Anda di halaman 1dari 14

Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Induksi Matematik
Induksi Matematik adalah salah satu metode pembuktian dalam matematika
yang sangat penting, digunakan untuk menunjukkan kebenaran suatu
pernyataan yang berkaitan dengan bilangan asli ℕ = {1,2,3, … }.
Sebelum membahas induksi, terdapat suatu aksioma yang digunakan dalam
membuktikan teorema yang berkenaan dengan prinsip induksi matematik.

Aksioma Sifat Terurut Baik (Sempurna) dari Himpunan Bilangan Asli ℕ


Setiap himpunan bagian yang tak kosong dari himpunan bilangan asli ℕ mempunyai
unsur terkecil.
Ungkapan lain dari pernyataan aksioma di atas adalah sebagai berikut.
Jika 𝑆 himpunan bagian dari ℕ dan jika 𝑆 ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur
𝑚 ∈ 𝑆 sehingga 𝑚 ≤ 𝑘 untuk semua 𝑘 ∈ 𝑆.
Dengan menggunakan aksioma di atas, prinsip induksi matematik dibuktikan.
Teorema Prinsip Induksi Matematik
Misalkan 𝑆 himpunan bagian dari ℕ dan mempunyai sifat:
(1) 1 ∈ 𝑆:
(2) Untuk setiap 𝑘 ∈ ℕ, jika 𝑘 ∈ 𝑆, maka 𝑘 + 1 ∈ 𝑆,
Maka 𝑆 = ℕ.
Bukti
Akan dibuktikan dengan cara tidak langsung. Andaikan 𝑆 ≠ ℕ. Berarti
himpunan ℕ\𝑆 adalah himpunan bagian dari ℕ yang tidak kosong.
Berdasarkan sifat terurut baik dari ℕ, maka ℕ\𝑆 mempunyai unsur terkecil.
Misalkan unsur terkecil dari ℕ\𝑆 adalah 𝑚. Menurut hipotesis 1 ∈ 𝑆, sehingga
𝑚 ≠ 1, oleh karena itu 𝑚 > 1. Karena 𝑚 > 1, dan 𝑚 ∈ ℕ (𝑆 ⊆ ℕ), maka
𝑚 − 1 ∈ ℕ dan 𝑚 − 1 < 𝑚. Karena 𝑚 adalah unsur terkecil dari ℕ\𝑆, maka
𝑚 ∉ 𝑆. Akibatnya haruslah 𝑚 − 1 ∈ 𝑆. Dengan menggunakan hipotesis yang
kedua, dengan 𝑘 = 𝑚 − 1, maka 𝑘 + 1 = (𝑚 − 1) + 1 = 𝑚 ∈ 𝑆. Ini kontradiksi
dengan pernyataan bahwa 𝑚 ∉ 𝑆. Dengan demikian berarti pengandaian yang
di ambil adalah salah, yaitu 𝑆 ≠ ℕ. Yang benar adalah 𝑆 = ℕ.∎

1.27
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Prinsip Induksi Matematik juga sering dinyatakan sebagai suatu pernyataan


(statement) tentang bilangan-bilangan asli 𝑛, 𝑃(𝑛). Dalam hal ini Prinsip
Induksi Matematik dapat diformulasikan sebagai berikut:
Misalkan 𝑃(𝑛) adalah suatu pernyataan tentang bilangan asli n, dan misalkan
bahwa:
(1) 𝑃(1) benar ;
(2) Untuk setiap 𝑘 ∈ ℕ, jika 𝑃(𝑘) benar maka 𝑃(𝑘 + 1) benar
Maka 𝑃(𝑛) benar untuk semua 𝑛 ∈ ℕ.

Contoh
1. Buktikan bahwa untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, jumlah dari 𝑛 bilangan asli pertama
1
diberikan oleh: 1 + 2 + ⋯ + 𝑛 = 2 𝑛(𝑛 + 1).

Bukti
1
Misalkan 𝑆 = {𝑛 ∈ ℕ|1 + 2 + ⋯ + 𝑛 = 2 𝑛(𝑛 + 1)}.
1
(i) Untuk 𝑛 = 1, maka 1 = 2 . 1(1 + 1), sehingga 1 ∈ 𝑆. Jadi kondisi (1) dalam

prinsip Induksi Matematik dipenuhi.


1
(ii) Misalkan 𝑘 ∈ 𝑆. Maka 1 + 2 + ⋯ + 𝑘 = 2 𝑘(𝑘 + 1). Selanjutnya
1 1
1 + 2 + ⋯ + 𝑘 + 𝑘 + 1 = 2 𝑘 (𝑘 + 1) + 𝑘 + 1 = (𝑘 + 1) (2 𝑘 + 1) =
1
(𝑘 + 1)(𝑘 + 2). Ini menyatakan bahwa (𝑘 + 1) ∈ 𝑆.
2

Dari (i) dan (ii) disimpulkan: 𝑆 = ℕ.


2. Buktikan bahwa untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, jumlah kuadrat dari 𝑛 bilangan asli
1
pertama diberikan oleh 12 + 22 +. . . 𝑛2 = 6 𝑛(𝑛 + 1)(2𝑛 + 1).

Bukti
1
Misalkan 𝑆 = {𝑛 ∈ ℕ|12 + 22 +. . . 𝑛2 = 𝑛(𝑛 + 1)(2𝑛 + 1)}.
6
1
(i) Untuk 𝑛 = 1, maka 12 = 6 . 1(1 + 1)(2.1 + 1) , sehingga 1 ∈ 𝑆. Jadi kondisi

(1) dalam prinsip Induksi Matematik dipenuhi.


1
(ii) Misalkan 𝑘 ∈ 𝑆. Maka 12 + 22 +. . . 𝑘 2 = 6 𝑘 (𝑘 + 1)(2𝑘 + 1). Selanjutnya

1.28
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

1 1
12 + 22 +. . . 𝑘 2 + (𝑘 + 1)2 = 6 𝑘 (𝑘 + 1)(2𝑘 + 1) + (𝑘 + 1)2 = 6 (𝑘 +
1 1
1)[𝑘 (2𝑘 + 1) + 6(𝑘 + 1)] = 6 (𝑘 + 1)[2𝑘 2 + 7𝑘 + 6] = 6 (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)(2𝑘 +
1 1
3) = 6 (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)(2𝑘 + 3) = 6 (𝑘 + 1)(𝑘 + 2)(2(𝑘 + 1) + 1). Persamaan

terakhir menyatakan bahwa (𝑘 + 1) ∈ 𝑆.


Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa 𝑆 = ℕ.
3. Diberikan bilangan-bilangan real 𝑎 dan 𝑏. Buktikan bahwa 𝑎 − 𝑏 adalah
faktor dari 𝑎𝑛 − 𝑏𝑛 , untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ.
Bukti
Misalkan 𝑃(𝑛): 𝑎 − 𝑏 adalah faktor dari 𝑎𝑛 − 𝑏𝑛 . Maka
(i) 𝑃(1) benar, sebab (𝑎 − 𝑏) adalah faktor dari (𝑎 − 𝑏).
(ii) Misalkan 𝑃(𝑘) benar, yaitu (𝑎 − 𝑏) adalah faktor dari 𝑎𝑘 − 𝑏𝑘 . Maka
𝑎𝑘 − 𝑏𝑘 = 𝑡(𝑎 − 𝑏) untuk suatu bilangan bulat 𝑡. Selanjutnya
𝑎𝑘+1 − 𝑏𝑘+1 =𝑎𝑘+1 − 𝑎𝑏𝑘 + 𝑎𝑏𝑘 − 𝑏𝑘+1 = 𝑎(𝑎𝑘 − 𝑏𝑘 ) + 𝑏𝑘 (𝑎 − 𝑏) =
𝑡(𝑎 − 𝑏) + 𝑏𝑘 (𝑎 − 𝑏) = (𝑡 + 𝑏𝑘 )(𝑎 − 𝑏). Ini berarti (𝑎 − 𝑏) adalah faktor
dari 𝑎𝑘+1 − 𝑏𝑘+1 . Hal ini menyatakan bahwa 𝑃(𝑘 + 1) benar.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa 𝑃(𝑛) benar untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, atau
dengan kata lain 𝑎 − 𝑏 adalah faktor dari 𝑎𝑛 − 𝑏𝑛 , untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ.
4. Buktikan ketaksamaan 2𝑛 ≤ (𝑛 + 1)!, ∀𝑛 ∈ ℕ.
Bukti
Misalkan 𝑃(𝑛): 2𝑛 ≤ (𝑛 + 1)!. Maka
(i) 𝑃(1) benar sebab 21 ≤ (1 + 1)!
(ii) Misalkan 𝑃(𝑘) benar, artinya 2𝑘 ≤ (𝑘 + 1)!. Selanjutnya berdasarkan
kenyataan bahwa 2  𝑘 + 2, maka
2𝑘+1 = 2. 2𝑘 ≤ 2(𝑘 + 1)!  (𝑘 + 2) (𝑘 + 1)! = (𝑘 + 2)!
Ini menyatakan bahwa 𝑃(𝑘 + 1) benar.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa 𝑃(𝑛) benar untuk setiap 𝑛 ∈ ℕ, atau
dengan kata lain: 2𝑛 ≤ (𝑛 + 1)! , ∀𝑛 ∈ ℕ.

Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematik yang juga bermanfaat.

1.29
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Prinsip induksi ini dikenal dengan prinsip induksi kuat. Kenyataannya prinsip
induksi kuat ini secara matematik dapat dibuktikan ekuivalen dengan prinsip
induksi matematik yang disajikan sebelumnya.
Teorema Prinsip Induksi Kuat
Misalkan 𝑆 himpunan bagian dari ℕ dan mempunyai sifat:
(1) 1 ∈ 𝑆:
(2) Untuk setiap 𝑘 ∈ ℕ, jika {1, 2, … 𝑘} ∈ 𝑆, maka 𝑘 + 1 ∈ 𝑆,
Maka 𝑆 = ℕ.
Lengkapi bukti teorema di atas dengan mencari di literatur lain.
Apabila masih memerlukan penjelesan, silakan menonton video berikut.
- https://www.youtube.com/watch?v=_S5yBviQ67o
- https://www.youtube.com/watch?v=_eGG_NevtIc
- https://www.youtube.com/watch?v=LjNbTcciFJI

1.30
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Himpunan Berhingga (Finite) dan Himpunan Tak-Berhingga (Infinite)


Ketika seseorang menghitung banyaknya unsur suatu himpunan
sampai habis dengan mengatakan, “ satu, dua, tiga, … “, dan seterusnya
sampai berhenti, maka secara matematik, proses melakukan perhitungan
seperti di atas, dapat dipandang bahwa orang itu sedang membuat suatu
fungsi bijektif antara himpunan itu dengan suatu himpunan bagian dari
himpunan bilangan asli ℕ. Selanjutnya, himpunan seperti itu disebut
himpunan berhingga. Jika perhitungan tadi, dilakukan tanpa berakhir,
secara matematik, orang tersebut membuat suatu fungsi bijektif antara
himpunan itu dengan himpunan semua bilangan asli ℕ. Selanjutnya,
himpunan seperti itu disebut himpunan tak-berhingga.
Di bawah ini akan didefinisikan secara lebih tepat dan formal
mengenai istilah himpunan berhingga dan himpunan tak-berhingga.
Selanjutnya dari pendefinisian ini didapat suatu hasil yang sangat penting,
yang merupakan beberapa teorema yang kelihatan jelas namun
pembuktiannya memerlukan suatu trik.
Definisi 1.22
(a) Himpunan kosong ∅ dikatakan mempunyai 0 unsur.
(b) Misalkan 𝑛 ∈ ℕ. Himpunan 𝑆 mempunyai 𝑛 unsur jika dan hanya jika terdapat
suatu fungsi bijektif dari 𝑁𝑛 = {1, 2, … , 𝑛 } ke himpunan 𝑆.
(c) Himpunan 𝑆 berhingga jika dan hanya jika salah satu kondisi berikut dipenuhi:
himpunan 𝑆 adalah himpunan kosong atau mempunyai 𝑛 unsur untuk suatu
𝑛 ∈ ℕ.
(d) Suatu himpunan 𝑆 tak-berhingga jika dan hanya jika himpunan 𝑆 bukan
merupakan himpunan berhingga.

