Anda di halaman 1dari 33

ANALISA RASIO TULANGAN KOLOM reinforcement ratio in a column, specially

BETON BERPENAMPANG BULAT circular.


MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 The code of this developed program adopts
Indra Degree Karimah from SNI 30-2847-2002, the reduction factors
based on governed by the axial load in column
capacity. As comparasion the developed
ABSTRAK program also adopts ACI 318-2002, the tensile
Perhitungan rasio tulangan pada kolom beton strain that controls the reduction factor.
sangat signifikan karena dalam perhitungan The ouput from this program will be varified
rasio tulangan yang tepat akan menjadikan with PCA Column for validity output.
kolom memiliki daktilitas yang lebih baik dan
efisiensi tulangan. Perhitungan ini memerlukan Keywords: SNI 03-2847-2002; ACI 318-2002;
banyak waktu dan ketelitian yang tinggi maka reduction factor; circular column; longitudinal
perhitungan manual tidaklah efisien. ratio reinforcement.
Pemograman komputer banyak dikembangkan
dalam perhitungan teknik sipil. Program yang PENDAHULUAN
telah dikembangkan untuk perhitungan kolom Suatu elemen struktur dianggap sebagai kolom
adalah PCA Column. Program dibuat jika elemen struktur tersebut mengalami gaya
berdasarkan code ACI 1995. aksial tekan berfaktor lebih besar dari 10%
Maka dalam jurnal ini akan dikembangkan luasan penampang dikalikan mutu betonnya.
program bantu teknik sipil serupa yang Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi
sederhana dan dikhususkan untuk mencari rasio atas ke elevasi yang lebih bawah hingga
tulangan longitudinal pada kolom, terutama akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi.
kolom bulat. Karena kolom elemen struktur tekan maka
Code yang digunakan dalam program bantu keruntuhan suatu kolom merupakan keruntuhan
tersebut SNI 03-2847-2002 dimana faktor lantai tersebut beserta runtuhnya total elemen
reduksi berdasarkan beban aksial yang diterima struktur tersebut (Nawy, 1985).
kolom. Sebagai perbandingan program bantu Pada kenyataannya kolom tidak hanya
tersebut menggunakan code ACI 318-2002 mengalami beban aksial saja. Terjadi
dimana faktor reduksi berdasarkan regangan pergeseran atau eksentrisitas beban aksial yang
tarik yang terjadi. bisa disebabkan karena tidak simetrisnya letak
Hasil output dari program yang akan dibuat dan ukuran kolom, beban yang tidak semetris
juga akan diverifikasi dengan program bantu akibat perbedaan tebal plat di sekitar kolom,
PCA Column sehingga menghasilkan output perbedaan beban antara kolom eksterior dan
yang valid interior dan bisa juga disebabkan terdapat
beban lateral akibat gempa dan angin. Dari
Katakunnci: SNI 03-2847-2002; ACI 318- beban aksial yang ada dan terjadinya
2002; faktor reduksi; kolom bulat; rasio eksentrisitas maka timbulah momen. Maka
tulangan longitudinal. dapat disimpulkan suatu kolom mengalami
beban aksial dan momen secara bersamaan, dan
ABSTRACT hampir tidak ada kolom yang mengalami beban
The calculation of reinforcement ratio of aksial secara sempurna (Wang dkk, 1985).
concrete columns is so significant because the Diperlukan tulangan agar kolom
calculation will guarantee the columns ductility mengalami daktilitas. Pada kolom yang terbuat
and reinforced effeciency. But this calculation dari beton murni hanya memiliki kapasitas daya
needs a lot of time and accuracy so manual dukung kombinasi beban yang kecil sehingga
calculation will not be efficient. perlu ditingkatkan kapasitasnya dengan
Nowdays a lot of computional programs are pemakaian tulangan longitudinal. Jika suatu
developed for civil engineering calculations. kolom mengalami daktilitas maka keruntuhan
Developed programs in calculationing colums yang terjadi pada kolom tersebut tidak terjadi
is PCA Column. The program is based on ACI secara tiba-tiba sehingga memberikan
1995. kesempatan untuk pengantisipasian. Khususnya
The main objective of this journal is providing untuk bangunan yang berada di wilyah gempa
a useful computer-aided program that can be dengan resiko gempa menengah dan tinggi
used to calculate the required longitudinal diperlukan detailing tulangan yang ketat.

1
Untuk mendukung daktilitas maka rasio akibat besarnya beban aksial yang diterima
tulangan pada kolom tersebut harus dibatasi. kolom. Sebagai perbandingan aplikasi program
Rasio tulangan (ρ) adalah rasio luas tulangan bantu ini juga akan berdasarkan code terbaru
terhadap total luas penampang kolom. Rasio yaitu ACI 318-2002 dimana faktor reduksi
tulangan minimum adalah 1 %, ini dilakukan kolom berdasarkan pada regangan tarik yang
untuk menjaga deformasi yang tergantung pada terjadi pada kolom.
waktu dan agar momen leleh lebih besar dari Pada aplikasi program bantu yang akan
momen retak. Dimana leleh bersifat daktail dikembangkan kali ini akan menggunakan
sedangkan momen retak bersifat getas dan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. Bahasa
seketika. Untuk menjaga agar tidak terjadi pemograman ini dipilih karena visual basic 6.0
kongesti tulangan, transfer beban dari tidak memerlukan pemrograman khusus untuk
komponen lantai ke kolom terutama di menampilkan jendela (window) dan cara
bangunan tingkat rendah dan terjadi tegangan penggunaannya juga berbasis visual seperti
geser yang tinggi maka rasio tulangan aplikasi windows lainnya. Selain itu, visual
maksimum adalah 6 %. Khususnya untuk basic 6.0 adalah bahasa pemrograman yang
kolom pada bangunan bertingkat tinggi, rasio evolusioner, baik dalam hal teknik (mengacu
tulangan sebanyak 4% masih layak digunakan. pada event dan berorientasi objek) maupun cara
Disarankan untuk tidak menggunakan tulangan operasinya. Visual basic 6.0 juga dapat
lebih dari 4% agar tulangan tersebut tidak menciptakan aplikasi dengan mudah karena
berdesakan dalam penampang beton, terutama hanya memerlukan sedikit penulisan kode-kode
pada pertemuan balok-kolom (SNI 03-2847- program sehingga sebagian besar kegiatan
2002 pasal 23.4.3.1). pemrograman dapat difokuskan pada
Pada faktanya untuk menentukan penyelesaian problem utama dan bukan pada
banyaknya (rasio) tulangan longitudinal dalam pembuatan user interface (Dewobroto, 2002).
perencanaan diperlukan banyak faktor. Faktor
tersebut bergantung pada luas penampang 1.2 Perumusan Masalah
kolom, mutu beton, mutu tulangan, beban Perumusan masalah yang akan dibahas dalam
berfaktor yang diterima oleh kolom dan code tugas akhir ini antara lain :
yang digunakan dalam analisa. Faktor-faktor 1. Bagaimana menentukan rasio tulangan
tersebut berkaitan sehingga untuk menentukan longitudinal pada kolom berpenampang
banyaknya (rasio) tulangan longitudinal yang bulat secara langsung dari momen lentur
akurat dan efisien memerlukan banyak waktu dan gaya aksial?
dan ketelitian yang tinggi. Oleh karena itu, 2. Bagaimana mendapatkan titik koordinat
sangat penting untuk perencana struktur dalam kombinasi beban yang tepat pada diagram
bidang teknik sipil untuk menciptakan suatu interaksi P-M sehingga nantinya kebutuhan
program bantu sederhana yang mudah tulangan longitudinal pada kolom
diterapkan untuk menentukan rasio tulangan berpenampang bulat dapat dipenuhi secara
longitudinal pada kolom. akurat?
Saat ini pemograman komputer banyak 3. Apakah nilai output aplikasi program yang
dikembangkan dalam membantu perhitungan telah dibuat dapat dipertanggung jawabkan
teknik sipil. Salah satu program yang telah dengan menggunakan aplikasi program
dikembangkan untuk perhitungan kolom adalah teknik sipil yang lain yaitu PCA Column?
PCA Column. Program tersebut berasal dari
Amerika Serikat dan dibuat berdasarkan code 1.3 Tujuan
ACI 1995. Sedangkan di Indonesia Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
pengembangan aplikasi program bantu dalam tugas akhir ini antara lain :
bidang teknik sipil sangatlah minim. 1. Membuat suatu program bantu sederhana
Maka dalam tugas akhir ini akan yang aplikabel (mudah diterapkan) untuk
dikembangkan program bantu teknik sipil mengetahui kebutuhan tulangan (rasio
serupa yang sederhana dan dikhususkan untuk tulangan) longitudinal pada kolom
mencari rasio tulangan longitudinal pada berpenampang bulat.
kolom. Code yang akan digunakan dalam 2. Mendapatkan titik koordinat kombinasi
program bantu ini berdasarkan peraturan beton beban yang tepat pada diagram interaksi P-
yang berlaku di Indonesia yaitu SNI 03-2847- M sehingga nantinya kebutuhan tulangan
2002 dimana faktor reduksi kolom berdasarkan

2
longitudinal pada kolom berpenampang beban-beban yang terjadi pada struktur
bulat dapat dipenuhi secara akurat. bangunan. Beban-beban yang terjadi dapat
3. Mengetahui bahwa nilai output aplikasi berupa beban mati, hidup, angin dan gempa. Di
program yang telah dibuat dapat setiap lantainya beban dipikul oleh balok tetapi
dipertanggungjawabkan dengan untuk menyalurkan beban yang diterima balok
memverifikasinya dengan aplikasi program disetiap lantai diperlukan kolom yang dapat
teknik sipil yang lain yaitu PCA Column. menyalurkan beban-beban tersebut ke dalam
pondasi. Sehingga kolom mengalami beban
1.4 Batasan Masalah aksial yang jauh lebih besar daripada balok.
Ruang lingkup permasalahan dan Pada perencanaan balok di setiap lantai
pembahasan pada tugas akhir ini dibatasi adalah sama tetapi metode tersebut tidak dapat
oleh beberapa hal antara lain : diterapkan terhadap kolom. Kolom disetiap
1. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom lantai menerima beban yang berbeda-beda
berpenampang bulat dengan tulangan dikarenakan akumulasi beban pada lantai
longitudinal . sebelumnya. Maka pada perencanaan kolom,
2. Studi tugas akhir ini hanya meninjau pada lantai bawah mengalami dimensi dan
elemen struktur beton bertulang yang penulangan yang lebih daripada kolom
mengalami kombinasi momen lentur diatasnya.
uniaksial dan gaya aksial. Dikarenakan beban aksial yang terjadi
3. Studi tugas akhir ini hanya meninjau kolom maka kolom mengalami keruntuhan tekan.
pendek yang mengalami beban aksial dan Perlu diketahui keruntuhan tekan tidak
momen uniaksial tanpa knick. memberikan peringatan visual yang cukup jelas
4. Studi tugas akhir ini hanya menentukan seperti yang tejadi pada balok. Keruntuhan
rasio tulangan longitudinal yang ada pada kolom struktural sangat perlu diperhatikan
kolom berpenampang bulat dan diagram karena berhubungan dengan segi ekonomis dan
interaksi P-M kolom. korban jiwa. Oleh karena itu diperlukan adanya
5. Studi tugas akhir ini hanya menggunakan kekuatan cadangan tambahan lebih besar
bahasa pemrograman Visual Basic 6.0. daripada balok.
Prinsip-prinsip kompatibilitas tegangan dan
1.5 Manfaat regangan kolom tidak jauh berbeda dengan
Manfaat yang diharapkan terwujud dengan balok tetapi perlu ditekankan bahwa pada
dibuatnya Tugas Akhir ini antara lain: kolom terdapat penambahan faktor tekan tidak
1. Program yang dihasilkan dalam Tugas hanya momen lentur. Maka perlu dilakukan
Akhir ini diharapkan menambah penyesuaian persamaan balok untuk kolom
kemudahan bagi para engineer yang ingin yang mengalami kombinasi beban aksial dan
mengetahui rasio tulangan kolom bulat lentur.
dalam perencanaannya. Perencanaan kolom yang daktail diperlukan
2. Program ini dapat menentukan rasio adanya tulangan. Tulangan pada kolom yang
tulangan yang diperlukan secara akurat dan mendominasi adalah tulangan tekan karena
detail sehingga dimungkinkan terjadi perilaku kegagalan tekan dalam kasus-kasus
keefisienan biaya dalam pelaksanaan. dengan rasio antara beban aksial dengan
3. Tugas Akhir ini dapat menjadi referensi momen lentur yang besar tidak dapat dihindari.
untuk mengembangkan program-program Proses kegagalan yang terjadi pada kolom
lain yang lebih kompleks di masa yang akibat adanya beban yang tidak mampu dipikul
akan datang, sehingga dapat menambah oleh kolom adalah terjadi retak-retak
wacana baru dalam bidang structural disepanjang permukaan kolom. Jika beban
engineering. diperbesar maka akan terjadi spalling, yang bisa
disebut juga pengelupasan selimut beton diluar
BAB II sengkang. Pada keadaan yang lebih ekstrim
TINJAUAN PUSTAKA maka kolom akan tertekuk atau mengalami
local buckling pada tulangan memanjang.
2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Kolom Prinsip-prinsip yang mendasari perhitungan
Dalam setiap struktur bangunan bertingkat kekuatan kolom adalah sebagai berikut:
diperlukan adanya balok dan kolom. Elemen- 1. Distribusi regangan linier terjadi
elemen tersebut dibutuhkan untuk memikul sepanjang ketebalan kolom.

