Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN

MENGELOLA ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Oleh

1. Soraya Noer Pertiwi 041611433127


2. Yanti Andiani 041611433136
3. Vinda Magdalena D.M. 041611433142
4. Della Safira Radi P. 041611433176
5. Fadillah Nur Syafira 041611433195

JURUSAN EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Mengelola Etika
Dan Tanggung Jawab Sosial yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber informasi dan referensi. Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetauan
bagi pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, Maret 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang


Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan masyarakat
terhadap organisasi tersebut. Banyak lembaga bisnis yang menggunakan segala cara
untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu, diharapkan pelaku bisnis dapat
menjalankan bisnis yang memenuhi syarat dalam etika bisnis, baik secara moral maupun
norma masyarakat. Organisasi sebagai suatu system juga diharapkan dapat memiliki
tanggunjawab sosial terhadap masyarakat.
Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan dengan segala
bentuk bisnisnya berperilaku etis dan memiliki tanggung jawab terhadap komunitas,
sosial, etika dan hukum. Sistem bisnis beropersi dalam suatu lingkungan dimana perilaku
etis, tanggungjawab sosial, peraturan pemerintah dan pihak Stakeholder ini menentukan
tingkat keberhasilan yang dapat diraih perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kriteria pengambilan keputusan yang etis dan pilihan-pilihan etis seorang
manager?
2. Bagaimana cara mengatur etika dan tanggung jawab sosial perusahaan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan kriteria pengambilan keputusan yang etis dan pilihan-pilihan etis seorang
manager.
2. Menjelaskan tentang cara mengatur etika dan tanggung jawab sosial perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kriteria Pengambilan Keputusan yang Etis


Sebagian bsar dilema etis mengakibatkan konflik antara kebutuhan sebagian pihak
dan keseluruhan pihak individu melawan organisasi atau organissasi melawan masyarakat
secara keseluruhan.
Manajer manajer yang berhadapan dengan jenis-jenis pilihan etis yang sulit ini
seringkali mendapat keuntungan dari strategi normatif yaitu strategi yang didasarkan kepada
norma dan nilai untuk membimbing keputusan mereka. Etika normatif menggunakan
beberapa pendekatan unruk menggambarkan nilai-nilai dalam membimbing pengambilan
keputusan yang etis. Keempat pendekatan ini akan membantu manajer adalah :

1. Pendekatan bermanfaat
Pendekatan bermanfaat yang didukung oleh filsuf abad ke-19, jeremy bentham dan
john stuart mill, menyatakan bahawa prilaku moral menhasilkan kebaikan yang paling besar
bagi jumlah yang paling besar. Dibawah pendekatan ini, seorang pengambil keputusan
diharapkan untuk mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan yang ada terhadap
semua pihak dan memilih keputusan yang mengoptimalkan keuntungan jumlah orang yang
lebih bersar.

2. Pendekatan individualisme
Pendekatan individualisme mengatakan bahwa suatu tindakan dianggap pantas ketika
tindakan tersebut mengusung kepentingan terbaik jangka panjang seorang individu. Secara
teori, dengan setiap orang mngajar arah mereka sendiri, kebaikan yang lebih besar pada
akhirnya akan tercapai karena orang-orang belajar untuk saling mengakomodasi dalam
kepentingan jangka panjang mereka. Individualisme diyakini dapat membawa kejujuran dan
integritas karna individualisme berjalan sangat baik dalam jangka yang panjang. Oleh karna
individualisme dengan gampang diartikan untuk mendukung diri dengan segera,
individualisme tidaklah populer masyarakat yang sangatlah terorganisasi atau yang
berorientasi kelompok dimasa kini. Pendekatan ini merupakan yang paling dekat dengan
wilayah pilihan bebas.
3. Pendekatan hak-hak moral
Pedekatan hak-hak moral menyatakan bahwa umat manusia memiliki hak asasi dan
kebebasan yang tidak bisa direbut oleh keputusan satu individu. Enam hak-hak moral harus
dipertimbangkan dalam pengambilan keutusan :
Hak persetujuan bebas, individu akan diperlakukan hanya jika individu tersebut
secara sadar dan tidak dipaksa setuju untuk tidak diperlakukan.
Hak atas privasi, individu dapat memilih untuk melakukan apa yang ia inginkan
diluar pekerjaannya dan memegang kendali akan informasi tentang kehidupan
pribadinya.
Hak kebebasan hati nurani, individu dapat menahan diri dari memberikan perintah
yang melanggar moral dan norma agamanya.
Hak untuk babas berpendapat, inividu dapat secara enar mengkritik etika atau
legalitas tidakan yang ilakukan orang lain.
Hak atas proses hah, individu berhak untuk berbicara tanpa berat sebelah dan berak
atas perlakuan yang adail.
Hak atas hidup dan keamanan, individu berhak untuk hidup tanpa bahaya dan
ancaman terhadap kesehatan dan keamanannya.

