KELOMPOK 6
1. Natasya Buntang (200101501018)
2. Cahya Intan Berliana (200101502002)
3. Awaluddin Nur Azis (200101501036)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan semesta alam. Atas izin
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa kurang suatu
apapun. Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari
akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul “Pandangan Intuisionisme Terhadap Matematika.”,
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Selain itu,
kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak selaku dosen mata
kuliah Strategi Pembelajaran Matematika. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan kami terkait bidang ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca akan menjadi acuan bagi kami agar dapat menjadi lebih baik
kedepannya.
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
Intuisi tertinggi tersebut menangkap objek secara langsung tanpa
pemikiran.Intuisionisme menunjukkan kecenderungan untuk mengutamakan intuisi
dalam pengetahuan manusia.(Rusmana et al., 2021).Sebagaimana Einstein
mengatakan “The intuitive mind is a sacred gift and the rational mind is a faithful
servant. We have created a society that honors the servant and has forgotten the
gift”yang bermakna bahwa “berpikir intuitif merupakan suatu karunia mulia (a sacred
gift) yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap individu, namun cenderung diabaikan
dalam masyarakat yang lebih menghargai berpikir rasional”.
Filsafat matematika bersifat pragmatik-eklektik, artinya perbedaan aliran
filsafat tidak harus menimbulkan perang senjata seperti yang terjadi pada perbedaan
madzhab politik, tetapi cukup diselesaikan dengan perang pena, polemik dan
berwacana.(Prabowo, 2009). Dengan bercermin pada filsafat matematika, pekerja
matematika (tidak harus matematikawan) dapat meyakini apakah selama ini dan saat
ini telah bekerja pada arah yang benar.
Oleh karena itu, tujuan dari tulisan ini dapat dipandang sebagai suatu
kontribusi kecil dalam khazanah pendidikan dan pembelajaran matematika yang
diharapkan mampu mengingatkan serta memberikan penyegaran kepada pembaca
bahwa filsafat matematika dengan aliran-aliran filsafat didalamnya memiliki manfaat
yang besar dalam perkembangan pembelajaran matematika sehingga harapannya
adalah para pembaca dapat memetik berbagai pengetahuan yang ada dalam artikel
yang bertujuan untuk memberikan bahan diskusi dan kajian mengenai aliran
intuisionisme dalam pembelajaran matematika
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
4
1. Mengetahui pengertian Intuisionisme
2. Mengetahui Penggagas Intuisionisme dan Tokoh Aliran Intuisionisme
3. Mengetahui Kelebihan dan Kelemahan Aliran Intuisionisme
4. Mengetahui Intuisionisme dalam Matematika
5. Mengetahui implikasi Intuisionisme dalam Matematika
BAB II
PEMBAHASAN
5
berasal dari bahasa inggris yaitu intuition yang bermakna gerak hati atau disebut hati
nurani.(Prabowo, 2009)
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia intuisi diartikan dengan bisikan
hati, atau gerak hati , atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa
dipikirkan atau dipelajari.
Menurut pendapat Jujun S. Sumantri intuisi pada, suatu masalah yang sedang
kita pikirkan yang kemudian kita tunda karena menemui suatu kebuntuan, lalu akan
tiba-tiba muncul di benak suatu jawaban yang lengkap. Kita merasa yakin bahwa
memang itulah jawaban yang kita cari namun kita tidak bisa menjelaskan bagaimana
caranya kita sampai di sana.(Suriasumantri, 2007)
Berdasarkan Pengertian diatas , manusia memiliki gerak hati atau disebut hati
nurani. Gerak hati mampu membuat manusia melihat secara langsung nilai kebenaran
suatu masalah apakah benar atau salah, jahat atau baik, buruk atau baik secara moral.
Intuisi dirujuk sebagai suatu proses melihat serta memahami masalah secara spontan
dan intuisi tetapi juga merupakan satu proses melihat dan memahami suatu masalah
secara intelek. Pengetahuan intuitif ini merupakan pengetahuan langsung tentang
suatu hal tanpa melalui proses pemikiran rasional.
Intuisi disebut juga sebagai suatu inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi
hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun intuisi juga tidak terjadi kepada semua orang
melainkan hanya apabila seseorang itu sudah berfikir keras mengenai suatu masalah.
Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya fikirnya dan mengalami tekanan, lalu
dia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, maka saat itulah intuisi
berkemungkinan akan muncul.
Henri Bergson (1859), sebagai Seorang tokoh epistemology menganggap
bahwa Intuisionisme bukan hanya indera yang terbatas, tetapi akal juga memiliki
batasannya. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah, jadi
pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas.
Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal tersebut, Bergson mengembangkan
satu kemampuan yang dimilki oleh manusia, yaitu intuisi.
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) , Hati bekerja pada tempat yang tidak
mampu dijangkau oleh akal yaitu penggalaman emosional dan spiritual. Kelemahan
akal adalah karena ia ditutupi oleh banyak perkara. Akal tidak pernah mampu
mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. (Tajuddin & Abdullah, n.d.)
6
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang bisa dipercaya dibanding
sumber lainnya dikembangkan oleh filosof Muslim, yaitu yang paling terkenal
diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) orang yang mengembangkan
mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan dikembangkan oleh Mulla Shadra (Soleh,
2003)
Dari pembahasan pengertian intuisi di atas maka dapat kita simpulkan bahwa
intusionisme adalah salah satu aliran filsafat yang menganggap adanya satu
kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi, dan Intuisionisme ini
juga dapat diartikan sebagai sistem etika yang tidak mengukur baik atau buruk
sesuatu perbuatan berdasarkan hasilnya tetapi berdasarkan niat dalam melaksanakan
perbuatan tersebut
Henri-Louis Bergson merupakan salah satu seorang filsuf yang berasal dari
Prancis dan berpengaruh besar ,terutama pada awal abad ke 20.Sebagian besar
masa produktifnya dihabiskannya sebagai seorang dosen filsafat dan seorang
penulis..ia adalah salah satu tokoh yang mengembangkan prinsip Intuisionisme.
(Bergson, n.d.).
7
juga memahami sifat – sifat yang tetap dalam objek. Akal hanya mampu
memahami bagian – bagian dari objek, kemudian bagian – bagian itu digabung
oleh akal dimana,hal Itu tidak sama dengan pengetahuan menyeluruh tentang
objek itu (Praja, 2020) .
Bergson yang menyadari keterbatasan indera dan akal seperti yang telah
diterangkan di atas, mengembangkan kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki
oleh manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil pemikiran evolusi pemahaman yang
tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran
dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan intuisi . Memerlukan suatu
Kemampuan , dimana kemampuanlah inilah yang dapat memahami kebenaran
yang utuh, yang tetap, dan unique. Intuisi ini menangkap objek secara langsung,
tanpa melalui pemikiran. Indera dan akal hanya mampu menghasilkan
pengetahuan yang tidak utuh (spatial), berbeda dengan intuisi yang dapat
menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap (Armstrong, 1914) .
8
Brouwer tetap konsisten dengan falsafahnya, berdasarkan yang ia nyatakan
bahwa apakah matematika perlu dibenahi agar kompatible atau tidak-kompatible
dengan matematika klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan tidak
dijawab. Dan dalam Pandangannya terhadap matematika tradisional, dia
menganggap dirinya hanya sekedar menjadi seorang tukang revisi. Disimpulkan,
dimana artimatika intusionistik adalah sub-sistem atau bagian dari aritmatika
klasik, namun hal ini tidak berlaku untuk analisis. (Brouwer, 1975)
Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal diterima atau dipahami secara
intuisionistik, tetapi tidak ada analisis intusionistik secara klasik diterima.
Brouwer mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya dengan sepenuh
hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini tidak ada yang mendukung. Di luar
negaranya, Belanda, pandangan ini didukung oleh Herman Weyl. Brouwer
memegang prinsip bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-diutarakan
(languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya dapat memberi
gambaran-gambaran tentang aktivitas matematikal setelah ada fakta.
9
mengesampingan semua itu dan mau memahami matematika apa adanya.
(Siskawati et al., 2021)
10
linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistik daripada
matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting, Dummet
tidak memiliki orientasi memilih. Dummet mengeksplorasi matematika klasik
dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada suatu jalan
legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa
pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung
pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh secara luas,
yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.
