Di susun oleh :
FAKULTAS DAKWAH
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat
dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan judul: ”Radikal dan terorisme
di Indonesia”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya sampai hari penghabisan.
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi
tugas dari mata kuliah kewarganegaraan dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun khasanah keilmuan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya milik Allah
SWT semata.
Penulis
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Radikalisme dan terorisme di Indonesia dari masa ke masa ditinjau dari perspektif
kewarganegaraan. Secara teoritis perspektif kewarganegaraan akan melihat radikalisme dan
terorisme sebagai konsep yang mencakup cara berpikir dan bertindak. Radikalisme dan
terorisme timbul dan merupakan fenomena dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang sering melibatkan hubungan antara warga negara dan negara, warga negara
(kelompok) dengan warga negara (kelompok) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
malahan di era globalisasi radikalisme dan terorisme melibatkan kelompok dan jaringan
yang bersifat internasional. Ditinjau dari perspektif kewarganegaraan hal itu termasuk
permasalahan yang menyangkut tingkah laku dan cara berpikir kewarganegraan yang perlu
dikaji. Kajian itu mencakup civic knowledge, civic skill, dan civic virtue. Tulisan ini bertujuan
mendeskripsikan radikalisme dan terorisme dari masa ke masa dilihat dari civic knowledge,
civic skill dan civic virtue. Dari deskripsi tersebut akan diperoleh gambaran mengenai
perkembangan dan karakteristik serta bentuk-bentuk radikalisme dan terorisme sehingga
strategi apa yang perlu dilakukan untuk mencegah radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai dengan berbagai
aksi kekerasan dan terror. Aksi tersebut telah menyedot banyak potensi atau energi
kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak termasuk orang yang sama
sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini. Meski berbagai seminar dan dialog telah
digelar untuk mengupas persoalan ini yaitu mulai dari pencarian sebab hingga sampai pada
penawaran solusi, namun tidak juga kunjungan memperlihatkan adanya suatu titik terang.
Fenomena tindak radikalisme dalam agama memang bisa dipaham secara beragama,
namun secara ensensial, radikalisme agama umunya memang selalu dikaitkan dengan
pertentangan secara tajam anatara nilai-nilai yang diperjuangkan kelompok agama tertentu
dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu. Dengan demikian,
adanya pertentangan, pergesekan ataupun ketegangan, pada akhirnya menyebabkan
konsep dari radikalisme selalu saja dikonotasikan dengan kekerasan fisik. Apalagi realitas
yang saat ini telah terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia sangat mendukung dan
semakin memperkuat munculnya pemahaman seperti itu.
B. Rumusan Masalah
o Pengertian dari Radikalisme dan Terorisme
o Faktor yang mempengaruhi terjadinya radikalisme dan terorisme
o Bagaimana implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menghadapi radikalisme dan
Terorisme ?
o Radikalisme dan Terorisme Indonesia dari masa ke masa
o Upaya pemerintah dalam menanggapi radikalasime dan terorisme
C. Tujuan
o Memahami dan mengerti mengenai pengertian Radikalisme dan Terorisme
o Memahami dan mengerti implementasi pancasila sebagai dasar negara yang
menghadap radikalisme dan terorisme di Indonesia
o Mengetahui radikalisme dan terorisme di Indonesia dari masa ke masa
o Mengetahui kasus terorisme dan radikalisme
D. Penutup
o Kesimpulan
BAB II
Pembahasan
Radikalisme
Radikalisme adalah suatu perubahan sosial dengan jalan kekerasan, menyakinkan dengan
satu tujuan yang dianggap benar tetapi dengan menggunakan cara yang salah. Radikalisme
dalam arti bahasa berarti paham atau aliran yang mengingatkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian
lain, ensensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara
itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu cenderung
menggunakan kekerasan. Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang
berpandang kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan sikap berdamai
dan mencari perdamaian Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan
dalam menyabarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata teror adalah kegiatan yang
menciptakan ketakutan, kengerian, atau kekejaman oleh seseorang atau golongan. Terroris
adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk
tujuan politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995, 1048). Terrorisme adalah penggunaan
kekerasan terhadap sasaran sipil untuk menimbulkan ketakutan sebagai usaha untuk
mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik) Menurut Hukum Positif Indonesia: UU
No:15 Tahun 2003, Bab III pasal: 6, dikemukakan: ”bahwa setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan
cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik atau internasional” diancam dengan pidana hukuman
mati, penjara seumur hidup atau penjara 4 tahun hingga 20 tahun.
• Menurut Kartodirdjo (1985), radikalisme adalah gerakan sosial yang menolak secara
menyeluruh tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang
kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan
yang berkuasa.
• Menurut Rubaidi (2007), radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang
berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan
menggunakan kekerasan.
• Menurut Hasani dan Naipospos (2010), radikalisme adalah pandangan yang ingin melakukan
perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap realitas sosial atau
ideologi yang dianutnya.
• Menurut Partanto dan Al Barry (1994), radikalisme adalah paham politik kenegaraan yang
menghendaki perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf
kemajuan.
Ciri-ciri Radikalisme
Menurut Masduqi (2012), seseorang atau kelompok yang terpapar paham radikalisme
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat. Klaim
kebenaran selalu muncul dari kalangan yang seakan-akan mereka adalah Nabi yang tak
pernah melakukan kesalahan ma’sum padahal mereka hanya manusia biasa. Oleh sebab itu,
jika ada kelompok yang merasa benar sendiri maka secara langsung mereka telah bertindak
congkak merebut otoritas Allah.
2. Radikalisme mempersulit agama Islam yang sejatinya samhah (ringan) dengan menganggap
ibadah sunnah seakan-akan wajib dan makruh seakan-akan haram. Radikalisme dicirikan
dengan perilaku beragama yang lebih memprioritaskan persoalan-persoalan sekunder dan
mengesampingkan yang primer.
3. Berlebihan dalam beragama yang tidak pada tempatnya. Dalam berdakwah mereka
mengesampingkan metode gradual yang digunakan oleh Nabi, sehingga dakwah mereka
justru membuat umat Islam yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan.
4. Kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam berdakwah. Ciri-ciri
dakwah seperti ini sangat bertolak belakang dengan kesantunan dan kelembutan dakwah
Nabi.
5. Kelompok radikal mudah berburuk sangka kepada orang lain di luar golongannya. Mereka
senantiasa memandang orang lain hanya dari aspek negatifnya dan mengabaikan aspek
positifnya. Berburuk sangka adalah bentuk sikap merendahkan orang lain. Kelompok radikal
sering tampak merasa suci dan menganggap kelompok lain sebagai ahli bid’ah dan sesat.
6. Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pen dapat. Kelompok ini mengkafirkan orang
lain yang berbuat maksiat, mengkafirkan pemerintah yang menganut demokrasi,
mengkafirkan rakyat yang rela terhadap penerapan demokrasi, mengkafirkan umat Islam di
Indonesia yang menjunjung tradisi lokal, dan mengkafirkan semua orang yang berbeda
pandangan dengan mereka sebab mereka yakin bahwa pendapat mereka adalah pendapat
Allah.
Terorisme
Terorisme adalah suatu tindakan yang melibatkan unsur kekerasan sehingga menimbulkan
efek bahaya bagi kehidupan manusia dan melanggar hukum pidana dengan bentuk
mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya
untuk memaksakan tujuan sosial politik seperti pertentangan agama, ideologi dan etnis,
kesenjangan ekonomi dan perbedaan pandangan politik.
Istilah teroris dan terorisme berasal dari kata latin, yaitu terrere yang artinya membuat
gemetar atau menggetarkan. Secara etimologi terorisme berarti menakut-nakuti (to terrify).
Kata terorisme dalam bahasa Indonesia berasal dari kata teror, yang dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan
kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu (KBBI, 2008).
• Menurut Black’s Law Dictionary, terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur
kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang
melanggar hukum pidana, yang jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk
sipil, memengaruhi kebijakan pemerintah dan memengaruhi penyelenggaraan
negara dengan cara penculikan atau pembunuhan (Ali, 2012).
• Menurut Federal Bureau of Investigation (FBI), terorisme adalah pemakaian
kekuatan atau kekerasan tidak sah melawan orang atau properti untuk
mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-
bagiannya, untuk memaksakan tujuan sosial politik (Sulistyo dkk, 2002).
• Menurut Manulang (2006), terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan
dari kelompok lain, dipicu oleh banyak hal seperti pertentangan agama, ideologi dan
etnis, kesenjangan ekonomi, serta terhambatnya komunikasi masyarakat dengan
pemerintah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme.
Jenis-jenis Terorisme
Menurut Firmansyah (2011), beberapa tindak kejahatan yang termasuk dalam kategori
tindak pidana terorisme adalah sebagai berikut:
1. Irrational Terrorism. Irrational terrorism adalah teror yang motif atau tujuannya bisa
dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam kategori ini misalnya
saja salvation (pengorbanan diri) dan madn
ess (kegilaan). Pengorbanan diri ini kerap menjadikan para pelaku teror melakukan aksi ekstrem
berupa bom bunuh diri.
2. Criminal Terrorism. Criminal Terrorism adalah teror yang dilatarbelakangi motif atau
tujuan berdasarkan kepentingan kelompok agama atau kepercayaan tertentu dapat
dikategorikan ke dalam jenis ini. Termasuk kegiatan kelompok dengan motif balas
dendam (revenge).
3. Political Terrorism. Political Terrorism adalah teror bermotifkan politik.Batasan
mengenai political terrorism sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional
yang dapat dibakukan. Contoh; seorang figur Yasser Arrafat bagi masyarakat israel
adalah seorang tokoh teroris yang harus dieksekusi, tetap bagi bangsa Palestina dia
adalah seorang Freedom fighter, begitu pula sebaliknya dengan founding father
negara Israel yang pada waktu itu dicap sebagai teroris, setelah israel merdeka
mereka dianggap sebagai pahlawan bangsa dan dihormati.
4. State Terrorism. Istilah state teorrism ini semula dipergunakan PBB ketika melihat
kondisi sosial dan politik di Afrika Selatan, Israel dan negara-negara Eropa Timur.
Kekerasan negara terhadap warga negara penuh dengan intimidasi dan berbagai
penganiayaan serta ancaman lainnya banyak dilakukan oleh oknum negara termasuk
penegak hukum. Teror oleh penguasa negara, misalnya penculikan aktivis. Teror oleh
negara bisa terjadi dengan kebijakan ekonomi yang dibuatnya. Terorisme yang
dilakukan oleh negara atau aparatnya dilakukan dan atas nama kekuasaan, stabilitas
politik dan kepentingan ekonomi elite.
Menurut USA Army Training and Doctrine Command (2007), berdasarkan motivasi
yang digunakan, tindakan terorisme dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Peledakan bom/pengeboman
Pengeboman adalah taktik yang paling umum digunakan oleh kelompok teroris dan
merupakan aksi teror yang paling populer dilakukan karena selain mempunyai nilai
mengagetkan (shock value), aksi ini lebih cepat mendapat respon karena korbannya relatif
lebih banyak. Selain itu pengeboman juga sebagai salah satu yang paling sering digunakan
dan paling disukai karena biayanya murah, bahannya mudah didapat, mudah dirakit dan
mudah digunakan serta akibatnya bisa dirasakan langsung dan dapat menarik perhatian
publik dan media massa.
b. Pembunuhan
Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat ini.
Dengan model pembunuhan yang sering digunakan yaitu pembunuhan terpilih/selektif,
yaitu tindakan serangan terhadap target atau sasaran yang dipilih atau pembunuhan
terhadap figur yang dikenal masyarakat (public figure) dengan sasaran pejabat pemerintah,
pengusaha, politisi dan aparat keamanan. Semakin tinggi tingkatan target dan semakin
memperoleh pengamanan yang baik, akan membawa efek yang cukup besar dalam
kehidupan masyarakat.
c. Pembajakan
d. Penghadangan
Penculikan adalah salah satu tindakan terorisme yang paling sulit dilaksanakan, tetapi bila
penculikan tersebut berhasil, maka mereka akan mendapatkan uang untuk pendanaan
teroris atau melepaskan teman-teman seperjuangan yang di penjara serta mendapatkan
publisitas untuk jangka panjang. Sementara itu, perbedaan antara penculikan dan
penyanderaan dalam dunia terorisme sangatlah tipis. Berbeda dengan penculikan,
penyanderaan menyebabkan konfrontasi atau perlawanan dengan penguasa setempat. Misi
penyanderaan sifatnya kompleks dari segi penyediaan logistik dan berisiko tinggi, termasuk
aksi penculikan, membuat barikade dan penyanderaan (mengambil alih sebuah gedung dan
aksi mengamankan sandera).
f. Perampokan
Taktik perampokan biasa dilakukan para teroris untuk mencari dana dalam membiayai
operasional-nya, teroris melakukan perampokan bank, toko perhiasan atau tempat lainnya.
Karena kegiatan terorisme sesungguhnya memiliki biaya yang sangat mahal. Perampokan
juga dapat digunakan sebagai bahan ujian bagi program latihan personil baru.
Pembakaran dan penyerangan dengan peluru kendali lebih mudah dilakukan oleh kelompok
teroris yang biasanya tidak terorganisir. Pembakaran dan penembakan dengan peluru
kendali diarahkan kepada hotel, bangunan pemerintah, atau pusat industri untuk
menunjukkan citra bahwa pemerintahan yang sedang berkuasa tidak mampu menjaga
keamanan objek vital tersebut.
h. Serangan bersenjata
Serangan bersenjata oleh teroris telah meningkat menjadi sesuatu aksi yang mematikan
dalam beberapa tahun belakangan ini. Teroris Sikh di India dalam sejumlah kejadian
melakukan penghentian bus yang berisi penumpang, kemudian menembak sekaligus
membunuh seluruh penumpang yang beragama hindu yang berada di bus tersebut dengan
menggunakan senapan mesin yang menewaskan sejumlah korban, yaitu anak-anak, wanita
dan orang tua seluruhnya.
Perkembangan teknologi tidak hanya berkembang dari dampak positifnya untuk membantu
kehidupan umat manusia, akan tetapi juga membunuh umat manusia itu sendiri dengan
kejam. Melalui penggunaan senjata-senjata pembunuh massal yang sekarang mulai
digunakan oleh para terorisme dalam menjalankan tujuan dan sebagai salah satu bentuk
teror yang baru dikalangan masyarakat.
1. Faktor Sosial-Politik
Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-politik dari pada gejala
keagamaan. Gerakan yang secara salah oleh Barat disebut sebagai radikalisme itu lebih
tepat dilihat akar permasalahannya oleh sudut konteks sosial politik dalam kerangka
historisitas manusia yang ada di masyarakat. Secara historis kita bisa melihat bahwa konflik-
konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam
menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lainnya ternyata lebih berakar pada
masalah sosial-politik. Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama,
kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk
mencapai tujuan “mulia” dari politiknya.
3. Faktor-faktor Kultural
Ini juga memiliki andil yang cukup besar yang melatar belakangi munculnya radikalisme.
Hal ini wajar karena memang secara kultural didalam masyarakat selalu ditemukan usaha
untuk melepaskan diri dari jeratan jarring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak
sesuai. Sedangkan yang dimaksud faktor kultural disini adalah sebagai anti tesa terhadap
budaya sekularisme. Badaya barat merupakan sumber sakularisme yang dianggap sebagai
musuh yang harus dihilangkan dari bumi. Sedangkan faktor sejarah memperlihatkan adanya
dominasi Barat dari berbagai aspeknya atas negara-negara dan budaya. Peradaban barat
sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia yang telah dengan
sengaja melakukan proses merjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan.
Menurut Azyumardi (2012), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab atau sumber
masalah tumbuhnya paham radikalisme pada seseorang adalah sebagai berikut:
Selain itu, menurut Hikam (2016), terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi masuknya
paham radikalisme di Indonesia, yaitu:
Faktor Geografi
Letak geografi Republik Indonesia berada di posisi silang antara dua benua merupakan
wilayah yang sangat strategis secara geostrategic tetapi sekaligus ,rentang terhadap
ancaman terorisme internasional. Dengan kondisi wilayah yang terbuka dan merupakan
negara kepulauan, perlindungan keamanan yang konprenshif sangat diperlukan.
Menurut Wahid dan Sidiq (2004), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadi
tindakan terorisme, antara lain yaitu sebagai berikut:
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis atau suku pada suatu
bangsa yang ingin memerdekakan diri. Menebar teror akhirnya digunakan pula sebagai satu
cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan, sasarannya yaitu etnis atau bangsa lain
yang sedang diperangi. Bom-bom yang dipasang di keramaian atau tempat umum lain
menjadi contoh paling sering. Aksi teror semacam ini bersifat acak, korban yang jatuh pun
bisa siapa saja.
Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang mampu memantik
terorisme. Kemiskinan memiliki potensi lebih tinggi bagi munculnya terorisme. Dengan
terjadinya kesenjangan dan kemiskinan dapat menimbulkan terorisme, ini timbul karena
merasa tidak adanya keadilan dalam kehidupan.
c. Non demokrasi
Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di negara
demokratis semua warga negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan semua
pandangan politiknya, iklim demokratis menjadikan rakyat sebagai representasi kekuasaan
tertinggi dalam pengaturan negara, artinya rakyat merasa dilibatkan dalam pengelolaan
negara, hal serupa tentu tidak terjadi di negara non demokratis. Selain tidak memberikan
kesempatan partisipasi masyarakat penguasa non demokratis sangat mungkin juga
melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterbatasan ini menjadi kultur subur bagi
tumbuhnya awal mula kegiatan terorisme.
Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok dalam masyarakat.
Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama hanya karena warna kulit,
agama, atau lainnya. Kelompok yang direndahkan akan mencari cara agar mereka didengar,
diakui, dan diperlakukan sama dengan yang lain. Atmosfer seperti ini akan mendorong
berkembang biaknya teror.
Butir ini nampaknya tidak asing lagi, peristiwa teror yang terjadi di Indonesia banyak
terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi penyebab unik karena motif yang
mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda dengan kemiskinan atau perlakuan
diskriminatif yang mudah diamati, radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara
pandang dunia para penganutnya. Kesalahan dalam pemahaman jihad menjadikan teroris
mengatas namakan jihad dalam tindak terorisme, ini jelas sudah salah dalam pemahaman
jihad karena mereka menganggap jihad adalah berperang.
Kondisi psikologis ini sangat rawan untuk diprovokasi karena orang yang merasa terabaikan
dalam lingkungan masyarakat, menderita secara sosial ekonomi dan merasa diperlakukan
tidak adil secara politis akan dengan mudah diberikan sugesti untuk meluapkan kemarahan
dengan cara kekerasan untuk memperoleh perhatian dari masyarakat sekeliling maupun
pemerintah yang berkuasa.
Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka, dan sedang diuji daya tahannya terhadap
gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar lainnya, seperti liberalisme yang
menjunjung kebebasan dan persaingan), sosialisme (yang menekankan harmoni),
humanisme (yang menekankan kemanusiaan), nihilisme (yang menafsirkan nilai-nilai luhur
yang mapan), maupun ideologi yang berdimensi keagamaan. Pancasila, sebagai ideologi
terbuka pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang sama dengan ideologi lainnya, seperti
keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan.
Di era globalisasi, romantisme kesamaan historis zaman lalu tidak lagi merupakan pengikat
rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan dicapai lebih kuat
pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejahteraan.
Nilai Pancasila dan undang-undang Dasar 45 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah:
1. Bangsaan dan persatuan
2. Ke manusia dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
3. Ketuhanan dan toleransi
4. Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
5. Demokrasi dan kekeluargaan.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah ketahanan ideologi ketahanan ideologi perlu
ditingkatkan dalam bentuk :
- Pengamalan pancasila secara objektif dan subjektif
- Aktualisasi adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-
nilai baru
- Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika
dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
1. Perkembangan
2. Kesinambungan
3. Pengullangan
4. Dan perubahan
Kaitan dengan itu teori sejarah mencakup teori spiral, teori kemajuan, teori siklus. Apa yang terjadi
di Indonesia terorisme menunjukkan adanya perputaran atau pengulangan dan kadang-kadang ada
perubahan dan variasi dalam penampilannya walaupun semuanya sebenarnya dari sisi definisi ada
unsur yang tetap yang memberi ciri 1 dari masa ke masa.
1981
1985
• Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa terorisme ini adalah
peristiwa terorisme bermotif "jihad" kedua yang menimpa Indonesia.
2000
• Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang
diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang
tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T
Caday.
• Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di kompleks Kedutaan
Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
• Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan mengguncang lantai parkir
P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104
mobil rusak berat, 57 rusak ringan.
• Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan bom pada malam
Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96
lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
2001
• Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan Kalimalang
Jatiwaringin, Jakarta Timur, 5 orang tewas.
• Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom meledak di kawasan
Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera.
• Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom mengakibatkan
kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom
lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.
• Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan meledak di
halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta.
2002
• Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di depan rumah
makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka.
Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak
ada korban jiwa.
• Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang
mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat
bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor
Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa.
• Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom rakitan yang
dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang
tewas dan 11 luka-luka.
2003
• Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom rakitan meledak di
lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa.
• Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom meledak dii area
publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng,
Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.
• Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan sebagian Hotel JW
Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-
luka.
2004
2005
2009
• Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW Marriott dan
Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir bersamaan, sekitar pukul 07.50
WIB.
2010
2011
• Pada 15 Maret hingga 17 Maret 2011 terjadi Teror bom buku di Jakarta kepada
tokoh dari berbagai latar belakang dengan mengirimkan paket buku berisi bom.
Teror bom buku dimulai pada 15 Maret 2011 yang ditujukan kepada tokoh
Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla.
• Bom Cirebon, 15 April 2011. Ledakan bom bunuh diri di Masjid Mapolresta
Cirebon saat Salat Jumat yang menewaskan pelaku dan melukai 25 orang lainnya.
• Bom Gading Serpong, 22 April 2011. Rencana bom yang menargetkan Gereja
Christ Cathedral Serpong, Tangerang Selatan, Banten dan diletakkan di jalur pipa
gas, namun berhasil digagalkan pihak Kepolisian RI
• Bom Solo, 25 September 2011. Ledakan bom bunuh diri di GBIS Kepunton, Solo,
Jawa Tengah usai kebaktian dan jemaat keluar dari gereja. Satu orang pelaku
bom bunuh diri tewas dan 28 lainnya terluka.
2012
• Bom Solo, 19 Agustus 2012. Granat meledak di Pospam Gladak, Solo, Jawa
Tengah. Ledakan ini mengakibatkan kerusakan kursi di Pospam Gladak.
2013
• Bom Polres Poso 2013, 9 Juni 2013 dengan target personel polisi yang sedang
apel pagi. Bom meledak di depan Masjid Mapolres Poso, Sulawesi Tengah. 1
orang petugas bangunan terluka di tangan sebelah kiri, sementara pelaku bom
bunuh diri tewas di tempat.
2016
• Bom dan baku tembak Jakarta, 14 Januari 2016. Ledakan dan baku tembak di
sekitar Plaza Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
• Pada tanggal 5 Juli 2016, ledakan bom bunuh diri meledak di halaman Markas
Kepolisian Resor Kota Surakarta, Surakarta, Jawa Tengah. 1 pelaku tewas dan 1
petugas kepolisian luka-luka.
• Pada 28 Agustus 2016, sebuah ledakan bom bunuh diri terjadi di Gereja Katolik
Stasi Santo Yosep, Jalan Dr Mansur, Kota Medan, Sumatra Utara. Pelaku
mengalami luka bakar, sedangkan seorang pastor mengalami luka ringan.
• Pada 13 November 2016, sebuah bom molotov meledak di depan Gereja
Oikumene Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Empat anak-anak terluka dan satu
korban di antaranya meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit.
• Pada 14 November 2016, sebuah bom molotov meledak di Vihara Budi Dharma,
Kota Singkawang, Kalimantan Barat.
2017
• Bom Bandung, 27 Februari 2017, sebuah bom panci meledak di Taman Pandawa
Cicendo, Bandung. Pelaku diketahui bernama Yayat Cahdiyat alias Dani alias Abu
Salam (41) yang merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) jaringan
Bandung Raya
• Bom Jakarta, 24 Mei 2017, sebuah bom panci meledak di Kampung Melayu,
Jakarta Timur. Menewaskan 3 polisi dan 2 pelaku dan melukai 14 orang.
2018
2019
2020
• Penyerangan Polsek Daha Selatan, 1 Juni 2020. Pelaku membakar mobil patroli
dan menewaskan 1 orang petugas kepolisian.
• Penyerangan di Sigi, 27 November 2020. Sebuah keluarga tewas dibunuh oleh
orang tidak dikenal di Lembantongoa, Palolo, Sigi, Sulawesi Tengah. Mereka
ditemukan dalam keadaan tewas mengenaskan sementara tujuh rumah
termasuk rumah yang biasa dijadikan tempat peribadahan umat Kristen turut
dibakar. Pelaku kemudian diketahui adalah kelompok teroris pimpinan Ali Kalora
dari Mujahidin Indonesia Timur.
2021
• Bom bunuh diri di Makassar, 28 Maret 2021. peristiwa ledakan bom pertama di
Indonesia dengan sasaran rumah ibadah yang menewaskan 2 pelaku di Gereja
Katedral Makassar. Semua pelaku merupakan anggota dari jaringan Jamaah
Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS)
yang juga melakukan serangkaian teror di Surabaya pada 2018.
• Penembakan di Mabes Polri, 31 Maret 2021 Pelaku menembak sebanyak 6 kali
kepada petugas jaga. Polisi melakukan tindakan tegas terukur kepada pelaku,
dan pelaku tewas di tempat.
• Upaya Pemerintah Menghadapi Tindak Radikalisme Dan Terorisme
Apa peran pemerintah? Harus ada pembedaan soal peran (kebijakan) pemerintah
yang berkaitan dengan (1) ekstremisme keagamaan dan (2) kekerasan yang muncul
karena ekstremisme (religious extremism based violence).Untuk yang pertama,
kebijakan pemerintah dalam menanggulangi ekstremisme keagamaan (religious
extremism) dipandang relatif. Secara umum, kebijakan pemerintah tentang
pengurangan kekerasan sudah nampak jelas karena kita punya UU anti terorisme.
Namun untuk ekstremisme keagamaan belum bisa dikatakan jelas karena jika
ekstremisme belum mewujud menjadi tindakan statusnya tidak bisa diapa-apakan oleh
hukum kita. Sebetulnya ada mekanisme yang bisa digunakan untuk menanggulangi
masalah ekstremisme keagamaan lewat hate speech (kebencian) tapi hukum kita
belum mengatur masalah itu secara khusus. Meskipun belum berupa tindakan, namun
ujaran kebencian ini yang sering kita jumpai dimana-mana. Kita lumrah menemukan di
banyak pengajian, tabligh akbar, media sosial dan bahkan di TV-TV yang memuatkan
ujaran kebencian atas pihak lain.
Ujaran kebencian ini jika terus menerus berlanjut akan mampu memprovokasi
masyarakat dan bisa menggiring pada tindakan kekerasan. Sementara untuk kekerasan
berbasis agama seperti terorisme, kebijakan negara sudah cukup memadai dengan
adanya UU No. 15/2003 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.
1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun kemampuan institusi
negara untuk melaksanakan kebijakan tersebut pada tataran praktik masih perlu
penyempurnaan. Kekurangan yang paling jelas misalnya adalah adanya kesenjangan
antara teori (kebijakan) dan praktik (implementasi) di samping juga persoalan-persoalan
seperti kurangnya sumber daya manusia dan budaya etos kerja yang lemah di kalangan
penegak hukum. Salah satu cetak biru dari pemerintah dalam hal penanggulangan
kekerasan berbasis agama adalah proyek deradikalisasi. Deradikalisasi adalah kebijakan
penting yang diambil oleh pemerintah untuk mengurangi atau mengembalikan
radikalisme keagamaan kepada situasi yang normal, tidak radikal. Melalui pendirian BNPT
(Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 201),
Pemerintah melakukan program deradikalisasi sebagaimana tercermin dalam fungsi
BNPT yang kesembilan: “pengoperasian Satuan Tugas-Satuan Tugas dilaksanakan dalam
rangka pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan dan penyiapan
kesiapsiagaan nasional di bidang penanggulangan terorisme.”Istilah deradikalisasi secara
harfiyah sudah disebutkan dalam fungsi BNPT, namun jika saya tidak salah pemerintah
secara resmi tidak memiliki definisi deradikalisasi.
Pada masa pemerintahan presiden jokowi periode 2014-2019 ada beberapa upaya
dalam menghadapi radikalisme dan terorisme, berikut upaya yang dilakukan
pemerintah;
1) Meminimalisir Penyebab Utama Terorisme
Dalam rangka memberantas kasus terorisme di Indonesia pemerintah Indonesia
melakukan berbagai upaya seperti halnya dengan langkah meminimalisir penyebab dari
aksi terorisme. Dalam hal ini langkah yang di ambil adalah dengan melalui pendekatan
Soft Approach, yaitu dengan program deradikalisasi. Deradikalisasi sendiri adalah
sebuah strategi atau tindakan yang bertujuan untuk menetralisir paham radikal bagi
mereka yang terlibat teroris dan para simpatisannya serta anggota masyarakat yang
telah terekspos paham-paham radikal, melalui redukasi dan resosialisasi serta
menanamkan multikulturalisme.
2) Counter Attack
Kejadian-kejadian teror yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan sinyal bahwa
Indonesia merupakan salah satu target operasi organisasi terorisme baik internasional
maupun nasional. Melihat terorisme yang semakin tumbuh subur di berbagai wilayah
Indonesia yang di sebabkan karena berbagai faktor maka pemerintah Indonesia tidak
segan-segan dalam melakukan peningkatan dalam berbagai bidang, salah satunya
bidang militer. Langkah tersebut ialah dengan membentuk pasukan militer yang
bertujuan khusus pencegahan terhadap aksi terorisme
4) Kerjasama Internasional
Dalam hal mengantisipasi masalah terorisme di Indonesia pemerintah Indonesia
menggunakan upaya penegakan hukum secara domestik dengan melalui kerjasama
internasional, baik secara bilateral maupun multilateral. Pentingnya pembentukan
kerjasama dan sekutu menjadi hal yang sangat vital mengingat terorisme juga
merupakan kejahatan transnasional.
PENUTUP
Kesimpulan
Radikalisme dan terorisme ditinjau dari perspektif kewarganegaraan sampai
pada kesimpulan bahwa radikalisme dan terorisme merupakan masalah bagi
demokrasi. Radikalisme dan terorisme bagi Indonesia harus diletakkan sebagai
persoalan serius. Mengapa? karena baik dilihat dari sisi ideologi, prinsip negara
demokrasi dan negara hukum serta karakter nasional Indonesia secara dassolen
sebenarnya tidak ada tempat bagi radikalisme dan terorisme itu. Secara ideologi
sangat jelas dalam Pancasila ada prinsip ketuhanan Yang Maha Esa, Prinsip
kemanusiaan yang adil dan beradab, prinsip persatuan, prinsip musyawarah, dan
keadilansedangkan radikalisme ujung-ujungnya jatuh pada keadaan yang
bertentangan dengan prinsip demokrasi dan perikemanusiaan yang adil dan
beradab. Mengembangkan sikap kritis-prinsipiil dan kepekaan hati nurani termasuk
kritis kepada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat yang bebas, tertib,
adil dan sejahtera merupakan tugas semua pihak.Hal itu dilakukan dengan
membiasakan civic skill dengan menggumuli melalui proses pembelajaran dengan
pendekatan seperti critical thinking problem solving, inquiry, reflective thinking,
analisis masalah,menjelaskan, mengidentifikasi, dan melakukan evaluasi. Sedangkan
dalam rangka membangun civic virtueperlu memahami dan menghayati nilai-nilai
keutamaan seperti kemanusiaan, keadilan, kebenaran, kejujuran dalam rangka
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
Daftar pustaka
Alexandra. (n.d.). ANALISIS KAJIAN TERORISME DAN RADIKALISME DALAM 3 PERSPEKTIF
TEORITIS. Jurnal Paradigma (JP). Retrieved from http://e-
journals.unmul.ac.id/index.php/JParadigma/article/view/895
cara baru atasi radikalisme. (n.d.). Retrieved from indonesia.go.id:
https://indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-angka/sosial/cara-baru-tangani-
radikalisme
Definisi terorisme - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.). Retrieved from
wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Definisi_terorisme
hkelompok IV mk kewarganegaraan semester genap. (2021). fenomena sosial. Retrieved
from https://drive.google.com/file/d/14mFxkT7D_AHblI-
i_xYqXReUwvnZStXp/view?usp=drive_open
metro lampung. (n.d.). Retrieved from
https://journal.iaimnumetrolampung.ac.id/index.php/jf/article/download/275/214/
nur hasanah. (n.d.). Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Mengatasi radikalisme dan
terorisme pemerintahan jokowi periode 2014-2019. 895-2395-1-SM.pdf. Retrieved
from http://e-
journals.unmul.ac.id/index.php/JParadigma/article/download/895/805
pakem menurut kbbi. (n.d.). Retrieved from pakem menurut kbbi-penelusuran google:
https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=pakem+menurut+kbbi
pralegal. (n.d.). Pengertian Terorisme menurut Undang-Undang – Paralegal.id. Retrieved
from https://paralegal.id/pengertian/terorisme/
Terorisme di Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (n.d.). Retrieved
from wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme_di_Indonesia