Anda di halaman 1dari 22

Farmakodinamik

Ns. Intan Daryaswanti, M.Kep


01
Mekanisme Kerja Obat
Topik hari ini
Reseptor

02

Interaksi Reseptor

03

Antagonisme dan Agonis

04
Farmakodinamik
Bagian ilmu farmakologi yang mempelajari efek
biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme
kerjanya

Tujuan mempelajari farmakodinamika


adalah:
1. Meneliti efek utama dari suatu obat
2. Mengetahui interaksi obat dengan sel
3. Mengetahui urutan peristiwa serta
efek dan respon yang terjadi
Interaksi Obat - Tubuh
Farmakokinetika (nasib obat dalam tubuh)
1. Obat diberikan dengan rute yang berbeda-beda
2. Tempat kerja obat
3. Absorbsi
4. Distribusi
5. Metabolisme dan ekskresi
6. Eliminasi

Farmakodinamika (efek obat terhadap tubuh)


1. Obat harus berikatan dengan reseptor untuk menimbulkan
efek
2. Interaksi obat-reseptor
3. Obat agonis/antagonis
4. Lama kerja obat
Mekanisme kerja obat

Pada dasarnya ada 4 macam mekanisme kerja obat,


yaitu:
1. Interaksi obat-reseptor: adrenergic, kolonergik,
steroid opioid, allopurinol (enzymatic)
2. Substrat-enzim: allopurinol, aspirin, captopril,
digoksin
3. Membuka-menutup ion channel : antagonis
kalsium
4. Merusak sistem sel  Cytotoxic : antibiotic dan
anti kanker
Mekanisme kerja obat
Sebagian besar obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan
reseptornya pada sel organisme. Interaksi obat dengan reseptornya ini
mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan
respons khas untuk obat tersebut.

Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional dimana hal ini


mencakup dua konsep penting. Pertama obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal
tubuh. Ke dua, obat tidak menimbulkan fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi
yang sudah ada. Obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis dan
sebaliknya obat yang menghambat kerja suatu agonis disebut antagonis yang
menimbulkan efek intrinsik
Mekanisme kerja obat dapat
digolongkan menjadi:
Secara fisika Secara kimia
Proses metabolisme
1. Massa fisis 1. Aktivitas asam basa
2. Osmosis 2. Pembentukan khelat Secara kompetisi stau
3. Absorbsi 3. Aktivitas oksidasi da saingan yaitu reseptor
4. Rasa reduksi spesifik dan enzym
5. Radioaktivitas 4. Reduktor
6. Pengendapan protein
7. Barrier fisik
8. Surfaktan
9. Larut dalam lemak
Faktor yang mempengaruhi respon klinis
pengguna obat
Faktor Fisiolo- Interaksi
Place Your Picture Here
gis Place Your Picture Here obat-
makanan

Penyakit Interaksi
Obat
.

Place Your Picture Here Place Your Picture Here


Reseptor
Protein merupakan reseptor obat yang penting (misalnya reseptor fisiologis,
asetilkolinesterase, Na+, K+-ATPase, tubulin, dan lain-lain)

Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitostatik.
Ikatan obat – reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, atau
kovalen, tetapi umumnya merupakan campuran berbagai ikatan di atas

Reseptor fisiologik merupakan protein seluler yang secara normal berfungsi sebagai reseptor bagi ligan
endogen, seperti hormon, neurotransmiter, dan growth factor. Ikatan obat dengan reseptor dapat berbentuk
ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, atau kovalen. Tetapi, pada umumnya merupakan campuran
berbagai ikatan di atas. Suatu zat dapat mengenali reseptornya dengan tepat karena hanya obat dengan
bentuk molekul tertentu saja yang dapat berikatan dengan reseptor, seperti kunci dengan gemboknya (key
and lock).
Reseptor
Reseptor adalah makromolekul (protein) di permukaan / di dalam
sitoplasma sel yang mengenal & mengikat molekul spesifik,
menghasilkan efek khusus pada sel

Interaksi obat - Reseptor


Pembentukan
kompleks obat dengan Ikatan obat dengan
Persyaratan untuk Kemampuan suatu
reseptor tergantung reseptor  ikatan ion,
interaksi obat-reseptor obat untuk
pada afinitas obat hydrogen, hidrofobik
adalah terbentuknya menimbulkan suatu
(kemampuan obat atau campuran 
kompleks obat-reseptor efek (aktivitas intrinsic)
berikatan dengan reversibel
reseptor)
Agonis
Agonis adalah bila obat yang menduduki
reseptornya dapat menimbulkan efek
farmakologi

Suatu obat yang efeknya menyerupai senyawa endogen dan memiliki


01 baik afinitas maupun aktivitas intrinsik

02
Obat yang bisa “pas” menduduki reseptor & mengaktifkan reseptor
tersebut sehingga menghasikan efek farmakologis.

03 Salbutamol  Agonis beta2


Petidin  agonis opioid Dopamin  agonis dopamin
Antagonisme
Obat yang struktur kimianya - Antagonis fisiologik
mirip dengan suatu  antagonisme pada sistem fisiologi yang
hormone, yang mampu sama, tapi pada sistem reseptor yang berlainan.
menduduki sebuah reseptor
yang sama tapi tidak
Contoh: efek katabolik hormon glukokortikoid
mampu mengaktifkan (gula darah meningkat) dapat dilawan oleh
reseptor tersebut sehingga insulin.
tidak menimbulkan efek - Antagonis pada reseptor
farmakologis & menghalangi  antagonisme melalui sistem reseptor yang
ikatan reseptor dengan sama, efek histamin pada reaksi alergi dapat
agonisnya secara kompetitif
sehingga kerja agonis
dicegah dengan pemberian anti histamin yang
terhambat menduduki reseptor yang sama.
Antagonisme pd
reseptor

Antagonis Antagonis non


Antagonis parsial
kompetitif kompetitif

Antagonis
Antagonis mengikat bukan
irreversibel pada molekulnya
sendiri
 Antagonis kompetitif hampir sama halnya
dengan agonis karena berikatan dengan
reseptor tertentu

 Perbedaannya dengan agonis, senyawa ini


tidak mampu menimbulkan efek karena tidak
Antagonisme dapat menunjukan sifat instrinsik
Fisiologik
 Antagonisme pada sistem fisiologi yang
sama, tapi pada sistem reseptor yang
berlainan.
 Contoh: efek katabolik hormon
glukokortikoid (gula darah meningkat) dapat
dilawan oleh insulin.
Antagonisme melalui sistem reseptor yang
sama, efek histamin pada reaksi alergi
Antagonime dapat dicegah dengan pemberian anti
pada reseptor histamin yang menduduki reseptor yang
sama.
 Dua obat bersaing untuk dapat
berikatan pada reseptor yang sama.
Antagonis Pada antagonis kompetitif reversibel
Kompetitif efek agonis dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan dosis obat agonis.
 Antagonis mengikat reseptor bukan
pada tempat ikatan reseptor agonis
Antagonis
Non kompetitif
sehingga afinitas obat tidak
berubah, namun efek maksimalnya
berkurang.
Antagonis mengikat reseptor secara ireversibel,
di receptor site maupun di tempat lain, sehingga
menghalangi ikatan agonis dengan reseptornya.
Dengan demikian antagonis mengurangi jumlah
reseptor yang tersedia untuk berikatan dengan,
Antagonis mengikat agonisnya, sehingga efek maksimal akan
reseptorr secara berkurang. Tetapi afinitas agonis terhadap
ireversibel reseptor yang bebas tidak berubah.

Contoh: fenoksibenzamin mengikat reseptor


adrenergik a di receptor site secara ireversibel.
 Antagonis mengikat bukan pada molekulnya
sendiri tapi pada komponen lain dalam sistem
reseptor, yakni pada molekul lain yang
meneruskan fungsi reseptor dalam sel target,
misalnya molekul enzim adenilat siklase atau
molekul protein yang membentuk kanal ion.
Antagonis mengikat
 Ikatan antagonis pada molekul – molekul
bukan pada
tersebut, secara reversibel maupun
molekulnya sendiri
ireversibel, akan mengurangi efek yang dapat
ditimbulkan oleh kompleks agonis-reseptor
(mengurangi Emax) tanpa mengganggu
ikatan agonis dengan molekul reseptornya
(afinitas agonis terhadap reseptornya tidak
berubah).
 Antagonis parsial atau agonis parsial adalah agonis yang
mempunyai aktivitas intrinsik atau efektivitas yang
rendah sehingga menimbulkan efek maksimal yang
lemah.
 Obat ini akan mengurangi efek maksimal yang
ditimbulkan agonis penuh. Oleh karena itu, agonis
parsial disebut juga antagonis parsial.
Antagonis Parsial  Contoh nalorfin adalah agonis parsial atau antagonis
parsial dengan morfin sebagai agonis penuh dan
nalokson sebagai antagonis kompetitif yang murni.
Nalorfin dapat digunakan sebagai antagonis pada
keracunan morfin, tetapi jika diberikan sendiri nalorfin
juga menimbulkan berbagai efek opiate dengan derajat
yang lebih ringan. Nalokson yang tidak mempunyai efek
agonis akan mengantagonisasi dengan sempurna semua
efek opiate dari morfin
Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor
Efek nonspesifik Interaksi Inkorporasi
dan gangguan dengan molekul dalam
pada membran kecil makromolekul

Sifat Diuretik osmotik (urea, manitol) meningkatkan osmolaritas filtrat glomerulus sehingga
osmotik mengurangi reabsorpsi air di tubulus ginjal dengan akibat terjadi efek diuretik.

Kerja ini diperlihatkan oleh antasid dalam menetralkan asam lambung, NH4Cl dalam
Sifat
asam/basa mengasamkan urin, Na bikarbonat dalam membasakan urin, dan asam – asam organik sebagai
antiseptik saluran kemih atau sebagai spermisid topikal dalam saluran vagina

kerusakan
nonspesifik Zat – zat perusak nonspesifik digunakan sebagai antiseptik-desinfektan

gangguan Anestetik umum yang mudah menguap misalnya eter, halotan, enfluran dan
fungsi metoksifluran bekerja dengan melarut dalam lemak membran jaringan otak sehingga
membran
eksitabilitasnya menurun.
THANK YOU
Insert the Subtitle of Your Presentation

Anda mungkin juga menyukai