Anda di halaman 1dari 83

1

DAFTAR ISI

HALAMAN
Bab I : Perubahan Mindset ……………………………………………………… 3
Bab II : Platform Merdeka Mengajar ……………………………………………. 9
Bab III : Gerakan Sekolah Menyenangkan……………………………………….. 26
Bab IV: Aktivasi Kognitif ……………………………………………………….. 42
Bab V : Penerapan Praktik Inovatif ……………………………………………… 63
Bab VI: Perundungan ……………………………………………………………. 72

2
BAB I
PERUBAHAN MINDSET
A. Tujuan Pembelajaran
Meningkatkan pemahaman peserta diklat terhadap konsepsi mindset dan pentingnya
melakukan perubahan mindset untuk meningkatkan kinerja sebagai guru yang professional.

B. Uraian Materi
1. Konsepsi Mindset
Mindset Adalah posisi atau pandangan mental seseorang yang mempengaruhi pendekatan
orang tersebut dalam menghadapi suatu fenomena. Mindset terdiri dari seperangkat asumsi,
metode atau catatan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang tertanam dengan sangat
kuat. Menurut Mulyadi “2007:71”, mindset merupakan sikap mental mapan yang dibentuk
melalui pendidikan, pengalaman dan prasangka.
Mindset atau pola pikir adalah pola yang menetap dalam pikiran bawah sadar seseorang.
Keyakinan merupakan bagian dari pola pikir (Sandy, 2006). Apakah pikiran bawah sadar itu?
Mel sandy dalam bukunya The Piece of Mind mengatakan bahwa pikiran bawah sadar adalah
gudang dimana seluruh informasi tersimpan. Pengalaman yang direkam dalam pikiran bawah
sadar inilah yang membentuk pola pikir seseorang. Rekaman bawah sadar ini berasal dari
lingkungan dimana dia berada, baik lingkungan keluarga, lingkungan sosial, adat istiadat, serta
lingkungan pergaulan. Mindset adalah inti dari self learning atau pembelajaran diri. Inilah yang
menentukan bagaimana memandang sebuah potensi, kecerdasan, tantangan dan peluang sebagai
sebuah proses yang harus diupayakan dengan ketekunan, kerja keras, dan usaha untuk
tercapainya tujuan (Darmawan, 2009).
Langkah awal untuk mengubah mindset adalah mengubah belief. Piaget, bapak psikologi
perkembangan, menyimpulan bahwa sistem kepercayaan (belief system) memainkan peranan
yang penting dibandingkan kemampuan berpikir logis membentuk mindset seseorang.
"Pertanyaannya adalah pola pikir yang bagaimanakah yang terekam dalam diri seseorang? Hal
ini sangat tergantung dari input yang masuk ke dalam otak seseorang. Pola pikir yang sudah
mengakar dalam dirinya tersebut akan terlihat dalam pola perilakunya sehari-hari. Oleh karena
itu faktor dominan yang membentuk pola pikir ini dapat memicu pelaksanaan pekerjaan
sekaligus juga menghambat pelaksanaan pekerjaan. Untuk meneropong masa depan berawal dari
membangun mindset. Ada banyak hal, termasuk tantangan, pilihan dan menentukan arah sesuai
keinginan melihat masa depan.

3
Pakar psikologi Gardner Howard (2007) menuangkan ide dalam bukunya "Five Mind for
the Future", ada lima hal yang menjadi pertimbangan yaitu :
a) Discipline Mind.
Kerangka Dasar atau Kerangka Utama Kecerdasan/ Pemikiran. Seseorang harus memiliki
paling tidak satu disiplin ilmu atau kerangka berpikir yang sangat dikuasai untuk
memecahkan masalah di segala hal. Disciplin Mind juga berarti seseorang harus selalu
melatih keahliannya tersebut untuk meningkatkan performansinya. Keahlian itu sendiri tidak
bisa dicapai dalam waktu singkat, butuh waktu. Namun seiring sejalan peningkatan dan
penambahan area keahlian seseorang maka pemecahan masalah pun bisa lebih terarah dan
lebih mudah jika menerapkan discipline mind tersebut karena dilandasi oleh kerangka berpikir
yang tepat dan keahlian yang mumpuni.
b) Synthesizing Mind.
Mensinergikan Ide dan Pemikiran dari Disiplin IImu Yang Berbeda Seseorang harus mampu
menggabungkan berbagai pola pemikiran dan disiplin ilmu agar dapat mengumpulkan
informasi dan pengetahuan seluasnya dari berbagai macam sumber serta melahirkan berbagai
macam ide dan ilmu pengetahuan baru yang bermanfaat. Oleh karenanya seseorang dituntut
untuk dapat mensinergikan berbagai macam disiplin ilmu, pengetahuan, serta kerangka
berpikir. Kemampuan untuk mensinergikan tersebut sangatlah vital untuk masa sekarang dan
masa depan karena merupakan keahlian dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
yang inovatif.
c) Creativity Mind.
Membuka Tabir dan Memecahkan Masalah Melalui Kreativitas dan Ide Inovatif Seseorang
dituntut harus memiliki kreativitas berpikir. Kreativitas tersebut digunakan untuk membantu
pemecahan masalah diluar cara yang sudah ditentukan sebagai alternative pemecahan masalah
juga kemampuan membuat terobosan baru. Kreatifitas disini juga adalah suatu kemampuan
menciptakan sesuatu yang tidak bisa diidentifkasi komponennya. Kreativitas tidak terbatas
dan tidak dapat dibatasi sehingga diharapakan para pemimpin sangat mengerti akan kunci
kreativitas berpikir tersebut sehingga dapat respek akan ide-ide kreatif, membuka ruang dan
kesempatan serta menciptakan atmosfer yang mendukung.
d) Respectful Mind (Penghargaan Perbedaan Dengan Orang Lain).
Seseorang yang harus memiliki respectful mind agar dapat menerima dan menghargai
pendapat dan perbedaan dengan orang lain, agar dapat bekerja sama, dan mampu menciptakan
suasana keterbukaan dan hubungan timbal-balik serta tenggang rasa dan toleransi. Sangat
penting untuk ditanamkan pemikiran bahwa hak dan kewajiban serta kemauan seseorang itu
4
terbatas oleh hak, kewajiban, dan kemauan orang lain. Sehingga apabila pemikiran itu bisa
diterapkan maka setiap orang sudah memiliki respectful mind yang diharapkan. Pekerjaan
yang dilakukan dalam tim pun dapat secara langsung atau tidak langsung membangun
respectful mind orang-orang yang terlibat di dalamnya. dan bukan tidak mungkin kekuatan
kerja dari tim tersebut bisa berkurang atau hilang sehingga gagal jika tidak memiliki
respectful mind yang tinggi.
e) Ethical Mind.
Berpikir untuk orang lain demi kepentingan bersama adalah kemampuan/ kecerdasan
seseorang untuk berpikir diluar keinginan pribadi dan diluar kemampuan diri yang telah
dimiliki. Sebenamya ethical mind ini sangat erat hubungannya dengan respectful mind dan
synthesizing mind, serta creativity mind. Seperti dasar pemikiran respectful mind bahwa hak,
kewajiban, serta kemauan seseorang terbatas oleh hal yang sama dari orang lain, maka ethical
mind pun seperti itu sehingga dia sangat tahu dimana menempatkan diri dan bersikap serta
apa yang boleh dan dapat diperbuatnya. Seseorang yang memiliki ethical mind itu tentunya
sangatlah cerdas karena dia harus dapat respect ke lingkungan sekitar sehingga dengan
kemampuannya dapat bekerja sama dan mensinergikan berbagai pengetahuan dipadu dengan
creativity mind yang dimiliki. dia juga sangat tahu bagaimana caranya menerapkan segala
pemikirannya pada lingkungannya dimana hal ini dimungkinkan karena dia memiliki
pengetahuan di luar kemampuan yang sudah dimiliki sendiri tersebut (Ridzal, 2012).

Pola berpikir seseorang biasanya mengikuti cara pola berpikir kebanyakan orang yaitu
pola pikir mengejar penghargaan/ membela diri/ membuat alasan-alasan/ mengucilkan diri, dan
lain- lain. Ada beberapa jenis pola pikir yang dimiliki oleh seseorang antara lain; orang yang
memiliki pola pikir membenci diri sendiri, birokrat/ dogmatik, konstruktif, realistis, Taoisme,
dan mandiri. Setiap saat seseorang dapat menentukan pilihan untuk mengubah pola pikir
apakah akan tetap dengan pola pikir yang positif atau pola pikir yang negatif. Pola pikir yang
merusak diri ternyata dapat diubah sehingga dapat bekerja dengan lebih baik, dapat
menguatkan sesama, pemaaf, mandiri, dapat mengekspresikan diri dan punya cita-cita.

2. Jenis-Jenis Mindset
Carol Dweck “2006” menyatakan bahwa terdapat dua macam Mindset yaitu:
a) Fixed Mindset “Mindset Tetap”
Mindset tetap “Fixed mindset” ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-kualitas
seseorang sudah ditetapkan. Jika seseorang memiliki sejumlah inteligensi tertentu,

5
kepribadian tertentu dan karakter moral tertentu. Ciri-ciri dari orang dengan mindset tetap
“fixed mindset” ialah sebagai berikut:
1. Memiliki keyakinan bahwa inteligensi, bakat, sifat ialah sebagai fungsi
hereditas/keturunan.
2. Menghindari adanya tantangan.
3. Mudah menyerah.
4. Mengganggap usaha tidak ada gunanya.
5. Mengabaikan kritik.
6. Merasa terancam dengan kesuksesan orang lain.
b) Growth Mindset “Mindset Berkembang”
Mindset berkembang “growth mindset” ini didasarkan pada kepercayaan bahwa kualitas-
kualitas dasar seseorang ialah hal-hal yang dapat diolah melalui upaya-upaya tertentu.
Meskipun manusia mungkin berbeda dalam segala hal, dalam bakat dan kemampuan awal,
minat atau temperamen setiap orang dapat berubah dan berkembang melalui perlakukan
dan pengalaman.
Ciri-ciri dari orang dengan mindset berkembang “growth mindset” ialah sebagai berikut:
 Memiliki keyakinan bahwa intelegensi, bakat dan sifat bukan merupakan fungsi,
hereditas/keturunan.
 Menerima tantangan dan bersungguh-sungguh menjalankannya.
 Tetap berpandangan ke depan dari kegagalan.
 Berpandangan positif terhadap usaha.
 Belajar dari kritik.
 Menemukan pelajaran dan mendapatkan inspirasi dari kesuksesan orang lain
3. Cara Membentuk dan Mengubah Mindset
Untuk membentuk mindset dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
 Trendwatching
Pada tahap ini manajemen puncak melakukan pengamatan berbagai tren pemacu
perubahan yang akan terjadi dimasa depan.
 Perumusan Paradigma
Oleh karena lingkungan organisasi di gambarkan karakteristiknya sebagai lingkungan
didalamnya customer, maka paradigma yang sesuai dengan lingkungan custome value
strategy, suatu pandangan untuk bertumbuh ditentukan oleh kemampuan organisasi
tersebut dalam menyediakan value terbaik bagi customer.
 Perumusan Mindset
6
Mindset terdiri dari tiga komponen: paradigma, keyakinan dasar dan nilai dasar. Oleh
karena itu dalam merumuskan mindset, setelah paradigma dirumuskan, kemudian
dirumuskan keyakinan dasar dan nilai dasar yang sesuai dengan paradigma tersebut.
Berdasarkan paradigma customer valuestrategy, kemudian dibangun custimer valur
mindset dan berdasarkan paradigma pula continious improvement dibentuk dalam dua
mindset: continious improvement mindset dan opportunity mindset.

Mengapa diperlukan perubahan terhadap mindset? Perubahan mindset diperlukan karena


dengan adanya perubahan mindset diharapkan guru mampu mengembangkan mindset yang
positif dan meminimalisasi mindset yang negatif. Ini berarti akan mensukseskan tugas dan
peranan guru untuk meningkatkan kualitas pendidik.
Pernahkah anda mengalami krisis kepercayaan diri atau dalam bahasa sehari-hari "tidak
pede" dalam menghadapi suatu situasi atau persoalan? Hampir setiap orang pasti pernah
mengalami krisis kepercayaan diri dalam rentang kehidupannya, sejak masih anak-anak hingga
dewasa bahkan sampai usia lanjut. Hilangnya rasa pede tentu menjadi sesuatu yang sangat
mengganggu, terlebih ketika dihadapkan pada tantangan ataupun situasi baru. Ada yang berkata:
"kok saya tidak seperti dia, yang selalu percaya diri... rasanya selalu saja ada yang kurang dari
diri saya ... saya malu menjadi diri saya? Jika menginginkan perubahan kecil, garaplah perilaku
anda. Jika menghendaki perubahan besar dan mendasar, garaplah mindset anda (Dweck, 2007).
Salah satu wujud dari perubahan pola pikir bagi guru dapat dimulai dari 5 (lima) pilar dasar
seperti yang tertuang dalam Fifth Diciplin (Senge, 1996), yaitu: Personal Mastery, Mental Model,
Share Vision, Learning Organization dan System Thinking. Untuk pemberdayaan kemampuan
berpikir, Bobbu de Porter (2000) dalam bukunya "Quantum Learning" mengemukakan kiat-kiat
jitu untuk berpikir kreatif sebagai berikut:
a) Ingatlah kesuksesan anda di masa lalu, baik yang biasa maupun yang menakjubkan. Jika
pernah berhasil, anda yakin pasti mampu melakukanya lagi. Ingatkanlah diri anda tentang hal
itu pada saat anda menggarap suatu tantangan.
b) Yakinlah bahwa hal ini bisa menjadi hari terobosan, jalani hari anda dengan keyakinan bahwa
sesuatu dapat terjadi untuk mengubah segalanya. Dengan cara itu, jika sesuatu itu benar-benar
muncul, maka anda akan siap menerimanya.
c) Latihlah kreatifitas anda dengan permainan mental. Otak anda seperti bagian tubuh anda
lainnya, berfungsi lebih baik dan lancer bila selalu dijaga dalam keadaan prima.
Berikut ini disajikan beberapa saran untuk melakukan permainan mental sebagai berikut: 1)
Ingatlah bahwa kegagalan membawa pada keberhasilan
7
2) Banyak ilmuan terkenal didunia bergelut dalam solusi-solusi gagal yang tak terhitung
jumlahnya sebelum menemukan satu yang berhasil. Beranilah untuk menqarnbil resiko salah
agar mencapakeberhasilan
3) Raihlah impian dan fantast anda. Seringkali mimpi dan fantasi merupakan hasil dari pikiran
bawah sadar anda yang bekerja untuk mendapatkan solusi suatu masalah. Berikan nilai untuk
hal-hal tersebut, walaupun semua itu tampak tidak berhubungan karena gagasan-gagasan
revolusioner.
4) Kumpulkan pengetahuan dari tempat lain. Ketika bekerja dengan situasi menantang, lihatlah
tempat-tempat lain dalam kehidupan anda dan cobalah untuk melihat kesamaan kesamaannya.
Mungkin sesuatu yang berhasil untuk suatu jenis masalah dapat digunakan untuk masalah
yang sedang anda hadapi saat ini; Banyak orang- orang yang berpikiran kreatif, nampaknya
selalu menyimpang dari jalur yang biasanya. Sejalan dengan hal itu ia dihadapkan pada
berbagai resiko. Akan tetapi setelah pola berpikirnya menghasilkan buah pikiran baru yang
lebih baik, barulah ia mendapat pengakuan "kreatif'.
Change Your Thinking ( Ubahlah Pikiran Anda)
a) Bila Anda Mengubah pikiran Anda, Anda mengubah keyakinan diri Anda
b) Bila Anda mengubah keyakinan diri Anda, Anda mengubah harapan-harapan Anda
c) Bila Anda mengubah harapan-harapan Anda, Anda Mengubah sikap Anda
d) Bila Anda mengubah Sikap Anda, Anda akan mengubah Tingkah Laku Anda
e) Bila Anda mengubah Tingkah Laku Anda, Anda Mengubah Kinerja Anda
f) Bila Anda mengubah Kinerja Anda, Anda telah mengubah Nasib Anda
g) Bila Anda mengubah Nasib Anda, Anda telah mengubah Hidup Anda.

BAB II
PLATFORM MERDEKA MENGAJAR (PMM)

A. Tujuan Pembelajaran
8
Dalam mempelajari materi ini bertujuan:
1. Peserta mampu menjelaskan platform merdeka mengajar yang mendukung pembelajaran.
2. Peserta mampu mempraktikkan platform merdeka mengajar dalam menunjang
pembelajaran peserta didik.

B. Uraian Materi
Platform Merdeka Mengajar dipersembahkan untuk mempermudah guru mengajar sesuai
kemampuan murid, menyediakan pelatihan untuk tingkatkan kompetensi, serta berkarya
untuk menginspirasi rekan sejawat. Jadi secara umum platform Merdeka mengajar
merupakan salah satu platform teknologi yang disediakan untuk mendukung para guru agar
dapat mengajar lebih baik, meningkatkan kompetensinya, dan berkembang secara karier.

Platform Merdeka Mengajar merupakan platform teknologi yang disediakan untuk


menjadi teman penggerak bagi guru dan kepala sekolah dalam mengajar,
belajar, dan berkarya. Platform Merdeka Mengajar dibangun untuk menunjang
penerapan Kurikulum Merdeka agar dapat membantu guru dalam mendapatkan
referensi, inspirasi, dan pemahaman dalam menerapkan Kurikulum Merdeka.

Ruang Lingkup pada Platform Merdeka Mengajar


Menu Pengembangan Guru meliputi:
1. Video Inspirasi, yang berisi kumpulan video inspiratif yang dibuat oleh
Kemendikbudristek dan para ahli, sebagai referensi untuk meningkatkan kompetensi
Anda sebagai tenaga pendidik. Informasi lebih lanjut tentang Video Inspirasi dapat
dilihat di dalam tautan https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/categories/6090346861209-Video-Inspirasi
2. Pelatihan Mandiri, yang memuat berbagai materi pelatihan yang dibuat singkat, agar
Anda bisa melakukan pelatihan secara mandiri, kapan pun dan di mana pun. Informasi
lebih lanjut tentang Pelatihan Mandiri dapat dilihat di dalam tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/categories/4723910874777-
Pelatihan-Mandiri
3. Bukti Karya, yang berfungsi sebagai tempat dokumentasi karya Anda untuk
menggambarkan kinerja, kompetensi, serta prestasi yang dicapai selama menjalankan
profesi guru maupun kepala sekolah. Informasi lebih lanjut tentang Bukti Karya dapat

9
dilihat di dalam tautan https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/categories/6090384026905-Bukti-Karya
4. Komunitas, yang berisi berbagai macam komunitas belajar di seluruh Indonesia dan
dapat digunakan guru untuk berbagi praktik baik dan sarana belajar juga diskusi
bersama dengan guru lainnya. Informasi lebih lanjut tentang Komunitas dapat dilihat
di dalam tautan https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/categories/7938415066905-Komunitas

Menu Kegiatan Belajar Mengajar meliputi:


1. Asesmen Murid, yang berisi kumpulan paket soal asesmen diagnostik berdasarkan
fase dan mata pelajaran tertentu, untuk membantu Anda mendapatkan informasi dari
proses dan hasil pembelajaran murid. Informasi lebih lanjut tentang Asesmen Murid
dapat dilihat di dalam tautan https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/categories/6090355866521-Asesmen-Murid
2. Perangkat Ajar, yang memuat berbagai materi pengajaran untuk mendukung
kegiatan belajar mengajar Anda, seperti bahan ajar, modul ajar, modul proyek, atau
buku teks. Informasi lebih lanjut tentang Perangkat Ajar dapat dilihat di dalam tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/categories/6090424508441-
Perangkat-Ajar

C. Pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar


Platform Merdeka Mengajar hadir sebagai pendekatan High-tech yang dapat membantu guru
dalam mendapatkan referensi, inspirasi, pemahaman serta pelatihan secara mandiri untuk
menerapkan Kurikulum Merdeka. Platform Merdeka Mengajar adalah platform edukasi yang
menjadi teman penggerak untuk guru dalam mewujudkan Pelajar Pancasila serta mendukung
guru untuk mengajar, belajar dan berkarya lebih baik lagi. Saat ini platform Merdeka
Mengajar tersedia di Google Play Store dan dapat diinstal/diunduh pada
perangkat Android minimal versi 5 (Lollipop) ke atas. Bagi Anda yang tidak memiliki
perangkat Android, dapat mengakses platform Merdeka Mengajar melalui web browser di
laptop atau ponsel pintar Anda dengan alamat https://guru.kemdikbud.go.id/.

Seperti yang dijabarkan diatas bahwa Platform Merdeka Mengajar tersedia di website dan
android. Dengan demikian, dalam mengakses Platform Merdeka Mengajar memiliki dua cara
yang bisa dilakukan yakni:
10
1. Mengakses menggunakan browser dengan masuk ke laman https://guru.kemdikbud.go.id/

Website : https://guru.kemdikbud.go.id/

2. Mengakses menggunakan android dengan menginstal aplikasi Merdeka Mengajar pada


Playstore.

Aplikasi Merdeka Mengajar di


Android Play Store
Minimal Android Version 5.0 (Lollipop)

Pada dasarnya platform Merdeka Mengajar versi situs web tidak jauh berbeda dengan
versi Android. Namun, platform Merdeka Mengajar versi situs web belum tersedia
menu Info Terkini. Selain itu, tampilan halaman utama platform Merdeka Mengajar
versi situs web juga berbeda dengan halaman utama pada versi Android. Namun jangan
11
khawatir, tidak ada perbedaan cara penggunaan menu Video Inspirasi, Asesmen Murid,
Perangkat Ajar, Pelatihan Mandiri, dan Bukti Karya, Komunitas.
Untuk mengakses seluruh layanan pada Platform Merdeka Mengajar, maka pengguna akan
diarahkan untuk login menggunakan akun belajar. Dalam memanfaatkan seluruh layanan
pada platform merdeka mengajar maka dapatkan akun belajar dengan mengakses belajar.id
atau menghubungi operator dapodik di sekolah masing-masing dan lakukan aktivasi terhadap
akun yang diberikan.

