Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

“Pandangan Intuisionisme Terhadap Matematika”

KELOMPOK 6
1. Natasya Buntang (200101501018)
2. Cahya Intan Berliana (200101502002)
3. Awaluddin Nur Azis (200101501036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa kurang suatu
apapun. Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari
akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul “Pandangan Intuisionisme Terhadap Matematika.”,
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Selain itu,
kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen mata
kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami terkait bidang ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca akan menjadi acuan bagi kami agar dapat menjadi lebih baik
kedepannya.

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

A. Pengertian Epistemologi Intusionisme..........................................................

B. Tokoh Aliran Intuisionisme dan Pemikiranya terhadap Matematika....... 7

C. Kelebihan dan Kelemahan Intusionisme..................................................

D. Implikasi Intusionisme terhadap Matematika .........................................12

A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aliran filsafat intuisionisme adalah suatu aliran yang menganggap bahwa


ilmu pengetahuan dapat dicapai dengan pemahaman langsung. Anggapan bahwa
kewajiban moral tidak dapat disimpulkan sendiri tanpa pertolongan dari Tuhan.

3
Intuisi tertinggi tersebut menangkap objek secara langsung tanpa
pemikiran.Intuisionisme menunjukkan kecenderungan untuk mengutamakan intuisi
dalam pengetahuan manusia.(Rusmana et al., 2021).Sebagaimana Einstein
mengatakan “The intuitive mind is a sacred gift and the rational mind is a faithful
servant. We have created a society that honors the servant and has forgotten the
gift”yang bermakna bahwa “berpikir intuitif merupakan suatu karunia mulia (a sacred
gift) yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap individu, namun cenderung diabaikan
dalam masyarakat yang lebih menghargai berpikir rasional”.
Filsafat matematika bersifat pragmatik-eklektik, artinya perbedaan aliran
filsafat tidak harus menimbulkan perang senjata seperti yang terjadi pada perbedaan
madzhab politik, tetapi cukup diselesaikan dengan perang pena, polemik dan
berwacana.(Prabowo, 2009). Dengan bercermin pada filsafat matematika, pekerja
matematika (tidak harus matematikawan) dapat meyakini apakah selama ini dan saat
ini telah bekerja pada arah yang benar.
Oleh karena itu, tujuan dari tulisan ini dapat dipandang sebagai suatu
kontribusi kecil dalam khazanah pendidikan dan pembelajaran matematika yang
diharapkan mampu mengingatkan serta memberikan penyegaran kepada pembaca
bahwa filsafat matematika dengan aliran-aliran filsafat didalamnya memiliki manfaat
yang besar dalam perkembangan pembelajaran matematika sehingga harapannya
adalah para pembaca dapat memetik berbagai pengetahuan yang ada dalam artikel
yang bertujuan untuk memberikan bahan diskusi dan kajian mengenai aliran
intuisionisme dalam pembelajaran matematika

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Intuisionisme ?


2. Siapa saja Penggagas Intuisionisme dan Tokoh Aliran Intuisionisme ?
3. Apa Kelebihan dan Kelemahan Aliran Intuisionisme ?
4. Bagaimana Intuisionisme dalam Matematika ?
5. Bagaimana implikasi Intuisionisme dalam Matematika ?

C. Tujuan

4
1. Mengetahui pengertian Intuisionisme
2. Mengetahui Penggagas Intuisionisme dan Tokoh Aliran Intuisionisme
3. Mengetahui Kelebihan dan Kelemahan Aliran Intuisionisme
4. Mengetahui Intuisionisme dalam Matematika
5. Mengetahui implikasi Intuisionisme dalam Matematika

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Intusionisme


Secara epistemologi Aliran intusionisme adalah berasal dari bahasa Latin yaitu
intuitio (pemandangan) dan juga beberapa ahli mengatakan bahwa intusionisme juga

