Anda di halaman 1dari 204

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fisika adalah ilmu mengenai alam yang mempelajari unsur-unsur dasar
pembentuk alam semesta. Gaya-gaya yang bekerja didalamnya dan akibat-
akibatnya mencakup rentang yang luas dari partikel sub atom pembentuk
semua materi sampai kelakuan alam semesta sebagai suatu kesatuan kosmos.
Fisika mempelajari segala sesuatu gaya yang bekerja pada benda. Salah
satunya mempelajari tentang listrik. Listrik adalah rangkaian fenomena fisika
yang berhubungan dengan kehadiran dan aliran muatan listrik. Listrik
menimbulkan berbagai macam efek yang telah umum diketahui seperti petir,
listrik statis, inuksi elektromagnetik dan arus listrik.
Listrik banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Listrik dapat
mengalir dalam peralatan yang digunakan manusia dikarenakan adanya arus
yang mengalir. Ada dua macam jenis arus listrik, yaitu arus listrik searah (DC)
dan arus listrik bolak-balik (AC).
Berbagai macam peralatan yang digunakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari, terdapat perbedaan penggunaan arus AC maupun arus DC.
Perbedaan arus listrik searah (DC) dengan arus bolak-balik (AC) terdapat pada
nilai dan arah arus tersebut. Pada arus listrik searah (DC) nilai dan arah arus
selalu tetap. Sedangkan pada arus listrik bolak-balik (AC) memiliki nilai dan
arah arus yang berubah-ubah. Contoh peralatan rumah tangga yang
menggunakan arus AC antara lain: kipas angin, setrika, televisi, dan lemari es.
Sementara itu, mobil mainan anak, lampu senter, dan handphone merupakan
contoh peralatan rumah tangga yang menggunakan arus listrik searah (DC).
Pengukuran arus listrik dan tegangan listrik dapat menggunakan
sebuah alat. Alat yang digunakan untuk mengukur arus listrik dinamakan
amperemeter. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur tegangan listrik
dinamakan dengan voltmeter. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur
hambatan listrik dinamakan ohmmeter. Apabila amperemeter, voltmeter, dan
ohmmeter disatukan dalam sebuah alat maka alat tersebut disebut multimeter.
George Simon Ohm (16 Maret 1789 – 6 Juli 1854) adalah seorang
fisikawan Jerman yang mengemukakan pendapatnya tentang teori dibidang
kelistrikkan. Teorinya yang terkenal dikenal dengan istilah hukum Ohm.
Hukum Ohm ini berbunyi “kuat arus yang mengalir pada suatu penghantar
sebanding lurus dengan beda potensial dan berbanding terbalik dengan

1
hambatan penghantar”. Dalam hukum Ohm terdapat tiga macam besaran listrik
yang saling terkait yaitu hambatan, tegangan, dan kuat arus listrik.
Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila
resistansinya tidak bergantung terhadap besar dan potensial yang dikenakan
terhadapnya. Walaupun pernyataan ini tidak selalu berlaku untuk semua jenis
penghantar, namun istilah “hukum” tetap digunakan dengan alasan sejarah.
Prinsip dasar pada hukum Ohm ini merupakan dasar perhitungan pada
rangkaian elektronika karena menyangkut tiga besaran utama yaitu tegangan,
arus dan hambatan atau beban. Dengan menggunakan hukum Ohm, dapat
dihitung arus yang mengalir pada komponen-komponen elektronika sehingga
dapat dibuat rangkaian dengan fungsi yang bermacam-macam.
Fungsi utama dari hukum Ohm adalah untuk mengetahui hubungan
tegangan dan kuat arus serta dapat digunakan untuk menentukan suatu
hambatan beban listrik tanpa menggunakan alat ukur Ohm.
Karena pentingnya listrik bagi kehidupan manusia, maka oleh sebab
itulah praktikum kali ini dilakukan. Praktikum ini akan membahas mengenai
hukum Ohm.

1.2 Tujuan
1. Mempelajari hukum Ohm.
2. Menentukan hambatan ekuivalen untuk rangkaian seri dan paralel.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Rangkaian seri adalah rangkaian yang disusun secara sejajar atau seri.
Prinsip rangkaian seri yaitu adalah
 Susunan seri bertujuan untuk memperbesar hambatan suatu rangkaian
 Kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen sama yaitu sama dengan
kuat arus yang melalui hambatan pengganti serinya I1=I2=I3=...=ISERI
 Tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti seri dimana tegangan
pada ujung-ujung tiap komponen VSERI=V1+V2+V3+...
 Susunan seri berfungsi sebagai pembagi tegangan dimana tegangan
pada ujung-ujung tiap komponen sebanding dengan hambatannya.
V1:V2:V3=R1:R2:R3
Rangkaian paraleladalah rangkaian yang disusun secara deret. Prinsip
rangkaian paralel yaitu adalah
 Susunan paralel bertujuan untuk memperkecil hambatan suatu
rangkaian
 Tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama, yaitu sama dengan
tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti paralelnya
V1=V2=V3=...=Vparalel
 Kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan
jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen. IPARALEL=I1+I2+I3+...
 Susunan paralel berfungsisebagai pengganti arus dimana kuat arus
yang melalui tiap-tiap komponen sebanding dengan kebalikan

1 1 1
hambatannya I1:I2:I3= + +
R1 R2 R3
Hukum ohm dikemukakan pada tahun 1852 oleh George Simon Ohm .
Hukum ini menyatakan besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah
penghantar atau konduktor akan berbanding lurus dengan beda potensial /
tegangan (V) yang diterapkan kepadanya dan berbandig terbalik dengan
hambatannya (R) (Halliday,2010:148).
Hukum Ohm menjelaskan hubungan antara tegangan listrik dengan
kuat arus listrik. Perbandingan beda potensial dan kuat arus listrik selalu tetap
dan konstan. Semakin besar beda potensial listrik,semakin besar pula kuat
arus yang mengalir begitu pun dengan semakin kecil beda potensial listrik
semakin kecil pula kuat arus yang mengalir.
Secara matematis hukum Ohm dinyatakan atau dirumuskan

3
V=I.R . . . . (2.1)
Keterangan
V = Tegangan (Volt)
I = Kuat Arus listrik ( Ampere )
R= Tahanan atau hambatan ( Ohm )
Berdasarkan hukum Ohm, 1 Ohm didefinisikan sebagai hambatan yang
digunakan dalam suatu rangkaian yang dilewati kuat arus sebesar 1 Ampere
dengan beda potensial 1 Volt (Mediarman,2005:174).
Hambatan yaitu perbandingan antara beda potensial dan kuat arus.
Semakin besar arus maka akan semakin besar tegangan yang dihasilkan.
Hambatan yang dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu panjang, luas, dan jenis bahan.
Hambatan berbanding lurus dengan panjang benda, semakin panjang maka
semakin besar hambatan suatu benda. Hambatan juga beranding terbalik
dengan luas penampangnya maka semakin kecil hambatannya. Hambatan juga
berbanding lurus dengan jenis benda semakin besar hambatan benda
( Alonso,1992:253 ).
Resistor adalah komponen elektronika yang berfungsi untuk
menghambat atau membatasi aliran listrik yang mengalir dalam suatu
rangkaian elektronika. Satuan atau nilai resistansi atau resister disebut ohm
dan dismbolkan dengan simbol (Ω ).
Sesuai dengan hukum ohm bahwa resistansi berbanding terbalik dengan
jumlah arus yang mengalir melaluinya. Selain nilai resistansinya (ohm) resistor
juga memiliki nilai yang lain seperti nilai toleransi dan kapasitas daya yang
mampu dilewatkannya ( Foster,2004:148 ).
Resistor dalam penghitungan kuat arus sering dihitung dalam
menghitung semua nilai didalam berbagai rangkaian baik seri maupun paralel.
Pada rangkaian beberapa resistor yang disusun seri,maka dapat diperoleh nilai
resistor totalnya dengan menjumlah semua resistor yang disusun secara seri
tersebut. Hal ini mengacu pada pengertian bahwa nilai kuat arus di semua titik
pada rangkaian seri selalu sama.
Sedangkan pada rangkaian paralel, perhitungan nilai resistor totalnya
mengacu pada pengertian bahwa besar kuat arus yang masuk ke percabangan
sama dengan besar kuat arus yang keluar dari percabangan.
Kapasitas daya pada resistor merupakan nilai daya maksimum yang kode
mampu dilewatkan oleh resistor tersebut. Nilai kapasitas daya resistor ini
penting dilakukan untuk menghindari resistor rusak karena terjadi kelebihan
daya yang mengalir sehingga resistor terbakar dan sebagai bentuk efisiensi
biaya dan tempat dalam pembuatan rangkaian elektronika.

