Zaman Musa, bagian hakiki ibadah ialah persembahan kurban; dalam Kamus
Bahasa Indonesia ditulis: Kurban artinya berkorban; menjadi korban; menderita (rugi dsb);
untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan, dsb; memberikan sesuatu sebagai korban: rela

24
A.F. Parengkuan, Ibid., 19.

11
memberi sesuatu sebagai bukti kebaktian dan kesetiaan 25; dengan kata lain persembahan
kurban berarti memberikan korban sebagai pernyataan kebaktian. Hal ini memperkuat
hubungan dengan Allah. Contoh: Elkana dan Samuel ( I Sam 1:3-8; 9: 12-24); juga pemenuhan
suatu nazar (Ams 7:14). Orang yang beribadah menyembelih hewan korban, imam membakar
gemuknya, memercikan darah di atas mezbah (Im 10:12-20; I Sam 2:11-17). Pemberian
persembahan lebih menonjol dari persekutuan. Begitu pula dengan korban perdamaian (Kej
89:20; 22:13; Bil 23:1-3; Hak 6:26; I Sam 6:14 dll). Hewan yang disediakan seperti, lembu,
kambing, domba ( Im 17:3) burung merpati atau perkutut (Im 14:22).
3. Masa Raya dan Pelaksanaan Kurban
Liturgi dikalangan umat Israel Tampak dalam pemeliharaan waktu-waktu beribadah yang
sudah diatur sepanjang tahun. Ada yang dilakukan setiap minggu seperti hari sabat, setiap
bulan, seperti perayaan bulan baru yang pernah dikritik oleh nabi Yesaya karena tidak disertai
dengan keadilan sosial (Yes 1:13-15). Ada tiga masa Raya Yahudi adalah : Paskah, Pentakosta
dan Pondok Daun. Semua masa raya ini pada mulanya berhubungan dengan kehidupan
dibidang pertanian yang kemudian berkembang dan dihubungkan dengan yang Tuhan Allah
kerjakan bagi Israel; Perayaan ini dapat dipahami sebagai berikkut
a. Perayaan Paskah. Kata yang juga perayaan Roti Tidak Beragi dilaksankan pada bulan semi
yang pertama dalam setahun. Dari segi pertanian orang mempersembahkan buah sulung
dari hasil kerjanya (Im 23:10) tetapi secara theologis dihubungkan dengan keluar dari
Mesir (Kel 12:17); Perayaan pembebasan bangsa Israel dari Mesir. Anak-anak sulung orang
Mesir dibunuh, tetapi pintu-pintu rumah orang lbrani " dilewati " (lbrani Pesah berarti:
melewati). Peristiwa itu diperingati dengan mengadakan perjamuan Paskah di mana para
25
Tim Penyusun.,526.

12
peserta "makan Paskah" yaitu makan "korban Paskah" atau anak domba Paskah itu (Kel.
12:23-28, 43-51).
Kata pasca – mengingatkan pada Paskah Yahudi – berasal dari kata Yunani pascha
atau Ibrani pesach, artinya: melewati atau menyeberangi (transitus). Perbudakan di
Mesir telah dilalui dan kini mereka menuju tanah perjanjian. Kata Paskah ini
dipergunakan dalam bahasa Ibrani, Denmark, Norwegia, Spanyol, Itali, Prancis,
Indonesia, dan sebagainya.26

Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus disebut "anak domba Paskah" (1Kor. 5:7) atau
"Anak Domba yang disembelih" (Wahyu 5:6). Untuk Jemaat Purba hari Paskah mendapat
isi/ pengertian baru secara theologis yaitu perayaan kebangkitan Tuhan Yesus. 27
b. Hari Raya Pentakosta dilaksanakan 7 minggu sesudah paskah (Im 23:15) pada waktu panen
berakhir Perayaan pengucapan syukur bagi Israel atas hasil panen gandum. Pesta itu
dirayakan tujuh minggu (Yunani Pentakosta berarti: kelima puluh) setelah hari Paskah.
Sebab itu juga dikenal dengan nama "hari raya Tujuh Minggu" (Ul. 16:10). Dalam Perjanjian
Baru dihubungkan dengan turunnya Roh Kudus (Kis. 2).28
c. Perayaan Pondok Daun adalah perayaan selama 7 hari yang dilakukan Israel pada bulan
ke-tujuh (Tgl 15-21 Tisri) perayaan panen buah anggur Zaitun.; perayaan ini dihubungkan
dengan pengalaman-pengalaman yang menakjubkan di antara orang Israel selama di
padang gurun.29 Dalam Kamus Alkitab Elektronik:
26
Rasid Racman, Hari Raya Liturgi. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).77.
27
Kamus Alkitab Elekronik. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1974)…..
28
Ibid.,…..
29
A.F. Parengkuan., Ibid.,19

13
Perayaan pengucapan syukur bagi Israel atas hasil panen. Pada perayaan itu orang
tinggal dalam pondok daun sebagai peringatan akan zaman pengembaraan dalam
padang belantara (Im. 23:33-44). Pada zaman Perjanjian Baru hari raya itu masih dikenal
(Yoh. 7:2).30
d. Haya Pendamaian Lihat (Im 23:26-31), Perayaaan Tahun Baru pada 1 Tisri (Bil 29:1-6) bila
penanggalan dimulai pada musim gugur; hari Raya Purim (Ester 9), Hari Raya Pentahbisan
Bait Allah (Yoh 10:22)
IV.2. Liturgi Dalam Perjanjian Baru
Alkitab PB menyaksikan bahwa pada jemaat mula-mula sudah ada tata ibadah yang dilakukan
tetapi belum dalam pemahaman yang luas; hal ini dapat dilihat sebagai berikut: Keadaan
Peribadatan Jemaat Perdana, berbeda dengan umat Yahudi yang merayakan ibadahnya pada
hari Sabat; orang Kristen mula-mula berkumpul pada pada hari pertama minggu itu. Ini
nampaknya dimulai sejak jemaat mula-mula merayakan hari kebangkitan Tuhan Yesus.
Persekutuan murid-murid Yesus masih tetap berkumpul di Bait Allah Yerusalem (KPR 2:46),
dalam satu bilik yang dinamakan serambi Salomo (KPR 5:12), murid-murid juga, memiliki satu
tempat juga untuk berkumpul diperkirakan adalah rumah/ bilik atas ( KPR 1:13) di situlah mereka
mengadakan perjamuan malam terakhir bersama Yesus dan sangat mungkin adalah rumah ibu
Yohanes Markus (Mrk 14:15 bdn Yoh 20:19).
Ketika jemaat berkumpul mereka mengadakan baptisan, tekun dalam pengajaran rasul-
rasul, memecahkan roti (perjamuan kudus) dan berdoa (KPR 2:14). Inilah yang menjadi unsur-
unsur tetap dalam ibadah jemaat mula-mula. Menyanyikan puji-pujian adalah bagian dalam
ibadah jemaat, walaupun tidak disebut dalam KPR 2:4 tetapi berdasarkan KPR 16:25 dapat
30
Kamus Alkitab Elektronik., Ibid., …..

14
dikatakan bahwa para murid sangat gemar menyanyikan puji-pujian (bdn Kol 3:16). Jadi ’liturgi’
dalam PB sebenarnya tidak sepenuhnya mengacu pada perkumpulan jemaat yang beribadah;
hanya dalam KPR 13: 2 kata ‘liturgi’ dipakai untuk menerangkan suatu persekutuan orang Kristen
(yaitu beberapa nabi, pengajar yang bernama Barnabas, Simeon, Lukius, Menahem dan Saulus)
yang beribadah (berliturgi) kepada Allah dan berpuasa; Dengan demikian berdasarkan nas inilah
dapat dibenarkan kebiasaan Gereja untuk mengistilahkan ibadahnya sebagai ‘liturgi’.31 Dalam
konsep bersekutu dan berbakti bersama di suatu tempat dengan tata ibadah berlaku. Maka
dapatlah dimengerti bahwa liturgi melampaui pengertian ibadah dalam persekutuan di tempat;
seperti yang dikemukakan oleh Chirtina Mandang:
Sejajar dengan kata ”lturgi” adalah kata ”ibadah”. Ibadah berasal dari bahasa Arab ebdu
(hamba, yang sama artinya dengan bahasa Ibrani abodah). Artinya, perbuatan untuk
menyatakan bakti kepada Tuhan. Ibadah yang sejati tidak terbatas di gereja, tetapi terwujud
dalam sikap hidup sehari-hari melalui aksi. Aksi ibadah meliputi pelayanan, tindakan, tingkah
laku, pola pikir dan sebagainya. Menurut Paulus, inti ibadah Kristen adalah
mempersembahkan hidup kepada Tuhan (Roma 12:1). Dengan kata lain harus ada hubungan
antara ibadah dan sikap hidup sehari-hari.32

Jadi dapatlah dimengerti bahwa beribadah/ berliturgi (kata liturgi/ Ibadah dimengeti dalam
arti yang sama yakni seluruh hidup yang berbakti untuk melayani Tuhan dalam kehidupan) bukan
hanya terbatas pada saat bersekutu bersama dalam satu tempat dalam proses ibadah melainkan

31
G. Riemer, Ib id., 12-13
32
Christina Mandang “ Musik Gereja dan Liturgi Nyanyian Jemaat Dalam Ibadah” (ed) Rainy M.P. Hutabarat dkk dalam Liturgi dan Komunikasi. (Jakarta:
Yakoma PGI, 2005),) , 140

15
liturgi itu adalah seluruh aspek hidup yang berbakti kepada Tuhan yang tidak terikat pada satu
tempat bersekutu saja.

