Anda di halaman 1dari 12

1.

Menjelaskan tentang pendahuluan Farmakologi

Farmakologi : ilmu yang mempelajari sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologis dan
biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan obat
Farmakognisi : cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan
sumber obat
Farmasi : ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan menyediakan obat
Farmakologi klinik : cabang farmakologi yang mempelajari efek obat pada manusia
Farmakoterapi : cabang farmakologi yang mempelajari penggunaan obat dalam pencegahan dan pengobatan
penyakit
Toksikologi : ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia, termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah
tangga, industri, dll
Farmakokinetik : nasib obat dalam tubuh (ADME), respon tubuh terhadap obat
Farmakodinamik : efek obat terhadap tubuh, fisiologis dan biokimia organ tubuh, dan mekanisme kerjanya

Obat : substansi kimia yang berfungsi mengubah sifat fisiologis tubuh, memperbaiki adanya patalogis tubuh pasien

Penggolongan obat secara umum

Obat esensial : obat dengan jumlah terbanyak yang beredar dalam masyarakat
Obat generik : diproduksi oleh perusahaan obat tanpa branded name. Misal : paracetamol
Obat paten (branded) : diproduksi oleh perusahaan obat dengan branded name. Misal : panadol, insana, bodrex

Penggolongan obat berdasarkan marketting (pemasarannya)

On-ethical drugs : dijual tanpa resep dokter


Unlimited drugs (B-class), hijau : obat bebas
Limited drugs (W-class), biru : obat bebas terbatas, berlisensi dari perusahaan obat
Ethical drugs : dijual dengan resep dokter
Potent drugs (G-class), merah (K)
Narcotic drugs (O-class), hitam

Semua zat dalam keadaan tertentu dapat bersifat toksik


Semua zat (obat dan makanan) yang dikatakan meningkatkan kesehatan harus memenuhi standar efikasi (kemampuan obat
untuk menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan) dan keamanan obat

Prinsip umum farmakologi

Sifat obat

1. Molekul obat harus terikat dengan reseptor obat dalam tubuh untuk dapat berefek.

Obat mempunyai ukuran, muatan listrik, bentuk dan komposisi atom yang sama dengan reseptor obat

2. Obat dapat disintesis dalam tubuh (misal : hormon) dan tidak disintesis disebut xenobiotik

3. Semua obat dapat menjadi toksik bila diberikan dosis yang salah

Sifat fisik obat


1. Obat dapat berupa :
Padatan : aspirin, atropin
Cairan : nikotin, etanol
Gas : nitrogen oksida
2. Obat bersifat asam atau basa lemah. Memberikan implikasi bagaimana obat diubah dalam tubuh. Obat dapat mengalami
perubahan derajat ionisasi ketika berada dalam sistem tubuh

Ukuran obat
1. Obat harus cukup unik dalam bentuk, muatan sehingga hanya dapat berikatan dengan reseptor spesifik
2. Obat yang dimasukan ke dalam tubuh memiliki batas atas BM 100 unit, lebih dari itu obat sulit berdifusi dalam
kompartmen tubuh
3. Obat dengan BM diatas 100 unit harus diberikan secara langsung menuju sistemik, seperti alteplase (enzim penghancur
bekuan) diberikan secara intravena

Reaktivitas obat dan ikatan reseptor-obat


3 jenis ikatan kimia antara obat dengan reseptornya : ikatan koovalen, ikatan elektrostatik, dan ikatan hidrofobik
1. Ikatan koovalen : ikatan bersifat irreversible, sangat kuat dibandingkan ikatan lainnya dan tidak begitu selektif
2. Ikatan elektrostatik : ikatan ion (kuat), ikatan hidrogen (lemah), ikatan dipol van der walls (lebih lemah)
3. Ikatan hidrofobik : ikatan terlemah, sangat selektif dan bekerja singkat. Erat kaitannya dengan interaksi obat terhadap
membran plasma yang juga bersifat hidrofobik

Untuk menciptakan obat dengan daya selektivitas tinggi, hindari obat yang memiliki kecendrungan ikatan kuat dengan
reseptor

Bentuk obat
Bentuk obat harus sedemikian rupa agar komplementer terhadap reseptornya
Kebanyakan obat diproduksi dalam bentuk molekul chiral (membentuk pasangan enansiomerik)

Nomenklatur reseptor
Reseptor dinamakan seusai dengan jenis obat yang akan berikatan dengannya
Metode penamaan rasional dimuat oleh IUPHAR

