Anda di halaman 1dari 18

COST CONTAINMENT, PUBLIC-PRIVATE MIX (PPM)

Disusun oleh :
Sumarsono (18202111008)
Mercy Harmayanti Momongan (18202111056)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PASCASARJANA


PEMINATAN KEBIJAKAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

1
Daftar Isi Halaman

1. Pendahuluan 3

2. Pengertian Cost Contaiment , Public Private Mix (PPM) 4

3. Penerapan Cost Containment Di Rumah Sakit 5

4. Penerapan Public Private Mix (PPM) 13

5. Kesimpulan 17

6. Daftar Pustaka 18

2
A.Pendahuluan

Dengan adanya era revolusi industri 4.0 dan era disruption, yang diikuti

perkembangan tehnologi ilmu kedokteran yang semakin maju menggunakan

peralatan yang canggih sekarang ini berdampak akan melonjaknya pembiayan akibat

kemajuan tehnologi tersebut. Keadaan ini merupakan konswensi logis yang sekaligus

merupakan tekanan bagi produksen dalam hal ini adalah rumah sakit dan tekanan

bagi konsumen yaitu pengguna pelayanan kesehatan di rumah sakit.

“It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that

survives. It is the one that is most adaptable to change”

Bukan kelompok yang palinga kuat yang bisa bertahan, juga bukan yang paling pintar

yang bertahan . Adalah sesuatu yang paling beradaptasi dengan perubahan yang bisa .

Sering menjadi percakapan dikalangan masyarakat bahwa berobat ke rumah

sakit itu mahal,padahal mahalnya biaya dikarenakan pengelolaan rumah sakit yang

kurang tepat. Pemborosan di rumah sakit terkadang tidak di sadari bahkan sudah

menjadi kebiasaan oleh manajemen maupun karyawan. Sebagai salah satu upaya

untuk mengurangi pemborosan atau untuk mengurangi biaya produksi di rumah sakit

dengan menerapkan cost containment yang memiliki arti penekanan atau

pengendalian biaya terhadap berbagi sisi bisnis di rumah sakit mulai dari sumber

daya manusia, infrastruktur (bangunan), peralatan medis/non medis, obat-obatan dan

bahan habis pakai.

3
Sedangkan pemerintah dalam mengurangi pembiayaan kesehatan bagi

masyarakat salah satunya dengan menerapkan Public-Private Mix (PPM) yang

merupakan upaya Pemerintah dalam melibatkan sektor swasta dan masyarakat untuk

lebih jauh terlibat dalam pembiayaan kesehatan

B.Pengertian Cost Contaiment , Public Private Mix (PPM)

Dalam bahasa Inggris Cost Containment berasal dari kata Cost artinya biaya

dan containment artinya penahanan,jadi cost containment artinya penahanan biaya

atau penekanan biaya yang bisa diartikan pula pengendalian biaya.

Definisi cost containment :

 Cost containment merupakan cara atau upaya mengendalikan pembiayaan

atau menekan biaya sampai titik Cost Effectiveness, bukan ketitik Efficiency

artinya upaya merasionalisasi biaya (Bachtiar Budianto,2016)

 Pengendalian biaya yang berarti mengurangi pengeluaran biaya dengan

melakukan tindakan pengwasan, pelaksanaan dan evaluasi hasil kegiatan yang

diklakukan ( Sumaryono,1996 dikutip oleh Margo Saptowinarko,2005)

 Cost containmen merupakan cara atau upaya melakukan pengendalian

pembiayaan atau penekanan biaya sampai ke titik cost effectiveness bukan ke

titik efficiency. Artinya berapa besaran biaya yang secara rasional dibutuhkan

untuk pelayanan tertentu dan berapa besar pembiayaan untuk perawatan atau

pmeliharaan peralatan secara rasional. (Hanna Permana S, 2010)

4
Dalam bahasa Inggris Public Private mix berasal dari kata public artinya

masyarkat umum, private artinya swasta dan mix artinya campuran jadi public

private mix artinya campuran masyarakat dengan swasta. Public-Private Mix (PPM)

merupakan upaya Pemerintah dalam melibatkan sektor swasta dan masyarakat untuk

lebih jauh terlibat dalam pembiayaan kesehatan.

C. Penerapan Cost Containment Di Rumah Sakit

Cost containment yang memiliki arti penekanan atau pengendalian biaya terhadap

berbagi sisi bisnis di rumah sakit mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur,

peralatan medis,peralatan non medis, obat-obatan dan bahan habis pakai.

1. Cost Contaiment pada Sumber Daya Manusia (SDM)

Penekanan biaya harus dimulai dari perencanaan salah satunya adalah perencanaan

penerimaan pegawai, karena orientasi penerimaan pegawai pada mulanya harus

ditujukan pada jenis kompetensi yang sesuai dengan job description agar mampu

menjalankan atau mampu menngoperasikan misi unit dari rumah sakit. Jika

melakukan penerimaan pegawai yang kurang sesuai dengan kompentesi jenis

pekerjaannya maka sesunguhnya sedang mengambil resiko besar menghadapi

kemungkinan error selama tenaga tersebut menjalankan tugasnya,apalagi tenaga baru

yang belum berpengalaman. Misalnya saja suatu rumah sakit membutuhkan tenaga

perawat UGD dan yang diterima perawat yang belum memiliki pengalaman kerja

sebelumnya di UGD akibatnya tenaga baru tersebut melakukan trial and error dan

sudah dipastikan akan melakuakan kesalahan yang berarti mengeluarkan biaya yang

seharusnya tidak diperlukan.

5
Upaya penerimaan pegawai atau rekrutmen SDM yang berorientasi cost continment

dengan menekan kemungkinan error dan secara otomatis akan menekan pembiayaan

secara berencana. Untuk memastikan bahwa SDM tidak melakukan error tanpa

terkontrol maka dibutuhkan pengawasan dari HRD atau bidang kepegawaian rumah

sakit. Dengan cost containment diharapkan bidang kepegawaian mampu

mengamati,mengenali dan mempetakan kondisi pegawai rumah sakit dengan

melakukan :

 Post-screening Employment

Perlu dilakukan screening karyawan yang telah bekerja di rumah sakit,apakah

karyawan tersebut sesusuai pekerjaannya dan apakah mereka siap secara mental

dan fisik mengerjakan tugas pokok mereka dalam bekerja. Hasil dari screening

tersebut dapat digunakan sebagai dasar rotasi atau bahkan mutasi karyawan. Dan

sebagai bahan untuk menata rencana peningkatan kapabilitas dalam

melaksanakan tugasnya.

 Formal Attendans Program

Disusun suatu program bagaimana karyawan memahami bahwa kehadiran sesuai

dengan waktu yang telah disepakati akan meningkatkan kinerja dan dapat

menekan pembiayaan.

6
 Monitoring Short-term Disabilities

Melakukan suatu telaah berdasarkan pemantauan tentang adanya

ketidakmampuan karyawan dalam proses bekerja. Kegunaannya adalah mapping

karyawan bisa berjalan dengan baik. Manajemen akan mengetahui secara pasti

pelatihan apa yang akan diberikan pada karyawan tersebut.

2. Cost Containment pada Infrastruktur

Bangunan atau ruang di rumah sakit sebaiknya bertumpu kepada ruangan yang dibuat

harus sesuai dengan fungsi apa yang akan dilakukan pada ruangan tersebut.

Bangunan rumah sakit yang baik, memadai dan berorientasi kepada penghematan

biayaatau cost contaiment sebaiknya :

 Bangunan tidak bertingkat lebih hemat pemeliharaannya disbanding dengan

yang bertingkat.

 Pencahayaan sebaiknya diseting sejak awal, banyak menggunaka kaca atau

jendela akan lebih baik dibanding bangunan tetutup, dengan demikian pada

siang hari bisa menghemat daya listrik.

 Bangunan perawatan khususnya ruang perawatan kelas II dan III,

memanfaatkan sistim jendela dan lubang angin yang lebih banyak agar udara

segar bisa masuk ke dalam ruangan sehingga bisa menghemat penggunaan

listrik untuk kipas angina.

 Penggunaan AC central jauh lebih efektif dibanding AC window khususnya

bagi rumah sakit besar.

 Penggunaan central gas akan lebih menghemat biaya disbanding tidak central

7
 Penggunaaan bahan kaca dan keramik untuk exterior akan menghemat biaya

pemeliharaan, sebab jika dengan tembok akan diperlukan pengecetan berkala

dan biaya yag cukup besar

Yang digambarkan diatas hanya sebagian saja dari prinsip cost containment pada

infrastuktur rumah sakit. Masih banyak lagi yang harus dicermati agar biaya

pemeliharaan bangunan tidak terlalu besar misalnya pola bangunan tambal sulam

karena tidak terencana dengan baik ketika pemasangan alat medis harus dilakukan

pembongkaran lagi. Memelihara bangunan bukan hanya memperbaiki saja akan tetapi

bagaimana menjaga agar tidak terjadi kerusakan.

3. Cost Containment Peralatan Medis

Pengadaan peralatan medis merupakan syarat utama harus dipenuhi bagi operasional

rumah sakit. Namun sering pengadaan peralatan medis berlabihan atau sebaliknya

peralatan medis tidak sesuai dengan fungsi pelayanan. Dalam konsep cost

containment pengadaan barng yang baik merupakan salah satu cara dalam menekan

pembiayaan peralatan medis. Karena dengan pemilihan barang yang benar akan

menghasilkan produktivitas pelayanan yang maksimal. Dalam pengadaan peralatan

medis sebaiknya menggunakan beberapa prinsip sebagai berikut :

 Memilih peralatan medis dengan prinsip fungsi yang sesuai dengan

kebutuhan. Sebaiknya pilih pabrik pembuat peralatan medis yang sudah

memiliki track record yang baik.

8
 Jika memungkinkan belilah peralatan medis dengan merk yang sama untuk

memudahkan pemeliharaan dimasa yang akan datang dan jika membeli pada

produksen dalam partai besar akan akan lebih murah.

 Tidak harus mengikuti kemauan dokter dalam pengadaan alat kedokteran

namun perlu mendengarkan saran komite medik secara formal.

 Hitung dulu BEP alat tersebut secara cermat dan bandingkan dengan utilisasi

alat kedokteran tersebut.

 Perhatikan peralatan medis yang murah namun seringkali mudah rusak dan

boros penggunaan listrik.

 Jangan ragu menanyakan kepada rumah sakit lain atau dokter yang sudah

berpengalaman tentang peralatan medis yang akan dibeli.

Pemeliharaan alat medis agar tetap berfungsi sesuai dangan fungsinya merupakan

salah satu hal yang penting di dalam strategi penekanan biaya. Sebaiknya IPRS

memiliki mapping alat medis di setiap unit runmah sakit, Kemudian mempunyai

jadwal pemeriksaan alat medis setiap unit secara berencana artinya tidak menunggu

laporan kerusakan pengguna alat medis tersebut. Diasamping itu perilaku karyawan

dalam menggunakan alat medis harus sesuai dengan Stantar Prosedur Operasional

(SPO). Memperlakukan alat medis tidak sesuai dengan SPO menyebabkan

meningkatnya biaya operasional, demikian pula ketidak pedulian terhadap alat medis

setelah pemakaian.

9
4. Cost Containment Peralatan Non Medis

Peralatan non medis adalah penunjang untuk berjalannya operasional suatu rumah

sakit.Manfaat dan perannya sama pentingnya dengan peralatan medis.

 Mebeulair

Mebeulair seringkali disebut alat untuk perkantoran misalnya meja, kursi, almari

dan sejenisnya, Hal yang penting dalam mebeulair dan sejenisnya yang di

gunakan karyawan bekerja seharusnya sesuai dengan konsep ergonomis.

 Peralatan elektronik.

Alat elektronik yang pling besar biayanya di rumah sakit adalah perangkat

computer. Perangkat ini peningktan tehnologinya tergolong sangat cepat

akibatnya rumah sakit akan mengeluarkan biaya untuk mengikuti perkembangan

tehnologi computer.Upayakan membeli kompuer pada satu merk atau satu pbrik

agar bisa menghemat pembiayaan dan pemeliharaan.

 Peralatan Tulis Kantor.

Upayakan membeli alat tulis kantor satu merk dalam pembelian jumlah banyak

harga akan lebih murah.

5. Cost Contaiment Obat-Obatan Dan Bahan Habis Pakai (BPH)

Di berbagai rumah sakit banyak kebijakan pengadaan obat obatan dan bahan

habis pakai tidak berdasarkan perencanaan akan tetapi semata-mata berdasarkan

kebutuhan dan keinginan.

10
Terkadang kebutuhan obat-obatan dan bahan habis pakai sangat tergantung

kepada user. Keadaan ini akan berakibat membengkanya item obat obatan dan

bahan habis pakai di rumah sakit. Pada umumnya user memiliki keinginan masing

–masimg sehingga bila semuanya dipenuhi maka akan terjadi buffer stok dan

sangat bermacam-macam merek.

Untuk itu diperlukan perencanaan pengadaan obat-obatan dan bahan habis pakai

yang disesuaikan dengan kebutuhandan sesuai dengan standar obat dan terapi

yang disusun oleh komite medis dan komitment antara user dengan manajemen

tentang obat-obatan dan bahan habis pakai yang diberlakukan di rumah sakit.

Perencanaan harus didukung dengan kebijakan direktur rumah sakit yang

berkaitan dengan pengadaan obat-obatan dan BPH diantaranya:

 Kebijakan tentang stadarisasi obat-obatan dan BPH yang akan disediakan oleh

rumah sakit.

 Kebijakan tentang kewenangan instalasi farmasi untuk mengganti obat yang

oleh dokter yang isinya atau nama kimianya sama’

 Kebijakan tentang pengadaan obat obatan yang kopentitif dan komprehensif

dengan herga yang murah terjangkau dan berkualitas.

 Kebijakan tentang buffer stok obat obatan dan BPH di ruangan ruangan agar

buffer menjadi terkendali.

 Kebijakan tentang penyimpanan dan distribusi obat obatan dan BPH sesuai

dengan konsep fist in fist out.

11
Upaya cost containment pada obat-0batan dan BPH yang harus ditekankan .dalam

pengendalian yang berkaitan dengan pengendalian biaya adalah:

 Rumah sakit hanya menggunakan obat obatan dan BPH sesuai dengan standar

yang telah ditentukan

 Pencatatan secara akurat setiap pengeluaran obat obatan dan BPH dari mulai

distribusi oleh gudang farmasi sampai dengan penjualan di apotik dan

pemanfaatan di ruangan

 Penanggung jawab buffer stok harus melakukan kontrol berkala ke setiap

ruangan dan mencatat secara akurat setiap kekurangan atau kelebihan stock di

ruangan ruangan.

 Petugas panitia pemeriksa barang harus tegas menyesuaikan antara order

dengan barang yang dikirim.

 Para tenaga medis memberikan obat obatan dan BPH sesuai dengan standar

obat dan terapi yang diberlakukan di rumah sakit.

Dalam pengendalian biaya para dokter dan perawat harus mampu berorientasi pada

penghematan dari mulai penentuan diagnose, keputusan pemberian obat obatan dan

BPH serta keputusan dalam tindakan medis. Pada prinsipnya manakala melakuakan

pengobatan dan tindakan perlu upaya penghematan penggunaan obat obatan, yang

utama adalah ketepatan pemberian jenis obat obatan dan upayakan pemberian obat

obatan generik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perlu diperhatian bahwa

pemberian obat obatan haruslah rasional dan jika bisa menggunakan eneric kenapa

harus menggunakan obat obatan paten.

12
D. Penerapan Public Private Mix (PPM)

Public-Private Mix (PPM) merupakan upaya Pemerintah dalam melibatkan

sektor swasta dan masyarakat untuk lebih jauh terlibat dalam pembiayaan

kesehatan.Pemerintah yang terlalu sibuk memberikan pelayanan tidak akan sempat

melakukan “Pembinaan” (stewardship) yang baik. Namun peran swasta yang terlalu

dominan akan mengorbankan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu perlu

keseimbangan peran (public-private mix) yang tepat.

Salah satu komponen strategi stop Tuberkulosis (TB) adalah melibatkan

seluruh penyedia layanan pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat dalam

pelaksanaan Directly Observed Treatment Short course (DOTS) yang berkualitas

yang dikenal dengan Public Private Mix (PPM). Merujuk pada Peraturan Menteri

Kesehatan No. 67 tahun 2016 pasal 2 bahwa penanggulangan TB melibatkan semua

pihak terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam bentuk jejaring

kolaborasi PPM berbasis kab/kota atau District-based PPM (DPPM). Pihak terkait di

atas dapat dikelompokkan dalam komponen-komponen sebagai berikut: Komponen

Dinas Kesehatan Kab/Kota (Tim DPPM), Komponen Layanan Kesehatan Primer,

Komponen Layanan Kesehatan Rujukan.

13
1. Komponen Dinas Kesehatan Kab/Kota (Tim DPPM)

Upaya pelibatan seluruh penyedia layanan dalam konsep jejaring layanan

secara umum dapat dibedakan dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan untuk

pelibatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) : klinik pratama, Dokter

Praktek Mandiri (DPM) dan pendekatan untuk pelibatan Fasilitas Kesehatan Rujukan

Tingkat Lanjut (FKRTL) : Rumah Sakit.

Dinas Kesehatan berperan melaksanakan kewenangan pemerintah daerah di

bidang kesehatan. Dinkes membantu pemerintah daerah dalam mencapai target

Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang ada dalam Peraturan Pemerintah No. 2

tahun 2018. Salah satu jenis pelayanan dasarnya adalah penanggulangan TB. Dinas

Kesehatan Kota/Kabupaten (DKK) memerlukan partisipasi dari fasyankes pemerintah

dan swasta untuk penanggulangan TB. Oleh karena itu, DPPM merupakan tanggung

jawab dari DKK. Untuk menerapkan DPPM secara optimal, DKK perlu membentuk

sebuah wadah bagi para profesional yang peduli TB di kab/kotanya. Wadah ini

disebut dengan tim DPPM.DKK dapat melibatkan organisasi profesi (dalam hal ini

kesehatan) di dalam tim DPPM tersebut yang dapat terhimpun dalam sebuah Koalisi

Organisasi Profesi untuk penanggulangan TB (KOPI TB) di wilayahnya.

Selanjutnya, berjalannya pelibatan fasyankes pemerintah dan swasta

memerlukan kesepakatan suatu mekanisme jejaring DPPM yang disesuaikan dengan

kondisi setempat di kab/kota dan tim DPPM berperan memastikan mekanisme yang

sudah disepakati berjalan dengan optimal.

14
Kesepakatan tentang peran dan fungsi masing-masing anggota dalam tim

DPPM harus tercakup dalam surat keputusan pembentukan tim DPPM. Sesuai

dengan kebutuhan kab/kota, tim DPPM minimal beranggotakan DKK (pencegahan

penyakit /P2) dan pelayanan kesehatan (yankes)), BPJS Kesehatan , KOPI TB,

perwakilan RS dan perwakilan Puskesmas.

2. Komponen Layanan Kesehatan Primer (FKTP)

Menurut Permenkes No. 75 tahun 2014 puskesmas adalah unit pelaksana teknis DKK

dan berwenang untuk koordinasi dan pembinaan FKTP yang ada di wilayah kerjanya.

Dalam layanan primer ini, ada dua peran penting puskesmas dalam DPPM, yaitu:

 Jejaring Internal Puskesmas

Puskesmas harus memastikan jejaring internal layanan TB di dalam puskesmas

berjalan optimal, termasuk komunikasi dan koordinasi antar unit di puskesmas.

 Jejaring Eksternal Puskesmas

Dalam jejaring layanan eksternal, puskesmas mempunyai wewenang untuk

mengkoordinasikan dan membina DPM dan klinik pratama, termasuk apotek dan

laboratorium swasta.

Puskesmas memastikan koordinasi FKTP di wilayah kerjanya untuk layanan terkait

TB dalam hal penemuan, diagnosis, tatalaksana dan pelacakan kasus mangkir pasien

TB, logistik, kontak investigasi, rujukan kasus TB dan pencatatan pelaporan kasus

TB.

Dengan itu DPPM di FKTP memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan

kesehatan yang berkualitas.

15
Demikian juga dengan pelibatan peran kader dalam kegiatan dukungan pasien

maupun investigasi kontak (IK) juga dikoordinasi oleh puskesmas bekerja sama

dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Civil Society Organization (CSO)

terkait sesuai dengan PP Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

3. Komponen Layanan Kesehatan Rujukan (FKRTL)

FKRTL atau rumah sakit menjadi salah satu fokus pelibatan yang cukup

enting.

DPPM perlu memastikan RS pemerintah maupun swasta terlibat dalam program TB

nasional, baik dalam pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Keterlibatan RS

dalam DPPM dapat diukur dari hal sebagai berikut:

 Jejaring internal RS

Tim DOTS di RS wajib berperan aktif untuk meningkatkan notifikasi kasus dan

tata laksana kasus sesuai standar.

 Jejaring eksternal RS

Mekanisme jejaring dengan DKK, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya

perlu diperhatikan.

Oleh karena itu, perhatian utama dalam FKRTL adalah memperbaiki jejaring internal

antar unit/bagian dalam RS dan jejaring eksternal dengan sistem pelaporan kasus TB

yang baik ke DKK. Peran manajemen dan para klinisi di dalam RS memegang peran

penting dalam mendukung kedua hal di atas.

16
E. Kesimpulan

Cost containment yang memiliki arti penekanan atau pengendalian biaya terhadap

berbagi sisi bisnis di rumah sakit mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur,

peralatan medis,peralatan non medis, obat-obatan dan bahan habis pakai. Oleh karena

itu diperlukan strategi yang memadahi dalam merancang penekanan biaya di rumah

sakit, agar seluruh karyawan memahami adanya kebijakan berkaitan dengan

penekanan biaya yang mengarah kepada coct containmen. Sebagai landasan utama

adalah dibangunnya suatu komitmen dan membentuk sadar biaya pada semua lini di

rumah sakit.

Public-Private Mix (PPM) merupakan upaya Pemerintah dalam melibatkan sektor

swasta dan masyarakat untuk lebih jauh terlibat dalam pembiayaan

kesehatan.Pemerintah yang terlalu sibuk memberikan pelayanan tidak akan sempat

melakukan “Pembinaan” (stewardship) yang baik. Namun peran swasta yang terlalu

dominan akan mengorbankan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu perlu

keseimbangan peran (public-private mix) yang tepat.

17
F.Daftar Pustaka

Hanna Permana.2010. Modul Cost Contaiment Pengendalian Biaya Di Rumah Sakit

Margo saptowinarko.2010. Upaya Peningkatan Profit Margin Berdasar Analisis

Cost Containment Di Rumah Sakit Haji Syuada Blitar

Bachtiar Budianto M. 2010. Cost Containment

Maria Agustina P.Tondong, Yodi Mahendradhata, Riris Andono Ahma. 2012.

Evaluasi Implementasi Public Private Mix Pengendalian Tuberkulosis Di K

Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tim Challenge TB. 2018. Penerapan Public Private Mix Berbasis Kabupaten/Kota

Area Binaan Challenge TB

18

Anda mungkin juga menyukai