Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam
semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat
limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Intuisionisme dalam Filsafat ” tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpah kepada pembawa bendera
syafaat Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini antara lain:
1. Bapak Pristiwiyanto, S.H., M.H., selaku dosen pengampuh mata kuliah
pengantar filsafat sekaligus pembimbing yang turut membantu
penyusunan makalah;
2. rekan satu kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelesaian
makalah;
3. kedua orang tua yang memberikan dukungan spiritual dan material; dan
4. semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Filsafat serta merupakan bentuk tanggung jawab penulis pada tugas yang
diberikan.
Saran dan kritik konstruktif sangat membantu dalam perbaikan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi
pembaca dan penulis sendiri.

Gresik, 20 Februari 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
BAB II ............................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2
A. Definisi Intuisionisme ........................................................................................... 2
B. Pemikiran Para Tokoh Intuisonisme .................................................................. 4
1. Plotinus................................................................................................................... 4
2. Henri Bergson........................................................................................................ 5
BAB III........................................................................................................................... 6
PENUTUP...................................................................................................................... 6
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 6
B. Saran ...................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah telah membekali manusia dengan pengetahuan untuk dipelajari dalam


kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar manusia mampu untuk
memanfaatkan pengetahuan tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Pengetahuan
yang dibekali tidak hanya terbatas pada satu persoalan saja, contoh kita
membahas ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu salah satunya mengenai
intuisionisme. Diharapkan dengan dijabarkannya salah satu aliran dalam filsafat
ini dapat memperluas pola pikir kita dalam menyerap ilmu pengetahuan dari
berbagai sumber dan menjadi perenungan bahwa semua unsur penyusun seorang
manusia mulai dari indrawi, logika, bahkan perasaan dapat menjadi sumber atas
berkembangnya sebuah ilmu. Dengan begitu ilmu pengetahuan akan selalu
berkembang (dinamis) sejalan dengan berkembangnya perasaan ingin tahu dan
sifat kritis manusia itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi intuisionisme?
2. Bagaimana pemikiran para tokoh intuisionisme?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Intuisionisme
Beberapa ahli bahasa mengatakan bahwa secara bahasa, intuisionisme
(berasal dari bahasa Latin, intuitio yang berarti pemandangan.1

Intuisionisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa


intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi
termasuk salah satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran.
Jadi, intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berpikir
tertetu dan sering bercampur aduk dengan perasaan.2

Ituisionisme merupakan paham yang menekankan tidak terperantaranya


pengetahuan atau bukti-bukti dari karakter ide-ide tertentu. Dalam metode untuk
memperoleh pengetahuan, intuisionisme mengajarkan bahwa tidak ada pemisah
antara knower (yang mengetahui) dengan yang diketahui. Secara tidak langsung,
sebenarnya intuisionisme merupakan kelanjutan atau metode yang bisa
melengkapi kekurangan kritisisme dalam mencandra realitas. Jika kritisisme
mengatakan bahwa dalam menghadapi realitas, kita hanya mengetahui
penampakan realitas tersebut, bukan realitas secara hakiki. Intuisonisme justru
mengklaim bahwa realitas dunia hakiki dapat dipahami dengan intuisi.3

Intuisionisme yaitu satu cara atau metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan menggunakan sarana intuisi untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Intuisi dalam beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa
pengetahuan yang lengkap diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari
pengetahuan yang nisbi (Tampak oleh inderawi). Ada yang berpendirian bahwa

1
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm. 26-27
2
Ali Maksum, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernisme (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2015), hlm. 369.
3
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 78-79.

2
apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang nampak belaka, sedang yang
diberikan oleh intuisi adalah sebuah kenyataan.4 Meskipun tidak mengingkari
nilai pengalaman indrawi yang biasa dan pengetahuan yaang didapat darinya.5

Secara epistemologis, pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang


diperoleh melalui pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan
mengenai kebenaran dan hakikat sesuatu objek. Dalam tradisi Islam, para sufi
menyebut pengetahuan ini sebagai rasa yang mendalam (zauq) yang berkaitan
dengan persepsi batin. Dengan demikian pengetahuan intuitif sejenis
pengetahuan yang dikaruniakan Tuhan kepada seseorang dan dipatrikan pada
kalbunya sehingga tersingkaplah olehnya sebagian rahasia dan tampak olehnya
sebagian realitas.perolehan pengetahuan ini bukan dengan jalan penyimpulan
logis sebagaimana pengetahuan rasional melainkan dengan jalan kesalehan,
sehingga seseorang memiliki kebeningan kalbu dan wawasan spiritual yang
prima.6

Ada sebuah isme lagi yang barangkali mirip sekali dengan intuisionisme.
Aliran ini namanya iluminasionisme, aliran ini berkembang di kalangan tokoh-
tokoh agama , di dalm islam disebut teori kasyf. Teori ini menyatakan bahwa
manusia, yang hatinya telah bersih. Telah “siap”, sanggup menerima
pengetahuan dari Tuhan. Aliran ini terbentang juga di dalam sejarah pemikiran
islam, boleh di katakan sejak awal dan memuncak pada mula shadra.7

Kemampuan menerima secara langsung itu di peroleh dengan latihan , yang


di dalam islam di sebut suluk, secara lebih spesifik disebut riyadlah. Riyadlah
artinya latihan. Secara umum metode ini di ajarkan di dalam thariqat. Konon,
kemampun orang-orang itu adalah sampai melihat Tuhan , berbincang dengan
Tuhan , Melihat syurga, neraka, dan alam gaib lainnya. Dari kemampuan ini
dapat di pahami bahwa mereka tentu mempunyai pengetahuan tingkat tinggi

