Anda di halaman 1dari 5

Pemecahan dan Penggabungan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

A. Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun


Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (“SHMRS) adalah bentuk kepemilikan yang diberikan
terhadap pemegang hak atas Rumah Susun. Bentuk Hak milik atas rumah susun ini harus dibedakan
dengan jenis hak milik terhadap rumah dan tanah pada umumnya. SHMRS dalam dunia properti sering
juga disebut strata title. Strata title sebenarnya tidak dikenal dalam hukum Indonesia. Strata title berasal
dari negara Barat dan dikenal dalam konsep hunian vertikal maupun horisontal di mana hak kepemilikan
atas suatu ruang dalam gedung bertingkat dibagi-bagi untuk beberapa pihak.
Pasal 68 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2021 Tentang Hak
Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa Hak milik
atas Satuan Rumah Susun dapat dilakukan pemecahan atau penggabungan dengan melampirkan
perubahan akta pemisahan hak milik atas Satuan Rumah Susun yang sudah disetujui atau disahkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal hak milik
atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, pemecahan atau penggabungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan tertulis dari
pemegang hak tanggungan.
Pihak developer/pengembang rumah susun wajib untuk menyelesaikan pemisahan terlebih dahulu
atas satuan-satuan rumah susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama , yang
dijelaskan dalam  Pasal 7 ayat [3] UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun/UURS jo Pasal 39 PP
No. 4 Tahun 1988 tetang Rumah Susun/PP No. 4 Tahun 1988). Yang berbunyi :
1) Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas
tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai
dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum menjual satuan
rumah susun yang bersangkutan.
3) Penyelenggaraan pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian-bersama
dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :
a. batas satuan yang dapat dipergunakan-secara terpisah untuk perseorangan;
b. batas dan uraian atas bagian-bersama dan benda-bersama yang menjadi haknya masing-
masing satuan;
c. batas dan uraian tanah-bersama dan besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing
satuan.
Pemisahan tersebut dilakukan dengan Akta Pemisahan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
ketentuan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989
tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun (“PKBPN No.
2 Tahun 1989”)
Pasal 2
1) Akta pemisahan dilengkapi dengan pertelaah yang jelas dalam bentuk gambar, uraian dan batas-
batas pemilikan satuan rumah susun yang mengandung nilai perbandingan proporsional.
2) Pertelaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan penyelenggara pembangunan
rumah susun.
Pasal 3
1) Akta pemisahan dibuat dan diisi sendiri oleh penyelenggara pembangunan rumah susun
2) Tata cara pengisian akta pemisahan sesuai dengan pedoman terlampir.
Pasal 4
1) Penyelenggara pembangunan wajib meminta pengesahan isi akta pemisahan yang bersangkutan
kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kotamadya setempat atau kepada Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, apabila pembangunan rumah susun terletak di wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
2) Akta pemisahan setelah disahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal ini harus didaftarkan
oleh penyelenggara pembangunan pada Kantor Pertanahan setempat, dengan melampirkan :
a. Sertipikat hak atas tanah,
b. Ijin Layak Huni,
c. Warkah-warkah lainnya yang diperlukan.
Hak milik atas satuan rumah susun terjadi sejak didaftarkannya akta pemisahan dengan dibuatnya
Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan ( Pasal 39 ayat [5] PP No. 4 Tahun
1988) Terhadap buku tanah tersebut kemudian dapat diterbitkan Sertifikat Hak Milik Atas Rumah
Susun(Pasal 7 ayat [1] Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1989 tentang Bentuk
dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun/PKBPN
No. 4 Tahun 1989).  
SHMRS dibuat dengan cara:
a. membuat salinan dari buku tanah yang bersangkutan.
b. membuat salinan surat ukur atas tanah bersama.
c. membuat gambar daerah satuan rumah susun yang bersangkutan

Salinan-salinan tersebut kemudian dijilid menjadi sebuah dokumen yang disebut dengan Sertifikat.Jadi,
secara singkat dapat dilihat bahwa dasar dari diterbitkannya SHMRS ini didapat dari akta pemisahan yang
telah disahkan dan didaftar, kemudian dari akta pemisahan tersebut dibuatlah buku tanah sebagai dasar
penerbitan SHMRS. SHMRS yang diterbitkan tersebut merupakan tanda bukti hak milik terhadap satuan
rumah susun yang dimiliki.
B. Pemecahan Hak Milik Satuan Rumah Susun
Pengaturan pemecahan atas sebidang tanah yang sudah terdaftar diatur pada Pasal 48 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Pasal 133 Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Untuk tiap bidang tanah yang
dipecahkan akan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku
tanah dan sertifikat asalnya.

Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah


1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat
dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan
bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.
2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk tiap bidang dibuatkan surat ukur, buku
tanah dan sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya.
3) Jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, dan atau beban-beban lain
terdaftar, pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baru boleh dilaksanakan setelah
diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang
menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.
4) Dalam pelaksanaan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai tanah
pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

C. Penggabungan Hak Milik Satuan rumah Susun


Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data
fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan
sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Data fisik adalah keterangan mengenai
letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai
adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai
status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain
serta beban-beban lain yang membebaninya.
Perubahan data fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-
bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya kalau diadakan pembebanan
atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar. Dua bidang tanah atau lebih yang sudah
didaftar dan letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat digabung menjadi
satu satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang
sama.
Dalam hal penggabungan tanah untuk satuan bidang yang baru tersebut, dibuatkan surat ukur, buku tanah
dan sertifikat dengan menghapus surat ukur, buku tanah dan sertifikat masing-masing. Terhadap
penggabungan tanah tersebut berlaku ketentuan: jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak
tanggungan, dan atau beban-beban lain yang terdaftar, penggabungan tanah baru boleh dilaksanakan
setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang
menyetujui penghapusan beban yang bersangkutan.
Persyaratan yang Diperlukan Sebagaimana yang kami kutip dari laman Layanan Pertanahan BPN,
persyaratan yang diperlukan untuk permohonan penggabungan bidang tanah kepada Kantor Pertanahan
adalah:
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas
materai cukup;
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan;
3. Fotokopi identitas pemohon (Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga) dan kuasa apabila
dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
4. Sertipikat asli
Formulir permohonan memuat:
1. Identitas diri;
2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon;
3. Pernyataan tanah tidak sengketa;
4. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik;
5. Alasan penggabungan.
Penggabungan bidang tanah tersebut dilakukan dalam jangka waktu 15 hari untuk penggabungan
sampai dengan 5 (lima) bidang. Penggabungan lebih dari 5 (lima) bidang waktu penyelesaian disesuaikan.

Penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun beserta Buku Tanah Hak Milik atas
Satuan Rumah Susun pada awalnya adalah atas nama Penyelenggara Pembangunan seluruhnya.
Sementara itu, penerbitan sejumlah Sertipikat dan Buku Tanah Hak Milik atas Satuan Rumah Susun ini
mengakibatkan disimpannya sertipikat Hak atas Tanah Bersamanya di Kantor Pertanahan juga dilakukan
pencatatan pada Sertipikat dan Buku Tanah Hak atas tanah. Sertifikat Hak atas Tanah Bersama disimpan
di Kantor Pertanahan sebagai warkah menurut Kepala Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Sri Maharani, dimaksudkan sebagai pengamanan agar
Penyelenggara Pembangunan tidak dapat melakukan perbuatan hukum atas tanah bersama tersebut
berdasarkan sertipikat Hak atas Tanah Bersama, misalkan menjadikan tanah tersebut sebagai agunan di
bank atau menjual tanah tersebut, setelah SHMSRS diterbitkan sebab Penyelenggara Pembangunan tidak
memegang sertipikat hak atas tanah sebagai bukti penguasaannya secara yuridis atas tanah yang akan
ditransaksikan atau diagunkan.
Pengaturan ini diperlukan sebab HMSRS yang lahir setelah dibuatnya buku tanah dan SHMSRS
juga mencakup hak atas tanah yang dibagi secara proporsional untuk setiap HMSRS. Dengan demikian,
setelah SHMSRS dan buku tanahnya diterbitkan, Sertipikat Hak atas Tanah Bersama tidak lagi menjadi
bukti pemegang hak atas tanah bersama. Bukti pemegang hak atas tanah bersamanya telah ada pada
SHMSRS yang diterbitkan atas tanah tersebut. Diterbitkannya SHMSRS atas tanah bersama tidak
menyebabkan matinya Sertipikat Hak atas Tanah Bersama sebab nomor hak atas tanah yang tercantum
dalam Sertipikat Hak atas Tanah Bersama kemudian akan dicatatkan pada ruang seluruh Sertipikat dan
Buku Tanah Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah tersebut. Dengan demikian,
Sertipikat Hak atas Tanah Bersama digunakan sebagai rujukan untuk membuktikan adanya hak atas tanah
bersama rumah susun tersebut. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya dengan adanya pencatatan mengenai
penerbitan SHMSRS atas Sertipikat Hak atas Tanah Bersama, maka pembeli satuan rumah susun secara
otomatis menjadi pemegang hak atas tanah bersama rumah susun setelah dilakukan balik nama terhadap
SHMSRS dari pihak Penyelenggara Pembangunan kepada pihak pembeli. Besarnya hak pembeli selaku
pemegang SHMSRS baru terhadap tanah bersamanya adalah sebesar Nilai Perbandingan Proporsional
(NPP) yang tercantum dalam sertipikat tersebut.
NPP mempunyai pengertian yaitu :
1. Hak, yaitu kepemilikan perorangan terhadap hak milik atas satuan rumah susun dan hak
kebersamaan terhadap hak atas tanah, benda dan bagian bersama.
2. Kewajiban, yaitu beban biaya pemeliharaan dan perbaikan kepemilikan bersama (tanah, benda
dan bagian).
3. Nilai, yaitu dasar penentuan nilai/besarnya beban Hak Tanggungan terhadap sertifikat Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun dan roya parsialnya
Setelah SHMSRS dibalik nama kepada pembeli dan dibentuk Perhimpunan Penghuni atas Rumah
Susun tersebut, Perhimpunan Penghuni segera memohon agar petugas Kantor Pertanahan setempat
mencatatkan nama-nama pemegang Hak atas Satuan Rumah Susun yang baru didalam Buku Tanah dan
Sertipikat Hak atas Tanah Bersamanya. Hal ini merupakan bentuk penegasan agar kelak tidak terjadi
perbedaan pemahaman yang memicu sengketa. Sebagai perbandingan, peralihan hak dari Penyelenggara
Pembangunan Rumah Susun kepada pembeli satuan rumah susun sebaiknya mencontoh kepada peralihan
hak atas tanah dari Penyelenggara Pembangunan rumah biasa (landed house) kepada pembeli. Dalam hal
rumah biasa yang masing-masing berdiri di atas sebidang tanah, pada saat pembangunan kompleks
perumahan, Penyelenggara Pembangunan memiliki satu sertipikat hak atas tanah yang disebut Sertipikat
Induk. Setelah seluruh rumah didirikan, Penyelenggara Pembangunan melakukan pemecahan hak atas
bidang tanah yang bersangkutan sehingga timbul hak atas tanah-hak atas tanah baru yang kemudian akan
dibeli oleh peminat bersama dengan rumah diatasnya. Dalam hal pemecahan hak atas tanah, untuk tiap
bidang tanah dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat baru untuk menggantikan surat ukur, buku
tanah, dan sertipikat asalnya. Sementara itu, surat ukur, buku tanah dan sertipikat hak atas tanah semula
dinyatakan tidak berlaku lagi .
Dalam peraturan mengenai rumah susun, memang setelah terhadap tanah bersama terbit
SHMSRS, tidak terjadi pemecahan hak atas tanah seperti pada landed house sehingga sertipikat hak atas
tanah bersama tetap berlaku. Namun karena telah terjadi pemilikan bersama atas tanah yang
menyebabkan subjek pemegang hak atas tanahnya berubah dari satu pihak, yaitu Penyelenggara
Pembangunan, menjadi banyak pihak, yaitu seluruh pemegang SHMSRS, seharusnya juga dilakukan
pencatatan bahwa dengan diterbitkan dan dialihkannya sejumlah SHMSRS atas tanah bersama maka
nama pemegang hak atas tanah yang tercantum dalam Sertipikat dan Buku Tanah Hak atas Tanah
Bersama tidak berlaku lagi dan pemegang hak atas tanah bersamanya yang baru adalah pemegang
SHMSRS secara bersama-sama sesuai dengan NPP masing-masing. Sertipikat hak atas tanah bersama
dengan demikian hanya berfungsi sebagai bukti jenis hak yang diberikan atas sebidang tanah tersebut,
baik berupa Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Pakai. Dengan kejelasan peraturan seperti ini,
maka pada prakteknya tidak akan lagi terjadi perbedaan penafsiran dan kebingungan baik di pihak Badan
Pertanahan Nasional maupun masyarakat awam selaku pembeli satuan rumah susun.

Anda mungkin juga menyukai