3
2. Tidak ada gelincir antara beton dan baja menunjukkan bahwa pengekangan oleh
(yaitu, regangan dalam baja dan beton tulangan transversal sangat mempengaruhi
yang berhubungan adalah sama). karakteristik atau perilaku tegangan-regangan
3. Regangan beton diperbolehkan beton (Park-Paulay, 1933). Pengekangan
maksimum pada saat kegagalan untuk kolom dengan tulangan berbentuk spiral sangat
tujuan perhitungan-perhitungan rapat (kolom spiral) memiliki perilaku yang
kekuatan. lebih daktail daripada pengekangan kolom
4. Tahanan tarik beton dapat diabaikan dengan sengkang biasa ataupun pengekangan
dan tidak diperhitungkan didalam kolom dengan spiral kurang rapat. Kolom
perhitungan. spiral akan dapat bertahan lebih lama (daktail)
sebelum mengalami keruntuhan dibandingkan
2.2 Tipe Kolom dengan kolom yang diberi pengekangan dengan
2.2.1 Tipe Kolom Berdasarkan Bentuk dan sengkang biasa ataupun dengan spiral kurang
Susunan Tulangan rapat (kurang daktail).
Seperti pada Gambar 2.1 dapat diklasifikasi
3 tipe kolom sebagai berikut: 2.2.2 Tipe Kolom Berdasarkan Pembebanan
1. Kolom persegi atau bujursangkar Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
dengan tulangan longitudinal dan kolom mengalami beban aksial yang besar,
tulangan lateral . tetapi pada kenyataannya beban aksial tersebut
2. Kolom bulat dengan tulangan tidak mungkin memiliki eksentrisitas sebesar
longitudinal dan tulangan lateral berupa nol. Oleh karena adanya eksentrisitas maka
sengkang atau spiral. timbulah momen yang mengakibatkan beban
3. Kolom komposit dimana profil baja lentur. Besarnya momen berbanding lurus
diselimuti oleh beton. Bentuk struktural dengan eksentrisitas, pada keadaan maksimum
tersebut dapat ditempatkan di dalam tertentu akhirnya beban aksial diabaikan. Maka
rangka tulangan. dapat diketahui tipe kolom berdasarkan
pembebanannya, yaitu:
1. Mengalami beban aksial yang besar dan
Pengikat
transversal
memiliki eksentrisitas sebesar nol
Batang sehingga tidak mengalami momen.
vertikal
Untuk kondisi ini, keruntuhan akan
terjadi oleh hancurnya beton dan semua
Pengikat tulangan dalam kolom mencapai
transversal
tegangan leleh dalam tekan (Gambar
(a) 2.2 (a)).
2. Mengalami beban aksial besar dan
Selang-
antara memilliki eksentrisitas yang kecil maka
(pitch)
spiral
timbul momen yang kecil dengan
Spiral
Spiral seluruh penampang tertekan. Jika suatu
kolom menerima momen lentur kecil,
seluruh kolom akan tertekan tetapi
Spiral
tekanan di satu sisi akan lebih besar
dari sisi lainnya. Tegangan tekan
(b) (c) maksimum dalam kolom akan sebesar
0,85ƒ’c dan keruntuhan akan terjadi
Gambar 2.1 Tipe kolom berdasarkan pada bentuk dan oleh runtuhnya beton dan semua
tipe tulangan: (a) kolom persegi; (b) tulangan tertekan (Gambar 2.2 (b)).
kolom spiral; (c) kolom komposit. 3. Eksentrisitas membesar sehingga tarik
Kolom beton bertulang akan meningkat mulai terjadi pada satu sisi kolom. Jika
kekuatannya apabila dilakukan pengekangan. eksentrisitas ditingkatkan dari kasus
Pada umumnya pengekangan dilakukan sebelumnya, gaya tarik akan mulai
menggunakan sengkang (tulangan transversal), terjadi pada satu sisi kolom dan baja
baik itu yang berbentuk segi empat maupun tulangan pada sisi tersebut akan
yang berbentuk spiral. Hasil pengujian dari menerima gaya tarik yang lebih kecil
berbagai peneliti sebelumnya telah dari tegangan leleh. Pada sisi yang lain

4
tulangan mendapat gaya tekan (Gambar menggunakan rasio panjang efektif ku terhadap
2.2 (c)). radius girasi r. Ketinggian, u, adalah panjang
4. Kondisi beban berimbang. Saat tak-terdukung kolom, dan k merupakan sebuah
eksentrisitas terus ditambah, akan faktor yang tergantung pada kondisi-kondisi
dicapai suatu kondisi dimana tulangan ujung kolom dan apakah ia disangga atau tak-
pada sisi tarik mencapai leleh dan pada disangga. Sebagai contoh, dalam kasus kolom-
saat yang bersamaan, beton pada sisi kolom tak-tersangga, jika ku/r ≤ 22, sebuah
lainnya mencapai tekan maksimum kolom seperti itu diklasifikasikan sebagai
0,85ƒ’c. Kondisi ini disebut kondisi sebuah kolom pendek. Jika tidak, kolom
pada beban berimbang, balanced didefinisikan sebagai sebuah kolom panjang
(Gambar 2.2 (d)).
atau langsing. Rasio ku/r dinamakan rasio
5. Mengalami momen yang besar dan
kelangsingan (slenderness).
beban aksial yang kecil. Jika
eksentrisitas terus ditambah,
2.3 Kolom Pendek dengan Beban Sentris
keruntuhan terjadi akibat tulangan
Dalam riwayat pembebanan kolom, beton
meleleh sebelum hancurnya beton
dan baja berperilaku elastis pada awalnya.
(Gambar 2.2 (e)).
Tetapi saat regangan mencapai 0,002 mm/mm
6. Momen lentur besar. Pada kondisi ini,
hingga 0,003 mm/mm beton mencapai kekuatan
keruntuhan terjadi seperti halnya pada
maksimum, f’c kemudian terjadi keruntuhan.
sebuah balok (Gambar 2.2 (f)).
Maka kekuatan kolom maksimum terjadi saat
kolom mengalami tegangan f’c. Pada saat Strain
P P P hardening yang terjadi pada baja maka
e e
kekuatan kolom dapat bertambah.

(a) (b) (c)

P P
e e M

(d) (e) (f)

Gambar 2.2 Kolom menerima beban


Gambar 2.3 Perilaku tegangan-regangan beton dan
dengan eksentrisitas yang terus
baja (beban sentris).
diperbesar.
Berdasarkan penjelasan dan Gambar 2.3 di
2.2.3 Tipe Kolom Berdasarkan Panjang dan atas maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan
Dimensi Lateral kolom maksimum dapat terjadi akibat
Kegagalan kolom dapat terjadi sebagai kontribusi beton dan baja. Kontribusi beton
suatu akibat dari kegagalan material dengan memakai 0,85ƒ’c, bukan ƒ’c karena kekuatan
pelelehan baja pada sisi tarik atau kehancuran maksimum yang dapat dipertahankan struktur
awal beton pada sisi tekan, atau dengan aktual mendekati 0,85. Kontribusi beton yang
kehilangan stabilitas struktural lateral (yaitu terjadi berdasarkan variabel luas penampang
melalui tekuk). bersih beton dan 0,85ƒ’c. Sedangkan pada baja
Jika sebuah kolom gagal yang disebabkan memiliki prinsip yang sama yaitu luas
oleh kegagalan material awal, maka kolom penampang baja dan tegangan lelehnya, fy. Jadi
diklasifikasikan sebagai sebuah kolom pendek kapasitas beban sentris nominal, P0, dapat
atau tak-langsing (non-slender). Sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:
panjang kolom bertambah, probabilitas bahwa P0 = 0,85 f c (Ag – Ast) + Astfy (2.1)
kegagalan akan terjadi oleh tekuk juga dimana Ag = luasan total kolom
meningkat. Maka dari itu, transisi dari kolom Ast = luasan total tulangan
pendek (kegagalan material) ke kolom panjang Dikarenakan beban sentris tersebut maka
(kegagalan akibat tekuk) didefinisikan dengan saat keruntuhan kolom mengalami tegangan

ɛcu
0,85 fc
dan regangan merata disetiap luasan (Ag – Ast) dapat diasumsikan sama dengan Ag
penampangnya. Tulangan baja pada kolom tanpa kehilangan keakurasiannya.
mencapai tegangan leleh dalam tekan. Akibat
beban P0 pada kolom bulat dapat dilihat seperti 2.4 Kekuatan Kolom yang Dibebani
Gambar 2.4 berikut: Eksentris : Beban Aksial dan Lentur
2.4.1 Perilaku Kolom Tak-Langsing
Berpenampang Bulat yang Dibebani
Eksentris
Pada kolom yang dibebani eksentrisitas e,
perhitungannya berbeda dari yang sebelumnya
Telah dibahas sebelumnya bahwa tidak karena timbulnya sisi tarik pada penampang
kolom. Besarnya luasan sisi tarik dan sisi tekan
Gambar 2.4 Geometri kolom: diagram regangan dan
Tidak mungkin terjadi eksentrisitas sebesar bergantung pada ketinggian sumbu netral yang
tegangan (beban konsentris)
nol oleh berbagai sebab. Oleh karena itu perlu terjadi saat pembebanan. Maka ketinggian
adanya eksentrisitas minimum yang dapat sumbu netral penting dalam menganalisis
diterima untuk reduksi beban kolom sebesar kekuatan kolom.
10% dari ketebalan kolom dalam arah tegak Persamaan kesetimbangan untuk
lurus terhadap sumbu lenturnya pada kolom memperoleh gaya tahan aksial nominal
bersengkang dan 5 % pada kolom spiral. berdasarkan gaya tekan beton dan tulangan
Pada peraturan ACI diatur pula untuk tekan terhadap tulangan tarik. Seperti yang
mereduksi kekuatan kolom sebesar 20% pada dijabarkan pada rumus berikut:
kolom bersengkang dan 5% pada kolom spiral. Gaya tahanan aksial nominal Pn pada saat
Tindakan ini diperlukan untuk kegagalan
mempermudah perhitungan karena banyaknya Pn = Cc + Cs – Ts (2.4)
faktor yang berpengaruh dalam menentukan Untuk kolom berpenampang bulat memiliki
kekuatan kolom. Maka dapat diperoleh perbedaan dengan kolom berpenampang
kapasitas beban aksial nominal maksimum persegi atau bujur sangkar. Hal ini dikarenakan
sebagai berikut: karena tulangan tarik dan tekan pada kolom
kolom bersengkang  bulat tidak sejajar maka tulangan pada kolom
Pn(maks) = 0,8[0,85 f c (Ag – Ast) + Astfy] (2.2a) tersebut memiliki jarak ke sumbu netral yang
kolom spiral  berbeda-beda. Sehingga diperlukan untuk
Pn(maks) = 0,85[0,85 f c (Ag – Ast) + Astfy] (2.2b) mengetahui jarak ke sumbu netral pada tiap-tiap
tulangan untuk menghitung momen tahanan
Persamaan-Persamaan (2.2a) dan (2.2b),
nominal Mn. Dimana Mn sebesar Pne yang dapat
masing-masing memberikan
diperoleh dengan menuliskan keseimbangan
Ag = Pn/(0,68 f c + 0,8 t fy) dan momen terhadap pusat plastis penampang.
Ag = Pn/(0,78 f c + 0,85 t fy). Dalam menganalisa kolom bulat, terdapat
Untuk suatu penampang coba-coba yang dua kasus yang akan dijelaskan pada Gambar
pertama, dengan eksentrisitas yang cukup besar, 2.5 dan penjelasan berikut:
pendisain boleh mencoba Persamaan- kasus 1: kolom mengalami keruntuhan tarik
Persamaan (2.3a) dan (2.3b) dengan karena momen nominal yang besar sehingga
mengasumsikan luasan penampang gros Ag. tinggi blok tegangan ekivalen a yang terjadi
pada kolom bersengkang  lebih kecil dari setengah diameter kolom.
Pn h
Ag  (2.3a) a ,  < 90

0,45 f c  f y t  2
pada kolom spiral  h 2a
Pn
 = cos-1   (2.5a)
Ag  (2.3b)  h2 

0,55 f c  f y t  kasus 2: kolom mengalami keruntuhan
dimana t = rasio tulangan total. tekan karena pengaruh beban aksial yang
Beban-beban nominal ini harus dikurangi besar sehingga tinggi blok tegangan ekivalen
lebih jauh menggunakan faktor-faktor reduksi a yang terjadi lebih besar dari setengah
kekuatan , seperti yang akan dijelaskan diameter kolom.
selanjutnya. Pada umumnya, untuk tujuan
disain,