Platform Merdeka Mengajar adalah platform yang diperuntukkan bagi guru dan kepala
sekolah. Oleh karena itu, untuk mendapatkan manfaat platform secara keseluruhan Anda
memerlukan akses masuk/login dengan:
a. Akun Belajar.id (contoh: namaakun@guru.smp.belajar.id) bagi guru dan kepala
sekolah yang berada di bawah naungan Kemendikbudristek dan terdata di Dapodik.
b. Akun madrasah (contoh: namaakun@madrasah.kemenag.go.id) bagi guru madrasah
yang berada di bawah naungan Kemenag.
Informasi lebih lanjut mengenai daftar domain Akun Belajar.id yang bisa masuk/login ke
Platform Merdeka Mengajar dapat melihat pada artikel
Daftar Domain Akun Belajar.id Milik PTK yang Bisa Masuk/Login ke Platform Merdeka
Mengajar.
Dalam menu Aplikasi Platform Merdeka Mengajar berdasarkan manfaatnya terdiri dari 2
jenis yakni: Pengembangan Guru dan Kegiatan Belajar Mengajar.
Menu Pengembangan Guru meliputi:
1. Video Inspirasi
2. Pelatihan Mandiri
3. Bukti Karya
4. Komunitas
Menu Kegiatan Belajar Mengajar meliputi:
1. Asesmen Murid
2. Perangkat Ajar

Dari informasi di atas akan dijabarkan satu persatu yang terdapat di setiap menu tersebut
sehingga para pengguna dapat memanfaatkannya sesuai dengan petunjuk yang tersedia di
setiap menu tersebut. Platform Merdeka Mengajar dari setiap menu yang disediakan

12
sebagai pendukung proses belajar bersama di kelas sehingga pembelajaran dapat menjadi
lebih kreatif, bermakna, dan berpusat pada murid.
1. Video Inspirasi
Video Inspirasi merupakan bagian dari platform Merdeka Mengajar, yang berisi
kumpulan video inspiratif yang dibuat oleh Kemendikbudristek dan para ahli. Beragam
video dengan berbagai tema ini sudah dikurasi dan dapat digunakan sebagai referensi
untuk meningkatkan kompetensi sebagai tenaga pendidik, baik dalam aspek professional
maupun personal. Pengguna dapat mengakses Video Inspirasi tanpa harus masuk/login ke
platform Merdeka Mengajar.

Video Inspirasi disediakan untuk pengguna agar mendapatkan referensi


pengembangan kompetensi dari para ahli. Jika pengguna ingin mengunggah video
terkait pembelajaran yang dapat menginspirasi rekan guru lainnya, maka dapat
mengunggahnya melalui Bukti Karya.

Selanjutnya, pengguna dapat membagikan video inspirasi dengan melihat caranya


seperti berikut:
c. Pilih video yang ingin dibagikan
d. Klik Bagikan Video di bagian bawah layar
e. Selanjutnya, tautan video dapat dibagikan melalui berbagai kanal media sosial
Dalam mengakses Video Inspirasi tanpa masuk/login ke Platform Merdeka Mengajar,
dengan cara sebagai berikut:
a. Buka Video Inspirasi pada laman Beranda Platform Merdeka Mengajar.
b. Berbagai topik video akan muncul dan dapat pilih topik yang diinginkan.
c. Untuk melihat detail Video Inspirasi, masuk ke Video Inspirasi kemudian pilih topik
yang diminati, Klik Baca Selengkapnya untuk melihat informasi mengenai topik
video tersebut. Detail topik Video Inspirasi akan muncul. Klik ikon X untuk Kembali
ke laman sebelumnya.

2. Pelatihan Mandiri
Pelatihan Mandiri memuat berbagai materi pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
sebagai pendidik. Materi dibuat singkat untuk memudahkan dalam melakukan pelatihan
secara mandiri, kapan pun dan dimana pun melalui gawai Android yang terkoneksi
dengan internet.
13
Semua guru dan kepala sekolah yang memiliki akses masuk/login ke platform
Merdeka Mengajar dapat mengakses Pelatihan Mandiri. Informasi masuk/login ke
platform Merdeka Mengajar. Setiap topik pelatihan memiliki jumlah dan tipe modul
yang berbeda-beda sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelatihan
juga bervariasi. Namun, setiap modul dan materi dirancang untuk dapat dipelajari
secara singkat.

Melalui Pelatihan Mandiri, Beragam materi dapat dipelajari untuk meningkatkan


kompetensi professional sebagai pendidik. Keunggulan materi pada Pelatihan Mandiri
adalah:
a. Materi dirancang oleh para ahli agar relevan dan dapat diterapkan dalam kegiatan
belajar mengajar sehari-hari.
b. Materi dirancang singkat untuk memudahkan dalam melakukan pelatihan secara
mandiri, kapan pun dan dimana pun.

Pada Tahapan dalam Mengerjakan Pelatihan Mandiri, untuk menyelesaikan satu topik
Pelatihan Mandiri dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni:
a. Pelajari dan selesaikan semua modul yang ada dalam topik tersebut. Setiap modul
memiliki materi, aktivitas, serta Post Test yang perlu dipelajari dan dikerjakan.
b. Laksanakan Aksi Nyata untuk mendemonstrasikan pemahaman dari semua modul
yang dipelajari dalam satu topik. Kemudian, tuangkan Aksi Nyata ke dalam
dokumen tertulis dalam format PDF (maksimal 10 MB) dan unggah ke Platform
Merdeka Mengajar.

Pada alur mendapatkan sertifikat Pelatihan Mandiri dapat dijabarkan berikut ini:
a. Kerjakan satu topik Pelatihan Mandiri mulai dari mempelajari materi modul,
mengerjakan post test dengan hasil penguasaan pemahaman sangat baik, hingga
mengunggah Aksi Nyata.
b. Aksi Nyata akan divalidasi oleh tim platform Merdeka Mengajar. Selanjutnya, dapat
dipantau hasil validasi secara mandiri melalui status sertifikat pada halaman Topik
Pelatihan Mandiri.

14
c. Jika Aksi Nyata dinyatakan lulus validasi, maka bisa mendapatkan sertifikat
Pelatihan Mandiri. Sertifikat berupa e-certificate yang bisa diunduh langsung dari
halaman Pelatihan Mandiri.
d. Jika Aksi Nyata tidak lulus validasi, jangan khawatir karena dapat merevisi Aksi
Nyata dan mengunggah Kembali ke Platform Merdeka Mengajar untuk divalidasi.

Aksi Nyata merupakan aktivitas terakhir untuk menyelesaikan satu topik Pelatihan
Mandiri. Aksi Nyata juga merupakan bentuk praktik pemahaman terhadap topik yang
dipelajari dalam Pelatihan Mandiri. Melalui Aksi Nyata, pengguna bisa mencoba
mengimplementasikan teori yang telah dipelajari dalam Pelatihan Mandiri dan
mendemonstrasikan pemahaman dan penguasaan materi.

3. Bukti Karya
Bukti Karya merupakan tempat mendokumentasikan karya Guru dan Kepala Sekolah.
Karya yang dibuat menggambarkan kinerja, kompetensi, serta prestasi yang dicapai
selama menjalankan profesi guru maupun kepala sekolah. Karya yang telah disimpan ke
Bukti Karya dapat diakses oleh rekan sejawat melalui tautan yang dibagikan. Karya yang
ditambahkan berbentuk video dan dokumen (PDF)

Melalui Bukti Karya, dapat dilakukan sebagai berikut:


a. Menyimpan dan mengelola rekam jejak dalam melaksanakan tugas utama, sebagai
penunjang dalam pengembangan diri dan karier.
b. Berbagi karya dengan rekan sejawat agar saling belajar dan menginspirasi.
c. Memberi dan menerima umpan balik agar dapat saling belajar praktik baik, serta
bertukar ide atau pikiran.
d. Menemukan berbagai karya rekan pendidik dari seluruh Indonesia yang dapat
dijadikan inspirasi untuk meningkatkan kompetensi.

Untuk mengakses Bukti karya, silakan pilih menu Bukti


Karya pada Beranda platform Merdeka Mengajar. Di dalam produk Bukti Karya,
terdapat 3 halaman, yakni:
a. Eksplorasi (Karya)
Dalam Eksplorasi dapat ditemukan berbagai karya video dari rekan pendidik dari
seluruh Indonesia yang dapat dijadikan inspirasi untuk meningkatkan kompetensi.
15
Karya-karya tersebut juga dapat diberikan umpan balik agar dapat saling
bertumbuh dan belajar Bersama rekan sejawat. Namun untuk saat ini belum bisa
menemukan karya dalam format dokumen (PDF).
Pada halaman Eksplorasi, terdapat dua kelompok kumpulan video dengan kriteria
berikut:
a. Inspirasi untuk Anda
Kumpulan video yang telah mendapatkan umpan balik dari rekan sejawat.
b. Butuh Masukan Anda
Kumpulan video yang belum mendapatkan umpan balik dari siapa pun. Dalam
bagian ini dapat memberikan umpan balik terhadap video-video tersebut. Cara
memberikan umpan balik dapat dilihat pada tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/7294025816729
Selanjutnya dapat mencari karya dengan menggunakan Filter dan Urutkan.
Namun, untuk menggunakan dua fitur tersebut perlu masuk/login ke platform
Merdeka Mengajar. Penggunaan filter dan urutkan dapat dilihat pada tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/7274219479577
Dalam mengakses Bukti Karya banyak sekali fitur-fitur yang tersedia. Fitur-fitur
tersebut dapat diperoleh pada tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/categories/6090384026905-
Bukti-Karya yang menjabarkan tentang Bukti Karya, Unggah Karya Saya, Pekan
Bukti Karya, Eksplorasi Rekan Karya Guru, Kelola Karya Saya. Dengan demikian,
pengguna platform merdeka mengajar yang terkait dengan Bukti Karya tersebut dapat
memperlihatkan kreatifitas dan inovatif guru dalam mengembangkan karir sebagai
pendidik.
4. Komunitas
Komunitas pada platform Merdeka Mengajar adalah sebuah wadah yang dapat digunakan
oleh guru untuk berbagi praktik baik dan sarana belajar, juga diskusi Bersama guru lain
di seluruh Indonesia. Komunitas belajar yang terdaftar di platform Merdeka Mengajar
sudah dikurasi oleh tim Kemendikbudristek. Guru dapat mengikuti kegiatan daring dari
komunitas yang diikuti, baik komunitas di dalam satu daerah maupun dari daerah lain.

Komunitas Belajar adalah sekelompok guru, tenaga kependidikan, dan pendidik yang
memiliki semangat dan kepedulian yang sama terhadap transformasi pembelajaran dalam
implementasi Kurikulum Merdeka dan ingin menerapkan Kurikulum Merdeka dengan
16
lebih baik di satuan pendidikan melalui interaksi secara rutin dalam wadah dimana
mereka berpartisipasi aktif.
Melalui Komunitas, guru dapat:
a. Saling terkoneksi dengan guru lain se-Indonesia dalam sebuah Komunitas Belajar
b. Saling berbagi praktik baik dan menjadi teman belajar juga berdiskusi terkait hal-
hal baru
c. Belajar langsung kepada Narasumber yang dapat diundang ke sekolah atau
komunitas, guna membantu proses Implementasi Kurikulum Merdeka.
Di dalam menu Komunitas, terdapat 4 halaman berikut:
a. Untuk Anda (Komunitas)
Pada halaman ini, pengguna akan melihat daftar komunitas yang diikuti. Selain itu,
juga bisa melihat jadwal webinar yang diselenggarakan oleh komunitas yang
diikuti, dan jadwal webinar di mana pengguna sudah mendaftarkan diri sebagai
peserta.

b. Webinar (Komunitas)
Pada halaman ini, pengguna akan melihat jadwal webinar yang akan
diselenggarakan oleh semua komunitas yang terdaftar di platform Merdeka
Mengajar. Silakan mendaftar untuk mengikuti webinar tersebut. Cara mendaftar
webinar dapat dilihat pada tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/8161269145753

c. Komunitas
Pada halaman ini, terdapat daftar komunitas belajar yang bisa pengguna ikuti.
Pengguna bisa melakukan eksplorasi Komunitas belajar
berdasarkan provinsi dan jenjang. Informasi lebih lanjut tentang halaman
komunitas dapat dilihat pada tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/sections/8157806167577-
Eksplorasi-Komunitas

d. Narasumber
Pada halaman Narasumber, kepala sekolah bisa mengundang narasumber ke
sekolah untuk mendengar cerita dan praktik baik Implementasi Kurikulum
Merdeka. Informasi lebih lanjut mengenai Narasumber dapat dilihat pada tautan
17
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/sections/8153936870169-
Narasumber
Komunitas Belajar dapat memiliki bentuk yang beragam, seperti:
 Dapat bergerak secara daring atau luring
 Dapat beranggotakan guru atau kepala sekolah dari jenjang yang sama atau lintas
jenjang
 Dapat beranggotakan pendidik dari satu mata pelajaran yang sama atau lintas mata
pelajaran
 Dapat dikelola oleh Dinas Pendidikan, organisasi masyarakat, atau secara mandiri
oleh anggota
 Contoh Komunitas Belajar adalah MGMP, KKG, PKG, MKKS, KKKS, Komunitas
Guru Belajar Nusantara, Komunitas Belajar Guru Penggerak, Komunitas Guru
Pecinta Literasi, Komunitas Guru Main STREAM dan banyak lainnya

Komunitas Belajar yang diharapkan dapat bergabung menjadi Komunitas Belajar yang
terlibat dalam implementasi Kurikulum Merdeka memiliki kriteria berikut:
 Memiliki penggerak atau pengurus komunitas aktif
 Memiliki pertemuan rutin, dapat secara daring atau luring untuk mendiskusikan isu-
isu pembelajaran dan atau pengembangan diri guru
 Memiliki anggota yang sudah atau akan menerapkan Kurikulum Merdeka.

Pendaftaran Penggerak Komunitas Belajar Implementasi Kurikulum Merdeka


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengajak Komunitas
Belajar Guru, tenaga kependidikan dan pendidik lainnya untuk Bersama-sama
mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.
Komunitas Belajar berperan untuk:
 Memfasilitasi belajar Bersama tentang Kurikulum Merdeka
 Memfasilitasi diskusi untuk memecahkan masalah seputar Kurikulum Merdeka
 Memfasilitasi proses berbagi praktik baik dengan rekan sejawat tentang Implementasi
Kurikulum Merdeka
 Memfasilitasi refleksi pembelajaran rekan sejawat.
Komunitas Belajar dapat mendaftar untuk mengikuti program ini dengan melalui melalui
formulir pendaftaran yang ada pada Platform Merdeka Mengajar
(https://bit.ly/DaftarPenggerakKomunitas).
18
Pendaftaran dilakukan oleh Pengurus atau Penggerak Komunitas Belajar dengan kriteria
sebagai berikut:
 Aktif menjadi bagian dari komunitas
 Aktif mengelola komunitas belajar atau memfasilitasi proses belajar dalam komunitas
 Memiliki akun belajar.id yang sudah terdaftar
 Sudah menggunakan Platform Merdeka Mengajar
 Berkomitmen untuk memfasilitasi proses belajar rekan sejawat tentang implementasi
Kurikulum Merdeka.
Ketentuan Pendaftaran:
 Setiap Komunitas Belajar diwakili oleh 2-3 orang
 Mohon menyepakati perwakilan komunitas yang diajukan untuk mengikuti program
ini
 Setiap komunitas hanya mengisi satu formulir saja
 Pengumuman akan dikirimkan ke email belajar.id

Tahapan Belajar Penggerak Komunitas Belajar


a) Setelah mendaftarkan diri, Penggerak Komunitas diminta untuk menjalankan
beberapa rangkaian program yaitu:
b) Menghadiri webinar pembukaan untuk memahami proses pembelajaran Penggerak
Komunitas, link webinar diberikan melalui surel
c) Mempelajari Pelatihan Mandiri topik Kurikulum dan mengerjakan aksi nyata pada
Platform Merdeka Mengajar
d) Mengikuti webinar pembelajaran untuk Penggerak Komunitas setelah menyelesaikan
topik Kurikulum
e) Mempelajari Pelatihan Mandiri topik Perencanaan Pembelajaran dan mengerjakan
aksi nyata pada Platform Merdeka Mengajar
f) Merancang webinar Penggerak Komunitas Belajar secara mandiri

5. Asesmen Murid
Asesmen bukan ujian yang hasilnya bisa dijadikan standar nilai atau skor sebagai
syarat kenaikan kelas, peringkat di kelas, atau kelulusan. Asesmen dilakukan untuk
memetakan level kompetensi murid-murid di suatu kelas sehingga guru dapat
membuat rancangan pembelajaran yang lebih baik berdasarkan hasil asesmen.
19
Kesenjangan pemahaman antara satu murid dengan murid lainnya seringkali terjadi di
suatu kelas. Hal tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya
adalah level murid tersebut belum tepat dengan level atau capaian belajar yang
ditetapkan. Metode Teaching at the Right Level (Tarl) dapat menjadi jawaban dari
permasalahan tersebut. Sebab, TarL merupakan pendekatan belajar yang tidak
mengacu pada tingkat kelas, melainkan pada tingkat kemampuan murid.
Berikut hal-hal yang perlu disiapkan dan dilakukan guru dalam menerapkan metode
TaRL:
a) Melakukan asesmen kepada murid-murid di awal pembelajaran
Asesmen ini berfungsi untuk mengetahui karakteristik, potensi, dan kebutuhan
murid, agar guru tahu sampai mana tahap perkembangan dan capaian belajar
murid.
b) Perencanaan pembelajaran
Setelah mengetahui hasil dari asesmen murid-murid, guru dapat menyusun
perencanaan proses pembelajaran yang sesuai, seperti perangkat ajar apa yang
digunakan, metode, hingga pengelompokan murid sesuai tingkat kemampuan.
c) Tahap pembelajaran
Pada tahap pembelajaran, guru juga perlu melakukan asesmen secara berkala
dalam rangka mengetahui proses perkembangan yang terjadi pada murid. Selain
itu, evaluasi pembelajaran di akhir juga merupakan hal yang penting. Hal ini
berfungsi untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran dan membantu
merancang pembelajaran berikutnya.
Seperti yang kita ketahui, asesmen sangat penting dalam penerapan TarL. Oleh karena
itu, platform Merdeka Mengajar menghadirkan Asesmen Murid agar dapat
membantu guru mendapatkan informasi dari proses dan hasil pembelajaran murid.
Asesmen Murid berisi kumpulan paket soal yang telah dipetakan berdasarkan fase
dan mata pelajaran tertentu. Pengguna dapat mencari asesmen
diagnostik berdasarkan fase dan mata pelajaran untuk kemudian dibagikan kepada
murid secara daring (online) maupun luring (offline).
Asesmen yang tersedia pada Platform Merdeka Mengajar adalah asesmen
diagnostik untuk memahami level kompetensi literasi dan numerasi murid. Saat ini,
asesmen untuk kompetensi selain literasi dan numerasi masih dalam proses
penyusunan oleh tim Kemendikbudristek. Literasi dan numerasi adalah bentuk
pengelompokkan soal asesmen, bukan sebagai mata pelajaran. Asesmen Murid pada
20
platform Merdeka Mengajar adalah penunjang bagi guru yang ingin menerapkan
Teaching at the Right Level (TarL) sebagai metode pengajaran dalam Implementasi
Kurikulum Merdeka. Namun, guru diperbolehkan menggunakan soal asesmen di luar
platform Merdeka Mengajar selama bisa mendapatkan informasi mengenai
karakteristik, potensi, dan kebutuhan murid, dan mengetahui sampai mana tahap
perkembangan dan capaian belajar murid. Hasil asesmen diagnostik ditujukan
sebagai referensi berbasis data historis. Dengan demikian, pengguna dapat meninjau
kembali hasil asesmen tersebut dan dapat membandingkannya dengan hasil asesmen
di periode sebelum atau setelahnya.

Asesmen murid menyediakan rekomendasi soal asesmen berdasarkan fase (kelas)


dan mata pelajaran tertentu untuk membantu Anda melakukan asesmen kepada
murid-murid di kelas. Sebelum mempelajari bagaimana cara menemukan soal
asesmen yang tepat, mari mengenal lebih dekat menu Asesmen Murid.

Terdapat dua halaman utama pada Asesmen Murid, yaitu Pilihan


Asesmen dan Asesmen Saya di bagian bawah halaman.
a. Pada halaman Pilihan Asesmen, Anda dapat melihat rekomendasi soal asesmen
berdasarkan fase (kelas) dan mata pelajaran tertentu. Informasi lebih detail
mengenai cara mencari soal asesmen dapat dilihat pada tautan
https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/7174034884121
b. Pada halaman Asesmen Saya, guru dapat melihat soal asesmen yang telah
dibagikan ke murid-murid. Guru juga dapat melihat jumlah murid yang sudah
mengumpulkan asesmen dan memeriksa jawaban asesmen murid.
Untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan Asesmen, pengguna dapat mencari pada
tautan https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/categories/6090355866521-Asesmen-Murid yang berisikan Tentang Asesmen
Murid, Kelas, Menggunakan Asesmen Murid. Informasi-informasi yang terkait dari
fitur-fitur tersebut memberikan informasi dalam penggunaan Asesmen dalam
pembelajaran.

6. Perangkat Ajar
Perangkat Ajar pada platform Merdeka Mengajar berisi kumpulan perangkat ajar yang
dapat digunakan guru untuk mencari referensi atau inspirasi materi
21
pengajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan muridnya. Perangkat ajar
bisa berupa bahan ajar, modul ajar/RPP+, modul proyek, atau buku teks.

Melalui Perangkat Ajar, guru dapat dengan mudah menemukan inspirasi materi
pengajaran sesuai dengan mata pelajaran dan fase di mana guru mengajar. Setiap
perangkat ajar juga dilengkapi dengan alur dan capaian pembelajaran yang memudahkan
guru dalam menavigasi proses pembelajaran yang sesuai dengan prinsip Kurikulum
Merdeka.

Selanjutnya, guru diperbolehkan untuk mencetak buku teks atau menggunakannya


dalam versi digital. Buku Murid bisa diunduh untuk kemudian dibagikan kepada
murid. Pastikan buku yang dibagikan adalah Buku Murid, bukan Buku Guru. Semua
perangkat ajar yang disediakan di platform Merdeka Mengajar sudah sesuai dengan
prinsip Kurikulum Merdeka.

Khusus bagi guru yang ingin berkontribusi dalam membuat perangkat ajar, dapat
melihat informasinya pada tautan https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-
us/articles/7322610568473 yang berkenaan menjadi Kontributor Perangkat Ajar. Saat
ini, guru dapat turut serta berkontribusi dalam memperbanyak konten perangkat ajar
di platform Merdeka Mengajar. Jenis perangkat ajar yang bisa dikontribusikan
adalah modul ajar/RPP+, bahan ajar, dan modul projek. Semua perangkat ajar
yang ditulis harus berbasis Kurikulum Merdeka. Oleh karena itu, guru perlu
mempelajari materi-materi tertentu pada Pelatihan Mandiri agar bisa membuat
perangkat ajar sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka.

Berikut ini cara bergabung untuk menjadi kontributor:


a. Mengerjakan dan menyelesaikan Pelatihan Mandiri pada platform Merdeka
Mengajar hingga Aksi Nyata yang dinyatakan lulus validasi.
b. Kemudian akan menerima undangan dan panduan untuk menulis perangkat ajar di
Ruang Kolaborasi. Undangan dan panduan akan dikirimkan pada tanggal 30 setiap
bulannya ke email belajar.id. Harap cek kotak masuk atau spam.
c. Selanjutnya, menyusun dan mengunggah perangkat ajar ke Ruang Kolaborasi
secara mandiri.