2. Menjelaskan tentang farmakodinamik (teori reseptor, dosis-respon, dosis efektif, indeks terapi, interaksi obat)

Parameter farmakodinamik

Efek maksimum (Emax)


Setiap respon farmakologik memiliki efek maksimum
Efek maksimum didapat ketika berapapun konsentrasi obatnya, tidak lagi menimbulkan peningkatan
respons (sampai di ujung)
Emax berguna untuk mencegah pemberian dosis selanjutnya pada obat yang sama
Sensitivitas
Berkaitan dengan nilai EC50 yakni konsentrasi minimal yang dibutuhkan untuk memberikan efek
50persen max
Semakin tinggi EC50, sensitivitas obat tersebut kurang
Obat harus berikatan dengan reseptor untuk menghasilkan suatu efek. Ikatan obat-reseptor ini sebagai pintu gerbang
proses molekular lainnya

Jenis interaksi reseptor-obat

Obat agonis : ketika berikatan dengan reseptornya, mengakibatkan aktivasi reseptor yang menimbulkan efek (misalnya,
terbukanya kanal ion atau enzim tertentu). Dapat berupa agonis sejati atau parsial
1. Agonis sejati : obat berikatan dengan reseptor dan mengaktivasinya, tetapi tidak menimbulkan respons kerja
2. Agonis parsial : obat dapat bersifat agonis atau antagonis

Obat antagonis : ketika berikatan dengan reseptornya, obat ini mencegah reseptor berikatan dengan molekul-molekul lain
(coupling molecule)
Obat ini mencegah obat agonis untuk berikatan dengan reseptornya, secara tidak langsung menghambat efek biologis
Misal : obat atropin mencegah reseptor asetilkolin berikatan dengan asetilkolin (reseptor asetilkolin tetap inaktif)

Durasi kerja obat

Efek obat terus berlangsung selama obat berikatan dengan reseptor obat tersebut
Lepasnya ikatan obat dengan reseptor akan secara otomatis menghentikan efek yang terjadi
Pada obat agonis ketika berikatan dengan reseptornya, meskipun sudah terdisosiasi dari obat, reseptor ini tetap
menimbulkan efek terapeutik karena masih berikatan dengan coupling molecule
Ikatan koovalen antara obat-reseptor jenis ini, efek akan terus berlangsung hingga kompleks obat-reseptor
dihancurkan dan reseptor baru disintesis

Reseptor dan tempat ikatan inert

Reseptor harus memilih secara selektif ligannya sendiri (obat) agar tidak berikatan dengan sembarang ligan yang
mengakibatkan reseptor ini aktif terus-menerus
Reseptor regulatorik berikatan dengan obat menimbulkan efek biologis
Reseptor nonregulatorik berikatan dengan obat sebagai distributor ke seluruh jaringan tubuh (tempat yang
inert) contoh : albumin plasma

Konsep reseptor

Dosis. Afinitas reseptor terhadap obat yang diikat menentukan banyaknya dosis obat untuk berefek
Afinitas. Reseptor bertanggungjawab menentukan selektivitas kerja obat, perubahan struktur kimia obat dapat
mengubah daya afinitas reseptor terhadap obat
Kerja obat agonis-antagonis. Antagonis bersifat inhibit terhadap obat agonis, sehingga mencitkan mekanisme
homeostasis sendiri

3 aspek fungsi reseptor obat

Reseptor sebagai determinan hubungan antara konsentrasi obat (dosis) dengan respon farmakologiknya
Reseptor sebagai protein regulator, menjalankan mekanisme pensinyalan kimiawi
Reseptor sebagai elemen utama terapeutik dan toksik

Hubungan antara dosis obat dan respons klinis

Untuk memilih obat dengan dosis dan respons yang tepat diperlukan pemahaman :

1. Potensi farmakologik relatif


Menyatakan EC50 (konsentrasi obat dalam menimbulkan 50persen efek max)
Semakin kecil EC50, makin potensial obat tersebut

2. Efikasi maksimal
Menyatakan total respons maksimal yang dapat dicapai obat
Menentukan efektivitas klinis suatu obat (pada poten obat EC50, tidak menentukan hal ini)

3. Slope (AUC : Area Under Curve)


4. Individual variation : genetics

Terapeutik Index (TI)


Batas normal dari dosis obat yang dapat diberikan
Berhub.dengan kurva dosis-respon
Menyatakan ruang antara ED50 (atau EC50) dengan LD50 (atau LC50)
ED50 menyatakan konsentrasi minimum untuk obat berefek 50persen max
LD50 menyatakan konsentrasi maksimum untuk obat berefek toxic
TI : LD50/ED50 (semakin besar, semakin aman)

Efek samping dan efek toksin

Efek samping
Efek yang tidak diinginkan timbul meskipun dalam dosis normal (aman)
Disebabkan karena obat memiliki banyak sekali reseptor yang komplementer sehingga mengakibatkan
aktifnya modulasi reseptor tersebut (berdampak biologis) meskipun hanya ada 1 reseptor yang paling
komplementer dan merupakan target terapeutik
Efek toksin
Efek yang tidak diinginkan timbul dalam dosis di atas ambang LD50

Interaksi obat

Obat dengan obat lain


Obat dapat bertindak sebagai substrat dalam enzim atau inducer yang mempercepat reaksi kimianya
Ketika kedua jenis obat ini diberikan bersamaan, obat sebagai substrat dikuatkan efeknya oleh obat sebagai
inducer
Ketika ada 2 obat dengan sifat substrat, maka akan saling berkompetisi menempati substrat tersebut

Obat dapat bersaing memperebutkan substrat endogen yang sama


Obat dengan efek lebih cepat dapat mengganggu terikatnya obat dengan sisi aktif enzim yang efeknya lambat
Obat dengan senyawa endogen
Obat perlu berkonjugat dengan senyawa lainnya (substrat) sehingga menjadi inaktif dan dapat dieliminasi tubuh

Mekanisme interaksi obat

Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan
bersamaan

3 mekanisme interaksi obat :

1. Interaksi farmasetik
Pencampuran obat sebelum memasuki tubuh
Menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisika atau kimiawi (perubahan warna, adanya endapan, dll)
Menyebabkan inaktivasi kedua obat

2. Interaksi farmakokinetik
Salah satu obat memperngaruhi ADME obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau turun
Terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat
Interaksi proses absorpsi
Terjadi akibat pengurangan waktu huni saluran cerna atau akibat pembentukan kompleks kedua obat di
saluran cerna
Interaksi proses distribusi
Kompetisi obat untuk berikatan dengan protein plasma sebelum mengalami distribusi total
Interaksi proses metabolisme
Memacu atau menghambat enzim
Obat yang satu dapat memacu atau menghambat metabolisme obat lainnya
Interaksi proses eliminasi
Persaingan tempat ikatan pada sistem transformasi dalam eksresi urin

3. Interaksi farmakodinamik
Interaksi antar obat yang memiliki efek terapeutik atau efek samping berlawanan
Disebabkan karena adanya kompetisi memperebutkan reseptor regulatorik yang sama untuk menciptakan efek
Sinergisme
Obat yang masuk bersamaan, memiliki efek farmakologik yang sama (saling menguatkan)
Antagonisme
Obat yang masuk bersamaan, memiliki efek farmakologik yang berlawanan
Obat yang satu mengalami pengurangan efek
Efek reseptor tidak langsung
Obat yang masuk bersamaan, mempengaruhi efek reseptor yang diberikan

3. Menjelaskan tentang farmakokinetik (ADME & parameter farmakokinetik)

Farmakokinetik : aspek farmakologi yang mempelajari efek tubuh terhadap obat, menyangkut ADME (absorpsi,
distribusi, metabolisme/biotransformasi, eliminasi/eksresi)
Absorpsi

Transpor obat untuk mencapai sirkulasi sistemik (masuk ke pembuluh darah sistemik)
Bergantung seluruhnya pada cara pemberian obat (administrasi)

Route of administration

Enteral : PO, PR, sublingual


Parenteral : IV, IM, SC, IT. Diberikan secara injeksi pada target. Efek cepat, efek samping besar
Topical : inhalasi, transdermal

Oral administration
Mengurangi bioavailabilitas karena efek first past besar (mengurangi dosis obat yang bekerja)
Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat di saluran cerna : luas pemukaan saluran cerna,
motilitas (pergerakan), asupan makanan, aliran darah, ukuran obat, faktor psikokimia
Obat yang sifatnya asam diabsorpsi dalam keadaan pH basa, begitupun sebaliknya
Obat bisa dalam bentuk : capsul, coated tablet, capsul with coated drug pallets, matrix tablet

Sublingual administration
Bioavailabilitas lebih besar dibandingkan per oral
Menghindari first past metabolism di hati
Obat langsung bermuara ke a.carotis dan masuk ke sirkulasi jantung

Rectal administration
Sifatnya dapat berupa efek lokal atau efek sistemik (menghindari iritasi saluran cerna,
diberikan secara IV sulit, tidak bisa menelan obat)
50persen obat secara rectal dieliminasi lewat hati

Administration by injection
IV : bioavailabilitas 100persen, OOA tercepat, langsung masuk ke aliran sistemik
IM : otot sebagai reservoir, penyimpan dosis obat sehingga obat secara perlahan masuk ke sistemik,
butuh volume lebih banyak dibandingkan SC
SC : seperti IM dengan volume lebih sedikit, OOA lebih cepat dari per oral

Other administration
Inhalation : OOA sama dengan IV, langsung masuk ke sirkulasi paru
Topical : lokal efek untuk mata, telinga, hidung, vagina
Transdermal : pada kulit, memberikan efek sistemik secara berangsur
Intratechal : injeksi menuju ruang subarachnoid

Bioavailabilitas (BA)
Jumlah obat yang berhasil mencapai sirkulasi sistemik dibandingkan dengan jumlah obat yang dimasukan secara
total
Bioavailabilitas : jumlah obat sistemik/jumlah obat total x 100persen
Obat intravena memiliki bioavailabilitas 100persen, sedangkan peroral dan per rektal memiliki fase first past
metabolism (PR lebih kecil first pastnya dibandingkan PO)

Bioequivalence (BE)
Dua obat yang memiliki BA sama dengan kondisi yang sama pula

Therapeutic equivalence (TE)


Dua obat yang memiliki efikasi dan tingkat keamanan yang sama

Faktor yang memperngaruhi BA :


Tingkat absorpsi
Molekul obat harus bersifat hidrofobik lebih banyak sedikit dibandingkan hidrofilik untuk menembus
membran dan mencapai reseptor target dengan sifat hidrofiliknya
Eliminasi first past
Setelah diabsorpsi dibawa ke fase first past metabolism sebelum masuk sirkulasi sistemik
Organ yang biasanya berperan adalah jantung, paru dan hati (kebanyakan hati)
Kec.absorpsi
Bergantung pada tempat pemberian obat dan formulasi obat
Solubilitas
Obat hidrofilik sulit menembus membran sel lipid bilayer, obat hidrofobik sulit diabsorpsi
Obat harus sedikit lebih hidrofobik dibandingkan hidrofilik
Stabilitas kimia
Contoh : dalam saluran cerna, insulin akan dimusnahkan karena tidak tahan akan acid
Formulasi obat
Ukuran partikel obat, ikatan kimia, sifat fisik

Distribusi
Obat disalurkan ke seluruh jaringan target, masuk ke cairan interstisium jaringan. Faktor yang mempengaruhinya :
Aliran darah
Permeabelitas (struktur kapiler darah, struktur obat : lipo-hidrofilik)
Ikatan obat dengan protein
Organ yang perkusinya baik : otak, hati, ginjal menerima banyak obat

Metabolisme
Pengubahan sifat obat hidrofobik menjadi hidrofilik untuk dieliminasi keluar tubuh. Rute utama metabolisme : hati,
ginjal, paru-paru
Fase I : lipofilik menjadi polar lewat reaksi reduksi-oksidasi, hidrolisis, dibantu enzim P-450 sistem
Fase II : lipofilik menjadi hidrofilik (terkonjugasi), reaksi penambahan molekul tertentu

Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat


Penyakit hati
Abnormalitas genetika
Umur
Jenis kelamin
Interaksi obat
Lingkungan

Ekskresi
Proses dikeluarkannya zat sisa obat melalui urin
Obat dengan struktur protein sulit mengalami filtrasi, biasanya hanya mengalami proses sekresi dan ekskresi
obat
Ekskresi obat dilakukan jika obat dalam kondisi hidrofilik, maka terlibih dahulu melalui biotransformasi

Parameter farmakokinetik

Clearance (CL)
Ukuran kemampuan tubuh untuk mengeliminasi obat
Indikator dari rusaknya fungsi jantung, ginjal atau hati
Sirosis hati mengurangi clearance misalnya
CL : kec.eliminasi/konsentrasi C
Eliminasi obat keluar melibatkan hati, ginjal, paru
CLsistemik : CLginjal + CLhati + CLlain

Volume distribusi (Vd)


Ukuran ruang yang tersedia di dalam tubuh untuk menyimpan obat
Hubungan antara jumlah obat dalam tubuh dan konsentrasinya dalam plasma
Vd : jumlah obat di tubuh/C
Vd tinggi, jumlah obat ekstravaskular lebih banyak dibanding vaskular (distribusi nonhomogen)
Vd rendah, distribusi homogen di vaskular

Waktu paruh T1/2


Dipengaruhi oleh CL dan Vd, yakni waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat yang berada di
sistemik menjadi separuhnya selama eliminasi obat
T1/2 : 0.7 x Vd / CL

Absorpsi
Banyaknya obat yang berhasil diabsorpsi usus halus masuk ke sistem porta dialirkan ke hati (melalui
first pass elimination) mengurangi bioavailabilitas sebelum masuk ke sirkulasi sistemik

Administrasi obat
Berdasarkan bioavailabilitasnya onset administrasi obat diurutkan dari tercepat ke terlambat :
IV (tidak berefek first past, durasi cepat)
Transdermal (tidak berefek first past, durasi lama)
IM, volume lebih besar dari SC (bioavailabilitas hampir sama, diikuti rasa sakit)
PR (efek first past cepat)
PO (efek first past lama)
Inhalasi (onset cepat, bioavailabilitas sama dengan IV)

4. Menjelaskan tentang efek obat pada biologi Sel


Mekanisme pensinyalan dan kerja obat

1. Reseptor intraseluler obat larut lipid


Obat yang hidrofobik (larut lemak) mampu menembus lipid bilayer membran sel
Reseptor obat ini berada di dalam sel (tepatnya di inti)
Mengaktifkan terjadinya sintesis protein (transkripsi, translasi sekuens DNA)

2. Protein reseptor transmembran yang memiliki ligan yang meregulasi aktivitas enzimatik
Obat yang kurang hidrofobik berikatan dengan reseptor di membran sel
Reseptor transmembran ini mengaktifkan ligan tersebut untuk meregulasi aktivitas enzimatik
sitoplasmik

3. Protein reseptor transmembran yang berikatan dengan protein tirosin kinase


Obat berikatan dengan jenis reseptor ini mengaktifkan enzim tirosin kinase yang menempel padanya,
mengkatalisasi perubahan kreatinin menjadi kreatin

4. Reseptor dengan kanal ligan yang dapat membuka dan menutup memberi jalan bagi ligan
(obat) untuk masuk ke dalam sel

5. Reseptor transmembran yang menstimulasi protein G transducer (pembawa pesan kedua /


second messenger) yang akan memodulasi reaksi kimia tertentu

Macam-macam efek menurut waktu

Efek segera (immediate effects)


Efek obat tidak selalu sebanding dengan dosis
Dosis dan efek berhubungan tidak linier : E : Emax x C / C + EC50
Memiliki EC50 yang relatif kecil, sehingga efeknya lebih cepat timbul

Efek lambat (delayed effects)


Perubahan terjadi sesuai dengan perubahan konsentrasi plasma
Perlu waktu tambahan ketika obat didistribusikan dalam sistem sirkulasi menuju sel target

Efek kumulatif
Efek obat dapat dikatakan kumulatif, ketika memiliki AUC (area under curve) yang luas karena daya ikat dengan
molekul reseptornya kuat bahkan irreversible sehingga efek terus terkumpul

Biotransformasi

Perlu : untuk mengubah sifat fisikokimia yang terlalu lipofilik menjadi polar sehingga dapat dieliminasi keluar
tubuh
Ketika terjadi filtrasi, obat dengan lipofilik yang berikatan dengan protein plasma sulit mengalaminya sehingga
diperlukan biotransformasi ini

Terjadi antara proses absorpsi ke sirkulasi sistemik dan eliminasi (lewat ginjal biasanya)
Reaksi fase I : mempolarkan obat dengan menambahkan atau mengurangi gugus fungsional obat (OH- NH2- SH-)
Reaksi fase II : hasil metabolit reaksi fase I tidak berhasil dieliminasi, gugus fungsional berikatan dengan
substrat baru mempercepat biotransformasi (asam amino, asam sitrat). Membentuk konjugasi

5. Menjelaskan tentang pengaruh genomik pada farmakoterapi

Farmakogenomik/farmakogenetik adalah bidang ilmu yang berkembang dari gabungan ilmu farmasi, genetik,
ilmu kedokteran, bioinformatik, biologi molekuler dan biologi medikal.

Farmakogenomik adalah variasi genetik yang dapat menimbulkan perbedaan respon setiap orang atau populasi

Idiosinkrasi : respon yang jarang terlihat terhadap pemberian obat pada kebanyakan subjek. Disebabkan karena
adanya pengaruh genetik

Toleransi : keadaan resistensi obat ketika obat diberikan secara terus-menerus. Diperlukan dosis obat tertentu
untuk memberikan efek. Penyebab respon obat ini hilang :
Perubahan reseptor
Kehilangan reseptor
Mediator obat (protein plasma) yang jenuh
Perubahan metabolisme obat
Mekanisme kompensasi fisiologis
Resistensi obat

Takifilaksi : respon obat yang cepat menghilang setelah pemberian obat

Contoh pengaruh gen : Aspirin (acetylsalicylic acid, obat antinyeri dan penurun panas) dapat bekerja dengan
baik pada sekelompok orang tetapi dapat pula menyebabkan pendarahan lambung pada kelompok yang lain. Obat
anti malaria, dapat menyebabkan enemia pada kelompok individu tertentu.

3 fokus penelitian farmakogenomik adalah pada gen-gen yang :


1. Bertangungjawab terhadap metabolisme dan transport obat
2. Mengkodekan reseptor obat dan elemen-elemen transduksinya
3. Berperan pada patofisiologi suatu penyakit

Manfaat pengaplikasian farmakogenomik

Ditemukannya obat yang lebih ampuh untuk setiap penyakit pada individu
Perusahan farmasi akan mampu menciptakan obat berdasarkan protein, enzim dan molekul RNA yang
berhubungan dengan gen penyebab timbulnya suatu penyakit

Obat yang lebih baik dan lebih aman saat penggunaan pertama kali
Dokter dapat menghindari meresepkan obat dengan metoda trial-and-error. Dokter akan mampu memberikan
obat yang sesuai berdasarkan analisa profil genetik pasiennya termasuk penentuan dosis yang tepat. Sehingga
obat yg diberikan apa pasien mempunyai efikasi yang tinggi dan efek samping yang rendah.
Skrining penyakit bawaan secara dini
Penelitian fungsi gen yang berperan pada patofisiologi penyakit, akan menjadi bekal untuk diagosa penyakit
bawaan secara dini. Orang yang memiliki mutasi pada gen tertentu, yang dapat menimbulkan suatu penyakit
dikemudian hari dapat segera dicegah dan di berikan terapi lebih awal.

Membantu peningkatan proses penemuan obat baru


Perusahan farmasi akan lebih mudah menentukan potensial terapi dengan menggunakan genom sebagai sasaran.

Penurunan biaya pemeliharaan kesehatan secara keseluruhan


Penurunan efek samping obat yang diresepkan, jumlah trial obat yang gagal, durasi waktu pengobatan pasien,
jumlah obat yang dikonsumsi pasien, serta efek penyakit pada tubuh karena deteksi dini dan meningkatanya
kemungkinan penyembuhan karena penggunaan obat yang tepat secara umum dapat menurunkan biaya
pemeliharaan kesehatan.

Hambatan perkembangan ilmu farmakogenomik :

Rumitnya mencari variasi gen yang berpengaruh pada respon tubuh terhadap obat
Terbatasnya pilihan obat
Biaya yang sangat mahal

4 penyebab variasi respons obat

Perubahan konsentrasi obat yang mencapai reseptor


Kec.absorpsi obat, distribusi, klirens dapat berbeda setiap pasien
Absorpsi : secara transpor aktif menggunakan protein transmembran yang disandikan oleh MDR
(multidrug resistance genes. Dapat dimodifikasi agar resisten terhadap sel kanker
Variasi dalam konsentrasi ligan reseptor endogen
Terdapat banyak reseptor bagi obat sehingga menimbulkan efek yang beragam
Misal : saralasin mampu menurunkan tekanan darah ketika reseptor angiotensin II banyak atau
menaikkan ketika reseptor angiotensin II sedikit (agonis parsial)
Perubahan dalam jumlah atau fungsi reseptor
Pemberian obat agonis secara mendadak dapat mengurangi jumlah reseptor karena mengalami down
regulation (mengikuti konsentrasi obat plasma)
Menghasilkan stimulasi yang tidak efektif
Perubahan komponen respons sebelah distal reseptor
Terlibat pada proses pascareseptor yang meneruskan respons dari reseptor yang berikatan dengan
obat
Pemberian obat harus dalam diagnosis dan fisiologis yang tepat, bila masih terjadi efek kurang
menguntungkan terdapat efek kompensasi pasien terhadap obat

Anda mungkin juga menyukai