Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam
semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat
limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Intuisionisme dalam Filsafat ” tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada pembawa bendera
syafaat Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini antara lain:
1. Bapak Pristiwiyanto, S.H., M.H., selaku dosen pengampuh mata kuliah
pengantar filsafat sekaligus pembimbing yang turut membantu
penyusunan makalah;
2. rekan satu kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelesaian
makalah;
3. kedua orang tua yang memberikan dukungan spiritual dan material; dan
4. semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Filsafat serta merupakan bentuk tanggung jawab penulis pada tugas yang
diberikan.
Saran dan kritik konstruktif sangat membantu dalam perbaikan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi
pembaca dan penulis sendiri.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi intuisionisme?
2. Bagaimana pemikiran para tokoh intuisionisme?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Intuisionisme
Beberapa ahli bahasa mengatakan bahwa secara bahasa, intuisionisme
(berasal dari bahasa Latin, intuitio yang berarti pemandangan.1
Intuisionisme yaitu satu cara atau metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan menggunakan sarana intuisi untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Intuisi dalam beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa
pengetahuan yang lengkap diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari
pengetahuan yang nisbi (Tampak oleh inderawi). Ada yang berpendirian bahwa
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm. 26-27
2
Ali Maksum, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2015), hlm. 369.
3
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 78-79.
2
apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang nampak belaka, sedang yang
diberikan oleh intuisi adalah sebuah kenyataan.4 Meskipun tidak mengingkari
nilai pengalaman indrawi yang biasa dan pengetahuan yaang didapat darinya.5
Ada sebuah isme lagi yang barangkali mirip sekali dengan intuisionisme.
Aliran ini namanya iluminasionisme, aliran ini berkembang di kalangan tokoh-
tokoh agama , di dalm islam disebut teori kasyf. Teori ini menyatakan bahwa
manusia, yang hatinya telah bersih. Telah “siap”, sanggup menerima
pengetahuan dari Tuhan. Aliran ini terbentang juga di dalam sejarah pemikiran
islam, boleh di katakan sejak awal dan memuncak pada mula shadra.7
4
Hadi Hardono, Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 200-201.
5
Zaprulkhan, loc. cit.
6
Rahmatul Ummah, “Intusionisme Sebagai Sumber Pengetahuan” dalam
https://www.kompasiana.com (20 Februari 2018)
7
Ahmad Tafsir, loc.cit
3
yang banyak sekali dan amat meyakinkan. Pengetahuan ini di peroleh bukan
lewat indera dan bukan lewat akal , melaikan lewat hati. Dalam hal ini ia sama
dengan intuisionisme.8
1. Plotinus
Prinsip metode Plotinus adalah harmoni, maksudnya mengumpulkan
banyak bahan dari beberpa filsuf lain kemudian dibanding-bandingkan
dan ditimbang-timbang kembali sehingga dapat diberi penafsiiran baru.
Selanjutnya ia cari kebenaran dengan jalan yang sangat rumit.10
8
Ibid.
9
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 10.
10
Ibid.
11
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kansinus, 2012), hlm. 107-109.
12
Ibid.
4
2. Henri Bergson
Henry Bregson, filsuf Prancis modern sebagai pencetus aliran
intuisionisme modern berpegang pada perbedaan mengenai akal dan
intuisi yang dibuat oleh Louis O. Katsoff antara dua pengetahuan yaitu
pengetahuan mengenai (knowledge about) dan pengetahuan tentang
(knowledge of). Pengetahuan “mengenai” disebut pengetahuan diskursif
atau pengetahuan simbolis, dan pengetahuan ini ada perantaranya.
Pengetahuan “tentang” disebut pengetahuan yang langsung atau
pengetahuan intuitif, dan diperoleh secara langsung.13
13
Zaprulkhan, loc. cit.
14
Ahmad Tafsir, op.cit., hlm. 26.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intuisonisme adalah metode dalam memperoleh sumber ilmu pengetahuan
dengan menggunakan sarana intuisi untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai
kebenaran dan hakikat sesuatu objek. Tidak didasarkan pada penalaran dan
penampakan indrawi.
Bagi platinos, manusia harus berani berpikir tanpa berorientasi pada hal-hal
inderawi sehingga dapat terbebas dari materi yang mengikat.
B. Saran
Manusia dikaruniai akal pikiran serta potensi untuk dikembangkan. Salah
satu cara mengembangkannya adalah dengan banyak membaca literatur yang
memuat berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu contohnya mengenai
metode filsafat yakni intuisionisme. Tidak sebatas memahaminya lewat internet
namun juga buku-buku yang lebih jelas sumbernya. Diharapkan dengan
mempelajari intuisionisme pembaca dapat mengambil pelajaran bahwa dengan
niat dan hati yang bersih membuat perasaan seorang manusia peka terhadap
gejala di sekelilingnya.
6
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai
Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ummah, Rahmatul. “Intusionisme Sebagai Sumber Pengetahuan” dalam
https://www.kompasiana.com/ (20 Februari 2018)