22
d. Jika sudah mengunggah perangkat ajar ke Ruang Kolaborasi, proses moderasi
konten akan dilakukan oleh tim teknis.
e. Perangkat ajar terbit di platform Merdeka Mengajar.
Guru wajib mengerjakan topik-topik tertentu di Pelatihan Mandiri sebagai persyaratan
untuk menjadi kontributor. Setiap jenis perangkat ajar yang ingin dikontribusikan
memiliki ketetapan topik pelatihan yang berbeda-beda. Silakan perhatikan topik-topik
Pelatihan Mandiri yang wajib dikerjakan berdasarkan jenis perangkat ajar.
Modul Ajar/RPP+ dan Bahan Ajar
Topik yang wajib dikerjakan sampai Aksi Nyata:
a. Topik Kurikulum
b. Topik Perencanaan Pembelajaran (sesuai jenjang):
1. Perencanaan Pembelajaran PAUD
2. Perencanaan Pembelajaran SD
3. Perencanaan Pembelajaran SMP
4. Perencanaan Pembelajaran SMA/SMK
Topik pilihan yang dapat dikerjakan:
a. Topik Asesmen (sesuai jenjang):
1. Asesmen PAUD
2. Asesmen SD
3. Asesmen SMP - SMA/SMK
b. Topik Penyesuaian Pembelajaran dengan Kebutuhan dan Karakteristik Murid
(sesuai jenjang:
1. Penyesuaian Pembelajaran dengan Kebutuhan dan Karakteristik Murid PAUD
2. Penyesuaian Pembelajaran dengan Kebutuhan dan Karakteristik Murid SD
3. Penyesuaian Pembelajaran dengan Kebutuhan dan Karakteristik Murid SMP -
SMA
Modul Projek, Topik yang wajib dikerjakan sampai Aksi Nyata:
a. Topik Kurikulum
b. Topik Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (sesuai jenjang):
1. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SD
2. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SMP
3. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SMA
4. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila SMK

23
Topik pilihan yang dapat dikerjakan yakni: Topik Profil Pelajar
Pancasila. Dikerjakan sesuai dengan dimensi Profil Pancasila yang dipilih
untuk dibuat sebagai modul projek.

D. Latihan
1. Kegiatan ini dibagikan 6 kelompok. (1 kelompok terdiri 5 orang).
2. Simulasikan Platform Merdeka Mengajar pada ke enam fitur yang tersedia.
3. Pilih salah satu dari enam fitur tersebut dan kemudian dilakukan simulasi.
4. Selanjutnya presentasikan hasil dari diskusi kelompok dengan menggunakan media yang
sesuai.
5. Refleksikan dari kegiatan yang sudah disimulasikan dan hasil kegiatan tersebut.

24
BAB III
GERAKAN SEKOLAH MENYENANGKAN

A. Tujuan Pembelajaran
Peserta dapat memahami konsep gerakan sekolah menyenangkan dan
mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran di sekolah menengah kejuruan.

B. Uraian Materi
Gerakan Sekolah Menyenangkan awalnya berangkat dari Perubahan pola pikir Pendidikan
menuju paradigma Revolusi Industri 4.0 guna mendorong transformasi Pendidikan Indonesia.
Perubahan ekosistem sekolah, baik lingkungan fisik maupun sosial, merupakan aspek
fundamental yang nantinya akan berdampak pada motivasi belajar dan perilaku peserta didik.
Keterlibatan peserta didik, guru, orang tua, juga seluruh anggota sekolah menjadi awal
kolaborasi yang harmonis untuk memulai perubahan. Skema Pembelajaran abad ke-21 selalu
bermula dari masalah konkret, lalu dicari solusinya melalui projek, asesmen formatif dan
tentunya berpusat pada peserta didik ini bertujuan memberikan kompetensi yang tentunya
sesuai dengan kebutuhan masa depan.

Dalam sekolah merupakan lembaga Pendidikan formal yang mempunyai peran penting
dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
25
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya, sekolah diharapkan mampu
meningkatkan aspek intelektual, aspek emosional dan spiritual bagi peserta didik. Hal ini
menjadi kunci kesuksesan dalam Pendidikan Karakter yang berkaitan dengan aspek perilaku,
sikap, cara dan kualitas yang membedakan individu satu dengan yang lainnya. Dengan
demikian, sekolah yang merupakan tempat atau sarana dalam upaya mencapai tujuan
Pendidikan, haruslah mengedepankan kenyamanan, kesenangan dan kegembiraan.

Dari hal yang diatas, dibutuhkan sebuah konsep yang mampu menjawab tantangan zaman,
salah satunya dengan penciptaan ekosistem ramah anak dan menyenangkan. Gerakan
Sekolah Menyenangkan (GSM) adalah Gerakan “merdeka belajar” untuk menciptakan
budaya belajar yang kritis, kreatif, mandiri dan menyenangkan di sekolah. Gerakan ini
berupaya membangun kesadaran guru-guru, kepala sekolah, dan pemangku kepentingan
Pendidikan dalam merancang sekolah sebagai tempat yang menyenangkan untuk belajar.
Gerakan ini dapat terlaksana dengan maksimal apabila terjalin kerja sama yang kuat antara
guru, peserta didik, serta orang tua. Melalui tiga komponen tersebut, Gerakan Sekolah
Menyenangkan (GSM) diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk membangun
lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan efektif.

1. Hakikat Konsep Gerakan Sekolah Menyenangkan


Konsep transformasi melalui penciptaan lingkungan belajar yang menyenangkan menjadi
prinsip GSM yaitu learning environment (lingkungan belajar yang nyaman): membangun
lingkungan pembelajaran yang positif secara fisik dan sosial; pedagogical practice (model
pembelajaran yang praktis): mengutamakan model pembelajaran yang mendorong peserta
didik bereksplorasi, berefleksi dan berpikir kritis; character development (pembentukan
karakter): memantik perkembangan karakter baik peserta didik melalui lingkungan dan
model pembelajaran; dan school connectednes (pelibatan semua pihak terkait): mendorong
pelibatan semua pihak terutama wali peserta didik dan masyarakat dalam menyukseskan
proses pendidikan.

Keempat prinsip tersebut memberikan ruang bagi aktivitas fisik maupun emosi. Peserta didik
dapat merasakan interaksi yang positif dengan tumbuhnya rasa saling menghargai dalam
setiap aktivitas. Konsep ini bertujuan untuk mempromosikan pendidikan berkualitas bagi
semua kalangan dan berupaya memenuhi hak-hak peserta didik dalam setiap aspek
kehidupan secara terencana dan bertanggungjawab.
26
Selanjutnya, Gerakan Sekolah Menyenangkan merupakan gerakan akar rumput yang
mempromosikan dan membangun kesadaran guru, kepala sekolah, orang tua, dan pemangku
kebijakan pendidikan untuk membangun ekosistem sekolah sebagai tempat yang
menyenangkan untuk belajar ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup agar anak-anak
menjadi pembelajar yang adaptif, mandiri, tangkas, dan cepat menghadapi perubahan dunia
yang sangat cepat dan tak menentu.

Gerakan Sekolah Menyenangkan perlu pemahaman lebih lanjut. Kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan harus diselaraskan dengan bagaimana nanti setelah mereka lulus sekolah. Di
Sekolah Menengah Atas, gerakan tersebut tidak masalah karena pada akhirnya mereka
dikhususkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan belajar menyenangkan,
akan membuat mereka lebih mudah menyerap ilmu pelajaran.

Berbeda dengan SMK, kegiatan belajar menyenangkan harus disesuaikan dengan dunia
industri karena setelah lulus mereka juga dipersiapkan untuk bekerja selain berwirausaha dan
kuliah. Di dunia kerja, peserta didik akan berhadapan dengan orang-orang yang mungkin
tidak setipe dengan guru mereka di sekolah. Karakter orang tersebut berbeda dengan guru
mereka dengan sifat "ngemong" atau asuhnya. Bisa saja mereka akan banyak menghadapi
atasan yang temperamental.

Berbagai hal dapat dilakukan untuk menyeimbangkan antara pembelajaran yang


menyenangkan dengan tuntutan dunia industri. Pertama, adanya sosialisasi tata tertib sekolah
pada awal tahun pelajaran dengan siswa dan orangtua siswa. Selain itu adanya surat
pernyataan yang ditanda tangani peserta didik dan orang tua tentang kesanggupan untuk
mentaati peraturan. Peraturan tata tertib tersebut tentunya hasil kesepakatan antara sekolah,
dunia industri dan komite sekolah.

Sebagai penyeimbang dari kepatuhan peserta didik terhadap tata tertib sekolah, pembelajaran
harus dibuat semenarik mungkin. Pembelajaran yang akan membentuk personal dan sosial
yang dibutuhkan dalam era 4.0 dan menyongsong 5.0. Keterampilan tersebut adalah kreatif,
berpikir kritis, komunikatif dan bekerja sama. Empat keterampilan tersebut ditambah
dengan mental peserta didik yang tidak cengeng atau "tahan banting" akan membuat mereka

27
bertahan lama dalam dunia industri. Selain itu, empat keterampilan tersebut juga sangat
berguna ketika peserta disik memilih untuk kuliah atau berwirausaha.

Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) adalah wadah bagi sekolah-sekolah yang resah
dengan budaya Pendidikan saat ini. Ketika Pendidikan standarisasi dirasa tidak relevan,
sekolah-sekolah GSM mencari cara untuk menerapkan Pendidikan personalisasi yang
memberi ruang bagi keunikan peserta didik. Selanjutnya, GSM pun mencari cara untuk
membangun ekosistem belajar yang memanusiakan para peserta didik.

GSM digagas pertama kali oleh Muhammad Nur Rizal dan Novi Poespita Candra pada bulan
September 2014 telah mampu meningkatkan kualitas guru serta ekosistem Pendidikan di
sekolah-sekolah pinggiran. Dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang merupakan
gerakan perubahan dari akar rumput bersama guru dan masyarakat untuk mentransformasi
sekolah menjadi tempat yang ideal bagi peserta didik. Harapannya sekolah mampu
memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengembangkan bakat, passion, penalaran dan
talenta terbaik mereka. Kemudian Gerakan ini mempromosikan dan membangun kesadaran
guru-guru, kepala sekolah dan pemangku kebijakan Pendidikan untuk membangun sekolah
sebagai tempat yang menyenangkan untuk belajar ilmu pengetahuan dan bekal keterampilan
hidup agar anak-anak bergairah menjadi pembelajar yang sukses dan mandiri.

Gerakan Sekolah Menyenangkan ini memberikan manfaat bagi sekolah (Putri, Yeni. 2021)
https://www.yenniputri.net/berita/detail/gerakan-sekolah-menyenangkan-gsm, yakni:
a. Dapat memberikan perubahan pola pikir warga sekolah
Dalam mendorong transformasi dunia Pendidikan Indonesia. GSM berangkat dari
Perubahan pola pikir Pendidikan menuju paradigma Revolusi Industri 4.0. Titik awal ini
meliputi perubahan pola pikir guru, kepala sekolah, orang tua, dan pemangku kebijakan
untuk membangun ekosistem pendidikan yang positif dan berfokus pada pengembangan
karakter peserta didik. Dengan demikian, peserta didik akan menginternalisasi nilai-nilai
kemanusiaan sebagai bekal menghadapi masa depan di era Revolusi Industri 4.0.
b. Memberikan perubahan pada lingkungan sekolah
Perubahan ekosistem sekolah, baik lingkungan fisik maupun sosial, merupakan aspek
fundamental yang akan berdampak pada motivasi belajar dan perilaku peserta didik.
Keterlibatan peserta didik, guru, orang tua, dan seluruh warga sekolah menjadi awal
kolaborasi yang harmonis untuk memulai perubahan. Nilai karakter gotong royong perlu
28
diterapkan untuk menumbuhkan ekosistem perubahan lingkungan sekolah. Lingkungan
sekolah identik dengan penampilan sekolah, mulai dari gerbang masuk, Gedung sekolah
dan sarana prasarana lainnya, termasuk kebersihan, keamanan, keasrian, penataan sekolah.
Penampilan sekolah mencerminkan wajah sekolah. Lingkungan belajar merupakan salah
satu indikator dalam Survey Lingkungan Belajar yang terkait dengan Asesmen Nasional
(AN) yang akan dijawab oleh peserta didik saat Ujian Asesmen Nasional (UAN)
c. Pembelajaran berpusat pada peserta didik
Pembelajaran abad 21 yang selalu bermula dari masalah konkret, lalu dicari solusinya
melalui projek, asesmen formatif dan tentunya berpusat pada peserta didik. Skema ini
bertujuan memberikan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan masa depan.
Kemerdekaan dalam kegiatan belajar-mengajar harus diberikan pada peserta didik.
Karena tidak lagi berpaku untuk menuntaskan segala tuntutan materi dari kurikulum,
tetapi lebih mengedepankan dampak langsung bagi peserta didik. Lebih mengedepankan
bagaimana agar apa yang diberikan guru berguna bagi peserta didik tersebut. Guru
berusaha memfasilitasi peserta didik agar lebih mudah memahami materi yang dibahas,
bukan tentang membuat konten pembelajaran, namun terkait bagaimana membuat
aktivitas belajar yang menyenangkan, relevan dengan kehidupan nyata, dan bermakna
belajar yang menarik, tidak membosankan, dan tidak menakutkan mendorong menjadi
lebih berani untuk berpikir kreatif. Termasuk untuk tidak lagi terpaku pada pemenuhan
administrasi pembelajaran. Tetapi lebih focus pada dampak positif yang harus diberikan
kepada peserta didik.
d. Terjalin hubungan Kerjasama
Keterlibatan antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk pendekatan Pendidikan
yang lebih menyeluruh. Pendekatan ini menciptakan system Pendidikan secara
berkelanjutan yang akan memfasilitasi potensi peserta didik untuk terus berkembang di
era disrupsi.
e. Meningkatkan karakter peserta didik
Pendidikan karakter merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh GSM
melalui pembelajaran keterampilan social-emosional. Paradigma Pendidikan ini
mengembalikan ruh Pendidikan Indonesia agar tidak hanya berfokus pada nilai, tetapi
juga pada pengembangan karakter baik dan budi luhur peserta didik. Pembelajaran tidak
hanya tentang menyampaikan materi saja, tetapi juga perlu menjadikan mata pelajaran
sebagai sarana menumbuhkan karakter-karakter peserta didik untuk masa depan yang
lebih baik.
29
Dengan manfaat dari Gerakan Sekolah Menyenangkan, sekolah sebagai salah satu faktor
yang mampu menentukan perkembangan kepribadian peserta didik baik dalam cara berpikir,
dan bersikap, maupun cara berperilaku diharapkan dapat mengantarkan peserta didik ke
kedewasaan. Sekolah diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan aspek intelektual
semata bagi peserta didik lebih lanjut, aspek emosional dan spiritual juga menjadi kunci
kesuksesan dalam pendidikan karakter. Sekolah yang harusnya mendewasakan malah justru
menggurui dan digurui atau hanya sekedar pengajaran. Pendidikan sudah tidak lagi menjadi
tempat menyenangkan bagi peserta didik khususnya di Indonesia. GSM diharapkan mampu
menjadi program inovatif pemelajaran yang memberi ruang terhadap tumbuhnya keunikan
potensi yang tentunya ada pada setiap peserta didik sehingga proses Pendidikan di sekolahan
menjadi lebih menyenangkan.

2. Manajemen Kelas (Keteraturan Suasana Kelas)


Manajemen kelas adalah tindakan yang diambil oleh guru untuk membangun dan mendorong
lingkungan yang membantu meningkatkan prestasi akademik peserta didik serta
pertumbuhan sosial, emosional, dan moral mereka. Sebab itu, tujuannya tidak hanya sekedar
‘mengatur peserta didik’, akan tetapi ‘mengatur dengan tujuan’ agar peserta didik dapat
menerima pembelajaran dengan baik.

Selanjutnya, dari berbagai sumber menunjukkan juga bahwa manajemen kelas adalah
kegiatan untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengaktualisasikan, serta melaksanakan
pengawasan atau supervisi terhadap program dan kegiatan yang ada di kelas sehingga proses
belajar mengajar dapat berlangsung secara sistematis, efektif dan efisien, sehingga segala
potensi peserta didik mampu dioptimalkan.

Pengorganisasian kegiatan pembelajaran merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru


dalam mempersiapkan proses pembelajaran sehingga dapat berjalan dengan lancar, efektif
dan efisien. Pengorganisasian kegiatan pembelajaran memiliki peranan penting dalam
kegiatan pembelajaran khususnya dalam menyusun tahapan kegiatan pembelajaran. Adapun
tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru, antara lain:
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar.

30
Pengelolaan kelas melibatkan tidak hanya mengelola perilaku peserta didik tetapi juga
mengelola pembelajaran (Jones & Jones, 2010; Savage & Savage, 2009). Idealnya, keduanya
berjalan beriringan, peserta diidk yang terlibat dalam tugas belajar lebih kecil
kemungkinannya untuk mengembangkan masalah perilaku. Metode untuk mengelola
kegiatan dalam lingkungan pembelajaran, melaksanakan aktifitas pembelajaran maupun
konsep pembelajaran lainnya, dengan upaya optimalisasi waktu sedemikian rupa sehingga
terciptanya lingkungan yang produktif, guna menekan problematika perilaku maupun
gangguan lainnya merupakan konsep pengelolan kelas (Slavin, 2009).

Sebuah proses pembelajaran akan bermakna ketika di awali dengan berpikir cara peserta
didik belajar dan cara guru mengajar serta mengabaikan segala sesuatu di luar itu (Brooks,
J.G & Brooks, M.G.1993). Untuk itulah, peserta didik harus memiliki kesempatan belajar
yang lebih luas agar efektifitas pengelolaan kelas tetap terjaga (Evertson & Emmer, 2009).

Mengelola ruang kelas, mengeksplorasi manajemen keterampilan, dipilih yang mengarah


pada seni dalam pengajaran dan kesenangan dalam belajar, namun keterampilan belum
dikembangkan secara memadai (Charles, 1995). Sebuah fakta yang mengingatkan bahwa
kualitas pengajaran tidak dapat dinilai semata-mata atas dasar penampilan ruangan,
lingkungan fisik dapat diatur dalam program intruksional, hal yang harus dipahami bahwa
apa yang dimasukkan ke dalam kelas harus memiliki tujuan intruksional (Novelli, 1990)
(Charles, 1995).

Dalam menciptakan kelas yang nyaman, hal ini merupakan kajian dari Manajemen kelas,
sebab Manajemen kelas seperti dijabarkan oleh beberapa para ahli merupakan serangkaian
perilaku guru dalam upayanya menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang
memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan baik. Dengan keefektifan Manajemen
kelas ini sangat bergantung kepada bagaimana guru memahami berbagai aspek
pelaksanaannya.

Selain itu, saat guru mengajar tanpa menyiapkan satuan pelajaran, tanpa media, tanpa variasi
metode, keadaan kelas yang tenang tanpa aktivitas para peserta didik mengerjakan tugas atau
melakukan kegiatan belajar demi tercapainya tujuan belajar, bukanlah kelas yang baik, dan
itu perlu dihindari. Adanya perubahan tuntutan kondisi/ketertiban kelas agar proses belajar
lebih berkualitas, maka guru perlu mengetahui Manajemen kelas dalam proses pembelajaran.
31
Setiap proses pembelajaran dengan metode, media, pendekatan tertentu menuntut suasana
kelas tertentu pula.

Dari sudut pandang beberapa sumber bahwa pembelajaran yang berkualitas tidak hanya
ditentukan oleh pembaharuan kurikulum, fasilitas yang tersedia, kepribadian guru yang
simpatik, pembelajaran yang penuh kesan, wawasan pengetahuan guru yang luas tentang
semua bidang, melainkan juga guru harus menguasai kiat Manajemen kelas. Setiap kegiatan
belajar mengajar mengisyaratkan tercapainya tujuan, baik tujuan instruksional maupun tujuan
pengiring, Namun, tidak dapat dipungkiri keadaan di kelas sering kali tidak berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.

Inovasi dalam Pendidikan sepeti kurikulum, metode mengajar, media pembelajaran,


administrasi Pendidikan, dan strategi pembelajaran. Beberapa dalam inovasi ini terus
digalakkan guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam bidang
Pendidikan. Implikasi dari inovasi dalam bidang Pendidikan adalah ukuran keberhasilan
proses belajar mengajar guru di kelas mengalami perubahan, tuntutan ketertiban kelas juga
menjadi berubah.

Dengan memperhatikan kondisi kelas yang memberikan kontribusi positif bagi keefektifan
proses pembelajaran, maka guru harus mampu menciptakan dan merekayasa kondisi kelas
yang dihadapinya dengan sedemikian rupa. Usaha ini akan efektif manakala guru memahami
secara tepat faktor-faktor yang mendukung terciptanya kondisi belajar yang menguntungkan,
seperti menginventarisasi masalah-masalah yang diperkirakan mungkin timbul sehingga
dapat merusak iklim proses belajar mengajar, menguasai berbagai pendekatan Manajemen
kelas, mencari solusi dan alternatif yang terbaik bagi penyelesaian masalah yang dihadapinya
saat berlangsungnya proses belajar mengajar, merencanakan apa yang seharusnya dilakukan
dalam proses belajar mengajar.

Manajemen kelas juga merupakan seni dan praktis kerja yang dilakukan oleh guru, baik
secara individu, dengan atau melalui orang lain (seperti team teaching dengan teman sejawat
atau peserta didik sendiri) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Jika mengacu pda
proses Manajemen, maka Manajemen kelas juga memiliki proses, yakni perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan (evaluasi).

32
Pembahasan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (evaluasi) dapat
dijabarkan selanjutnya. Perencanaan merujuk pada perencanaan pembelajaran dan unsur-
unsur penunjangnya, yang meliputi program tahunan, program semester, silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, instrument evaluasi, dan rubrik penilaian. Pelaksanaan bermakna
proses pembelajaran yang dilakukan guru dan peserta didik di kelas. Sedangkan pengawasan
yang berwujud evaluasi pembelajaran terdiri dari jenis yaitu evaluasi proses pembelajaran
dan evaluasi hasil pembelajaran.

Pada hakikatnya, tujuan pengelolaan kelas terkandung dalam tujuan Pendidikan. Secara
umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan
belajar peserta didik dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas.
Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan peserta didik belajar dan bekerja, terciptanya
suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual,
emosional, dan sikap serta apresiasi pada peserta didik.

Dari beberapa sumber tertera bahwa seorang guru dalam kegiatan sehari-hari, akan
menghadapi kasus-kasus dalam kelasnya. Kasus-kasus yang dijumpai dalam Manajemen
kelas, yakni:
1. Tingkat penguasaan materi oleh peserta didik di dalam kelas. Misalnya, materi pelajaran
yang diberikan kepada peserta didik terlalu tinggi atau sulit, sehingga tidak bisa diikuti
oleh peserta didik, maka di sini diperlukan penyesuaian agar peserta didik dapat
mengikuti kegiatan belajar dengan baik. Apabila tidak diadakan penyesuaian, peserta
didik tidak akan serius dan selalu menimbulkan kegaduhan.
2. Fasilitasi yang diperlukan. Misalnya, alat, media, bahan, tempat, biaya, dan lain-lain,
akan memungkinkan peserta didik belajar nyaman.
3. Kondisi peserta didik. Misalnya, peserta didik yang kelihatan sudah lesu dan tidak
bergairah dalam menerima pelajaran, hal ini dapat mempengaruhi situasi.
4. Teknik mengajar guru. Misalnya, dalam memberikan pengajaran kurang menggairahkan
suasana kelas dan menjemukan.

Dalam hal ini, inovasi kelas menyangkut upaya kepala sekolah untuk menciptakan kondisi-
kondisi yang memungkinkan diri para guru untuk melakukan Tindakan-tindakan atau usaha-
usaha yang bersifat kreatif dan inovatif. Dengan demikian, kepala sekolah dan guru-guru
perlu mencari atau menciptakan cara-cara kerja atau hal-hal yang baru yang lebih sesuai
33
dengan kebutuhan. Setidaknya, mereka mampu memodifikasi hal-hal atau cara-cara baru
yang lebih baik atau lebih efektif dan efisien. Kondisi demikian perlu diciptakan di sekolah
agar pembaharuan Pendidikan dapat muncul dari warga sekolah. Sebab, hal ini akan
menumbuhkan sikap dan daya kreatif warga sekolah.

3. Disiplin Positif di Survei Lingkungan Belajar


Survei Lingkungan Belajar menghasilkan data tentang iklim keamanan dan iklim kebinekaan
di sekolah yang merupakan prakondisi terjadinya pembelajaran. Selain itu, survei tersebut
juga mengukur kualitas pembelajaran dari perspektif peserta didik, guru, dan kepala sekolah.
Selanjutnya, survei lingkungan belajar dinilai sangat menarik karena mampu mendapatkan
gambaran iklim sekolah dan kualitas proses pembelajaran. Survei ini juga penting dan tepat
untuk memotret kondisi lingkungan sekolah sebagai bahan pembuatan kebijakan dan
perbaikan.

Survei Lingkungan Belajar adalah upaya untuk mengukur kualitas pembelajaran dan iklim
sekolah yang menunjang pembelajaran pada satuan Pendidikan. Secara lebih khusus, Survei
Lingkungan Belajar mengukur faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran, baik faktor
yang secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang secara langsung mempengaruhi
pembelajaran, misalnya cara guru melaksanakan pembelajaran di kelas, sedangkan secara
tidak langsung seperti kepemimpinan kepala satuan Pendidikan, iklim keamanan, dan iklim
kebinekaan.

Survei Lingkungan Belajar (SLB) merupakan bagian dari Asesmen Nasional (AN).
Sebagaimana diketahui, AN terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei
Karakter dan Survei Lingkungan Belajar (SLB). Survei Lingkungan Belajar berarti menggali
informasi mengenai kualitas proses pembelajaran dan iklim sekolah yang menunjang
pembelajaran, namun pertanyaan akan disesuaikan dengan perspektif respondennya. Dalam
lingkungan Belajar juga dapat dibagi 2 (Muhibbin Syah, 2011), yaitu:
 Sosial (lingkungan sosial sekolah, lingkungnan sosial peserta didik, lingkungan keluarga)
 Non Sosial (Gedung dan letaknya, rumah peserta didik, alat belajar, keadaan cuaca,
pencahayaan dan waktu belajar).

34
Dalam hal ini tujuan AN (Asesmen Nasional)-SLB (Survei Lingkungan Belajar) adalah
untuk mengetahui kualitas proses belajar mengajar serta suasana yang menunjang
pembelajaran di sekolah. Survei ini dilaksanakan dalam rangka mengukur iklim belajar dan
iklim satuan Pendidikan.

Dengan demikian aspek pengukuran survei lingkungan belajar akan mengukur komponen
yang terkait dengan pembelajaran. Terdapat lima aspek yang diukur dalam Survei
Lingkungan Belajar, yaitu (1) Iklim Keamanan Sekolah (keamanan dan kesejahteraan
peserta didik, sikap dan keyakinan guru, kebijakan dan program sekolah); (2) Iklim
Kebinekaan Sekolah (praktik multikultural di kelas, sikap dan keyakinan guru/kepala
sekolah, kebijakan dan program sekolah); (3) Indeks Sosial Ekonomi (Pendidikan orang tua,
profesi orang tua, fasilitas belajar di rumah); (4) Kualitas Pembelajaran (manajemen kelas,
dukungan afektif, aktifasi kognitif); dan (5) Pengembangan Guru (refleksi dan perbaikan
pembelajaran, dukungan untuk refleksi guru).

Dalam hal ini, konsep tes survei lingkungan belajar ini dilakukan oleh peserta didik dan guru
untuk mengumpulkan informasi seputar input, proses dan lingkungan belajar. Soal survei
lingkungan belajar untuk guru dan peserta didik tentu berbeda. Dimana proses ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas proses belajar mengajar serta sarana yang menunjang proses
pembelajaran tersebut. Meski merupakan hal baru di Indonesia, dalam dunia Pendidikan
keberadaan survei lingkungan belajar ini sudah lama ada. Beberapa negara sudah
menerapkan survei lingkungan belajar dalam proses pendidikannya, salah satunya adalah
Australia. Asesmen Nasional terkait proses dilakukan melalui Survei Lingkungan Belajar
yang mengarahkan 3 pihak yaitu sekolah, guru, orang tua) dengan perincian sebagai berikut:
1. Penilaian Kebijakan Sekolah, terkait dengan:
 Keamanan lingkungan sekolah
 Kualitas program kerja/kurikulum sekolah
 Sistem supervise guru
2. Penilaian Kompetensi Guru, terkait:
 Pengelolaan kelas
 Pembelajaran kognitif
 Pendampingan afektif
3. Penilaian Kondisi Orang tua, terkait:

35
 Tingkat Pendidikan terakhir orang tua
 Profesi orang tua
 Ketersediaan fasilitas belajar di rumah

Dalam hal ini disiplin positif juga diperlukan untuk melakukan pembelajaran yang
merupakan upaya untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai positif agar peserta didik
mempunyai kesadaran untuk bertindak positif. Saat sudah mempunyai kesadaran maka
diharapkan kondisi positif akan merubah dari pelanggaran menjadi disiplin, dari
menyimpang kembali kepada yang benar.

Sejatinya disiplin positif adalah proses penyadaran kepada sekolah bahwa dengan hal-hal
yang positif akan tercipta sesuatu yang positif. Guru yang menginginkan peserta didiknya
positif maka guru harus mengembangkan dalam dirinya sesuatu yang positif. Dengan
demikian energi positif akan memengaruhi anak. Selama ini yang terjadi adalah
mengedepankan emosi. Saat melihat anak yang menyimpang (misbehave), maka emosilah
yang dikedepankan. Kemudian langsung menasehati dan menghukum.

Disiplin positif adalah sebuah pendekatan yang berfokus pada kekuatan tindakan positif.
Tujuannya adalah menghasilkan anak yang bertanggung jawab dalam mengelola Tindakan
mereka sendiri, daripada tergantung pada pihak lain/otoritas (guru, orang tua) untuk
mengatur tindakan mereka.

Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan,


disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat “self discipline” yaitu
kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab
jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplinkan diri
kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. (Ki Hajar
Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013,
Halaman 470). Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mancapai kemerdekaan atau dalam
konteks Pendidikan saat ini, untuk menciptakan peserta didik yang merdeka, syarat utamanya
adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang
memiliki motivasi internal. Jika seseorang tidak memiliki motivasi internal, maka dia

36
memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan dirinya atau motivasi eksternal, karena berasal
dari luar, bukan dari dalam diri sendiri.

Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya
Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin
berasal dari Bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal
dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang
peserta didik, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti
suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik,
bukan ekstrinsik. Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga
berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat
membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang
dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara
mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih Tindakan yang mengacu pada
nilai-nilai yang dihargai.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada
nilai-nilai kebajikan universal. Dengan demikian, sebagai pendidik, tujuannya adalah
menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan
mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, buka ekstrinsik.

Selain itu, Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline menyatakan tiga (3)
motivasi perilaku manusia, sebagai berikut:
a. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman.
Hal ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang
motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya,
apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya, mereka sedang
menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara
fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak
melakukan tindakan tersebut.
b. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama di sini orang berperilaku untuk mendapatkan
imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa
37
yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah
tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan
mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan.
c. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-
nilai yang mereka percaya. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang
yang seperti apa bila saya melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai
yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi
orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang
akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya
bersifat internal, bukan eksternal.

Dari hal ini, tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada
peserta didik yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika peserta didik memiliki motivasi tersebut,
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang
tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku
baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang
menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

Berikut ini ada beberapa contoh nilai-nilai kebajikan universal yang telah disepakati
beberapa institusi:
1. IBO Primary Years Program (PYP)
Sikap Peserta didik:
 Toleransi
 Rasa Hormat
 Integritas
 Mandiri
 Menghargai
 Antusias
 Empati
 Keingintahuan
 Kreativitas

38
 Kerja sama
 Percaya Diri
 Komitmen

2. Sembilan Pilar Karakter Indonesian Heritage Foundation (IHF)


 Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNya
 Kemandirian dan Tanggung jawab
 Kejujuran (Amanah), Diplomatis
 Hormat dan Santun
 Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
 Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
 Kepemimpinan dan Keadilan
 Baik dan Rendah Hati
 Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan

3. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (Lifelong Guidelines and Life Skills)
Keterampilan Hidup
 Dapat dipercaya
 Lurus Hati
 Pendengar yang Aktif
 Tidak Merendahkan Orang Lain
 Memberikan Yang Terbaik dari Diri

Petunjuk Hidup
 Peduli
 Penalaran
 Bekerja sama
 Keberanian
 Keingintahuan
 Usaha
 Keluwesan/Fleksibilitas
 Berorganisasi

39
 Kesabaran
 Keteguhan Hati
 Kehormatan
 Memiliki Rasa humor
 Berinisiatif
 Integritas
 Pemecahan Masalah
 Sumber Pengetahuan
 Tanggung Jawab
 Persahabatan
4. The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele Borba):
 Empati
 Suara Hati
 Kontrol Diri
 Rasa Hormat
 Kebaikan
 Toleransi
 Keadilan
Selanjutnya, beberapa ahli mendefinisikan disiplin positif secara bervariatif, namun secara
umum terdapat pengertian-pengertian yang dapat diterima bersama bahwa disiplin positif
adalah:
 Senuah bentuk penerapan disiplin tanpa kekerasan;
 Upaya mengomunikasikan perilaku yang efektif antara orang tua dan anak;
 Mengajarkan anak untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka;
 Mengajarkan anak tanggung jawab dan rasa hormat Ketika berinteraksi dengan
lingkungannya.
Penerapan disiplin positif yang mengacu pada poin-poin tersebut idealnya dimulai sejak
tahap awal dari perkembangan anak dengan membantu mereka memahami apa yang baik dan
tidak baik bagi dirinya, untuk selanjutnya membantu mereka memahami bagaimana standar
perilaku yang baik terhadap lingkungannya.

C. Penugasan

40
1. Bagaimana pengalaman Anda sebagai guru untuk menanamkan disiplin positif kepada
murid-murid kita?
2. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi, motivasi manakah yang saat ini, paling banyak
mendasari perilaku peserta didik Anda di sekolah? Jelaskan!
3. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
peserta didik Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku peserta didik Anda?
4. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada peserta didik Anda di kelas
dan sekolah Anda?

41
BAB IV
AKTIVASI KOGNITIF
A. Tujuan Pembelajaran
Peserta diklat memahami strategi menciptakan proses pembelajaran yang melibatkan
aktivasi kognitif untuk menyelenggarakan pembelajaran aktivitas interaktif, pembelajaran literasi
dan pembelajaran numerasi sebagai penguatan survey lingkungan belajar pada sekolah
menengah kejuruan.

B. Uraian Materi
Hukum aktivasi struktur kognitif merupakan hukum kognitif dan psikologis sosial yang
menjelaskan generalisasi empiris yang menentukan kondisi di mana struktur yang diaktifkan
akan digunakan untuk memproses masukan stimulus baru. Aktivitas kognitif sebagai fenomena
pedagogis adalah proses dua arah yang saling terkait: di satu sisi, aktivitas kognitif adalah bentuk
pengorganisasian diri dan realisasi diri siswa; di sisi lain, aktivitas kognitif dipandang sebagai
hasil dari upaya khusus guru dalam mengatur aktivitas kognitif siswa. Oleh karena itu, ketika
mendefinisikan aktivitas kognitif, kita harus memiliki gambaran tentang jenis atau sisi aktivitas
kognitif apa yang sedang kita bicarakan. Pada saat yang sama, kita tidak boleh lupa bahwa hasil
akhir dari upaya guru adalah menerjemahkan kegiatan siswa yang diatur secara khusus menjadi
kegiatan mandiri, ke dalam proses pendidikan mandiri. Dengan demikian, kedua jenis aktivitas
kognitif tersebut saling berhubungan erat satu sama lain.
Karakteristik pendidikan kejuruan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan dalam
merencanakan aktivasi kognitif yang berlangsung dalam proses pembelajaran baik di dalam
kelas maupun di luar kelas (bengkel).
Realitas pedagogis membuktikan setiap hari bahwa proses pembelajaran lebih efektif jika
siswa aktif secara kognitif. Fenomena ini ditetapkan dalam teori pedagogis sebagai prinsip
"aktivitas dan kemandirian siswa dalam belajar". Cara menerapkan prinsip pedagogis ini
bervariasi, disesuaikan dengan kebutuhan siswa, sehingga akan memperlihatkan adanya aktivitas
interaksi yang terjadi.
Aktivitas kognitif mencerminkan minat tertentu siswa yang lebih muda dalam
memperoleh pengetahuan baru, keterampilan, tujuan internal dan kebutuhan konstan untuk
42
menggunakan metode tindakan yang berbeda dalam mengisi pengetahuan, memperluas
pengetahuan, dan memperluas wawasan mereka. Sebagian besar, masalah pembentukan aktivitas
kognitif di tingkat pribadi, sebagaimana dibuktikan oleh analisis sumber-sumber sastra, direduksi
menjadi pertimbangan motivasi untuk aktivitas kognitif dan metode pembentukan minat kognitif.
Aktivitas kognitif dapat dianggap sebagai manifestasi dari semua aspek kepribadian siswa (minat
pada hal baru, keinginan untuk sukses, kegembiraan belajar, itu juga merupakan sikap untuk
memecahkan masalah, komplikasi bertahap yang mendasarinya. proses pembelajaran).
Pencarian cara efektif untuk meningkatkan aktivitas kognitif anak sekolah juga
merupakan karakteristik dari praktik pedagogis. Pada awalnya, posisi siswa, keinginan untuk
mengambil posisi baru di masyarakat merupakan motif penting yang menentukan kesiapan,
keinginan untuk belajar. Namun motif ini tidak bertahan lama. Sayangnya, kita harus
mengamatinya di tengah tahun ajaran. Oleh karena itu, perlu untuk membangkitkan motif-motif
seperti itu yang tidak terletak di luar, tetapi di dalam proses pembelajaran itu sendiri. Dalam
kegiatan pembelajaran siswa berada di bawah bimbingan seorang guru, beroperasi dengan
konsep-konsep ilmiah, dan mengasimilasinya. Hasilnya adalah perubahan dalam diri siswa itu
sendiri,yaitu perkembangannya. Pembentukan minat kognitif siswa, pengasuhan sikap aktif
untuk bekerja terjadi, pertama-tama, di kelas. Siswa mengerjakan pelajaran dengan penuh minat,
jika dia melakukan pelajaran yang layak baginya. Perlu untuk mengintensifkan aktivitas kognitif
siswa dan meningkatkan minat belajar pada setiap tahap pelajaran apa pun, menggunakan
berbagai metode, bentuk, dan jenis pekerjaan untuk ini.
Hakikat pendidikan aktif dan aktivitas kognitif ditentukan oleh komponen: minat belajar,
inisiatif, aktivitas kognitif, sehingga proses pembelajaran ditentukan oleh keinginan guru untuk
mengintensifkan aktivitas belajar siswa. Hal ini dapat dicapai dengan berbagai metode, teknik
dan bentuk pelatihan. Pembentukan aktivitas kognitif siswa dalam pembelajaran dapat terjadi
melalui dua saluran utama, di satu sisi, isi mata pelajaran pendidikan itu sendiri mengandung
kemungkinan ini, dan di sisi lain, melalui organisasi aktivitas kognitif siswa tertentu. Hal
pertama yang menjadi subjek minat kognitif anak sekolah adalah pengetahuan baru tentang dunia.
Itulah sebabnya pemilihan isi materi pendidikan yang dipikirkan secara mendalam, menunjukkan
kekayaan yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah, adalah mata rantai terpenting dalam
pembentukan minat belajar. Itulah sebabnya, untuk mempertahankan minat kognitif, penting
untuk mengajarkan siswa kemampuan untuk melihat yang baru dalam hal yang sudah dikenal.
Kondisi lain untuk pembentukan aktivitas kognitif adalah menghibur. Elemen hiburan, bermain,
segala sesuatu yang tidak biasa, tak terduga menyebabkan anak-anak merasa terkejut, minat yang
besar dalam proses kognisi, membantu mereka mempelajari materi pendidikan apa pun.
43
Banyak pendidik terkemuka sudah sepatutnya memperhatikan efektifitas penggunaan
permainan dalam proses pembelajaran. Dalam permainan, kemampuan seseorang, khususnya
seorang anak, dimanifestasikan secara penuh dan terkadang tidak terduga. Permainan adalah
kegiatan yang diselenggarakan secara khusus yang membutuhkan ketegangan emosional dan
kekuatan mental. Permainan selalu melibatkan pengambilan keputusan - apa yang harus
dilakukan, apa yang harus dikatakan, bagaimana cara menang? Keinginan untuk memecahkan
pertanyaan-pertanyaan ini mempertajam aktivitas mental para pemain. Bagi siswa, bermain
adalah kegiatan yang menyenangkan. Inilah yang menarik perhatian para guru. Semua orang
sama dalam permainan, itu layak bahkan untuk siswa yang lemah. Selain itu, siswa yang lemah
dalam persiapan dapat menjadi yang pertama dalam permainan, yang secara signifikan akan
mempengaruhi aktivitasnya. Rasa kesetaraan, suasana antusiasme dan kegembiraan, rasa
kelayakan tugas - semua ini memungkinkan para siswa untuk mengatasi rasa malu dan memiliki
efek menguntungkan pada hasil belajar. Sebuah studi tentang pengalaman pedagogis guru
menunjukkan bahwa paling sering mereka beralih ke desktop-printed dan permainan kata - kuis,
simulator, lotre, domino, kubus dan tag, catur, rebus, teka-teki, teka-teki silang. Penggunaan
permainan di dalam kelas ditujukan untuk mengulang dan memantapkan materi yang dipelajari.

3.1 Aktivitas Interaktif


Umumnya, kegiatan pembelajaran lebih baik jika siswa terlibat aktif di dalamnya,
sehingga guru bukan hanya menjelaskan panjang lebar dan siswa hanya mendengarnya,
tetapi mengajak siswa untuk masuk ke dalam pemahaman materi yang diajarkannya. Guru
harus lebih kreatif dalam menciptakan suasana pembelajaran yang lebih interaktif. Hal ini
berguna untuk perkembangan siswa dan meningkatkan pemahaman mereka agar bisa
mencapai tujuan pembelajaran dengan baik. Kelas yang interaktif membuat proses
pembelajaran berjalan lancar dan efektif serta memberikan banyak manfaat baik bagi guru
ataupun siswa. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menciptakan kelas interaktif
seperti menggunakan metode pembelajaran yang pas dan bisa diterima siswa, mengajak
siswa lebih aktif dan guru pasif, serta membuat dan menggunakan media belajar yang
kreatif. Beberapa manfaat kelas yang interaktif, berikut ini merupakan tujuh manfaat kelas
interaktif lainnya beserta penjelasannya.
a. Kelas Akan Lebih Menarik Perhatian
Manfaat kelas yang interaktif adalah dapat membuat kelas lebih menarik perhatian siswa,
karena dengan adanya interaksi antara guru dan siswa akan meningkatkan perhatian siswa
dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini sangatlah penting dalam kelas, karena semakin
44
siswa memperhatikan, semakin mudah untuk guru dalam menjelaskan materi
pembelajaran.
Kelas yang interaktif dan menarik juga membuat siswa lebih semangat mengikuti
kegiatan pembelajaran. Hal ini menjadi solusi bagi siswa yang sering mengantuk atau
tidak fokus saat belajar, agar mereka lebih konsentrasi di kelas.
b. Pembelajaran Akan Lebih Mudah Dipahami
Banyak dari siswa yang mengalami kesulitan memahami materi yang disampaikan oleh
guru, karena kurangnya interaksi antara guru dan siswa. Menggunakan cara yang
interaktif akan membuat sistem pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Hal
inilah yang menjadi salah satu manfaat kelas yang interaktif, di mana pembelajaran akan
lebih mudah dipahami oleh siswa dan membuat guru lebih mudah dalam menjelaskan.
Dengan begitu, siswa juga bisa mencapai tujuan pembelajaran dengan baik.
c. Tidak Membosankan
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, kelas yang interaktif menjadi solusi untuk
menghilangkan kebosanan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dikarenakan
suasana pembelajaran jadi lebih hidup dan menyenangkan.
Banyak siswa yang mengeluh bosan saat pembelajaran, mungkin karena sistem atau
metode belajar yang monoton. Dengan adanya kelas yang interaktif akan membuat siswa
lebih bebas dan tidak bosan dalam belajar. Guru dapat menggunakan cara atau metode
sekreatif dan semenarik mungkin untuk menghilangkan kebosanan siswa.
d. Teknik Belajar yang Beragam
Kelas yang interaktif menjanjikan teknik belajar yang berbeda dari yang lain. Sistem
yang beragam akan membuat siswa bebas memilih pembelajaran dengan sistem yang
mereka pilih. Dengan begitu ini juga termasuk manfaat kelas yang interaktif, hal ini akan
membuat siswa lebih kreatif dan inovatif. Karena akan menimbulkan sikap siswa yang
kreatif. Teknik belajar yang beragam disini adalah penggunaan sistem yang luas dan
bebas. Tidak melulu dengan cara yang sudah ada, bisa dengan memperbarui sistem
pembelajaran atau mengubah sistem belajar. Dengan begitu manfaat dari kelas yang
interaktif.
e. Membangkitkan Minat dan Motivasi Siswa
Manfaat kelas interaktif juga dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam
pembelajaran. Karena setiap siswa memiliki minat dan motivasi belajar yang berbeda-
beda. Nah, dengan sistem pembelajaran yang interaktif ini akan menumbuhkan minat
siswa, yang dapat membuat siswa memiliki motivasi belajar. Dengan timbulnya motivasi
45
belajar akan membuat siswa lebih menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Dengan
begitu akan menimbulkan minat siswa dalam pembelajaran yang mereka sukai. Semakin
siswa menyukai pembelajaran maka semakin besar motivasinya dalam menekuni
pembelajaran yang ia sukai. Hal ini akan menimbulkan prestasi yang berhubungan
dengan minat dan bakat siswa. Siswa juga akan lebih mudah memahami materi
pembelajaran dengan baik dan mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
f. Membentuk Interaksi antara Guru dan Siswa
Interaksi antara guru dan siswa adalah salah satu faktor terpenting dalam pembelajaran,
dengan adanya kelas yang interaktif ini akan dengan mudah membentuk interaksi antara
guru dan siswa dengan mudah. Agar interaksi antara guru dan siswa terbentuk dengan
sendirinya, metode pembelajaran yang interaktif adalah solusinya. Ini adalah manfaat
kelas yang interaktif. Dengan adanya interaksi antara guru dan siswa akan menimbulkan
fokus siswa dalam pembelajaran. Interaksi siswa dan guru juga dibutuhkan agar tidak
terjadi kesalahpahaman dalam penyampaian materi.
g. Dapat Meningkatkan Kualitas Belajar
Manfaat selanjutnya adalah dapat meningkatkan kualitas belajar pada siswa, karena
pembelajaran interaktif dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Bebas memilih sistem
yang mana, hal ini akan meningkatkan kualitas belajar siswa dalam pembelajaran.
Dengan adanya kualitas belajar yang meningkat, akan membuat kualitas siswa juga
meningkat. Siswa yang memiliki kualitas bagus akan membuat sistem pembelajaran yang
efektif. Hal ini adalah manfaat terpenting dalam kelas yang interaktif.
Kelas interaktif juga membantu guru untuk meningkatkan prestasi siswa dalam
belajar, karena keberhasilan siswa dalam belajar adalah keberhasilan guru juga. Oleh sebab
itu, sebagai guru harus lebih kreatif lagi dalam menciptakan kelas yang interaktif.
Penggunaan model pembelajaran interaktif berbasis aktivitas siswa lebih baik, karena
suasana belajar mengarah kepada siswa menemukan hasil pemahaman melalui suatu interaksi,
mudah dalam memahami materi ajar, karena dibantu melalui media belajar yang kongkrit.
Strategi pembelajaran interaktif dirancang untuk menjadikan suasana belajar mengajar berpusat
pada siswa agar aktif membangun pengetahuannya melalui penyelidikan terhadap pertanyaan
yang mereka ajukan sendiri. Ada beberapa pendekatan dalam memahami aktivitas interaktif ,
diantaranya :
a. Pendekatan aktivitas, didasarkan pada teori aktivitas mengatakan bahwa kepripadian
terbentuk dalam aktivitas. Bagi guru yang menyelenggarakan proses pembelajaran, penting
untuk mengetahui struktur kegiatannya. Komponen utamanya adalah motif, tujuan, tugas, isi,
46
sarana, bentuk, metode dan teknik, hasil. Ini berarti bahwa guru harus mempengaruhi
lingkungan emosional-motivasi, mental, praktis dari kepribadian siswa dengan berbagai cara
dengan memperhatikan pendidikan dan kognitif, sosial, tenaga kerja, permainan, estetika,
olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
b. Pendekatan berorientasi pada pribadi berdasarkan ide-ide psikologi humanistik dan pedagogi.
Dalam kondisi pembelajaran yang berorientasi pada kepribadian, guru sebagian besar
merupakan penyelenggara aktivitas mandiri kognitif siswa. Pembelajaran berorientasi pribadi
saat ini dicapai dengan program varian, metode berbeda, pekerjaan rumah kreatif, bentuk
ekstrakurikuler organisasi kegiatan siswa.
c. Pendekatan penelitian terhadap proses pembelajaran terkait dengan yang sebelumnya.
Implementasinya memastikan aktivitas kognitif mandiri produktif siswa, mengembangkan
kemampuan mental, mempersiapkan pendidikan mandiri. Berbagai metode heuristik
digunakan untuk menarik anak sekolah ke pencarian penelitian: percakapan pencarian,
derivasi independen dari aturan, rumus, konsep, pemecahan masalah non-standar, pengamatan
dan eksperimen. Pembelajaran berbasis masalah adalah sarana yang paling penting dari
penelitian dan aktivitas kognitif eksplorasi. Studi modern psikolog pada pembelajaran
berbasis masalah secara meyakinkan membuktikan bahwa aktivitas kognitif siswa dalam
memecahkan masalah penelitian pencarian berbeda dari dalam memecahkan masalah standar.
Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menciptakan situasi khusus dalam
proses pembelajaran, ketika siswa tidak bisa tetap acuh tak acuh, tidak bisa fokus hanya pada
solusi yang ditunjukkan oleh guru. Dalam situasi masalah, kontradiksi terungkap antara
pengetahuan siswa yang ada dan tugas yang diberikan kepadanya, antara tugas yang harus
diselesaikan dan metode penyelesaian yang dimilikinya.
d. Pendekatan algoritma pembelajaran, menegaskan perlunya resep yang ketat saat melakukan
tugas jenis tertentu. Algoritma terkait erat dengan pembelajaran terprogram, esensinya adalah
pilihan informasi yang sangat jelas dan akurat yang diberikan kepada siswa dalam dosis kecil.
Dalam gerakan langkah-demi-langkah, umpan balik dibuat, memungkinkan guru untuk segera
melihat apakah tugas itu dipahami atau diselesaikan.
e. Pendekatan komputerisasi pendidikan. Penggunaan komputer sebagai alat untuk kognisi
manusia meningkatkan kemungkinan akumulasi dan penerapan pengetahuan, menciptakan
kondisi untuk pengembangan bentuk-bentuk baru aktivitas mental, dan mengintensifkan
proses pembelajaran. Pada tahap pertama, komputer adalah subjek kegiatan pendidikan, di
mana siswa memperoleh pengetahuan tentang pengoperasian mesin ini, belajar bahasa
pemrograman, dan mempelajari keterampilan operator. Pada tahap kedua, komputer berubah
47
menjadi sarana pemecahan masalah pendidikan. Komputer bukan hanya perangkat teknis
yang melengkapi, misalnya visibilitas dalam pelatihan, tetapi membutuhkan perangkat lunak
yang sesuai.
f. Salah satu arah untuk meningkatkan belajar siswa adalah aktivitas kognitif kolektif. Kegiatan
kognitif kolektif adalah kegiatan bersama siswa, yang diselenggarakan oleh guru sedemikian
rupa sehingga siswa mendapat kesempatan untuk melakukan tugas
bersama, mengoordinasikan tindakan mereka, mendistribusikan area kerja, memperjelas
fungsi, yaitu terciptanya suasana ketergantungan bisnis, komunikasi diatur satu sama lain
sehubungan dengan perolehan pengetahuan, dan nilai-nilai intelektual dipertukarkan.

3.2 Pembelajaran Literasi


Secara tradisional, literasi dipandang sebagai kemampuan membaca dan menulis. Pada
awalnya, seseorang dikatakan literat jika ia mampu membaca dan menulis. Definisi literasi
selanjutnya berkembang menjadi kemampuan berbahasa mencakup kemampuan membaca,
menulis, berbicara dan menyimak. Sejalan dengan perubahan waktu, definisi literasi pun
bergeser dari pengertian yang sempit sebagai keterampilan berbahasa menuju pengertian yang
lebih luas menjadi literasi dalam berbagai bidang ilmu. Sejalan dengan perkembangannya ini,
literasi mencakup pula literasi sains, literasi matematika, literasi ilmu sosial, literasi media,
literasi informasi, literasi finansial, literasi memasak dan lain-lain. Oleh sebab itu, kemampuan
literasi bidang ilmu menjadi kemampuan penting yang harus dikuasai siswa agar bisa hidup dan
berkehidupan pada abad ke-21 ini.
Guru sebagai fasilitator dan atau motivator dalam kegiatan literasi memiliki keunggulan
untuk menjadi peneliti. Guru bisa menjadi peneliti yang memiliki kelebihan dibandingkan
peneliti lain. Atas dasar keunggulan itu, hasil tulisan guru sebagai peneliti dapat dijadikan dasar
dalam pengembangan literasi sekolah.
Sekolah yang seyogyanya menjadi wadah manusia berliterasi, tetapi tidak banyak
ditemukan kepala sekolah, guru, ataupun siswa yang berliterasi. Perpustakaan sepi, jarang
ditemukan siswa ataupun guru mau membaca buku. Apalagi karya tulis, jauh dari ideal. Siswa
hanya mau membaca dan membuat karya tulis, apabila dipaksa oleh guru untuk mendapatkan
nilai. Guru pun mau membuat ataupun membaca karya tulis, karena tuntutan kenaikan pangkat
ataupun tuntutan lainnya.
Salah satu alasan utama yang menjadikan siswa tidak tertarik dengan berliterasi, adalah
pengaruh gadged. Gadged sepertinya menjadi salah satu kebutuhan “penting”. Di mana-mana,
apabila ada waktu luang, siswa lebih suka membuka gadgednya daripada buku. Siswa lebih
48
tertarik berlamalama dengan gadged-nya dari pada dengan buku. Ada pula sebenarnya buku-
buku online, berita, ataupun informasi penting lain yang bisa diakses lewat gadged, namun tidak
pernah dibaca siswa. Siswa lebih banyak tertarik pada medsos dan game di gadged yang
dipunyainya. Padahal semua orang menyadari, bahwa pendidikan bermutu menjadi kebutuhan
pada era global yang semakin kompetitif. Semakin bemutu pendidikan, akan menjadikan
manusianya bisa bersaing dalam kompetisi yang terjadi. Sebaliknya, tanpa pendidikan bermutu
maka manusianya akan tergilas oleh kemajuan zaman. Salah satu upaya menjadikan pendidikan
berkualitas, adalah melalui meningkatkan budaya literasi (membaca dan menulis). Dan guru
sebagai garda terdepan perubahan harus lebih cepat bergerak, menjadi agen of change
membentuk budaya literasi di sekolah dan masyarakat.
Abidin dkk, (2017) berpandangan bahwa saat ini kita masuk ke literasi generasi kelima
atau disebut juga dengan generasi multiliterasi. Pada masa awal perkembangannya atau generasi
pertama, literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar
dalam bentuk kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat,
menyajikan, dan berpikir kritis tentang ide-ide. Di generasi pertama, praktik kognitif dijadikan
pedoman utama membentuk konsep berfikir. Perkembangan berikutnya generasi kedua, literasi
dipandang sebagai praktik sosial dan budaya dipandang sebagai prestasi kognitif yang bebas
konteks. Pada generasi kedua, menekankan pada hubungan literasi dengan konteks dunia. Pada
generasi ketiga, pengertian literasi diperluas oleh semakin berkembangnya teknologi informasi
dan multimedia. Literasi pada generasi ini semakin diperluas ke dalam beberapa jenis elemen
literasi seperi visual, audiotori, dan spasial daripada kata-kata tertulis. Generasi keempat
mendefinisikan literasi dipandang sebagai konstruksi sosial dan tidak pernah netral. Teks-teks
yang siswa baca telah diposisikan. Ini berarti bahwa teks yang ditulis seorang penulis, telah
dibentuk berdasarkan posisi mereka (dimana mereka berada). Generasi terakhir dari literasi atau
generasi kelima , menekankan keterampilan menggunakan beragam cara untuk menyatakan dan
memahami ide-ide dan informasi, dengan menggunakan bentuk teks konvensional maupun teks
inovatif, simbol, dan multimedia. Idealnya pada generasi ini, siswa perlu menjadi ahli dalam
memahami dan menggunakan berbagai bentuk teks, media, dan simbol untuk memaksimalkan
potensi belajar mereka, mengikuti perubahan teknologi, dan secara aktif berkomunikasi dalam
komunitas global.
Dilihat dari tujuaannya, pembelajaran literasi saat ini berguna untuk memberikan
kesempatan atau peluang siswa dalam mengembangkan dirinya sebagai komunikator yang
kompeten dalam konteks mutiliterasi, multikultur, dan multimedia melalui pemberdayaan
multiintelegensi yang dimilikinya. Konsep multiintelegensi menjadi acuan dasar pengembangan
49
pembelajaran literasi. Konsep kecerdasan multiintelegensi atau majemuk merupakan teori
kecerdasan belajar dari Howard Gardner (1983). Gardner telah mengidentifikasikan delapan
kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh setiap individu dalam berbagai tingkatan. Kecerdasan itu
meliputi kecerdasan verbal/linguistik, logis/matematis, visual/ spasial, jasmaniah/kinestik,
musical/ritmis, intrapersonal, interpersonal dan naturalis. Dengan kecerdasan majemuk siswa ini,
maka guru tertantang untuk mengembangkan kemampuan literasi siswanya, dari kecerdasan
yang berbedabeda. Hal inilah yang menjadikan guru harus mampu menggunakan pendekatan
pembelajaran literasi yang berbeda, sesuai dengan kecerdasannya. Penerapan pembelajaran
literasi yang bagus, apabila didasari oleh guru yang mempunyai kebiasaan literasi. Guru yang
mempunyai kebiasaan berliterasi, secara tidak sadar akan menularkan “semangat” dan
“kebiasaan” literasinya kepada para murid. Dari sinilah pentingnya kebiasaan literasi guru. Guru
menjadi role model bagi siswanya di sekolah. Teladan guru lebih efektif dan manjur menjadi
referensi siswa, daripada banyak anjuran tanpa contoh nyata.
Literasi merupakan suatu proses pembelajaran membaca dan menulis yang memerlukan
dorongan dan motivasi yang tinggi, karena sangat lemahnya minat baca di masyarakat termasuk
guru dan siswa yang harus banyak membaca untuk dapat menyerap dan memahami ilmu yang
didapatnya. Oleh karena itu, literasi di sekolah sangat perlu motivasi yang tinggi agar guru dan
siswanya bisa berkreativitas dalam berliterasi yang dimulai dari membaca hingga menulis.
Jangan hanya dijadikan sebagai rutinitas semata, tapi harus terus didorong dan diberi motivasi
yang tinggi agar mampu menghasilkan sebuah karya hingga menjadikan literasi sebagai
kebutuhan untuk menghasilkan karya-karya berikutnya.
Minat baca anak usia SMK ternyata masih sangat rendah, berbagai alasan dikeluhkannya,
tidak ada waktulah, bukunya tidak menariklah, dan lainnya. Bahkan banyak siswa usia SMK
ternyata masih mimilih buku komik sebagai bahan bacaannya, karena kalimatnya sedikit dan
cepat selesai. Itu semua karena mereka belum tahu kalau membaca buku fiksi itu seru,
menyenangkan, dan menantang. Mereka juga belum tahu kalau membaca buku non fiksi itu
menambah ilmu dan pengetahuan. Pertanyaannya, bagaimana untuk membuat siswa SMK mau
membaca? Motivasilah mereka dengan contoh. Ketika mengajarkan puisi, cerpen, dan lainnya
kepada mereka selain menunjukan contoh karya penulis ternama kita tunjukan juga contoh hasil
karya kita. Mereka langsung mengapresiasi, kemudian dorong mereka untuk berani menulis dan
beri mereka kepercayaan yang sangat tinggi. Seperti, “apapun yang ingin kamu tulis, tulislah!.
Jangan pedulikan orang lain, tulislah! apapun yang kamu pikirkan, dan yakinlah kamu pasti
bisa.” mereka akan coba menulis apa pun yang mereka inginkan. Ada yang sedikit, ada yang
banyak, ada yang sudah bagus, hampir bagus, bahkan tidak karuan.
50
Kemudian berikan pujian, jangan sesekali kita menghina, mengucapkan salah, dan kata-
kata lain yang membuat semangatnya menurun. lontarkan pujian untuk mereka. tapi, agar karya
itu terarah kita beri bimbingan khusus. Beri masukan sedikit demi sedikit. Disini kita harus
berperan sebagai editor, tapi tidak secara langsung melainkan melalui penjelasan kita mengenai
gambaran tentang ide mereka. Kita baca dan evaluasi. Anak akan lebih menyukai karena mereka
merasa diperhatikan. Karyanya tidak hilang begitu saja, tapi ada dan diberi penilaian bahkan
masukan untuk menjadi lebih baik, karena mereka menyadari bahwa mereka masih belajar dan
perlu bimbingan. Disinilah kita coba terapkan bahwa membaca ternyata benar-benar penting.
jika suka menulis puisi maka bacalah puisi-puisi yang lain, apabila suka cerpen bacalah cerpen-
cerpen yang lain bahkan novel. Di sini anak anak dengan sendirinya mencari buku yang mereka
minati untuk dibaca.
Namun, ada juga siswa yang langsung suka membaca, tahap awal untuk menghasilkan
sebuah karya, saya mencoba arahkan pada menulis naskah drama. Biarkan dia mencerikatan
hasil bacaannya melalui sebuah naskah, tapi lama-lama tidak hanya naskah drama yang dia tulis
bahkan dia akan mencoba membuat cerpen. Jangan bebani mereka, biarkan itu mengalir dengan
sendirinya. Karena literasi merupakan suatu proses pembelajaran dari membaca kemudian
menulis ataupun sebaliknya dari menulis kemudian membaca.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek)
melalui Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang berpusat pada siswa, dengan
pendekatan pembelajaran literasi sesuai level kemampuan siswa. Pihak sekolah dan guru diberi
kewenangan untuk menyelenggarakan pembelajaran dan penilaian sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan siswa. Agar literasi ini memiliki ruh dan bermakna, pemerintah tidak hanya
berfokus pada literasi baca tulis, melainkan juga mendorong lima literasi lainnya yang terhimpun
dalam 6 literasi dasar, yaitu literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial,
literasi budaya dan kewargaan. Kita harus mampu memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai
sumber belajar untuk meliterasi peserta didik. Sehingga 6 literasi dasar yang kita gaungkan ini
dapat diberikan kepada siswa.
Arends dalam buku pembelajaran literasi karya Yunus Abidin dkk, (2017) menyebutkan
setidaknya ada lima tantangan guru masa kini yakni :
1. Konstruksi makna.
Hal ini berarti guru harus menyelenggarakan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa
dalam menemukan dan menetapkan makna secara mandiri. Dasar pandangan konstruksi
makna selaras dengan teori konstruktivisme yang beranggapan bahwa pengetahuan
dikonstruksikan oleh siswa secara mandiri berdasarkan pengalaman.
51
2. Pembelajaran aktif. Tantangan ini mengharuskan guru melaksanakan pembelajaran dengan
model pembelajaran aktif. Guru tidak lagi dijadikan satu-satunya sumber informasi, tetapi
siswa terlibat aktif mencari berbagai sumber di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, guru
harus menguasai dan menerapkan model pembelajaran aktif.
3. Akuntabilitas. Guru haruslah orang yang punya kapabilitas. Kapabilitas guru ditunjukkan
dengan sertifikat profesi sebagai seorang guru. Namun guru yang punya kapabilitas harus
menunjukkan pula unjuk kerja profesional yang dimiliki seperti menguasai konsep
pendidikan, menguasai materi yang diajarkan, dan mampu melaksanakan pembelajaran.
Tantangan keempat adalah penggunaan teknologi. Guru harus menguasai teknologi dan
mampu menerapkannya dalam pembelajaran. Kemampuan ini menjadikan guru mampu
berkembang sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman. Tantangan kelima, adalah
peningkatan kompetensi siswa. Guru harus mampu meningkatkan kemampuan siswa tidak
hanya akademik, tetapi juga non akademik. Guru mampu membangkitkan kreativitas siswa,
sehingga potensi kognitif, afektif dan psikomotorik siswa makin berkembang.
4. Kepastian pilihan. Kepastian pilihan berarti guru mampu menentukan kepastian tempat
mengajar. Hal ini menjadikan dasar bahwa nantinya, guru yang bermutu yang akan di-
”pakai” di sekolah. Sedangkan guru yang tidak bermutu, akan semakin terpinggirkan. M
5. Masyarakat multikultural. Guru mampu mengajar dalam situasi masyarakat yang
multikultural. Apalagi di Indonesia, masyarakatnya mempunyai banyak suku, bahasa
maupun budaya. Berbagai tantangan di atas, memaksa guru harus terus menerus
meningkatkan kapabilitasnya. Peningkatan kapabilitas membutuhkan kemauan dan
kemampuan belajar atau learning capability. Tanpa learning capability, guru akan
ketinggalan zaman, sehingga apa yang diajarkan dalam proses pembelajarannya akan
“usang” dan tidak relevan lagi dengan keadaan siswa maupun lingkungannya.
Dalam konteks pembelajaran literasi, ada lima kapabilitas guru yang dibutuhkan. Kapabilitas
pertama, guru harus terus membangun kontens pengetahuan yang diajarkan. Kapabilitas kedua,
adalah tingkat konseptualisasi. Kapabilitas ini menuntut guru mampu menerapkan konsep dan
ide kreatifnya dalam setiap pembelajaran. Kapabilitas ketiga, adalah kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Kapabilitas ini menjadikan guru senantiasa memilih
pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang tepat sesuai materi dan karakteristik
siswa. Kapabilitas keempat, adalah kemampuan interpersonal, adalah kemampuan guru menjalin
komunikasi dengan siswa. Kemampuan ini menjadikan guru memahami karakteristik dan
kemampuan siswa. Dan kapablitas kelima, adalah ego. Kapabilitas ini berhubungan dengan
usaha mengetahui diri sendiri dan usaha membangun responsibilitas diri terhadap lingkungan.
52
Berbagai kapabilitas tersebut, pada prinsipnya merupakan upaya mengembangkan diri
secara terus menerus. Sehingga guru akan mempunyai kemampuan teknis dalam melaksanakan
pembelajaran, mengambil keputusan, dan merefleksi kritis kinerjanya. Pengembangan diri terus
menerus akan meningkatkan kapabilitas. Sebenarnya para guru menyadari pentingnya
meningkatkan kapabilitas dan mengembangkan diri. Namun kadangkala mereka tidak mau
belajar. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :
1. Banyak beban administrasi dalam pembelajaran Sebagai pengajar, guru adalah pendidik dan
pelaksana tugas administrasi sekolah, seperti mengkaji bahan pelajaran, memeriksa lembar
kerja siswa, membuat satuan pelajaran, menyiapkan media pembelajaran, membuat soal
ulangan, mengolah nilai, membina kegiatan ekstrakurikuler, membina anak-anak yang
dikategorikan nakal dan sebagainya. Berbagai tugas ini kadang tidak bisa diselesaikan di
sekolah, maka sebagian besar terpaksa dibawa ke rumah untuk diselesaikan. Hal ini berarti
menyita waktu guru di rumah. Waktu di rumah yang seharusnya untuk berkumpul dengan
keluarga banyak tersita untuk mengurusi beban administratif.
2. Banyaknya peran guru dalam berbagai kegiatan sosial dan agama. Dalam masyarakat guru
dianggap sebagai golongan terdidik. Dan sebagai golongan terdidik guru dianggap mampu
untuk selalu tampil di depan dalam kegiatan sosial dan agama, contoh di RT, RW, kelurahan
ataupun di gereja/tempat ibadah. Akibatnya banyak waktu tersita untuk berbagai kegiatan ini.
3. Banyak kegiatan sekolah. Ada beberapa sekolah yang mempunyai nilai keunggulan akademik,
tetapi ada pula yang menjadikan kegiatan sekolah sebagai keunggulan. Di sekolah seperti ini,
banyak kegiatan sekolah diadakan. Karena terlalu banyak kegiatan maka guru seringkali tidak
punya waktu untuk membaca.
4. Rendahnya kesejahteraan atau gaji guru. Alasan klasik lagi yang dijadikan dasar kurangnya
kemamuan meng-upgrade diri bagi guru adalah rendahnya gaji atau kesejahteraan. Mereka
lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan hidupnya dulu, daripada untuk meningkatkan diri.
Sehingga jarang, guru mau menyisihkan uang atau gajinya untuk peningkatan diri.
Namun terlepas dari berbagai alasan tersebut di atas, kemajuan pendidikan salah satunya
ada di pundak guru. Guru sebagai garda terdepan kemajuan pendidikan, harus ngotot berupaya
berjuang. Untuk itu, guru harus mau mengubah diri dan membiasakan literasi. Ada beberapa
upaya yang dapat dilakukan untuk membiasakan literasi guru, yakni :
1. Menumbuhkan kesadaran literasi. Kesadaran literasi merupakan motivasi intern yang dapat
menyebabkan munculnya perilaku literasi. Seseorang akan melakukan suatu perbuatan
betapapun beratnya, jika ia mempunyai kesadaran. Demikian juga dengan literasi khususnya
membaca, tanpa motivasi intern seseorang sulit berliterasi. Menumbuhkan motivasi intern,
53
didasari keinginan literasi dijadikan kebutuhan. Untuk menjadikan literasi menjadi kebutuhan,
perlu dilakukan kegiatan literasi terus menerus dalam jangka waktu tertentu, misalnya :
membaca terus-menerus selama dua bulan, setiap hari menulis di buku harian atau catatan
pribadi dsb.
2. Mengoptimalkan peran perpustakaan. Guru dan pihak-pihak dari perpustakaan mempunyai
program bersama dan bersinergi yang membentuk kebiasaan berliterasi. Kegiatan membaca
seperti: bedah buku, guru memberi tugas wajib baca buku tertentu kepada siswa, hadiah
kepada guru yang meminjam buku terbanyak di perpustakaan dsb. Dalam hal menulis,
diadakan lomba misalnya menulis biografi guru, cerpen dsb. Selain itu, pihak perpustakaan
juga dapat membuat programprogram pelatihan khusus untuk peningkatan membaca ataupun
menulis guru, seperti : cara membaca cepat, cara membuat review, dsb. Keterlibatan guru
dalam kegiatan-kegiatan literasi akan “memaksa” guru mengenal dan mempraktikkan literasi
bagi dirinya sendiri
3. Membiasakan memberikan hadiah buku. Hadiah bisa berikan pada moment tertentu, misal :
guru mendapatkan prestasi tertentu, ulang tahun dan event lainnya. Hadiah yang biasanya
diberikan berupa barang, diubah atau ditambah dengan pemberian buku. Hal ini dapat
menjadi rangsangan membaca bagi guru.
4. Membentuk komunitas literat. Komunitas literat bertujuan untuk membantu pengembangan
diri guru melalui kegiatan bersama komunitas, seperti bedah buku bersama, diskusi bersama,
tukar menukar informasi dan sebagainya. Biasanya membaca tanpa ada tempat untuk
menuangkan ide atau gagasan, akan mengurangi semangat membaca. Komunitas literat
menjadi wadah yang bisa dijadikan sarana menuangkan ide, minimal secara lisan melalui
diskusi bersama dengan teman-teman yang gemar membaca. Dalam hal menulis, komunitas
literat bisa menjadi salah satu wadah tukar menukar informasi dan bahan referensi. Tukar
menukar buku pada saat membuat tulisan atau artikel dan kegiatankegiatan menulis lainnya.
5. Sekolah atau yayasan memberikan penghargaan terhadap hasil karya ilmiah guru.
Penghargaan yang diberikan oleh sekolah ataupun yayasan, tidak harus berupa materi atau
uang, tetapi bisa berupa dorongan moril untuk karya guru. Sehingga guru yang membuat
karya ilmiah dapat termotivasi mengembangkan karya-karya berikutnya. Penghargaan dari
sekolah atau yayasan, juga dapat memicu persaingan guru membuat karya ilmiah. Guru yang
ingin terus maju, terpicu oleh teman-teman guru lainnya membuat karya ilmiah baik di
bulletin, koran ataupun media ilmiah lainnya. Dapat juga hasil karya dijadikan salah satu
penilaian atau kriteria untuk kenaikan pangkat.

54
6. Adanya contoh dan teladan dari pimpinan sekolah atau kepala sekolah dalam meningkatkan
hasrat belajar. Kepala sekolah dapat menunjukkan hasrat belajar dengan berbagai aktivitas
yang dilakukan, seperti kegiatan membaca buku, penulisan karya ilmiah, artikel di surat kabar,
dsb.
Oleh sebab itu Kemampuan berliterasi, adalah kemampuan yang butuh pembiasaan dan
proses perulangan dari waktu ke waktu. Banyak pihak sepakat, bahwa dengan budaya literasi
seperti membaca dan menulis, dapat membentuk kesadaran kristis, terhadap diri dan lingkungan
sekitarnya. Membiasakan hal ini tidaklah mudah, prosesnya tidak bisa dibangun secara instan,
tetapi harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten. Butuh niat, kemauan dan tindakan
nyata. Dilihat dari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan kebiasaan literasi,
memang perlu penelitian yang lebih valid. Namun merujuk pada pandangan para ahli psikologi,
mengubah kebiasaan baru butuh waktu yang berbeda, tergantung tingkat kesulitan kebiasaan
yang diinginkan. Namun rata-rata ahli berpendapat antara 21-66 hari (sekitar 2 bulan) waktu
yang ditetapkan menjadi batas yang universal untuk melakukan kegiatan “tertentu” secara terus
menerus. Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa guru yang melakukan kebiasaan
konsisten, seperti membaca dan menulis selama kurang lebih dua bulan, akan menjadikan guru
tersebut mempunyai kebiasaan “literat” yakni membaca dan menulis. Guru punya tugas wajib
dan moral untuk berupaya membentuk kebiasaan tersebut. Niat, kemauan, dan upaya yang terus
menerus akan menjadikan literasi sebagai kebiasaan, baik bagi guru ataupun murid. Mari
berjuang menjadi guru literasi untuk menciptakan pembelajaran literasi.

3.3 Pembelajaran Numerasi


Literasi numerasi merupakan literasi yang dikenal paling awal dalam sejarah peradaban
manusia.Literasi ini tergolong literasi fungsional dan sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari. Kemampuan numerasi berfungsi efektif dalam kegiatan belajar, bekerja, dan berinteraksi
sepanjang hayat. Oleh sebab itu, literasi numerasi dikembangkan secara sistematis dan
berkelanjutan, baik dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas maupun kegiatan pembelajaran di
luar kelas (ekstrakurikuler). Kegiatan ekstrakurikuler literasi numerasi difokuskan kepada
pengayaan dan penguatan kemampuan numerasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
Kegiatan ekstrakurikuler bersifat menyenangkan dan menantang dalam mengembangkan potensi
siswa. Potensi siswa ini dikembangkan merujuk kepada tingkat perkembangan siswa. Prinsip
menyenangkan dan menantang ini juga berlaku bagi pemilihan bahan bacaan.
55
Kemampuan literasi numerasi sebagai pengetahuan dan kecakapan yang erat kaitannya
dengan pemahaman angka, simbol dan analisis informasi kuantitatif (grafik, tabel, bagan, dan
sebagainya), sangat penting dimiliki generasi saat ini. Dengan memiliki kemampuan literasi
numerasi yang baik, siswa secara cakap mampu mengaplikasikan pengetahuan matematikanya
dalam kehidupan nyata. Cakupan literasi numerasi sangat luas, tidak hanya dalam pelajaran
matematika, tetapi juga berkaitan dengan literasi lainnya, misalnya kebudayaan atau
kewarganegaraan. Adapun komponen literasi numerasi dalam cakupan Matematika, yaitu:
bilangan, operasi dan penghitungan, geometri dan pengukuran, pengolahan data, interpretasi
statistik, penalaran spasial, dan pola.
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) menggunakan berbagai
macam bilangan dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah
praktis dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari dan (b) menganalisis informasi yang
ditampilkan di dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan lain sebagainya) lalu
menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil kesimpulan
dan keputusan. Secara sederhana, numerasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengaplikasikan konsep bilangan dan keterampilan operasi hitung di dalam kehidupan sehari-
hari. Literasi numerasi juga mencakup kemampuan untuk menerjemahkan informasi kuantitatif
yang terdapat di sekeliling kita. Singkatnya, literasi numerasi adalah kemampuan atau kecakapan
dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menggunakan matematika dengan
percaya diri di seluruh aspek kehidupan. Literasi numerasi meliputi pengetahuan, keterampilan,
perilaku, dan perilaku positif.
Tujuan mempelajari literasi numerasi bagi siswa adalah sebagai berikut.
a. Mengasah dan menguatkan pengetahuan dan keterampilan numerasi siswa dalam
menginterpretasikan angka, data, tabel, grafik, dan diagram.
b. Mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan literasi numerasi untuk memecahkan masalah
dan mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pertimbangan yang logis.
c. Membentuk dan menguatkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu mengelola
kekayaan sumber daya alam (SDA) hingga mampu bersaing serta berkolaborasi dengan
bangsa lain untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara.
Adapun manfaat mempelajari literasi numerasi bagi siswa adalah sebagai berikut.
a. Siswa memiliki pengetahuan dan kecakapan dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan
kegiatan yang baik.
b. Siswa mampu melakukan perhitungan dan penafsiran terhadap data yang ada di dalam
kehidupan sehari-hari.
56
c. Siswa mampu mengambil keputusan yang tepat di dalam setiap aspek kehidupannya.
Strategi Pengembangan Literasi Numerasi
1. Tingkat Kelas
a. Pembelajaran matematika, pendekatan pembelajaran matematika di dalam kelas perlu
dilakukan perubahan berikut, 1) menggunakan konteks yang dekat dengan pengalaman
keseharian siswa dan senantiasa menghubungkan berbagai topik matematika dengan situasi
dunia nyata, 2) menekankan pada pemahaman konsep dan terutama penalaran di dalam
konteks, dan bukan pada keterampilan hitung atau komputasi saja.
b. Pembelajaran non-matematika, memunculkan atau menyisipkan unsur numerasi di dalam
pembahasan mata pelajaran lain sehingga siswa memiliki banyak kesempatan untuk
melatih pengetahuan dan keterampilan matematika di dalam konteks mata pelajaran lain.
c. Berikut ini contoh aktivitas literasi numerasi tingkat kelas.
1) Guru sebelum memulai pembelajaran mengaitkan kegiatan siswa sebelum sampai di
sekolah, dengan penguatan literasi numerasi. 2) Penguatan literasi numerasi juga dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan muatan pelajaran yang diajarkan.
2. Tingkat Sekolah
a. Pengayaan numerasi melalui lingkungan fisik
1) Pengembangan sarana penunjang dengan memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai
media pembelajaran numerasi sehingga tercipta ekosistem yang kaya numerasi.
2) Tampilan informasi yang memunculkan numerasi dalam berbagai konteks. Misalnya, di
kamar kecil dapat ditampilkan informasi mengenai berapa jumlah volume air yang
diboroskan jika keran tidak tertutup penuh dan masih meneteskan air selama satu hari,
atau informasi mengenai bagaimana memperkirakan waktu 20 detik untuk mencuci
tangan dengan sabun sebagai protokol kesehatan.
3) Tampilan informasi yang biasanya hanya dalam bentuk teks, dapat diperkaya dengan
unsur numerasi. Contohnya, staf perpustakaan dapat menampilkan informasi mengenai
jumlah peminjam buku (berdasarkan genre, gender, dan sebagainya) setiap bulannya
dengan menggunakan diagram lingkaran, tabel, atau grafik.
4) Pemanfaatan fasilitas di sekolah untuk tampilan-tampilan numerasi, misalnya, alat
pengukuran tinggi badan, termometer suhu ruangan, dan nomor ruang kelas yang
menarik.
5) Tersedianya fasilitas atau tampilan-tampilan numerasi di taman sekolah yang
mendorong peserta didik untuk bermain numerasi.

57
6) Ketersediaan lingkungan atau ruang berkarya untuk numerasi yang memberikan
kesempatan siswa untuk berinteraksi melalui alat matematika dan permainan tradisional
maupun permainan papan (board games) yang membutuhkan dan melatih keterampilan
numerasi. Ruang ini dapat berada di salah satu bagian dari perpustakaan, ruang kelas
khusus.
b. Program Intervensi Untuk siswa berisiko tinggi (at-risk), dapat dibuat program intervensi,
misalnya Jam Numerasi yang dikhususkan untuk melatih kemampuan numerasi siswa yang
tertinggal.
c. Acara/Program Numerasi Bersama Keluarga Secara berkala, sekolah dapat mengadakan
acara numerasi yang mengundang siswa dan keluarga dengan topik mengenai numerasi
yang menarik dan dapat dipraktikkan di rumah. Berikut ini ditampilkan beberapa contoh
topik, 1) membuat permainan matematika sederhana; siswa dan orang tua diajarkan
membuat beberapa permainan matematika yang dapat dibawa pulang untuk dimainkan
bersama keluarga. 2) numerasi dalam memasak; Peserta didik dan orang tua diajak
memasak bersama dengan memperhatikan resep yang terdapat berbagai pengukuran bahan
masak. 3) Matematika dalam pekerjaan; mengundang seorang tokoh dalam pekerjaan
tertentu dan menjelaskan bagaimana matematika digunakan dalam pekerjaan tersebut.

3.4 Survey Lingkungan Belajar


Survei Lingkungan Belajar mengukur aspek-aspek dari sekolah sebagai lingkungan yang
mendukung terjadinya pembelajaran. Hal ini mencakup aspek yang secara langsung berkaitan
dengan pembelajaran seperti fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan
kepemimpinan kepala sekolah,
Survei Lingkungan Belajar digunakan untuk mengukur aspek prakondisi bagi
pembelajaran, seperti iklim keamanan dan iklim kebinekaan sekolah, sekaligus merupakan
komponen dari Asesmen Nasional (AN). AN terdiri dari tiga komponen yakni Asesmen
Kompetensi Minimum (AKM), Survei Lingkungan Belajar, dan Survei Karakter.
Iklim kebinekaan yang baik mencerminkan penerimaan dan dukungan terhadap hak-hak
semua warga sekolah, terlepas dari latar belakang dan perbedaan lainnya. Penerimaan dan
dukungan tanpa diskriminasi tersebut menjadi landasan bagi pembelajaran yang berkualitas.
Selain mengukur iklim kebinekaan, Survei Lingkungan Belajar juga mengukur iklim keamanan
sekolah.

58
“Rasa aman di sekolah juga merupakan prasyarat bagi terjadinya proses pembelajaran.
Iklim keamanan sekolah mencakup indikator-indikator seperti kejadian perundungan,
penggunaan narkoba, dan kekerasan di sekolah,” lanjutnya.
Di luar iklim sekolah, bagian terpenting dari Survei Lingkungan Belajar adalah berbagai
aspek yang berkaitan secara langsung dengan kualitas pembelajaran. Hal ini mencakup indikator-
indikator fasilitas belajar, praktik pengajaran, refleksi guru, dan kepemimpinan instruksional
kepala sekolah.
Survei ini bertujuan menegaskan kepada guru dan kepala sekolah bahwa tujuan
pembelajaran tidak semata mencakup aspek kognitif, melainkan juga sisi sosial, emosional, dan
spiritual. Dengan begitu, survei ini diharapkan menjadi bahan dan data untuk meramu berbagai
strategi dan kebijakan demi mendorong sekolah dan pemerintah daerah meningkatkan kualitas
pembelajaran. Terdapat 9 aspek dalam survei lingkungan belajar pada Asesmen Nasional, yaitu :
1. Kualitas pembelajaran
Kualitas pembelajaran akan mengukur tingkat kualitas interaksi yang terjadi antara peserta
didik, guru, dan juga materi pembelajaran yang dijelaskan oleh guru kepada peserta didik
dalam proses pembelajaran. Kualitas pembelajaran mencakup pengelolaan kelas, dukungan
afektif, pembelajaran interaktif, dan penyesuaian cara mengajar sesuai dengan kemampuan
peserta didik.
2. Praktik perbaikan pembelajaran oleh guru
Pembelajaran yang dilakukan juga perlu direfleksikan oleh guru. Dalam aspek ini dapat
melalui belajar seputar pembelajaran, refleksi atas praktik pengajaran, serta penerapan praktik
inovatif.
3. Kepemimpinan instruksional
Kepemimpinan instruksional di sini lebih kepada peran kepala sekolah dalam memimpin
satuan pendidikan. Misalnya seperti kemampuan kepala sekolah untuk menyusun visi, misi,
program, dan juga kebijakan yang mendukung guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
4. Iklim keamanan di sekolah
Satuan pendidikan seyogianya harus memberikan perlindungan dan rasa aman bagi seluruh
warga sekolah, baik secara fisik dan juga psikologis. Oleh karena itu, satuan pendidikan perlu
memiliki pemahaman, program, serta menerapkan kebijakan terkait perundungan, hukuman
fisik, kekerasan seksual, dan narkoba.
5. Iklim kebinekaan di sekolah

59
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman. Maka dari itu, satuan pendidikan
perlu menghargai keragaman agama, sosial, budaya, dukungan kesetaraan hak sipil, dan
komitmen kebangsaan.
6. Dukungan atas kesetaraan gender
Lingkungan di satuan pendidikan harus bisa berperilaku adil dan memberikan kesempatan
yang bagi seluruh warga sekolah, baik laki-laki maupun perempuan, dalam menjalankan
peran di lingkungan satuan pendidikan.
7. Iklim inklusivitas
Satuan pendidikan harus mampu mengedukasi pengetahuan, menerima, dan juga mendukung
para peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, serta murid cerdas istimewa ataupun
bakat istimewa.
8. Dukungan partisipasi orang tua dan peserta didik
Seluruh elemen warga sekolah idealnya harus terlibat dalam setiap kegiatan dan juga program
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan. Maka dari itu, orang tua bisa ikut berpartisipasi
dalam kepanitiaan kegiatan sekolah dan juga peserta didik bisa berperan serta dalam
penyusunan program sekolah.
9. Latar belakang sosial-ekonomi peserta didik
Survei lingkungan belajar juga mencoba untuk memetakan latar belakang sosial-ekonomi
peserta didik. Kondisi sosial-ekonomi di sini terkait dengan mengakses dan juga memperoleh
layanan pendidikan yang berkualitas, seperti tingkat pendidikan orang tua dan juga fasilitas
belajar yang tersedia di rumah.
Jadi kesimpulannya, banyak aspek yang memengaruhi hasil belajar dari siswa. Oleh karena
itu, mari berpartisipasi mengisi survei lingkungan belajar secara berintegritas agar bisa
memperoleh potret mutu pendidikan secara utuh dari input, proses, hingga output. Survei
lingkungan belajar tidak dipergunakan untuk menilai siswa atau menentukan kelulusan. “Survei
bertujuan memetakan dan promosi iklim sekolah yang toleran, aman, dan mendukung
pembelajaran yang baik termasuk di dalamnya efektivitas mengajar guru hingga kepemimpinan
instruksional kepala sekolah untuk mendorong kreativitas guru

C. Penugasan
Secara berkelompok mendiskusikan tentang :
1. Pengaruh aktivasi kognitif terhadap aktivitas interaksi pembelajaran di sekolah menengah
kejuruan. Masalah-masalah apa yang sering terjadi saat merencanakan aktivitas interaksi

60
siswa baik di dalam kelas maupun di luar kelas (bengkel) serta solusi untuk mengatasi
masalah tersebut. Buatlah dalam bentuk powerpoint (ppt)
2. Pelaksanaan pembelajaran literasi dan numerasi di sekolah masing-masing, dan membuat
kesimpulan, hal-hal apa yang mempengaruhi keberlangsungan proses kegiatan pembelajaran
literasi dan numerasi di sekolah menengah kejuruan. Hasil diskusi dituangkan dalam bentuk
power point (ppt).

BAB V
PENERAPAN PRAKTIK INOVATIF

A. Tujuan Pembelajaran
Dalam mempelajari materi ini bertujuan:
3. Peserta mampu mengidentifikasi praktik inovatif yang digunakan dalam pembelajaran.
4. Peserta mampu menjelaskan praktik inovatif yang didesain guru untuk memenuhi
kompetensinya.
5. Peserta mampu mendesain praktif inovatif untuk menunjang pembelajaran peserta didik.

B. Uraian Materi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
disebutkan bahwa Pendidikan merupakan usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
61
dirinya. Pada abad 21, sumber daya manusia diperlukan dengan kualitas tinggi, kreatif
terampil, memahami berbagai budaya, mampu belajar sepanjang hayat. Individu dituntut bisa
berinovasi untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan menghasilkan karya baru.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18 tahun 2002, inovasi adalah kegiatan penelitian,
pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis
nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.

Inovasi dari berbagai sumber menunjukkan bahwa kebaruan yang terkait dengan dimensi
ruang. Artinya, suatu produk atau jasa akan dipandang sebagai sesuatu yang baru di suatu
tempat tetapi bukan barang baru lagi di tempat yang lain. Namun demikian, dimensi jarak ini
telah dijembatani oleh kemajuan teknologi informasi yang sangat dahsyat sehingga dimensi
jarak dipersempit. Implikasinya, Ketika suatu penemuan baru diperkenalkan kepada suatu
masyarakat tertentu, maka dalam waktu yang singkat, masyarakat dunia akan mengetahuinya.
Dengan demikian “kebaruan” relatif lebih bersifat universal. Kebaruan terikat dengan
dimensi waktu yang artinya, kebaruan di zamannya.

Dalam kaitan proses belajar mengajar, kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran merupakan
bagian dari suatu sistem yang tak terpisahkan dengan pendidik dan peserta didik.
Pembelajaran inovatif didesain oleh guru dan instruktur merupakan metode yang baru agar
mampu memfasilitasi peserta didik mendapat kemajuan dalam setiap proses dan hadil belajar
dengan tujuan mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan.

Sebagai seorang guru memiliki impian menjadikan peserta didik sebagai generasi emas dan
asset bangsa di masanya. Dalam hal ini guru memerlukan ide kreatif dan inovatif untuk dapat
mengubah situasi pembelajaran menjadi menarik dan efektif sekaligus mengajak peserta
didik lebih efektif.

Proses pembelajaran memerlukan upaya untuk melibatkan setiap peserta didik secara aktif
guna mencapai tujuan pembelajarannya. Hal ini membutuhkan dukungan guru untuk
memotivasi dan mendorong peserta didik untuk berpartisipasi penuh dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini, guru melakukan berbagai cara dalam memberikan pengajaran
kepada peserta didiknya serta menggunakan model pembelajaran tertentu yang dianggap
62
paling efektif. Pilihan ini mencerminkan apa yang dipahami dan dikuasai guru untuk
menciptakan lingkungan belajar yang bermanfaat dan menyenangkan peserta didiknya.

Selain itu, guru sebagai pendidik harus mampu berinovasi dengan membuat karya inovatif
untuk mendukung pembelajaran. Peserta didik dalam proses belajar mengajar membutuhkan
variasi dari guru baik dalam media maupun strategi dalam proses tersebut. Dengan demikian
guru dalam pengembangan kompetensinya juga diperlukan untuk mendesain karya inovatif
yang memperhatikan dari kebutuhan peserta didiknya.

Ada empat jenis karya inovatif yang dapat dilakukan guru, diantaranya: menemukan
teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, membuat/memodifikasi alat
pelajaran/peraga/praktikum dan mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman,
soal, dan sejenisnya.

Berikut ini dijelaskan jenis karya inovatif yang dapat dilakukan guru.
1. Menemukan teknologi tepat guna
Karya teknologi tepat guna yang selanjutnya disebut karya sains/teknologi adalah karya
hasil rancangan/pengembangan/percobaan dalam bidang sains dan/atau teknologi yang
dibuat atau dihasilkan dengan menggunakan bahan, sistem, atau metodologi tertentu dan
dimanfaatkan untuk pendidikan atau masyarakat sehingga pendidikan terbantu
kelancarannya atau masyarakat terbantu kehidupannya.

Karya sains bisa dibuat oleh guru mata pelajaran apapun pada semua jenjang. Karya sains
bermanfaat untuk kepentingan pendidikan atau kepentingan masyarakat di luar sekolah.

Dalam hal ini, kriteria karya sains/teknologi menurut Pedoman kegiatan PKB dan angka
kreditnya adalah:
 Berupa karya sains/teknologi yang digunakan di sekolah/madrasah atau di masyarakat.
 Dengan karya sains/teknologi tersebut pelaksanaan Pendidikan di sekolah/madrasah
tersebut menjadi lebih mudah atau dengan karya sains/teknologi tersebut masyarakat
terbantu kehidupannya.

Selanjutnya, Jenis karya sains/teknologi, yakni:

63
a) Media pembelajaran/bahan ajar interaktif berbasis computer untuk setiap standar
kompetensi atau beberapat kompetensi dasar.
b) Program aplikasi computer untuk setiap aplikasi
c) Alat/mesin yang bermanfaat untuk Pendidikan atau masyarakat untuk setiap unit
alat/mesin
d) Bahan tertentu hasil penemuan baru atau hasil modifikasi tertentu untuk setiap jenis
bahan.
e) Konstruksi dengan bahan tertentu yang dirancang untuk keperluan bidang Pendidikan
atau kemasyarakatan untuk setiap konstruksi.
f) Hasil eksperimen/percobaan sains/teknologi untuk setiap hasil eksperimen
g) Hasil pengembangan metodologi/evaluasi pembelajaran

Karya sains/teknologi mempunyai ciri bermanfaat untuk pendidikan di sekolah/madrasah


atau bermanfaat untuk menunjang kehidupan masyarakat. Bila sebelumnya sudah pernah
ada, karya sains/teknologi haruslah ada unsur modifikasi/inovasi.
Karya sains/teknologi dapat dikategorikan sebagai karya inovatif yang kompleks atau
sederhana dilihat dari tingkat inovasi, kesulitan dalam pembuatan, dan tingkat
modifikasinya.

Karya sains/teknologi yang termasuk kompleks ketika memenuhi kriteria:


1) Memiliki tingkat inovasi yang tinggi;
2) Tingkat kesulitan pembuatan yang tinggi;
3) Memiliki konstruksi atau alur kerja yang rumit atau apabila berupa hasil modifikasi,
memiliki tingkat modifikasi yang tinggi;

Karya teknologi yang termasuk sederhana ketika memenuhi kriteria:


1) Memiliki tingkat inovasi yang rendah;
2) Pembuatannya memiliki tingkat kesulitan yang rendah;
3) Memiliki konstruksi atau alur kerja yang rumit atau apabila berupa hasil modifikasi
maka memiliki tingkat modifikasi yang rendah;
4) Menemukan/menciptakan karya seni

2. Menemukan/menciptakan karya seni

64
Menemukan/menciptaan karya seni adalah proses perefleksian nilai-nilai dan gagasan
manusia yang diekspresikan secara estetik dalam berbagai medium seperti rupa, gerak,
bunyi, dan kata yang mampu memberi makna transendental baik spriritual maupun
intelektual bagi manusia dan kemanusiaan. Sebagaimana karya sains, karya seni juga bisa
dibuat oleh semua guru, tidak harus guru seni atau guru bahasa dan sastra.
Karya seni memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Karya seni adalah hasil budaya manusia yang merefleksikan nilai-nilai dan gagasan
manusia yang diekspresikan secara estetika dalam berbagai medium seperti rupa,
gerak, bunyi, dan kata yang mampu memberikan makna transendental baik spiritual
maupun intelektual bagi manusia dan kemanusiaan atau makna pendidikan bagi
individu dan masyarakatnya.
2) Karya seni yang diakui oleh masyarakat adalah karya seni yang
dipertunjukkan/diterbitkan/ dipamerkan/dipublikasikan kepada masyarakat minimal
di tingkat kabupaten/kota.

Karya seni yang dimaksud yaitu:


1) Karya seni yang bukti fisiknya dapat disertakan langsung untuk penilaian angka
kredit jabatan guru adalah: seni sastra (novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi,
naskah drama/teater/film), seni rupa (a.l.: keramik kecil, benda souvenir), seni desain
grafis (a.l.: sampul buku, poster, brosur, fotografi), seni musik rekaman, film, dan
sebagainya.
2) Karya seni yang bukti fisiknya tidak dapat disertakan langsung untuk penilaian angka
kredit jabatan guru: seni rupa (a.l.: lukisan, patung, ukiran, keramik ukuran besar,
baliho, busana), seni pertunjukan (a.l: teater, tari, sendratasik, ensambel musik), dan
sebagainya.
3) Karya seni dapat berupa karya seni individual yang diciptakan oleh perorangan (a.l.:
seni lukis, seni sastra) dan karya seni kolektif yang diciptakan secara kolaboratif atau
integratif (a.l.: teater, tari, ensambel musik).
4) Karya seni kategori kompleks mengacu kepada lingkup sebaran publikasi, pameran,
pertunjukan, lomba, dan pengakuan pada tataran nasional/internasional, sedangkan
karya seni kategori sederhana mengacu 7 kepada lingkup sebaran publikasi, pameran,
pertunjukan, lomba, dan pengakuan pada tataran kabupaten/kota/provinsi.

3. Membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum


65
Membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum merupakan jenis ketiga dari
karya inovatif. Macamnya berupa membuat alat pelajaran, membuat alat peraga, dan
membuat alat praktikum. Alat pelajaran adalah alat yang digunakan untuk membantu
kelancaran proses pembelajaran/bimbingan pada khususnya dan proses pendidikan di
sekolah/madrasah pada umumnya.

Alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memperjelas konsep/teori/cara kerja
tertentu yang dipergunakan dalam proses pembelajaran atau bimbingan. Adapun alat
praktikum adalah alat yang digunakan untuk praktikum sains, matematika, teknik, bahasa,
ilmu sosial, humaniora, dan keilmuan lainnya.

Membuat Alat Pelajaran merupakan bahan perangkat yang dapat juga dibuat oleh guru
sesuai yang dibutuhkan oleh peserta didik. Alat pelajaran adalah alat yang digunakan
untuk membantu kelancaran proses pembelajaran/bimbingan pada khususnya dan proses
pendidikan di sekolah/madrasah pada umumnya. Kriteria alat pelajaran adalah sebagai
berikut.
a) Berupa alat kelengkapan yang digunakan dalam pembelajaran/bimbingan atau
pendidikan di sekolah/madrasah.
b) Pelaksanaan pembelajaran/bimbingan atau pendidikan di sekolah/madrasah menjadi
lebih mudah dan lebih efektif.

c) Jenis alat pelajaran:


1) Alat bantu presentasi
2) Alat bantu olahraga
3) Alat bantu praktik
4) Alat bantu musik
5) Alat lain yang membantu kelancaran proses pembelajaran/bimbingan atau
pendidikan di sekolah/madrasah.

Alat pelajaran harus mempunyai ciri bermanfaat untuk pelajaran/bimbingan di


sekolah/madrasah (di dalam maupun di luar ruang kelas).
Bila sebelumnya sudah pernah ada haruslah ada unsur modifikasi/inovasi.
 Alat pelajaran dikategorikan kompleks apabila memenuhi kriteria:
1. Memiliki tingkat inovasi yang tinggi;
66
2. Tingkat kesulitan pembuatan yang tinggi;
3. Memiliki konstruksi atau alur kerja yang rumit atau apabila berupa hasil
modifikasi, memiliki tingkat modifikasi yang tinggi;
4. Waktu pembuatannya relatif lama;
5. Biaya pembuatannya relatif tinggi.
 Alat pelajaran dikategorikan sederhana apabila memenuhi kriteria:
1. memiliki tingkat inovasi yang rendah;
2. tingkat kesulitan pembuatan yang rendah;
3. memiliki konstruksi atau alur kerja yang tidak rumit atau apabila berupa hasil
modifikasi maka memiliki tingkat modifikasi yang rendah;
4. waktu pembuatannya relatif pendek;
5. biaya pembuatannya relatif rendah.
 Membuat Alat Peraga
Alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memperjelas konsep/teori/cara kerja
tertentu yang dipergunakan dalam proses pembelajaran atau bimbingan.
 Kriteria Alat Peraga
1. Berupa alat yang berfungsi untuk memperjelas konsep/teori/cara kerja tertentu
yang dipergunakan dalam proses pembelajaran/bimbingan.
2. Pelaksanaan proses pembelajaran/bimbingan menjadi lebih jelas dan lebih efektif.
3. Jenis alat peraga
1) Poster/gambar untuk pelajaran
2) Alat permainan pendidikan
3) Model benda/barang atau alat tertentu
4) Benda potongan (cutaway object)
5) Film/video pelajaran pendek
6) Gambar animasi komputer, dan
7) Alat peraga lain
Alat peraga yang dimaksud mempunyai ciri memperjelas konsep/teori/cara kerja suatu
alat. Bila sebelumnya sudah pernah ada harus ada unsur modifikasi/inovasi.

Alat peraga dikategorikan kompleks apabila memenuhi kriteria:


1. Memiliki tingkat inovasi yang tinggi;
2. Tingkat kesulitan pembuatannya tinggi;

67
3. Memiliki konstruksi atau alur kerja yang rumit atau apabila berupa hasil modifikasi,
memiliki tingkat modifikasi yang tinggi;
4. Waktu pembuatannya relatif lama, dan
5. Biaya pembuatannya relatif tinggi.

Alat peraga dikategorikan sederhana apabila memenuhi kriteria:


1. Memiliki tingkat inovasi yang rendah
2. Tingkat kesulitan pembuatannya yang rendah;
3. Memiliki konstruksi atau alur kerja yang tidak rumit atau apabila berupa hasil
modifikasi, memiliki tingkat modifikasi yang rendah;
4. Waktu pembuatannya relatif pendek; dan
5. Biaya pembuatannya relatif rendah.

4. Mengikuti pengembangan penyusunan standar pedoman, soal dan sejenisnya.


Karya inovasi lainnya adalah mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman,
soal, dan sejenisnya. Kegiatan penyusunan standar/pedoman/soal ini diselenggarakan
oleh instansi tingkat nasional atau provinsi. Dengan demikian jika guru melakukan
kegiatan tersebut namun penyelenggaranya instansi tingkat kabupaten belum dihargai
dengan angka kredit.
Kriteria kegiatan penyusunan standar/pedoman/soal yang diselenggarakan oleh instansi
tingkat nasional atau provinsi adalah (1) Guru yang bersangkutan aktif dalam kegiatan
tersebut dan (2) Hasil kegiatan tersebut digunakan secara nasional/provinsi.

Dalam hal ini, sebagai contoh dalam karya inovatif yang dapat dilakukan atau dipraktikan
guru adalah alat peraga. Guru dapat menggunakan alat peraga yang telah tersedia di sekolah.
Tetapi, akan menjadi nilai lebih, ketika guru juga membuat sendiri alat peraga yang termasuk
dalam karya inovatifnya sendiri.

Salah satu komponen untuk menjadikan layanan pembelajaran guru menjadi maksimal, ialah
dengan mempergunakan media atau alat peraga pembelajaran. Hal ini dilakukan agar peserta
didik lebih mudah memahami dan mencapai kompetensinya dengan bantuan benda konkrit.

Terkait dengan hal tersebut, hal ini dapat diarahkan kepada pembelajaran inovatif.
Pembelajaran inovatif tersebut mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru, atau
68
instruktur, yang merupakan wujud gagasan atau Teknik yang dipandang baru, agar mampu
memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.

Dapat dikatakan bahwa pembelajaran inovatif bisa mengadaprasi dari model pembelajaran
inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan, atau learning is fun,
dan merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Dengan pembelajaran
yang inovatif diharapkan peserta didik mampu berpikir kritis dan terampil dalam memecahkan
masalah. Peserta didik tersebut akan mampu menggunakan penalaran yang jernih dalam
proses memahami sesuatu dan mudah dalam mengambil pilihan serta membuat keputusan.

Selanjutnya, ciri-ciri pembelajaran inovatif dari berbagai sumber menunjukkan sebagai


berikut:
 Memiliki prosedur yang sistematik untuk memodifikasi perilaku peserta didik.
 Hasil belajar yang ditetapkan secara khusus, yaitu perubahan perilaku positif peserta didik.
 Penetapan lingkungan belajar secara khusus dan kondusif.
 Ukuran keberhasilan peserta didik setelah mengikuti pembelajaran sehingga bisa
menetapkan kriteria keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
 Interaksi dengan lingkungan agar mendorong peserta didik aktf dalam lingkungannya.
Pembelajaran inovatif dapat membuat Pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan,
khususnya dunia kerja. Dunia Pendidikan akan lebih berwarna tidak monoton, dan akan terus
berkembang menjadi semakin baik. Hal ini akan mempengaruhi dunia kerja, yang nantinya
akan dijalani oleh peserta didik di masa yang akan datang.

C. Penugasan
1. Apakah Anda punya pengalaman untuk membuat karya inovasi? Jelaskan karya inovasi
Anda!
2. Desainlah sebuah karya inovasi yang menunjang pembelajaran peserta didik Anda.

69
BAB VI
PERUNDUNGAN
A. Tujuan Pembelajaran
Peserta diklat memahami konsepsi perundungan guru, efikasi diri perundungan, dan
program serta kebijakan sekolah tentang perundungan serta menyelesaikan satu kasus
tentang perundungan yang terjadi pada satuan pendidikan.

B. Uraian Materi
Perundungan merupakan sebuah kata serapan dari Bahasa Inggris. Istilah perundungan
dalam KBBI lebih dikenal dengan istilah yang memiliki arti proses, cara, perbuatan merundung
yang dapat diartikan sebagai seorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau
mengintimidasi orang-orang yang lebih lemah darinya, biasanya dengan memaksa untuk
melakukan apa yang diinginkan oleh pelaku. Perundungan adalah kegiatan yang sengaja atau
disadari yang bertujuannya untuk menyakiti dan melukai seseorang dan dilakukan secara
berulang-ulang kali. Perundungan bisa diartikan sebagai salah satu bentuk perilaku agresif yang
dilakukan secara berulang-ulang yang bertujuan untuk melukai dan menindas seseorang yang
lebih rendah dan lebih lemah dari diri pelaku perundungan karena hanya untuk memperoleh
kekuasaan agar ditakuti.

1.1 Konsepsi Perundungan Guru


Perundungan bisa terjadi oleh siapa pun. Namun , perundungan bisa dihentikan oleh siapa
pun, termasuk guru. Merangkum UNICEF, berikut yang harus dilakukan guru jika ada
perundungan di sekolah :
a. Kepada korban
1) Tanggapi keluhan atau laporan korban dengan serius
70
2) Tunjukkan empati
3) Hargai dan berterimakasih pada korban karena telah melapor
4) Yakinkan kepada korban bahwa hal tersebut bukan merupakan kesalahannya
5) Bantu korban perundungan untuk membela diri, missal membantunya mengatakan bahwa
korban tidak suka saat dirundung oleh temannya.
6) Tanya korban tentang apa yang bisa diperbuat guru agar korban merasa aman di sekolah
7) Berbicara pada setiap anak yang terlibat dalam tempat atau waktu yang terpisah
8) Jangan menyalahkan, mengkritik, atau meneriaki anak-anak tersebut, serta hargai
kejujuran mereka.
9) Pertimbangkan peran atau pengaruh kelompok sebaya. Perundungan biasanya dilakukan
oleh sebuah kelompok, namun jika dilakukan oleh satu orang dengan bantuan atau
dukungan orang lain, maka semuanya harus menanggung konsekuensi bersama.
Tujuannya agar anak tahu dampak perbuatan yang dilakukan.
10) Ambil tindakan kepada pelaku perundungan dengan memberitahu pelaku, orang tua,
hingga ke kelasnya mengenai perkembangan kasus
11) Jika perlu, cari bantuan dari pihak eksternal, misalnya psikolog anak.

b. Kepada pelaku
1) Dengarkan versi mereka, biarkan mereka bercerita sambil menghargai apa yang mereka
ceritakan.
2) Tunjukkan empati, biarkan mereka bercerita sambil menghargai apa yang mereka
ceritakan
3) Garis bawahi perilaku yang tak pantas, ingatkan juga mereka akan aturan dan pedoman
anti perundungan yang dibuat di sekolah
4) Bantu pelaku perundungan memahami alasan di balik perilaku tersebut. Cari tahu,
apakah ada masalah di rumah atau kurangnya perhatian di rumah, atau adanya
pengalaman jadi korban perundungan sebelumnya.
5) Terapkan konsekuensi tertentu, agar mereka belajar dari situasi ini. Pemberian
konsekuensi harus sesuai dan berhubungan dengan kesalahan dengan tetap menghormati
pelaku serta masih masuk akal.
6) Minta pelaku untuk memperbaiki kesalahannya, misalnya dengan meminta maaf dan
melakukan sesuatu yang membuat korban menjadi merasa lebih baik.
7) Menghargai dan mengenali segala perubahan perilaku yang positif, termasuk mengakui
kesalahan
71
8) Bicaralah kepada orang tua mereka dan saling menyetujui rencana agar berbuat baik.
Sudah banyak dilakukan berbagai program intervensi untuk menangani masalah
perundungan (bullying), khususnya yang terjadi di sekolah. Diantaranya adalah dengan drama
sebagai sarana menangkal bullying di sekolah, yaitu siswa dibekali pengalaman tentang
keterampilan sosial dan emosional agar dapat memerangi bullying. Intervensi dalam pengelolaan
iklim sekolah, bahwa siswa yang iklim sekolahnya positif kecil kemungkinan memunculkan
prilaku kekerasan dan bullying. Pentingnya kreatifitas guru dalam pengelolaan kelas yang
berimplikasi pada penurunan kasus bullying. Berfokus pada komponen mengajarkan kompetensi
keterampilan sosial dan emosional akan lebih meningkatkan hubungan antara siswa dan orang
dewasa, dan menciptakan lingkungan sekolah yang positif, yang memungkinkan pula untuk
mengurangi kasus bullying.
Lebih jauh lagi bahwa ternyata dengan mengembangkan kebijakan anti-intimidasi
pengembangan kebijakan anti-intimidasi berbasis ketahanan sekolah cukup efektf untuk
mengurangi terjadinya kasus bullying. Peran guru sebagai pendidik tidak hanya bertanggung
jawab terhadap nilai akademis siswa saja tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam membentuk
karaktersiswa. Sebagaimana penjelasan-penjelasan tentang pengertian guru dan, syarat menjadi
guru, kompetensi guru, fungsi dan tugas guru, peran guru, bullying dan segala yang berkaitan
dengannya dan lain sebagainya. Maka, dapat dilihat bagaimana dan seperti apa peran guru
dalam mencegah tindakan perundungan atau bullying, dan sangat terlihat jelas bahwa peran guru
sangat penting dan amat sangat membantu dalam pencegahan tindakan perundungan (bullying).
Untuk mengantisipasi terjadinya tindakan perundungan atau bullying guru dapat melakukan
sosialisasi mengenai bahayanya perundungan (bullying) dan sosialisasi ini bisa melalui kegiatan
intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Selanjutnya untuk menangani tindakan perundungan
(bullying) yang terjadi bisa dengan memberi hukuman dan nasihat kepada pelaku dan memberi
rangkulan kepada korban juga saksi. Dan seluruh pihak yang terlibat dengan tindakan
perundungan (bullying) akan mendapatkan bimbingan. Adapun bimbingan yang dapat dilakukan
oleh guru diantaranya:
a. Bimbingan preventif, yaitu bimbingan yang bertujuan untuk membantu peserta didik dalam
mengantisipasi masalah yang belum terjadi atau kemungkinan terburuk yang kan terjadi
padanya.
b. Bimbingan kuratif atau korektif, yaitu bimbingan yang bertujuan membantu peserta didik
ketika mereka menghadapi masalah yang dirasa cukup berat hingga tidak dapat diselesaikan
sendiri.

72
c. Bimbingan preservative, yaitu bimbingan yang bertujuan untuk meningkatkan segala sesuatu
yang baik yang ada dalam diri peserta didik, yang mencakup sikap dan sifat yang dapat
menguntungkan akan tercapainya penyesuaian diri dan terhadap lingkungan, kesehatan jiwa
yang dimilikinya, kesehatan jasmani dan juga kebiasaan-kebiasaan hidup yang sehat,
kebiasaan cara belajar atau bergaul yang baik dan sebagainya.
Miller menyatakan bahwa bimbingan merupakan sebuah proses bantuan terhadap individu
guna mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan
penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah, keluarga, juga masyarakat. Bimbingan dalam
bentuk apapun dapat membantu peserta didik untuk memilih dan menyelesaikan suatu
permasalahan dengan baik dan benar sesuai dengan arahan dan bimbingan dari guru.

1.2 Efikasi Diri Perundungan/Bullying


Efikasi diri adalah suatu bentuk kepercayaan atau keyakinan terkait kemampuan dirinya
sendiri dalam mengatur, melakukan sesuatu guna mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu,
dan juga mengimplementasikan tindakan agar bisa mencapai suatu bentuk kecakapan tertentu.
Efikasi diri merupakan keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan mendapatkan
hasil positif. Bandura (Santrock, 2007:286) mengatakan bahwa efikasi diri berpengaruh besar
terhadap perilaku. Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan
sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi
diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang
ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah
menyerah. Sementara orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk
mengatasi tantangan yang ada.
Efikasi diri perundungan berarti keyakinan/kepercayaan akan kemampuan diri sendiri
untuk melakukan perundungan/bullying. Perundungan bisa diartikan sebagai salah satu bentuk
perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang yang bertujuan untuk melukai dan
menindas seseorang yang lebih rendah dan lebih lemah dari diri pelaku perundungan karena
hanya untuk memperoleh kekuasaan agar ditakuti.
Fenomena perundungan/bullying kembali mencoreng wajah pendidikan Indonesia, seolah-
olah bullying sudah menjadi budaya di sekolah (Amnda et al., 2020). Bullying seringkali luput
dari perhatian orang tua maupun pihak sekolah. Umumnya, orangtua dan pihak sekolah
beranggapan bahwa saling mengejek, berkelahi, maupun mengganggu anak lain merupakan hal
yang biasa terjadi pada anak sekolah dan bukan merupakan masalah serius (Dewi et al., 2016).
Kasus bullying kini marak terjadi, tidak hanya di masyarakat namun kasus ini terjadi didunia
73
pendidikan yang membuat berbagai pihak semakin prihatin termasuk komisi perlindungan anak
(Sejiwa, 2018).
Korban bullying akan mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat stres
yang tinggi, akan memiliki self efficacy yang rendah (Fabri, 2019). Prevalensi kejadian bullying
meningkat setiap tahunnya. Prevalensi bullying di sekolah menjadi 1 dari 3 anak di dunia
(Unesco, 2020). Hasil penelitian (Hinduja & Patchin, 2019) di Amerika Serikat 70% siswa
tersebut menjadi korban bullying. Di Indonesia angka kejadian bullying masih tinggi. Data KPAI
menunjukkan bahwa 50% anak di bully di sekolah (Pusdatin Kemenkes RI, 2018). Hasil
penelitian yang dilakukan di 27 kota/kabupaten di Jawa Barat didapatkan hasil bahwa anak yang
menjadi korban bullying fisik sebanyak 12,7%, bullying psikolagis 12,5% dan bullying verbal
27,8% (Borualogo & Gumilang, 2019). Penelitian yang juga dilakukan di 12 kota Pekanbaru
menunjukkan bahwa jumlah bullying fisik 52,8%, bullying verbal 51,8% dan bullying psikologis
62,3% (Devita & Dyna, 2019). Hasil penelitian (Elmi, 2020) menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa korban bullying memiliki self efficacy rendah yaitu sebesar 51,5% di Desa Kanagarian
Kecamatan Muara Kawai Pasaman Barat. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 siswa
SMP Negeri 1 Gedeg pada tanggal 28 Februari 2021 melalui telepon Whatsapp tentang bullying
menunjukkan bahwa 4 orang (40%) pernah menjadi korban bully melalui media sosial (facebook
dan instragram) yang mempermasalahkan fisik mereka, pernah dikucilkan dan dijauhi teman-
temannya, pernah disoraki di depan umum, 3 orang (30%) pernah membully temannya, seperti
mengolok-olok temannya di depan umum meskipun hanya bercanda, pernah memukul temannya
untuk bermain siapa yang lebih jago, dan 3 orang (30%) pernah dibully dan juga pernah ikut
membully temannya, karena mereka menganggap bahwa semua hanya untuk bercanda, seperti
dipukul dan memukul, ditendang dan menendang, pernah disoraki tetapi juga pernah ikut
menyoraki temannya, pernah mengucilkan temannya yang dianggap sombong oleh teman lain.
Peneliti juga menanyakan tentang self efficacy mereka dalam menyikapi bullying, 8 orang (80%)
mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan hanya untuk bercanda dengan temannya, mereka
tetap yakin dengan kemampuannya sendiri menyelesaikan masalah bullying tanpa melibatkan
orang tua maupun sekolah, jadi tetap dapat berperilaku seperti biasa, tidak takut, meskipun
kadang merasa kesal dan jengkel, mereka tetap berhubungan dengan baik dengan temannya,
sedangkan 2 orang (20%) harus melibatkan orang tua dan pihak sekolah untuk menyelesaikan
masalah bullying yang mereka hadapi, tidak bisa menyelesaikan sendiri. Menurut (Fabri, 2019),
anak yang menjadi bully, maka mereka akan menggunakan kekuasaan atau kekuatan untuk
menyakiti seseorang atau sekelompok orang sehingga korban merasa tertekan, trauma, tidak

74
berdaya, dan peristiwa terjadi berulang-ulang. Hal ini dapat meningkatkan efikasi diri anak
karena mempunyai pengalaman ingin menguasai orang lain.
Seseorang yang memiliki efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu
untuk mengubah kejadian-kejadian disekitarnya. Namun jika anak mengalami bullying, korban
merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak
nyaman, terancam, namun tidak berdaya menghadapinya. Hal ini menyebabkan seseorang yang
memiliki efikasi diri rendah sehingga menganggap dirinya, tidak bisa mengerjakan segala
sesuatu yang ada disekitarnya, cenderung mudah menyerah. Sementara orang efikasi dirinya
tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. Efikasi diri memainkan
suatu peran penting dalam memotivasi untuk menyelesaikan yang menentang dalam kaitannya
dengan pencapaian tujuan tertentu (Manuntung, 2019).
Menurut (Kemenpppa, 2016), upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi bullying
meliputi program pencegahan dan penanganan menggunakan intervensi pemulihan sosial
(rehabilitasi). Pencegahan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga,
sekolah dan masyarakat. Pendekatan pemulihan dilakukan dengan mengintegrasikan kembali
murid yang menjadi korban bullying dan murid yang telah melakukan tindakan agresif (bullying)
bersama dengan komunitas murid lainnya ke dalam komunitas sekolah supaya menjadi murid
yang mempunyai daya tahan dan menjadi anggota komunitas sekolah yang patuh dan berpegang
teguh pada peraturan dan nilai-nilai yang berlaku.
Self-efficacy menjadi penangan terbaik bagi korban bullying. Self-efficacy memberikan
keyakinan pada kemampuan diri setiap individu untuk menyelesaikan masalahnya dan mencapai
tujuan yang diinginkan dan dapat menguragi dampak negatif terhadap masalah psikologi korban
bullying serta membangun kepercayaan diri setiap korban bullying (Anggraini et al., 2020).
Seringkali anak yang menyaksikan peristiwa bullying atau perundungan dihadapkan pada
pilihan sulit. Yakni antara membela atau diam saja. Banyak anak takut dicap mengkhianati
teman dan bahkan menjadi korban bully selanjutnya. Peneliti psikologi Universitas Indonesia,
Ratna Djuwita, mengungkapkan, anak-anak yang berani membela atau membantu teman lainnya
yang mengalami perundungan tergantung dari tingkat efikasi dirinya. Efikasi adalah kemampuan
untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan, termasuk kemampuan mengatur situasi.
Seseorang yang memiliki efikasi tinggi dapat mengorganisasi diri maupun kelompoknya. Selain
tingkat efikasi diri dan komunitas, kebahagiaan psikologis turut mempengaruhi seseorang untuk
berani mengintervensi kasus kekerasan.

1.3 Program dan Kebijakan Sekolah Tentang Perundungan


75
Salah satu upaya untuk mengatasi perilaku perundungan dengan cara menciptakan
lingkungan berupa konteks sekolah yang memiliki suasana yang sehat. Dengan kata lain, untuk
mencegah meluasnya perundungan di sekolah, perlu diciptakan iklim sekolah yang sehat.
Sekolah yang sehat memiliki misi dan tujuan yang difahami oleh setiap orang yang terlibat di
dalamnya, baik guru maupun siswa. Iklim sekolah merupakan persepsi sosial terhadap
lingkungan yang terdapat di sekolah pada dimensi-dimensi sebagai berikut:
a) iklim sekolah merupakan faktor kontekstual yang mempengaruhi pembelajaran dan dan
perkembangan siswa di sekolah.
b) iklim sekolah relatif stabil dari waktu ke waktu .
c) iklim sekolah dapat dirasakan bermakna bagi banyak warga yang terlibat di dalamnya.
Pengertian iklim sekolah ini lebih merujuk pada persepsi terhadap lingkungan sosial yang
dimiliki guru, siswa maupun staf akademik lainnya di sekolah, dibandingkan dengan keadaan
obyektifnya (Sutherland, 2010). Iklim sekolah merupakan “jantung” dan “ruh” sekolah, yang
membuat seorang guru ataupun siswa memiliki perasaan tertentu pada sekolahnya, seperti
perasaan senang atau justru sebaliknya (Ryan, 2009). Sekolah yang memiliki iklim yang positif
akan mengundang guru dan siswa merasa nyaman berada di dalamnya dan mendorong mereka
untuk menampilkan kemampuan terbaiknya (Jimmerson dkk, 2009). Siswa akan termotivasi
untuk menunjukkan pencapaian akademis, dan di sisi yang lain tidak berminat pada aktivitas
agresif.
Terdapat delapan komponen iklim sekolah untuk mengurangi perilaku perundungan, yaitu:
unggul dalam pembelajaran, nilai/norma sekolah, kesadaran terhadap kelebihan/kekurangan
sekolah, kebijakan dan keterbukaan sekolah, perhatian dan penghargaan, harapan yang positif,
dukungan guru serta karakteristik lingkungan fisik sekolah. Iklim sekolah yang sehat akan
menjadi langkah preventif dalam pencegahan terbentuknya korban perundungan di sekolah.
Dengan iklim sekolah yang baik, setiap warga sekolah memiliki rasa tanggung jawab satu sama
lain, serta keterikatan emosional. Hal tersebut membuat aturan-aturan yang menjadi panduan,
dijalankan secara konsisten untuk kebahagiaan semua warga sekolah.
Siswa adalah cikal bakal generasi penerus bangsa. Keberhasilan dalam mendidik siswa
menjadi indikator keberhasilan di masa mendatang. Sebagian besar anak menghabiskan waktu
belajarnya di sekolah. Itulah mengapa, sekolah seolah menjadi rumah utama siswa untuk
menimba ilmu setelah rumah. Untuk mendukung keberhasilan belajar siswa di sekolah, guru
harus memperhatikan keamanan siswa saat belajar. Keamanan yang dimaksud bisa berupa
keamanan lingkungan, asupan makanan, pembelajaran, dan sebagainya. Misalnya, lingkungan

76
belajar siswa harus aman dari tindakan prundungan/bullying. Agar tujuan belajar bisa tercapai,
pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang adanya sekolah ramah anak (SRA).
Prinsip dibawah ini merupakan hal yang mendasari terciptanya sekolah ramah anak, yaitu:
1. Nondiskriminasi, artinya setiap anak bisa mendapatkan haknya tanpa adanya diskriminasi.
2. Kepentingan terbaik bagi anak, artinya semua kebijakan atau keputusan yang dibuat nantinya
benar-benar terbaik bagi pendidikan anak.
3. Hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, artinya lingkungan sekolah memperhatikan
martabat anak dan memberikan jaminan akan perkembangan setiap anak.
4. Penghormatan terhadap pandangan anak, artinya menghormati setiap pandangan anak yang
berpengaruh pada perkembangannya.
5. Pengelolaan yang baik, artinya adanya jaminan akan keterbukaan, akuntabilitas, partisipasi,
dan supremasi hukum di sekolah.
Keberadaan sekolah ramah anak bukan berarti membangun sekolah baru berkonsep ramah
pada anak. Namun, suatu unit satuan pendidikan harus mampu mewujudkan konsep yang sesuai
di unitnya. Konsep ini mengacu pada perlindungan dan pemenuhan hal anak selama di sekolah
berdasarkan gerakan BARISAN, yaitu sebagai berikut.
1. B = Bersih
2. A = Aman
3. R = Ramah
4. I = Indah
5. I = Inklusif
6. S = Sehat
7. A = Asri
8. N = Nyaman
Ciri-ciri sekolah ramah anak :
1. Semua penghuni sekolah anti terhadap segala bentuk kekerasan/perundungan, baik kekerasan
verbal dan nonverbal.
2. Selama sekolah, anak tidak pernah mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan, misalnya
kekerasan oleh guru maupun sesama murid.
3. Anak mendapatkan perlakukan adil tanpa melihat latar belakang, suku, ras, agama, warna
kulit, dan sebagainya.
4. Anak merasa enjoy, aman, dan nyaman saat berada di sekolah.
5. Guru tidak pernah mempermalukan peserta didik.
6. Makanan di kantin sekolah terjaga kebersihannya.
77
7. Rasa peduli anak terhadap lingkungan sekitar semakin meningkat setelah masuk di suatu
sekolah.
8. Tata tertib sekolah dijalankan secara terbuka atau transparan dan anti diskriminasi.
Berikut ini adalah Langkah Mengembangkan Sekolah Ramah Anak :
1. Persiapan
Persiapan yang harus dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut.
1. Menyusun rekomendasi dan memetakan hak-hak anak berdasarkan hasil konsultasi pada
pihak anak.
2. Membentuk kebijakan melalui komitmen kepala sekolah, orang tua/wali, dan peserta didik.
3. Membentuk tim pengembangan dengan peran sebagai berikut.
 Koordinator untuk pengembangan.
 Melakukan sosialisasi.
 Menyusun serta mengembangkan sekolah ramah anak.
 Melakukan evaluasi.
 Memetakan potensi, kapasitas, dan kerentanan.
2. Perencanaan
Pada langkah perencanaan, tim pengembangan berperan untuk menyukseskan terwujudnya
sekolah ramah anak yang terintegrasi ke dalam kebijakan, program, dan kegiatan yang sudah
berlangsung di suatu sekolah.
3. Pelaksanaan
Pada pelaksanaannya, semua sumber daya harus dioptimalkan, baik sumber daya pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha.
4. Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan
Pada langkah ini, tim pengembang harus melakukan pemantauan setiap bulan dan evaluasi
setiap tiga bulan sekali. Hasil yang diperoleh dari evaluasi tersebut diserahkan pada pihak
gugus tugas KLA (Kota Layak Anak) untuk dilakukan tindak lanjut. Jika unit satuan
pendidikan berhasil menerapkan, pihak gugus tugas akan memberikan penghargaan.
Suatu sekolah harus memenuhi standar SRA yang telah ditetapkan. Adapun standar yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Setiap anak bisa mendapatkan haknya tanpa adanya diskriminasi, misalnya disabilitas, warna
kulit, suku, latar belakang orang tua, dan sebagainya.
2. Setiap anak bisa dengan bebas menyampaikan ide, pendapat, gagasan, penemuan tentang
pendidikan, teknologi, seni, dan budaya.

78
3. Metode pembelajaran dan kurikulumnya bisa membangun karakter anak menjadi lebih baik
dengan menekankan pada kepedulian, kasih sayang, simpati, empati, keteladanan, dan
sebagainya.
4. Guru dan tenaga kependidikannya bisa menjadi fasilitator bagi anak untuk berkembang.
5. Memiliki lingkungan dan infrastruktur yang ramah pada anak, misalnya bersih, asri, sehat,
aman, bangunan berstatus SNI, dan sebagainya.
6. Membuat program kerja yang mengutamakan perkembangan kepribadian anak.
7. Membuat program kerja yang menekankan keselamatan anak, baik saat di rumah maupun di
sekolah.
8. Semua warga sekolah sadar akan pentingnya menjaga diri dari berbagai bentuk kekerasan.
9. Anak bisa berpartisipasi secara penuh untuk setiap aspek kehidupan atau kegiatan di sekolah.
10. Memiliki kesiswaan yang orientasinya membentuk karakter anak.
11. Terbentuk kerja sama yang selaras dan harmonis antara anak, sekolah, dan keluarga.
12. Penegakan hukum dan informasi dijalankan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Adapun komponen sekolah ramah anak yang harus dikembangkan adalah sebagai berikut.
1. Kebijakan untuk menjalankan program sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
2. Pelaksanaan kurikulum harus ramah pada anak, sehingga pelaksanaan pembelajaran bisa
berjalan dengan optimal.
3. Pendidik dan tenaga kependidikan harus terlatih dan memahami dengan baik akan hak-hak
anak.
4. Sarana dan prasarana harus mampu memberikan jaminan kenyamanan bagi anak dalam
beraktivitas.
5. Partisipasi anak yang ditunjukkan dalam bentuk ketaatan pada aturan yang berlaku serta anak
mampu bersosialisasi di lingkungan sekolah.
6. Partisipasi dari orang tua dengan memantau kegiatan anak selama di sekolah.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak era Kabinet Kerja, Yohana
Yambise, menyatakan bahwa untuk menciptakan sekolah ramah anak suatu sekolah harus
memenuhi syarat berikut.
1. Memiliki kantin sehat
2. Merupakan kawasan bebas rokok
3. Merupakan kawasan bebas miras dan NAPZA
4. Merupakan kawasan bebas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)
5. Merupakan kawasan bebas kekerasan, baik kekerasan verbal maupun nonverbal
Kebijakan Sekolah Ramah Anak :
79
1. Kebijakan anti kekerasan terhadap anak, baik oleh lingkungan, peserta didik, pendidik, dan
tenaga kependidikan.
2. Kebijakan untuk mematuhi tindakan anti kekerasan oleh semua warga sekolah.
3. Kebijakan untuk mencegah anak putus sekolah.
4. Kebijakan untuk mewujudkan kawasan tanpa asap rokok.
5. Kebijakan untuk menciptakan sekolah tanggap bencana.
6. Kebijakan untuk menciptakan lingkungan sehat, aman, asri, dan nyaman.
Dari pembahasan di atas, jelas bahwa keberadaan sekolah ramah anak bisa menjamin
keamanan anak saat menempuh pendidikan di bangku sekolah. Oleh karena itu, diharapkan
sudah tidak ada lagi kasus tindak kekerasan/perundungan di lingkungan sekolah.

C. Penugasan

Pahamilah subjek kasus di bawah ini.


a. Identitas Subjek Kasus
1) Nama (inisial) : SS
2) Tempat Tanggal Lahir : Pontianak 25 Mei 1999
3) Agama : Islam
4) Jenis Kelamin : Laki-Laki
5) Anak Ke : Tiga
6) Jumlah Saudara : 4
7) Alamat Lengkap :Jln.Trans,Kalimantan,Gang Mulyo
8) Cita-Cita : Dokter Gigi
9) Hobby : Taekwondo
b. Identitas Orang Tua
1) Ayah
a) Nama Ayah : Mujayen
b) Umur : 58
c) Pendidikan : SD
d) Pekerjaan : Swasta
e) Alamat : Jln.Trans,Kalimantan,Gang Mulyo
2) Ibu
a) Nama Ibu : Siti Murni
b) Umur : 51

80
c) Pendidkan : SD
d) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e) Alamat : Jln.Trans,Kalimantan,Gang Mulyo

c. Identifikasi kasus
1) Gambaran permasalahan subjek kasus
Subjek kasus adalah anak ketiga dari empat bersaudara, anak dari pasangan bapak M dan ibu
SM, dalam keseharian subjek kasus merupakan anak yang tidak banyak bicara,sikap subjek
kasus juga sering menunnjukkan sikap perempuan seperti pada umumnya namun, karena
tidak terima dibilang seperti itu oleh temannya subjek kasus marah dan malah melakukan
tindakan bullying dengan mengucapkan 11 kata-kata kasar kepada teman dikelasnya. sekolah
adalah lingkungan kedua dari keluarga yang mudah terpengaruh terhadap teman-temannya,
menyebabkan subjek kasus ketahuan melakukan bullying pada temannya sebanyak 4 kali,
2) Latar belakang keluarga
Berdasarkan wawancara dengan orang tua subjek kasus, diperoleh keterangan bahwa subjek
kasus merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, hubungan subjek kasus dengan orang
tuanya kurang harmonis. Berdasarkan data yang diperoleh ayah subjek kasus bekerja sebagai
swasta dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Subjek kasus kurang mendapat perhatian
orang tuanya. Kegiatan subjek kasus di rumah juga cuma menjaga adiknya yang masih
berusia 3 tahun oleh orang tuanya sehingga subjek kasus berkesan mencari perhatian.
3) Pola asuh orang tua
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga. Orang
tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemeliharaan dan sebagai pendidik terhadap
anakanaknya. Setiap oang tua pasti menginginkan anak nya hidup sehat jasmani dan rohani
serta menjadi manusia yang pendai,cerdas dan berakhlak salah satu pola asuh orang tua
subjek kasus selalu mendorong anaknya agar bisa mandiri.diskon 69% khusus kamulagi
Berdasarkan gambaran permasalahan subjek kasus dan data yang terkumpul , diskusikanlah
1. Faktor penyebab dari masalah yang sedang dihadapi oleh subjek kasus.
2. Rumuskan alternatif bantuan yang akan diberikan pada subjek kasus secara bertahap dan
berlanjut untuk mengatasi masalahnya.

81
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Sigit B. 2009. Mindset: Inti Pembelajaran Diri. http:/ / esbedewordpress.com/ 2009/
07/ 29/ pertumbuhan-diri

Dweck, Carol S. 2007. Change Your Mindset Change Your Life. Jakarta: Serambi .

Gardner, Howard. 2007. Five Minds for The Future. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Porter, De Bobbi. 2000. Quantum Teaching/ Learning. Bandung.

Kaifa Sandy, MacGregor. 2006. Piece on Mind. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Senge, Peter M. 1996. Disiplin Kelima (Fifth Discipline). Jakarta: Bina Rup

Wade, Indikator Berpikir Kritis, vol. 3, 2011, p. 10, http://www.Konsep-BerpikirKritis.org, 12


Mei 2015.)

Rudi Hartono, Ragam Model Mengajar yang Mudah diterima Murid,(Yogyakarta: Diva Press,
2013), h. 147-148

Arief Achmad, Memahami Berfikir Kritis, (http://researchengines.com/1007arief3.html)

Kowiyah, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Pembelajaran Matematika Berbasis


Masalah”,Jurnal Edukasi, Vol.3, 2012, h. 15

82
Edward Glaser, “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Pembelajaran Matematika
Berbasis Masalah”,Jurnal Edukasi, Vol.3, 2012, h. 15

Jhonson, Elaine B, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan BelajarMengajar


Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2007), h. 183

Peale, Thinking dalam http:// www.scribd.com/doc/87900727/ Berpikir#Psikologi Pendidikan


Pola Pikir AnalogisUNESA, diakses 20 Januari 2013. h. 163

83

Anda mungkin juga menyukai