BAB. V
PERKEMBANGAN PARADIGMA LITURGI LITURGI
Pada bagian ini penulis menekankan pada pengaruh perkembangan dalam liturgi sehingga sejarah
perkembangan bukan menjadi penekanan tetapi lebih mengarah kepada konsep pergeseran
pemaknaan yang mempengaruhi pemikiran tentang makna liturgi dalam aras praktis; maka secara
garis besar akan diuraikan tentang pemahaman dan pelaksanaan serta perkembangan liturgi pada tiga
masa sebagai representatif dari perkembangan paradigma liturgi dan pada bagian akhir dipaparkan
keterangan umum dan singkat tentang liturgi pada gereja-gereja modern.
V .1. Paradigma Liturgi Zaman Gereja Awal (Masa Gereja Perdana)
Liturgi Gereja pada Masa ini (50 – 500) dianggap sebagai hal yang paling penting dalam sejarah
liturgi.33 Dipengaruhi sistim peribadahan Yahudi di Sinagoge; seperti yang diungkapkan oleh Rasid
Rachman:
Sinagoga adalah didaskaleia, pengajaran, yaitu satu tempat di mana pengajaran disampaikan.
Apabila rumah Ibadah itu disebut, maka disebut pula kegiatan yang terjadi di sana, yaitu
mengajar. Kegiatan belajar mengajar digabungkan dengan berdoa, sehingga terbentuklah
pola pelopor kebaktian. Dengan demikian terjadi “perkawinan” antara pendidikan dan
kebaktian”34

33
G. Riemer. Ibid.,107
34
Rasid Rachman, ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini” dalam Jurnal Teologi PROKLAMASI edisi No.6/Th. 3/2004 – 2005. (Jakarta:
Unit Publikasi & informasi (UPI) STT Jakarta 2004), 82.

16
Dari kutipan di atas dapatlah dikatakan bahwa umat yang beribadah dan para pelayan yang
bertugas dalam ibadah memperoleh pengajaran tentang liturgi “tata ibadah” dengan melihat dan
mengalami sendiri. Dengan demikian umat dan para petugas dalam ibadah menjadi terlatih
dalam pendarasan Mazmur-mazmur, pembacaan Taurat secara leksionaris (Pembacaan Kitab
Suci secara terencana dan utuh)35, tata gerak liturgis (bdn. Lukas 4:16-21); tentang Yesus yang
bertugas membaca Alkitab di sinagoge pada hari Sabat dan tata pengucapan kalimat dalam
liturgis/ibadah.
Selain keterangan di atas, unsur-unsur liturgi dalam ibadah jemaat mula-mula cenderung
sangat memberi perhatian pada pelayanan diakonia dengan memberi persembahan syukur,
bahkan ada yang bersedia menjual tanah dan rumahnya untuk dipersembahkan bagi pekerjaan
pelayanan rasuli (Kis 4:34-35). Hal memberi persembahan dikembangkan sampai kepada jemaat-
jemaat di luar Yerusalem karena persembahan dipandang sebagai kasih karunia Allah untuk
membantu yang lemah agar terjadi keseimbangan (2 Kor 8:5).
Rasul Paulus juga memberi penekanan dalam pembinaan jemaat Roma (Rm. 12:1-2) dan
kemudian diarahkan lagi oleh persekutuan Kristen dibawa pengaruh Yakobus dengan
pemahaman bahwa ibadah yang murni dan yang tak bercacat dihadapan Allah adalah
mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka dan menjaga diri orang
percaya agar jangan sampai tercemar oleh dosa/ dunia (Yak 1:27). Diakhir abad pertama,
pemahaman ibadah telah diisi dengan pengajaran yang lebih bersifat dogmatis yakni
menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran praktis (Yak 4:24).

35
Edward Foley, “Pembacaan Secara Leksionaris” (ed) Rasid Rachman., Ibid.

17
V.2. Paradigma Liturgi dalam Ibadah Jemaat Pada Abad Pertengahan (600 – 1500) 36
Pada abad Pertengahan, proses dan cara pendidikan liturgika berkembang dengan
simbolisasi. Antara lain: 1) benda-benda: Alkitab, lilin, dupa, garam, air, roti, cawan; 2) tata gerak:
berjalan, membuat tanda salib, berlutut; 3) Tata perabot: bejana baptisan, altar; 4) tata respon:
melihat warna warni busana iman, mencium asap dupa, mendengar pendarasan Mazmur,
mengecap komuni; 5) tata seni: lukisan dinding, lukisan kaca; dan 6) tata ruang: kiblat ke Timur
area, area imam, area prosesi.
Tampilan liturgi dan sakramen dibuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan kekaguman;
hal ini dilakukan untuk menampilkan kesan dan keindahan melalui simbolisasi diutamakan untuk
mengajarkan dan menyalurkan tradisi imam. Hal ini diperoleh dengan menggali tradisi ritus yang
telah ada sejak gereja awal.
Menampilkan kesan dan keindahan liturgis hanya dapat diperoleh melalui tampilan para
pelayan liturgi yang tampil terlatih dan memahami makna setiap unsur liturgi. Dengan demikian
seluruh pelayan liturgi ”merupakan persembahan suci kepada Tuhan dan sekaligus sebuah
”sistim pengajaran” yang membina para warga Kristen. Pembinaan ini berdampak langsung
bukan hanya pada pengenalan akan iman Kristen dan Kitab Suci, tetapi juga pada pembelajaran
tentang liturgi itu sendiri. Tampilan liturgi dengan sendirinya mengajarkan kepada umat tentang
arti liturgi sekalipun mereka buta huruf.37
Pada masa ini juga, corak liturgi mengakibatkan jarak yang jauh antara klerus dan kaum
awam38; “Klerus/ cleric – (Yun. ‘pewaris, dipilih dengan undian). Istilah umum untuk orang-orang

36
G. Reimer., Ibid., 144.
37
Rasid Rachman., ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini”.,Ibid., 84.
38
G. Riemer., Ibid., 51

18
yang menerima tahbisan diakon, iman, uskup”. 39 Sedangkan awam: “Laity – (Yun. ‘umat’). Orang
beriman yang menjadi warga penuh gereja melalui baptisan, penguatan komuni ‘perjamuan’
(1Pet. 2:9-10), tetapi tidak menerima pentahbisan suci dan menjadi klerus”. 40 Hal ini
mengakibatkan semakin membedakan pengertian liturgi sebab ritus dianggap sangat penting
untuk memperoleh keselamatan dan dalam sakramen-sakraman ada kepastian tentang
keselamatan, bukan dalam kepercayaan kepada Firman Tuhan”41.
Demikianlah pada masa ini terjadi perubahan paradigma yang mengarah kepada
peningkatan mutu ibadah tetapi terjadi pergeseran pemahaman dalam fungsi yang membedakan
antara pelaksana tata ibadah dan orang percaya pada umumnya serta yang sangat
membahayakan yaitu pergeseran konsep keselamatan berdasarkan pelaksanaan sakramen bukan
pada anugerah dari Tuhan.
V.3. Paradigma Liturgi Dalam Ibadan Jemaat Pada Abad Reformasi
Reformasi gereja abad ke-16 memiliki sasaran pembaharuan atas gereja yang telah merosot
secara theologis, moral dan spiritual. Untuk mengatasinya, Marthen Luther seorang guru
besar di Universitas Wittenberg mencari dan menyingkirkan dari gereja segala yang
bertentangan pengajaran Alkitab. Gereja hendaknya menjadi “gereja yang berziarah”, yang
ditekan, disengsarakan tetapi pada saat yang sama membawa kesaksian Injili. 42
Khotbah “Rasionalisasi dan verbalisasi Katekismus/ ajaran sehari-hari”; ibadah-ibadah
harian, khotbah atau katekismus – keduanya sama-sama menggunakan metode verbal dan oral,
baik didengarkan maupun dibaca – dilakukan di gereja secara komunal dan di rumah secara
39
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid.,147.
40
Ibid.,35.
41
G. Reimer., Ibid.,151.
42
A.F. Parengkuan, Ibid.,20.

19
personal43 terhadap simbol-simbol. Pengertian tentang gereja sering nampak dalam upacara-
upacara keagamaan dan simbol-simbol keagamaan yang dilakukannya walaupun itu tidak dijamin
secara alkitabiah. Dengan penekanan yang lain, Johanes Calvin berpendapat bahwa:
Makna satu-satunya dari pembaharuan gereja adalah kembali keprinsip-prinsip dasar
alkitabiah yang secara langsung diberlakukan di dalam gereja mula-mula. Kalau ini dilakukan
makna gereja dapat berjalan maju dalam kemenangan, yakni kemenangan di bawah rajanya,
yakni Kristus yang bangkit dan menang.44

Sumbangsih Calvin terhadap pendidikakn liturgi tidak jauh berbeda dengan Luther
(pemberitaan firman, pembacaan Alkitab dan pengajaran menjadi penekanan). Nyanyian
Mazmur , menjadi metodenya. Calvin banyak menulis aturan dan ajaraan tentang liturgi
sebagaimana tertuang dalam institutio, dokumen, formula liturgi dan katekismus. Selain alasan
keseragaman, hal tersebut dimaksudkan agar orang tidak bergantung pada misteri tapi pada
penjelasan rasional juga.
Penjelasan rasional harus menjadi pegangan bagi sakramen-sakramen, doa, nyanyian,
mazmur-mazmur. Umat bukan menjadi penonton didalam liturgi dan sebaiknya umat tidak
mengamini apa yang tidak dimengertinya. Tetapi umat harus memahami maknanya. 45

Luther dan Calvin tidak menghilangkan unsur-unsur liturgi yang sudah digunakan oleh liturgi
Roma. Hal-hal yang baik yang tidak perlu diperdebatkan tetap dipertahankan; Contoh: Luther
tetap menggunkan leksionari sebagaimana gereja saat itu yakni pembacaan surat dan Injil untuk
43
Rasid Rachman., ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini”.,Ibid., 84.
44
A.F. Parengkuan, Ibid.,20-21.
45
Rasid Rachman.,Ibid., 85.