5
berasal dari bahasa inggris yaitu intuition yang bermakna gerak hati atau disebut hati
nurani.(Prabowo, 2009)
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia intuisi diartikan dengan bisikan
hati, atau gerak hati , atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa
dipikirkan atau dipelajari.
Menurut pendapat Jujun S. Sumantri intuisi pada, suatu masalah yang sedang
kita pikirkan yang kemudian kita tunda karena menemui suatu kebuntuan, lalu akan
tiba-tiba muncul di benak suatu jawaban yang lengkap. Kita merasa yakin bahwa
memang itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana
caranya kita sampai di sana.(Suriasumantri, 2007)
Berdasarkan Pengertian diatas , manusia memiliki gerak hati atau disebut hati
nurani. Gerak hati mampu membuat manusia melihat secara langsung nilai kebenaran
suatu masalah apakah benar atau salah, jahat atau baik, buruk atau baik secara moral.
Intuisi dirujuk sebagai suatu proses melihat serta memahami masalah secara spontan
dan intuisi tetapi juga merupakan satu proses melihat dan memahami suatu masalah
secara intelek. Pengetahuan intuitif ini merupakan pengetahuan langsung tentang
suatu hal tanpa melalui proses pemikiran rasional.
Intuisi disebut juga sebagai suatu inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi
hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun intuisi juga tidak terjadi kepada semua orang
melainkan hanya apabila seseorang itu sudah berfikir keras mengenai suatu masalah.
Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya fikirnya dan mengalami tekanan, lalu
dia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, maka saat itulah intuisi
berkemungkinan akan muncul.
Henri Bergson (1859), sebagai Seorang tokoh epistemology menganggap
bahwa Intuisionisme bukan hanya indera yang terbatas, tetapi akal juga memiliki
batasannya. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah, jadi
pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas.
Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal tersebut, Bergson mengembangkan
satu kemampuan yang dimilki oleh manusia, yaitu intuisi.
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) , Hati bekerja pada tempat yang tidak
mampu dijangkau oleh akal yaitu penggalaman emosional dan spiritual. Kelemahan
akal adalah karena ia ditutupi oleh banyak perkara. Akal tidak pernah mampu
mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. (Tajuddin & Abdullah, n.d.)

6
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang bisa dipercaya dibanding
sumber lainnya dikembangkan oleh filosof Muslim, yaitu yang paling terkenal
diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) orang yang mengembangkan
mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan dikembangkan oleh Mulla Shadra (Soleh,
2003)
Dari pembahasan pengertian intuisi di atas maka dapat kita simpulkan bahwa
intusionisme adalah salah satu aliran filsafat yang menganggap adanya satu
kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi, dan Intuisionisme ini
juga dapat diartikan sebagai sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruk
sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi berdasarkan niat dalam melaksanakan
perbuatan tersebut

B. Tokoh Aliran Intuisionisme dan Pemikiranya terhadap Matematika

1. Henri-Louis Bergson (1859-1941)

Henri-Louis Bergson merupakan salah satu seorang filsuf yang berasal dari
Prancis dan berpengaruh besar ,terutama pada awal abad ke 20.Sebagian besar
masa produktifnya dihabiskannya sebagai seorang dosen filsafat dan seorang
penulis..ia adalah salah satu tokoh yang mengembangkan prinsip Intuisionisme.
(Bergson, n.d.).

Henri-Louis Bergson berpendapat bahwa intuisi merupakan sarana untuk


mengetahui secara langsung atau seketika, di samping melalui pengalaman oleh
indera Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk
penghayatan langsung (intuitif). Setidaknya, dalam beberapa hal, intuisionisme
tidak mengingkari nilai pengalaman yang bersifat inderawi, walaupun diakui
bahwa pengetahuan yang sempurna diperoleh melalui intuisi (Linstead, 2014) .
Harold H. Titus berpendapat, bahwa intuisi adalah suatu jenis pengetahuan yang
lebih tinggi, sifatnya cukup berbeda dengan pengetahuan yang diungkapkan oleh
indera dan akal sedangkan intuisi ditemukan seseorang dalam penjabaran-
penjabaran mistik yang memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan
langsung a yang diperoleh dari indera dan akal (Agyakwa, 1988). Akal hanya
memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Jadi
dalam hal seperti itu, manusia tidak mengetahui secara keseluruhan (unique), tidak

7
juga memahami sifat – sifat yang tetap dalam objek. Akal hanya mampu
memahami bagian – bagian dari objek, kemudian bagian – bagian itu digabung
oleh akal dimana,hal Itu tidak sama dengan pengetahuan menyeluruh tentang
objek itu (Praja, 2020) .

Bergson yang menyadari keterbatasan indera dan akal seperti yang telah
diterangkan di atas, mengembangkan kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki
oleh manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil pemikiran evolusi pemahaman yang
tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran
dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan intuisi . Memerlukan suatu
Kemampuan , dimana kemampuanlah inilah yang dapat memahami kebenaran
yang utuh, yang tetap, dan unique. Intuisi ini menangkap objek secara langsung,
tanpa melalui pemikiran. Indera dan akal hanya mampu menghasilkan
pengetahuan yang tidak utuh (spatial), berbeda dengan intuisi yang dapat
menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap (Armstrong, 1914) .

2. Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881−1966)

Brouwer lahir pada tanggal 27 februari 1881 di kota Overschie, Belanda.


Selama berkuliah di Univeristy of Amsterdam, Brouwer belajar tentang
matematika dan fisika. Dalam berfilsafat, Brouwer banyak terpengaruh oleh
gurunya, Diederik Korteweg dan Gerrit Mannoury. Karya pertama Brouwer
adalah "Perubahan Pada Ruang Empat Dimensi" dibawah bimbingan Korteweg
(Brouwer, 1952) .

Menurut Brouwer, Matematika adalah aktivitas berpikir secara bebas namun


eksak, dan bahwa intuisi adalah suatu aktivitas yang ditemukan pada waktu
tertentu. Tidak ada realisme terhadap obyek-obyek dan tidak ada bahasa yang
mampu menjembataninya yang berarti bahwa tidak ada penentu kebenaran
matamatikal di luar aktivitas berpikir. Jika subjek itu sudah dibuktikan
kebenarannya (dibawa ke luar dari kerangka pemikiran) maka Proposisi itu sudah
dapat berlaku; secara singkat Brouwer menyatakan (dalam kalimat negatif) bahwa
“there are no non-experienced truths”, (berarti Tidak ada kebenaran-kebenaran
tanpa dilakukannya suatu pembuktian) (Brouwer, 1975) .

8
Brouwer tetap konsisten dengan falsafahnya, berdasarkan yang ia nyatakan
bahwa apakah matematika perlu dibenahi agar kompatible atau tidak-kompatible
dengan matematika klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan tidak
dijawab. Dan dalam Pandangannya terhadap matematika tradisional, dia
menganggap dirinya hanya sekedar menjadi seorang tukang revisi. Disimpulkan,
dimana artimatika intusionistik adalah sub-sistem atau bagian dari aritmatika
klasik, namun hal ini tidak berlaku untuk analisis. (Brouwer, 1975)

Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal diterima atau dipahami secara
intuisionistik, tetapi tidak ada analisis intusionistik secara klasik diterima.
Brouwer mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya dengan sepenuh
hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini tidak ada yang mendukung. Di luar
negaranya, Belanda, pandangan ini didukung oleh Herman Weyl. Brouwer
memegang prinsip bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-diutarakan
(languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya dapat memberi
gambaran-gambaran tentang aktivitas matematikal setelah ada fakta.

Metode aksiomatik yang memegang peran utama dalam matematika malah


tidak diindahkan oleh filsuf Brouwer. Padahal Membangun logika sebagai studi
tentang pola dalam linguistik dibutuhkan sebagai jembatan bagi aktivitas
matematikal, sehingga logika bergantung pada matematika (suatu studi tentang
pola) dan bukan sebaliknya. Semua itu digunakan sebagai pertimbangan dalam
memilah antara matematika dan metamatematika (istilah yang digunakan untuk
matematika tingkat kedua‘), yang didiskusikannya dengan David Hilbert.
(Prabowo, 2009)

Brouwer merombak kembali teori himpunan Cantor, Berdasarkan pandangan


itu, tetapi Brouwer gagal ketika mengupayakan untuk membongkar‘ kategori
bilangan sekunder (bilangan ordinal tak terhingga/infinite) dan kategori bilangan
ordinal infiniti yang lebih besar. Akibat dari metodenya yang tidak berlaku dan
tidak dapat menyelesaikan kategori-kategori bilangan lebih tinggi, dan hanya
meninggalkan bilangan ordinal terbatas (finite) dan tidak dapat diselesaikan atau
terbuka (open-ended) bagi sekumpulan bilangan ordinal tak-terhingga/infinite.
Tetap konsisten dengan pandangan falsafatnya, Brouwer mencoba

9
mengesampingan semua itu dan mau memahami matematika apa adanya.
(Siskawati et al., 2021)

3. Arend Heyting (1898-1980)


Murid Brouwer, yaitu Arend Heyting lahir pada 9 Mei 1898 di kota
Amsterdam, Belanda. Arend Heyting adalah salah satu orang yang berpengaruh
besar terhadap perkembangan prinsip intuisionisme filsafat matematika. Heyting
menciptakan dan mengembangkan sebuah formula logika intuisionisme yang
sangat tepat, dimana Sistem ini dinamakan sebagai "Predikat Kalkulus Heyting".
Heyting menegaskan bahwa metafisika adalah pokok dalam kebenaran realisme
logika klasik. Bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektif
sebagai syarat-syarat kebenaran yang terbaik.
Dalam pandangan yang diberikan Brouwer ,Heyting menemukan bukti tentang
kelaziman kontruksi mental serta down playing bahasa dan logika. Dalam
bukunya berjudul Intuitionism tahun 1956, Heyting mengungkankan bahwa
pendapat Bouwer yaitu bahasa adalah media tidak sempurna untuk
membincangkan matematika. Sistem utamanya adalah dirinya sendiri sebagai
peraturan pemacu matematika, tetapi tidak diyakini sistem utama pemacu
matematika menggambarkan secara kuat penguasaan pemikiran matematika.
Heyting kembali menegaskan bahwasannya logika bergantung pada matematika
bukan yang lain, (Heyting, 1966) .

4. Sir Michael Anthony Eardley Dummet (1925-2011)


Sir Michael Anthony Eardley Dummett lahir pada tanggal 27 Juni 1925 di
kota London, Inggris, ia adalah seorang filsuf Inggris yang sangat berpengaruh
dalam filsafat bahasa, metafisika, logika, filosofi matematika, dan sejarah filsafat
analitik. (Heck Jr, 2013)
Dari pendapat filsuf sebelumnya yaitu Brouwer dan Heyting yang mengatakan
bahasa merupakan media tidak sempurna untuk komunikasi konstruksi mental
matematika, Keduanya, logika menyangkut bentuk yang berlaku untuk
penyebaran media ini dan tentu saja fokus langsung pada bahasa dan logika yang
telah jauh berpindah dari permasalahan yang seharusnya Sebaliknya berbeda
dengan Dummett pendekatan utamanya yaitu , matematika dan logika adalah

10
linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistik daripada
matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting, Dummet
tidak memiliki orientasi memilih. Dummet mengeksplorasi matematika klasik
dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada suatu jalan
legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa
pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung
pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh secara luas,
yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.
Ia menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu unsur
yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan
pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua individu secara
bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat, maka mereka pun
menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung aturan
instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang individu dihubungkan dengan
simbol matematika atau formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada
penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan muatan tersebut dengan arti
simbol atau formula tersebut, maka penerima tidak akan bisa memahaminya. Jadi
dengan kata lain Pemahaman seharusnya dapat dikomunikasikan kepada penerima
(Dummett, 2000).

C. Kelebihan dan Kelemahan Intusionisme


Intusionis mengklaim bahwa matematika berasal dan berkembang di dalam
pikiran manusia. Ketepatan dalil-dalil matematika tidak terletak pada simbol-simbol
di atas kertas, tetapi terletak dalam akal atau intuisi manusia. Namun, pandangan
kaum intuisionis ini tidak memberikan gambaran yang jelas bagaimana matematika
sebagai pengetahuan intuitif bekerja dalam pikiran. Konsep-konsep mental seperti
cinta dan benci berbeda-beda antara manusia yang satu dengan yang lain. Apakah
Apa yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum tentu sama bagi orang lain.
Artinya cara seseorang mendapatkan pengetahuan yang pasti itu, tidak atau belum
tentu berlaku bagi orang lain.
Melalui berpikir intuitif, seseorang mungkin sampai pada jawaban atau
pemecahan yang sama sekali tak dapat dipecahkan atau memerlukan waktu lama bila

11
ia menggunakan langkah pemecahan melalui proses analitik. Kemungkinan yang
dapat terjadi adalah bahwa padasuatu saat seorang pemikir intuitif dapat
menemukan masalah yang sama sekali tak dapat ditemukan oleh pemikir analitik.
Menurut Sukmana (2011), setidaknya ada dua sumber utama yang mendorong minat
mendalami intuisi dalam pembelajaran matematika yaitu:Meningkatkan konsep
murni pada masing-masing domain yaitu memurnikan pengetahuan kita dari
unsur-unsur yang dapat menjadikan data tidak objektif.(Mutia et al., 2021)
Pengetahuan intuisi ini kebenarannya sulit diukur atau ditentukan, Karena
Pengetahuan intuisi ini berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang terdalam
persoalan benar tidaknya sangat tergantung kepada keyakinan orang tersebut. Oleh
karenanya sulit dijelaskan kepada orang lain. Orang lain minimal hanya bisa meniru
perilakunya yang dianggap sesuai dengan hati nuraninya sendiri. Sulit untuk
menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif tentang matematika
secara persis sama.
Pengetahuan ini tergolong pengetahuan langsung. Tetapi tidak setiap orang
mempunyai pengalaman yang sama.

D. Implikasi Intusionisme terhadap Matematika


Kant ( ,berpendapat bahwa pemahaman maupun konstruksi matematika
diperoleh dengan cara terlebih dulu menemukan “intuisi murni” pada akal atau
pikiran kita. Matematika yang bersifat “sintetik a priori” dapat dikonstruksi melalui 3
tahap intuisi yaitu yang pertama “intuisi penginderaan”, kedua “intuisi akal”, dan
terakhir “intuisi budi”. Intuisi penginderaan terkait dengan obyek matematika yang
dapat diperhatikan sebagai unsur a posteriori. Intuisi akal (Verstand) mensintetiskan
hasil intuisi penginderan ke dalam intuisi “ruang” dan “waktu”. Dengan intuisi budi
“Vernuft”, rasio kita dihadapkan pada putusan-putusan argumentasi matematika.
(Falkenstein, 2018)
Menurut Kant (Kant, I., 1781) matematika merupakan suatu penalaran yang
berifat mengkonstruksi konsep-konsep secara synthetic a priori dalam konsep ruang
dan waktu. Intuisi keruangan dan waktu secara umum yang pada akhirnya dianggap
mendasari matematika, dikatakan oleh Kant sebagai:
“When I say that in space and time intuition represents both external objects
and the self-intuition of the mind, as it affects our senses and as it appears, that does

12
not man that such objects are a mere illusion; for in appearance objects, along with
the situations assigned to them, are always seen as truly given, providing that their
situation depends upon the subject's mode of intuition: providing that the object as
appearance is distinguished from an object in itself. ThusI need not say that body
simply seems to be outside of me.... when I assert that the quality space and time...
lies in my mode of intuition and not in objects in themselves “(Werke, dalam
Gottfried, P., 1987).
Oleh karena itu, Kant berpendapat bahwa matematika dibangun di atas intuisi
murni yaitu intuisi ruang dan waktu dimana konsep-konsep matematika dapat
dikonstruksi secara sintetis. Intuisi murni tersebut merupakan landasan dari semua
penalaran dan keputusan matematika. Jika tidak berlandaskan intuisi murni maka
penalaran tersebut tidaklah mungkin. Menurut Kant matematika sebagai ilmu adalah
mungkin jika kitamampu menemukan intuisi murni sebagai landasannya (KANT,
n.d.) ; dan matematika yang telah dikonstruksinya bersifat sintetik a priori.
Matematika murni, khususnya geometri dapat menjadi kenyataan obyektif jika
berkaitan dengan obyek-obyek penginderaan. Konsep-konsep geometri tidak hanya
dihasilkan oleh intuisi murni, tetapi juga berkaitan dengan konsep ruang di mana
obyek-obyek geometri direpresentasikan. Konsep ruang (ibid.) sendiri merupakan
bentuk intuisi di mana secara ontologis hakekat dari representasi tersebut tidak dapat
dilacak.
Kant kemudian mengajukan pertanyaan apakah penalaran matematika harus
berdasarkan pengalaman? Atau bagaimana mungkin menemukan intuisi yang bersifat
a priori dari data empiris? Intuisi penginderaan sendiri merupakan representasi yang
tergantung dari keberadaan obyek. Sehingga kelihatannya mustahil menemukan
intuisi a priori yang demikian, karena intusi a priori tidak menggantungkan diri dari
keberadaan obyek. Akibatnya, kita hanya bisa menemukan intuisi dalam bentuk
“sensuous intuition” yaitu berdasarkan “phenomena” obyek dan bukan berdasarkan
pada “noumenanya”. Di sinilah Kant “menyerah”; dalam arti Kant mengakui bahwa
selamanya kita tidak akan pernah bisa mengungkap hakekat “noumena” dibalik
“phenomena” nya.
Kant (Kant, I, 1783) memberi solusi bahwa konsep matematika pertama-tama
diperoleh secara a priori dari pengalaman dengan intuisi penginderaan, tetapi konsep
yang diperoleh tidaklah bersifat empiris melainkan bersifat murni.Proses demikian
merupakan langkah pertama yang harus ada dalam penalaran matematika, jika tidak
13
maka tidaklah akan ada penalaran matematika itu. Proses berikutnya adalah proses
sintetik dalam intuisi akal “Verstand” yang memungkinkan dikonstruksikannya
konsep matematika yang bersifat “sintetik” dalam ruang dan waktu. Sebelum diambil
putusan-putusan dengan intuisi budi “Vernuft” terlebih dulu obyek-obyek matematika
dalam bentuk “Form” disintesiskan kedalam “categories” sebagai suatu innate ideas,
yaitu “kuantitas”, “kualitas”, “relasi” dan “modalitas”. (Rahman et al., 2018)
Dengan demikian maka intuisi murni menjadi landasan bagi matematika dan
kebenaran matematika yang bersifat “apodiktik”. Menurut Kant, intuisi, dengan
macam dan jenisnya yang telah disebutkan di atas, memegang peranan yang sangat
penting untuk mengkonstruksi matematika sekaligus menyelidiki dan menjelaskan
bagaimana matematika dipahami dalam bentuk geometri atau arithmetika.
Pemahaman matematika secara transenden melalui intuisi murni dalam ruang dan
waktu inilah yang menyebabkan matematika adalah mungkin sebagai ilmu (KANT,
n.d.)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Intuisionisme adalah gerak hati, bisikan hati, atau kemampuan memahami
sesuatu tanpa harus difikirkan, yang secara terminologi diartikan secara sebagai aliran

