Anda di halaman 1dari 6

 ANTAGONIS

Pengertian Antagonis :

Antagonis adalah obat yang berikatan dengan reseptor tanpa mengaktifkan reseptor tersebut.Antagonis
biasanya berikatan melalui ikatan ion, hidrogen, atau van der Waals sehingga bersifat reversibel.

Mekanisme kerja Antagonis dan tahapannya :

 GAMBAR 2-1

Obat yang mengaktifkan reseptor dengan berikatan dengan reseptor tersebut disebut agonis. Sebagian
besar agonis berikatan melalui ikatan ion, hidrogen, dan van der Waals (jumlah gaya tarik dan dorong
antara molekul). Ikatan-ikatan ini bersifat reversibel. Sedangkan sebagian kecil agonis berikatan dengan
reseptor secara kovalen, dan ikatan ini bersifat ireversibel. Reseptor sering digambarkan sebagai protein
yang bisa berikatan ataupun tidak berikatan dengan ligan agonis. Ketika reseptor berikatan dengan ligan
agonis, maka akan menghasilkan efek obat. Ketika tidak berikatan, maka efek obat tidak akan muncul.

 GAMBAR 2-2
Gambar 2-2 menjelaskan secara sederhana aksi dari antagonis. Antagonis adalah obat yang berikatan
dengan reseptor tanpa mengaktifkan reseptor tersebut. Antagonis biasanya berikatan melalui ikatan
ion, hidrogen, atau van der Waals sehingga bersifat reversibel. Antagonis menghalangi kerja agonis
dengan mencegah agonis berikatan dengan reseptor sehingga efek obat tidak bisa dihasilkan.

 GAMBAR 2-3

Partial agonist adalah obat yang berikatan dengan reseptor dan mengaktifkannya tetapi tidak sebesar
full agonist. Walaupun pada dosis supramaksimal, partial agonist tidak bisa menimbulkan efek obat yang
optimal. Partial agonist juga memiliki aktivitas antagonis yang disebut agonis-antagonis. Ketika partial
agonist diberikkan bersama full agonist, hal ini akan mengurangi efek dari full agonist. Sebagai contoh,
butorphanol adalah partial agonist pada reseptor μ opioid.
 GAMBAR 2-4

Reseptor memiliki beberapa bentuk, dan secara alami berubah-ubah antara bentuk tersebut. Beberapa
bentuk terkait dengan efek farmakologi dan beberapa tidak. Pada contoh gambar 2-4, reseptor hanya
memiliki 2 bentuk: yakni bentuk inaktif, dan bentuk aktif yang menghasilkan efek yang sama seperti saat
reseptor tersebut berikatan dengan agonis, walau pada tingkat yang lebih rendah karena reseptor hanya
menghabiskan 20% waktunya dalam bentuk aktif ini.

 GAMBAR 2-5

Pada gambaran ini, ligan tidak menyebabkan bentuk reseptor berubah. Hal tersebut terjadi spontan.
Namun ligan merubah perbandingan antara bentuk inaktif dan aktif (secara termodinamik) dengan lebih
mencenderungkan satu bentuk. Gambar 2-5 menunjukkan reseptor seperti pada gambar 2-4 dengan
adanya agonis, partial agonist, antagonis, dan inverse agonist. Adanya full agonist menyebabkan
perubahan lebih cenderung ke bentuk aktif, sehingga reseptor berada pada bentuk ini selama hampir
100%. Partial agonist tidak seefektif itu untuk mempertahankan reseptor dalam bentuk aktif, sehingga
reseptor yang berikatan hanya menghabiskan waktu 50% dalam bentuk aktif. Antagonis tidak merubah
ke bentuk apapun, hanya mencegah terjadinya ikatan. Sedangkan inverse agonist akan merubah ke
bentuk inaktif, merubah aktivitas dasar reseptor.

CONTOH OBAT YANG BERKAITAN DENGAN ANTAGONIS :

1. Cimetidine

Bentuk obat: Tablet, kaplet, dan kapsul

Merek dagang: Cimetidine, Cimexol, Corsamet, Licomet, Sanmetidin, Tidifar, Ulcusan, Xepamet

2. Famotidine

Bentuk obat: Tablet, tablet kunyah, dan kaplet

Merek dagang: Amocid, Corocyd, Denufam, Famocid, Famotidine, Hufatidine, Lexmodine, Magstop,
Neosanmag, Polysilane Max, Pratifar, Promag Double Action, Renapepsa, Starmag Double Impact,
Tismafam, Ulmo

3. Nizatidine

Bentuk obat: Kapsul

Merek dagang nizatidine: -

4. Ranitidin

Bentuk obat: Tablet, kaplet, dan suntik

Merek dagang: Ranitidin, Ranitidine, Ranitidine Hydrochloride, Ranitidine HCL

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANTAGONIS :

Interaksi Obat bisa meningkatkan atau menurunkan respon farmakologis, bisa juga menguntungkan atau
justru membahayakan pasien. Interaksi obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
hubungan dosis dan efek obat. Ada 2 (dua) klasifikasi Interaksi Obat :

1. Interaksi Fisikokimia / interaksi Farmasetik

Adalah interaksi obat yang terjadi secara fisik atau kimia ketika masih dalam syring atau tempat lain,
sebelum di diaplikasikan kedalam tubuh.

Misalnya :

amphotericin B membentuk presipitat ketika dicampur dengan larutan elektrolit.

2. Interaksi Farmakokinetik.
Ke empat proses utama dalam farmakokinetik obat ( Absorbsi , Distribusi, Metabolisme, Ekskresi ) dapat
dipengaruhi obat obat lain yang diberikan bersamaan. Level obat dalam plasma atau jaringan
dipengaruhi oleh obat lain . Interaksi farmakokinetik merupakan interaksi antara satu obat dgn
mengubah konsentrasi obat lain, yg mencapai tempat kerjanya , bisa terjadi pada fase Absorbsi fase
Distribusi fase Metabolisme fase Ekskresi

SUMBER :

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f7b9df04ff99e9d55d73e117e78f7d61.pdf

https://www.alodokter.com/antagonis-h2

 INDEKS TERAPI
INDEKS TERAPIK
Obat dapat menimbulkan reaksi farmasetik asalkan dosis obat tetap berada dalam batas
keamanan. Ini berarti pasien dapat menerima berbagai tingkat dosis tanpa mengalami efek
toksik. Obat lain memiliki batas keamanan yang sempit di mana perubahan sekecil apapun pada
dosis obat dapat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, yang mungkin merugikan.
Indeks terapik obat atau terapeutik index (TI) Mengidentifikasi batas keamanan obat dan
merupakan rasio antara dosis terapeutik pada 50% hewan dan dosis yang mematikan 50%
hewan. Dosis terapi dinotasikan dengan ED dan dosis yang mematikan pada hewan yang
dinotasikan dengan LD. Semakin dekat rasio tersebut ke angka 1, semakin besar pula bahaya
toksisitas.

TI = LD20/ED50

Obat yang memiliki TI rendah dikatakan memiliki batas keamanan yang sempit. Pasien yang
menerima obat ini harus memantau kadar dalam plasmanya, dan upaya-upaya untuk
menyesuaikan dosis harus dilakukan untuk mencegah terjadinya efek toksik. Kadar obat dalam
plasma harus berada dalam rentang terapeutik, yang juga dikenal sebagai jendela terapeutik.
Rentang terapeutik berada di antara konsentrasi efektif minimum (MEC, ninimum effective
concentration) untuk mendapatkan reaksi farmasetik yang diinginkan dan konsentrasi toksik
minimum (MTC, minimum toxie konsentrasi), MEC dicapai dengan pemberian dosis muatan,
yaitu pemberian dosis awal dalam jumlah besar yang diberikan untuk mencapai MEC dalam
plasma dengan cepat.

Kamiensky, M.Keogh,J.(2015).Farmakologi DeMYSTiFieD [online].Ed 2.Yogyakarta.Rapha


Publishing.available from Ipusnas.com [Diakses pada 2 September 2021]

Anda mungkin juga menyukai