20
hari minggu. Demikian juga Calvin memberikan peluang untuk doa bebas personal (doa hening)
dalam ibadah umat; pengakuan dosa diikuti oleh berita anugerah (tidak disalingi nyanyian); di
awal ibadah pendeta berdiri di depan altar; hanya diwaktu khotbah pendeta ke mimbar, dan
kembali ke altar ketika perjamuan kudus. Calvin mau mendidik jemaat agar fungsi mimbar dan
altar dalam ruang ibadah dan utama dalam liturgi. 46 Kalau ini telah diberlakukan maka gereja
dapat berjalan maju dalam kemenangan dibawa Rajanya yaitu Yesus Kristus yang bangkit dan
menang.
Esensi Ibadah Reformasi; Ibadah kepada Tuhan Allah secara esensial/ mendasar adalah
spiritual; ini berarti dalamnya tidak begitu tampak tindakan-tindakan lahiriah melainkan ibadah
itu muncul dari bagian terdalam kehidupan umat manusia yakni dalam hati. Setiap orang
memeiliki kebutuhan ibadah karena hal ini secara mendasar membedakannya dari hewan.
Ibadah yang benar hendaknya juga “didalam Roh” Allah, karena manusia tidak dapat beribadah
dengan cara yang benar kecuali Roh Allah menyanggupkan dia melakukannya.
Jean Jagues von Allmen dalam bukunya ”Worship: Its Theology and Practice” yang ditulis
dalam tradisi Reformasi dari Swiss tentang Ibadah Kristen dan dikutip oleh James F. White
sebagai berikut:
Ibadah Kristen sebagai rekapitulasi (pengulangan) dari apa yang telah diperbuat Allah. Ibadah,
katanya , ”memuliakan dan menegaskan secara baru proses sejarah keselamatan yang telah
mencapai puncaknya dalam intervensi Kristus kedalam sejarah manusia, dan melalui
peringkasan serta penegasan yang selalu diulang ini, Kristus melanjutkan karya
penyelamatan-Nya melalui karya Roh Kudus .”Ibadah seperti itu terikat erat sekali dengan
tawarikh alkitabiah peristiwa-peristiwa penyelamatan itu. Ibadah memberikan ringkasan yang
46
Ibid., 86.

21
menyegarkan tentang apa yang dilakukan Allah dan tentang antisipasi yang kembali
diperbaharui dari apa yang masih akan terjadi.47

Dilanjutkan dengan pendapat dari White, bahwa:


Sangat berbeda dengan ibadah umumnya, ”ibadah Kristen” ia menegaskan, ”adalah
tindakan supernatural, kehidupan supernatural” yang melibatkan ”tanggapan yang khas
terhadap penyataan yang khas”. Ibadah Kristen mempunyai ciri khas yang konkrit karena dia
ada hanya melalui ”gerakan dari Allah yang kekal itu kearah ciptaan-Nya, bahwa perangsang
diberikan kepada ibadah manusia yang terdalam, dan daya tarik dibuat untuk kasih
pengorbanan-Nya...Doa dan...perbuatan, adalah cara-cara yang didalamnya ia menjawab
sapaan Firman itu.48

Bagi orang Kristen dalam semua ibadah Kristus diimani sebagai Tuhan dan Juru Selamat,
hanya dengan iman kepadanya maka ibadah akan diterima oleh Allah. Sebab hanya Kristus-lah
perantara satu-satunya antara Allah dan manusia. Ibadah demikian adalah ibadah yang benar,
yang manusia ungkapkan dalam pujian, doa, dan dalam mendengarkan serta melakukan dalam
tindakan yang Tuhan Allah firmankan . Otoritas akhir bagi semua prinsip ibadah kepada Allah
terletak dalam Alkitab.
V.4. Paradigma Liturgi dalam Ibadah Jemaat Pada Abad Modern
Gereja Protestan di Indonesia (GPI)

47
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005).8.
48
Ibid. 9.

22
Pola pikir Calvin pada abad ke-16 kadang-kadang masih muncul dalam gereja-gereja Protestan di
Indonesia; bahwa liturgi lahir dari: 1) Ketetapan persidangan yang menetapkan aturan-aturan, 2)
Keseragaman menurut kemauan persidangan. Kebiasaan tersebut terbawa sampai ke Indonesia.
Liturgi tidak dianggap sebagai perayaaan kebaktian melainkan sebagai ”menjalankan aturan-
aturan” yang ditetapkan oleh persidangan.49
Rapat gereja Batavia pada tahun 1624 menetapkan agar peribadahan gereja di Indonesia
sedapat mungkin seragam dengan yang dilakukan oleh gereja Calvinis di Belanda. Hal yang
sama terjadi pada gereja Tapanuli yang mengikuti liturgi Gereja Uniert di Jerman. Hingga
pertengahan abad ke-20, mencari cara agar memiliki liturgi yang seragam masih menjadi
salah satu ciri gereja-gereja Protestan di Indonesia. 50

Hingga kini, Gereja Protestan di Indonesia lebih memfokuskan liturgi pada khotbah atau
musik gereja. Khotbah tidak hanya menjelaskan Kitab Suci, tetapi juga memasukan hal-hal lain
yang enteng sehingga menjadi panjang sehingga tidak proposional. Contoh: dalam Persekutuan
Doa: bukan Kitab Suci yang utama di beritakan tetapi khotbah yang mendominasi ibadah; Liturgi
dipahami oleh Gereja Ortodoks: sebagai tempat belajar iman; Liturgi dipahami oleh Gereja Roma
Katolik: Sebagai saat memperdalam pengetahuan iman; Gereja Pentekostal di Indonesia (GPdI)
pada umumnya memiliki liturgi tapi tidak ditulis dalam suatu format khusus tetapi secara praktis
dilakukan pada waktu ibadah dan lebih menekankan tentang kesaksian serta karunia –karunia
teristimewa tantang ”bahasa roh”; Gereja Bethel Indonesia (GBI) pada umumnya melaksanakan

49
Rasid Rachman., ”Pendidikan Liturgi Relevansinya bagi Gereja Masa Kini”.,Ibid.,86.
50
Ibid.86.

23
liturgi secara praktis dan hampir mirip dengan GPdI tetapi penekanan pada GBI yaitu pujian-
penyembahan dan kesembuhan Ilahi.
Perbedaan-perbedaan di atas merupakan suatu penekanan aplikatif dari masing-masing
aliran guna mengekspresikan konsep theologinya dalam ibadah karena itulah maka penampakan
suatu liturgi berfariatif berdasarkan pemahaman denominasi tetapi pada umumnya Doa,
Nyanyian, Firman Allah, khotbah, persembahan dan berkat selalu menjadi bagian dari
pelaksanaan ibadah pada semua denominasi yang disebutkan.
Sebelum dipaparkan tentang unsur-unsur yang ada dalam liturgi pada umumnya, bagian
selanjutnya akan dipaparkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pola liturgi secara garis
besar.

BAB VI
FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK LITURGI
Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan
(mempengaruhi) terjadinya sesuatu.51 Dalam hubungan dengan bagian ini dapatlah dimengerti bahwa
dalam pembentukan suatu pola liturgi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:1)Faktor Alkitab;
Alkitab menjadi dasar bagi adanya liturgi sebab konsep dasar yang melatar belakangi adanya liturgi
adalah Alkitab ”kalau tidak ada di Alkitab maka sudah pasti tidak ada liturgi Kristen” dengan kata lain;
gambaran dari yang sudah ada dalam Alkitab diadopsi kedalam suatu format baru, seiring dengan
perkembangan waktu dan kebutuhan ibadah dalam proses bergereja sepanjang sejarah. 2)Faktor
Ajaran Gereja; sesuai dengan konsep bergereja yang terus berkembang dalam proses peribadahan
maka Gereja terus menggali dan berupaya mengaktualisasikan pengajaran alkitabiah melalui peristiwa
51
Tim Penyusun. Ibid., 273.

24
ibadah. 3)Faktor Persekutuan Gereja; komunitas bergereja memiliki warna dan gaya pada
konteksnya yang khas, karena itu kebutuhan pada komunitas persekutuan menjadi faktor pendorong
untuk membentuk suatu liturgi yang dianggap dapat menjawab kebutuhan spiritual komunitasnya. 4)
Faktor Sejarah Gereja; sejarah Gereja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi liturgi
sebab warna yang khas dari satu komunitaas akan menjadi suatu identitas yang dianggap sebagai
penghormatan/ kebanggaan terhadap jerih lelah para pendahulunya, karena itu pembentukan liturgi
pada konteks ini merupakan warisan bagi komunitas dan menjadi ciri khasnya dalam peribadahannya.
5) Faktor Missioner; faktor ini merupakan suatu dorongan yang berupaya untuk membentuk liturgi
sesuai dengan warna penatalayanannya guna menunjang pergerakan kekhasan semangat
misionernya. 6) Faktor Kebudayaan; kebudayaan tidak dapat terhindarkan dari pergerakan Gereja. Di
manapun Gereja hadir maka di situ sudah pasti ada kebudayaan dan di dalam kebudayaan itu terdapat
kekhasan dari manusia-manusia yang membentuknya. Kehadiran Gereja dalam konteks ini mendapat
tugas konkrit yang harus menjawab kebutuhan kebudayaan tersebut karena itu; inovatif dan kreatifitas
Gereja membetuk liturgi guna menjawab kebutuhannya sesuai dengan kebudayaan tersebut ”bukan
sinkritisme”. 7) Faktor Etnologis dan Antroplogis; faktor ini merupakan realitas yang dihadapai Gereja,
ketika Gereja hadir maka konteks ini menjadi tanggung jawab Gereja ”kebutuhan beribadahnya”
dengan demikian liturgi menjadi sarana aktualisasi jati diri yang memberi penghormatan kepada Tuhan
berdasarkan konteks yang famililiar dengan ciri khasnya. dan 8) Faktor Dunia Gereja52; dunia
bergereja merupakan realitas sosial yang terus bergerak maju karena itu bergereja dalam konteks ini
selalu berupaya untuk menjawab dinamika yang ada, guna mendapat formula yang berusaha
menjawab dinamika global yang terjadi dengan memformulasi beribadah dalam konteks yang sedang
bergerak.
52
G. Riemer. Ibid.,