14
atau paham dalam filsafat dalam memperoleh pengetahuan dengan mengutamakan
intuisi atau gerak hati atau bisikan hati. Secara Epistemology, pengetahuan intuitif
berasal dari intuisi yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung, tidak
mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat suatu objek.
Tokoh aliran intuisionisme Henry Bergson (1859-1941) mengatakan bahwa
intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur
utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan
langsung (intuitif),di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa
hal. intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa
pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi.

B. Saran
Makalah ini memiliki keterbatasan oleh karena itu kami menyarankan untuk lebih
memperbanyak referensi dalam membuat makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Agyakwa, K. (1988). Intuition, knowledge and education. The Journal of Educational


Thought (JET)/Revue de La Pensée Educative, 161–177.
Armstrong, A. C. (1914). Bergson, Berkeley, and philosophical intuition. The Philosophical
Review, 23(4), 430–438.

15
Bergson, H. (n.d.). Wikipedia, the free encyclopedia.
Brouwer, L. E. J. (1952). Historical background, principles and methods of intuitionism.
South African Journal of Science, 49(3–4), 139.
Brouwer, L. E. J. (1975). Consciousness, philosophy, and mathematics. In Philosophy and
Foundations of Mathematics (pp. 480–494). Elsevier.
Dummett, M. (2000). Elements of intuitionism (Vol. 39). Oxford University Press.
Falkenstein, L. (2018). Kant’s intuitionism. University of Toronto Press.
Heck Jr, R. G. (2013). Sir Michael Anthony Eardley Dummett, 1925–2011. Philosophia
Mathematica, 21(1), 1–8.
Heyting, A. (1966). Intuitionism: an introduction (Vol. 41). Elsevier.
KANT, M. I. (n.d.). Peran Intuisi dalam Matematika.
Linstead, S. (2014). Henri Bergson (1859–1941). In The Oxford handbook of process
philosophy and organization studies.
Mutia, M., Rochmad, R., & Isnarto, I. (2021). Pentingkah Sebuah Intuisi dalam Pembelajaran
Matematika? PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4, 369–374.
Prabowo, A. (2009). Aliran-Aliran Filsafat dalam Matematika. Jurnal Ilmiah Matematika
Dan Pendidikan Matematika, 1(2), 25–45.
Praja, J. S. (2020). Aliran-aliran filsafat & etika. Prenada Media.
Rahman, P. S., Asmad, C. C., Haruddin, H., Sapli, A., Aminullah, A. M., Ali, R., Rizal, A.,
Binarni, I., Mubaraq, F., & Nur, A. (2018). Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu.
Rusmana, I. M., Rochmad, R., & Isnarto, I. (2021). Pembelajaran Matematika dalam Era
Normal Baru Berdasarkan Aliran Intuisionisme. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional
Matematika, 4, 228–234.
Siskawati, E., Rochmad, R., & Isnarto, I. (2021). Teka-Teki Klasik Filsafat Matematika.
PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4, 189–193.
Soleh, A. K. (2003). Pemikiran Islam Kontemporer. Jendela.
Suriasumantri, J. S. (2007). Filsafat ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

16

Anda mungkin juga menyukai