Ia menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu unsur
yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan
pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua individu secara
bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat, maka mereka pun
menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung aturan
instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang individu dihubungkan dengan
simbol matematika atau formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada
penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan muatan tersebut dengan arti
simbol atau formula tersebut, maka penerima tidak akan bisa memahaminya. Jadi
dengan kata lain Pemahaman seharusnya dapat dikomunikasikan kepada penerima
(Dummett, 2000).
11
ia menggunakan langkah pemecahan melalui proses analitik. Kemungkinan yang
dapat terjadi adalah bahwa padasuatu saat seorang pemikir intuitif dapat
menemukan masalah yang sama sekali tak dapat ditemukan oleh pemikir analitik.
Menurut Sukmana (2011), setidaknya ada dua sumber utama yang mendorong minat
mendalami intuisi dalam pembelajaran matematika yaitu:Meningkatkan konsep
murni pada masing-masing domain yaitu memurnikan pengetahuan kita dari
unsur-unsur yang dapat menjadikan data tidak objektif.(Mutia et al., 2021)
Pengetahuan intuisi ini kebenarannya sulit diukur atau ditentukan, Karena
Pengetahuan intuisi ini berasal dari lapisan hati nurani seseorang yang terdalam
persoalan benar tidaknya sangat tergantung kepada keyakinan orang tersebut. Oleh
karenanya sulit dijelaskan kepada orang lain. Orang lain minimal hanya bisa meniru
perilakunya yang dianggap sesuai dengan hati nuraninya sendiri. Sulit untuk
menganggap bahwa manusia dapat berbagi pandangan intuitif tentang matematika
secara persis sama.
Pengetahuan ini tergolong pengetahuan langsung. Tetapi tidak setiap orang
mempunyai pengalaman yang sama.
12
not man that such objects are a mere illusion; for in appearance objects, along with
the situations assigned to them, are always seen as truly given, providing that their
situation depends upon the subject's mode of intuition: providing that the object as
appearance is distinguished from an object in itself. ThusI need not say that body
simply seems to be outside of me.... when I assert that the quality space and time...
lies in my mode of intuition and not in objects in themselves “(Werke, dalam
Gottfried, P., 1987).
Oleh karena itu, Kant berpendapat bahwa matematika dibangun di atas intuisi
murni yaitu intuisi ruang dan waktu dimana konsep-konsep matematika dapat
dikonstruksi secara sintetis. Intuisi murni tersebut merupakan landasan dari semua
penalaran dan keputusan matematika. Jika tidak berlandaskan intuisi murni maka
penalaran tersebut tidaklah mungkin. Menurut Kant matematika sebagai ilmu adalah
mungkin jika kitamampu menemukan intuisi murni sebagai landasannya (KANT,
n.d.) ; dan matematika yang telah dikonstruksinya bersifat sintetik a priori.
Matematika murni, khususnya geometri dapat menjadi kenyataan obyektif jika
berkaitan dengan obyek-obyek penginderaan. Konsep-konsep geometri tidak hanya
dihasilkan oleh intuisi murni, tetapi juga berkaitan dengan konsep ruang di mana
obyek-obyek geometri direpresentasikan. Konsep ruang (ibid.) sendiri merupakan
bentuk intuisi di mana secara ontologis hakekat dari representasi tersebut tidak dapat
dilacak.
Kant kemudian mengajukan pertanyaan apakah penalaran matematika harus
berdasarkan pengalaman? Atau bagaimana mungkin menemukan intuisi yang bersifat
a priori dari data empiris? Intuisi penginderaan sendiri merupakan representasi yang
tergantung dari keberadaan obyek. Sehingga kelihatannya mustahil menemukan
intuisi a priori yang demikian, karena intusi a priori tidak menggantungkan diri dari
keberadaan obyek. Akibatnya, kita hanya bisa menemukan intuisi dalam bentuk
“sensuous intuition” yaitu berdasarkan “phenomena” obyek dan bukan berdasarkan
pada “noumenanya”. Di sinilah Kant “menyerah”; dalam arti Kant mengakui bahwa
selamanya kita tidak akan pernah bisa mengungkap hakekat “noumena” dibalik
“phenomena” nya.
