Judul Buku: Dana Mbojo Dana Mbari; teka teki seputar
Konflik dan Kabudayaan Kumpulan Esai Penulis : N. Marewo Penerbit : Inter Budaya Indonesia, Yogyakarta Tebal : 162 + xiv halaman Peresensi : Anwar
Berbeda dengan karya-karya Sebelumnya, N. Marewo kali ini tampil dengan
sebuah Esai. Kehadiran Esai ini sebagai rekasi dari kondisi masyarakat Bima yang ada sekarang dan menantang N. Marewo untuk mengekspersikan pikiran, perasaan, dan emosi, serta keinginan dan kemauannya. N. Marewo selalu merasa terlibat dalam persoalan yang dihadapi masyarakat, dan merasa bertanggungjawab atas kesejahteraan masyarakat. Derita masyarakat, persoalan masyarakat adalah miliknya juga. Sebagai seorang yang selalu merasa terlibat, ia tergugah untuk memberikan alternatif usaha memperbaikinya, tentu saja melalui eseinya yang diberi judul “Dana Mbojo, Dana Mbari; Teka Teki Seputar Konflik dan Kebudayaan, Kumpulan Esai”. Dalam bukunya ini dia begitu sensitifnya mengangkat realitas social dalam masyarakat Bima, seperti munculnya keramaian tentang pembagian asset antara pemerintah daerah dengan pemerintah kota Kota, yang memang sebuah episode yang harus terjadi dan musti dilalui bagi daerah yang dimekarkan, dampak pergeseran politik di Bima sudah merambah pada kehidupan social politik di Bima. Beberapa karya sebelumnya N. Marewo lebih senang menulis Novel dan cukup laku di pasaran, bahkan Ivan A. Hadar dalam kata pengantarnya dalam novel “Filmbuehne Am Steinplatz” yang di tulis oleh N. Marewo memuji dan malahan memandang rendah W.S. Rendra, Putu Wijaya dan Emha Ainun Nadjib lantaran tidak bisa berbuat seperti apa yang dilakukan N. Marewo, walaqupun mereka sama-sama pernah menginjak Jerman. Ivan A. Hadar adalah seorang yang cukup lama tinggal di Berlin (16 tahun) dan meraih S1 sampai S3 untuk keahlian Teknik di sana (Jerman) dimana N. Marewo juga sempat melalang buana di negeri itu. Suatu saat bersamanya penulis menginginkan dia untuk menulis sesuatu tentang Bima (Mbojo) yang realitas, empiris bukan berupa novel. Entah dari sudut mana (sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain). Dan esai ini adalah karyanya tentang Bima (mBojo) yang diungkap nyaris kongkrit dan realitas. Nullah yang lebih senang menulis nama samarannya N. Marewo (Bima: suka berkelana) merisaukan pengaruh dan terkontaminasinya budaya Barat termasuk telah mempengaruhi Budaya Bima yang orisinil. N. Marewo taku hilangnya budaya local Bima yang orisinil itu. Untuk itulah dalam kumpulan esai ini, sebagaimana kata pengantar penerbit pada essai ini: bukan saja merekam pergerakan politik pada episode kritis di Bima (NTB) ini saja, tetapi bagaimana dampak dari pergerakan politik itu pada kehidupan social budayanya. Rimpu adalah salah satu contoh saja, bagaimana tradisi religius perlahan-lahan terkikis oleh gaya fashion Barat. Ataua bagaiamana secara keliru tradisi dempa digantikan dengan kekerasan massal. Kita bisa menyimak bagaimana peringatan Iqbal, penyair kelahiran Punjab 1873, tentang acaman peradaban Barat yang materialistis dan mengutamakan rasio terhadap bangsa Timur lewat What should be done O’people of the east. Persoalan ketakutan adalah milik semua roang. Orang yang paling berani sekali pun memiliki ketakutan. Di sisi lain, orang yang selalu didera ketakutan sudah menjadi bagian dari hidupnya, maka ia justru akan berbalik sikap menjadi berani dan tak merasa takut. Inilah gambaran persoalan yang ditangkap Muchtar Lubis lewat Jalan Tak ada Ujung. Pembangunan membawa gerak perubahan, bahkan kemungkinan perubahan yang mendasar. Pembangunan tidak hanya membawa perubahan serba benda, tetapi juga berpengaruh terhadap kejiwaan, kepribadian, serta tingkah laku. Sebagai anggota masyarakat, pengarang ikut merasakan suka duka, pahit getir dalam proses pembangunan. Masalah pengangguran intelektual (W.S. Rendra, Pamflet untuk P & K). kebiasaan beberapa hotel menyediakan wanita P (A.A Navus, Kompas: Lelaki Baik yang Malang”) serta karya-karya di surat kabar maupun buku yang mengupas masalah kebobrokan pejabat, pemuka agama, atasan dan sebagainya, merupakan kepekaan N. Marewo dalam mengelurakan ide-idenya melalui tulisan. Sastra menjadikan manusia untuk berpikir imajinatif, dengan perasaan untuk mencari nilai-nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan. Dalam esei ini agaknya penulis cukup memberikan nilai-nilai yang idealis, menginformasikan persoalan-persoalan, memberi alternatif pemecahan, memberikan tuntunan, mengajak berpikir, serta memberi hiburan kepada pembacanya. Agaknya buku ini pantas untuk dikoleksi. Dengan membaca buku ini akan memberi cermin hidup yang berharga, entah siapa saja. Lebih-lebih kepada birokrat, pejabat, pemuka masyarakat, pemikir, ilmuwan, mahasiswa, supir, peternak, atau siapapun.
*) Penulis guru SMA 3 Raba sedang mengikuti tugas belajar pada program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Ahmad Ikhsanul Arif - Kajian Sosiologi Sastra Pada Puisi Pesan Pencopet Kepada Pacarnya Karya W.S. Rendra Sebagai Representasi Masalah Sosial Dan Ekonomi Masyarakat