25
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan realitas dalam proses berliturgi. Tetapi pada intinya,
pembentukan liturgi tidak ada dasar lain untuk membenarkannya selain Alkitab sebagai petunjuk
dasarnya, dogma dalam ajaran Kristenpun mendukung adanya pola liturgi, persekutuan gereja/
denominasi juga berperan dalam pembentukan suatu pola atau model liturgi; dalam sejarah gereja
liturgi selalu mengalami pergeseran pembentukannya, demikian juga dalam pergerakan gereja lokal
tidak terhindarkan dari pembentukan pola/ bentuk ibadahnya berdasarkan misi gereja tersebut.
Kebudayaan yang beranekaragampun turut serta mewarnai pembentukan liturgi baik itu dalam sub.
Budaya berdasarkan komunitas homogen maupun heterogen.
Faktor dunia gereja sangat berperan dalam pembentukan pola ibadah sebab dalam eksistensinya
tidak dapat menghindar dari pengaruh ekonomi, keadaan iklim serta keadaan politik; pembentukan
pola liturgi dipengaruhi situasi dan kondisi ini. Jadi dapatlah dikatakan bahwa pembentukan pola liturgi
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dapat dipungkiri eksistensinya karena itu pembentukan
liturgi disesuaikan dengan situasi dan kondisi tetapi dapat dipertanggung jawabkan pembentukannya
secara vertiakal (kepada Tuhan) dan horisontal (kepada sesama). Selanjutnya akan dibahas tentang
unsur-unsur liturgi yang dimaknai dalam bagian-bagian yang pada umumnya menempati tata liturgi
dalam kebaktian.

BAB VII
KESENIAN DALAM LITURGI
Ibadah Kristen berhubungan erat dengan nilai-nilai seni; tiga unsur yang sangat menonjol dalam
kaitannya dengan seni adalah: Musik, tempat ibadah dan simbol-simbol yang dipakai di dalamnya.
Seni musik juga dapat dihubungkan dengan dunia tari, pembacan puisi, sendratari (seni drama dan
tari) dll. Seni arsitektur maupun simbol-simbol lainnya adalah alat bantu dalam ibadah.
26
Maksud ibadah diungkapkan dalam Maz 29:3, “berikan kepada Tuhan kemuliaan nama-Nya,
sujud kepada Tuhan berhiaskan kekudusan” menunjukan kepada keindahan. Seni membantu orang
Kristen untuk beribadah kepada Tuhan dengan berhiaskan kekudusan. Pada bagian ini, akan diuraikan
tentang ketiga hal tersebut:
VII.1. Musik
Alkitab menyaksikan dengan jelas bahwa musik, baik paduan suara maupun instrument adalah
unsur-unsur yang mempunyai tempat yang tepat dalam ibadah pada umumnya. Pemazmur
berkata: ‘muliakan Tuhan Allah di tempat-Nya yang kudus dengan sangkakala, gambus (alat
musik petik mirip kecapi) dan tari-tarian, seruling serta ceracap (sejenis angklung)”. Dalam Ef
5:19 rasul Paulus menulis bahwa menggunakan Mazmur, Kidung Pujian rohani yang dilakukan
dengan segenap hati.
Paduan suara, solo, duet, trio dan kwartet dst, perlu diintegrasikan dalam struktur ibadah
bahkan bukan hanya sisipan atau salingan saja tetapi dilakukan dengan selektif agar berbeda
dengan hiburan/ pertunjukan.
VII.2. Tempat Ibadah (Arsitektur)
Parengkuan menulis dalam ”buku Ibadah, Liturgi dan Kontekstualisasi”, sebagai berikut :
Pada hakekatnya peribadatan Kristen tidak menuntut perlunya suatu tempat atau obyek
yang berupa gedung dengan arsitektur yang istimewa. Peribadatan Kristenpun tidak
berpusat pada suatu benda kultis seperi patung atau sejenisnya itu, yang dipelihara dan
dilindungi dalam gereja peribadatan Kristen juga memerlukan suatu peralatan yang megah
seperti altar. Kebaktian dapat dilakukan di ruang makan atau bangsal rumah sakit atau
lapangan terbuka. Namun demikian, selama berabad-abad telah berkembang adanya
arsitektur gereja yang mengekspresikan pengertian iman Kristen tentang ibadah. Lagi pula
27
studi tentang ibadah secara historis tidak bisa dipisahkandari gedung-gedung di mana ibadah
itu dilaksanakan. Arsitektur hanya akan terasa penting bilamana dihubungkan dengan
konsep-konsep baru tentang hakekat ibadah dan tentang gereja; gerakan dan cara-cara yang
berbeda dalam melakukan sesuatu.53

Dalam lingkungan gereja mula-mula, ibadah berpusat pada Perjamuan Kudus karena itu itu
ibadah dapat dilakukan di rumah pribadi, keadaan rumah itu berhubungan erat dengan gaya
arsitektur di mana rumah itu berada.
Pada perkembangan selanjutnya gereja berkembang dengan arsitektur-arsitektur yang
menggambarkan suatu kemegahan gedung dengan aksesoris-aksesoris berdasarkan penekanan
pada masanya. Hal ini menggambarkan bahwa peribadahan yang dilakukan pada setiap masa
berhubungan erat dengan arsitektur pada jamannya dan dipengaruhi oleh pemahaman teologis
pada masa itu. Misalnya Pada abad pertengahan mempunyai fokus ibadah pada kuasa Firman
Tuhan Allah yang mengikat sehingga arsitektur yang ada menggambarkan pandangan teologisnya
yakni mimbar pada altar ditempatkan pada posisi depan bagian tengah dengan maksud bahwa
pusat penekanan pada Firman Tuhan yang disampaikan.
Penekanan pada bagian ialah apakah gereja telah dirancang arsitektur dan akustiknya,
agar Firman Tuhan dapat diberitakan? Apakah gereja cukup berfungsi dan desain gereja turut
melayani kebutuhan suatu persekutuan yang beribadah? Gereja perlu memperhatikan luarnya
tetapi apakah gereja sudah menjalankan fungsinya dengan benar dalam arsitektur yang
menakjubkan? James F. White, menulis:

53
Ibid., 60

28
”Gereja adalah umat, bukan bangunan. Tetapi perencanaan suatu bangunan seringkali dapat
membantu umat menemukan atau menemukan kembali apa yang dimaksud dengan
pertemuan dengan Allah”.54

Selanjutnya White menjelaskan bahwa:


Bangunan itu bukannya tidak penting . Sesudah bangunan itu dibangun, dia akan terus
membentuk ibadah dalam citranya selama beberapa generasi. Meskipun tidak seluruhnya
benar bahwa bangunan itu akan selalu berhasil, sekurang-kurangnya kita harus melihat di
dalamnya sekutu yang kuat dan lawan yang berat. Kesaksian akan hidup lebih lama
ketimbang para pembangunnya. Semakin saksama kita mempelajari dan berefleksi tentang
ibadah Kristen , kita akan semakin lebih baik dan diperlengkapi untuk membantu
merencanakan suatu bangunan. Dengan demikian kita akan menjadi peralatan berharga
dalam membantu kita berbicara, bertindak dan menjamah dalam nama Allah. 55

Jadi Arsitektur dalam ibadah Kristen sangatlah diperlukan tetapi hal itu bukan menjadi
prioritas meskipun hal tersebut berguna; maksudnya arsitektur membantu menyaksikan
kebenaran Firman Allah dan terus berkembang sesuai dengan jamannya.
VII.3. Warna Dan Simbol-Simbol Dalam Liturgi
Gereja terus berkembang dengan sistim dan budaya yang terus bergerak/ dinamis. Berhubungan
dengan perkembangan ibadah/ liturgi gereja tidak terhindarkan dari simbol-simbol yang melekat

54
James F. White. Ibid., 100.
55
Ibid

29
pada perkembangannya karena itu pada bagian ini akan di bahas tentang simbol yang terdapat
dalam ibadah Kristen:
1. Pemakaian Warna Dalam Tahun Gereja
Pemakaian warna-warna tertentu dalam kehidupan sehari-hari telah diasosiasiakan dengan
suatu sifat dari seseorang, benda ataupun peristiwa. Secara ilmiah merah diasosiasikan
dengan darah, Kuning dengan energi, putih dengan sucian,keemasan dengan perayaan dan
pesta, ungu muda dengan martabat dan gengsi, hijau pertumbuhan, biru terang dengan
pengharapan. Biru Tua,ungu tua dan hitam dengan kekecewaan dan duka cita sedangkan
warna tanah diasosiasikan dengan pemakaman.
Dalam gerejapun makna warna bermakna dengan refleksi theologis sebagai berikut:
A Bagan Warna
Warna Digunakan pada perayaan
Ungu minggu-minggu adven dan
minggu-minggu sengsara
Warna Digunakan pada ibadah Natal.
Putih/Emas Paskah. Ibadah peneguhan
perkawinan
Warna Digunakan pada hari kenaikan
Putih/
Kebiruan
Warna Digunakan pada ibadah
Hitam perayaan Jumaat Agung

30
Warna Digunakan pada ibadah
Merah perayaan hari Pentakosta,
pengucapan Syukur dan ibadah
pengutusan
Warna Digunakan pada minggu-
Hijau minggu trinitas yakni minggu
pertama sesudah pentakosta
sampai minggu terakhir masa
advén

Arti warna Liturgi tersebut sebagai berikut


Melambangkan tanah. Bumi
Warna
tempat manusia bergumul
Hitam
dengan kematian.
Warna Melambangkan api kasih yang
Merah merangkum seluruh gereja
Melambangkan kerajaan sorga
Warna Biru
yang dituju gereja
Hijau, Melambangkan harapan iman

