Anda di halaman 1dari 5

KONSEP DAN AJARAN DEISME.

Deisme memiliki kesamaan dengan teisme, panteisme, dan politeisme

dalam hal bahwa mereka masih mempercayai adanya Tuhan, sebagai lawan dari

ateis yang sama sekali anti-Tuhan. Akan tetapi deisme memiliki karakteristik sendiri

yang berbeda dengan paham ketuhanan lainnya. Kaum Deis percaya kepada Tuhan,

tetapi mereka tidak memiliki seperangkat sistem kepercayaan formal atau sistem

peribadatan kepada Tuhan. Kaum Deis biasanya disebut sebagai penganut agama

alam (natural religion), yang mengakui pengetahuan religius yang diterima semata-

mata melalui akal, sebagai lawan dari pengetahuan religius yang diperoleh melalui

wahyu atau dogma keagamaan. Karakteristik deisme lainnya adalah mereduksi

fungsi Tuhan di dalam penciptaan alam semesta hanya pada penyebab pertama itu

saja, dan tidak ada keterlibatan lebih lanjut. Kau Deis biasanya menolak doktrin-

doktrin agama, seperti Tritunggal, inkarnasi, otoritas dan orisinalitas kitab suci,

taubat, keajaiban/mukjizat, dan tindakan yang bersifat gaib dalam sejarah.1

Umumnya para ahli merumuskan lima prinsip dasar dalam deisme:

(1) Tuhan itu ada (belief in the existence of the Deity/God), (2) Tuhan hendaknya

disembah (the obligation to revere God), (3) melakukan kebaikan adalah ibadah

paling utama kepada Tuhan (that virtue and piety are the chief parts of divine

worship), (4) setiap orang pasti pernah melakukan kejahatan dan adalah wajib

untuk menyesali perbuatan mereka (the obligation to repent of sin and to abandon

it), (5) dan kelak mereka akan menerima penghargaan atau hukuman setelah

mati (Good works will be rewarded and punishment for evil both in life and

1
Elwell, Walter (ed.). Evangelical Dictionary of Theology. (Grand Rapids: Baker.1984),
304.
after death).2 Charles Hodge menyebut lima doktrin ini dengan “the confession of

Faith of all Deists.”3

Dengan kelima prinsip di atas, kaum Deisme menolak model agama

yang mengatur secara ketat kehidupan para pemeluknya dengan ritual formal.4

Kaum kannya terhadap sistem kependetaan/kerahiban (clericalism) dalam agama.5

Bagi kaum Deis kepercayaan tertinggi adalah kepada alam. Deis meyakini bahwa

kebenaran agama dapat ditemukan lewat penerapan akal dan pengamatan atas alam

dunia. Deisme umumnya menolak konsep wahyu gaib sebagai dasar kebenaran

dogma atau agama.

Daniel L. Pals menyebutkan bahwa deisme berangkat dari keyakinan

akan suatu agama yang bersifat tunggal, mendasar, dan orisinil yang muncul dari

peradaban manusia. Yaitu, keyakinan akan adanya natural religion (agama yang

bersifat alami/natural), agama yang meyakini adanya Tuhan Sang Pencipta alam

semesta dan menetap hukum alam untuk mengaturnya; agama yang memberikan

tuntunan moral bagi kehidupan manusia, serta menjanjikan kebahagiaan di akhirat

kelak bagi manusia yang beramal saleh.6

Bagi penganut Deisme, natural religion adalah bentuk keimanan paling

awal dalam sejarah umat manusia, jauh sebelum gereja-gereja memasuki corak

pemikiran abad-abad sesudahnya dengan segala keajaiban, takhayul, ritual,

pengorbanan, dan sistem kependetaan.7 Dengan kata lain, deisme menganggap natural

religion sebagai bentuk paling awal dalam model keberagamaan manusia, yang

2
Doktrin ini berdasarkan pada teori 5 azas kebenaran Herbert. Lihat James Livingston,
Modern Christian Thought from the Enlightenment to Vatican II (New York: Macmillan, 1971), 14.
3
Hodge, Charles. Systematic Theology. (Grand Rapids: Eerdmans, 1986), 42.
4
Orr, John. English Deism: Its Roots and Its Fruits. (Grand Rapids: Eerdmans, 1934),
15-16.
5
Ibid, 17.
6
Daniel L. Pals, Dekonstruksi Kebenaran, Kritik Tujuh Teori Agama, Terj. Inyiak
Ridwan Muzir, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2001), 6-7.
7
Ibid, 7.
kemudian berevolusi menjadi theisme dengan segala variannya, dari politeisme hingga

monoteisme. Dengan pemikiran ini, deisme ingin menawarkan konsep agama

kemanusiaan yang orisinil dan alami, agar manusia bisa hidup dengan keimanan

tersebut dalam damai dan ketenangan dengan persaudaraan universal seluruh umat

manusia. Konsep keimanan semacam ini, tentu sangat kontras dengan dogma

keimanan yang dirumuskan oleh para pendeta atau teolog dan pemegang otoritas

keagamaan lainnya dalam instusi agama formal, seperti Yahudi, Kristen, dan Islam.

Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam,

serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan

interpensi pada alam lewat kekuatan supranatural. Tidak semua penganut

deisme setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah

mati. Karena itu, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat dibagi atas empat tipe

yaitu:

Pertama, Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Dia

menciptakan alam dan memprogramkan perjalanannya, tetapi dia tidak menghiraukan

apa yang telah terjadi atau apa yang akan terjadi setelah penciptaannya. Kedua,

Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di alam, tetapi bukan

mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat baik

atau buruk, bermoral atau tidak bermoral , jujur atau bohong, semuanya itu bukan

urusan Tuhan. Ketiga, Tuhan mengatur alam dengan sekaligus memperhatikan perbuatan

moral manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menengaskan bahwa manusia harus tunduk

pada hukum moral yang telah Dia tetapkan dijagat raya. Bagaimanapun, manusia

tidak akan hidup sesudah mati, ketika seorang mati, maka babak terahir kehidupannya

berakhir. Keempat, Tuhan mengatur alam dengan mengharapkan manusia mematuhi

hukum moral yang berasal dari alam. Pandangan ini berpendapat bahwa ada kehidupan
setelah mati. Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan yang berbuat jahat akan

dapat hukuman.

Berdasarkan pada uraian di atas, maka deisme telah mementinkan peranan

akal untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih kritis.8 Kendati deisme

memberikan kontribusi yang positif terhadap pemikiran keagamaan, namun disisi lain

deisme tidak luput dari kritikan dan kelemahan yang antara lain:

1. Deisme menolak mukjizat, padahal deisme mengakui bahwa Tuhan yang

menciptakan alam dari tiada. Artinya Tuhan mampu menciptakan air dari tidak

ada, kenapa deisme menolak kemampuan Tuhan menjalankan seseorang di

atas air. Pemikiran ini dianggap tidak logis karena masalahnya yang lebih

besar dan berat, Tuhan mampu melakukannya apalagi hal yang kecil, kata

para pengkritik deisme.

2. Sebagian besar pengikut deisme meyakini keuniversalan dan kemutlakan

hukum alam. Namun para ilmuan modern menolak kemutlakan hukum alam

tersebut. Kebenaran dari hukum alam tidak mencapai 100 % karena alam ini

sangat luas dan belum semua data terkumpulkan untuk bisa memastikan suatu

hukum alam. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menolak mukjizat yang

menyalahi hukum alam yang “tidak berubah”.

3. JikaTuhan menciptakan alam, tentu bertujuan untuk kebaikan mahluk-Nya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Tuhan tidak membiarkan hasil ciptaan-Nya

terbengkalai. Dengan demikian, Tuhan selalu dekat dengan hasil mahluk-Nya agar

selalu berjalan sesuai dengan petunjuk-Nya. Tuhan selalu menguji kecintaan

mahluk kepada- Nya, yang cinta telah ditanamkan dalam diri manusia sejak awal

penciptaannya.

8
Bakhtiar Amsal. Fisafat Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2021)
4. Jika wahyu adalah sesuatu yang mungkin terjadi seseorang tidak mampu menolak

wahyu tersebut tanpa melakukan pembuktian untuk mendukung gagasan itu kalau

pembuktian ternyata tidak kuat, akan ditolak. Kalau pembuktiannya kuat harus

diteliti lagi apakah pembuktian itu autentik atau tidak, ringkasnya tidak mudah

menolak wahyu, karena memerlukan penelitian dan pengkajian yang lebih

mendalam.

Anda mungkin juga menyukai