1. Kondisi Umum
A B
Gambar 1. Uji virulensi Erwinia carotovora, A : Umbi kentang normal, B : Umbi
kentang terinfeksi bakteri Erwinia carotovora
508 529
655 688
Gambar 2. Tanaman anggrek Phalaenopsis setelah 10 hari pengamatan pada
setiap popupasi
Perbedaan antara tanaman yang tahan dan tidak tahan terhadap penyakit
busuk lunak dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 A menunjukan daun anggrek
Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora
lunak dan intensitas serangannya telah meluas. Gambar 3 B menunjukan daun
anggrek Phalaenopsis tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora,
meskipun telah diinokulasi menggunakan jarum yang telah dicelupkan ke dalam
bakteri Erwinia carotovora akan tetapi bakteri tersebut tidak dapat menginfeksi
dan luka pada daun mengalami penyembuhan.
A B
Gambar 3. A : anggrek Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri
Erwinia carotovora, B : anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap
serangan bakteri Erwinia carotovora
70 65.6
60 54.4
51.5
Intensitas Serangan %
50 45.7
40
30
20
10
0
508 529 655 688
Populasi
Gambar 4. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi melalui
pelukaan
7 6.6
6
Intensitas Serangan %
5
2
0.8
1
0.2 0.2
0
508 529 655 688
Populasi
Gambar 5. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi tanpa
pelukaan
70
66.3
60
53.3
51.5
50
44.7
Intensitas Serangan %
40
30
20
10
6.6
100
Intensitas Serangan %
80
508
60 529
655
40 688
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan antara lain jumlah dan
kualitas lilin dan kutikula yang menutupi sel epidermis, struktur dinding sel
epidermis, ukuran, letak, dan bentuk stomata dan lentisel, dan jaringan dinding sel
yang tebal. Meskipun pertahanan internal ada yang telah ada sebelumnya, tetapi
sebagian besar patogen masih mampu melakukan peleburan inangnya dan
menyebabkan infeksi, oleh sebab itu biasanya tumbuhan memberikan tanggapan
dengan membentuk suatu jenis struktur atau lebih untuk mempertahankan
serangan patogen. Bentuk struktural tersebut antara lain struktur pertahanan
jaringan (histological defense structure), struktur pertahanan sel (cellular defense
structure), reaksi pertahanan sitoplasma (cytoplasmic defense reaction), nekrotik
atau sistem pertahanan hipersensitif (hypersensitive defense reaction) (Agrios
1996).
Menurut Janse (2006) perkembangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Erwinia carotovora tergantung pada : 1) kelembaban (air hujan, embun, air dari
semprotan/penyiraman/pengairan, dan debu/tanah), 2) ketahanan varietas, umur,
vigor, dan asal bunga induk, 3) kemampuan perkembangan koloni bakteri.
4) terbawa serangga, 5) terbawa angin dari tanaman sakit/sumber penyakit,
6) suhu terutama pada tanaman muda. Melalui pengetahuan terhadap sistem
perkembangan penyakit dan akibat yang ditimbulkan, dapat membantu dalam
memprediksi dan mengendalikan penyakit.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri Erwinia
carotovora dapat menyebabkan penyakit busuk lunak pada daun bibit
Phalaenopsis. Penyakit ini pada umumnya menyerang melalui pelukaan, akan
tetapi penyakit ini juga dapat menyerang bibit Phalaenopsis tanpa pelukaan.
Masuknya inveksi bakteri Erwinia carotovora tanpa pelukaan diduga melalui
lubang-lubang alami. Cara mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit
busuk lunak, dapat menggunakan metode seleksi in vitro dengan agensia
penyeleksi (bakteri Erwinia carotovora) yang telah terbukti virulen. Berdasarkan
hasil dari keempat populasi yang diuji terhadap tingkat ketahanan terhadap
penyakit busuk lunak (intensitas serangan), menunjukkan bahwa populasi 508
merupakan populasi yang rentan (40% < x ≤ 60%) dan populasi 529, 655, dan 688
termasuk ke dalam populasi yang agak rentan (20% < x ≤ 40%).
Berdasarkan kejadian penyakit setelah sepuluh hari masa inkubasi,
menunjukan penyakit ini melalui pelukaan dapat menyerang bibit Phalaenopsis
hingga 98% - 100%. Hasil analisis ragam pada populasi yang diuji, menunjukkan
setiap populasi memiliki koefisien keragaman yang tinggi (>20%). Nilai koefisien
keragaman menunjukan nilai ragam dalam populasi dan ragam yang tinggi
memberikan peluang adanya kemungkinan terdapatnya tanaman yang tahan, hal
ini terbukti dengan didapatnya beberapa tanaman yang tergolong imun (dua
tanaman) dan resisten (lima tanaman) terhadap penyakit busuk lunak, akan tetapi
tanaman tersebut membutuhkan penelitian/pengujian lebih lanjut untuk
mengetahui kestabilan sifat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak baik dalam
kultur maupun diluar kultur (alam), dan pada akhirnya kegiatan pemuliaan ini
harus memperhatikan apakah tanaman hasil seleksi tersebut memiliki nilai
ekonomis atau tidak.
Metode seleksi in vitro juga telah banyak dilakukan untuk mendapatkan
tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit baik pada tanaman
hortikultura maupun pada tanaman perkebunan, antara lain pada tanaman abaka
yang tahan terhadap layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum
f.sp. cubeuse (Purwati 2007), kacang tanah resisten penyakit busuk batang yang
disebabkan oleh infeksi Sclerotium rolfsii (Hemon 2006), tebu toleran terhadap
fitotoksin yang dihasilkan oleh Dreehslera sacchari (toksin DS) (Purwati 2007),
dan kentang tahan layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanaccarum
(Palupi 2001).