Disusun oleh:
Nur Huda Hasmar
106103003724
Pembimbing:
dr. Asroruddin, Sp.U
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 2.1. Anatomi testis, epididimis, dan potongan transversal testis
(Sumber: Vishal, McGrawhill, 2007)
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1)
arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri
deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior dan (3) artei kremasterika
yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang
meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.
Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
variokel. (Purnomo,2009)
5
Gambar. Testis normal dan torsio testis
(Sumber: http://familydoctor.org/online/famdocen/home/men/reproductive/916.html)
2.2.2 Epidemiologi
Torsio testis diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur
kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa
pubertas (12-20 tahun). (Ringdahl dkk, 2006)
Testis kiri lebih sering terjadi disbanding testis kanan, hal ini
mungkin disebabkan oleh karena secara normal funikulus spermatikus
kiri lebih panjang. (Rupp, 2010)
Pada kasus torsio testis yang terjadi pada periode neonatus,
70% terjadi pada fase prenatal dan 30% terjadi postnatal. (Rupp,
2010)
2.2.3 Etiologi
Penyebab dari torsio testis meliputi kelainan congenital, anomali
bell clapper, testis yang tidak turun, gangguan seksual atupun
aktifitas seksual, trauma, tumor testis dan olahraga. (Rupp, 2010)
Kadang torsio dicetuskan oleh cedera olahraga (Gardjito, 2005).
Beberapa kanker testis intra abdominal dapat mengakibatkan torsio.
6
Setengah dari pasien memiliki gangguan ini pada saat tidur. Pada beberapa
kasus, kelainan congenital dari tunika vaginalis atau funikulus spermatikus
muncul. (Cranston,2002)
Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal menempel pada
muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya
sehingga testis, epidimis dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak
dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus
spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis
ekstravagina. Torsio ini muncul dengan testis yang keras dan
bengkak. (Purnomo, 2009).
7
clapper. Keadaan ini memudahkan testis mengalami torsio invaginalis.
Pada saat ini terjadi, vena pada plexus pampiniform menjadi
terkompresi dan menyebabkan kongesti vena. Setelah beberapa jam,
infark vena akan muncul kecuali torsio di koreksi. (Minevich 2010,
Purnomo, 2009)
2.2.4 Patofisiologi
Torsio testis terjadi pada anak dengan insersi tunika vaginalis
tinggi di funikulus spermatikus sehingga funikulus dengan testis dapat
terpuntir dalam tunika vaginalis. Akibat puntiran tungkai, terjadi
pendarahan testis mulai dari bendungan vena sampai iskemia yang
menyebabkan gangren. Keadaan insersi tinggi tunika vaginalis di
funikulus biasanya gambarkan sebagai lonceng dengan bandul yang
memutar dan mengalami nekrosis dan gangren.(Wim De Jong, 2005)
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis
mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan
suhu ideal untuk testis. adanya kelainan sistem penyanggah testis
menyebabkan testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan
8
pergerakkan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu
yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang
berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma
yang mengenai skrotum. (Purnomo,2009)
Torsio dari funikulus spermatikus mengakibatkan terhambatnya
aliran darah ke testis dan epididimis. Derajat torsi dapat berkisar
antara 180-720°. Peningkatan kongesti pembuluh darah memicu
torsio yang berlanjut. Testis dapat bertahan dalam waktu 6-8 jam. Bila
lebih dari 24 jam, akan terjadi nekrosis dari testis. (Minevich, 2010)
9
Gejala pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri.
Gejala ini bisa timbul mendadak atau berangsur-angsur, tetapi
biasanya meningkat menurut derajat kelainan. Riwayat trauma
didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga pasien
mengalami episode nyeri testis yang berulang sebelumnya. Derajat
nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak berhubungan dengan
luasnya serta lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada skrotum berangsur-angsur
muncul. Dapat pula timbul nausea dan vomiting, kadang-kadang
disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio
testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang
membedakan dengan orchio-epididymitis. Adapun gejala lain yang
berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
• Nyeri perut bawah
• Pembengkakan testis
• Darah pada semen
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis secara utama dibuat berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan. (Cranston,202). Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah
skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada
testis. Keadaan ini dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar
ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga jika tidak
diwaspadai sering dikacaukan dengan appendisitis akut (Purnomo,
2009). Kecurigaan diarahkan pada pasien lelaki muda yang datang
dengan nyeri akut dan pembengkakkan, dimana torsio testis terjadi
pada hampir 90 persen dengan gejala akut skrotum pada kelompok
usia 13 sampai 21 tahun. Muntah merupakan salah satu
gejalanya(Cranston,2002). Pada bayi gejalanya tidak khas yakni
gelisah, rewel atau tidak mau menyusui (Purnomo,2009).