31
Melambangkan suka cita yang
Putih/warna
suci
Keemasan Kemuliaan
Ungu Kesengsaraan dan keagungan
Kristus 56

2. Simbol-Simbol
Simbol adalah suatu model komunikasi non verbal, yang mengungkapkan pikiran-pikiran yang
sangat dalam, yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Selanjutnya dengan lambang
diasosiasikan konsep-konsep yang tak dapat didefinisikan atau tidak dapat dipahami

56
A.F. Parengkuan, Ibid. 54 – 55.

32
sepenuhnya. Simbol berasal dari kata Yunani: sumbolon, suatu benda yang diingat.57
Dilanjutkan dengan penjelasan bahwa:
Bila ada dua orang bersahabat dan hendak memberi tanda bagi persahabatan itu, mereka
memberi sepotong dari benda yang sama. Bila mereka bertemu kembali maka kedua
potong benda itu dicocokan sehingga mereka dapat mengingat lagi peristiwa yang lalu
ketika mereka membaginya.58

Hal seperti ini berlaku diantara orang-orang Kristen mula-mula; Untuk saling mengenal
orang Kristen menggunakan gambar-gambar tertentu seperti ikan (Yunani Ikthus) sebagai
akronim/ persamaan berarti Yesus Kristus, sebagai Anak Allah Juruselamat. Bila dua orang
bertemu dan keduanya masih ragu apakah orang yang dihadapi percaya kepada Yesus Kristus
maka salah seorang menggambar bagian dari seekor ikan. Bila orang tersebut dapat
meneruskannya menjadi gambar yang utuh maka mereka boleh merasa pasti bahwa orang
baru yang dijumpainya adalah penganut iman Kristen.
Dalam PB Yesus sering menggunakan simbol-simbol sebagai instrument/ pengantar
untuk menyatakan anugerah misal ketika Ia mengambil air, roti/ anggur sebagai simbol bagi
diri-Nya yang menyelamatkan umat manusia. Orang-orang Kristen mula-mula menghiasi
dinding katakombe di gua-gua persembunyiannya di masa penghambatan.
Dengan simbol-simbol yang menggambarkan realitas iman; Yunus menjadi tanda
kebangkitan Kristus, ikan mengingatkan Yesus memberi makan kepada ribuan dengan lima roti
dengan dua ikan dan memerintahkan murid-murid-Nya mejadi penjala manusia. Disamping

57
Ibid., 64.
58
Ibid

33
itu, huruf alfa (A) dan omega (O) berbicara terus yang awal dan yang akhir. Bahtera-kapal-
perahu-melambangkan gereja. Dari semua simbol salib adalah yang paling utama dalam
kehidupan Kristen. Jangkar; Yesus yang tersalib adalah tempat berpaut orang percaya. Seni
adalah pemberian Allah, Oleh karena itu hendaknya bila simbol digunakan dalam ibadah,
maka hendaklah dilakukan untuk kemuliaan Allah dan dalam kebenaran.
Jadi simbol merupakan bagian dari kehidupan manusia sebagai suatu aktualisasi dari
makna-makna tertentu yang diungkapkan dalam realitas guna mengingatkan manusia kepada
suatu pengertian; demikian juga dalam liturgi simbol-simbol diungkapkan guna mendekatkan
jemaat pada makna/ pengertian dalam ibadah Kristen tetapi bukan yang disembahan.

BAB VIII
TAHUN GEREJA DALAM HUBUNGAN DENGAN LITURGI

Gereja berkembang sampai pada masa kini dengan pola yang telah terbentuk berdasarkan waktu-
waktu yang telah ditentukan. Hal ini terlihat jelas pada Gereja Protestan di Indonesia. Untuk itu pada
bagian ini akan diuraikan tentang hal yang dimaksud:
VIII.1. Pengertian Tahun Gereja
Apakah tahun-tahun gereja itu? Tahun gereja disebut juga tahun Kristen. Orang-orang Kristen
merayakan peristiwa-peristiwa penyelamatkan ”momentum” yang Allah kerjakan didalam Yesus
Kristus, dengan cara menjadikan peristiwa-peristiwa penting dengan maksud agar karya
penyelamatan Allah itu dikenal dan dimaknai dalam kehidupan. Dengan demikian tahun gereja
menunjuk pada perayaan waktu-waktu beribadah tahunan orang Kristen. Tahun gereja

34
terbentuk melalui suatu proses secara bertahap melalui pengalaman orang Kristen, yang terjadi
selama berabad-abad.
Tahun gereja yang telah berkembang, sejak gereja mula-mula sampai masa reformasi;
orang-orang Prostestan melarang banyak perayaan-perayaan seperti peristiwa-peristiwa yang
berhubungan dengan Yesus sebagaimana pola yang dikenal seperti Adven, Epifani, Masa
Sengsara, Jumaat, Paskah, Kenaikan dan Pentakosta karena berhubungan dengan perayaan-
perayaan kebudayaan. Tetapi pada perkembangan selanjutnya dapat diterima karena karena
pemaknaannya; seperti yang dituliskan oleh A.F. Parengkuan:
Konsep Kristen karena ia memegang peranan penting dalam ibadah gereja. Peristiwa
Kristus yang historis dan tak mungkin diulang adalah kerangka isi yang memberikan
keterangan dari arti bagi semua waktu lainnya. Oleh karena itu, dalam ibadah kita
menguduskan waktu sekarang ini dengan mengukuhkan peristiwa Yesus yang telah lampau
dalam waktu yang merubah masa kini dengan memberikan pola masa depan.
Oleh karena kehidupan manusia biasanya dimulai dengan saat dilahirkan, maka dalam
pembicaraan tentang Tahun Gereja peristiwa-peristiwa masa lampau Yesus sejak Kelahiran-
Nya sampai kematiann-Nya dipakai pula sebagai pola untuk dipakai sebagai urutan Tahun
Gereja.59

Untuk memahami tahun gerejawi; pada umumnya dikenal dengan hari-hari raya gerejawi.
Selanjutnya akan dikemukakan tentang Hari-Hari Raya Gerejawi.
VIII.2. Hari-Hari Raya Gerejawi

59
A.F. Parengkuan. Ibid.,45.

35
Hari-hari raya Gerejawi merupakan suatu momentum bagi gereja dalam memperingati masa-
masa khusus dalam theologi Kristen yang berhubungan erat dengan makna-makna penting
dalam refleksi iman Kristen.
1.Adven
Kata Adven dari bahasa Latin “kedatangan”; adven adalah empat pekan yang merupakan masa
persiapan natal dan awal tahun liturgi. 60 menyongsong kelahiran Yesus Kristus. Maksudnya
untuk mempersiapkan jemaat bagi kelahiran Tuhan Yesus. Gereja Roma mengangkat
perayaan 4 minggu sebelum Natal Kristus, suatu praktek yang diterima secara universal
sampai sekarang dan adven juga berhubungan dengan pengharapan kedatangan Kristus yang
kedua, pada akhir zaman.61
2.Natal
Christmas- Perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember. Pesta ini berasal dari
Barat, menggantikan pesta kafir yang memuja Matahari yang tak terkalahkan. 62 Natal Yesus
Kristus menjadi hari raya istimewa. Tidak ada yang tahu pasti hari kelahiran Yesus Kristus yang
sesungguhnya; Mulai abad ke-4 gereja-gereja di Barat telah menerima tanggal 25 Desember
sebagi hari kelahiran Yesus Kristus; Andar Ismail menulis:
Gereja Roma baru mulai merayakan Natal pada akhir abad ke-4, dan tanggal yang
dipilihnya adalah 25 Desember. Tanggal tersebut dipilih untuk memberi isi yang baru
kepada perayaan kafir yang menyambut kemuliaan matahari ke bumi. Tidak lama

60
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid.,16.
61
Ibid
62
Ibid, 112.

36
kemudian kebiasaan perayaan atal pada 25 Desember itu diambil alih oleh gereja-gereja di
tempat-tempat lain.63

Rasid Rachman menulis:

Gereja mau menguasai pesta kafir itu dengan merayakan hari kejadian (Natal=hari
kelahiran) Kristus pada hari yang sama. Dan memproklamasikan Kristus sebagai terang
baru dan satu-satunya Matahari Kebenaran.

Tidak dapat dibuktikan dengan tepat tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus
susah untuk ditelusuri. Tetapi Disamping itu pengambilan tanggal 25 Desember sebagai hari
kelahiran Yesus menggantikan perayaan kafir ”menyembah dewa matahari” merupakan suatu
usaha kontekstulaisasi untuk mengkristenkan hari raya saturnalia dalam kehidupan orang
Romawi dan mengambil alih pesta Mithrais (Natalis Invicti) dalam nama orang Romawi Purba
melahirkan Kelahiran matahari dan berakhirnya musim dingin. Sebutan lain untuk merayakan
musim dingin dikalangan orang Romawi adalah Sol Invictus atau ”perayaan untuk matahari
yang tak terkalahkan”.64
Jadi perayaan Natal adalah suatu usaha kontekstualisasi paradigma dari makna budaya,
diadopsi menjadi makna rohani dalam pengertian Kristuslah Sang Matahari kehidupan yang
lahir dan tak terkalahkan dalam karya-Nya.
3. Epifani