Kant (Kant, I, 1783) memberi solusi bahwa konsep matematika pertama-tama
diperoleh secara a priori dari pengalaman dengan intuisi penginderaan, tetapi konsep
yang diperoleh tidaklah bersifat empiris melainkan bersifat murni.Proses demikian
merupakan langkah pertama yang harus ada dalam penalaran matematika, jika tidak
13
maka tidaklah akan ada penalaran matematika itu. Proses berikutnya adalah proses
sintetik dalam intuisi akal “Verstand” yang memungkinkan dikonstruksikannya
konsep matematika yang bersifat “sintetik” dalam ruang dan waktu. Sebelum diambil
putusan-putusan dengan intuisi budi “Vernuft” terlebih dulu obyek-obyek matematika
dalam bentuk “Form” disintesiskan kedalam “categories” sebagai suatu innate ideas,
yaitu “kuantitas”, “kualitas”, “relasi” dan “modalitas”. (Rahman et al., 2018)
Dengan demikian maka intuisi murni menjadi landasan bagi matematika dan
kebenaran matematika yang bersifat “apodiktik”. Menurut Kant, intuisi, dengan
macam dan jenisnya yang telah disebutkan di atas, memegang peranan yang sangat
penting untuk mengkonstruksi matematika sekaligus menyelidiki dan menjelaskan
bagaimana matematika dipahami dalam bentuk geometri atau arithmetika.
Pemahaman matematika secara transenden melalui intuisi murni dalam ruang dan
waktu inilah yang menyebabkan matematika adalah mungkin sebagai ilmu (KANT,
n.d.)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intuisionisme adalah gerak hati, bisikan hati, atau kemampuan memahami
sesuatu tanpa harus difikirkan, yang secara terminologi diartikan secara sebagai aliran
14
atau paham dalam filsafat dalam memperoleh pengetahuan dengan mengutamakan
intuisi atau gerak hati atau bisikan hati. Secara Epistemology, pengetahuan intuitif
berasal dari intuisi yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung, tidak
mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat suatu objek.
Tokoh aliran intuisionisme Henry Bergson (1859-1941) mengatakan bahwa
intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur
utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan
langsung (intuitif),di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa
hal. intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa
pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi.
B. Saran
Makalah ini memiliki keterbatasan oleh karena itu kami menyarankan untuk lebih
memperbanyak referensi dalam membuat makalah.
DAFTAR PUSTAKA
15
Bergson, H. (n.d.). Wikipedia, the free encyclopedia.
Brouwer, L. E. J. (1952). Historical background, principles and methods of intuitionism.
South African Journal of Science, 49(3–4), 139.
Brouwer, L. E. J. (1975). Consciousness, philosophy, and mathematics. In Philosophy and
Foundations of Mathematics (pp. 480–494). Elsevier.
Dummett, M. (2000). Elements of intuitionism (Vol. 39). Oxford University Press.
Falkenstein, L. (2018). Kant’s intuitionism. University of Toronto Press.
Heck Jr, R. G. (2013). Sir Michael Anthony Eardley Dummett, 1925–2011. Philosophia
Mathematica, 21(1), 1–8.
Heyting, A. (1966). Intuitionism: an introduction (Vol. 41). Elsevier.
KANT, M. I. (n.d.). Peran Intuisi dalam Matematika.
Linstead, S. (2014). Henri Bergson (1859–1941). In The Oxford handbook of process
philosophy and organization studies.
Mutia, M., Rochmad, R., & Isnarto, I. (2021). Pentingkah Sebuah Intuisi dalam Pembelajaran
Matematika? PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4, 369–374.
Prabowo, A. (2009). Aliran-Aliran Filsafat dalam Matematika. Jurnal Ilmiah Matematika
Dan Pendidikan Matematika, 1(2), 25–45.
Praja, J. S. (2020). Aliran-aliran filsafat & etika. Prenada Media.
Rahman, P. S., Asmad, C. C., Haruddin, H., Sapli, A., Aminullah, A. M., Ali, R., Rizal, A.,
Binarni, I., Mubaraq, F., & Nur, A. (2018). Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu.
Rusmana, I. M., Rochmad, R., & Isnarto, I. (2021). Pembelajaran Matematika dalam Era
Normal Baru Berdasarkan Aliran Intuisionisme. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional
Matematika, 4, 228–234.
Siskawati, E., Rochmad, R., & Isnarto, I. (2021). Teka-Teki Klasik Filsafat Matematika.
PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 4, 189–193.
Soleh, A. K. (2003). Pemikiran Islam Kontemporer. Jendela.
Suriasumantri, J. S. (2007). Filsafat ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
16