Karena invers dari suatu fungsi bijektif adalah bijektif, maka dapat dikatakan
dengan ungkapan lain bahwa himpunan S mempunyai 𝑛 unsur jika dan hanya
jika terdapat suatu fungsi bijektif dari himpunan 𝑆 ke himpunan 𝑁𝑛 =
{1, 2, … , 𝑛 }.

1.31
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Demikian pula, karena komposisi dari dua fungsi bijektif adalah


bijektif, maka suatu himpunan 𝑆1 mempunyai 𝑛 unsur jika dan hanya jika
terdapat suatu fungsi bijektif dari 𝑆1 ke himpunan 𝑆2 yang mempunyai 𝑛
unsur. Selanjutnya, suatu himpunan 𝑇1 berhingga jika dan hanya jika terdapat
suatu fungsi bijektif dari 𝑇1 ke himpunan lain 𝑇2 yang berhingga.
Dari pendefinisian di atas, diperoleh beberapa hasil yang merupakan
sifat dasar dari himpunan berhingga dan himpunan tak-berhingga. Hasil itu
diungkapkan dalam teorema-teorema berikut:
Teorema (Ketunggalan Banyaknya unsur himpunan berhingga)
Jika 𝑆 himpunan berhingga, maka banyaknya unsur dalam 𝑆 merupakan bilangan unik
( tunggal ) di ℕ.
Bukti: Sebagai bahan diskusi

Teorema
Himpunan bilangan asli ℕ merupakan himpunan tak-berhingga.
Bukti: Sebagai bahan diskusi

Teorema
Misalkan 𝐴, 𝐵 masing-masing himpunan dengan 𝑚 dan 𝑛 unsur.
(a) Jika 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ , maka 𝐴 ∪ 𝐵 memiliki (𝑚 + 𝑛) unsur
(b) Jika 𝐶 ⊆ 𝐴 memiliki satu unsur, maka 𝐴\𝐶 memiliki (𝑚 − 1) unsur.
(c) Jika 𝐷 adalah himpunan tak berhinggga, maka 𝐷\𝐵 adalah himpunan tak
berhingga.
Bukti:
(a) Misalkan 𝑓 suatu fungsi bijektif dari 𝑁𝑚 ke 𝐴, dan 𝑔 suatu fungsi bijektif
dari 𝑁𝑛 ke 𝐵.
Definisikan suatu fungsi ℎ: 𝑁𝑚+𝑛 → 𝐴 ∪ 𝐵 oleh aturan:
f(i) jika i = 1, 2, . . ., m
ℎ(𝑖) = {
g(i - m) jika i = m + 1, . . ., m + n
Ambil 𝑖, 𝑗 ∈ 𝑁𝑚+𝑛 , 𝑖 ≠ 𝑗. Jika 𝑖, 𝑗 ∈ {1,2, … 𝑚}, karena 𝑓 injektif, maka

1.32
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

ℎ(𝑖 ) = 𝑓 (𝑖 ) ≠ 𝑓 (𝑗) = ℎ(𝑗). Jika 𝑖, 𝑗 ∈ {𝑚 + 1, 𝑚 + 2, … 𝑚 + 𝑛}, dan karena


𝑔 injektif, maka ℎ(𝑖 ) = 𝑔(𝑖 ) ≠ 𝑔(𝑗) = ℎ(𝑗). Juga jika 𝑖 ∈ {1,2, … 𝑚} dan
𝑗 ∈ {𝑚 + 1, 𝑚 + 2, … 𝑚 + 𝑛}, maka ℎ(𝑖 ) = 𝑓 (𝑖 ) ≠ 𝑔(𝑗) = ℎ(𝑗) atau sebaliknya,
ℎ(𝑖 ) = 𝑔(𝑖 ) ≠ 𝑓 (𝑗) = ℎ(𝑗). Ini berarti ℎ injektif. Dengan fungsi ℎ di atas,
maka ℎ surjektif, hal ini dapat dilihat bahwa untuk setiap 𝑥 ∈ 𝐴 ∪ 𝐵 maka
akan terdapat 𝑖 ∈ 𝑁𝑚+𝑛 sehingga ℎ(𝑖 ) = 𝑥, yaitu 𝑖 ∈ {1,2, … 𝑚} jika 𝑥 ∈ 𝐴
atau 𝑖 ∈ {𝑚 + 1, 𝑚 + 2, … 𝑚 + 𝑛} jika 𝑥 ∈ 𝐵. Bukti (b) dan (c) diserahkan
kepada pembaca sebagai latihan. ∎

Teorema
Misalkan 𝑆 dan 𝑇 himpunan, dan 𝑇 ⊆ 𝑆.
(a) Jika 𝑆 himpunan berhingga, maka 𝑇 juga himpunan berhingga.
(b) Jika 𝑇 himpunan tak-berhingga, maka 𝑆 juga himpunan tak-berhingga.
Bukti
(a) Misalkan 𝑆 himpunan berhinhga.
Jika 𝑇 = ∅, maka 𝑇 himpunan berhingga.
Sekarang, misalkan 𝑇 ≠ ∅. Akan digunakan bukti dengan induksi pada
banyaknya unsur di 𝑆.
(i) Jika 𝑆 mempunyai satu unsur, maka himpunan bagian tak kosong 𝑇
dari 𝑆 adalah 𝑆 sendiri, sehingga 𝑇 merupakan himpunan berhingga.
(ii) Misalkan untuk semua himpunan yang mempuyai unsur 𝑘, semua
himpunan bagian tak-kosongnya adalah berhingga. Selanjutnya
perhatikan himpunan 𝑆 dengan (𝑘 + 1) unsur dan 𝑇 ⊆ 𝑆. Akan
ditunjukkan bahwa 𝑇 adalah himpunan berhingga. Karena 𝑆
mempunyai (𝑘 + 1) unsur, maka terdapat suatu fungsi bijektif 𝑓 dari
𝑁𝑘+1 ke 𝑆.
- Jika 𝑓 (𝑘 + 1) ∉ 𝑇, maka 𝑇 ⊆ 𝑆\{𝑓(𝑘 + 1)} dimana 𝑆\{𝑓(𝑘 +
1)} himpunan mempunyai 𝑘 unsur. Berdasarkan hipotesis (ii) maka
𝑇 adalah himpunan berhingga.
- Jika 𝑓 (𝑘 + 1) ∈ 𝑇, maka 𝑇\{𝑓 (𝑘 + 1)} ⊆ 𝑆\{𝑓(𝑘 + 1)} dimana

1.33
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

himpunan mempunyai 𝑘 unsur. Maka menurut hipotesis (ii)


𝑇\{𝑓 (𝑘 + 1)}1 merupakan himpunan berhingga. Ini mengakibatkan
𝑇 = 𝑇\{𝑓 (𝑘 + 1)} ∪ {𝑓(𝑘 + 1)} juga himpunan berhingga.
Jadi 𝑇 ⊆ 𝑆 adalah himpunan berhingga.

(b) Pernyatan (b) adalah kontrapositif dari (a) yaitu: Jika 𝑇 ⊆ 𝑆 dan 𝑇
himpunan tak-berhingga, maka 𝑆 merupakan himpunan tak-
berhingga. ∎

Himpunan Terhitung (Countable)


Di bawah ini dijelaskan mengenai jenis-jenis dari himpunan tak berhingga.
Definisi
(a) Himpunan 𝑆 dikatakan terbilang (denumerable) ( terhitung dan tak berhingga )
jika dan hannya jika terdapat fungsi bijektif dari ℕ ke 𝑆.
(b) Himpunan 𝑆 dikatakan terhitung (countable) jika dan hanya jika salah satu dari
yang berikut dipenuhi: himpunan 𝑆 berhingga atau himpunan 𝑆 terbilang.
(c) Himpunan 𝑆 dikatakan tak terhitung jika dan hanya jika 𝑆 bukan merupakan
himpunan terhitung.

Berdasarkan sifat fungsi bijektif, dapat dikatakan 𝑆 terbilang jika dan hanya
jika terdapat fungsi bijektif dari 𝑆 ke ℕ . Atau dapat pula diungkapkan bahwa
suatu himpunan 𝑆1 disebut terbilang jika dan hanya jika terdapat suatu fungsi
bijektif dari 𝑆1 ke suatu himpunan 𝑆2 yang terbilang. Selanjutnya, himpunan
𝑇1 disebut terhitung jika dan hanya jjika terdapat suatu fungsi bijektif dari 𝑇1
ke suatu himpunan 𝑇2 yang terhitung.

Contoh
1. Himpunan bilangan asli genap 𝐺 = {2𝑛|𝑛 ∈ ℕ} adalah terbilang.
Bukti
Buat suatu suatu fungsi 𝑓: ℕ → 𝐺 yang didefinisikan oleh 𝑓 (𝑛) = 2𝑛.

1.34
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Selanjutnya tunjukkan bahwa 𝑓 adalah bijektif (silakan diperiksa).

Dengan cara yang serupa, tunjukkan himpunan bilangan asli ganjil


𝐽 = {2𝑛 − 1|𝑛 ∈ ℕ} adalah terbilang.
2. Himpunan semua bilangan bilangan bulat,ℤ, adalah terbilang.
Bukti
Untuk menunjukkannya, dapat dibuat suatu fungsi bijektif dari ℕ ke ℤ,
dengan cara sebagai berikut: 1 dipetakan ke 0, kemudian himpunan
bilangan asli genap ke himpunan bilangan bulat positip, dan himpunan
bilangan asli ganjil ke himpunan bilangan bulat negatif. Fungsi ini dapat
ditunjukkan secara enumerasi ( satu persatu ) sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6 7 ….
      
0 1 -1 2 -2 3 -3 …
Jadi himpunan semua bilangan bulat dapat dituliskan sebagai
ℤ = {0, 1, −1, 2, −2, 3, −3, … }.
3. Gabungan dua himpunan terbilang yang saling lepas (asing) adalah
himpunan terbilang.
Bukti
Misalkan 𝐴 = {𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … } dan 𝐵 = {𝑏1 , 𝑏2 , 𝑏3 , … } adalah dua himpunan
terbilang yang saling lepas. Maka dapat ditunjukkan secara enumerasi
unsur-unsur dari 𝐴 ∪ 𝐵 sebagai 𝐴 ∪ 𝐵 = {𝑎1 , 𝑏1 , 𝑎2 , 𝑏2 , 𝑎3 , 𝑏3 , … }.∎

𝑻eorema
Himpunan ℕ × ℕ adalah terbilang.
Bukti : Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Teorema
Misalkan 𝑆 dan 𝑇 masing-masing himpunan dan 𝑇 ⊆ 𝑆.
Jika 𝑆 himpunan terhitung, maka 𝑇 juga himpunan terhitung.

1.35
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Pernyataan di atas ekuivalen dengan pernyataan kontrapositifnya yaitu jika 𝑇


himpunan tak terhitung, maka 𝑆 juga merupakan himpunan tak terhitung.
Bukti : Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

Teorema 1.8
Pernyataan berikut ekuivalen:
(a) 𝑆 himpunan terhitung
(b) Terdapat suatu fungsi surjektif dari ℕ kepada 𝑆.
(c) Terdapat suatu fungsi injektif dari 𝑆 ke dalam ℕ.
Bukti:
Akan ditunjukkan kebenaran dari implikasi-implikasi: (a)  (b), (b)  (c),
dan ( c)  (a).
(i) Untuk implikasi (a)  (b).
Jika 𝑆 himpunan berhingga, maka terdapat suatu fungsi bijektif ℎ dari 𝑁𝑛
ke 𝑆, untuk suatu 𝑛 ∈ ℕ. Selanjutnya, definisikan fungsi 𝐻 pada ℕ sebagai
berikut:
h(i), untuk i = 1, 2, … , n
𝐻(𝑖) = {
ℎ(𝑛), 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 > 𝑛
Dari pendefinisian 𝐻 ini, maka 𝐻 adalah fungsi surjektif dari ℕ ke 𝑆.
(ii) Untuk implikasi (b)  (c).
Misalkan 𝐻 suatu fungsi surjektif dari ℕ ke 𝑆. Definisikan fungsi 𝐻1 dari 𝑆
ke 𝑁 dengan aturan: untuk setiap 𝑠 ∈ 𝑆, 𝐻1 (𝑠) adalah unsur terkecil dalam
himpunan 𝐻 −1 (𝑠) = {𝑛 ∈ ℕ|𝐻(𝑛) = 𝑠}. Akan ditunjukkan bahwa 𝐻1
adalah injektif. Misalkan 𝑠, 𝑡 ∈ 𝑆 dan 𝐻1 (𝑠) = 𝐻1 (𝑡) = 𝑛𝑠𝑡 , maka 𝑠 =
𝐻(𝑛𝑠𝑡 ) = 𝑡. Jadi 𝐻1 adalah fungsi injektif dari 𝑆 ke dalam ℕ.
(iii) Untuk implikasi (c)  (a).
Misalkan 𝐻1 suatu fungsi injektif dari 𝑆 ke dalam ℕ, maka 𝐻1 merupakan
fungsi bijektif dari 𝑆 kepada asuatu 𝐻1 (𝑆) ⊆ ℕ. Karena 𝐻1 (𝑆) ⊆ ℕ, dan ℕ
terhitung, maka 𝐻1 (𝑆) terhitung, sehingga himpunan 𝑆 terhitung. ∎

1.36
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Teorema
Himpunan bilangan rasional ℚ terbilang.
Bukti:
Ide untuk pembuktian teorema di atas, memanfaatkan bahwa himpunan
bilangan rasional ℚ dapat ditulis dalam ℚ = ℚ+ ∪ {0} ∪ ℚ−, dengan ℚ+ adalah
himpunan bilangan rasional positif dan ℚ− adalah himpunan bilangan rasional
negatif. Himpunan bilangan rasional positif termuat dalam himpunan 𝐹 yang
ditulis secara enumerasi sebagai berikut.
1 1 2 1 2 3 1
𝐹 = { , , , , , , ,…}
1 2 1 3 2 1 4
atau dengan “fungsi diagonal” sebagai berikut.

1/1 2/1 3/1 4/1 …


1/2 2/2 3/1 4/1 …
1/3 2/3 3/3 4/3 …
1/4 2/4 3/4 4/4 …
… … … … …
Bukti secara formal adalah sebagai berikut:
Karena ℕ × ℕ adalah himpunan terhitung, maka terdapat suatu fungsi surjektif
𝑓 dari ℕ ke ℕ × ℕ. Misalkan 𝑔: ℕ × ℕ → ℚ+ suatu fungsi yang mengaitkan
𝑚
pasangan terurut (𝑚, 𝑛) dengan bilangan rasional , maka 𝑔 adalah fungsi
𝑛

surjektif. Oleh karena itu komposisi 𝑔 ∘ 𝑓 adalah fungsi surjektif dari ℕ ke ℚ+.
Berdasarkan teorema, maka ℚ+ adalah himpunan terhitung.

Dengan cara yang serupa, himpunan ℚ– juga terhitung, sehingga himpunan


bilangan rasional ℚ = ℚ+ ∪ {0} ∪ ℚ− adalah himpunan terhitung. Karena Q
memuat N, maka Q adalah himpunan terbilang.

Teorema
Jika 𝐴𝑚 adalah himpunan terhitung untuk setiap 𝑚 ∈ ℕ, maka 𝐴 = ⋃∞
𝑚=1 𝐴𝑚 adalah

himpunan terhitung.

1.37
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

Bukti
Untuk setiap 𝑚 ∈ ℕ, misalkan 𝜑𝑚 adalah fungsi surjektif dari ℕ ke 𝐴𝑚 .
Definisikan 𝜓: ℕ × ℕ → 𝐴 dengan aturan
𝜓(𝑚, 𝑛) = 𝜑𝑚 (𝑛).
Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa 𝜓 merupakan suatu fungsi surjektif.
Untuk itu, misalkan 𝑎 ∈ 𝐴, maka ada 𝑚 ∈ ℕ terkecil sehingga 𝑎 ∈ 𝐴𝑚 .
Selanjutnnya, karena 𝜑𝑚 surjektif, maka terdapat 𝑛 ∈ ℕ sehingga 𝑎 = 𝜑𝑚 (𝑛).
Oleh karena itu, 𝑎 = 𝜓(𝑚, 𝑛), sehingga disimpulkan 𝜓 fungsi surjektif.
Karena ℕ × ℕ terhitung, berdasarkan teorema, maka terdapat suatu fungsi
surjektif 𝑓: ℕ → ℕ × ℕ sehingga 𝜓 ∘ 𝑓 surjektif dari ℕ ke 𝐴. Akhirnya dengan
teorema di atas diperoleh bahwa 𝐴 terhitung.

Kamu dapat pula menonton video berikut.


- https://www.youtube.com/watch?v=WOwyHAdKlPg

Latihan
1 1 1 𝑛
1. Buktikan bahwa: 1.2 + 2.3 + ⋯ + 𝑛(𝑛+1) = 𝑛+1 , ∀𝑛 ∈ ℕ.
2
1
2. Buktikan bahwa: 13 + 23 + ⋯ + 𝑛3 = (2 𝑛(𝑛 + 1)) , ∀𝑛 ∈ ℕ.

𝑛(𝑛+1)
3. Buktikan bahwa: 12 − 22 + 32 − ⋯ + (−1)𝑛+1 𝑛2 = (−1)𝑛+1 , ∀𝑛 ∈ ℕ.
2

4. Buktikan bahwa: 𝑛3 + 5𝑛 habis dibagi oleh 6, ∀𝑛 ∈ ℕ.


5. Buktikan bahwa: 52𝑛 − 1 habis dibagi oleh 8,∀𝑛 ∈ ℕ.
6. Buktikan bahwa: 5𝑛 − 4𝑛 − 1 habis dibagi oleh 16, ∀𝑛 ∈ ℕ.
7. Buktikan bahwa: 𝑛 < 2𝑛 , ∀𝑛 ∈ ℕ.

8. Butlah konjektur dari formula: 1 + 3 + ⋯ + (2𝑛 – 1), dan periksa


kebenarannya dengan menggunakan Induksi Matematik.
9. Buktikan bahwa : 2𝑛 < 𝑛! untuk semua 𝑛 ≥ 4, 𝑛 ∈ ℕ.

10. Buktikan bahwa : 2𝑛 – 3  2𝑛−2 , untuk semua 𝑛 ≥ 5, 𝑛 ∈ ℕ..


11. Buktikan bahwa himpunan tak kosong 𝑇1 adalah berhingga jika dan
hanya jika terdapat fungsi bijektif dari 𝑇1 ke suatu himpunan berhingga 𝑇2.
1.38
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

12. Misalkan 𝑆 = {1, 2} dan 𝑇 = {𝑎, 𝑏, 𝑐}


(a) Tentukan banyaknya fungsi injektif yang berbeda dari 𝑆 ke dalam 𝑇.
(b) Tentukan banyaknya fungsi surjektif yang berbeda dari 𝑇 ke pada 𝑆.
13. Berikan suatu contoh dari koleksi terhitung dari himpunan-himpunan
berhingga di mana gabungannya tidak berhingga.
14. Susunlah suatu pembuktian lengkap bahwa, jika 𝑆 dan 𝑇 masing-masing
himpunan terbilang, maka 𝑆 ∪ 𝑇 merupakan himpunan terbilang.
15. Gunakan Induksi Matematik, untuk membuktikan jika himpunan 𝑆
mempunyai 𝑛 unsur, maka 𝒫(𝑆) (koleksi dari semua himpunan bagian dari
𝑆 ) mempunyai 2𝑛 unsur.

1.39
Modul 1 Kegiatan Belajar 3

1.40

Anda mungkin juga menyukai