6
h
a> ,  > 90
2
h 2a
 = cos-1   dan
 h2 
a h 2
 = cos-1   (2.5b)
 h2 
dimana h = diameter kolom. Gambar 2.5 Kolom bulat (a) regangan, tegangan,
a = kedalaman blok tegangan ekivalen, 1c dan segmen blok tekan;
Luasan segmen tekan pada kolom bulat Dalam Persamaan (2.8a), perlu diingat
seperti pada Gambar 2.5 adalah bahwa Pn yang terjadi tidak boleh melebihi
   sin  cos   Pn(max) pada Persamaan (2.2a). Tindakan ini
Ac  h 2  rad  (2.6a)
 4  diperlukan untuk menghindari kolom
dimana  adalah dalam radian (1 radian = overloaded. Tulangan tarik dan tekan akan
180/ = 57,3). mecapai tegangan lelehnya fy bergantung pada
Momen luasan segmen tekan terhada pusat besarnya e. Tegangan ƒ’si pada baja dapat
kolom adalah mencapai ƒy apabila keruntuhan yang terjadi
berupa hancurnya beton. Apabila
 sin 3  
Ac y  h 3   (2.6b) keruntuhannya berupa lelehnya tulangan baja,

 12  besaran ƒsi harus disubstitusikan dengan ƒy.
dimana y = jarak pusat blok tekan ke pusat Apabila ƒ’si atau ƒsi lebih kecil daripada ƒy,
penampang. maka yang disubstitusikan adalah tegangan
aktualnya.
ACI-318 Code mensyaratkan bahwa paling
h  h  sedikit enam tulangan digunakan dalam kolom-
di =  sin  bar    d '  (2.7a)
2  2  kolom spiral. Sebuah model yang berguna
dimana  = (h – 2d)/h. untuk sembarang jumlah tulangan yang genap
 d  dalam penampang-penampang kolom bulat
f si  6001  i   f y (2.7b) dapat diturunkan dengan enam lokasi tulangan
 c 
dasar, selang 60, seperti terlihat dalam contoh
dimana f si = tegangan tulangan dalam
disain yang mengikutinya.
daerah tekan. Penting bahwa dalam upaya untuk
d  menyederhanakan perhitungan-perhitungan
f si  600 i  1  f y (2.7c)
 c  kompatibilitas-regangan, dan kesetimbangan
dimana fsi = tegangan tulangan dalam gaya-gaya dan momen, dalam baik penampang
daerah tarik dibawah sumbu persegi dengan tulangan pada semua muka dan
netral. penampang bulat, tegangan, gaya dan momen
individual untuk setiap tulangan haruslah
Maka dapat disimpulkan sebagai berikut: dihitung secara terpisah.
Pn=0,85 f c Ac +fsiAsi (2.8a)
2.4.2 Persamaan Kolom Dasar (2.8a) dan
h 
Mn=0,85 f c Ac y +fsiAsi   d i  (2.8b) (2.8b) dan Prosedur Coba-coba dan
2  Penyesuaian untuk Analisis (Desain) Kolom
(momen diambil terhadap pusat kolom Dalam Persamaan (2.8a) dan (2.8b) yang
bulat). telah diberikan untuk menganalisa kolom bulat
agar tercapai gaya tahan aksial nominal yang
aman dengan eksentrisitas tertentu. Jika
ditelaah lebih lanjut maka pada persamaan
tersebut terdapat variabel-variabel yang belum
diketahui sebagai berikut:
1. Tinggi luasan tekan ekivalen, a.
2. Tegangan dalam baja tekan, ƒ’si.
3. Tegangan dalam baja tarik, fsi.

7
4. Pn untuk e yang diberikan, atau aksial nominal Pn pada kondisi ini lebih
sebaliknya. kecil dibandingkan gaya tahanan aksial
Untuk mencari ƒ’si dan ƒsi dari Persamaan nominal saat terjadi kondisi balanced
(2.7) kita perlu mengetahui ketinggian sumbu Pnb. Persamaan (2.8a) dan (2.8b) dapat
netral c yang diakibatkan beban yang diterima digunakan untuk analisis (dan desain)
kolom, sehingga untuk mencari c dapat dengan mensubstitusikan tegangan
ditemukan variabel yang tidak diketahui lainnya leleh ƒy sebagai tegangan pada tulangan
yaitu a. Untuk mengetahi besarnya Pn dan a tarik. Tegangan ƒ’si pada tulangan tekan
dapat digunakan penggabungan Persamaan dapat lebih kecil atau sama dengan
(2.8a) dan (2.8b). Juga harus diingat untuk tegangan leleh baja, dan tegangan tekan
mengecek tegangan baja kurang dari tegangan aktual ƒ’si ini dapat dihitung dengan
lelehnya fy. Oleh karena itu diperlukan prosedur menggunakan Persamaan (2.7b).
coba-coba atau trial and error untuk kasus 2. Keruntuhan tekan, yang diawali dengan
analisa kolom secara umum. hancurnya beton yang tertekan. Pada
Untuk prosedur coba-coba untuk dimensi kondisi tekan eksentrisitas e yang
penampang dan eksentrisitas e yang telah terjadi lebih kecil dari eksentrisitas saat
ditentukan, maka lebih dahulu mengasumsikan kondisi balanced eb. Pada kondisi ini
c. Dari c tersebut maka dapat ditentukan tinggi dapat dilakukan analisa dengan
luasan tekan a yang terjadi dengan persamaan persamaan dasar yang telah dijabarkan
1c. Setelah mendapatkan harga variabel- sebelumnya. Selain itu, diperlukan
variabel tersebut maka harga ƒ’si dan ƒsi dapat adanya keserasian regangan di seluruh
diketahui melalui Persamaan (2.7). Maka harga penampang kolom.
Pn dapat diketahui melalui Persamaan (2.8a).
Melalui Persamaan (2.8b) dapat diketahui e. Kondisi balanced terjadi apabila
Harga e dari perhitungan harus cocok dengan e keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan
yang telah ditentukan sebelumnya. Jika harga e yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton
tersebut tidak sama maka harga c harus diubah yang tertekan.
kembali hingga terjadi angka ketelitian yang Apabila Pn adalah beban aksial dan Pnb
akurat. Proses ini menjamin kompatibilitas- adalah beban aksial pada kondisi balanced,
regangan yang melintasi kedalaman maka :
penampang. Pn < Pnb → keruntuhan tarik
Proses tersebut dapat memerlukan waktu Pn = Pnb → keruntuhan balanced
yang lama agar mendapatkan angka ketelitian Pn > Pnb → keruntuhan tekan
yang tinggi. Maka akan menjadi lebih Dalam segala hal, keserasian regangan
sederhana dengan bantuan program komputer. (strain compatibility) harus tetap terpenuhi.
Penyerderhanaan asumsi-asumsi tersebut dapat
dibuat dalam kebanyakan kasus untuk 2.6 Diagram Interaksi Kolom Beton
memperpendek proses iterasi. Bertulang
Kapasitas penampang kolom beton
bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk
diagram interaksi aksial-momen (P-M) yang
2.5 Ragam Kegagalan pada Kolom menunjukkan hubungan beban aksial dan
Berdasarkan besarnya regangan pada momen lentur pada kondisi batas. Setiap titik
tulangan baja yang tertarik (Gambar 2.5), kurva menunjukkan kombinasi P dan M sebagai
penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kapasitas penampang terhadap suatu garis netral
kondisi awal keruntuhan yaitu : tertentu.
1. Keruntuhan tarik, yang diawali dengan Setiap titik pada kurva mewakili sebuah
lelehnya tulangan yang tertarik. kombinasi kekuatan beban nominal Pn dan
Disebabkan karena adanya eksentrisitas kekuatan momen nominal Mn yang
e yang besar, maka tulangan baja tarik berhubungan dengan suatu lokasi sumbu-netral
meleleh. Peralihan keruntuhan tekan ke yang tertentu. Diagram interaksi tersebut
keruntuhan tarik saat eksentrisitas e dipisah menjadi daerah kontrol tarik dan daerah
yang terjadi lebih besar dari kontrol tekan oleh kondisi seimbang.
eksentrisitas saat terjadi kondisi Suatu kombinasi beban yang diberikan
balanced eb. Maka besar gaya tahanan pada kolom bila diplot ternyata berada di dalam

8
diagram interaksi kolom, berarti kolom masih didapat, P = 0, dan Mmax = fcuI/y. Dengan
mampu memikul dengan baik kombinasi mensubtitusikan Pmax dan Mmax didapatkan :
pembebanan tersebut. Demikian pula P M
sebaliknya, yaitu jika suatu kombinasi  1 (2.10)
Pmax M max
pembebanan yang diplot ternyata berada di luar
diagram itu berarti kombinasi beban itu telah Persamaan diatas menunjukan hubungan
melampaui kapasitas kolom dan dapat anatara P dan M saat terjadi kegagalan.
menyebabkan keruntuhan. Persamaan ini diGambarkan sebagai garis AB
pada Gambar 2.7. Dengan cara yang sama,
2.6.1 Konsep dan Asumsi Diagram Interaksi persamaan untuk beban aksial tarik, P, yang
Kolom diambil alih oleh ftu, diGambarkan sebagai garis
Dalam perencanaan struktur tekan, struktur BC. Garis AD dan DC merupakan hasil jika
tersebut tidak hanya direncanakan akibat beban momen memberikan tanda terbalik.
aksial saja tetapi juga karena momen. Hal ini Titik yang berada didalam diagram, titik E,
timbul karena eksentrisitas yang terjadi akibat menunjukkan kombinasi P dan M yang tidak
beban aksial yang ada atau juga sebagai hasil akan menyebabkan kegagalan. Beban
dari penahan dari keadaan tidak seimbang kombinasi yang jatuh di luar kurva interaksi,
momen pada ujung balok yang didukung oleh titik F melebihi tahanan penampang dan
kolom seperti Gambar 2.6 berikut: menyebabkan kegagalan. Gambar 2.7
diGambarkan untuk bahan elastis dengan ftu = -
fcu.
a) eccentric load

b) axial load and moment

Gambar 2.6 Beban aksial dan momen pada kolom.


Gambar 2.7 Diagram interaksi untuk kolom elastis.
Dalam mengGambarkan diagram interaksi Gambar 2.7 dengan titik A menunjukkan
antara momen dan beban aksial pada kolom, diagram interaksi daripada bahan plastis dengan
maka akan diperhitungkan penyederhanaan nilai fcu yang terbatas tetapi dengan nilai kuat
keseragaman dan kolom elastis dengan tarik, ftu, sama dengan nol, dan Gambar 2.7 titik
kekuatan tekan, fcu, sama dengan kekuatan tarik, B menunjukkan diagram untuk material dengan
ftu. Kegagalan kolom dalam kondisi tersebut ftu = -fcu/2. Garis AB dan AD mengindikasikan
akan terjadi pada tekanan maksimum saat gaya kombinasi beban yang bersesuaian dengan
yang bekerja mencapai fcu, seperti dibawah ini: kegagalan yang terjadi akibat tekanan (akibat
P My dari fcu), sementara garis BC dan DC
  f cu (2.9) mengindikasikan kegagalan yang diakibatkan
A I oleh tarik. Beton bertulang merupakan bahan
dimana A, I = luas dan momen inersia yang tidak elastis dan memiliki kuat tarik yang
daripada penampang bruto lebih kecil daripada kuat tekannya. Kuat tarik
beton efektif telah dikembangkan dengan
y = jarak dari aksis centroidal ke menggunakan tulangan pada muka tarik kolom.
permukaan tekan tertinggi
P = beban aksial 2.6.2 Penggambaran Diagram Interaksi
M= momen Seperti yang dijelaskan pada sub-bab
Kondisi saat eksentrisitas nol maka beban sebelumnya agar mendapatkan Pn dan Mn yang
aksial mencapai nilai maksimumnya. Sehingga bersesuaian maka hasil dari perhitungan
nilai M = 0, dan Pmax = fcuA. Dengan konsep tersebut diplotkan pada diagram interaksi P-M.
yang sama maka nilai momen maksimum juga Maksimum regangan tekan beton diambil 0,003

9
sesuai dengan batas runtuh kegagalan kolom. suatu keadaan keruntuhan dinyatakan sebagai
Lokasi garis netral dan regangan pada tiap level "telah di ambang pintu (imminent)". Untuk
tulangan dihitung dari distribusi regangan. mendapatkan keadaan tersebut maka Factored
Kususnya pada kolom bulat harus diperhatikan service load ditingkatkan. Perhitungan dari
tiap tulangan memiliki jarak ke sumbu netral kekuatan ini memperhitungkan sifat hubungan
berbeda maka analisa tiap tulangan harus yang tidak linear antara tegangan dan regangan
diperhitungkan. Dari hasil perhitungan tersebut dari beton. Metode rencana kekuatan dapat
maka akan mendapatkan besarnya luasan tekan dinyatakan sebagai berikut:
dan besarnya gaya yang bekerja pada tiap Kekuatan yang tersedia  kekuatan yang
tulangan. Akhirnya, gaya aksial Pn dihitung diperlukan untuk memikul beban berfaktor
dengan menjumlahkan gaya – gaya individual Keadaan tersebut digunakan untuk
pada beton dan tulangan, dan momen Mn mencegah kegagalan yang terjadi pada struktur
dihitung dengan menjumlahkan gaya – gaya ini karena overloaded. Dimana kekuatan yang
terhadap titik pusat daripada potongan tersedia (seperti kekuatan momen) dihitung
penampang. Nilai Pn dan Mn ini sesuai dengan peraturan dan permisalan dari
mengGambarkan satu titik di diagram interaksi. sifat yang ditetapkan oleh suatu peraturan
Gambar 2.8 di bawah mengGambarkan bangunan, dan kekuatan yang diperlukan adalah
beberapa seri dari distribusi regangan dan kekuatan yang dihitung dengan menggunakan
menghasilkan titik-titik pada diagram interaksi. suatu analisa struktur dengan menggunakan
Distribusi regangan awal menunjukkan keadaan beban berfaktor.
murni aksial tekan. Gambar 2.8 juga Beban berfaktor didapat dengan
menunjukkan hancurnya satu muka kolom dan mengalikan beban kerja dengan faktor U.
nol gaya tarik pada muka lainnya. Bila kuat Kekuatan rencana didapat dengan mengalikan
tarik daripada beton diabaikan pada kalkulasi, kekuatan nominal dengan faktor reduksi
hal ini menunjukkan terjadinya retak pada kekuatan. Kondisi dimana daktilitas dicapai
bagian bawah muka penampang. pada saat regangan tulangan tarik mencapai
titik leleh sebelum beton mencapai regangan
ultimate yaitu 0,003 disebut kondisi regangan
seimbang.
Dasar dari kekuatan lentur nominal dari
metode ini menyatakan bahwa sifat tegangan -
regangan umum untuk beton memperlihatkan
hubungan yang nonlinear untuk tegangan diatas
0,5f’c ( Stussi, 1932).
Perhitungan kekuatan lentur Mn yang
didasarkan pada distribusi tegangan yang
mendekati parabola dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan - persamaan yang
Gambar 2.8 Distribusi regangan berkaitan ditetapkan (Wang dkk, 1985). Dapat pula
dengan titik pada diagram interaksi. digunakan suatu distribusi tegangan tekan
2.7 Perkembangan Metode Perencanaan pengganti yang berbentuk persegi seperti
Elemen Struktur Beton Bertulang Gambar 2.10, dipakai suatu tegangan persegi
Pada dasar metode perencanaan elemen dengan besar rata - rata 0,85f’c dan tinggi a =
struktur beton bertulang memiliki harga β1c (Whitney dkk, 1956).
nominal yang sama. Perbedaan pada metode Kekuatan nominal dicapai pada saat
terjadi pada faktor reduksi yang diterima regangan pada serat tekan ekstrim sama dengan
elemen struktur. Di bawah ini akan dijelaskan regangan runtuh beton (εc). Pada waktu itu
metode-metode yang bisa digunakan pada regangan pada tulangan tarik As kemungkinan
analisa elemen struktur tekan. lebih besar atau lebih kecil atau sama dengan
y = fy/Es, tergantung pada perbandingan relatif
2.7.1 Strength Design Method ( Utimate dari tulangan terhadap beton. Jika jumlah
Strength Design ) tulangan cukup sedikit (underreinforced), maka
Terdapat suatu beban berfaktor yang tulangan akan meleleh sebelum beton hancur,
dinamakan factored service load. Factored ini akan menghasilkan suatu ragam keruntuhan
service load digunakan untuk mendapatkan yang daktail (ductile) dengan deformasi yang

10
besar. Sedangkan jika jumlah tulangan cukup kuat rencana > kuat perlu
banyak (overreinforced) sehingga tulangan R  Q
tetap dalam keadaan elastis pada saat dimana :
kehancuran beton maka ini akan menghasilkas Ø = faktor reduksi,
suatu ragam keruntuhan yang tiba - tiba atau R = resistance atau kekuatan nominal,
getas (brittle). λ = faktor beban, dan
Pada metode ini tegangan tidak Q = beban kerja
proporsional dengan regangannya dan Pada metode batas ultimate, faktor
prosedur beban desain merupakan beban keamanan didasarkan pada suatu metode desain
layan yang dikalikan dengan suatu faktor probabilistik dimana parameter - parameter
beban. dasarnya (beban, kekuatan dari material,
dimensi, dsb) diperlakukan sebagai suatu nilai
2.7.2 Limit State Method yang acak (random). Dimana ada beberapa
Perkenalan daripada teori beban ultimat faktor yang dapat digolongkan didalam dua
untuk beton bertulang pada awalnya adalah kategori umum: faktor yang berhubungan
untuk menggantikan teori yang lama yaitu teori dengan pelampauan beban dan faktor yang
elastis, namun seiring perkembangan ilmu berhubungan dengan kekurangan kekuatan.
pengetahuan membawa setiap teori tersebut ke Beban berlebih dapat terjadi akibat
persepektifnya masing – masing dan telah kemingkinan perubahan dari penggunaan dari
menunjukkan aplikasi teori – teori tersebut tujuan semula struktur tersebut direncanakan,
kepada konsep yang lebih luas yang kemudian dapat juga akibat penaksiran yang kurang dari
disatukan dalam teori limit state. Dimana pengaruh beban akibat terlalu
Service Ability Limit State menggunakan teori disederhanakannya prosedur perhitungan, dan
elastis dan Ultimate Limits State of Colapse akibat pengaruh dari urut - urutan dari metoda
menggunakan teori beban ultimat. Pada metode pelaksanaan. Kekurangan kekuatan dapat
ini faktor reduksi pada balok dan kolom diakibatkan oleh variasi yang merugikan dari
dibedakan. Pemberian faktor reduksi kekuatan bahan, pengerjaan, dimensi,
bergantung pada besarnya beban aksial yang pengendalian, dan pengawasan, sekalipun
diterima struktur tersebut. masih didalam toleransi yang disyaratkan.
Pada peraturan Indonesia masih Sedangkan metode batas kelayanan
menggunakan metode limit state. Dinamakan bertujuan untuk melihat tingkat kelayanan
limit state karena terjadi keadaan dimana elemen struktur sebagai akibat daripada adanya
struktur tidak layak digunakan. Limit state defleksi, ketahanan atau durabilitas, kerusakan
dihindari sampai umur elemen struktur yang local akibat retak, belah maupun spalling yang
diharapkan. semuanya di kontrol terhadap beban kerja yang
Kondisi - kondisi batas ini dibagi menjadi dua ada atau sesuai dengan teori elastis.
kategori: Ketentuan mengenai faktor reduksi pada
1. Batas limit ultimate ini berkaitan dengan elemen struktur akibat tekan dan lentur yang
kapasitas untuk menerima beban ada pada SNI 2002 atau pada Limit State ini
maksimum (kekuatan dari struktur). mengacu pada pasal 9.3.2.2 dimana:
2. Batas limit kelayanan (serviceability limit Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
state); ini berkaitan dengan kriteria :
(ketahanan) pada kondisi dibawah beban Komponen struktur tulangan spiral
normal/kerja. 0.7
Dalam metode batas ultimat beton Komponen struktur lainnya
bertulangan didesai bergantung pada kondisi 0.65
regangan plastisnya. Dalam hal ini beton Namun bila beban aksial yang bekerja lebih
mencapai kekuatan tekan maksimumnya dan kecil dari 0.1f’c Ag maka faktor reduksi
baja mencapai leleh. Kekuatan nominal tersebut boleh ditingkatkan hingga 0.8 (SNI-
penampang tersebut setelah dikalikan dengan 2002) atau 0.9 (ACI 318-1999), hal ini untuk
faktor reduksi kekuatan harus mampu menunjukkan bahwa struktur mengalami beban
menerima beban berfaktor. aksial yang kecil dan mengalami beban lentur
Untuk menjamin keamanan struktur, yang besar, atau pada saat itu kolom hampir
metode ini menggunakan filosofi keamanan berperilaku sama dengan balok.
LRFD (Load Resistance Factor Design), yaitu :

11
 0,90

 200 
 = 0,70 + (t – 0,002)  
 3 

0.8 Kolom Bertulangan Spiral


0 .1Pu
  0 .8   0 .7
0.1 f ' cAg

 250 
0.7 Spiral  = 0,65 + (t – 0,002)  
 3 
0.65 0,70
Kolom Bersengkang

Aksial Tarik Aksial Tekan Kecil   0.8 


0.15 Pu
 0.65

0.1 f ' cAg
0,65

0 0.1f'cAg
P Lainnya

Gambar 2.9 Faktor reduksi SNI 2002 untuk Terkontrol


Terkontrol Tarik
beban aksial dan lentur (LimitState). Tekan Transisi

2.7.3 Unified Design Method


t = 0,002 t = 0,005
Pada metode ini faktor reduksi berdasarkan
regangan yang terjadi pada elemen struktur, c c
= 0,600 = 0,375
oleh karena itu faktor reduksi ini bisa dt dt

diterapkan pada balok maupun kolom. Terdapat


 1 5
tiga batas kondisi regangan yang terjadi seperti Interpolasi terhadap c/dt: Spiral  = 0,70 + 0,20   
 c dt 3 
pada Gambar 2.10 dan sebagai berikut:
1. Kasus batas terkontrol-tarik (t > 0,005);  1 5
 
Lainnya  = 0,65 + 0,25 
c c 0,003  c dt 3
= = = 0,375 (2.11a)
dt c  t 0,003  0,005
Gambar 2.10 Daerah-Daerah Batas Regangan dan
a =1c = 0,3751dt (2.11b) Variasi Faktor Reduksi Kekuatan 
dengan Regangan Tarik Neto  .
Dari segitiga-segitiga yang serupa
2. Kasus batas terkontrol-tekan (t =
 d  d  0,002)
 s  0,0031   = 0,0031  2,67  (2.12)
 c  dt  Batas regangan dalam tulangan tarik dalam
kasus ini, yaitu, fy/Es, mengGambarkan
keadaan regangan seimbang, dimana
tulangan tarik meleleh secara serentak
dengan kehancuran beton pada serat-serat
tekan terluar beton. Sebagaimana
kedalaman sumbu netral c, meningkat
melewati keadaan ini, harga regangan t
dalam tulangan tarik akan berkurang
dibawah regangan lelehnya. Sebagai
hasilnya, tegangan dalam tulangan tarik
menjadi lebih kecil dari kekuatan leleh fy.
Ini berhubungan dengan regangan disain
ultimat c = 0,003 mm/mm dalam serat-
serat tekan terluar beton, oleh Peraturan
ACI-318. Peraturan-peraturan lainnya
membolehkan regangan-regangan tekan
disain yang lebih tinggi, seperti 0,0035 dan
0,0038 (CEB dan EuroCode 2).
c c 0,003 0,003
= = =
dt c  t 0,003  f y E s 0,003  0,002
= 0,60 (2.13a)
a =1c = 0,601dt (2.13b)
Dari segitiga-segitiga yang serupa,

12
c  0,003
 c  (2.14)
c  d   s  s
  Perumusan Merumuskan masalah yang akan
diselesaikan dan menetukan code
Masalah
memberikan yang dipakai pada Tugas Akhir
ini.
 d
 s = 0,003 1   (2.15) 1. Menganalisa pengaruh Pu dan Mu
 c 
yang bekerja terhadap bentuk
diagram interaksi P-M kolom
3. Daerah transisi untuk regangan batas Algoritma dan 2. Menetapkan metode iterasi untuk
mendapatkan titik kombinasi yang
dengan perilaku antara Metode Iterasi tepat di garis kurva diagram interaksi
Ini mengkarakteristikkan anggota-anggota P-M kolom
3. Membuat flowchart untuk listing
tekan dimana tulangan tarik As telah program
meleleh tetapi tulangan tekan As 1. Membuat tampilan (interface)
program
mempunyai sebuah tingkat tegangan f s  Membuat 2. Membuat listing program untuk
fy tergantung pada geometri penampangnya. Program diagram interaksi aksial-momen
(untuk kolom berpenampang bulat)
Harga-harga  antara berubah secara linier
dengan t dari  = 0,90 bila t > 0,005 error Mengoperasikan program untuk melihat
apakah program bisa dijalankan,
menjadi  = 0,65 untuk kolom-kolom Running
sekaligus memperbaiki error yang
program
terikat, atau  = 0,70 untuk kolom-kolom terjadi
spiral bila t  0,002. Harus dicatat bahwa sukses
tidak
untuk anggota-anggota lentur non- Output Mengecek validasi output program
prategang dan untuk anggota-anggota non- dengan program PCA Coloumn.
benar
prategang dengan beban aksial kurang dari
ya
0,10 f c Ag , regangan tarik neto t harus tidak
Finishing Mengatur tampilan program menjadi
kurang dari 0,004. Karenanya, dalam zona
tampilan lebih baik
transisi dari Gambar 2.10, harga regangan
minimum pada anggota-anggota lentur
untuk penentuan harga  adalah 0,004.
Batasan ini dibutuhkan, sebagaimana harga
 jika tidak dapat menjadi sangat rendah finish
sehingga tulangan tambahan akan
diperlukan untuk memberikan kekuatan
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Pelaksanaan Tugas
momen nominal perlu.
Akhir.

BAB III
METODOLOGI 3.2 Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan studi literatur
3.1 Umum mengenai konsep dasar kolom, perilakunya
Bab metodologi menjelaskan urutan ketika menerima beban aksial dan momen
pelaksanaan disertai penjelasan tahapan yang lentur serta kapasitas kolom yang diGambarkan
akan digunakan dalam penyusunan tugas akhir. dalam diagram interaksi P-M kolom. Selain itu,
Hasil akhir dalam tugas akhir ini adalah berupa dilakukan juga studi literatur mengenai bahasa
sebuah program bantu untuk mengetahui rasio pemrograman Visual Basic 6.0. Literatur-
tulangan kolom beton bertulang penampang literatur yang digunakan antara lain Literatur-
bulat dengan analisis diagram interaksi. literatur yang digunakan antara lain :
Langkah-langkah pengerjaan tugas akhir ini 1. MacGregor, J.G. 1992. Reinforced
diGambarkan dalam sebuah flowchart seperti di Concrete Mechanics and Design. Edisi
bawah ini. ketiga. New Jersey : Prentice Hall Inc.
2. Nawy, E.G. 1985. Reinforced Concrete : A
Fundamental Approach. New Jersey :
Start 1. Mengumpulkan materi-materi yang
berhubungan dengan topik tugas Prentice Hall Inc.
akhir. 3. Wang, C.K., dan Salmon, C.G. 1985.
2. Mempelajari konsep kolom Reinforced Concrete Design. Edisi
Studi Literatur 3. Mempelajari diagram interaksi
Aksial-Momen kolom
keempat. USA : Harper & Row Inc.
4. Mempelajari bahasa pemrograman
Visual Basic 6.0
13
4. Purwono, R., Tavio, Imran , I., dan Raka, n

I.G.P. 2007. Tata Cara Perhitungan Pn T    f y Asi (3.5)


i 1
Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
(SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan Kelima titik di atas adalah titik-titk
(S-2002). Surabaya : ITS Press. minimum yang harus ada pada diagram
5. Mast, R.F. Maret-April 1992. Unified interaksi. Untuk mendapatkan ketelitian yang
Design Provisions for Reinforced and lebih baik dapat pula menambahkan titik-titik
Prestressed Concrete Flexural and pada daerah keruntuhan tekan dan keruntuhan
Compression Members. ACI Structural tarik. Oleh karena itu titik yang akan
Journal. V.89. No.2. ditambahkan haruslah seimbang antara dua
6. Park, R., dan Paulay , T. 1975. Reinforced kondisi keruntuhan yang terjadi.
Concrete Structures. New York : Wiley. Sebelumnya dengan input luas penampang
7. Dewobroto, W. 2003. Aplikasi Sain dan kolom bulat yang ada ditetapkan rasio tulangan
Teknik dengan Visual Basic 6.0. Jakarta : minimum (ρmin) 1% dan rasio tulangan
PT. Elex Media Komputindo. maksimum (ρmax) 6%. Dimana luas tulangan
8. Dewobroto, W. 2005. Aplikasi Rekayasa dihitung sebagai berikut:
Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 1
Ast-min = ρmin× × π × h2 (3.6a)
(Analisis dan Desain Penampang Beton 4
Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002). 1
Pn Ast-max = ρmax× × π × h2 (3.6b)
Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. 4

3.3 Algoritma dan Metode Iterasi


Pada Tugas Akhir kali ini, untuk
mendapatkan rasio tulangan longitudinal pada
kolom digunakan analisa diagram interaksi P-M
kolom. Dimana diagram interaksi ini didapat
dengan mengeplotkan titik-titik kombinasi
beban aksial dan momen yang diterima oleh
kolom. Sifat diagram interaksi yang ada dengan
mendapatkan minimal lima titik yaitu :
1. Beban aksial tekan maksimum
Kolom dalam keadaan beban konsentris
dapat dituliskan sebagai rumus dibawah ini: Gambar 3.2 Diagram Interaksi Aksial-
Pn o  (0.85 f ' c )( Ag  Ast )  f y ( Ast ) (3.1) Momen (P-M).
Dalam mencari beban aksial dan momen
dimana f’c = kuat tekan maksimum beton yang dialami suatu kolom maka diperlukan
Ag = penampang bruto kolom garis netral c dan regangan εs dengan
Fy = kuat leleh tulangan perumusan berikut:
Ast= luas tulangan pada penampang  0.003 
2. Beban aksial tekan maksimum yang c d1 (3.7)
 0.003   y 
diijinkan  
Pn maks  0.8 P no (3.2)  c  di 
 si    cu (3.8)
M n  Pn maks .emin (3.3)  c 
3. Beban lentur dan aksial pada kondisi Dimana ɛsi dan di berturut-turut adalah
balans, nilainya ditentukan dengan regangan ke-i lapisan tulangan dan jarak lapisan
mengetahui kondisi regangan ultimate tulangan ke serat tekan terluar. Setelah nilai c
beton εcu ; dan regangan baja dan ɛs1, ɛs2, ɛs3 dan seterusnya diketahui, maka
fy gaya yang bekerja pada beton dan pada tiap
s  y  Es
(3.4) lapisan tulangan dapat dihitung. Menentukan
harga c diperlukan coba-coba, oleh karena
4. Beban lentur pada kondisi beban aksial itulah program bantu komputer sangat
nol, kondisi seperti pada balok. diperlukan agar tercapai ketelitian yang tinggi.
5. Beban aksial tarik maksimum Setelah pengeplotan diagram interaksi
dengan rasio tulangan maksimum dan rasio
tulangan minimum maka diplot juga input
14
kombinasi beban aksial-momen yang terjadi Untuk pendekatan luasan tegangan tidak
pada kolom. Jika titik plot kombinasi beban memakai metode block stress, melainkan
dari input yang ada tidak berada diantara rasio berupa non linier yang langsung dihitung secara
tulangan maksimum dan minimum maka kolom numerik. Yang perlu diperhatikan untuk kolom
tidak mampu menahan kombinasi beban yang penampang bulat, dengan luas bidang tekan
terjadi maka diperlukan adanya perubahan berupa kurva segmen lingkaran dengan tinggi a,
penampang kolom atau diameter tulangan luas kurvanya harus dihitung untuk mengetahui
longitudinal. Sedangkan jika titik plot gaya dan momen nominal penampang.
kombinasi beban dari input yang ada berada Metode numerik yang digunakan untuk
diantara rasio tulangan maksimum dan rasio mendapatkan gaya desak beton (Cc) dan jarak
tulangan minimum maka rasio tulangan yang titik berat stress-strain diagram diukur dari
dibutuhkan dapat dicari. pusat penampang (a) adalah pendekatan cara
Untuk mengetahui rasio tulangan trapezoidal. Yaitu mencari rata-rata tinggi
didapatkan dengan eksentrisitas. Sebelumnya kurva potongan awal dan potongan akhir.
tetapkan dulu Mn batas minimum dan Mn batas
maksimum dengan eksentrisitas yang sama
dengan eksentrisitas akibat kombinasi beban
aksial dan momen input yang terjadi pada
kolom. Seperti yang diperlihatkan titik A pada
Gambar 3.2.
Maka untuk mengetahui berapa rasio
tulangan akibat pembebanan tersebut
memerlukan adanya metode pendekatan
interpolasi. Interpolasi bisa menggunakan Gambar 3.3 Pendekatan cara trapezoidal
dengan metode numerik bolzano.
Pada metode numerik bolzano yang Dari ilustrasi di atas, terlihat bahwa pias-
pertama dilakukan adalah mencari nilai tengah, pias yang ada sebaiknya terdiri atas interval
ρi, yang seragam (tertentu), sedangkan tingggi
 min( n )   max( n ) berbeda tergantung pada fungsi y = f(x).
i  (3.9) Luas total area di bawah kurva antara titik
2 x = a sampai x = b adalah:
Jika, Mnbatas min( n )  Mn( i )  0 (3.10)
h
Maka dapat diketahui bahwa nilai Mnbatas Atotal ((f (x0)  f (x1)) ( f (x1)  f (x2))..... ( f (xn1)  f (xn)))
2
min adalah Mn(ρi) dan nilai Mnbatas max adalah
h
tetap. Tetapi jika, Atotal ( f (x0)  2 f (x1)  2 f (x2) ..... 2 f (xn1)  f (xn))
2
Mnbatas min( n )  Mn( i )  0 (3.11)
Karena pilihan perhitungan dengan efek
Maka dapat diketahui bahwa Mnbatas min pengekangan juga diperhitungkan dalam
adalah sama sedangkan nilai Mnbatasmax adalah program bantu ini maka metode pengekangan
Mn(ρi). yang dipakai menggunakan metode kent-park
Interpolasi ini diteruskan berulang-ulang
hingga tercapai,
Mnbatas max( n )  Mn( i )   (3.12)
dan
Mn( i )  Mnbatas min( n )   (3.13)
Perlu diingat terutama pada kolom bulat
bentuk luas yang tertekan merupakan elemen
lingkaran dan tulangan-tulangan tidak di
kelompokkan ke dalam kelompok tekan dan
tarik sejajar. Dengan demikian gaya dan
tegangan pada masing-masing tulangan harus
ditinjau sendiri-sendiri.

15
Gambar 3.4 Kurva tegangan-regangan beton,
pemodelan oleh Kent-Park
Berdasarkan hasil-hasil eksperimen yang
dilakukan oleh Kent dan Park (1971), mereka
mengusulkan suatu bentuk kurva tegangan-
regangan (gambar 4.2). Bentuk kurva usulan ini
dibagi menjadi tiga bagian (section)
berdasarkan nilai regangannya.
Nilai tegangan fc dapat dihitung dengan rumus:
Daerah AB (Ascending Branch) : εc ≤ 0.002
 2 c  c  
2

fc  f  c
'
   (3.14)
 0.002  0.002  

Daerah BC (Descending Branch) : 0.002 ≤ εc ≤


ε20c
f c  f c' 1  Z  c  0.002  (3.15)

dimana,
0.5
Z (3.16)
 50u   50 h  0.002
3  0.002 f c'
 50u  (3.17)
f c'  1000
3 b ''
 50 h  s (3.18)
4 sh

Daerah CD : εc ≥ ε20c
f c  0.2 f c' (3.19)
Keterangan:
f c' = kekuatan silinder beton dalam psi (1
psi = 0.00689 N/mm2)
 s = rasio dari volume sengkang terhadap
volume inti beton terkekang diukur
dari sisi luar sengkang
''
b = lebar daerah inti beton terkekang
diukur dari sisi luar sengkang
s h = spasi sengkang

16
kemudian dilanjutkan dengan membuat
program sederhana mengenairasio tulangan
pada kolom bulat. Langkah-langkah pembuatan
program adalah sebagai berikut:
1. Membuat listing program untuk
mencari aksial, momen dan
eksentrisitas pada kolom berpenampang
bulat.
2. Membuat listing program untuk
diagram interaksi aksial-momen.
3. Membuat rancangan tampilan program
(interface)
4. Mengecek kelengkapan menu dan
melengkapi tampilan
5. Mengoperasikan program (running
program) untuk mengecek apakah
semua listing program bisa terbaca dan
dapat berjalan dengan baik.
6. Melakukan verifikasi atau mengecek
kebenaran hasil output dari program
sederhana yang telah dibuat dengan
PCA coloumn.
Y H I J K Z X

Hitung: Hitung:
f(j) = fy*astul*2 f(j) = fy*astul*2

No
f(j) = (j)*Es < -fy
No
f(j) = (j)*Es < -fy BAB IV
Yes Yes
PENGOPERASIAN
Hitung: Hitung:
f(j) = -fy*astul*2 f(j) = -fy*astul*2
4.1 Penjelasan Program
Hitung: Hitung: Program bantu untuk menganalisa
f(j) = (j)*Es*astul*2 f(j) = (j)*Es*astul*2
kemampuan kolom beton bertulang penampang
bulat untuk menemukan rasio tulangan secara
Next j ftot = f(j)
Mtot = f(j)*((d/2 - d(j))
ftot = f(j)
Mtot = f(j)*((d/2 - d(j))
Next j
langsung ini, dinamakan ITS Column v.1.2 v.1.2
Merupakan pengembangan dari program ITS
Column v.1.2, yang menganalisa kolom
Metode Numerik:
cc = gaya desak beton
penampang persegi. Bahasa pemrograman yang
a = jarak titik berat stress-strain diagram diukur
dari pusat penampang digunakan adalah bahasa pemrograman Visual
Basic 6.0. Program ini dibuat dengan membagi
Pn(i) = cc + fs1 + fs2 + ftot
Mn(i) = cc*((d/2) - (a/2)) + fs1*((d/2)-d1) + fs2*((d/2) - (a/2)) + Mtot
menjadi beberapa modul dengan harapan untuk
mempermudah proses debugging jika terjadi
Next i kesalahan pada saat penyusunan program.
Diberikan juga contoh soal untuk menjelaskan
Plotting Graph
Interaction Diagram penggunaan program mulai dari input data
sampai menampilkan hasilnya, pada bab
Finish
selanjutnya.
Gambar 3.5 flowchart untuk membuat
diagram interaksi aksial-momen

3.4 Merancang Program Memakai Visual


Basic 6.0
Langkah awal yang dilakukan pada tahap
ini adalah mempelajari dasar-dasar
pemrograman Visual Basic 6.0. Setelah
mempelajari bahasa pemrograman ini,

17
Unconfined tidak memperhitungkan
efek pengekangan pada kolom.
Dengan tampilan yang dapat dilihat
pada Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 General Information.

b. Material Properties
Sub-menu Material Properties terdiri
dari dua kelompok. Kelompok
Gambar 4.1 Tampilan GUI jendela utama ITS pertama adalah Concrete. Terdiri dari
Column 5 buah text-box. Yang harus diisi /
4.2 Prosedur Pengoperasian Program diinput adalah text-box Strength, fc’
Sebelum menggunakan program ITS (Mpa), kemudian keempat text-box
Column v.1.2 ini, sebaiknya terlebih dahulu lainnya akan terisi secara otomatis.
mengenal apa-apa saja yang terdapat pada Kelompok kedua adalah Reinforcing
program ini. Jika program diaktifkan, Steel. Terdiri dari 3 buah text-box.
tampilannya terlihat seperti Gambar 4.1. Yang harus diisi / diinput adalah text-
4.2.1 Menu Bar box Strength, fy (Mpa), kemudian
Terdiri dari tiga buah menu, yaitu File, kedua text-box lainnya akan terisi
Input, dan Solve. secara otomatis.
 File
Menu File terdiri dari dua sub-menu,
yaitu New dan Exit. Fungsinya sama
dengan program-program lainnya. New,
untuk memulai project baru. Sedangkan
Exit untuk keluar dari program.
 Inbox
Terdiri dari 5 sub menu yaitu :
a. General Information Gambar 4.3 Material Properties.
Terdapat pilihan Design Code untuk
memilih tipe diagram interaksi, yaitu c.Column Section
SNI 2847-2002 (Limit State Theory), Sub-menu Column Section terdiri dari
ACI 318-2002 (Unified Design satu buah text-box, merupakan text-
Theory), dan Nominal Strength, yang input diameter kolom (mm).
merupakan diagram interaksi dengan
faktor reduksi 1 (tanpa reduksi).
Design Effect haris ditentukan juga
untuk menentukan cara perhitungan
yang dipakai. Consideting
Confinement’s effect perhitungan
analisa berdasarkan efek
pengengekangan yang ada dan

18
setelah kekuatan puncak terlampaui.
Gambar 4.4 Column Section. Keempat text-input n. Pada text-box
d. Reinforcement ini terdapat keterangan ”Number of
Sub-menu Reinforcement terdiri dari interval for integration”, maksudnya
dua kelompok. Kelompok pertama adalah input jumlah pendekatan
adalah pilihan batas diagram interaksi metode numerik untuk menghitung
Aksial-Momen yang akan luas diagram stress-strain. Semakin
dimunculkan. Option Based on Min besar nilainya, maka semakin akurat
and Max Reinforcement Ratio pula hasilnya, tetapi jalannya program
dimaksudkan jika batas diagram akan bertambah lambat.
interaksi Aksial-Momennya terdiri
dari rasio tulangan min 1% dan rasio
tulangan max 6%. Sedangkan Option
Based on The Number of Bar
dimaksudkan jika batas diagram
interaksi Aksial-Momennya sesuai
dengan banyaknya tulangan yang
diinginkan sehingga dapat diinputkan Gambar 4.6 Confinement’s effect
pada n(min) dan n(max). Perlu diingat
bahwa n(min) yang diijinkan adalah 6 Sedangkan pada Unconfined input
buah. Kemudian kelompok yang diperlukan hanyalah fcc (%Mpa)
selanjutnya terdiri dari keterangan dan n.
keterangan diameter tulangan, selimut
beton dan sengkang yang dipakai.

Gambar 4.7 Unconfinement’s effect

f. Factored Load
Sub-menu Factored Load terdiri dari
Gambar 4.5 Reinforcement. dua buah text-box. Pertama text-input
Axial load, adalah besar beban tekan
e. Confinement Properties aksial pada kolom (kN). Kedua text-
Sub menu Confinement Properties input X-moment, adalah besar beban
terdiri dari dua sub sub menu yaitu momen pada kolom (kNm). Jika ingin
Confinement’s effect dan Unconfined . menambahkan kombinasi beban,
Pada Confinement’s effect input yang dengan cara menekan tombol insert.
dimasukkan adalah text-input Space Jika ingin menghapus kombinasi
of Hoop, adalah jarak antar tulangan beban dengan cara menekan tombol
tranversal / sengkang (cm). Ketiga delete.
text-input fcc (%Mpa). Pada text-box
ini terdapat keterangan ”The Area
under the Stress-Strain curve will be
calculated until the stress value”,
maksudnya disini adalah batas
kekuatan tekan beton yang tersisa

19
4.2.4 Chartspace
Setelah semua input dimasukkan dan
kemudian dipilih Check Column Capacity maka
pada Chartspace akan muncul diagram interaksi
axial dan moment, sesuai dengan pilihan saat
mengisi check box pada menu General
Information. Kombinasi beban yang dicek,
yang telah diinputkan pada menu Factored
Load, akan di plot berupa tanda silang di
chartspace. Jika tanda silang terletak di dalam
area diagram interaksi, itu berarti kolom masih
kuat menerima kombinasi beban tersebut.
BAB V
STUDI KASUS

Untuk mengetahui kebenaran dan


ketelitian program bantu perhitungan rasio
Gambar 4.8 Factored Load tulangan longitudinal ITS Column v.1.2 ini,
maka diperlukan verifikasi hasil output program
 Solve tersebut dengan program lain seperti PCA
Solve terdiri dari dua sub-menu, yaitu Column. Dengan adanya program ini juga dapat
Check Column Capacity dan Execute. dimunculkan kasus-kasus yang akan
Pada Check Column Capacity akan berhubungan dengan Confinement’s effect dan
menghasilkan tampilkan diagram Unconfined pada kolom bulat.
interaksi Aksial-Momen berdasarakan
batas min dan max yang telah diinputkan
sebelumnya. Sehingga dapat diketahui 5.1 Verifikasi dengan PCA Column
Factored Load yang ada dapat dipikul 5.1.1 Kolom Kecil
oleh kolom atau tidak. Sub-menu Execute Pada studi kasus yang pertama, akan
dapat menunjukan banyaknya tulangan dihitung rasio tulangan dan jumlah
yang diperlukan dengan adanya Factored tulangan longitudinal dengan data – data
Load yang ada seperti di bawah ini :
1. Dimensi kolom, Diameter = 350 mm
4.2.2 Picture Box 2. Mutu beton, ƒ’c = 27,5 MPa
Setelah semua input Column Section 3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
dan Reinforcement dimasukkan, maka secara 4. Diameter tulangan longitudinal,  =
otomatis pada Picture Box akan muncul 19 mm
Gambar skala dari penampang kolom bulat 5. Diameter tulangan tranversal/sengkang,
yang akan dianalisa. Picture Box ini juga akan s = 8 mm
menampilkan Gambar skala penampang kolom
6. Selimut beton (decking) =20 mm
bulat beserta tulangan yang diperlukan setelah
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 1000 kN
melakukan Execute.
8. Momen terfaktor, Mu = 100 kNm
9. Design Effect = Unconfined
4.2.3 List Box
Setelah semua input dimasukkan dan
Kasus tersebut akan diselesaikan dengan
kemudian dipilih Check Column Capacity,
menggunakan program ITS Column v.1.2 dan
maka secara otomatis List Box akan terisi
hasilnya akan diverifikasi dengan menggunakan
properties dari penampang kolom yang
program PCA Column.
dianalisa. Ada tiga kelompok properties, yaitu
Material Properties, Section Properties, dan
Reinforcement Properties. Properties ini akan
berubah pula sesuai kebutuhan tulangan yang
diperlukan setelah melakukan Execute.

20
seperti pada Gambar 5.8 dan Tabel 1.
berikut ini :

5.2 Studi Kasus Confinement’s effect


Pada kasus-kasus pada confinrment’s
effect akan dipakai analisa kolom dengan
memperhitungkan kolom dengan
pengekangan. Diman dapat diketahui
kolom dengan pengekangan mempunyai
kemampuan layan lebih tinggi dibanding
dengan kolom tanpa pengekangan.
Gambar 5.7 Memeriksa apakah kapasitas
penampang kolom kuat menahan beban 5.2.1 Pengaruh Diameter Tulangan
komninasi Pu = 1000 N dan Mu = 100 kNm dan Sengkang
apakah sudah memenuhi persyaratan rasio Pengaruh diameter tulangan sengkang akan
tulangan sesuai dengan AC1318-2002 dibahas pada kasus1.1, kasus 1.2 dan kasus
1.3. Pada ketiga kasus tersebut akan
dibedakan pada input diameter tulangan
sengkang yang ada.
Kasus 1.1
Akan dihitung rasio tulangan dan jumlah
tulangan longitudinal dengan data – data
seperti di bawah ini :
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 27,5 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  =
25,4 mm (#25)
Gambar 5. 8 Output program ITS Column 5. Diameter tulangan tranversal/sengkang,
v.1.2 untuk contoh studi kasus kolom kecil s = 8 mm
6. Selimut beton (decking) = 25 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm

Gambar 5.9 Output program PCA Column


untuk contoh kasus kolom kecil
Gambar 5.26 Output program ITS Column
Selanjutnya, sebagai perbandingan maka
v.1.2 untuk contoh kasus 1.1
data – data input pada program ITS Column
v.1.2 di atas juga akan dijadikan sebagai ITS PCA
inputan untuk program PCA Column dimana Column Column Selisih
menghasilkan jumlah tulangan longitudinal v.1.2
sebanyak 9 /D19 (Keterangan : untuk Jumlah 9 9 0
tulangan polos, D untuk tulangan berulir) tulanganlongitudinal
sehingga luas tulangan terpasang sebesar Luas tulangan 2551,758 2556 4,242
2551,758mm2, dan rasio tulangan 2,6522 % terpasang(mm )2

Rasio tulangan 2,6522 2,657 0,0004


terpasang (%)
21
Kasus 1.2 5. Diameter tulangan tranversal/sengkang,
Akan dihitung rasio tulangan dan jumlah s = 11 mm
no Kasus Kasus Kasu 6. Selimut beton (decking) = 25 mm
1.1 1.2 s 1.3 7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
1 Diameter sengkang 8 10 11 8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
(mm)
2 Rasio tulangan 4,85 4,6 4,51
perlu (%) 9
3 Luas tulangan perlu 11525 10951 1073
(mm2) ,9 ,6 7
4 Jumlah tulangan 22,74 21,61 21,1
perlu 6 33 89
5 Jumlah tulangan 23 22 21
pasang
6 Luas tulangan 11654 11147 1064
Gambar 5.42 Output program ITS Column
terpasang (mm2) ,27 ,56 0,85
v.1.2 untuk contoh kasus 1.3
7 Rasio tulangan 4,905 4,692 4,47
Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
terpasang (%) 87 dapat diTabelkan sebagai berikut:
tulangan longitudinal dengan data – data Hasil pada Tabel di atas adalah bahwa jika
seperti di bawah ini : diameter sengkang di perbesar sedangkan
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm dimensi beton, dimensi tulangan longitudinal,
2. Mutu beton, ƒ’c = 27,5 MPa mutu beton dan mutu tulangan longitudinal
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa tetap maka rasio tulangan longitudinal yang
4. Diameter tulangan longitudinal,  = diperlukan lebih kecil. Sehingga kolom yang
25,4 mm (#25) memakai sengkang berdiameter besar memiliki
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, jumlah tulangan longitudinal yang lebih sedikit
s = 10 mm .
6. Selimut beton (decking) = 25 mm 5.2.2 Pengaruh Jarak Spasi Tulangan
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN Sengkang
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm Pengaruh jarak tulangan sengkang pada kolom
terkekang akan dibahas pada kasus2.1 dan
kasus 2.2. Pada kedua kasus tersebut akan
dibedakan pada input jarak spasi tulangan
sengkang yang ada.

Kasus 2.1
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 27,5 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4
mm (#25)
Gambar 5.34 Output program ITS Column 5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
v.1.2 untuk contoh kasus 1.2 8 mm
6. Selimut beton (decking) = 25 mm
Kasus 1.3 7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
Akan dihitung rasio tulangan dan jumlah 8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
tulangan longitudinal dengan data – data 9. Spasi sengkang = 8 cm
seperti di bawah ini :
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 27,5 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  =
25,4 mm (#25)

22
Pengaruh mutu beton pada kolom terkekang
akan dibahas pada kasus 3.1, kasus 3.2 dan
kasus 3.3. Pada ketiga kasus tersebut akan
dibedakan pada input mutu beton yang ada.
Kasus 3.1
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 35 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4
mm (#25)
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
Gambar 5.50 Output program PCA Column
untuk contoh kasus 1.1 8 mm
Kasus 2.2 6. Selimut beton (decking) = 40 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 27,5 MPa 8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  =
25,4 mm (#25)
5. Diameter tulangan
tranversal/sengkang, s = 8 mm
6. Selimut beton (decking) = 25 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
9. Spasi sengkang = 10 cm

Gambar 5.66 Output program ITS Column


v.1.2 untuk contoh kasus 3.1

Kasus 3.2
Digunakan beton mutu tinggi.
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 45 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4
mm (#25)
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
Gambar 5.58 Output program PCA Column
untuk contoh kasus 2.2 8 mm
6. Selimut beton (decking) = 40 mm
Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada 7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
dapat diTabelkan sebagai berikut: 8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm

Hasil pada Tabel di atas terlihat bahwa,


walaupun rasio tulangan terpasang sama tetapi n Kasus Kasus Selisih
luas tulangan perlu pada kolom yang memiliki 2.1 2.2
jarak antar tualangan sengkang yang lebih besar 1 Jarak antar sengkang 8 10 2
memerlukan tulangan longitudinal lebih rapat. (cm)
Sedangkan rasio tulangan terpasang yang 2 Rasio tulangan perlu 4,85 4,958 0,108
memiliki nilai sama hanya dikarenakan (%)
pembulatan yang terjadi dimana nilai tulangan 3 Luas tulangan perlu 11525, 11781, 255,22
terpasang diharuskan bilangan bulat. (mm2) 90 12
4 Jumlah tulangan perlu 22,746 23,25 0,504
5.2.3 Pengaruh Mutu Beton 5 Jumlah tulangan 23 23 0
pasang
6 Luas tulangan 11654, 11654, 23 0
terpasang (mm2) 27 27
7 Rasio tulangan 4,905 4,905 0
terpasang (%)
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
8 mm
6. Selimut beton (decking) = 40 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm

Gambar 5.74 Output program ITS Column


v.1.2 untuk contoh kasus 3.2

Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada


dapat diTabelkan adalah kasus 3.1 dan kasus
3.2 sebagai berikut:
n Kasus Kasus Selisih Gambar 5.89 Output program ITS
3.1 3.2 Column v.1.2 untuk contoh kasus 4.1
1 Mutu beton (Mpa) 35 45 10
2 Rasio tulangan perlu 3,45 1,71 1,74 Kasus 4.2
(%) 1. Dimensi kolom, Diameter = 600
3 Luas tulangan perlu 8208,0 4078,2 4129,8 mm
(mm2) 9 3 6 2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4 Jumlah tulangan perlu 16,198 8,048 8,15
4. Diameter tulangan longitudinal,  =
5 Jumlah tulangan pasang 16 8 8
25,4 mm (#25)
6 Luas tulangan 8107,3 4053,6 4053,6
5. Diameter tulangan
terpasang (mm2) 19 5 69
tranversal/sengkang, s = 8 mm
7 Rasio tulangan 3,41 1,706 1,704
terpasang (%) 6. Selimut beton (decking) = 40 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
Hasil pada Tabel 5. terlihat bahwa, dengan
peningkatan mutu beton walaupun hanya 10
MPa tetapi dapat mereduksi tulangan
longitudinal yang terpakai hingga 50%.
Sehingga dapat dikatakan semakin besar mutu
beton maka semakin kecil rasio tulangan
terpasang pada kolom tersebut.

5.2.4 Pengaruh Dimensi Penampang


Pengaruh dimensi penampang pada kolom
terkekang akan dibahas pada kasus 4.1 dan
kasus 4.2. Pada kedua kasus tersebut akan Gambar 5.97 Output program ITS Column
dibedakan pada input diameter kolom yang ada. v.1.2 untuk contoh kasus 4.2

Kasus 4.1 Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm dapat diTabelkan adalah kasus 4.1 dan kasus
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa 4.2 sebagai berikut:
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4
mm (#25)

24
no Kasus Kasus Selisi
4.1 4.2 h
1 Diameter kolom 550 600 50 Kasus 5.2
(mm) 1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2 Rasio tulangan perlu 4,45 2,33 2,12 2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
(%) 3. Mutu tulangan, ƒy = 500 MPa
3 Luas tulangan perlu 10592 6599, 3992, 4. Diameter tulangan longitudinal,  =
(mm2) ,04 875 165 25,4 mm (#25)
4 Jumlah tulangan 20,90 13,02 7,878 5. Diameter tulangan tranversal/sengkang,
perlu 3 5 s = 8 mm
5 Jumlah tulangan 21 13 8 6. Selimut beton (decking) = 40 mm
pasang 7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
6 Luas tulangan 10640 6587, 4053, 8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
terpasang (mm2) ,85 19 66
7 Rasio tulangan 4,478 2,329 2,149
terpasang (%) 7

Hasil pada Tabel di atas terlihat bahwa, dengan


peningkatan dimensi penampang menjadi lebih
besar maka meberikan reduksi pada tulangan
longitudinal yang diperlukan kolom untuk
menahan beban aksial 500 kN dan momen 4000
kNm

5.2.5 Pengaruh Mutu Tulangan Gambar 5.113 Output program ITS Column
Longitudinal v.1.2 untuk contoh kasus 5.2
Pengaruh mutu tulangan longitudinal pada
kolom terkekang akan dibahas pada kasus 5.1 Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
dan kasus 5.2. Pada kedua kasus tersebut akan dapat diTabelkan adalah kasus 5.1 dan kasus
dibedakan pada input mutu tulangan 5.2 sebagai berikut:
longitudinal yang ada.
Kasus 5.1
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa no Kasu Kasu Selisi
3. Mutu tulangan, ƒy = 450 MPa s 5.1 s 5.2 h
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4 1 Mutu tulangan 450 500 50
mm (#25) (MPa)
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = 2 Rasio tulangan 3,98 3,67 0,31
8 mm perlu %
6. Selimut beton (decking) = 40 mm 3 Luas tulangan 9460, 8724, 736,6
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN perlu (mm2) 975 328 47
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm 4 Jumlah tulangan 18,67 17,21 1,454
perlu 1 7
5 Jumlah tulangan 19 17 2
pasang
6 Luas tulangan 9627, 8614, 1013,
terpasang (mm2) 44 02 42
7 Rasio tulangan 4,052 3,625 0,427
terpasang (%)

Hasil pada Tabel 7. di atas terlihat bahwa,


antara dua kolom yang memiliki dimensi, mutu
Gambar 5.105 Output program ITS Column beton, spasi sengakang ,diameter tulangan
v.1.2 untuk contoh kasus 5.1 longitudinal yang sama dan dibebani beban

25
yang sama tetapi memiliki mutu tulangan
longitudinal yang berbeda maka akan
menghasilkan kebutuhan jumlah tulangan perlu
yang berbeda pula. Dapat diketahui bahwa
kolom yang memiliki mutu tulangan
longitudinal lebih kecil memerluka jumlah
tulangan perlu lebih banyak.

5.2.6 Pengaruh Dimeter Tulangan


Longitudinal
Pengaruh diameter tulangan longitudinal pada
kolom terkekang akan dibahas pada kasus 6.1
dan kasus 6.2. Pada kedua kasus tersebut akan
dibedakan pada input diameter tulangan
longitudinal yang ada.

Kasus 6.1
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 450 MPa Gambar 5.129 Output program ITS Column
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 19,1 v.1.2 untuk contoh kasus 6.2
mm (#19) Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = dapat diTabelkan adalah kasus 6.1 dan kasus
6.2 sebagai berikut:
8 mm
6. Selimut beton (decking) = 40 mm no Kasu Kasu Selisi
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN s 6.1 s 6.2 h
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm 1 Diameter tulangan 19,1 22,2 3,1
(MPa)
2 Rasio tulangan perlu 3,99 3,99 0
3 Luas tulangan perlu 9489, 9495, 5,8
(mm2) 97 77
4 Jumlah tulangan 33,12 24,53 8,589
perlu 1 2
5 Jumlah tulangan 33 25 8
pasang
6 Luas tulangan 9455, 9676, 221,6
terpasang (mm2) 196 89 94
7 Rasio tulangan 3,979 4,073 0,094
terpasang
Gambar 5.121 Output program ITS Column
v.1.2 untuk contoh kasus 6.1
Hasil pada Tabel di atas terlihat bahwa, antara
Kasus 6.2 dua kolom yang memiliki dimensi, mutu beton,
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm spasi sengkang ,mutu tulangan longitudinal
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa yang sama dan dibebani beban yang sama tetapi
3. Mutu tulangan, ƒy = 450 MPa memiliki diameter tulangan longitudinal yang
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 22,2 berbeda maka akan menghasilkan rasio
mm (#22) tulangan perlu yang relatif sama. Akan tetapi
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = karena adanya perbedaan diameter tulangan
8 mm longitudinal maka luasan per tulagan juga
6. Selimut beton (decking) = 40 mm berbeda sehingga didapat jumlah tulangan
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN terpasang yang berbeda. Dapat diketahui bahwa
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm kolom yang memiliki diameter tulangan

26
longitudinal lebih kecil memerlukan jumlah
tulangan pasang lebih banyak.

5.3 Studi Kasus Unconfined


Pada kasus-kasus pada Unconfined akan
dipakai analisa kolom dengan
memperhitungkan kolom tanpa pengekangan.
Dimana analisa ini digunakan untuk
perbandingan dengan kolom yang memiliki
tulangan sengkang.

5.3.1 Pengaruh Mutu Beton


Pengaruh mutu beton pada kolom terkekang
akan dibahas pada kasus 1.1, kasus 1.2 dan
kasus 1.3. Pada ketiga kasus tersebut akan
dibedakan pada input mutu beton yang ada.

Kasus 1.1
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm Gambar 5.145 Output program ITS Column
2. Mutu beton, ƒ’c = 35 MPa v.1.2 untuk contoh kasus 1.2
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4 dapat diTabelkan adalah kasus 1.1 dan kasus
mm (#25) 1.2 sebagai berikut:
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = no Kasu Kasu Selisi
8 mm s 1.1 s 1.2 h
6. Selimut beton (decking) = 40 mm 1 Mutu beton (Mpa) 35 45 10
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN 2 Rasio tulangan 5,13 3,27 1,86
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm perlu (%)
3 Luas tulangan perlu 1219 7775, 4419,
(mm2) 5,84 96 88
4 Jumlah tulangan 24,06 15,34 8,722
perlu 8 6
5 Jumlah tulangan 24 15 9
pasang
6 Luas tulangan 1216 7600, 4560,
terpasang (mm2) 0,97 61 35
7 Rasio tulangan 5,118 3,199 1,919
terpasang (%)
Hasil pada Tabel di atas terlihat bahwa, dengan
Gambar 5.137 Output program ITS Column peningkatan mutu beton walaupun hanya 10
v.1.2 untuk contoh kasus 1.1 MPa tetapi dapat mereduksi tulangan
Kasus 1.2 longitudinal yang terpasang. Sehingga dapat
Digunakan beton mutu tinggi. dikatakan semakin besar mutu beton maka
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm semakin kecil rasio tulangan terpasang pada
2. Mutu beton, ƒ’c = 45 MPa kolom tersebut. Tetapi dapat dibandingkan juga
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa dengan kolom yang menggunakan efek
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4 sengkang maka tulangan pasangnya jauh lebih
mm (#25) kecil dari kolom tanpa memperhitungkan efek
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = pengekangan
5.3.2 Pengaruh Dimensi Penampang
8 mm Pengaruh dimensi penampang pada kolom tidak
6. Selimut beton (decking) = 40 mm terkekang akan dibahas pada kasus 2.1 dan
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN kasus 2.2. Pada kedua kasus tersebut akan
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm dibedakan pada input diameter kolom yang ada.

27
Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
Kasus 2.1 dapat diTabelkan adalah kasus 2.1 dan kasus
1. Dimensi kolom, Diameter = 600 mm 2.2 sebagai berikut:
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa no Kasu Kasu Selisi
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4 s 2.1 s 2.2 h
mm (#25) 1 Diameter kolom 600 625 50
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = (mm)
2 Rasio tulangan 3,39 2,36 1,03
8 mm perlu (%)
6. Selimut beton (decking) = 40 mm 3 Luas tulangan 9609 7258 2350
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN perlu (mm2) ,545 ,695 ,85
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm
4 Jumlah tulangan 18,9 14,3 4,63
perlu 64 25 9
5 Jumlah tulangan 19 14 5
pasang
6 Luas tulangan 9627 7093 2533
terpasang (mm2) ,442 ,904 ,538
7 Rasio tulangan 3,40 2,31 1,09
terpasang (%)

Hasil pada Tabel 10. di atas terlihat bahwa,


dengan peningkatan dimensi penampang
Gambar 5.160 Output program ITS Column menjadi lebih besar maka memberikan reduksi
v.1.2 untuk contoh kasus 2.1 pada tulangan longitudinal yang diperlukan
kolom untuk menahan beban aksial 500 kN dan
Kasus 2.2 momen 4000 kNm. Akan tetapi angka ini jauh
1. Dimensi kolom, Diameter = 625 mm lebih besar dari analisa kolom yang
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa menggunakan efek pengekangan.
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4 5.3.3 Pengaruh Mutu Tulangan
Longitudinal
mm (#25) Pengaruh mutu tulangan longitudinal pada
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = kolom tidak terkekang akan dibahas pada kasus
8 mm 3.1 dan kasus 3.2. Pada kedua kasus tersebut
6. Selimut beton (decking) = 40 mm akan dibedakan pada input mutu tulangan
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN longitudinal yang ada.
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm Kasus 3.1
1. Dimensi kolom, Diameter = 600 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 500 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4
mm (#25)
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
8 mm
6. Selimut beton (decking) = 40 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm

Gambar 5.168 Output program ITS Column


v.1.2 untuk contoh kasus 2.2

28
Hasil pada Tabel di atas terlihat bahwa, antara
dua kolom yang memiliki dimensi, mutu beton,
diameter tulangan longitudinal yang sama dan
dibebani beban yang sama tetapi memiliki mutu
tulangan longitudinal yang berbeda maka akan
menghasilkan kebutuhan jumlah tulangan perlu
yang berbeda pula. Dapat diketahui bahwa
kolom yang memiliki mutu tulangan
longitudinal lebih kecil memerlukan jumlah
tulangan perlu lebih banyak.

Gambar 5.176 Output program ITS Column 5.3.4 Pengaruh Dimeter Tulangan
v.1.2 untuk contoh kasus 3.1 Longitudinal
Kasus 3.2 Pengaruh diameter tulangan longitudinal pada
1. Dimensi kolom, Diameter = 600 mm kolom tidak terkekang akan dibahas pada kasus
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa 4.1 dan kasus 4.2. Pada kedua kasus tersebut
3. Mutu tulangan, ƒy = 550 MPa akan dibedakan pada input diameter tulangan
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25,4 longitudinal yang ada.
mm (#25) Kasus 4.1
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s = 1. Dimensi kolom, Diameter = 600 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
8 mm
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
6. Selimut beton (decking) = 40 mm
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 19,1
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm mm (#19)
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
8 mm
6. Selimut beton (decking) = 40 mm
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm

Gambar 5.184 Output program ITS Column


v.1.2 untuk contoh kasus 3.2

Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada


dapat diTabelkan adalah kasus 3.1 dan kasus
3.2 sebagai berikut:
n Kasus Kasus Selisih
3.1 3.2 Gambar 5.192 Output program ITS Column
1 Mutu tulangan (MPa) 500 550 50 v.1.2 untuk contoh kasus 4.1
Kasus 4.2
2 Rasio tulangan perlu 3,36 3,31 0,05 1. Dimensi kolom, Diameter = 600 mm
(%) 2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
3 Luas tulangan perlu 9506,0 9361,0 144,96 3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
(mm2) 02 41 1 4. Diameter tulangan longitudinal,  = 22,2
4 Jumlah tulangan perlu 18,760 18,474 0,286
mm (#22)
5 Jumlah tulangan 19 18 1 5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
pasang
8 mm
6 Luas tulangan 9627,4 9120,7 506,70
6. Selimut beton (decking) = 40 mm
terpasang (mm2) 42 34 8
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
7 Rasio tulangan 3,405 3,225 0,18
terpasang (%) 29
8. Momen terfaktor, Mu = 500 kNm karena itu data kolom yang akan dianalisa
adalah sama tetapi menggunakan konsep
analisa yang berbeda-beda. Sebagai
perbandingan disertakan analisa PCA Coloumn.

Data kolom :
1. Dimensi kolom, Diameter = 550 mm
2. Mutu beton, ƒ’c = 30 MPa
3. Mutu tulangan, ƒy = 400 MPa
4. Diameter tulangan longitudinal,  = 25 mm
5. Diameter tulangan tranversal/sengkang, s =
Gambar 5.200 Output program ITS Column
8 mm
v.1.2 untuk contoh kasus 4.2
6. Selimut beton (decking) = 25 mm
Maka dari studi kasus di atas, hasil yang ada
7. Beban aksial terfaktor, Pu = 4000 kN
dapat ditabelkan adalah kasus 4.1 dan kasus 4.2
8. Momen terfaktor, Mu = 400 kNm
sebagai berikut:
no Kas Kas Selisi
us us h 5.4.1 Confined
4.1 4.2 Hasil analisa menggunakan efek pengekangan
1 Diameter 19,1 22,2 3,1 dengan perbandingan SNI 2847-2002(Limit
tulangan (mm) State Theory) dan ACI 318-2002 (Unified
2 Rasio tulangan 3,38 3,99 0,61 Design Theory).
perlu
3 Luas tulangan 9575 9599 24,16
perlu (mm2) ,031 ,191
4 Jumlah tulangan 33, 24,7 8,619
perlu 418 99
5 Jumlah tulangan 33 25 8
pasang
6 Luas tulangan 9455 9676 221,6
terpasang (mm2) ,196 ,89 94
7 Rasio tulangan 3,34 3,42 0,07
terpasang (%) 4
Gambar 5.203 Perbandingan SNI 2847-
Hasil pada Tabel di atas terlihat bahwa, antara 2002(Limit State Theory) dan ACI 318-2002
dua kolom yang memiliki dimensi, mutu beton (Unified Design Theory) dengan confinement’s
,mutu tulangan longitudinal yang sama dan effect
dibebani beban yang sama tetapi memiliki
diameter tulangan longitudinal yang berbeda
maka akan menghasilkan luas tulangan perlu
yang relatif sama. Akan tetapi karena adanya
perbedaan diameter tulangan longitudinal maka
luasan per tulangan juga berbeda sehingga
didapat jumlah tulangan terpasang yang
berbeda pula. Dapat diketahui bahwa kolom
yang memiliki diameter tulangan longitudinal
lebih kecil memerlukan jumlah tulangan pasang
lebih banyak.

5.4Studi Kasus Faktor Reduksi Gambar 5.204 Output program ITS Column
Pada sub-bab berikut ini akan dijabarkan v.1.2 untuk ACI 318-2002 (Unified Design
perbedaan pada konsep Limit State Method Theory)
pada SNI 03-2847-2002 dengan konsep Unified
Design Provisions pada ACI 318-2002. Oleh

30
Hasil Output
e SNI ACI kenaikan(%)
P M P M P M
0,15 3120,57 474,50 3130,71 476,04 0,33 0,33
0,27 1949,60 517,91 2455,83 652,39 25,97 25,97
0,40 1251,75 495,05 1733,19 685,45 38,46 38,46
0,59 785,17 464,69 1087,15 643,42 38,46 38,46
1,03 452,94 466,64 571,64 588,93 26,21 26,21
4,29 108,59 466,20 125,13 537,25 15,24 15,24
Perbandingan dengan PCACol
ITS
Gambar 5.205 Output program ITS Column COLUMNS PCACOL
v.1.2 untuk SNI 2847-2002(Limit State Theory)
SNI kenaikan(%)
e
P M P M P M
0,1 4000 400 3770 377 6,1 6,1
ACI PCACOL kenaikan(%)
e
P M P M P M
0,1 4000 400 3770 377 6,1 6,1
5.4.2 Unconfined
Hasil analisa tanpa menggunakan efek
pengekangan dengan perbandingan SNI 2847-
Gambar 5.206 Output program PCA Column 2002(Limit State Theory) dan ACI 318-2002
(Unified Design Theory).
Maka dari Gambar 5.203 dapat dikatahui
daerah yang terarsir adalah perbedaan faktor
reduksi yang terjadi antara SNI 2847-
2002(Limit State Theory) dan ACI 318-2002
(Unified Design Theory).

Rasio minimum
e SNI ACI kenaikan(%)
P M P M P M
0,15 2216,16 324,10 2223,36 325,15 0,33 0,33
0,20 1588,46 317,16 2003,02 398,96 26,10 25,79
0,24 1191,77 291,95 1650,15 404,24 38,46 38,46 Gambar 5.207 Perbandingan SNI 2847-
2002(Limit State Theory) dan ACI 318-2002
0,29 925,05 265,62 1280,84 367,78 38,46 38,46
(Unified Design Theory) dengan
0,33 736,31 242,23 1019,51 335,40 38,46 38,46
unconfinement’s effect
0,37 619,54 230,67 826,89 307,87 33,47 33,47
Maka dari Gambar 5.207 dapat dikatahui
Rasio maximum
daerah yang terarsir adalah perbedaan faktor
e SNI ACI kenaikan(%) reduksi yang terjadi antara SNI 2847-
P M P M P M 2002(Limit State Theory) dan ACI 318-2002
0,19 3670,98 686,24 3682,91 688,47 0,33 0,33 (Unified Design Theory).
0,37 2058,81 767,28 2593,40 966,51 25,97 25,97
0,69 1075,52 746,07 1489,18 1033,02 38,46 38,46
1,73 446,87 774,16 562,93 975,23 25,97 25,97

31
Rasio maximum
e SNI ACI kenaikan(%)
P M P M P M
0,45 1458,20 660,37 1212,18 291,25 16,87 55,90
1,31 527,49 692,17 560,26 736,44 6,21 6,40
60,54 12,49 755,98 11,54 758,86 7,57 0,38

Hasil output
e SNI ACI kenaikan(%)
P M P M P M
Gambar 5.208 Output program ITS Column 0,36 1458,40 525,28 1474,54 531,40 1,11 1,17
v.1.2 untuk ACI 318-2002 (Unified Design 0,73 694,64 509,37 784,95 576,24 13,00 13,13
Theory)
50,99 10,89 555,45 10,78 596,78 1,05 7,44

Perbandingan Dengan PCA Col


ITS
COLUMNS PCACOL
SNI selisih kenaikan(%)
e
P M P M P M P M
0,1 4000 400 3895 391 105 9 2,69576 2,696
ACI PCACOL selisih kenaikan(%)
e
P M P M P M P M
0,1 4000 400 3895 391 105 9 2,69576 2,696
Gambar 5.209 Output program ITS Column
v.1.2 untuk SNI 2847-2002(Limit State Theory) BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Setelah membandingkan hasil
perhitungan dari program ITS Column v.1.2
dengan PCA Column dalam beberapa kasus dan
melakukan analisa-analisa kasus menggunakan
program ITS Column v.1.2, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari beberapa contoh studi kasus yang telah
dianalisa pada bab sebelumnya, maka untuk
menentukan rasio tulangan longitudinal
pada kolom dapat dilakukan dengan
Gambar 5.210 Output program PCA Column menggunakan aplikasi program bantu ITS
Column v.1.2 karena lebih cepat dan
Rasio minimum mudah. Selain itu, hasil perhitungan telah
e SNI ACI kenaikan(%) divalidasi dengan program PCA Column
P M P M P M dan ternyata menghasilkan perhitungan
0,24 1199,00 287,95 1212,18 291,25 1,10 1,14 yang hampir sama (berselisih sedikit).
0,35 671,12 232,24 835,99 289,44 24,57 24,63 2. Menentukan titik koordinat yang
0,47 435,05 205,78 545,43 258,18 25,37 25,46 tepat/paling mendekati pada diagram
0,66 275,09 182,14 329,70 218,52 19,85 19,97 interaksi pada program ITS Column v.1.2
1,01 160,92 162,91 187,36 189,97 16,43 16,61 ini dilakukan dengan membulatkan jumlah
1,97 74,88 147,27 85,32 168,34 13,95 14,31 tulangan perlu di atas jumlah tulangan perlu
yang paling mendekati. Hal ini untuk
menjamin bahwa kapasitas kolom mampu
menahan beban kombinasi aksial dan
momen.

32
3. Nilai output program aplikasi ITS Column Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005,
v.1.2 dapat dipertanggungjawabkan karena 451 hal.
setelah diverifikasi dengan aplikasi
program lain yaitu PCA Column ternyata 9. Negara, A.K, Desain Langsung Tulangan
menghasilkan nilai perhitungan yang Longitudinal Kolom Beton Bertulang
hampir sama/sama. Bujur Sangkar, ITS Press, Surabaya, 2009,
147 hal.
6.2 Saran
Setelah melakukan perencanaan jumlah 10. Setiadi, R., Analisa Diagram Interaksi P-
tulangan dengan menggunakan program ITS M Kolom Bulat Terkekang dengan
Column v.1.2 di atas maka penulis memberikan Memperhitungkan Pengaruh
beberapa saran yaitu perlu digunakan metode Pengekangan, ITS Press, Surabaya, 2009,
iterasi dalam mendapatkan rasio tulangan yang 220 hal.
lebih cepat agar siapapun user program ini tidak
perlu menunggu beberapa waktu saat
menjalankan program tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. MacGregor, J.G., Reinforced Concrete


Mechanics and Design, Edisi kedua,
Prentice Hall Inc., 1992, 848 hal.

2. Nawy, E.G., Reinforced Concrete : A


Fundamental Approach, Prentice Hall Inc.,
1985, 763 hal.

3. McCormac, J.C., Design of Reinforced


Concrete, Edisi kelima, John Wiley &
Sons, 2001, 422 hal.

4. Wang, C.K., dan Salmon, C.G., Reinforced


Concrete Design, Edisi keempat, Harper &
Row Inc., 1985, 484 hal.

5. Purwono, R., Tavio, Imran ,I., dan Raka,


I.G.P., Tata Cara Perhitungan Struktur
Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-
2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-
2002), ITS Press, Surabaya, 2007, 408 hal.

6. Mast, R.F, Unified Design Provisions for


Reinforced and Prestressed Concrete
Flexural and Compression Members, ACI
Structural Journal, V.89, No.2, Maret-April
1992, hal 188-191.
7. Dewobroto, W., Aplikasi Sain dan Teknik
dengan Visual Basic 6.0, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2003, 317 hal.

8. Dewobroto, W., Aplikasi Rekayasa


Konstruksi dengan Visual Basic 6.0
(Analisis dan Desain Penampang Beton
Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002), PT.

33

Anda mungkin juga menyukai