4. Pendekatan Keadilan
Pendekatan keadilan menyatakan bahwa keputusan moral harus didasarkan pada
standar-standar keadilan, kejujuran, dan ketidakberatsebelahan. Keadilan distributif
mengharuskan bahwa perlakuan yang berbeda terhadap orang-orang tidaklah didasarkan pada
karakteristik kesewenang-wenangan. Keadilan prosedural, mengharuskan bahwa peraturan
didirikan dengan adil. Peraturan harus dengan jelas diberikan dan dijalankan secara konsisten
dan tidak berat sebelah. Keadilan kompensasi, mengatakan bahwa individu haru diberikan
kompensasi atas cidera yang dideritanya yang disebabkan oleh pihak yang bertanggng jawab.
Pendekatan keadilan adalah yang paling dekat dengan pemikiran yang menggaris bawahi
wilayah hukum karna pendekatan ini menganggap bahwa keadilan dejalankan melaluin
peraturan dan undang- undang. Manajer diharapkan untuk dapat menentukan sikap-sikap
dalam memperlakukan para pegawai secara berbeda dan sesuai kewajaran.

Pilihan-Pilihan Etis Seorang Manajer


Sejumlah faktor dapat memengaruhi kemampuan seorang manajer untuk membuat
sebuah keputusan yang beretik kepribadiannya. Kebutuhan pribadi, pengaruh keluarga dan
latar belakang agama membentuk sistem nilai seorang manajer. Pada tingkata rekonsional,
setiap individu mementingkan penghargaan dan hukuman dari pihak luar dan mematuhi pihak
berwenang utuk menghindari konsekuensi yang akan mengganggu dirinya. Tingkatan
konfensional, orang-orang belajar untuk menginformasi penghargaan atas prilaku yang baik
sebagaimana yang ditentukan oleh rekan kerja, keluarga, teman, dan masyarakat.
Tingkatan konfensional, atau tingkatan dengan dasar yang kuat, individu diarahkan oleh
serangkaian nilai-nilai internal yang berdasarkan pada prinsi-prinsip keadilan dan hak
internasional dan bahkan tidak akan mematuhi peraturan atau hukum yang melanggar
prinsip-prinsip ini. Bahasan tentang persoalan pekerjaan menejer pada bab ini akan
memberikan beberapa tips tentang bagaimana menejer post konfensional dapat secara efektif
menantang atasannya menyangkut hal-hal yang etikanya diragukan. Para pegawai
diberdayakan dan diberikan kesempatn untuk melakukan pertisipasi yang membangun dalam
jalannya organisasi. Menejer pada tingkatan tiga dari perkembangan moral akan memuat
keputusan yang berey=tika apapun konsekuensi yang diberikan organisasi kepada mereka.
Globalisasi membuat permasalahan etika menjadi lebih membingungkan bagi menejer
saat ini. Misalnya, meskipun toleransi terhadap penyuapan telah menurun, praktik penyuapan
masih dianggap sebgai bagian yang normal dan lam berbisnis di banyak negara asing.

1) Apakah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Itu?


Pengertian formal dari tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban menagemen
untuk membuat pilihan dan melakukan tindakan yang akan berperan terhadap kesejahteraan
dan kepentingan masyarakat dan organisasi.
Meskipun pengertianya lugas, CSR dapat menjadi sebuah konsep yang sulit di pahami
karena orang-orang berbeda memiliki keyakinan yang berbeda mengenai tindakan apa yang
bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal yang lebihj buruk adalah tanggung jawab sosial,
mencakup area permasalahan, yang sebagian besarnya bersifat ambigu jika di kaitkan dengan
benar atau salah.pertimbangan moral,hukum,ekonomi yang membuat sulit untuk menentukan
pengertian dari tanggung jawab sosial.

