Anda di halaman 1dari 4

UJIAN AKHIR SEMESTER

BUDAYA ORANG BALI

DISUSUN OLEH :

NAMA : PUTU TRI SEDANA PUTRA

NIM : 17.01.1.153

MANAJEMEN EKSEKUTIF

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SATYA DHARMA

SCHOOL OF ECONOMICS WITH SPRITUAL INSIGHT

SINGARAJA

TAHUN 2021
1. Adat dan kebudayaan yang ada pada masyarakat Bali sangat erat kaitannya
dengan agama dan religius masyarakat Hindu. Keduanya telah memiliki akar
sejarah yang demikian panjang dan mencerminkan konsfigurasi ekspresif
dengan dominasi nilai dan filosofi religius agama Hindu. Dalam konsfigurasi
tersebut tertuang aspek berupa esensi keagamaan, pola kehidupan, lembaga
kemasyarakatan maupun kesenian yang ada didalam masyarakat Bali.
Jelaskan konsfigurasi tersebut dengan contoh-contoh nyata yang ada
pada masyarakat Bali.
Jawaban :
Mayoritas penduduk Bali merupakan penganut agama Hindu. Oleh karena itu,
Bali mendapat sebutan sebagai Pulau Seribu Pura. Meskipun demikian,
terdapat anggota masyarakat yang memiliki latar belakang agama berbeda.
Selain penganut hindu di provinsi bali juga terdapat masyarakat penganut
agama Islam, Kristen katolik, budha, dan konghucu. Meskipun demikian
kehidupan religious sangat tampak dalam aktifiitas sehari hari. Terutama
berbagai bentuk simbol ritual. Seperti misalnya pada saat agama Hindu
melakukan Brata penyepian , agama non hindu sangat menghargai dengan
cara ikut melakukan Brata Penyepian , selain itu jika ada agama lain yang
merayakan hari sucinya , agama Hindu juga turut menghargai , seperti
misalnya memberikan selamat hari natal dan selamat hari raya Idul Fitri. Jika
kita saling menghargai satu sama lain, maka akan terjadi sebuah pulau yang
harmonis dalam beragama.
2. Fenomena belakangan ini menunjukkan bahwa Bali telah berubah, dimana
Bali dewasa ini mengalami kegamangan dan kebingungan ditengah
gelombang perubahan yang berlangsung begitu cepat dan rumit. Daya tahan
kebudayaanpun semakin rapuh ditengah kuatnya terjangan globalisasi dan
moderenisasi.
Melihat fenomena tersebut, jelaskan dengan memberikan contoh-contoh
tantangan kedepan masyarakat Bali dalam menangkal pengaruh dari
globalisasi dan moderenisasi tersebut !
Jawaban :
Sebagai tanggapan atas kekhawatiran tersebut, berbagai kalangan masyarakat
Bali memunculkan suatu wacana yang kemudian berkembang sebagai sebuah
gerakan politik identitas yang bertujuan mengembalikan Bali pada
identitasnya semula. Gerakan tersebut dikenal dengan gerakan Ajeg Bali.
Kemunculan gerakan Ajeg Bali adalah jawaban terhadap dampak dari
pencitraan atas Bali yang memiliki citra amat populer tidak saja pada tataran
nasional, tetapi 6 juga pada tataran global, yakni: pertama, citra Bali yang
turistik; kedua, citra Bali dengan identitas budaya yang tunggal dan homogen;
dan ketiga adalah citra tentang Bali dengan keajegan budayanya. Dalam citra
yang ketiga ini, Bali dibayangkan memiliki kultur dan tradisi yang senantiasa
tegar (ajeg); citra budaya Bali yang tegar inilah yang tereproduksi sampai saat
ini melalui ikon Ajeg Bali.
3. Awal dari suatu kehidupan berumah tangga yaitu terselenggaranya prosesi
upacara pernikahan atau di sebut “pawiwahan”. Umumnya dalam upacara
pernikahan di Bali pihak laki-laki (purusa) mempunyai peran adil yang sangat
besar di bandingkan dengan pihak perempuan (pradana). Sekarang ini
berkembang pewiwahan yang disebut Perkawinan Gelahang Bareng / Negen.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan perkawinan gelahang bareng/ negen
dan bagaimana implikasi/dampak dari perkawinan tersebut terhadap
budaya orang Bali kedepan!.
Jawaban :
Perkawinan Gelahang Bareng/Negen adalah salah satu sistem perkawinan di
Bali yang berbeda dari biasanya karena baik suami maupun istri bertindak
sebagai Purusa. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis, terdapat
berbagai factor yang menyebabkan terjadinya sistem Perkawinan Gelahang
Bareng/Negen, yaitu: calon istri merupakan anak semata wayang sehingga
tidak ingin kawitan di sanggahnya terputus begitu saja atau baik calon suami
maupun istri merupakan anak semata wayang, Jika calon suami memiliki
saudara laki-laki, namun di dalam desa,kala,patra keluarga suami tidak lazim
mengadakan sistem Nyentana (hanya istri yang berperan sebagai Purusa),
sehingga dilaksanakan sistem Perkawinan Gelahang Bareng/Negen.
Adapun dampak secara nyata dari sistem perkawinan ini yaitu: pasutri
memiliki beban gandan dalam melaksanakan kewajiban dalam desa pakraman
seperti ayah-ayahan di pura,banjar,dll, Jika pasutri hanya memiliki satu anak,
maka beban anak akan berlipat ganda apalagi anak tersebut akan menikah.

Anda mungkin juga menyukai