Anda di halaman 1dari 22

Seseorang datang menghampiri,

memperlihatkan tulisan yang


begitu ambigu, bermakna ganda
sehingga sulit untuk ditafsirkan.
Teks bukan hanya sekedar huruf-
huruf yang dirangkai untuk
menjadi sebuah kalimat lalu
menjadi paragraf sehingga
menjadi sebuah artikel. Dibalik
sebuah tulisan terdapat konteks,
kadang-kadang konteks
menentukan perihal makna apa
yang dimaksud dari tulisan itu.
Oleh karena itu kita harus
memperhatikan dengan
seksama. Begitu pun dengan hal
yang sederhana dalam
kehidupan sehari-hari, ketika
saya sedang menggaruk kepala
saya, anda pasti bilang kepala
saya sedang gatal akan tetapi
kalau saya memberikan
pertanyaan yang sangat mudah
dan anda tidak tahu jawabannya
lalu saya
menggaruk kepala saya, apakah
kepala saya gatal ? Tentu saja
tidak melainkan itu adalah tanda
saya jengkel dengan anda karena
anda tidak bisa menjawab
pertanyaan yang mudah. Maka
dari itu tergantung konteksnya
maksud dari saya menggaruk
kepala. Akan terjadi
kesalahapahaman ketika kita
tidak mengerti konteksnya dalam
memahami sesuatu begitu juga
dengan tulisan.

Sebelum kita masuk ke ranah


dunia di balik teks (hermeneutik),
kita harus pahami asumsi-
asumsi nya terlebih dahulu di diri
kita. Asumsi pertama, Sejatinya
Manusia adalah self-interpreting
being.
Aktifitas berfikir itu sebenarnya
aktifitas memahami dan aktifitas
memahami itu adalah aktifitas
menafsirkan. Kita selalu
berkomentar ketika beraktifitas.

Asumsi kedua, Self (Manusia) itu


terbentuk oleh sejarah dan
bahasa.
Komentar itu pun dapat positif
maupun negatif, komentar
tersebut terbentuk dari sejarah
(pengalaman yang pernah anda
rasakan) dan bahasa. Maksud
bahasa disini dekat seberapa
banyak wawasan anda. Semakin
banyak kategori-kategori
kebahasaan anda biasanya
semakin luas wawasan anda.
Jadi yang membentuk kita adalah
luas wawasan dan pengalaman.
Asumsi ketiga yaitu Self
(manusia) itu sifat nya
dialogis/dialektis.
Luas wawasan (bahasa) dan
pengalaman anda (sejarah) itu
bentuk nya tidak statis melainkan
dialogis dan
dialektis. Bentuknya selalu
berubah tergantung anda
berdialog dengan siapa,
berdialektika dengan apa.
Misalnya anda Berdialektika
dengan buku-buku revolusi,
mungkin hasil nya aksi turun ke
jalan, atau buku-buku tentang
romantisme hasil nya kita selalu
setia dengan pasangan kita.
Maka dari itu, hasil dialog dan
dialektika dari lingkungan anda
itu yang membentuk diri anda.

Ketiga asumsi diatas adalah


perihal di dalam diri kita sebagai
manusia. Selanjutnya asumsi diri
kita terhadap dunia atau realitas
yang kita jalani.

asumsi diri kita terhadap dunia


atau realitas yang kita jalani yang
pertama; Dunia tempat kita
tinggal adalah satu
konstruksi mental yang kita
bentuk sendiri dengan perspektif
subyektif kita.
Realitas sebenarnya berdiri tidak
obyektif tetapi realitas/dunia yang
kita tempati, hakikatnya adalah
konstruksi mental yang kita
bentuk sendiri dengan perspektif
subyektif kita. Sederhananya,
Lingkungan sekeliling kita, dunia
hidup kita itu tergantung kita,
dunia ini cerah kalau kita berfikir
cerah.

Asumsi kedua diri kita terhadap


dunia ialah Pemahaman kita
tentang dunia, penerimaan kita
terhadap makna yang ada dibalik
nya ditentukan oleh pengalaman
hidup yang kita miliki.
Contoh : kita terbiasa dengan
kepala dingin dalam
menyelesaikan masalah, akan
memaknai sesuatu dalam
konteks menyelesaikan masalah
itu berbeda
dengan orang yang terbiasa
menyelesaikan masalah dengan
otot. Kenapa ? Karena
pengalamanya berbeda.

Asumsi ketiga diri kita terhadap


dunia ialah To know berhubungan
erat dengan to be. Pengetahuan
anda itu menentukan eksitensi
mu, yang anda ketahui itu
menentukan perilaku mu. Yang
ada di kepala kita, itu
menentukan perilaku kita sehari-
hari. Contoh : ketika kita dilatih
disiplin dari kecil, itu akan tampak
disiplin ketika kita sudah dewasa,
jadi ketika kita tidak disiplin akan
menjadi tidak nyaman buat diri
kita.

Setelah kita memahami asumsi-


asumsi di atas, mari kita kembali
ke tulisan ambigu yang berada di
awal paragraf
pertama. Tulisan tersebut adalah
"Aku Cinta Kamu" diakhiri dengan
emoticon sedih di belakang
tulisannya. Dua hal yang
bertentangan, memiliki dua
makna yang saling
berseberangan yaitu Aku Cinta
Kamu dirangkaikan oleh
emoticon sedih di akhir kalimat.
Kenapa tulisan aku cinta kamu itu
harus diakhiri dengan emot
sedih ? Bukannya saling
mencintai itu membuat kita
bahagia. Bukannya Sebagian
besar orang yang sedang jatuh
cinta pasti merasa bahagia. Tidak
jarang dari mereka bisa
meluapkan rasa bahagia tersebut
dengan cara mereka yang unik
dan luar biasa. Perjuangan untuk
mendapatkan orang yang dicintai
akan sangat berharga dan penuh
semangat.

Ternyata jangan lupakan ketika


kita
mencintai seseorang, potensi
kesedihan itu pasti ada. Semakin
besar cinta kita, semakin besar
potensi diri kita mengalami
kesedihan. Karena takut
kehilangan orang yang begitu kita
cintai, karena takut kecewa
dengan hal-hal buruk orang yang
kita cintai. Mencintai bukan
sekedar mencintai, bila ingin
mencintai seseorang bukan
hanya bahagia saja yang kita
pikirkan, kita harus siap
menerima segala rasa sedih dan
kecewa lalu kita perbaiki
bersama-sama dengan
melengkapi segala kekurangan.
Akhirnya saya paham maksud
dari seseorang yang
memperlihatkan tulisan Aku Cinta
Kamu diakhiri dengan emoticon
sedih. Ketika kita mencintai
seseorang, kita harus siap mental
dalam
segala hal. Apakah benar
penafsiran saya ? subyektif,
tergantung pembaca ingin
menafsirkan tulisan tersebut
seperti apa karena pembaca lah
yang memiliki pemaknaan atau
konstekstualisasi terakhir bukan
saya, saya hanya seorang yang
menulis artikel ini.

Kita sebagai pembaca akan


memaknai teks yang kita baca
tersebut. Konteks yang diberikan
oleh author/penulis mungkin akan
berbeda dengan kontekstualisasi
yang diberikan oleh
reader/pembaca, maka dari itu
yang menentukan makna juga
adalah reader. Dan sekali lagi
pembaca lah yang menguasai
pemaknaan terakhir di
kontekstualisasi ini. Ada
dialektika, antara teks yang di
buat oleh author
yang dia sampaikan konteksnya
kepada pembaca dan pembaca
yang menerima lalu
mengkontekstualisasikan atau
memaknainya dan kemudian
menjadi tafsir yang dipahami oleh
pembaca. Jadi, antara teks,
author (Konteks) dan reader
(kontekstualisasi) sudah menjadi
lingkaran yang pasti terjadi dan
terhubung. Dengan kata lain, teks
harus di baca karena menjadi
jembatan yang paling terlihat
untuk bertemu dengan suatu
makna dan konteks juga harus
dilewati karena tanpa konteks
orang bisa salah paham.
Dunia Di Balik Teks menggiring
kita untuk memahami maksud
dari seseorang agar tidak mudah
salah paham dalam menghadapi
teks, teks Bukan hanya sesuatu
yang ada huruf
nya tetapi juga sesuatu yang
dapat dipahami. Di balik teks ada
konteksnya, ada latar belakang
nya kadang-kadang konteks
menentukan makna, maka dari
itu kita harus memperhatikan.
Dan untuk mempertajam
pemahaman teks, tingkatkan
literasi dengan lebih gemar
membaca karena di dalam tulisan
dan cover bahkan warnanya
sering terdapat makna yang
cukup dalam dari seorang
penulis.

Mungkin Artikel ini tidak hanya


sekedar tulisan. Ada konteks di
balik Tulisan ini, dan pembacalah
yang mengkontekstualisasikan
artikel Dunia Di Balik Teks yang
saya tulis.

Anda mungkin juga menyukai