Anda di halaman 1dari 4

1. Sumber https://pemimpin.

id/complex-problem-solving-101/

Problem solving merupakan kegiatan yang dilakukan semua orang di kehidupan sehari-hari.


Namun, seiring berkembangnya budaya dan teknologi di dunia, kita akan bertemu dengan
berbagai masalah yang bervariasi. Oleh karena itu, kita tidak hanya membutuhkan problem
solving, namun kita juga harus mulai menguasai complex problem solving. 
Complex problem solving semakin dibutuhkan di era modern. Menurut World Economic
Forum, dunia kerja di hari ini akan terus berkembang menjadi semakin kolaboratif, dalam arti
kita akan lebih banyak bekerja sama dengan orang-orang dari berbagai bidang kerja yang lain.
Selain itu, kita juga akan berhadapan dengan teknologi yang mampu melakukan problem
solving dengan sendirinya. Maka, membangun kompetensi dalam complex problem solving juga
berguna untuk memecahkan masalah yang solusinya tidak dapat disediakan oleh teknologi.
Namun, pada paling dasarnya, complex problem solving dibutuhkan karena pemecahan masalah
yang kompleks akan menuntut keterampilan, pengetahuan, dan strategi yang berbeda dengan
pemecahan masalah yang sederhana.
Dr Sholom Glouberman dan Dr Brenda Zimmerman mengatakan bahwa masalah
kompleks terkadang disebut sebagai “wicked problems” karena tidak dapat dipecah menjadi
bagian-bagian yang lebih sederhana. Maka, untuk memecahkan sebuah masalah kompleks, solusi
yang digunakan sebaiknya didasarkan pada pendekatan dan perencanaan yang rasional.
Hal yang harus diingat adalah bahwa solusi pada suatu masalah kompleks tidak dapat berfungsi
sebagai resep atau petunjuk yang dapat diterapkan pada masalah lainnya. 
Glouberman dan Zimmerman membandingkan dua buah masalah: menerbangkan roket
ke bulan dan membesarkan anak. Keduanya bukanlah masalah yang sederhana, dan
membutuhkan tenaga serta waktu yang banyak dalam memecahkannya. Tetapi, mereka memiliki
satu aspek yang berbeda. 
Misalnya, kamu sudah sukses menerbangkan sebuah roket. Kemudian, kamu dapat
memanfaatkan kembali rumus-rumus dan sumber daya yang digunakan tadi untuk menerbangkan
roket lain. Iya tidak? Ketika kamu berhasil menerbangkan sebuah roket, rencana yang kamu
pakai bisa digunakan kembali dalam menerbangkan roket selanjutnya. 
Namun, hal tersebut tidak dapat diterapkan ketika membesarkan anak. Karena setiap anak
berbeda, maka kamu harus menerapkan solusi dan pendekatan yang berbeda bagi masing-masing
anak. Sama seperti masalah kompleks. Karena masalah yang kita hadapi dari hari ke hari rumit
dan bervariasi, maka kita harus menggunakan metode yang berbeda setiap bertemu masalah
baru.
Definisi complex problem solving yang dirumuskan oleh Dörner dan Funke (2017) dapat
memberikan cakupan sepenuhnya mengenai konsep ini:
“Complex problem solving merupakan kumpulan proses dan aktivitas psikologis yang
melibatkan regulasi diri, yang diperlukan dalam lingkungan yang dinamis untuk mencapai tujuan
yang tidak sepenuhnya jelas dan tidak dapat dicapai oleh tindakan rutin.”
Dengan merujuk pada definisi tersebut, walaupun complex problem solving kita terapkan
setiap harinya, hal tersebut bukan semata-mata kegiatan, namun juga keterampilan. Complex
problem solving memang terdiri dari pengumpulan, pengolahan, dan analisis informasi. Tetapi,
kita yang melakukannya juga dituntut untuk memiliki kemampuan regulasi diri, kreativitas,
pikiran yang terbuka, dan bekerja sama dengan orang lain. Maka, sebaiknya kita melatih diri
agar mampu menghadapi masalah-masalah yang unik, dalam konteks yang unik juga.
2. Sumber https://binus.ac.id/knowledge/2020/01/critical-thinking-vs-analytical-thinking-
vs-creative-thinking/

Critical thinking atau berpikir kritis merupakan keterampilan yang memungkinkan seseorang
membuat keputusan yang logis, berdasarkan informasi yang didapat dan diolah sesuai
kemampuan.  Menurut www.wabisabilearning.com definisi dari berpikir kritis sebagai sebuah
pemikiran yang jelas, rasional, logis dan mandiri. Hal itu tentang meningkatkan pemikiran
dengan cara menganalisis, menilai dan merekonstruksi. 
Ciri Seorang Critical Thinking
1. Memiliki Rasa Ingin Tahu
2. Kreativitas
3. Tekun
4. Obyektif
Seorang critical thinker dalam menghadapi sebuah persoalan/permasalahan akan berusaha untuk
menemukan informasi yang relevan, menanyakan pertanyaan yang bermakna,
mempertimbangkan sudut pandang alternatif, mengaplikasikan logika dan alasan yang masuk
akal, menghindari asumsi dan mempertimbangkan segala kesempatan.

3. Sumber

Kemampuan berpikir kreatif atau creative thinking seseorang dapat menghasilkan dan
mengaplikasikan ide-ide orang dalam konteks yang spesifik, dapat melihat situasi dengan cara
yang berbeda, mengidentifikasi masalah dan melihat serta membuat sebuah cara baru yang
menghasilkan output yang lebih baik.
Ciri Seorang Creative Thinking
1. Komunikator
2. Open minded
3. Risk taker
4. Fleksibel
5. Berpengetahuan luas

4. Sumber https://glints.com/id/lowongan/people-management/#.X-jjwlUzbIU

Dilansir dari Indeed, people management adalah kemampuan untuk memotivasi, mengatur, dan

mengarahkan karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mendorong pertumbuhan

secara profesional.

Bagi seorang pemimpin atau manajer, skill ini wajib dikuasai dengan baik. 


Pasalnya, apabila ia tidak dapat mendorong motivasi dari para karyawannya, otomatis hal

tersebut membuat karyawan tidak akan semangat dalam menyelesaikan pekerjaan.

Di sisi lain, seorang manajer juga harus mengatur dan memperhatikan alur kerja dari para

karyawannya.

Di sinilah peran penting dari skill people management. Dengan menguasai kemampuan ini,

seorang manajer dapat membuat karyawannya merasa betah bekerja bersamanya.

Setiap harinya, seorang manajer harus berusaha keras untuk membantu meningkatkan kinerja

dari karyawannya.

Hal ini tentu akan berdampak bagus pada performanya serta untuk perusahaan secara

keseluruhan jika karyawannya disiplin dan profesional.

Bahkan tidak hanya itu saja, seorang manajer melalui skill ini harus cermat untuk mengatasi

konflik yang terjadi dalam suatu tim.

5. Sumber

Emotional intelligence adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan dan memahami

emosi (baik emosi orang lain maupun emosi diri sendiri) dengan tujuan meningkatkan kesehatan

fisik dan mental. Seseorang dengan emotional intelligence yang baik mampu mengontrol emosi

saat marah, peka terhadap perasaan orang lain, dsb.

6. Sumber Wikipedia
Fleksibilitas kognitif telah digambarkan sebagai kemampuan mental untuk beralih antara berpikir

tentang dua konsep yang berbeda, dan untuk memikirkan beberapa konsep secara bersamaan.

Fleksibilitas kognitif biasanya digambarkan sebagai salah satu fungsi eksekutif.

7. Sumber wikipedia

Active Listening / Mendengarkan secara aktif adalah teknik yang digunakan dalam konseling,

pelatihan, dan menyelesaikan perselisihan atau konflik. Ini menuntut pendengar untuk

berkonsentrasi penuh, memahami, menanggapi dan kemudian mengingat apa yang sedang

dikatakan.

Anda mungkin juga menyukai