Anda di halaman 1dari 3

Nilai-nilai Sosial

Satu cara bagi manajer untuk menangani budaya local adalah dengan memahami
perbedaan nilai-nilai sosial.
Dimensi Nilai Hofstede
Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 116.500 karyawan IBM di 40 negara, Greert
Hofstede mengidentifikasi empat dimensi nilai nasional yang memengaruhi hubungan kerja
organisasi dan pegawai.

1. Jarak kekuasaan. (power distance) Tingkat penerimaan anggota suatu masyarakat


terhadap ketimpangan kekuasaan di lembaga, organisasi, dan sesama anggota.
2. Tingkat penghindaran ketidakpastian. (uncertainly avoidance) Penolakan anggota
suatu masyarakat terhadap ketidakpastian dan ambiguitas, sehingga lebih
mengutamakan kepercayaan yang menjanjikan kepastian dan keseragaman.
3. Individualism dan Kolektivisme. Individualisme (individualism) adalah nilai kerangka
social yang longgar, yang mengharapkan para individu untukmengurusi diri mereka
sendiri, sedangkan kolektivisme (collectivism) adalah pilihan kerangka social etat
yang mengharapkan anggotanya untuk saling menjaga dan mengharapkan organisasi
untuk melindungi mereka.
4. Maskulinitas/feminitas. Maskulinitas (masculinity) adalah sikap yang
mengutamakan prestasi, heroism, sikap asertif, pekerjaan (yang cenderung
menuntut), dan kesuksesan material. Feminitas adalah sikap yang mengutamakan
nilai-nilai hubungan, kerja sama, pengambilan keputusan dalam kelompok,dan
kualitas hidup.

Hofstede dan para koleganya belakangan mengidentifikasi dimensi keliam, yaitu


orientas jangka panjang (long-term orientation), yang dianut Cina dan beberapa
negara Asia lainnya, mencakup kepedulian yang lebih besar terhadap masa depan
serta sangat menghargai sifat hemat dan kegigihan. orientas jangka pendek (short-
term orientation), yang dianut Rusia dan Afrika Barat, lebih mengutamakan masa lalu
dan masa kini serta sangat menghargai tradisi dan pemenuhan kewajiban sosial.

Dimensi Nilai Proyek GLOBE

Proyek GLOBE menggunakn data yang dikumpulkan dari 18.000 manajer di 62


negara untuk mengidentifikasi Sembilan dimensi yang menjelaskan perbedaan
budaya, termasuk yang diidentifikasi oleh Hofstede.

1. Sikap asertif. Penghargaan yang tinggi terhadap sikap asertif berarti bahwa suatu
masyarakat mengutamakan ketangguhan, sikap asertif, dan persaingan,
sedangkan sikap asertif yang rendah berarti bahwa suatu masyarakat lebih
menghargai kelembutan dan kepedulian daripada persaingan.
2. Orientasi masa depan. Dimensi ini mengukur sejauh mana suatu masyarakat
lebih mengutamakan dan menghargai perencanaan untuk masa depan daripada
hasil jangka pendek dan gratifikasi cepat.
3. Penghindaran ketidapastian. Dimensi ini mengukur sejauh mana suatu
masyarakat merasa nyaman dengan ketidakpuasan dan ambiguitas.
4. Perbedaan gender. Dimensi ini engukur sejauh mana suatu masyarakat
memaksimalkan perbedaan peran gender.
5. Jarak kekuasaan. Dimensi ini mengukur sejauh mana suatu masyarakat
mengharapkan dan menerima kesetaraan atau ketimpangan dalam hubungan
dan lembaga.
6. Kolektivisme sosial. Sejauh mana praktik-praktik di lembaga-lembaga seperti
sekolah, perusahaan, dan lembaga social lain mendorong terciptanya masyarakat
kolektivis yang terikat dengan erat, di mana anggota merupakan bagian penting
dari suatu kelompok.
7. Kolektivisme individual. Dimensi ini mengukur sejauh mana para individu merasa
bangga menjadi anggota keluarga, pertemanan, tim, atau organisasi, daripada
bagaimana organisasi social lebih mengutamakan individualisme atau
kolektivisme.
8. Orientasi kinerja. Masyarakat berorientasi kinerja tinggi mengutamakan kinerja
dan menghargai anggotanya karena peningkatan dan kesempurnaan kinerja
mereka. Orientasi kinerja yang rendah berarti anggota suatu masyarakat tidak
begitu memperhatikan kinerja dan lebih memperhatikan loyalitas,persaan
memiliki, dan latar belakang.
9. Orientasi kemanusiaan. Dimensi terakhir ini mengukur sejauh mana suatu
masyarakat mendorong dan menghargai anggotanya karena bersikap adil,
dermawan, murah hati, dan peduli.

Nilai-nilai social sangat berpengaruh terhadap fungsi organisasi dan gaya


manajemen.

Perbedaan Komunikasi

Kebudayaan berkonteks tinggi (high-context culture), budaya yang mengutamakan


komunikasi untuk meningkatkan hubungan pribadi.

Kebudayaan berkonteks rendah (low-context culture), budaya yang mengutamakan


komunikasi untuk saling bertukar fakta dan informasi.

Anda mungkin juga menyukai