OLEH:
A. SRI NURULFADILA ASTRI
1801242
STIFA E 018
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan angka kematian cukup tinggi di
Indonesia maupun di dunia. Kanker merupakan pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak
terkontrol yang terjadi di dalam tubuh. Insidensi berbagai jenis kanker mengalami peningkatan di
negara-negara berkembang (Garcia et al., 2007). Kanker payudara dan kanker serviks merupakan dua
jenis kanker yang paling sering terjadi pada wanita di Indonesia (Tjindarbumi & Mangunkusumo, 2002).
Perkembangan kanker seringkali dijumpai sudah dalam stadium lanjut (metastatis) dan melibatkan
mekanisme molekuler yang komplek sehingga menimbulkan masalah dalam terapinya (Gibbsb, 2000).
B. ANTI KANKER
Anti kanker atau yang sering disebut obat sitostatika merupakan suatu obat yang digunakan untuk
membunuh atau menghambat mekanisme proliferasi sel kanker. Obat ini bersifat toksik bagi sel kanker
itu sendiri maupun sel normal yang proliferasinya cepat, khususnya sel pada sumsum tulang belakang,
sel pada epitel gastrointestinal, dan sel folikel rambut. Terapi antikanker dapat diberikan secara per oral
atau secara parenteral. Dengan adanya obat antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif, artinya
hanya menghancurkan sel kanker tanpa harus merusak jaringan normal disekitarnya. (Neal, 2005).
Tetapi obat antikanker memiliki efek toksik yang dapat muncul ketika sedang melakukan pengobatan
atau beberapa waktu setelah pengobatan. Efek toksik yang sering muncul antara lain mual, muntah,
tubuh terasa lemas, gangguan hematologis, gangguan gastrointestnal, toksisitas pada rambut,
neurotoksisitas, toksisitas saluran kemih, kelainan metabolik, hepatotoksisitas, sitotoksisitas,
kardiotoksisitas, toksisitas paru, toksisitas gonad, gangguan indera perasa kelainan otot dan saraf,
kelainan pada darah, kulit kering, produksi hormon tidak stabil, dan lain-lain (Remesh,2003).
Kunyit mengandung senyawa aktif kurkumin. Kurkumin oral ditoleransi dengan baik, meskipun
penyerapannya terbatas dengan kadar nanogram, tapi memiliki aktivitas biologis pada beberapa pasien
dengan kanker pankreas. Data praklinis menunjukkan bahwa curcumin memiliki aktivitas ampuh
melawan kanker pankreas, tetapi tingkat paparan yang lebih tinggi perlu dicapai. Kurkumin bersifat
hidrofobik oleh karena itu tidak dapat diberikan intra vena (i.v). Namun lipofilik yang dienkapsulasi
dalam liposom dapat diberikan dengan rute i.v. Kurkumin liposomal yang diberikan secara sistemik
memiliki aktivitas antitumor in vitro dan in vivo, dan tidak memiliki toksisitas pada hewan uji. Namun
dapat menyebabkan efek samping berupa yaitu ruam, menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh,
dan masalah pada lambung bila dikonsumsi berlebihan (Dhillon et al., 2008).
Daftar Pustaka
Dhillon N, Aggarwal BB, Newman RA, Wolff RA, Kunnumakkara AB, Abbruzzese JL, Ng CS, Badmaev V,
Kurzrock R. 2008. Phase II trial of curcumin in patients with advanced pancreatic cancer. Clin Cancer
Res, 14: 4491-4499.
Gibbs, C.R., Jackson, G. & Lip, G.Y.H., 2000, ABC of Heart Failure: Non Drug Management, BMJ, 320,
366-369
Howlett, Michael, and Ramesh, M. (2003). Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems.
Oxford University Press.
Hosseini A dan Ghorbani A. 2015. Cancer therapy with phytochemicals: evidence from clinical studies.
Avicenna J Phytomed. 5 (2): 84-97.
Nussbaumer S, Bonnabry P, Veuthey JL, Sandrine F. 2011. Analysis of anticancer drugs: A review.
Talanta, 85: 2265-2289.
Tjindarbumi D, Mangunkusumo R. 2002. Cancer in Indonesia, Present and Future. Japanese Journal of
Clinical Oncology. 32: S17-S21.