Anda di halaman 1dari 21

Bab IV

Pemecahan Masalah

Pemecahan Masalah sebagai Teknik Pengambilan Keputusan

Sesungguhnya setiap orang, apa pun kedudukan, profesi, dan jabatannya, selalu
dihadapkan kepada berbagai situasi yang tidak menguntungkan yang perlu diatasi. Keadaan yang
tidak menguntungkan itu secara populer dapat dikatakan sebagai masalah. Pada dirinya masalah
mengundang pemecahan. Pengalaman, pengamatan, dan penelitian menunjukkan bahwa
pemecahan masalah tidak dapat didasarkan pada suatu rumus yang pasti karena:

1. Faktor-faktor penyebab timbulnya sesuatu masalah berbeda-beda.

2. Segi-segi yang perlu mendapat perhatian dalam memecahkan masalah berbeda-beda.

3. Kondisi di mana sesuatu teknik pemecahan tertentu selalu bersifat khas dan harus selalu
diperhitungkan.

4. Persepsi pihak atau pihak-pihak yang terlibat beraneka ragam.

5. Teknik pemecahan untuk satu jenis masalah pada situasi tertentu, belum tentu sama ampuhnya
apabila digunakan untuk memecahkan masalah sejenis pada waktu yang berbeda dengan kondisi
yang lain pula.

Setiap masalah pada galibnya memiliki kekhususan yang menuntut pemecahan yang taylor-made
pula. Karena keadaan demikianlah maka para ahli di bidang administrasi dan manajemen dewasa
ini memberikan perhatian yang semakin besar terhadap penumbuhan dan pengembangan
berbagai model, metode, dan teknik pemecahan masalah. Namun harus diakui bahwa meskipun
belum terdapat kesepakatan universal mengenai berbagai model, metode, dan teknik tersebut,
telah terdapat kesepakatan bahwa kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu
kriteria penting dalam meningkatkan efektivitas kepemimpinan seorang yang menduduki jabatan
pimpinan. Pada gilirannya kesepakatan tersebut merupakan dorongar. kuat bagi para ahli untuk
akumulasi teori dan pengetahuan tentang berbagai aspek pemecahan masalah itu.

Seorang pejabat pimpinan, dengan titelatur atau gelar apapun ia dikenal, karena kedudukannya
itu ia harus memikul tanggung jawab untuk memimpin, mengemudikan dan mengendalikan
jalannya roda organisasi, dan berbagai fungsi harus diselenggarakannya, baik fungsi itu bersifat
organik maupun bersifat penunjang. Pemecahan masalah berkaitan erat dengan semua fungsi-
fungsi manajemen.

Misalnya, salah satu fungsi manajemen yang sangat mendasar sifatnya adalah penentuan tujuan
dan berbagai sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi. Setiap orang yang telah
berpengalaman dalam kehidupan organisasional pasti mengetahui, bahwa tanpa adanya tujuan
dan sasaran yang jelas, kegiatan organisasi akan tidak menentu arahnya karena tidak tertuju pada
sesuatu titik sentral akhir tertentu. Jika hal tersebut sampai terjadi, maka dapat dipastikan bahwa
akan terjadi berbagai jenis masalah, seperti pemborosan sumber daya dan dana yang terbatas,
sulitnya menyelenggarakan fungsi-fungsi manajemen yang lain, frustasi di kalangan para tenaga
pelaksana, dan beraneka masalah lainnya. Para ahli yang menekuni bidang administrasi dan
manajemen telah sependapat, bahwa langkah pertama yang dalam banyak hal merupakan
langkah terutama dalam memimpin, mengemudikan, dan mengendalikan jalannya roda
organisasi adalah menetapkan tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai dengan
pelaksanaan berbagai kegiatan operasional dalam dan oleh organisasi yang bersangkutan.

Kiranya tidak salah apabila dikatakan, bahwa hakikat kehidupan dan karier manajerial
sesungguhnya berkisar pada masalah dan pemecahannya. Seseorang yang berhasil meningkatkan
kemampuannya memecahkan masalah organisasional, sesungguhnya telah berhasil pula
meningkatkan kemampuannya sebagai seorang pejabat pimpinan. Salah satu alasan fundamental
untuk mengatakan demikian ialah karena apabila seseorang berhasil meningkatkan
kemampuannya memecahkan masalah, secara tidak langsung ia dapat pula meningkatkan
kemampuan para bawahannya untuk memecahkan masalah pada tingkat teknis operasional. Hal
demikian secara kumulatif akan berarti peningkatan kemampuan organisasi mencapai berbagai
tujuan dan sasarannya.

Salah satu tolok ukur keberhasilan seorang manajer adalah tingkat kemahirannya memecahkan
masalah. Dengan kemahiran yang meningkat, seorang manajer akan mampu memecahkan lebih
banyak masalah setiap harinya, mulai dari masalah yang tergolong mudah hingga masalah-
masalah yang rumit dan sukar.

Pemecahan masalah berkisar pada pengambilan tujuh langkah,yaitu:

1. Identifikasi dan definisi hakikat masalah yang dihadapi.

2. Pengumpulan dan pengolah informasi.

3. Identifikasi alternatif.

4. Analisis berbagai alternatif.

5. Penentuan pilihan alternatif terbaik.

6. Pelaksanaan.

7. Evaluasi hasil yang dicapai.

Masing-masing langkah itu akan dibahas secara singkat di bawah ini.

A. Identifikasi dan Definisi Hakikat Masalah


Seorang industriawan Amerika yang terkenal dengan berbagai hasil penemuannya, Charles F.
Kettering, pernah berkata bahwa sesuatu masalah yang hakikatnya telah didefinisikan dengan
baik, sesungguhnya telah separoh terpecahkan. Penelitian dan pengalaman mendukung
pernyataan tersebut. Kemampuan mengenali hakikat masalah yang dihadapi pada gilirannya
akan mempermudah pemecahannya. Jelaslah bahwa keahlian untuk menganalisis situasi
problematik dan menemukan pemecahannya adalah suatu hal yang dapat dipelajari, tidak hanya
dengan menerapkan berbagai teori yang telah dikembangkan oleh para ahli, akan tetapi juga
dengan belajai dari pengalaman sehari-hari, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang
lain.

Pemecahan masalah berkaitan sangat erat dengan pengambilan keputusan. Hanya saja
pemecahan masalah merupakan salah satu dari berbagai teknik pengambilan keputusan,
meskipun Teknik inilah yang paling menonjol karena paling banyak digunakan.

Telah dikatakan bahwa keahlian untuk memecahkan masalah. merupakan sesuatu yang dapat
dipelajari. Dikatakan demikian karena dalam kehidupan ini segala sesuatunya berlangsung
sebagai proses. Artinya, jika ditanyakan mengapa kegiatan pemecahan masalah tirnbul,
jawabannya ialah karena dalam alam semesta ini selalu timbul masalah yang mengundang
pemecahan, dan kemampuan nemecahkan masalah tersebut berkembang sebagai suatu proses.

Jika kehidupan di alam semesta ini diamati akan terlihat bahwa ada organisme yang mampu
bertahan sampai ribuan tahun, akan tetapi tidak sedikit organisme yang punah. Mengapa
demikian? Jawabannya terletak pada proses tadi. Jika karena sesuatu sebab situasi lingkungan
suatu organisme berubah, perubahan itu menimbulkan perasaan "tidak enak". Perasaan tidak
enak itu. mengakibatkan suatu organisme mengubah perilaku dan gaya hidupnya, hingga
akhirnya ia menemukan cara penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi. Organisme yang
mampu melakukan perubahan terbukti dapat mempertahankan eksistensinya, sedangkan yang
tidak mampu menghadapi situasi yang berubah menjadi punah. Mungkin saja organisme yang
menghadapi perubahan, yang artinya menghadapi masalah, mengubah perilaku dan tindak-
tanduknya secara acak. Aka: tetapi semakin lama organisme itu menghadapi situasi lingkungan
yang berbeda, ia semakin mampu mengubah perilaku yang tidak lagi didasarkan pada
pendekatan acak semata-mata, melainkan dengan cara-cara yang semakin pasti dan sistematis,
yang pada gilirannya lebih menjamin eksistensinya, hingga akhirnya reaksinya terhadap
perubahan yang terjadi merupakan reaksi yang cepat dengan hasil yang memuaskan.

Analogi demikian ternyata memberikan pelajaran pula bagi manusia. Bahkan karena daya nalar
manusia yang lebih tinggi, ia mempunyai kemampuan yang lebih besar dari makhluk apapun
juga untuk melakukan adaptasi yang diperlukan dalam menghadapi situasi yang berubah. Bahkan
sampai pada tingkat tertentu, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah
tumbuh dan berkembang sedemikian rupa sehingga ia dapat menentukan jenis masa depan yang
bagaimana yang diinginkannya, meskipun keinginan itu tidak selalu terwujud sesuai dengan
harapan.
Dengan daya kreasi, inovasi, dan daya nalarnya, manusia telah mampu menciptakan berbagai
jenis simbol seperti tulisan, bahasa, rumus-rumus matematika, nada musik, dan lain sebagainya,
yang dimanfaatkannya bukan hanya dalam berkomunikasi antara sesamanya, akan tetapi juga
dalam melakukan peramalan-peramalan tentang hal-hal yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang. Kemampuan peramalan itu pada gilirannya mendorong manusia untuk memikirkan pula
cara-cara mengatasi timbulnya, berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan atau tidak
disenangi.Misalnya, manusia modern tidak lagi menunggu sampai terjadi banjir yang membawa
korban manusia, binatang, dan kerugian materi karena hancurnya harta benda. Akan tetapi
dengan pengetahuan tentang peramalan cuaca, sifat-sifat setiap musim, dan sebagainya,
peramalan tentang curah hujan yang mungkin akan terjadi, mengakibatkan manusia mampu
mengambil tindakan-tindakan preventif sehingga apabila musim penghujan tiba, korban,
kerusakan, dan kerugian dapat dihindari, atau paling sedikit dikurangi.

Dalam usaha memecahkan masalah termasuk usaha identifikasi dan definisi hakikatnya manusia
diatur oleh instruksi-instruksi mental yang terinci. Meskipun manusia tidak selalu menyadarinya,
otak manusia analog dengan komputer yang bekerja berdasarkan program yang telah tersusun
sebelumnya. Instruksi-instruksi ini, yang dalam bahasa komputer disebut program, menata
berbagai proses informasi yang beraneka ragam dalam alam pikiran kita menjadi urutan yang
rapi meskipun kompleks. Urutan inilah yang menyebabkan manusia mampu memberikan
tanggapan dan menyesuaikan diri pada perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Pada dirinya
kemampuan memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian merupakan proses belajar, yang
sesungguhnya menuntut bukan hanya kemampuan berpikir, akan tetapi juga untuk melakukan
berbagai kegiatan yang sifatnya spesifik seperti memperhatikan, mencari, dan kemudian
memodifikasikan hasil-hasil temuannya sehingga bermanfaat untuk menghadapi situasi yang
dihadapi. Secara umum dapat dikatakan bahwa proses belajar itu terjadi berkat kemampuan
manusia memperoleh umpan balik, memberikan reaksi atas informasi yang diterimanya, dan
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Kesemuanya itu merupakan modal yang
sangat penting dalam identifikasi dan membuat definisi tentang hakikat masalah yang dihadapi
oleh seseorang baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan organisasionalnya.

Dalam manajemen, proses belajar tersebut terjadi berkat empat ciri proses dimaksud. Ciri
pertama ialah, bahwa terdapat sistematika tertentu tentang langkah-langkah yang perlu ditempuh
dalam pemecahan masalah. Ciri kedua ialah, bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh itu
bersifat sekuensial artinya, secara logis satu langkah mengikuti langkah yang telah diambil
sebelumnya. Ciri ketiga ialah, adanya situasi problematik yang dihadapi. Ciri keempat ialah
diambilnya langkah untuk menanggulangi situasi problematik yang dihadapi itu.

Dengan perkataan lain, dalam menghadapi serta memecahkan masalah, manajer memiliki dan
menggunakan rasionalitas tertentu untuk bertindak. Rasionalitas tersebut lalu diwujudkan dalam
serangkaian langkah yang logis, yang dimulai dari kesadaran tentang adanya situasi problematik
dengan definisinya yang jelas, hingga diambilnya langkah implementasi untuk memecahkan
masalah yang dihadapi itu. Pendekatan demikian, bukan hanya memperkecil kemungkinan
seorang pengambil keputusan berbuat kesalahan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya,
akan tetapi juga meningkatkan kemampuarnya memanfaatkan informasi yang terkumpul, dan
dengan menggunakan sumber daya dan dana organisasi yang tersedia secara efisien dan efektif.

Dinyatakan dengan cara lain, pemecahan masalah harus bermula dari adanya situasi yang tidak
menguntungkan yang berperan sebagai suatu stimulus untuk bertindak yang menjurus kepada
pemilihan perilaku organisasional tertentu dalam menghadapi situasi yang tidak menguntungkan
itu. Manifestasinya adalah pengambilan keputusan yang kesemuanya tertuju pada pencapaian
sasaran dan tujuan organisasi. Dalam arti inilah jelas terlihat, bahwa pemecahan masalah
merupakan suatu Teknik pengambilan keputusan yang paling sering digunakan oleh berbagai
organisasi dan oleh banyak manajer.

Dengan identifikasi dan definisi yang jelas tentang hakikat situasi problematik yang dihadapi,
seorang pengambil keputusan akan dapat menggunakan berbagai teori ilmiah dengan berbagai
ragam paradigma. model, metode, dan teknik-teknik tertentu digabung dengan kreativitas.
inovasi, intuisi, perasaan, dan hasil pemilikiran bersifat subyektif lainnya, sehingga keputusan
yang diambil merupakan keputusan yang tepat.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa manajemen yang efektif adalah yang mampu
mengintegrasikan hal-hal tersebut, sehingga menjelma menjadi suatu kemampuan untuk
pemilihan yang tepat serta tindakan yang jitu. Memang, tidak ada rumus manajemen yang pasti
yang dapat dijadikan patokan untuk menetapkan secara pasti perbandingan yang tepat antara
teori dan asas-asas ilmiah dengan daya kreativitas seseorang manajer. Sungguh banyak faktor
yang turut berperan dalam melakukan penggabungan dimaksud sehingga dapat dikatakan, bahwa
perbandingan yang tepat itu harus selalu memperhitungkan situasi dan kondisi yang dihadapi.

Sangatlah relevan untuk memahami bahwa pemecahan masalah sebagai salah satu teknik
pengambilan keputusan merupakan proses yang kontinu. Dikatakan demikian karena
kemampuan seseorang memecahkan masalah tidak demikian saja berkembang, melainkan
tergantung pada kemampuannya untuk terus mengikuti perkembangan akumulasi teori ilmiah
dan menerapkannya secara kreatif dan inovatif.

Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam membuat definisi tentang masalah. Masalah.
dapat dikatakan sebagai suatu stimulus yang menuntut suatu respon tertentu. Masalah dapat pula
dikatakan timbul setiap kali terjadi perubahan yang tidak menguntungkan dalam lingkungan.
Pendekatan lain lagi adalah dengan melihat kekurangan dalam sesuatu keadaan sehingga situasi
yang idea: tidak terdapat. Masalah dapat pula dipandang sebagai sesuatu penyakit yang perlu
dihilangkan.

Dalam kehidupan organisasional, kiranya kurang penting untuk menganut sesuatu pendekatan
tertentu dalam membuat definisi tentang masalah. Yang lebih penting adalah selalu mengingat
bahwa salah satu fungsi seorang manajer adalah untuk mengenali. situasi yang tidak diinginkan
dan menghilangkannya sedemikian rupa sehingga situasi kehidupan organisasi menjadi
terkendali.

Dalam mendefinisikan suatu masalah, terdapat serangkaian pertanyaan yang perlu ditanyakan
dan dicarikan jawabannya. Rangkaian pertanyaan itu ialah:

1. Apa yang telah terjadi.

2. Hal apa yang meresahkan seseorang dengan kejadian tersebut.

3. Mengapa kejadian itu meresahkan seseorang.

4. Apa yang seyogyanya dilakukan dalam menghadapi peristiwa itu.

5. Apa yang telah diputuskan untuk dilakukan.

6. Apakah keputusan itu telah dilaksanakan.

Dalam suatu perusahaan, misalnya, direktur utama mengumumkan bahwa keuntungan yang
nyatanya diraih oleh perusahaan jauh berada di bawah tingkat yang diperkirakan sebelumnya.
Para direktur dan manajer yang lain dalam perusahaan tersebut akan segera sependapat bahwa
perusahaan tersebut telah mengalami suatu peristiwa, atau serangkaian peristiwa, yang
mengakibatkan merosotnya keuntungan perusahaan.

Sudah barang tentu peristiwa tersebut merupakan sesuatu yang meresahkan, karena apabila
kecenderungan itu terus berlangsung, bukan mustahil perusahaan akan menghadapi serangkaian
masalah baru sebagai akibat peristiwa tersebut. Seperti, misalnya, ketidakmampuan perusahaan
memenuhi kewajibannya kepada para pekerja, kepada para pemilik saham, kepada pemerintah
dalam bentuk pajak dan sebagainya. Dengan perkataan lain, pimpinan perusahaan menyadari
adanya kesenjangan antara keadaan nyata yang dihadapi dengan keadaan ideal yang didambakan.
Kesepakatan tentang ada tidaknya masalah yang dihadapi oleh suatu organisasi sangat penting
karena dengan demikian akan mudah dikembangkan suatu sikap yang sama untuk
memecahkannya.

B. Pengumpulan dan Pengolahan Informasi

Pemecahan masalah secara efektif dapat dilakukan dengan penggabungan yang tepat antara
pendekatan ilmiah dengan daya pikir yang kreatif dan inovatif,. disertai intuisi dan keterlibatan
emosional. Cara demikian menuntut serangkaian informasi yang memenuhi paling sedikit lima
persyaratan, yaitu: mutakhir, lengkap, dapat dipercaya, bersumber dari data yang terolah dengan
baik, dan disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami.
Informasi yang sudah kadaluwarsa tidak banyak manfaatnya baik dalam indentifikasi dan
pendefinisian masalah maupun dalam memecahkannya. Informasi demikian hanya mempunyai
manfaat untuk kepentingan sejarah, tetapi tidak untuk kepentingan pemecahan masalah.

Informasi yang tidak lengkap sudah barang tentu mempunyai nilai yang rendah. Akan tetapi
sebaliknya dalam kehidupan organisasional memang sukar untuk memiliki informasi yang
selengkap mungkin tanpa tenaga, biaya, dan waktu untuk mengumpulkan dan menganalisisnya.
Karena itu setiap manajer yang menghadapi satu situasi problematis harus mampu memberikan
interpretasi yang tepat tentang apa yang dimaksud dengan informasi yang lengkap itu. Biasanya,
semakin rumit suatu permasalahan diperlukan semakin banyak informasi yang nilainya semakin
tinggi apabila informasi tersebut dikuantifikasikan. Kuantifikasi informasi dewasa ini relatif
mudah dilakukan berkat kemajuan di bidang teknologi, khususnya di bidang komputer.

Ciri ketiga dari informasi yang mempunyai nilai tinggi sebagai alat bantu dalam pemecahan
masalah ialah bahwa informasi yang dimiliki dapat dipercaya. Artinya, tidak terjadi manipulasi
sehingga seolah-olah informasi itu mempunyai nilai intrinsik yang lebih tinggi dari yang
sebenarnya.

Informasi biasanya bersumber dari data. Telah umum diketahui bahwa data tidak mempunyai
nilai intrinsik dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Data hanya
merupakan bahan baku yang msih harus diolah sehingga berubah bentuknya menjadi informasi.
Secara sederhana pedoman yang dapat digunakan untuk membedakan data dengan informasi
ialah, apabila sesuatu, angka-angka misalnya, masih terbuka untuk diinterpretasikan dengan
beraneka ragam oleh orang-orang yang menghadapinya, maka sesuatu itu masih berupa data.
Akan tetapi apabila sekelompok orang melihat sesuatu dengan interpretasi yang sama dapat
dikatakan bahwa yang dihadapi itu adalah informasi. Contoh yang sangat sederhana ialah tentang
suhu udara. Pernyataan, bahwa suhu udara pada hari tertentu "panas", istilah "panas" adalah data
karena tidak semua orang akan sependapat bahwa pada hari itu suhu udara panas. Akan tetapi
apabila dikatakan bahwa suhu udara pada hari tertentu adalah. 31 derajatCelcius, ia merupakan
informasi karena tidak mungkin terjadi interpretasi yang beraneka ragam sebab alat pengukur
suhu menya-takan demikian. Dari contoh yang sangat sederhana di atas terlihat bahwa nilai
intrinsik informasi akan semakin tinggi apabila informasi itu dikuantifikasikan.

Ciri terakhir informasi yang diperlukan dalam usaha pemecahan masalah adalah bahwa
informasi tersebut disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami oleh pengambil keputusan.. Hal
ini berarti, bahwa pengumpulan dan pengolahan informasi tidak selalu harus dilakukan sendiri
oleh mereka yang bertanggung jawab untuk memecahkan masalah, melainkan dapat
menyerahkannya dan biasanya memang menyerahkannya kepada sekelompok tenaga ahli dalam
organisasi yang biasa dikenal dengan istilah information pecialists. Bagi mereka yang harus
memecahkan masalah, tidak penting metode dan teknik apa yang digunakan oleh para ahli untuk
mengumpulkan dan mengolah informasi. Yang penting bagi mereka ialah bahwa informasi yang
diterimanya dapat membantu dalam mengambil berbagai langkah dalam rangka pemecahan
masalah yang dihadapi.

Akan tetapi jika mereka yang bertanggung jawab memecahkan masalah bertanggung jawab pula
untuk mengumpulkan dan mengolah informasi, mutlak perlu bagi mereka untuk mengetahui
metode dan teknik-teknik tertentu untuk melakukannya. Misalnya pemanfaatan teknologi
mutakhir, seperti komputer. Pernyataan di atas tidak berarti bahwa para manajer yang harus
memecahkan masalah yang dihadapi harus menguasai segi-segi teknis perangkat komputer,
melainkan memahami secara mendalam apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh komputer
tersebut. Singkatnya bagaimana agar komputer tersebut menjadi alat bantu yang efektif.

C. Pencarian dan Penemuan Berbagai Alternatif

Salah satu pertanyaan menarik dalam usaha pemecahan masalah, yang hingga kini belum
terdapat kesepakatan tentang jawabannya, ialah apakah dalam pemecahan masalah atau
pengambilan keputusan selalu harus ada alternatif atau tidak. Artinya jika dalam memecahkan
masalah hanya tersedia satu jalan apakah pemilihan satu-satunya jalan itu merupakan keputusan
atau tidak. Bahkan lebih ekstrem lagi ada pameo yang berkata bahwa memutuskan untuk tidak
mengambil keputusan sesungguhnya merupakan keputusan juga..

Terlepas dari menarik tidaknya pertanyaan tersebut untuk dijawab, kenyataan menunjukkan
bahwa dalam kehidupan organisasional pemecahan masalah biasanya berlangsung dengan lebih.
efektif apabila dilakukan usaha untuk mencari dan menemukan berbagai alternatif yang mungkin
ditempuh.

Bahkan dapat dikatakan secara aksiomatis, tidak ada satu masalah pun, betapapun sederhananya,
yang dapat dipecahkan secara tuntas dengan hanya menggunakan satu jalan. Bagi mereka yang
bertanggung jawab untuk memecahkan masalah selalu terbuka jalan untuk menemukan cara
yang lebih baik dan lebih efektif. Terpukau hanya pada satu jalan, tanpa usaha mencari dan
menemukan berbagai alternatif lain, mungkin saja mendatangkan hasil yang diharapkan, akan
tetapi tidak ada jaminan bahwa hasil yang dicapai sesungguhnya sudah merupakan hasil yang
maksimal.

Usaha mencari dan menemukan berbagai alternatif lebih penting lagi apabila diingat bahwa
faktor-faktor penyebab timbulnya masalah selalu bersifat khas yang mengakibatkan hakikat
masalah tersebut menjadi khas pula. Contoh sederhana berikut ini menggambarkan apa yang
dimaksud. Seorang pengemudi terlambat datang pada suatu pagi dengan akibat bahwa atasannya
terlambat tiba pada tujuannya. Katakanlah bahwa alasan keterlambatan itu ialah karena anak
pengemudi yang bersangkutan mendadak sakit hingga sepanjang malam pengemudi yang
bersangkutan tidak tidur dan tidak dapat meninggalkan rumahnya pada waktunya. Jika
pengemudi yang bersangkutan pada hari yang lain terlambat lagi, sangat mungkin faktor
penyebabnya bukan lagi anak yang sakit, akan tetapi faktor lain. Bentuk masalahnya serupa-
keterlambatan pengemudi tiba di tempat tinggal atasannya akan tetapi karena faktor
penyebabnya berbeda, cara pemecahannya pun mau tidak mau harus berbeda pula.

Jika pemecahan masalah memang menuntut adanya usaha pencarian dan penemuan berbagai
altenatif, timbul pula pertanyaan yang tidak kalah menariknya untuk dijawab, yaitu berapa
banyak alternatif yang harus dicari dan ditemukan. Tidak ada rumus yang dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Meskipun demikian, pedoman umum berikut ini kiranya
bermanfaat. Semakin sederhana suatu konfigurasi permasalahan, semakin sedikit jumlah
alternatif yang perlu dicari dan ditemukan. Bahkan biasanya pengalaman di masa lalu akan
merupakan instrumen yang sangat bermanfaat, terutama bagi permasalahan yang sifatnya teknis
dar sudah berulang kali dialami. Untuk masalah-masalah demikian biasanya sudah terdapat
prosedur yang baku, sehingga usaha mengatasinya pun biasanya tidak terlalu sulit. Lain halnya
dengan permasalahan yang tidak rutin, apalagi kalua permasalahan itu rumit. Dalam menghadapi
situasi demikian, sering kali prosedur yang baku tidak ada karena organisasi mungkin belum
pernah menghadapi masalah serupa. Sebab itu, pengalaman di masa lalu pun akan tidak banyak
membantu. Dalam situasi demikian diperlukan dua hal, yaitu:

1. Daya kreativitas yang tinggi yang dengan cepat dapat membantu menemukan beberapa cara
yang diperhitungkan akan efektif.

2. Keberanian untuk secara arbitrer memutuskan bahwa usaha pencaharian dan penemuan
berbagai alternatif itu telah cukup.

D. Pengkajian Berbagai Alternatif

Kiranya tidak akan sukar untuk menerima pendapat, bahwa setiap alternatif memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing. Sukar menemukan suatu alternatif yang demikian sempurnanya
sehingga ia tidak mempunyai kelemahan. Ini berarti bahwa diperlukan usaha yang sistematis
untuk menganalisis dan mengkaji berbagai alternatif yang berhasil ditemukan itu.

Telah terlihat di muka bahwa pemecahan masalah pada hakikatnya harus diarahkan pada usaha
menghilangkan kesenjangan yang timbul antara keadaan nyata dengan keadaan yang diinginkan.
Dari contoh tentang suatu perusahaan yang mengalami kemunduran dalam tingkat keuntungan
yang diraihnya, terlihat bahwa jika seandainya para manajer dalam perusahaan tidak melihat
bahwa turunnya tingkat keuntungan perusahaan sebagai sesuatu hal yang meresahkan, sikap
yang sangat mungkin timbul ialah ketidaksiagaan para manajer yang bersangkutan untuk
mengambil langkah-langkah yang diperlukan. Sebaliknya, dengan timbulnya persepsi kegawatan,
para manajer yang terlibat akan lebih mudah didorong dan diajak untuk mau memikirkan dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi keadaan yang tidak
menyenangkan itu.

Seperti telah dinyatakan di muka, banyak teori yang telah dikembangkan oleh para ahli
manajemen tentang pemecahan masalah. Akan tetapi pendalaman berbagai teori tersebut
menunjukkan. bahwa meskipun terdapat perbedaan-perbedaan pendekatan, sesungguhnya
kerangka konseptualnya tetap sama dan terdiri dari tiga jenis ketrampilan pokok, yaitu:
melakukan pengamatan, pencaharian, dan penemuan berbagai alternatif.

Yang dimaksud dengan mengamati ialah bahwa seorang manajer perlu mengembangkan
ketelitian pengamatan sehingga setiap kali timbul suatu situasi problematik, situasi ini dikenali
secara dini disertai oleh kecenderungan untuk segera bertindak dengan penekanan pada situasi
ideal yang diinginkan seandainya tidak timbul situasi problematis tersebut. Jelasnya, dalam
melakukan pengamatan pemikiran tertuju pada kondisi ideal dalam mana organisasi seharusnya
berada.

Jika telah disadari bahwa ada situasi problematik yang dihadapi, usaha mencari jalan keluar
adalah langkah berikutnya. Langkah ini mencakup berbagai kegiatan seperti merumuskan suatu
stategi pencarian sehingga bagi para manajer tersedia informasi yang memenuhi berbagai
persyaratan yang telah disinggung di muka, termasuk kesediaan untuk menerima informasi baru
meskipun informasi tersebut berbeda, atau bahkan mungkin bertentangan dengan informasi yang
telah dimiliki sebelumnya.

Langkah berikutnya ialah menumbuhkan berbagai alternatif yang mungkin ditempuh sehingga
mendatangkan keputusan yang paling tepat dengan memperhitungkar. berbagai faktor. baik yang
sifatnya internal bagi organisasi maupun faktor-faktor yang berada di luar organisasi yang
bersangkutan yang sifatnya mungkin mendorong kelancaran usaha pemecahan masalah atau
mungkin pula justru akan menjadi kendala.

Menumbuhkan berbagai alternatif yang patut diperhitungkan. jelas bukanlah hal yang mudah.
Untuk melakukannya dengan baik diperlukan berbagai jenis ketrampilan, seperti:

1. Mengidentifikasikan berbagai kemungkinan bertindak atau cara-cara pemecahan yang


mungkin ditempuh sehingga masalah yang dihadapi terpecahkan dengan cara yang paling efektif.
Dalam hubungan ini, seperti telah ditekankan di muka, adalah hal yang tidak mungkin dan tidak
perlu untuk mengidentifikasikan semua cara yang mungkin ditempuh. Karena itu ketrampilan
untuk menyeleksi cara-cara yang patut dipertimbangkan merupakan ketrampilan tersendiri yang
perlu mendapat perhatian setiap manajer. Yang penting diperhatikan dalam hubungan ini ialah
segyogyanya seorang manajer idak serta-merta puas dengan cara-cara konvensional yang
mungkin telah diketahui atau mungkin telah pernah digunakannya di masa lalu.

2. Dapat memperkirakan hasil yang mungkin diperoleh dengan menggunakan sesuatu alternatif
tertentu. Tersirat dalam pernyataan di atas ialah, bahwa setiap alternatif terpilih harus dianalisis,
bukan hanya sekadar mengetahui kebaikan dan kekurangannya, akan tetapi sejauh mungkin
dapat mengantisipasikan hasil yang mungkin diraih dengan menggunakan alternatif tertentu
beserta masalah-masalah baru yang mungkin timbul karena pemilihan alternatif itu. Sudah jelas
bahwa pilihan jatuh pada alternatif yang menurut perhitungan akan mendatangkan hasil yang
paling optimal dengan permasalahan baru yang minimal.
3. Memilih satu alternatif tertentu tidak bebas dari risiko. Artinya diperlukan ketrampilan untuk
dapat memperhitungkan kemungkinan terjadinya hal-hal tertentu sebagai risiko dari tindakan
yang diambil.

4. Tidak dapat disangkal, bahwa pemilihan berbagai alternatif untuk dianalisis dan dikaji yang
pada akhirnya bermuara pada pemilihan sesuatu alternatif tertentu harus diusahakan agar
didasarkan pada berbagai kriteria tertentu. Dalam menentukan kriteria yang obyektif,
kepentingan organisasi sebagai keseluruhanlah yang menjadi dasar pertimbangan yang utama.
Akan tetapi karena manajer harus bertanggung jawab dalam mengambil keputusan dan harus
bertanggung jawab pula dalam mengendalikan pelaksanaan keputusan tersebut, unsur
subyektivitas mau tidak mau turut pula berperan. Artinya, dalam memilih sesuatu alternatif
tertentu seorang manajer harus pula menentukan bagi dirinya sendiri kriteria apa yang hendak
digunakannya. Dengan demikian diperlukan ketrampilan untuk mengaitkan kriteria pribadi
dengan kriteria organisasi. Perpaduan tersebut diperkirakan akan lebih memperbesar
keberhasilan dalam operasionalisasi keputusan yang diambil.

5. Ketrampilan mempertimbangkan setiap alternatif berdasarkan informasi yang dikumpulkan


mengenai kemungkinan keberhasilan dikaitkan dengan berbagai keadaan yang akan timbul
apabila masalah yang sedang dihadapi terpecahkan.

E. Penentuan Pilihan atas Alternatif Terbaik

Bukanlah hal yang perlu dirisaukan apabila seorang manajer merasa bahwa ia tidak memiliki
semua ketrampilan yang telah dikemukakan di atas karena memang sukar menemukan seorang
manajer yang serta-merta memiliki semua jenis ketrampilan tersebut. Seperti telah ditekankan,
ketrampilan seperti itu dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui kemahiran menggabung
pengetahuan tentang teori pemecahan masalah dengan daya pikir yang kreatif dan inovatif.

Pada gilirannya pemilikan berbagai ketrampilan itu akan memungkinkan seorang manajer
menjatuhkan pilihannya pada alternatif yang tampaknya terbaik dari berbagai alternatif yang
telah dicari, ditemukan, dan dikaji secara matang. Harus ditekankan lagi bahwa kriteria utama
dalam penentuan pilihan itu ialah: pertama, mendatangkan manfaat yang paling besar bagi
organisasi, kedua, mengakibatkan kerugian yang paling kecil bagi organisasi, ketiga,
menimbulkan masalah baru yang paling sedikit, keempat, telah dikaji dengan penggunaan
metode dan Teknik ilmiah, dan kelima, telah memperhitungkan faktor subyektivitas yang
memang tidak mungkin dihilangkan seluruhnya.

Setiap manajer yang bertanggung jawab memecahkan masalah perlu menyadari pula, bahwa
meskipun kelima kriteria di atas

telah diusahakan agar terpenuhi, tetap tidak ada jaminan bahwa Alternatif terpilih memang
merupakan alternatif terbaik. Karena itu seorang manajer harus berani mengambil risiko bahwa
pilihannya bukanlah merupakan pilihan yang paling tepat meskipun pada waktu pilihan
dijatuhkan pada satu alternatif tertentu, pilihan itu tampaknya merupakan keputusan yang terbaik.

F. Pelaksanaan Keputusan

Tepat tidaknya pilihan yang dilakukan hanya akan diuji dalam pelaksanaannya. Apabila hasil
yang diperoleh sesuai dengan harapan, baik dalam arti mendatangkan manfaat yang paling
optimal atau membuahkan kerugian yang paling minimal, pilihan itu dapat dikatakan merupakan
pilihan yang tepat.

Jika ternyata pilihan itu tidak tepat, hal itu bukanlah merupakan keadaan yang perlu disesali.
Yang penting manajer yang bersangkutan mau menarik pelajaran daripadanya agar kemampuan
memilih semakin meningkat di masa depan.

Hal ikhwal pelaksanaan ini akan dibahas secara mendalam dalam bab terakhir dari buku ini.

G. Penilaian

Penilaian biasanya didefinisikan sebagai usaha yang rasional untuk membandingkan hasil yang
diharapkan dicapai berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
rencana dengan hasil yang nyatanya dicapai sebagai akibat dari tindakan-tindakan operasional
yang telah dilakukan.

Pentingnya penilaian dilakukan terlihat dari kenyataan, bahwa semua kegiatan administrasi dan
manajemen bersifat proses, yang antara lain berarti bahwa tingkat efektivitas dan produktivitas
yang lebih tinggi hanya mungkin dicapai setelah melalui berbagai tahap dan kurun waktu
tertentu. Manfaat yang dapat dipetik dari penilaian yang rasional, obyektif dan factual telah
dibahas dalam Bab Pendahuluan dari buku ini.

Pemecahan Masalah dalam Praktek

Telah terlihat dari pembahasan di muka bahwa seorang manajer terlibat dalam suasana perilaku
pemecahan masalah hanya apabila terdapat prakondisi tertentu, yaitu:

1. Adanya kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara kondisi nyata yang dihadapi oleh
organisasi dengan kondisi ideal yang diinginkan.

2. Perhatian manajer ditujukan pada suatu kesenjangan tertentu yang diperkirakan akan
mempunyai dampak terkuat bagi kehidupan organisasi.

3. Manajer memiliki motivasi untuk menghilangkan, atau paling sedikit mengurangi,


kesenjangan yang ada.

4. Pemilikan kemampuan dan ketrampilan untuk berbuat sesuatu sehingga kesenjangan yang ada
hilang atau berkurang.
Kesadaran tentang adanya masalah, motivasi untuk memecahkannya, dan kemungkinan berbuat
sesuatu untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara tersirat, menunjukkan, bahwa salah
satu kemampuan dan ketrampilan yang perlu terus-menerus dipupuk dan dikembangkan oleh
seorang manajer adalah untuk mengambil keputusan dengan pemecahan masalah sebagai salah
satu tekniknya.

Usaha pemecahan masalah organisasional sesungguhnya terjadi pada tiga tingkatan, yaitu pada
tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi. Tergantung pada gaya
manajemen yang digunakan, kebanyakan manajer terlibat pada pemecahan masalah pada tingkat
kelompok dan tingkat organisasi,walaupun tidak sedikit masalah yang secara langsung dihadapi
oleh manajer pada tingkat individual.

Bahan pustaka tentang administrasi dan manajemen belum mengetengahkan rumus yang pasti
tentang kategorisasi permasalahan yang pemecahannya berada pada tingkat individual, tingkat
kelompok, atau tingkat organisasional. Meskipun demikian, pedoman yang biasanya berlaku
ialah tercermin pada dampak pemecahan yang ditempuhnya makin tinggi kedudukan seseorang
dalam organisasi makin besar pula dampak dan cakupan pengaruh pemecahan yang ditempuhnya.
Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam hirarki manajemen, semakin kecil pula
dampak dan cakupan dari pemecahan yang ditempuhnya. Dengan kata lain, semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, pemecahan yang ditempuhnya semakin bersifat
strategis, dan semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi, cara pemecahan yang
ditempuh pun lebih bersifat operasional dengan dampak yang tidak meluas ke seluruh tubuh
organisasi.

Implikasi dari "rumus" di atas ialah, bahwa apabila suatu masalah menuntut pemecahan yang
urgen dan cepat, biasanya pemecahannya bersifat teknis operasional, dan oleh karenanya
pemecahannya pun dapat diserahkan kepada para manajer tingkat bawah atau tingkat madya.
Sebaliknya, apabila suatu masalah bersifat penting dan memerlukan pemikiran yang mendalam
serta menuntut pemanfaatan sarana dan prasarana organisasi dalam jumlah yang besar,
pemecahannya sebaiknya diserahkan pada pimpinan tingkat tinggi, bahkan pada manajemen
puncak dalam organisasi yang bersangkutan.

Selalu relevan untuk menanyakan satu pertanyaan kunci dalam menghadapi sesuatu masalah,
yaitu, "Apakah masalah itu penting atau tidak?" Jawaban yang tepat terhadap pertanyaan ini
bukan hanya akan memungkinkan manajemen puncak dapat menentukan skala prioritas yang
tepat, akan tetapi juga pemanfaatan sumber daya dan dana yang tersedia secara ekonomis, tanpa
menimbulkan pemborosan-pemborosan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jawaban yang
diinginkan bukanlah jawaban yang bersifat umum seperti sangat penting". "gawat",
"mengkhawatirkan". dan sebagainya. Yang diperlukan ialah bukti yang mer detail yang
menunjukkan secara meyakinkan bahwa masalah yang dihadapi itu membenarkan adanya
Tindakan yang berlanjut. Keyakinan demikian hanya dapat terwujud dengan fakta-fakta yang
akurat dan pasti.
Jelaslah, bahwa dengan menggunakan pikiran. tenaga. Dan waktu untuk mendalami hakikat
masalah yang dihadapi akan lebih baik daripada langsung melibatkan diri pada usaha pemecahan
tanpa mengetahui dengan jelas sebelumnya hakikat dari situasi problematik yang dihadapi itu.

Usaha pemecahan masalah secara efektif sangat tergantung pada ketetapan pernyataan tentang
hakikat dari masalah yang dihadapi. Pernyataan yang tepat itu bahkan sedapat mungkin
didukung oleh pernyataan yang terdokumentasikan dengan data-data kuantitatif. Dengan
membuat pernyataan yang tepat tentang suatu permasalahan, paling sediki: tujuh keuntungan
dapat diperoleh, yaitu:

1. Segi-segi penting permasalahan terhadap mana perhatian perlu diarahkan dapat diketahui
dengan jelas.

2. Mengurangi kegiatan-kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan usaha pemecahan


masalah, dan dengan demikian berbagai penghematan dapat dilakukan.

3. Terbantu dalam mendefinisikan kriteria untuk pemecahan yang dipandang efektif dan yang
tidak efektif.

4. Membantu dalam menumbuhkan serta memelihara komunikasi, yang pada gilirannya


menggairahkan kerja sama antara berbagai pihak yang berkepentingan.

5. Memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada semua pihak yang terlibat pada pemecahan
masalah, bukan hanya pada tingkat manajemen akan tetapi juga pada tingkat pelaksana.

6. Mengidentifikasikan secara tepat sasaran yang ingin dica-

7. Menumbuhkan kegiarahan untuk mencari pemecahan yang paling efektif dengan mencari,
menemukan, dan menganalisis berbagai alternatif ya mungkin ditempuh.

Kunci utama dalam memperoleh keuntungan seperti tersebut di atas terletak pada sikap
keterbukaan semua pihak yang terlibat untuk menerima informasi baru yang pada gilirannya
memungkinkan terjadinya analisis baru pula. Tegasnya, sikap keterbukaan merupakan salah satu
faktor penentu dalam memecahkan suatu masalah dalam praktek.

Usaha pemecahan suatu masalah akan mendatangkan hasil yang dapat lebih
dipertanggungjawabkan apabila dalam merumuskan hakikat masalah yang dihadapi tersedia
fakta-fakta yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Salah satu kesukaran dalam
praktek dan yang sering dihadapi oleh para manajer, ialah menentukan kuantitas data dan fakta
yang diperlukan. Menentukan hal itu bukanlah tugas yang mudah. Terlalu banyak fakta dapat
menjurus kepada kebingungan dalam menentukan fakta mana yang benar-benar mendukung
usaha pemecahan masalah, dan fakta mana yang hanya bersifat periferal. Sebaliknya, terlalu
sedikit fakta dapat berarti terjadinya usaha yang sifatnya coba-coba atau tindakan yang sifatnya
hanya menduga-duga.
Usaha memecahkan masalah dalam praktek menunjukkan, bahwa fakta memainkan paling
sedikit tiga peranan yang penting. Pertama, memperkuat pendapat yang ada, bahwa organisasi
memang menghadapi suatu masalah. Kedua, menempatkan masalah yang dihadapi secara
proporsional, dalam arti bahwa masalah yang besar tidak dipandang remeh, dan sebaliknya
masalah sederhana diusahakan pemecahannya dengan pengorbanan diharapkan. yang tidak
seimbang dengan bobot permasalahan yang dihadapi. Ketiga, Memberi petunjuk sampai sejauh
mana usaha pemecahan yang akan ditempuh diperkirakan akan mendatangkan hasil yang
diharapkan.

Seorang manajer yang ingin meningkatkan efektivitasnya sebagai pengambil keputusan perlu
menyadari bahwa tanpa fakta yang memadai, ia tidak akan dapat memastikan bahwa organisasi
atau satuan kerja yang dipimpinannya memang benar-benar menghadapi suatu masalah yang
keterlibatannya secara pribadi diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam organisasi
yang besar, seorang manajer yang membawahi banyak orang akan menerima banyak keluhan,
dan dengan demikian menerima banyak permasalahan dari para bawahannya, baik secara
langsung maupun melalui hirarki yang terdapat dalam organisasi. Tidak mungkin dan tidak perlu
seorang manajer terlibat langsung dalam setiap permasalahan yang timbul dalam organissasi.
Hanya dengan faktalah manajer yang bersangkutan dapat memutuskan:

1. Permasalahan mana yang perlu ditangani sendiri secara langsung.

2. Permasalahan mana yang didelegasikan pemecahannya kepada para manajer yang lebih
rendah.

3. Permasalahan mana yang perlu diteruskan kepada manajer yang lebih tinggi kedudukannya
dalam hirarki organisasi.

Dalam hubungan ini setiap manajer harus pula memiliki kemampuan dan kemahiran untuk
membedakan fakta dan opini, seperti misalnya opini para bawahan. Memang benar, bahwa
karena pengalaman, pendidikan, dan latihan yang telah ditempuh oleh para bawahan, opini
mereka tidak boleh diabaikan begitu saja. Hanya saja, opini itu masih harus didukung oleh fakta-
fakta. Alasan untuk mengatakan demikian ialah karena opini masih dapat diperdebatkan. Sebab
opini seseorang tidak jarang diwamai oleh persepsi orang tersebut tentang situasi yang
dihadapinya sehingga mungkin saja bahwa orang yang bersangkutan merasa ia memiliki fakta.
Tidak demikian halnya dengan fakta yang tidak lagi diwarnai oleh persepsi orang yang
memilikinya. Pemecahan masalah akan menjadi lebih efektif jika tindakan yang akan diambil
lebih didasarkan kepada fakta, dan kurang kepada opini.

Contoh berikut ini akan memperjelas apa yang dimaksud. Keberhasilan pembangunan ekonomi
di suatu negara yang sedang berkembang meningkatkan pendapatan per kapita para warga
negaranya. Peningkatan pendapatan per kapita itu adalah fakta. Peningkatan pendapatan per
kapita itu mengakibatkan timbulnya keyakinan seorang pengusaha yang bersifat opini- bahwa
semakin banyak warga masyarakat yang dengan kemampuan finansialnya yang meningkat yang
akan menggunakan sebagian penghasilannya untuk membiayai berbagai kegiatan yang bersifat
hiburan. Berdasarkan opini demikian pengusaha yang bersangkutan memutuskan membuka
taman hiburan dan peristirahatan, yaitu kompleks bungalow di daerah pegunungan lengkap
dengan berbagai fasilitas olah raga. Karena usaha promosi yang intensif usaha tersebut berhasil
menarik cukup banyak pengunjung dengan akibat, pengusaha yang bersangkutan berhasil meraih
keuntungan yang cukup besar. Melihat situasi demikian, langkah pengusaha itu diikuti pula oleh
pengusaha-pengusaha lainnya. Ternyata kemudian daya tarik beristirahat ke daerah pegunungan
timbul bukan karena kemampuan perekonomian warga masyarakat, melainkan karena usaha
promosi yang secara intensif dilakukan dan karena peningkatan kemampuan ekonomi warga
masyarakat baru memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang selama ini
belum terpenuhi. Akibatnya para pengusaha itu mengalami kerugian. Seandainya para manajer
yang terlibat dalam usaha hiburan itu melakukan penelitian dan menemukan fakta bahwa
persentase penduduk yang mampu membelanjakan uangnya untuk hiburan masih sangat terbatas
dan tidak bertindak atas opini dalam bentuk keyakinan semata-mata, situasi yang dihadapinya
pasti akan lain.

Fakta yang digunakan oleh para manajer dalam memecahkan masalah yang dihadapinya
sebaiknya merupakan fakta yang dapat dikuantifikasikan. Dengan kata lain fakta yang
dinyatakan dalam angka- angka. Dengan mengatakan demikian tidaklah berarti bahwa setiap
manajer harus menjadi ahli matematika atau ahli statistik. Meskipun demikian, pengalaman
banyak orang di banyak tempat telah menunjukkan, bahwa pengetahuan yang memadai. Untuk
mampu membaca angka-angka dan data-data statistik merupakan senjata yang ampuh bagi
seorang manajer. Bagi seorang manajer organisasi niaga, misalnya, kemampuan membaca
angka-angka statistik tentang produksi, pemasaran, selera konsumen, ketenaga-

kerjaan, keuangan dan sebagainya akan sangat membantunya dalam mengambil keputusan. Perlu
ditekankan, bahwa kemampuan membaca angka-angka saja tidak cukup. Kemampuan itu masih
harus dibarengi oleh kemampuan menarik kesimpulan dari fakta-fakta tersebut.

1. Kriteria Pemecahan Masalah yang Efektif

Secara sederhana dan populer dapat dikatakan, bahwa pemecahan masalah yang efektif adalah
apabila situasi problematic yang dihadapi dapat dihilangkan atau diatasi. Namun kriteria
sederhana demikian tidak banyak membantu seorang manajer dalam mengambil keputusan.
Seorang manajer masih memerlukan alat penuntun yang lebih kongkret.

Pada dasarnya alat penuntun yang lebih kongkret itu berkisar pada dua hal, yaitu:

Pertama, keputusar. yang diambil sebagai usaha pemecahan masalah tidak hanya sekadar
menghilangkan atau mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan, melainkan juga harus mampu
menghilangkan sumber-sumber yang menimbulkan permasalahan tersebut. Dengan perkataan
lain, salah satu kriteria keberhasilan memecahkan masalah adalah pemecahan yang tidak hanya
sekadar menghilangkan gejala-gejala permasalahan, akan tetapi juga mampu menghilangkan
sumber penyebabnya.

Kedua, pemecahan masalah tidak seyogyanya membatasi diri hanya pada pemecahan masalah
yang bersifat teknis. Faktor-faktor psikologis sangat penting pula untuk mendapat perhatian.
Artinya, pemecahan masalah yang hendak dilakukan jangan sampai hanya mungkin
dilaksanakan secara teknis, melainkan harus pula memperhitungkan sampai sejauh mana cara
pemecahan yang hendak di tempuh itu dapat diterima oleh mereka yang akan melaksanakan
keputusan yang diambil, dan bersedia memikul konsekuensi dari keputusan tersebut.
Pertimbangan psikologis ini sangat penting karena para pelaksana hanya akan bersedia
mengorbankan pikiran, tenaga, dan waktunya apabila sjak dini ia mengetahui risiko apa yang
harus dipikul dan keuntungan apa yang akan diperoleh, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
satuan kerja di tempat ia menjadi anggota dan bagi organisasi sebagai keseluruhan

2. Kompleksitas Permasalahan

Praktek pemecahan masalah menunjukkan, bahwa setiap masalah mempunyai ciri-ciri khas, juga
dilihat dari segi kompleksitasnya, mulai dari yang relatif sederhana hingga kepada yang sangat
rumit. Seorang manajtr yang ingin meningkatkan kemampuannya memecahkan masalah harus
pula belajar untuk segera mengenali kompleks tidaknya masalah yang dihadapinya.

Pengenalan demikian sangat penting karena hanya dengan demikianlah ia dapat menentukan
berbagai hal seperti pengerahan sumber daya dan dana organisasi. Untuk masalah yang
sederhana, misalnya, sudah barang tentu pemecahannya pun tidak memerlukan waktu, tenaga,
pikiran serta biaya yang besar. Teknik pemecahannya pun dapat dengan menggunakan cara-cara
yang relative rutin, atau paling sedikit telah pernah digunakan sebelumnya untuk memecahkan
masalah sejenis.

Tidak demikian halnya dengan permasalahan yang kompleks. Untuk memecahkan masalah yang
kompleks, enam prinsip berikut ini dapat dijadikan pedoman.

Pertama, merinci permasalahan kepada bagian-bagian yang lebih kecil. Misalnya, bagaimana
memecahkan suatu masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan besar yang menghasilkan
berbagai jenis produk yang terus-menerus merugi. Kelompok manajer dalam perusahaan tersebut
akan bertindak bijaksana apabila permasalahan yang dihadapi "dipecah-pecah" menjadi beberapa
"subpermasalahan. Umpamanya, permasalahan di bidang produksi, permasalahan di bidang
penjualan. permasalahan di bidang jasa purnajual, permasalahan di bidang produktivitas tenaga
kerja, permasalahan karena adanya persaingan dan sebagainya. Berbagai subpermasalahan yang
telah diidentifikasikan kemudian dipelajari dan dicarikan jalan keluarnya, sehingga penjumlahan
jalan keluar yang ditempuh untuk masing-masing subpermasalahan berakibat pada
terpecahkannya masalah rumit yang dihadapi sebagai kese luruhan.
Kedua, menciptakan model untuk meneliti hubungan yang ada dan jalan keluar yang hendak
ditempuh. Dapat dipastikan bahwa, apabila permasalahan yang kompelks timbul, faktor-faktor
penyebabnya pun beraneka ragam pula. Kaitan antara faktor-faktor itu perlu dicari dan
ditemukan. Pemecahan yang hendak ditempuh tidak boleh tidak harus memperhitungkan saling
keterkaitan antara faktor-faktor penyebab, apalagi bila faktor-faktor penyebab tersebut bersifat
fundamental dan tidak hanya sekedar simptomatik. Merupakan suatu kebiasaan dalam dunia
manajemen dewasa ini untuk menciptakan berbagai model dalam usaha peme. cahan masalah
yang kompleks. Misalnya, aparat perekonomian dalam satu negara yang sedang berkembang,
yang sedang menghadapi kesukaran dalam neraca pembyarannya, perlu menciptakan model
tertentu agar mereka dapat melihat dengan mudah hubungan antara berbagai segi perekonomian
negara seperti: industri, perdagangan, kebijaksanaan moneter, sistem perpajakan, situasi
perekonomian regional, kegiatan ekspor, kebijaksanaan impor, situasi ketenagakerjaan, sistem
pendidikan dan latihan, dan sebagainya. Contoh lain adalah war games yang di kalangan
Angkatan bersenjata telah telah sejak lama digunakan, hingga dengan itu dapat digambarkan
bukan hanya kemampuan dan kekuatan sendiri, akan tetapi juga kemampuan dan kekuatan
musuh. Tugas menciptakan model-model yang diperlukan dewasa ini sangat di permudah oleh
komputer dengan berbagai program yang tersedia untuk kepentingan penciptaan berbagai model
itu.

Ketiga, pencatatan dan dokumentasi fakta-fakta secara akurat. Salah satu kebiasaan baik yang
perlu dipupuk dan dipelihara oleh setiap manajer adalah mencatat dan mendokumentasikan
bukan saja fakta-fakta yang dikumpulkan serta relevan dengan suatu permasalahan, akan tetapi
juga pencatatan dan dokumentasi hasil-hasil pemikiran yang timbul dalam mencari jalan
keluarnya. Kebiasaan baik demikian berlaku untuk pemecahan masalah baik. pada tingkat
individual maupun pada tingkat kelompok. Pada tingkat individual kebiasaan baik seperti itu
akan berakibat tidak ada fakta yang relevan yang terlupakan, dan tidak ada pula hasil pemikiran
yang pernah timbul yang hilang. Pencatatan dan dokumentasi demikian penting karena daya
ingat manusia yang terbatas di samping karena manajer yang bersangkutan sudah harus terlibat
lagi dalam berbagai kegiatan lain, baik yang sifatnya rutin dan menyita banyak waktunya,
maupun kegiatan yang menuntut daya kreativitas dan inovasi baru yang memerlukan konsen trasi.
Pada tingkat pemecahan masalah secara kelompok, kebiasaan mencatat dan mendokumentasikan
itu juga baik dan penting karena disamping fakta dan bukti-bukti yang diperlukan jumlahnya
semakin besar, juga karena dengan semakin banyaknya orang yang terlibat dalam kegiatan
analisis dan mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi, akan semakin banyak pula ide
yang timbul yang kesemuanya memerlukan pembahasan yang mendalam kemudian. Dengan
dokumentasi yang baik, hal-hal yang telah pernah dibahas sebelumnya dapat ditelusuri kembali
dengan mudah sehingga tenaga, biaya, dan waktu dapat dihemat, dan frustrasi di kalangan
mereka yang turut terlibat dapat dihilangkan atau paling sedikit dikurang.

Keempat, memperhitungkan waktu secara tepat. Di muka telah dikatakan, bahwa salah satu
aksioma pemecahan masalah yang berguna dipegang oleh para manajer ialah, bahwa apabila
suatu masalah dianggap urgen pemecahannya, pemecahan yang diperlukan biasanya bersifat
teknis dan diperlukan hanya sedikit waktu untuk memecahkannya. Dan sebaliknya, apabila
permasalahan termasuk kategori penting, biasanya diperlukan waktu lebih banyak untuk antara
lain menganalisis faktor-faktor penyebabnya, mengumpulkan data dan fakta yang relevan dan
mencari jalan keluarnya. Prinsip tersebut menunjukkan, bahwa terlepas dari sederhana atau
rumitnya suatu permasalahan, tetap diperlukan waktu untuk mempelajari dan mencari serta
menemukan jalan keluarnya. Pengalaman manajer yang bersangkutan akan memberikan
petunjuk berharga dalam hal ini. Yang penting ialah, bahwa jalan keluar yang diputuskan untuk
ditempuh tetap harus mampu menemukan faktor-faktor penyebabnya dan tidak hanya menangani
berbagai gejala yang timbul.

Contoh berikut ini memperjelas betapa pentingnya gejala suatu permasalahan dan faktor-faktor
penyebabnya sama-sama ditangani.

Beberapa tahun yang lalu, salah satu pabrik mobil terkenal di Amerika Serikat menemukan
menurunnya minat pembeli mobil yang dihasilkan oleh perusahaan besar tersebut. Penelitian
yang dilakukan kemudian menunjukkan, bahwa menurunnya minat tersebut bukan karena model,
dan bukan pula karena harganya. Akan tetapi karena rem salah satu jenis kendaraan tertentu yang
mereka hasilkan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Karena perusahaan yang bersangkutan
mendapat banyak keluhan bukan hanya dari para pemakai akan tetapi juga dari para dealer-nya,
pimpinan perusahaan yang bersangkutan segera mengambil keputusan untuk menarik semua
mobil yang dikeluhkan itu dari peredaran. Sampai di sini masalah yang dihadapi dapat
dikategorikan sebagai masalah urgen yang harus ditangani dengan segera.

Akan tetapi dengan menarik kendaraan tersebut dari peredaran, sesungguhnya belum seluruh
masalah yang dihadapi oleh perusahaan itu telah terpecahkan. Masih ada dua masalah lain yang
harus dicari pemecahannya. Yang pertama bersifat teknis, yaitu apa yang harus dilakukan secara
teknis agar rem kendaraan itu berfungsi sebagaimana mestinya. Yang kedua, dan yang lebih
rumit lagi, ialah bagaimana mengembalikan kepercayaan para konsumen kepada perusahaan
yang bersangkutan sebagai perusahaan yang menghasilkan produk yang bermutu tinggi. Masalah
yang bersifat teknis itu tidak terlalu sukar diatasi dan memang dapat diatasi dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Yang lebih sulit ialah masalal. yang bersifat psikologis. Untuk mengatasinya,
perusahaan melakukan kampanye dan promosi besar-besaran yang memakan waktu dan biaya
yang besar. Cara-cara yang ditempuh ternyata efektif. Terbukti dari larisnya kendaraan yang
dihasilkan oleh perusahaan mobil yang bersangkutan, yang mencerminkan bukan hanya masalah
yang bersifat teknis yang diatasi, akan tetapi juga masalah yang bersifat psikologis.

Dari contoh di atas terbukti, bahwa setiap permasalahan memerlukan waktu untuk menganalisis
dan menemukan pemecahannya. Hanya saja tidak ada rumus yang pasti untuk mengatakan,
bahwa untuk suatu masalah yang begini sifatnya diperlukan waktu sekian lama. Pedoman satu-
satunya ialah waktu yang disediakan untuk pemecahan suatu masalah haruslah sedemikian rupa
sehingga masalah itu tidak berkembang menjadi semakin rumit sehingga pemecahannya pun
akan menjadi semakin sukar.

Kelima, pengambilan langkah yang sistematis dan logis, disertai oleh pendekatan yang
didasarkan pada kreativitas yang tinggi. Dapat dikatakan, tidak ada hal yang lebih cepat merusak
reputasi dan menghambat kemajuan karier seorang manajer daripada cara berpikir yang bersifat
rutin dan konvensional.

Dinyatakan dengan cara yang positif, seorang manajer yang ingin meraih keberhasilan dalam
meningkatkan efektivitas kepemimpinannya dituntut untuk selalu berpikir secara sistematis, logis,
dan berani mencoba cara-cara yang sifatnya tidak konvensional. Singkatnya diperlukan cara
berpikir yang kreatif dan inovatif. Prinsip ini berlaku dalam menjalankan kepemimpinan pada
umumnya, akan tetapi lebih-lebih lagi dalam usaha pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan. Sejarah hidup orang-orang besar dan berhasil dalam berbagai bidang kehidupan, baik
di dunia politik, pemerintahan dan keniagaan, menunjukkan bahwa hal menonjol yang
membedakan mereka dari orang lain terletak pada kemampuan mereka berpikir kreatif, bertindak
inovatif, dan tidak begitu saja menerima suatu kebiasaan sebagai cara terbaik.

Memang sifat yang kreatif dan inovatif bukannya tanpa risiko. Akan tetapi justru keberanian
mengambil risiko itulah yang turut membedakan seorang yang berhasil dan yang tidak atau
kurang berhsasil. Bahkan ilmuwan-ilmuwan yang punya nama besar, seperti Einstein misalnya,
yang menemukan teori-teori baru, dengan dampaknya yang sangat luas bagi kehidupan umat
manusia, adalah mereka yang selalu mempertanyakan "kebenaran" teori-teori lama, melakukan
observasi yang cermat terhadap fenomena alamiah dan sosial, melakukan eksperimen dan
mengemukakan hasil-hasil eksperimennya yang bisa saja pada mulanya mendapat tantangan, dan
bahkan kegagalan. Akan tetapi tantangan dan kegagalan itu justru digunakan untuk lebih
meningkatkan kreativitas dan inovasinya. Prinsip yang sama berlaku pula bagi para manajer.

Keenam, kesiapan dan kesediaan menggunakan berbagai Teknik pemecahan masalah. Seorang
manajer yang menghadapi masalah yang kompleks hendaknya terbuka terhadap penggunaan
beragam teknik. Terpukau pada satu atau beberapa teknik tertentu saja belum menjamin
keberhasilan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan, bahwa tidak ada masalah kompleks yang hanya
disebabkan oleh satu faktor saja. Misalnya dalam hal menurunnya volume penjualan sesuatu
produk tertentu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Manajer yang bertanggung jawab di
bidang penjualan perlu meneliti berbagai segi mengapa terjadi demikian. Di antara faktor-faktor
yang mungkin menjadi penyebabnya, seperti kurang trampilnya para tenaga penjual, perubahan
yang terjadi dalam selera para konsumen, timbulnya produk sejenis yang dihasilkan oleh
perusahaan lain, persaingan yang tidak sehat di kalangan berbagai perusahaan yang
menghasilkan barang sejenis, pelayanan purnajual, perlu dikenali dan diwaspadai. Masing-
masing faktor penyebab tersebut memerlukan teknik tersendiri untuk mengatasinya. Jika ternyata
faktor penyebab adalah kurang trampilnya para tenaga penjual, mungkin teknik pemecahannya
akan berkisar pada penyelenggaraan pendidikan dan latihan yang sesuai dengan tuntutan tugas.
Jika menurunnya volume penjualan merupakan akibat pergeseran selera para konsumen, yang
diperlukan ialah penelitian mengapa pergeseran itu terjadi. Kalau persaingan yang semakin ketat
yang menjadi faktor penyebabnya, maka strategi pemasaran dan promosi yang perlu dipikirkan.
Kalau masalahnya terletak pada pelayanan purnajual, teknik pemecahannya pun harus lain dari
pendekatan-pendekatan yang telah disir.ggung di muka. Demikian seterusnya.

Akhirnya perlu disadari, bahwa seorang manajer tidak seyogyanya berpandangan, akan ada
"kunci wasiat" tertentu yang dapat membuka "semua jenis pintu" pemecahan masalah yang
berlaku dengan tingkat efektivitas yang sama bagi semua jenis masalah yang dihadapi oleh
organisasi. Pemahaman tentang berbagai teknik pemecahan masalah merupakan modal yang
sangat penting. Satu sisi dari teknik tersebut bersifat ilmiah. Sisi lain sering bersifat nonilmiah
karena didasarkan pada daya pikir yang kreatif, intuitif, dan bahkan emosional. Kedua sisi perlu
digabungkan secara tepat. Baik dalam memecahkan masalah-masalah yang sifatnya teknis
maupun masalah-masalah yang sifatnya nonteknis, penggabungan demikian mutlak perlu.

Anda mungkin juga menyukai