10
Pemeriksaan fisis dapat membantu membedakan torsio testis
dengan penyebab akut skrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio
pada skrotum akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan
edema dapat meluas hingga skrotum sisi kontralateral. Testis yang
mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien
datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yang terletak
transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri
serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis
kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak
lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari
funikulus spermatikus. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang
spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak
berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign). Pemeriksaan fisik
yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas 99% pada torsio testis.(Reynard, 2006)
Pada pemeriksaan fisis skrotum harus selalu diperiksa
(Cranston,2002). Testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih
horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada
torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau
penebalan funikulus spermatikus. keadaan ini biasanya tidak disertai
dengan demam (Purnomo,2009). Udem dan eritem pada skrotum
merupakan hal yang sering terjadi pada torsio dan tidak menunjang
diagnosis untuk epididimo-orchitis, yang sangat jarang terjadi pada
kelompok usia lelaki muda. Torsio dari ujung testicular lebih sering
pada anak laki-laki prepubertal, begitu juga dengan orchitis dan
udema scrotal idiopatik. Jarang perdarahan pada tumor testicular
muncul dengan akut skrotum. (Cranstoon,2002).
11
inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah
mengalami keradangan steril. (Purnomo, 2009)
Teknik investigative biasanya tidak diperlukan dan menunda
eksplorasi (Cranston,2002). Pemeriksaan penunjang yang berguna
untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang
lain adalah dengan memakai : stetoskop Doppler, ultrasonografi
Doppler (Purnomo,2009) (dapat berguna dalam diagnosis namun
dapat salah diartikan, terutama pada kasus torsio intermitten dengan
hyperemia dapat muncul setelah terjadi pemutaran balik secara
spontan (Cranston,2002), dan sintigrafi testis yang kesemuanya
bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis
tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada
keradangan akut testis terjadi peningkatan aliran darah ke testis
(Purnomo,2009).
12
Gambar. Torsio testis dan Orchitis
(Sumber:http://www.catscanman.net/blog/wp-
content/uploads/casebook/orchitis5.jpg)
13
Sumber: (http://www.ebmedicine.net/topics.php?
paction=showTopicSeg&topic_id=173&seg_id=3410)
14
(Sumber: Siroky, 2004)
A. Epididimis akut.
Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio
testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu
tubuh, keluarnya nanah dari uretra, adanya riwayat coitus
suspectus (dugaan melakukan senggama dengan bukan isterinya),
atau pernah menjalani katerisasi uretra sebelumnya
(Purnomo,2009).
Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada
epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada
torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis
akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan
sedimen urin didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria
(Purnomo,2009).
Pada kasus epididimo-orkitis, Ultrasound Doppler
menunjukkan adanya peningkatan aliran darah. Pada kasus torsio
testis tidak terdapat aliran darah. (Schwartz, 2005)
15
B. Hernia skrotalis inkarserata.
Biasanya didahului dengan anamnesis didapatkan benjolan
yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum (Purnomo,2009).
C. Hidrokel terinfeksi,
Tunika vaginalis di skrotum sekitar testis normlanya tidak
teraba, kecuali bila mngandung cairan membentuk hidrokel, yang
jelas bersifat diafan (tembus cahaya) pada transiluminasi. Hidrokel
dapat disebabkan oelh rangsangan patologik seperti radang atau
tumor testis. (Wim De Jong, 2005)
Dengan anamnesis sebelumnya sudah ada benjolan di
dalam skrotum (Purnomo,2009)
D. Tumor testis.
Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di
dalam testis (Purnomo,2009).
E. Edema skrotum
Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya
pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-
kelainan lain yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik)
(Purnomo,2009)
2.2.8 Penatalaksanaan
A. Detorsi Manual
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke
asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis kea rah berlawanan
dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial
maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu,
kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kearah
medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa
detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap
dilaksanakan. (Purnomo,2009).
16
Bila dilakukan detorsi dalam 6 jam setelah onset gejala makan 97%
testis dapat diselamatkan. Dan bila lebih dari 24 jam hanya ada 10%
kemungkinan. (Kass, Lundak, 1997)
B. Operasi
17
Gambar 2.5 Torsio tetis (Lonergan, 2007)
2.3 Orchitis
2.3.1 Definisi
Orchitis adalah reaksi inflamasi akut akibat infeksi sekunder pada
testis. Kebanyakan kasus berkaitan dengan infeksi virus mumps. Selain
virus mumps, virus ataupun abkteri lain juga dapat menyebabkan orchitis.
(Mycyk, 2010)
2.3.2 Epidemiologi
DI Amerika Serikat diperkirakan 20% dari pasien prepubuertas
yang terinfeksi virus mumps mengalami orchitis. Pada Orkitis mumps, 4-5
kasus terjadi pada usia prepubertas ( < 10 tahun). Pada Orkitis bakterialis,
kebanyakan kasus berkaitan dengan epididimis (epididimo-orkitis), dan
terjadi pada usia seksual aktif, lebih dari 15 tahun atau diatas 50 tahun
dengan hipertrofi prostat jinak. (Mycyk, 2010)
18
II.3.1 Etiologi
19
usia tersebut dan bilateral pada 10 % kasus. Onset biasanya terjadi pada
3-4 hari setelah berkembangnya parotitis (Meares, 1995).
Tuberkulosis orchitis dapat terjadi dari penyebaran hematogen dari
tuberkel bacilli dari focus infeksi di paru atau lebih sering lagi, secara
langsung dari tuberculous epididimytis (Meares, 1995).
Orkitis luetika jarang ditemukan. Sifilis stadium IV yang merupakan
guma di orgaan ini agak sering terdapat di testis, tetapi setelah penemuan
antibiotik, sifilis stadium IV sangat jarang ditemukan. Pada pemeriksaan
didapatkan pembengkakan seluruh testis yang tidak nyeri, konsistensi
agak kenyal seperti karet dan mungkin terdapat hubungan dengan kulit
depan yang akhirnya membentuk fistel kulit. Diagnosis bandingnya berupa
kanker testis. (Wim De Jong, 2005)
Testis dapat terlibat dalam syphilis, gummas dengan area nekrosis
yang besar terkadang berkomplikasi sebagai tingkat lanjut dari syphilis
(Meares, 1995).
Granulomatous orchitis, proses inflamasi nonspesifik pada testis,
terjadi biasanya pada umur pertengahan dan laki-laki tua. Berasal dari
proses noninfeksi. Bukti menunjukkan bahwa penyakit autoimun dapat
terlihat sebagai respon granulomatos pada spermatozoa (Meares, 1995).
20
masa penyembuhan, tubulus seminiferus dan sel interstisial biasanya
tetap dipertahankan (Meares, 1995).
Mumps merupakan penyebab infeksi paling sering dari orchitis.
Menariknya, mumps orchitis hanya terjadi pada lelaki postpubertal. Secara
umum testis sangat membesar dan berwarna kebiruan. Pada bagian,
karena terjadi reaksi interstitial dan edema, tubulus tidak terdorong
keluar . Secara histology, edema dan dilatasi diobservasi; neutrofil,
limfosit dan makrofag banyak ditemukan; dan sel tubular menunjukkan
derajat degenerasi. Pada masa penyembuhan testis kecil dan lembut.
Secara histology, fase ini menunjukkan tubular atrophy namun tetap
mempertahankan sel interstisial Leydig. Epididimis seringkali terlibat
(Meares, 1995).
21
B. Penemuan laboratorium
Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan leukositosis.
Proteinuria ringan dan mikrohematuria telah di gambarkan, namun
urinalisis biasanya normal. Selama episode akut dari viral orchitis,
organism infektif dapat ditemukan pada urin (Meares, 1995).
22
Ruptur post-traumatik dari testis dan perdarahan akut pada testis
karena trauma minor merupakan kondisi yang harus dibedakan dari
orchitis. Perdarahan spontan pada testikel dapat terjadi pada pria dengan
poliarteritis nodosa. Orchiectomy biasanya dibutuhkan karena kondisi ini
tidak dapat dibedakan dengan tumor testicular (Meares, 1995).
2.3.6 Komplikasi
Spermatogenesis mengalami kerusakan yang tidak dapat kembali
pada 30% testis yang terkena orchitis mumps. Dapat terjadi atrofi testis. .
Jika kedua testis terlibat, dapat mengakibatkan infertil namun fungsi
androgennya biasanya masih terjaga. Komplikasi lainnya adalah
epididimitis kronik, infark testis, fistula scrotal kutaneus, dan abses
skrotum.(Linda, 2010 dan Meares, 1995).
2.3.7 Pencegahan
Vaksin mumps sangat efektif dalam mencegah parotitis dan
komplikasi orchitis, ini direkomendasikan untuk semua orang yang
kemungkinan terkena pada umur lebih dari satu tahun. Insiden orchitis
menurun dengan diadministrasikan mumps hiperimun globulin, 20 mL,
selama masa inkubasi atau pada tahap awal penyakit. Pemberian
estrogen atau kortikosteroid yang rutin untuk semua laki-laki post pubertal
yang terkena mumps diberikan untuk mencegah orchitis, bagaimanapun
hal ini masih kontroversial (Meares, 1995).
2.3.8 Penatalaksanaan
Orchitis karena bakteri harus diobati dengan obat antimikroba,
sedangkan obat-obatan ini tidak berguna melawan mumps orchitis.
Resolusi yang cepat dan dari pembengkakan dan rasa sakit kadang dapat
dicapai dengan infiltrasi dari funikulus spermatikus secepatnya superior
dari testis yang terlibat dengan 20 mL dari 1% lidocaine. Ini dapat
23
menjaga aktivitas spermatogenic dengan memperbaiki suplai darah ke
testicle. Pada kasus orchitis granulomatosa nonspesifik penggunaan
kortikosteroid diindikasikan (Meares, 1995).
Tirah baring penting untuuk tahap akut orchitits. Penghangatan
local berguna dan menghilangkan nyeri. Dukungan terhadap organ dapat
meningkatkan kenyamanan; handuk diletakkan di bawah skrotum atau
penggunaan athletic supporter dapat berguna. Pengobatan untuk
menghilangkan rasa sakit dan demam disarankan (Meares, 1995).
2.3.9 Prognosis
Orchitis bilateral dapat berakibat kerusakan spermatgenesis yang
tidak dapat dikembalikan dan permanen sterilitas. Pada fase akut mumps
orchitis bertahan sampai 1 minggu. Atropi baru terlihat pada 1 atau 2
bulan (Meares, 1995).
24
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 61 tahun
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Bangsa / Suku : Indonesia / Betawi
Alamat : Sawangan, Depok
Pendidikan : SLTA
Tanggal Masuk : 11 Maret 2011
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 18 Maret 2011
Keluhan Utama
Nyeri pada kantong buah zakar sejak 10 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Kantong buah zakar membesar, nyeri BAK, sulit memulai BAK, sering
BAK.
25
6 kali. BAK berwarna kuning, jernih. BAK dapat di tahan, tidak
mengompol. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah.
Pasien tidak mengeluh adanya lendir yang keluar dari lubang BAK.
Bersamaan dengan keluhan ini maupun sebelumnya, pasien tidak
mengeluh demam, mual, muntah nyeri otot, nyeri kepala ataupun
pembengkakan pada leher atas. Riwayat trauma sebelumnya (-).
Pada saat di IGD pasien diberikan obat dan diberikan transfusi.
Selama di RS, pasien mengeluh nyeri di kantong kemaluan semakin
bertambah dan buah zakar semakin membesar. Keluhan lain juga masih
dirasakan. Pada hari ke- 4 di RS, BAK pasien seperti teh botol. Pada hari
ke-6 di rumah sakit, dari kantong kemaluan pasien keluar cairan berwarna
kehijauan dan berbau. Pasien kemudian melapor kepada perawat.
Kantong kemaluan yang mengeluarkan cairan tersebut dibalut. Setelah
keluarnya cairan tersebut, pasien mengatakn keluhan nyeri berkurang dan
besar kantong kemaluan berkurang. Keluhan lain masih dirasakan,
26
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-).
27
Paru :
Inspeksi : pergerakan dada simetris saat statis
dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus teraba sama di kedua
lapang paru
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler di kedua lapang
paru, rhonkii -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea
midklavikula sinistra
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri : ICS V 3 cm lateral linea midklavikularis
sinistra
Pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, supel
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans
muscular (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) Normal
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)
28
b. Status Urologi
Sudut costo vertebra
Inspeksi : benjolan (-), memar (-), trauma (-)
Palpasi : benjolan (-), nyeri tekan(-), nyeri ketok
(-)
Supra simpisis
Inspeksi : benjolan (-), jejas (-),
Palpasi : benjolan (-), massa (-),buli-buli tidak
penuh, nyeri tekan (+).
Genitalis eksterna : OUE letak normal, merah (-), bengkak
(-), nyeri (-), sekret (-),
29
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai
Rujukan
11-3- 15-03- 17-3-
2011 2011 2011
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6,5 8,1 9,1 gr/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit 20 24 27 % 33 – 45
Leukosit 41,7 23,0 27,3 ribu/ul 5,0 – 10,0
Trombosit 829 822 733 ribu/ul 150 – 440
Eritrosit 2,14 2,66 3,08 juta/ul 4,40 – 5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER 93,9 92,0 88,2 fl 80,0– 100,0
HER 30,5 30,6 29,5 pg 26,0 – 34,0
KHER 20,5 33,2 33,5 gr/dl 32,0 – 36,0
RDW 15,3 15,0 15,4 % 11,5 – 14,5
FUNGSI HATI
SGOT 29 % 0 – 30
SGPT 17 % 0 – 40
FUNGSI GINJAL
Ureum 113 mg/dl 20-40
Creatinin 1,9 mg/dl 0,6-1,5
ELEKTROLIT
Na 134 mmol/l 135-147
K 3,62 mmol/l 3,10-5,10
Cl 109 mmol/l 95-108
GULA DARAH
GDS 159 g/dL
30
Kesan : jantung : kardiomegali dan kalsifikasi aorta
Pulmo : normal
Pemeriksaan BNO (11 Maret 2011)
31
menerus, terutama bila disentuh, duduk, atau jika pasien sedang BAK.
Kantong buah zakar membesar (+). Nyeri BAK (+) sejak ± 5 bulan
terakhir, sulit memulai BAK (+), sedikit-sedikit dan sering ± setiap 1
jam/kali . BAK mengalir tidak menetes, pancaran kuat, malam hari BAK ±
5-6 kali. BAK berwarna kuning, jernih. Tidak dapat menahan BAK (-) Nyeri
perut bagian bawah (-). Lendir dari lubang BAK (-). Demam (-), mual (-),
muntah (-), nyeri otot (-), nyeri kepala (-), pembengkakan pada leher atas
(-).
Hari ke- 4 di RS, BAK seperti teh botol (+). Hari ke-6 di RS, dari
kantong kemaluan keluar cairan berwarna kehijauan dan berbau. Keluhan
nyeri berkurang, besar kantong kemaluan berkurang. Keluhan lain masih
dirasakan.
Keluhan ini sudah pernah dialami sebelumnya ± 3 tahun yang lalu.
Berulang lebih dari 5 kali. Terakhir ± 8 bulan yang lalu. Berobat di dokter
umum, dan diberikan rivanol, salep dan obat minum. ± 5 bulan yang lalu,
BAK berwarna merah, nyeri BAK. BAK merah terakhir ± 2 minggu SMRS.
Untuk keluhan yang ini, pasien tidak memeriksakan ke dokter.
Pemeriksaan fisik:
KU/Kes : Tampak sakit sedang/ komposmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130 / 80 mmhg
Nadi : 84 kali / menit
Pernapasan : 20 kali / menit
Suhu tubuh : 36,5 oC
a. Status Urologi
Sudut costo vertebra
Inspeksi : benjolan (-), memar (-), trauma (-)
Palpasi : benjolan (-), nyeri tekan(-), nyeri ketok
(-)
Supra simpisis
32
Inspeksi : benjolan (-), jejas (-),
Palpasi : benjolan (-), massa (-),buli-buli tidak
penuh, nyeri tekan (+).
Genitalia eksterna : OUE letak normal, merah (-), bengkak
(-), nyeri (-), sekret (-),
33
VII. PENATALAKSANAAN
Tanggal 17 Maret 2011:
- GV pagi dan sore
- Ceftriaxon 1 x 2 gr iv
- Metronidazole 3 x 500 mg iv
- Vit C 1 x 400 mg iv
- Pro Vesikolitotomi
- Transfusi PRC 250 cc
VIII. PROGNOSA
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia
34
BAB IV
ANALISIS KASUS
35
Pada anamnesis juga didapatkan nyeri BAK (+) sejak ± 5 bulan
terakhir, hesistensi (+), miksi tidak puas (+), nokturia (+), pancaran kuat,
BAK berwarna kuning, jernih. Urgensi (-) Nyeri perut bagian bawah (+),
riwayat hematuria (+). Keluhan ini dapat ditemukan pada vesikolitiasis,
BPH (Benign Prostat Hypertrophy) dan striktur uretra.
Pada vesikolitiasis nyeri dirasakan di akhir BAK pada ujung penis,
skrotum, perineum, pinggang, sampai ujung kaki. Selain itu dapat
ditemukan hematuria, kencing tiba-tiba berhenti dan kembali lancar
setelah perubahan posisi, frekuesi. Pada pasien ini, didapatkan adanya
disuria, dan riwayat hematuria yang dialami selama ± 5 bulan SMRS,
terkhir kali 2 minggu SMRS. Pada pasien tidak ditemukan adanya BAK
yang tiba-tiba berhenti dan kembali lancar setelah perubahan posisi.
Sehingga, diagnosis vesikolitiasis belum dapat disingkirkan.
Pada BPH dapat ditemukan gejala obstruktif berupa hesistensi,
intermiten, pancaran miksi melemah, miksi menetes, miksi tidak puas dan
gejala iritatif berupa frekuensi, urgensi, nokturia dan disuria. Gejala yang
terdapat pasien ini yaitu adanya gejala obstruktif berupa hesistensi, miksi
tidak puas dan gejala iritatif berupa frekuensi, nokturia, dan disuria.
Sehingga, diagnosis BPH belum dapat disingkirkan.
Pada striktur uretra, gejala yang dapat ditemukan berupa disuria,
pancaran miksi kuat, bercabang, hematuria. Gejala yang terdapat pada
pasien berupa disuria dan riwayat hematuria. Sehingga diagnosa banding
striktur uretra dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan suprasimfisis (+),
Rectal Touche tidak didapatkan pembesaran prostat. Sehingga
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosa lebih mengarah
ke vesikolitiasis, namun diagnosa banding BPH belum dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva pucat.
Kemungkinan paasien megalami anemia akibat hematuria selama ± 5
bulan SMRS. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb pada saat pasien masuk di IGD 6,5 g/dL dan pada saat pemeriksaan
36
Hb terakhir 9,1 g/dL (17 Maret 2011). Hal ini, karena sudah dilakukan
transfusi pada pasien. Pada pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
leukositosis, yaitu 27.300/uL (17 Maret 2011). Hal ini menunjang diagnosis
orchitis.
Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan foto BNO. Dan
didaoatkan adanya vesikolitiasis. Sehingga menunjang diagnosis
vesikolitiasis pada pasien ini. Namun, BPH belum dapat disingkirkan,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan USG prostat. Pemeriksaan yang
dianjurkan pada pasien ini adalah USG testis dan kultur pus. Kultur pus
ditujukan untuk mengetahui jenis bakteri sehingga pemberian antibiotik
pun dapat disesuaikan.
Penalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini berupa GV pagi
dan sore, Ceftriaxon 1 x 2 gr iv, Metronidazole 3 x 500 mg iv, dan Vit C 1 x
400 mg iv.
Pada orchitis bakteri yang berpean berupa Neisseria gonorrhea,
Chlamydia trachomatis, Escheriaia coli, Klebsiella peneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus dan Streptococcus.
Ceftriaxon merupakan golongan sefalosporin generasi III yang
mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif
terhadap mikroorganisme gram positif dan lebih aktif terhadap bakteri
gram negatif, meliputi P. aeruginosa dan bacteroides. Ceftriaxone sangat
stabil terhadap enzim β-laktamase. Hal ini sesuai dengan penyebab pada
orchitis. Metronidazole merupakan antibakteri dan antiprotozoa sintetik
derivat nitroimidazol yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan
trikomonosid. Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis,
Entamoeba histolytica, Giardia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik
lokal maupun sistemik.
Pada pasien ini direncanakan vesikolitotomi untuk penanganan
vesikolitiasis. Anemia pada pasien ini ditatalaksana dengan pemberian
trasfusi.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
8. Siroky.M.B : Torsion of the testis. In : Siroky.M.B, Oates.R.D,
Babayan.R.K (eds), Handbook of urology: diagnosis and Therapy, 3rd
ed, Lippincot William&Wilkins; Philadelpihia 2004: 369-72.
9. Reynard.J : Torsion of the testis and testicular appendages. In:
Reynard.J, Brewster.S, Biers.S (eds), Oxford Handbook of Urology,
Oxford University Press, New York 2006: 452.
10. Ringdahl E, Teague L. Testicular torsion. Am Fam Physician. Nov
15 2006;74(10):1739-43. [Medline].
11. Rupp.T.J : testicular Torsion, Department of Emergency Medicine,
Thomas Jefferson University, available in
http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm, Dec 13, 2006
12. Vishal. Endocrine Physiology. 2nd Ed. McGrawHill. 2007
13. http://www.sciencephoto.com/images/showFullWatermarked.html/M8
65061-Acute_epididymo-orchitis_(inflammation)_of_testis-SPL.jpg?
id=778650061
39