2) Pemangku kepentingan dalam organisasi


Dari sudut pandang tanggung jawab sosial, organisasi-organisasi yang tercerahkan
memandang lingkungan internal dan eksternal sebagai beraagmnya pemangku kepentingan.
Pemangku kepentingan adalah kelompok apapun yang bherada di dalam ataupun di luar
organissasi yang memiliki andil dalam kinerja organisasi.
Kinerja oraganisasi mempengaruhi pemangku kepentingan, tetapi pemangku
kepentingan dapat juga sangat mempengaruhi kinerja dan kesuksesan organisasi. Sebagian
besar organisasi secara serupa di pengaruhi oleh beragam kelompok yang berkepentingan.
Investor dan pemegang saham, pegawai, pelanggan, dan pemasok, di anggap sebagai pihak-
[ihak utamayagn berkepentingan, dimana perusahaan tidak akan biisa bertahan tanpa pihal-
pihak ini.
Pihak-pihak penting yang berkepintangan lainya adalah pemerintah dan komunitas,
yang pada tahun-tahun belakangan iini menjadi makin penting. Komunitas ini terdiri atas
pemerintah lokal, lingkungan alam dan jasmani, dan kualitas kehidupa yang di sediakan bagi
penduduk. Kelompok-kelompok denahgn kepentingan tertentu, yang juga merupakan pihak
yang berekentingan terdiri atas Asosiasi,pedagang,komite aksi politik, asosiasi profesional
dan pelanggan.

3) Dasar piramida
Konsep dasar piramida yang terkadang di sebut juga kaki piramida, menyatakan bahwa
perusahaan dapat mengurangi kemiskinan dan penyakit sosial lainya, sekaligus tetap
memperoleh keuntungan, dengan menjual barang kepada orang-orang termiskin di dunia.
Istilah dasar piramida mengacu pada lebih dari 4 miliar orang yang hidup dalam tingakatan
terendah dari piramida ekonomi dunia berdasarkan pendaetika pendapatan perkapita.

Etika Ketahanan
Ketahanan mengacu pada perkembangann ekonomi yang menghasilkan kekayaan dan
memenuhi kebutuhan generasi saat ini sekaligus menjaga lingkungan agar generasi masa
depan dapat memenuhi kebutuhan mereka juga.

Tanggung Jawab Sosial


Griffin dan Ebert (2002) menyatakan, tanggung jawab sosial adalah usaha suatu bisnis
untuk menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam
lingkungannya, termasuk konsumen, bisnis lain/pesaing, karyawan, dan investor. Sedangkan
Bone dan Kurtz (2000) menyatakan tanggung jaawab sosial merupakan penerimaan
manajemen terhadap kewajiban untuk mempertimbangkan laba, kepuasan pelanggan, dan
kesejahteraan sosial sebagai nilai sepadan dalam mengevaluasi kinerja perusahaan.
Dapat disimpulkan tanggung jawab sosial lebih berkaitan dengan cara suatu bisnis
bertindak terhadap kelompok dan pribadi lainnya dalam lingkungan sosialnya. Pada
kenyataannya tanggung jawab sosial lebih merupakan suatu usaha untuk mengimbangi
komitmen yang berbeda. Misal, untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap investor,
perusahaan perlu memaksimalkan profitnya. Namun, perusahaan juga memiliki tanggung
jawab untuk menawarkan produk yang aman dan memuaskan konsumennya, sebagai suatu
komitmen yang dapat menaikkan biaya produksi atau menurunkan profitnya.
Secara keseluruhan tanggung jawab sosial mencerminkan etika perorangan yang
diterapkan oleh perusahaan terutama manajemen puncaknya walau tidak menutup
kemungkinan tanggung jawab sosial dapat didorong oleh lembaga pemerintahan, konsumen,
investor, dan oleh perilaku perusahaan lain/pesaing.
Namun demikian, banyak perusahaan yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
tanggung jawab sosialnya terhadap stakeholder-nya (individu atau kelompok sangat terkait
langsung terhadap kinerja perusahaan).

Komunitas Lokal
Hampir semua bisnis mencoba bertanggung jawab sosial terhadap komunitas lokalnya.
Mereka mungkin berkontribusi dalam program lokal, seperti bakti sosial, beasiswa serta
pengobatan gratis.

1. Area Tanggung Jawab Sosial


Pada saat mendefinisikan permasalahan atau rasa tanggung jawab sosial, suatu
perusahaan akan menghadapi 4 hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu tanggung jawab
terhadap lingkunganya, konsumennya, karyawannya dan investornya.
Tanggung jawab ke depan terhadap lingkungannya
Misal, dengan meminimalkan polusi udara yang disebabkan oleh produksi
perusahaannya, mencakup polusi udara, misalnya dengan menggunakan penghisap zat-zat
beracun pada asap yang dikeluarkan dari produksi, polusi air dengan membuat penampungan
limbah yang menyerap zat-zat berbahaya sebelum dialirkan ke aliran sungai, dan polusi tanah
dengan meminimalkan sampah yang dikeluarkan dengan menggunakan bahan-bahan yang
dapat di daur ulang.
Tanggung jawab ke depan terhadap konsumennya
Dengan menyediakan produk yang berkualitas dan dengan harga yang sesuai. Konsumen
memiliki hak untuk memperoleh produk yang aman, memperoleh informasi mengenai produk
yang digunakan, hak untuk didengarkan dan hak untuk memilih apa yang hendak dibeli.
Tanggung jawab perusahaan terhadap konsumennya juga termasuk dengan memperhatikan
etika dalam beriklan, antara lain dengan tidak membuat janji-janji tentang sebuah produk
yang tidak ditepati oleh perusahaan.
Tanggung jawab ke depan terhadap karyawannya
Dengan melakukan berbagai aktivitas, seperti rekrutmen, pelatihan, promosi dan
kompensasi sesuai dengan hak-hak yang harus diperoleh karyawan.
Tanggung jawab ke depan terhadap investornya
Misal, dengan memberikan laporan keuangan dengan jujur dan sesuai keadaan, tidak
memberikan informasi kepada investor-investor tertentu saja, dan memberikan laporan
keuangan sesuai dengan aturan dalam laporan keuangan yang berlaku.

2. Pendekatan-Pendekatan terhadap Tanggung Jawab Sosial

Terdapat 4 tahapan yang perusahaan dapat ambil dalam memenuhi kewajiban


tanggung jawab sosialnya dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi.Dapat diketahui
empat macam pendekatan terhadap tanggung jawab sosial adalah sebagai berikut :
a. Obstructionist stance
Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial, meliputi melakukan seminimal mungkin dan
mungkin meliputi usaha untuk mengingkari atau menutupi pelanggaran.
b. Defensive stance
Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang mana suatu perusahaan memenuhi
hanya kebutuhan legal minimum dalam komitmennya terhadap kelompok dan individu dalam
lingkungan sosialnya.
c. Accommodative stance
Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang mana suatu perusahaan, jika secara
khusus diminta, melebihi kebutuhan legal minimum dalam komitmennya terhadap kelompok
dan individu dalam lingkungan sosialnya.
d. Proactive stance
Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial yang mana suatu perusahaan secara aktif
mencari peluang untuk berkontribusi dalam kebaikan kelompok dan individu dalam
lingkungan sosialnya.

3. Mengelola Program Tanggung Jawab Sosial

Membuat sebuah perusahaan bertanggung jawab sosial secara penuh pada pendekatan
tanggung jawab di atas memerlukan program yang di organisasikan dan dikelola dengan hati,
hati. Secara umum, manajer harus melakukan hal-hal berikut:
Tanggung jawab sosial harus dimulai dari tingkatan manajemen puncak, karena tanpa
dukungan dari manajemen puncak tidak akan program yang berjalan sukses.
Sebuah komite atau panitia yang terdiri dari manajer-manajer puncak harus
mengembangkan sebuah rencana yang merinci tingkat dukungan manajemen.
Seorang eksekutif atau manajer harus bertanggung jawab dalam pengimplementasian
program yang telah direncanakan.
Terakhir perusahaan harus melakukan audit sosial, yaitu analisis sistematis mengenai
penggunaan dana dan pencapaiannya terhadap tujuan tanggung jawab sosialnya.

2.2 Mengatur Etika dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Seorang ahli etika mengatakan; Manajemen bertanggung jawab dalam menciptakan
dan mempertahankan kondisi dimana orang-orang bertindak untuk mengatur diri mereka
sendiri. Salah satu langkah penting yang dapat diambil oleh seorang manajer adalah untuk
menjalankan kepemimpinan yang beretika. Kepemimpinan yang beretika berarti bahwa
manajer berlaku jujur dan dapat dipercaya, adil dalam bekerja bersama pegawai dan
pelanggan, dan beretika dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan profesionalnya.
Manajer dan supervisor tingkat pertama merupakan panutan yang penting dalam
menunjukkan perilaku yang beretika, dan keputusan yang mencerminkan standar-standar
etika. Manajer harus proaktif dalam memengaruhi pegawai untuk mewujudkan dan
mencerminkan nilai-nilai etika. Manajer juga dapat menerapkan mekanisme organisasi dalam
membantu pegawai dan perusahaan untuk tetap berada di jalur yang beretika. Beberapa
mekanisme utama adalah kode etik, struktur etis, dan ukuran-ukuran yang dapat melindungi
orang-orang yang memberikan informasi tentang adanya perilaku yang tidak patut (whistle-
blower).
Kode Etik
Kode etik (code of ethics) adalah pernyataan resmi dari nilai-nilai yang dianut oleh
perusahaan yang berkaitan dengan persoalan etika dan social; kode etik menyampaikan pada
para pegawai akan apa yang dibela oleh perusahaan mereka. Kode etik cenderung terdapat
dua jenis, yaitu pernyataan yang berdasarkan prinsip dan pernyataan berdasarkan kebijakan.
Penyataan berdasarkan prinsip dirancang untuk memengaruhi budaya perusahaan; pernyataan
ini menentukan nilai-nilai mendasar dan berisi bahasa-bahasa umum mengenai tanggung
jawab perusahaan, kualitas produk, dan perlakuan terhadap pegawai. Pernyataan prinsip
umum ini sering kali disebut kredo perusahaan. Salah satu contoh yang bagus adalah The
Credo dari perusahaan Johnson&Johnson. Pernyataan berdasarkan kebijakan secara umum
menguraikan prosedur-prosedur yang digunakan dalam situasi etis tertentu. Situasi situasi
ini terdiri atas praktik pemasaran, konflik kepentingan, ketaatan pada hukum, informasi
kepemilikan, hadiah-hadiah politis, dan peluang yang sama. Contoh dari pernyataan
berdasarkan kebijakan adalah Pedoman Perilaku Bisnis milik Boeing.

Struktur Etis
Struktur etis mewakili beragam sistem, posisi, dan program yang dapat dilaksanakan
oleh perusahaan untuk menerapkan perilaku beretika. Salah satu posisi terbaru dalam
organisasi adalah kepala petugas akuntansi, yang menjadi jawaban terhadap kejahatan
keuangan yang sangat marak terjadi di tahun-tahun belakangan ini. Komite etika (ethics
committee) adalah kelompok eksekutif yang ditunjuk untuk mengawasi etika perusahaan.
Komite ini membiarkan aturan-aturan mengenai persoalan-persoalan etika yang belum jelas
dan bertanggung jawab untuk menertibkan pelaku kejahatan. Banyak perusahaan menyusun
kantor-kantor beretika dengan staf yang bekerja penuh waktu untuk menjamin bahwa standar
etika adalah bagian yang dipadukan dengan operasional perusahaan. Kantor-kantor ini
dikepalai oleh kepala petugas etika (a chief ethics officer), yaitu eksekutif perusahaan yang
mengawasi semua aspek etika, dan kepatuhan hukum, diantaranya membangun dan
menyampaikan secara luas standar-standar, pelatihan etika, mengatasi pengecualian dan
permasalahan, serta memberikan saran pada manajer senior dalam aspek pengambilan
keputusan yang beretiaka dan sesuai. Layanan telepon etika yang bebas pulsa dan rahasia
juga memungkinkan pegawai untuk menelepon perilaku mencurigakan serta mencari
bimbingan dalam menghadapi dilemma etis. Program pelatihan etika (ethics training) juga
membantu pegawai untuk mengatasi persoalan etika dan menerjemahkan nilai-nilai yang
dinyatakan dalam kode etik ke dalam perilaku sehari-hari. Program pelatihan merupakan
dorongan yang penting untuk mewujudkan kode etik tertulis.