4
Hadi Hardono, Filsafat Pengetahuan (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 200-201.
5
Zaprulkhan, loc. cit.
6
Rahmatul Ummah, “Intusionisme Sebagai Sumber Pengetahuan” dalam
https://www.kompasiana.com (20 Februari 2018)
7
Ahmad Tafsir, loc.cit

3
yang banyak sekali dan amat meyakinkan. Pengetahuan ini di peroleh bukan
lewat indera dan bukan lewat akal , melaikan lewat hati. Dalam hal ini ia sama
dengan intuisionisme.8

B. Pemikiran Para Tokoh Intuisonisme


Metode intuisi yang dikembangkan oleh Plotinus dan Henri Bergson yakni
sebagai naluri yang telah mendapat kesadaran diri, yang telah diciptakan untuk
memikirkan sasaran serta memperluas sasaran itu menurut kehendak sendiri
tanpa batas. Dimana intuisi juga merupakan bentuk pemikiran yang berbeda
dengan pemikiran akal dan berfungsi agar mengenal hakikat pribadinya dan
kenyataan.9

1. Plotinus
Prinsip metode Plotinus adalah harmoni, maksudnya mengumpulkan
banyak bahan dari beberpa filsuf lain kemudian dibanding-bandingkan
dan ditimbang-timbang kembali sehingga dapat diberi penafsiiran baru.
Selanjutnya ia cari kebenaran dengan jalan yang sangat rumit.10

Bagi platinos, manusia harus berani berpikir tanpa berorientasi pada


hal-hal inderawi. Manusia harus berkontemplasi untuk mengatasi hal-hal
yang indrawi yang merupakan penghambat dalam upaya pembebasan
dari keterikatan dengan materi yang gelap.11

Pemikiran Plotinus merupakan jalan pembebasan dari keterikatan


dengan materi yang merupakan penyimpangan dari kebenaran.12

8
Ibid.
9
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 10.
10
Ibid.
11
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kansinus, 2012), hlm. 107-109.
12
Ibid.

4
2. Henri Bergson
Henry Bregson, filsuf Prancis modern sebagai pencetus aliran
intuisionisme modern berpegang pada perbedaan mengenai akal dan
intuisi yang dibuat oleh Louis O. Katsoff antara dua pengetahuan yaitu
pengetahuan mengenai (knowledge about) dan pengetahuan tentang
(knowledge of). Pengetahuan “mengenai” disebut pengetahuan diskursif
atau pengetahuan simbolis, dan pengetahuan ini ada perantaranya.
Pengetahuan “tentang” disebut pengetahuan yang langsung atau
pengetahuan intuitif, dan diperoleh secara langsung.13

Henry Bregson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap


tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang
kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah, pengetahuan kita
tentangnya tidak pernah tetap, begitupula dengan akal yang hanya dapat
memahami suatu tobjek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu,
itupun tidak dipahami secara keseluruhan. Hanya bagian-bagian dari
objek itu yang kemudian digabungkan oleh akal. Dengan menyadari
keterbatasan tersebut dia mengembangkan satu kemampuan tingkat
tinggi yang dimiliki manusia yaitu intuisi yang mirip dengan instinc
namun berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Kemampuan intuisi
memerlukan suatu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami
kebenaran yang utuh, yang tetap yang unique. Intuisi menangkap objek
tanpa melalui pemikiran. Indera dan akal hanya mampu menghasilkan
pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan intuisi dapat
menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap.14

13
Zaprulkhan, loc. cit.
14
Ahmad Tafsir, op.cit., hlm. 26.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intuisonisme adalah metode dalam memperoleh sumber ilmu pengetahuan
dengan menggunakan sarana intuisi untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai
kebenaran dan hakikat sesuatu objek. Tidak didasarkan pada penalaran dan
penampakan indrawi.

Bagi platinos, manusia harus berani berpikir tanpa berorientasi pada hal-hal
inderawi sehingga dapat terbebas dari materi yang mengikat.

Bagi Henri Bregson, pengetahuan ada dua yakni pengetahuan mengenai


(knowledge about) dan pengetahuan tentang (knowledge of). Pengetahuan
“mengenai” disebut pengetahuan diskursif atau pengetahuan simbolis, dan
pengetahuan ini ada perantaranya. Pengetahuan “tentang” disebut pengetahuan
yang langsung atau pengetahuan intuitif, dan diperoleh secara langsung.

B. Saran
Manusia dikaruniai akal pikiran serta potensi untuk dikembangkan. Salah
satu cara mengembangkannya adalah dengan banyak membaca literatur yang
memuat berbagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu contohnya mengenai
metode filsafat yakni intuisionisme. Tidak sebatas memahaminya lewat internet
namun juga buku-buku yang lebih jelas sumbernya. Diharapkan dengan
mempelajari intuisionisme pembaca dapat mengambil pelajaran bahwa dengan
niat dan hati yang bersih membuat perasaan seorang manusia peka terhadap
gejala di sekelilingnya.

6
DAFTAR PUSTAKA

Hardono, Hadi. 1997. Filsafat Pengetahuan.Yogyakarta: Kanisius.

Maksum, Ali. 2015. Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga


Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rapar, Jan Hendrik. 2012. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kansinus.

Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. 2014. Jakarta: Bumi Aksara.

Tafsir, Ahmad. 2013. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai
Capra. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ummah, Rahmatul. “Intusionisme Sebagai Sumber Pengetahuan” dalam
https://www.kompasiana.com/ (20 Februari 2018)

Zaprulkhan. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai