Anda di halaman 1dari 4

1.

Profiling dalam kejahatan


Profiling mencakup prediksi kapan dan di mana pelaku berantai melakukan
kejahatan selanjutnya, atau yang mana dari para narapidana yang paling mungkin
melakukan kejahatan kembali. Pengetahuan tersebut bertujuan agar kejadian
serupa dapat diminimalisir:
a. Ilmu yang mempelajari pelaku kriminal
Dalam kasus ringan, biasanya pelaku akan tertangkap setelah polisi
menemukan motif pembunuhan. Namun tak semua pelaku kejahatan
melakukan aksinya atas motif yang jelas. Misalnya seorang pembunuh
yang menewaskan orang secara acak dan tidak meninggalkan bukti
sedikitpun di TKP. Penjahat jenis ini biasanya cerdas, mampu mengelabui
polisi, dan cenderung psikopat.
Pembunuh berantai, mafia ulung, dan perampok handal adalah
jenis yang berbeda dari penjahat lainnya. Jadi mempelajari perilaku
kriminal ataupun sisi gelap sifat manusia sangat penting guna menangkap
penjahat-penjahat licik tersebut. 
Istilah 'criminal minds' sangat menggambarkan profesi ini. Di mana
para profiler dituntut untuk berpikir menggunakan otak kriminal agar
mengetahui pandangan hidup para pelaku kejahatan. Dengan begitu, ilmu
ini bisa digunakan untuk mengetahui pergerakan tersangka dan
memfokuskan penyelidikan.
b. Perkembangan ilmu psikologi fronsik
Profesi beberapa dekade terakhir, namun sejarahnya sendiri sudah
sangat panjang. Kalian pasti pernah mendengar kasus Jack the Ripper
pembunuh berantai asal Inggris.
Pada awal tahun 1880-an, dua orang dokter bernama George
Phillips dan Thomas Bond menggunakan petunjuk TKP untuk membuat
prediksi tentang ciri-ciri dan kepribadian Jack The Ripper. Meskipun
begitu, sampai sekarang identitas pembunuh berantai ini masih jadi
misteri.
Kasus bom berantai selama 16 tahun yang terjadi di New York
mulai tahun 1940 menjadi titik balik teknik profiling. Para detektif yang
frustasi meminta pendapat seorang psikiater bernama James Brussel untuk
mempelajari catatan TKP pengeboman.
Berdasarkan pengamatan Brussel, didapat prediksi tersangka yang
merupakan pria berusia 50-an, belum menikah, religius, dan tinggal di
Connecticut. Deskripsi tersebut mengarah pada George Metesky yang
merupakan seorang ahli listrik. Ia kemudian ditangkap pada 1957 dan
langsung mengaku. 
Di tahun-tahun berikutnya, kepolisian terus berkonsultasi dengan
psikolog dan psikiater guna mengembangkan deskripsi pelaku kejahatan. 
c. Cara kerja teknik profiling
Profiler dituntut untuk memperhatikan hal-hal yang mungkin
terlewatkan oleh detektif, dan tugasnya lebih kompleks dari sekedar
menggali petunjuk lewat TKP. Para profiler juga dibekali skill untuk
mendeteksi prilaku psikopat yang tak biasa.
Saat terjadi kejahatan, profiler mula-mula akan menentukan urutan
peristiwa. Selanjutnya ia akan membuat deskripsi pelaku berdasarkan
hasil temuan tersebut, yang sekiranya mengarah pada motif dan juga
tersangka. Deskripsi pelaku bisa berupa ciri kepribadian, pola prilaku,
usia, ras, ataupun tempat asal.
Sebagai contoh dalam kasus pembunuhan, profiler bisa mengetahui
jenis kelamin pelaku berdasarkan tingkat keparahan TKP, profiler juga
bisa mengetahui usia pelaku dengan melihat tingkat keparahan kondisi
korban.
Bahkan hari dan tanggal peristiwa bisa menjadi petunjuk penting,
seperti contohnya kejahatan berulang yang dilakukan pada akhir pekan
bisa menjadi idikasi bahwa pelakunya seorang pegawai kantoran. Detail-
detail kecil lainnya juga selalu mereka perhatikan demi mendapatkan
deskripsi yang akurat.

2. Profiling Korban Fraud


Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatan tetapi juga dapat
dilakukan untuk korban kejahatan. Tujuannya berbeda, kalau profiling terhadap
pelaku kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap pelaku, maka
profiling terhadap korban kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan target
penyebaran informasi. Ini adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut
viktimologi. Melalu profiling tersebut, organisasi dapat mengetahui langkah untuk
meningkatkan sistem keamanan dalam organisasi mereka, serta akan lebih berhati-
hati terhadap resiko kejahatan (kecurangan) yang mungkin akan terjadi. Sebelum
mengambil tindakan profiling terhadap korban kejahatan (kecurangan), terlebih
dahulu harus diketahui apakah korban diposisikan sebagai korban primer atau
sekunder. Korban primer adalah mereka yang mengalami tindakan atau
konsekuensinya secara langsung, misalnya pemilik perusahan rugi akibat
kecurangan oleh seorang majemen perusahaannya. Korban sekunder adalah
mereka yang menderita efek tapi tidak segera dilibatkan, misalnya keluarga
pemilik perusahaan tersebut.
Profiling dapat dilakukan terhadap korban fraud bertujuan untuk
memudahkan akuntan forensik mengetahui apa yang menjadi sasaran dari pelaku,
bagaimana fraud dilakukan, mengetahui letak kelemahan perusahaan. Seperti
contohnya, pihak majemen perusahaan berusaha membuat laporan keuangan
perusahaan terlihat dalam kondisi baik dengan memanipulasi data demi
mendapatkan bonus dan mempertahakan posisinya. Dalam hal ini tentu saja
perusahaan akan sangat dirugikan oleh tindak kecurangan oleh pihak manajemen.
Untuk mengetahui bagamaina manajemen dapat melakukan tindak kecurangan,
dapat dilakukan profiling terhadap korban untuk dapat menggali informasi yang
diperlukan berkaitan dengan kebijakan dan pengendalian perusahaan. Apabila
ditemukan kebijakan maupun pengendalian dirasa kurang dan berpotensi
menimbulkan fraud, dengan begitu pihak korban dalam hal ini selaku pemilik
perusahaan dapat memperbaiki kebijakan maupun pengendalian baik dalam
maupun diluar perusahaannya untuk mengantisipasi terjadinya tindak kecurangan
dikemudian hari.

3. Profiling Terhadap Perbuatan


Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau
cara melaksanakan perbuatannya. Profil dari fraud disebut juga tipologi fraud.
Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank
Indonesia melakukan hal yang sama untuk kejahatan perbankan. PPATK
melakukannya untuk kasus-kasus pencurian uang. Dengan mengumpulkan
tipologi fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat mengantisipasi jenis
yang memanfaatkan perusahaan di Negara surga pajak (tax heaven
countries) atau komisaris bank yang aktif menjalankan usahanya, atau pemegang
saham tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau pegawai rendahan yang
menjadi pemegang saham.

Anda mungkin juga menyukai