Whistle-Blowing
Penyingkapan yang dilakukan pegawai mengenai prakrik-praktik illegal, amoral,
atau tidak sah yang dilakukan oleh organisasi disebut whistle-blowing. Tidak ada organisasi
yang dapat mengandalkan pada kode etik dan struktur etika semata untuk mencegah
terjadinya semua perilaku yang tidak patut. Whistle-blower sering kali melaporkan tindakan
kejahatan pada pihak luar, seperti agen perundangan, senator, atau wartawan surat kabar.
Namun, agar praktik ini dapat menjadi usaha perlindungan yang efektif dan beretika,
perusahaan harus memendang whistle-blowing sebagai sesuatu yang menguntungkan bagi
perusahaan, serta perusahaan harus melakukan usaha yang berdedikasi untuk melindungi para
whistle-blower. Tanpa ukuran perlindungan yang efektif, para whistle-blower akan menderita.
Manajer dapat dilatih untuk memandang praktik whistle-blowing sebagai sebuah keuntungan
daripada sebuhan ancaman, dan sistem dapat disusun untuk melindungi pegawai yang
melaporkan tindakan yang illegal dan tidak etis.

Kasus Bisnis tentang Etika dan Tanggung Jawab Sosial


Pada kisaran tahun 2012, masyarakat Lampung khususnya yang tinggal di daerah
Mesuji, melayangkan tuntutan kepada pihak PT. Silva Inhutani yang memegang Hak Guna
Usaha di perhutanan dan perkebunan di sana. PT. Silva Inhutani dianggap tidak menjalankan
etika bisnis dan tanggung jawab sosial dalam bisnis yang digarap olehnya dengan baik.
Sebagai perusahaan yang memakai lahan hutan dan kebun di Mesuji untuk kepentingannya,
PT. Silva Inhutani dianggap tidak memenuhi pertanggungjawaban sosialnya lantaran
perusahaan tersebut terkesan tidak peduli dengan dampak yang dirasakan masyarakat sekitar.
PT. Silva Inhutani tidak membuat fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warga sekitar,
padahal hal tersebut lumrah untuk mereka lakukan. Selain itu, PT. Silva Inhutani juga tidak
melaksanakan kewajiban penanaman 5 persen tanaman dari luas lahan yang dikelola. Padahal
kewajiban itu sudah merupakan kesepakatan bersama yang dilakukan pihak PT.Silva Inhutani
dengan mitra warga. Seharusnya perusahaan bisa mematuhinya. Berbisnislah tanpa
mengabaikan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen atau masyarakat luas. Dengan begitu,
tidak ada pihak yang akan dirugikan dari kegiatan berbisnis yang kita lakukan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kriteria Pengambilan Keputusan yang Etis, melalui :
1. Pendekatan bermanfaat
2. Pendekatan individualisme
3. Pendekatan hak-hak moral
4. Pendekatan Keadilan
Sejumlah faktor dapat memengaruhi kemampuan seorang manajer untuk membuat sebuah
keputusan yang beretik kepribadiannya. Kebutuhan pribadi, pengaruh keluarga dan latar
belakang agama membentuk sistem nilai seorang manajer.

Tanggung jawab sosial lebih berkaitan dengan cara suatu bisnis bertindak terhadap kelompok
dan pribadi lainnya dalam lingkungan sosialnya.

Mengatur Etika dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, melalui :


Kode Etik
Struktur Etis
Whistle-Blowing

3.2 Saran
Dalam makalah ini, penulis menggunakan referensi yang mendukung argumentasi
berupa buku-buku terkait pembahasan, sumber bacaan internet serta analisis penulis
terhadap pokok pembahasan.
Walaupun demikian, penulis menyadari sangat besar kemungkinan pembahasan
dalam makalah ini masih membutuhkan perbaikan berupa saran-saran dan kritikan yang
bersifat konstruktif. Harapannya dengan adanya saran dan kritikan terhadap makalah ini,
dapat dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Daft, Richar L. 2010. Era Baru Manajemen. Jakarta : Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai