Anda di halaman 1dari 5

PENJELASAN TENTANG HAK HONORARIUM UNTUK KUASA

HUKUM DARI KLIEN

“Tidak ada ketentuan mengenai penetapan biaya jasa hukum oleh


advokat. Namun pada umumnya, penentuan jasa hukum biasanya
didasarkan pada beberapa variabel seperti tingkat kerumitan perkara,
penggunaan waktu dalam menangani perkara, serta nilai perkara itu
sendiri. Tidak ada komponen yang pasti ataupun persentase
penghitungan biaya. Pada prinsipnya mengenai biaya penanganan
suatu perkara merupakan kesepakatan antara advokat dengan klien.”
 
Terkait dengan komponen honorarium advokat, dalam artikel Ari Yusuf Amir: Jangan
Gadaikan Reputasi Advokat dengan Membohongi Klien, Ari Yusuf
membagi fee advokat ke dalam tiga klasifikasi yaitu;
1.    Lawyer fee, yang umumnya dibayar di muka sebagai biaya profesional sebagai
advokat. 
2.    Operational fee, yang dikeluarkan klien selama penanganan perkara oleh advokat,
dan
3.    Success fee, prosentasenya ditentukan berdasarkan perjanjian antara advokat dengan
klien. Success fee dikeluarkan klien saat perkaranya menang, tapi jika kalah, advokat
tidak mendapat success fee
Penjelasan selengkapnya, baca dalam artikel Fee yang Wajar untuk Advokat (Success
Fee).
 
Anda juga menanyakan soal apakah honorarium bisa diutang sampai dengan kasus
berhasil dimenangkan. Honorarium merupakan hak dari advokat sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 21 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”).
Besaran honorarium, termasuk cara pembayaran dapat ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara advokat dengan klien ). Jumlah honorarium yang telah disepakati
harus dibayar oleh klien tanpa digantungkan dengan menang atau tidaknya kasus, kecuali
untuk komponen success fee.
 
Mengenai berapa lama jangka waktu pembayaran honorarium advokat, menurut
advokat Rahmat S.S. Soemadipradja dalam buku Manajemen Kantor Advokat di
Indonesia (Lawfirm Management in Indonesia) (hal. 87-89), biasanya untuk menagih
klien advokat mengirimkan surat tagihan yang biasanya disebut dengan invoice. Advokat
juga akan menerbitkan faktur pajak PPN bagi si klien. Idealnya pembayaran dari klien
diterima tidak lebih dari 60 hari sejak invoice dikirimkan. Namun, dalam praktik
lebih umum pembayaran diterima kurang dari 90 hari sejak invoice dikirimkan.
 
Hak dari advokat untuk menagih piutang klien memiliki daluarsa sebagaimana diatur
dalam Pasal 1967 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”):
Pasal 1967

“Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang


bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu
tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu
itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat
diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.”

 
Daluarsa penagihan piutang seseorang menjadi hapus setelah 30 tahun. Akan tetapi,
hampir tidak mungkin rasanya advokat tidak menagih honorarium yang menjadi haknya
hingga melebihi 30 tahun.
 
Jadi, sebagaimana ditegaskan dalam artikel Adakah Daluarsa Pembayaran Fee
Advokat?, jika advokat telah memenuhi prestasinya sebagaimana telah diatur dalam
kontrak penggunaan jasa advokat, namun kemudian klien tidak mau memenuhi
kewajibannya untuk membayar honorarium advokat, hal ini dapat menjadi dasar
bagi advokat untuk menggugat atas dasar wanprestasi (lihat Pasal 1243
KUHPerdata) tanpa melihat berapa lama telah lewat waktu sejak pekerjaan
tersebut dilakukan.
 
Jadi, honorarium merupakan hak dari advokat dan dapat disepakati dengan klien berapa
besarannya. Jumlah honorarium yang telah disepakati harus dibayar oleh klien tanpa
digantungkan dengan menang atau tidaknya kasus, kecuali untuk komponen success fee.
 
Dasar hukum:
1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Staatsblad Nomor 23
Tahun 1847
2.    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
 
Klien dan Advokat
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (“UU 18/2003”) posisi Anda berarti sebagai Klien yang menerima jasa hukum
dari Advokat. Klien tidak terbatas orang-perorangan tetapi juga badan hukum, atau
lembaga lain.
 
Lawyer (Advokat) adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam
maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU
18/2003.[1]
 
Simak juga artikel Apakah Perbedaan Pengacara dengan Penasihat
Hukum? dan Prosedur Menjadi Advokat Sejak PKPA Hingga Pengangkatan.

Lihat Semua Kelas

 
Mengenai tarif bayaran yang Anda maksud, berdasarkan UU 18/2003 disebut dengan
istilah Honorarium, yaitu imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh Advokat
berdasarkan kesepakatan dengan Klien.[2]
 
Kesepakatan Menentukan Besaran Honorarium
Sebagaimana kita perhatikan bahwa terdapat hak untuk menerima Honorarium bagi
Advokat, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1) UU 18/2003 sebagai
berikut:
 
Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah diberikan kepada
Kliennya.
 
Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum,
bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Klien.[3]
 
Lalu bagaimana penentuan dasar besaran Honorarium? Anda dapat mengacu ke Pasal 21
ayat (2) UU 18/2003 yang berbunyi sebagai berikut:
 
Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)  ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
 
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan risiko, waktu,
kemampuan, dan kepentingan klien.[4] Kewajaran tersebut juga memperhatikan
kemampuan finansial Klien dengan tidak membebankan biaya-biaya yang tidak perlu,
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 huruf d dan e Kode Etik Advokat
Indonesia (“KEAI”) berikut ini:
 
Pasal 4 KEAI
…Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan
kemampuan klien.
Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.

 
Kembali ke bunyi Pasal 21 ayat (2) UU 18/2003 sebelumnya, seolah-olah secara implisit
ditegaskan bahwa penentuan besaran honorarium ada pada kesepakatan antara Advokat
dan Klien. Sehingga bunyi kesepakatan pada perjanjian akan menghasilkan berapa
besaran untuk pembayaran Honorarium atas jasa hukum seorang Advokat.
 
Dalam artikel Bingung Tarif Advokat? Yuk, Kenali Jenis-Jenis Honorarium
Advokat, menurut Binoto Nadapdap dalam buku Menjajaki Seluk Beluk Honorarium
Advokat, bahwa setidaknya ada 4 jenis honorarium advokat berdasarkan metode
penghitungannya, ialah:
Honorarium Advokat berdasarkan porsi keuntungan yang dimenangkan klien
(contingent fee/tarif kontingensi).
Honorarium advokat berdasarkan unit waktu yang digunakan (time charge/hourly
rate/tarif per jam).
Honorarium berdasarkan periode waktu tertentu (retainer fee);
Honorarium berdasarkan nilai borongan perkara hingga selesai yang dibayar sekaligus di
muka atau bertahap (lump sum/fixed fee/tarif pasti).
Keempat metode perhitungan Honorarium Advokat tersebut tentunya harus berdasarkan
kesepakatan. Selain itu di luar 4 tarif tersebut, untuk membayar Honorarium Advokat,
masih bisa diperjanjikan mengenai success fee atau biaya kemenangan suatu perkara
sebagai insentif tambahan bagi advokat jika disetujui oleh klien. Lagi-lagi besarannya
pun berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
 
Sehingga pendapat Binoto memperkuat pernyataan bahwa memang dasar hukum besaran
Honorarium Advokat ditentukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Untuk penegasan
bahwa kesepakatan pada perjanjian tersebut menjadi dasar hukum antara Klien dan
Advokat, Anda dapat melihat bunyi Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (“KUHPerdata”) berikut ini:
 
Semua  persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-
alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
 
Standar yang Menentukan Besaran Biaya Advokat
Memang ada faktor yang menjadikan “standar” sebelum Klien sepakat dengan besaran
Honorarium yang ditawarkan oleh Advokat kepadanya.
 
Mengambil pendapat Bono Daru Adji sebagai Managing Partner dari firma hukum
Assegaf, Hamzah & Partners pada sumber artikel berita yang sama, ia mengungkapkan
tarif advokat dalam sebuah kantor hukum dipengaruhi dengan pengalaman advokat yang
menangani. Bagi Advokat yang masih junior, kantor hukum akan memberikan tarif
berbeda. Tier  masing-masing firma hukum berdasarkan reputasi di dunia hukum pun
berpengaruh pada mekanisme pasar pembentukan harga. Ada international
publication yang melakukan survei, tingkat kepuasan klien, chambers and partners, The
Legal 500, Asia Law.
 
Sehingga faktor penentu besaran Honorarium Advokat agar Klien yakin hingga
mencapai kesepakatan ialah melihat jam terbang yang pernah dilakukan seorang advokat.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 

Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
Kode Etik Advokat Indonesia. 
Referensi:
Binoto Nadapdap. Menjajaki Seluk Beluk Honorarium Advokat. Jakarta: Jala Permata,
2008.

[1] Pasal 1 angka 1 UU 18/2003


[2] Pasal 1 angka 7 UU 18/2003
[3] Pasal 1 angka 2 UU 18/2003
[4] Penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU 18/2003

Anda mungkin juga menyukai