63
Andar Ismail .Selamat Natal. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),42.
64
A.F. Parengkuan. Ibid., 47.

37
Kata Epifani berarti “manifestasi” (penyataan diri). 65 Pertama kali kata ini dipakai untuk
menunjuk pada penyataan kemuliaan Allah dalam Yesus Kristus (Yoh.2:1) dalam kelahiran-Nya
dan tanda ajaib pertama yang dilakukan-Nya. Walaupun Epifani pada mulanya tidak jelas,
pada umumnya diterima bahwa perayaan itu telah diorganisasi diantara orang Kristen di Mesir
sebagai satu cara untuk mengambil alih suatu perayaan (pesta) kafir yang dilaksanakan pada
tanggal 6 Januari. Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, menulis:
Epiphany – (Yun. ”pernyataan, penampakan”). Pada umumnya berarti setiap
penampakan yang Ilahi dalam ruang dan waktu (Kel. 3:12; 19:18;; Kis.2:3-4). Tulisan-
tulisan Yohanes memandang bahwa penjelmaan dan seluruh kehidupan Kristus sebagai
epifani (Yoh.1:14; 1 Yoh. 1:1-3). Sebagai hari raya, yang di Timur dirayakan pada tanggal 6
Januari sejak sekurang-kurangnya abad keempat, epifani merayakan seluruh rangkaian
penampakan Kristus dalam peristiwa kelahiran, penyembahan oleh orang-orang Majus,
pembaptisan, dan mujizat pertama di Kana (Yoh 2:1-12).66

Bersarkan pada kedua kutipan di atas maka dapatlah dipahami bahwa Epifani
merupakan suatu peringatakan tentang kehadiran Tuhan dalam karya-Nya di tengah-tengah
dunia.
4. Minggu Sengsara/ Masa Sengsara
Masa sengsara menunjuk pada satu periode masa sebelum paskah. A.F. Parengkuan Menulis:
Pada mulanya masa ini ditempatkan dalam persiapan katekhumen sebelum baptisan
penempatan sebelum persiapan baptisan ditelusuri balik keawal dengan dikakhe/
65
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid., 95.
66
Ibid., 70.

38
pengajaran dan disaksikan oleh Justinus martir dan dirinci dalam tradisi apostolis oleh
Hippolitus secara berangsur-angsur masa persiapan itu disesuaikan dengan angka 40. Musa
menghabiskan 40 tahun dalam mempersiapkan misinya, orang Israel mengembara di
Padang Gurun selama 40 tahun Elia 40 hari 40 malam mengadakan perjalanan; Yesus
menghabiskan 40 hari di Padang Gurun. Sebagai tambahan jemaat berkumpul bersama
para kathekhumen dalam persiapan, menjadikannya suatu waktu khusus /istimewa bagi
seluruh gereja. Dengan demikian peringatan masa sengsara Yesus dimulai pada 40 hari
sebelum paskah. Jangka waktu ini menjadi waktu untuk berpuasa dan betobat melalui
pengakuan, disiplin, praktek penyesalan dosa, kuasa dan doa. 67

Pada masa ini, Gereja Kristen menghayati sengsara Kristus selama 7 minggu sebelum
hari Paskah; tradisi ini muncul karena gereja merasa perlu persiapan yang lebih memaknai
bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, benar-benar mengalami sengsara
seperti yang dialami manusia sehingga pada masa ini khotbah-khotbah diarahkan kepada
pemaknaan terhadap karya Kristus menjelang Hari Paskah.

5. Jumaat Agung/ Kematian Tuhan Yesus


Puncak minggu-minggu sengsara adalah hari kematian Yesus Kristus. Pada hari ini sengsara
Kristus mencapai tahapan yang paling berat yaitu kematian di atas kayu salib. Hari Raya
Kematian ini sering dikatakan sebagai hari Raya Jumat Agung sebab karena kematian inilah
maka keselamatan dapat dinikmati oleh umat manusia.
6. Paskah
67
A.F. PArengkuan. Ibid., 40.

39
Perayaan Paskah dilakukan oleh orang Kristen. Peristiwa ini merupakan transformasi/
pengalihan makna dari Paskah Yahudi. (Lihat di atas Liturgi Dalam PL ”Perayaan Paskah”).
Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus disebut "anak domba Paskah" (1Kor. 5:7) atau "Anak
Domba yang disembelih" (Wahyu 5:6). Yesus sebagai ’Domba Paskah’ yang mendatangkan
pembebasan terakhir bagi umat-Nya dari perhambaan dosa, 68 jemaat Purba hari Paskah
mendapat isi baru, yaitu perayaan kebangkitan Tuhan Yesus.
7. Pentakosta
Istilah ini berarti “50”, menunjuk pada 50 hari sesudah Paskah (ingat LB Pentakosta). Dalam
Perjanjian Baru dihubungkan dengan turunnya Roh Kudus (Kis. 2). Dalam kalender Kristen
istilah itu dihubungkan dengan kedatangan Roh Kudus dan permulaan gereja. Pentakosta
adalah masa raya terpanjang dalam yang memiliki 22 sampai 27 hari minggu, bergantung
pada tanggal hari Paskah.
Minggu-minggu Pentakosta berakhir nanti pada masa adven; penekanan pada minggu-
minggu ini adalah pada perkembangan lama, dengan suatu penekanan khusus pada kuasa Roh
Kudus dalam pelayanan para rasul dan penulisan PB. Pada minggu-minggu Pentakosta
gereja dan penulisan PB menekankan tentang pertumbuhan iman jemaat dan dinampakan di
segala masa agar orang percaya terus diingatkan tentang anugerah yang menyelamatkan.

BAB. IX
UNSUR –UNSUR DALAM LITURGI

68
W.R.F.. Brwning. Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),308.

40
Pada bagian ini, akan membahas singkat tentang garis besar unsur-unsur yang pada umum terdapat
dalam liturgi kebaktian.
IX. 1. Introitus
Introitus dari kata Introit – (Lat. ’masuk’). Disebut juga ”antifon pembukaan”, yaitu ayat yang
dinyanyikan atau dibacakan saat imam masuk ke dalam gereja untuk merayakan ekaristi, 69;
introitus dapat dipahami sebagai jalan masuk yang dinyanyikan dengan atau tanpa ayat
pendahulu. Biasa juga dinyanyikan gloria kecil yaitu ”hormat bagi Bapa serta Anak dan Roh
Kudus”, bahkan dalam ibadah lama dinyanyikan sambil orang berbaris masuk ke dalam gedung
gereja. Kini dilakukan oleh para tua-tua, atau paduan suara.
Dalam Gereja Protestan, introitus merupakan nas pembimbing yang diucapkan setelah
votum dan salam. Biasanya nas pembimbing diambil berdasarkan tahun gerejawi. 70 Dan pada
umumnya Gereja Protestan masih melaksanakan bagian ini.
IX.2. Votum
Kata Votum berarti dasar. Abineno mengutip Stevans menulis:
”Votum artinya janji yang khidmat. Votum dapat diumpamakan dengan cap pada
sepucuk surat. Cap itu yang menentukan isinya. Jadi, votum mencap pertemuan jemaat dan
memeteraikannya sebagai ibadah atau kebaktian gereja. Melalui votum pertemuan jemaat
mendapat sifatnya khusus dan dibedakan dengan pertemuan-pertemuan yang lain.” 71
Dilanjutkan dengan Brink :
Votum artinya janji. Janji Kristus adalah bahwa di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam
nama-Nya, Ia akan hadir di tengah-tengah mereka. Melalui votum, pertemuan jemaat dicap
69
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid., 120.
70
F.D. Wellwm., Ibid., 106.
71
J.L.Ch. Abineno, Unsur-Unsur Liturgi.(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2000).3.

41
menjadi ibadah, ibadah kepada Tuhan. Ia hadir bersama-sama jemaat. Karena itu votum,
bukan hanya rumus pembukaan saja.”72

Jadi votum berarti suatu suatu pernyataan atau ungkapan keyakinan tertentu yang
mendasari ibadah. Sebagai pernyataan akan dasar ibadah dan disampaikan dengan khikmat
bahwa Tuhan hadir dengan sah dalam kebaktian jemaat dan votum ini bukan suatu doa maka
para pengunjung biasa tidak perlu memejamkan mata.
IX.3. Salam
Bagian ini merupakan salam dalam arti yang sebenarnya. Ini bukan doa dan juga bukan berkat,
maka peserta kabaktian tidak memejamkan mata atau dengan sikap doa. Abineno mengutip
pendapat Golterman (seorang ahli liturgia), menulis:
”Salam adalah usaha mendapat kontak. Tuhan Allah mau mengadakan persekutuan dengan
jemaat. Dalam kebaktian ini, Allah mengaruniakan keselamatan kepada jemaat. Ia membuat
itu dengan salam-Nya yang disampaikan pelayan kepada jemaat.”73

Ada berbagai bentuk salam pada umumya. Tapi salam Pelayan Firman biasanya dijawab
dengan kata amin oleh pengunjung dan dapat juga dinyanyikan. Jawaban jemaat ini perlu karena
mestinya didalam pengakuan Kristiani tak ada salam tanpa jawab dan gereja lama biasanya,
salam diucapkan: Tuhan menyertai kamu! Dan di jawab amin-amin, amin.
IX.4. Doa Pengakuan Dosa

72
Ibid.,4.
73
Ibid., 8-9.

42
Pengakuan dosa merupakan doa bersama, baik mengenai doa pribadi maupun dosa bersama;
Ahli-ahli liturgia mengusulkan supaya gereja-gereja memakai lebih dari satu rumusan pengakuan
dosa dalam bentuk ini jangan menjadi suatu kebiasaan yang tidak ada manfaatnya tetapi juga
rumus–rumus baru, yang lebih sesuai dengan situasi jemaat pada saat ini karena hal itu lebih
mudah dipahami.74
IX.5. Pemberitaan Anugerah dan Petunjuk Hidup Baru
Sesudah jemaat mengaku dosa ,maka Tuhan dengan perantaan Pelayan Firman menyampaikan
Berita Pengampunan Dosa, lalu disambung dengan anjuran untuk jemaat melaksanakan Petunjuk
untuk Hidup Baru (Hukum). Artinya, setelah Tuhan mengampuni maka jemaat diberikan
kesempatan untuk menunjukan sesal dan ikrarnya di dalam hidup sehari-hari bahkan
diberitahukan caranya.

IX.6. Doa (Epiklese)


Doa ini berfungsi sebagai suatu pernyataan bahwa Roh Kuduslah yang memberikan pertolongan
dalam mengartikan Firman Tuhan; doa ini untuk meminta penerangan Roh Kudus. Artinya doa
permohonan Roh Kudus agar Firman Allah dapat diberitakan dan dipahami dengan baik, dan
menghasilkan perilaku yang Tuhan kehendaki.
X.7. Pembacaan Alkitab
Gereja pertama membaca Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru untuk
menunjukan kesatuan kedua kitab kepada anggota jemaat; seperti pendapat James F. White:

74
Ibid.,32.

43
”Reformasi menyatakan bahwa Allah menjadi ” sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu,
telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita,...(Roma 15:4). ”segala sesuatu” itu, diakui
sekarang, berarti bahwa kedua perjanjian baik lama (PL) maupun baru (PB), harus
membentuk bagian ibadah. Untuk mengkomunikasikan ingatan-ingatan yang telah menyatu
dari komunitas (persekutuan) iman itu, catatan-catatan –Kitab Suci- itu perlu selalu dibaca.” 75

Waktu Pembacaan Alkitab di gereja-gereja Protestan biasanya diakhiri dengan ucapan dari
teks Alkitab ”Yang berbahagia ialah orang yang mendengar Firman Allah dan yang
memeliharanya, Haleluya!” Lalu dijawab oleh anggota jemaar dengan nyanyian : ”Haleluya,
haleluya, haleluya (terpujilah Tuhan). Pada masa minggu-minggu adven dan minggu-minggu
masa sengsara haleluya biasanya diganti dengan Hosiana (Tuhan selamatkan kami).
IX.8. Khotbah
Hubungan antara pembacaan Alkitab dengan khotbah sangat erat sekali karena itu dalam liturgi,
jarak antara keduanya jangan berjauhan atau setelah pembacaan Alkitab langsung disampaikan
khotbah. Khotbah itu merupakan penjelasan Firman Allah maka bahasa khotbah yang
dipergunakan cocok dengan pendengarnya sehingga dapat dipahami.
Khotbah sama dengan Preaching – Pewartaan sabda Allah dalam ibadah, atau ajakan
untuk bertobat dan beribadah dan pengkhotbah dihadapkan pada revolusi dalam komunikasi
sosial karena itu gaya khotbah telah dikembangkan agar lebih baik memenuhi tantangan
evangelisasi.76

75
James F. White, Ibid., 156.
76
Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Ibid.,143.

44
Walaupun sejak abad reformasi gereja protestan sangat menekankan pemberitaan Firman
dengan khotbah tetapi kadang-kadang menjadi kuliah atau usaha yang berlandaskan nalar. Bila
dikaji lebih jauh maka isi khotbah mengandung sentuhan dan mengubah pemahan, emosi, serta
berakhir membawa perubahan perilaku jemaat
IX.9. Pengakuan Iman
Sebagai jawaban terhadap khotbah, jemaat memberikan pernyataan imannya. Pengakuan iman
dalam bahasa Latin disebut credo. Credo berarti aku percaya. Biasanya juga disebut Sahadat.
Harun Hadiwiyono menulis:
Shadat atau pengakuan iman adalah ringkasan isi iman kepercayaan orang Kristen, Banyak
sekali yang dipercaya oleh orang Kristen tetapi pokok-pokok isi iman Kristen dapat
diringkaskan dalam apa yang disebut sahadat rasuli.77

Credo yang paling kuno yang digunakan oleh gereja-gereja purba adalah Yesus itu Tuhan.
Pada waktu itu siapa yang berani menyatakan seperi ini berarti siap untuk merima penghukuman
dan penganiayaan, karena pada masa itu hanya Kaisar yang harus diakui sebagai Allah. Di
kemudian hari, setelah berbagai tantangan muncul dari lingkungan budaya, jemaat-jemaat
mengembangkan, menonjolkan dan menambah aspek-aspek baru kedalam pengakuan itu.
Sebelum gereja pecah di tahun 1054 menjadi gereja Roma Khatolik dan gereja Timur, sempat
terjadi tujuh kali sidang raya (konsili) yang ekumenis. Artinya sidang raya itu dihadiri oleh
utusan-utusan dari seluruh gereja dihasilkan rumusan pengakuan-pengakuan iman sebagai
berikut: Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea Constantinopel (Nicea dan
Kontantinopel) dan Pengakuan Iman Anthanasis. Yang paling dikenal yaitu Pengakuan Iman
77
Harun Hadiwiyono, Inilah Sahadatku. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), 15.

45
Rasuli atau Apostolicum; pengakuan iman mempunyai beberapa fungsi dalam kehidupan
orang Kristus seperti sebagai pengakuan iman bagi mereka yang hendak dibaptis, sebagai
bahan pengajaran katekisasi dan sebagai ajaran yang membedakan ajaran yang orthodoks
dengan poengajaran-pengajaran sesat.78

Pada waktu Credo, anggota jemaat berdiri tegak, tidak dalam sikap berdoa Kemudian
jemaat megucapkan bersama-sama atau meyanyikannya. Pengakuan Iman tempatnya dapat
diubah-ubah dalam Tata Ibadah. Umumnya diucapkan (dinyanyikan) sesudah khotbah selesai,
tetapi kadang-kadang juga sesudah pembacaan Alkitab atau sesudah doa syafaat. 79
Jadi fungsi pengakuan iman sebagai jawaban anggota jemaat atas Firman Tuhan yang telah
diberitakan atau sebagai rangkuman dari Injil yang dibacakan.
IX.10. Doa Syafaat
Salah satu pandangan tentang doa syafaat, adalah sebagai berikut: Doa ini adalah doa yang
disampaikan kepada Tuhan demi kepentingan atau untuk pihak lain (intercessory prayer sama
dengan doa umum atau pastoral80). Doa Abraham untuk Sodom dan Gomora juga yang
dikategorikan sebagai doa syafaat; pengartian permohonan orang percaya pada Allah untuk
meminta keadilan-Nya. Jadi doa syafaat dapat dimengerti sebagai doa bagi diri dan untuk
kepentingan orang lain.
Doa ini kadang sebelum pembacaan Alkitab atau sebelum khotbah ”jadi ditempat epiklese”.
Tetapi bila dipahami fungsinya maka doa ini ditempatkan sesudah khotbah sebab doa epiklese

78
F.D. Wellem. Ibid.,201.
79
J.L.Ch. Abineno, Ibid., 85.
80
Ibid, 86.

46
tidak sama dengan doa syafaat karena doa syafaat merupakan doa bebas dan dengan atau tanpa
Doa Bapa Kami juga merupakan doa syafaat.
IX.11. Persembahan Jemaat dan Doa Persembahan
Merupakan pemberian anggota jemaat dalam ibadah. Pemberian adalah ucapan syukur dan
biasanya dalam bentuk uang. Di jemaat-jemaat tani dapat diberikan dalam bentuk natura
(padi/hasil bumi). Abineno menulis:
Umumnya dalam semua gereja di Indonesia pemberian jemaat dipersembahkan dalam
bentuk uang. Hal ini tidak ada salahnya. Malahan sebaliknya dalam masyarakat modern,
terutama di kota-kota, uang adalah satu-satunya ”hasil pekerjaan” banyak. Tetapi
disamping itu baiklah dipertimbangkan kemungkinan untuk memberikan kesempatan
kepada anggota-anggota jemaat, khususnya anggota-anggota ”jemaat tani”, supaya mereka
dapat mempersembahkan pemberian mereka dalam bentuk lain, umpamanya innatura.
Bukan hanya sekali setahun, melainkan tetap dalam tiap-tiap ibadah.81

Dan doa ini membimbing jemaat untuk memberi secara benar baik itu dalam motifasi
memberi maupun mengasihi sesama lewat pemberian.
IX.12. Nyanyian Jemaat
Nyanyian jemaat memegang peranan penting sebabagai ungkapan: Pujian syukur, pengakuan
atau sesal, janji dan doa. Suara bukan jaminan atau syarat untuk didengar Tuhan karena Tuhan
suka mendengar lagu, atau nyanyian yang dinyanyikan dengan seganap hati, hal ini bukan berarti
jemaat tidak perlu untuk belajar menyanyi sebaik mungkin. Abineno menulis:

81
Ibid, 104.

47
Menyanyi dengan suara yang bagus (’merdu”), menurut pandangan mereka bukan
merupakan syarat mutlak. Tuhan Allah lebih senang mendengarkan suara yang tidak merdu,
tetapi dinyanyikan dengan segenap hati daripada suatu nyanyian yang merdu, tetapi tidak
lahir dari hati yang bersih. Walau demikian, jemaat harus berusaha untuk menyanyi sebaik
mungkin.82

VII.13. Paduan Suara


Paduan suara bukan suatu himpunan para penyanyi untuk ditonton tetapi bertugas untuk
memimpin, menuntun terutama kalau tidak ada iringan instrumen. Dalam nyanyian paduan suara
tidak mengambil alih tugas jemaat untuk bernyanyi.
VII.14. Berkat
Berkat adalah pemberian yang nyata, yang dikaruniakan kepada setiap jemaat lewat perantara
pelayanan manusia.83 Ada pula yang memahami sebagai permohonan dan harapan serta
pengutusan dari Tuhan. Berkat diberikan oleh Pelayan Firman dengan tangan terulur dan telapak
tangan mengarah ke bawah. Anggota jemaat menerima berkata sambil berdiri. Sebagai jawaban
atas berkat itu anggota jemaat mengucapkan atau menyanyikan lahu Haleluya, haleluya, Amin.
IX.15. Doa Konsistori
Doa pembukaan dikonsistorium bukanlah doa syafaat atau doa lain. Doa ini merupakan doa
untuk keseluruhan kebaktian agar Tuhan memimpin dan mengendalikannya, baik para pelayan
yaitu, Pelayan Firman, jemaat, paduan suara, cantor (pemimpin nyanyian jemaat), serta tua-tua

82
Ibid, 109.
83
Ibid, 121.

48
yang bertugas, maupun peralatan yang ada dan doa penutup di konsistorium lebih merupakan
doa syukur atas berlangsungnya kebaktian.

BAB. X
LITURGI DALAM IBADAH JEMAAT

Liturgi penting bagi keteraturan, penghormatan, penyembahan, pujian dalam pelaksanaan


ibadah bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja dan di mana saja ketika orang
percaya datang untuk berbakti dan menyembah Dia.
Pada bagian ini penulis lebih tidak menguraikan makna lebih mendalam dari keterangan tentang
liturgi dalam ibadah umum dan khusus tetapi penulis lebih menekan pada informasi tentang
pelaksanaan liturgi ibadah pada umumnya. Liturgi dapat dibagi dalam dua kategori pada umumnya
yaitu:
X.1. Liturgi Ibadah Umum
Kebaktian ini pada umumnya dilaksanakan secara rutin berdasarkan tahun gereja/ kalender
gereja/ agenda Gerej; yakni:
a. Kebaktian Minggu
b. Kebaktian Minggu Adven
c. Kebaktian Natal
d. Kebaktian Minggu Sengsara
e. Jumaat Agung
f. Kebaktian Paskah
g. Kebaktian Pentakosta
49
X.2. Liturgi dalam Ibadah Khusus
Terjadi sewaktu-waktu/ temporer/ yang tak terencana/ waktu-waktu khusus; yakni:
a. Kebaktian Perjamuan Kudus
b. Kebaktian Syukur karena sembuh dari sakit
c. Kebaktian Syukur karena lulus dari suatu jenjang pendidikan
d. Kebaktian Syukur kenaikan pangkat
e.Kebaktian Kedukaan (ibadah penghiburan, syukuran pemakaman)
f. Kebaktian Pemberkatan Nikah.
g. Kebaktian Syukur ulang tahun, dll.
Kebaktian Umum dan Kebaktian Khusus memberi pengertian bahwa dalam kelangsungan
peribadahan orang Kristen terbagi dalam dua kategori tetapi tidak menghilangkan makna dan
pengertian liturgi sebagai bagian dari dari tata ibadah dan dimaknai sebagai ibadah kepada Tuhan
Yesus Kristus dalam kehidupan setiap hari.

BAB. XI
LATIHAN MEMBUAT LITURGI

Bagian ini menjadi tanggung jawab mahasiswa pada setiap Mata Kuliah Liturgi untuk
menyelesaikannya.
X.1. Tradisional
Doa Pembukaan
Votum
”Pertolongan kita adalah didalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi”
50
Salam
Pelayan:“Tuhan menyertai kamu”
Jemaat: “dan menyertaimu Juga”
Introitus
Pelayan:Nats Pemb
Nyanyian sambutan-Solo/Koor- jemaat
Pengampunan Dosa
Pemberitaan Anugerah
Gloria kecil
Kyrie eleison/puji-pujian
Nyanyian pujian/VG-PS
FA
Doa (epiklese)/doa baca FA
Pembacaan Alkitab
Berbahagialah Maz
Lagu…Haleluya (haleluya)
Ps/Vg
Khotbah
VG/PS
Pengakuan Iman
Nayanyian
Persembahan
Doa Syafaat
51
Nanyian Jemaat
Doa Berakat
Saat Teduh

X.2. Kontemporer
Nyanyian...................
Doa Pembukaan
Nyanyian...................
Kesaksian
Nyanyian...................
Doa
Baca Firman
Khotbah
Nyanyian...................
Panggilan Altar
Nynyian.........................
Persembahan
Nyanyian penutup……………
Doa Syafaat
Nyanyian penutup…………………..
Doa Penutup
Ibadah Selesai
Saat teduh
52
BAB. XII
PENUTUP

Masih ada pemahaman bahwa liturgi hanya secarik kertas atau sebuah buku yang berisi tentang
tata ibadah/ formalitas dalam peribadahan Kristen yang berfungsi untuk mengatur nyanyian, posisi
petugas dalam kebaktian, musik, kursi dan liturgi juga belum dipandang sebagai teologi/ mulut gerejaI
masih ada..
Seperti yang telah dipaparrkan dalam diktat ini, gereja Gereja Tuhan diharapkanmenyadari
bahwa liturgi bukan hanya secarik kertas atau sebuah buku yang berisi tentang tata ibadah formalitas
tetapi liturgi sebagai salah satu sarana yang efektif dan berguna untuk membawa penatalayanan
Gereja dalam Misi masa kini.
Liturgi merupakan bagian yang tidak boleh dianggap” enteng” sebab liturgi adalah salah satu
elemen penting yang harus mendapat perhatian khusus dalam penatalayanan gereja dalam
menjalankan Misi Alah “Misio Dei” dalam segala perilaku Gereja di tengah-tengah masyarakat di masa
kini.
Harapan dari penulis bahwa dengan adanya tulisan ini paling kurang menjadi suatu sumbangsih
penulis sebagai wujud tanggung jawab kristiani terhadap pelayanan Gereja baik intern maupun
ekstern. Bagi penulis urgensi penulisan ini terletak pada upaya pemaknaan kembali terhadap konsep
memaknai arti liturgi dengan lebih bertanggung jawab dan berkualitas dalam pemaknaan dan
prakteknya dalam kehidupan. Tuhan Yesus Memberkati.

53
Lampiran 1

Liturgi Kontemporer

Nyanyian Pembukaan (bisa tidak ”tergantung situasi dan kondisi)


DOA PEMBUKAAN

Nyanyian untuk masuk ke Firman Tuhan (bisa tidak ”tergantung situasi dan kondisi)
DOA FIRMAN (Eplikese)
KHOTBAH
(Bisa dalambentuk shering ”tergantung situasi dan kondisi)

Nyanyian Penutup ((bisa tidak ”tergantung situasi dan kondisi)


DOA PENUTUP
54
SYAFAAT DAN BERKAT

Catatan: Liturgi yang digunakan bisa lengkap dengan memakai semua unsur dalam liturgi tetapi bila
situasi dan kondisi tidak memungkinkan maka sesuaikanlah seperti contoh di atas dan
jadikanlah tata liturgi sebagai perjumpaan vertika dengan Tuhan dan horisontal dengan
sesama.

Lampiran 2

55
LITURGI UNTUK ANAK USIA 9 – 12 TAHUN
Tema Ibadah: ”MENGASIHI TUHAN DAN SESAMA ”
(Mat. 22:37-40)

Nyanyian Pembukaan: LAGU & GERAK ”Sekolah Minggu Paling Yahud”


I. Doa Pembukaan: Bisa bersama-sama mengucapkan doa/ Guru SM
Pertanyaan Stimulus...............Siapa yang ada di sekitar Kita/ SIAPA SESAMA KITA?
Respon/ tanggapan................sebagai acuan penjelasan.........
Nyanyian Pengakuan Dosa: LAGU SLOW ”Kudus – Kuduslah Tuhan”
II. Doa Pengakuan Dosa (Bersama-sama)
Nyanyian Sambutan: LAGU & GERAK ”Heppy Ya...Ya..Heppy Ye...Ye...
Bersaksi: BISA DALAM LAGU DAN AKSI PANGGUNG
Nyanyian Firman Tuhan: Bisa Ceria & Slow ”Baca Kitab Suci Doa Tiap Hari”
III. Firman Tuhan
DOA Untuk Firman (Bisa bersama-sama)
CERITA ALKITAB: Bisa dalam Berbagai Kreasi (Cerita Tunggal dan Kelompok maupun dengan
Boneka dan lain-lain) contoh kreasi fariatif:
Pertanyaan Stimulus:
 Ilustrasi TULISAN S A L I B (dalam Kreasi menempel yang seimbang libatkan
anak)
1. Mengasihi Itu Perintah Tuhan
56
APA ITU KASIH..? Memberi tanpa menuntut balas/ imbalan.......seperti kasih Kristus......
 Ilustrasi lagu K A S I H.....dalam Lagu maupun kreasi dalam menempel gambar
(libatkan anak)
 Disesuaikan dengan Teks Bacaan dalm ALKITAB.
2. Sasaran Yang Harus Di Kasihi
a. Mengasihi Keluarga (Ef 6:1,2. 6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan,
karena haruslah demikian.6:2 Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah
yang penting, seperti yang nyata dari janji ini ”10 HK”)
b. Mengasihi Guru dan Teman di Sekolah (Mat. 22:22-39” 22:37 Jawab Yesus kepadanya:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu” 22:38 ”Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.”
22:39 ”Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri”.)
c. Mengasihi Orang Miskin (Mat. 25: 35,36 dan 40.....25:35 ”Sebab ketika Aku lapar, kamu
memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing,
kamu memberi Aku tumpangan;” 25:36 ”ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian;
ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
Nyanyian Ajakan: Lagu & Gerak ”DOMBA HILANG KINI DIMANA....?”
Ending Cerita : Berikan Penekanan Aplikatif Dari Mengasihi Tuhan & Sesama
1. Mengasihi Itu Perintah Tuhan dalam Alkitab Bagi Kita sehingga harus dilakukan
2. Sesama yang harus dikasihi yaitu:
a. Mengasihi Keluarga sebagai wujud kasih kepada Tuhan
b. Mengasihi guru dan teman di sekolah sebagai bagian dari hidup
57
c. Mengasihi orang yang tidak mampu/ orang miskin karena itu menyenangkan hati
Tuhan
DOA Ucapan Untuk Firman Tuhan
Nyanyian Persembahan: Ceria & Slow ”Brilah Yang Baik”
IV. Persembahan
Doa Persembahan
Nyanyian Penutup : Bisa Ceria & Slow
V. Doa Penutup dan Berkat
Bersalam – Salaman

58

Anda mungkin juga menyukai