4
Nilai toleransi resistor merupakan perubahan nilai resistansi dari nilai yang
tercantum pada badan resistor yang masih diperbolehkan dan dinyatakan
resistor dalam kondisi baik. Toleransi resistor merupakan salah satu perubahan
karakteristik resistr yang terjadi akibat operasional resistor tersebut.
Kode warna resitor adalah sebuah nilai resistansi yang ada paa resistor
ditentukan oleh kode kode warna yang terdapat pada badan resistor tersebut.
Jumlah gelang warna yang ada pada badan resistor pada umumnya adalah
empat warna atau lima warna namun juga terdapat enam warna
Menurut Giancoli(2001,154) tabel kode warna resistor 6 warna sebagai
berikut
Kode Pita Pita Pita Pita Pita Pita
Warna Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6
Hitam 0 0 0 100 - -
Cokelat 1 1 1 101 1% 100
Ppm
Merah 2 2 2 102 2% 50 Ppm
Jingga 3 3 3 10 3 - 15 Ppm
Kuning 4 4 4 10 4 - 25 Ppm
Hijau 5 5 5 10 5 0,5% -
Biru 6 6 6 10 6 0,25% -
Ungu 7 7 7 107 0,1% -
Abu-Abu 8 8 8 - - -
Putih 9 9 9 - - -
Perak - - - 10 −1 5% -
Emas - - - 10 −2 10% -
Gambar 2.1.1 tabel kode warna resistor
Pada resistor enam warna, ketiga warna pita pertama menunjukkan nilai
resistansinya. Sedangkan pita keempat menunjukkan faktor kali atau jumlah
nol, pita kelima menunjukkan toleransi sedangkan pita keenam menunjukkan
koefisien suhu kode arna bisa digunakan untuk menghitung resistansi.
Hukum Ohm inipertama kali ditemukanoleh George Simon Ohm
padatahun 1825, Awal mula ditemukannya Hukum Ohm ini dikarenakan
bagaimana kaitan hambatan listrik suatu penghantar dengan tegangan dan
kuat arus listrik yang lalu diselidiki oleh George Simon Ohm.

5
Apabila grafik V sebagai fungsi I berupa suatu garis lurus, kemiringan
garis lurus ini didefinisikan sebagai hambatan konduktor R.
R = tan θ = V/I . . . . . . (2.2)
Θ atau teta merupakan sudut yang dibentuk oleh garis.
Hukum ohm atau persamaan V = I R akan disebut hukum ohm jika R
konstan material yang memiliki R konstan (mengikuti hukum ohm) dinamakan
material “Ohmic”. Pada beberapa material R bisa dipertahankan konstan
dengan menjaga suhu tetap konstan. Namun rumus V = I R berlaku umum,
termasuk untuk material non-ohmic dengan R tidak konstan. Alat ukur kuat
arus disebut ampermeter dan besar tegangan diukur dengan voltmeter.
Jika sebuah kondukor memiliki luas penampang A, panjang L, V beda
potensial tinggi dan rendah, J kerapatan arus dan E medan listrik, maka nilai
arus I terhadap selisih potensial dan masing – masing ujung didapatkan : I =J .
A dan besar beda potensial V = E L, melalui persamaan E = P J, jika I dan V
dimasukkan dimasukkan maka akan didapatkan
V ρI
= . . . . (2.3)
L A
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa I sebanding dengan beda potensial
V yang melintas kawat percobaan tersebut membuktikan hasil yang dikenal
sebagai hukum ohm, dengan konstanta perbandingan 1/R dimana R adalah
resistor.
Cara sederhana lainnya untuk menghubungkan resistor adalah paralel,
seperti gambar diatas. Arus dari sumber terbagi menjadi cabang-cabang yang
terpisah dengan perkabelan paralel, jika anda memutuskan hubungan dengan
satu alat, arus ke yang lainnya tidak akan terganggu, tidak seperti rangkaian
seri. Pada rangkaian paralel arus total I dari baterai dibagi menjadi tiga cabang,
yaitu I pada R1, I2 pada R2, dan I3 pada R3. Karena muatan listrik kekal, arus
yang masuk ke titik cabang sama dengan arus yang keluar, I = I1 + I2 + I3.

6
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1 . Ampermeter DC
Digunakan untuk mengukur kuat arus yang mengalir .
2 . Volmeter
Digunakan untuk mengukur tegangan .
3 . Power supply DC
Digunakan ebagai penyuplai arus yang sebelumnya AC menjadi searah
DC.
4 . Kabel penghubung
Digunakan untuk mentransmisikan sinyal dari satu tempat ke tempat
lain.
3.1.2 Bahan
1 . Hambatan/resistor
Sebagai perbandingan antara tegangan listrik dari suatu komponen.

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Rangkaian Seri
 Dirangkai peralatan dan hambatan yang digunakan
 Dihubungkan rangkaian dengan sumber arus
 Digunakan alat prengukur arus pada current DC
 Digunakan alat pengukur tegangan pada skala Voltage DC
 Dihidupkan sumber arus , diatur agar arus = 0,25 A
 Dicatat tegangan yang dihasilkan
 Duilangi langkah 5 dan 6 untuk arus yang lain
3.2.2 Rangkaian Paralel
 Dirangkai peralatan dan hambatan yang digunakan
 Dihubungkan rangkaian dengan arus
 Digunakan alat pengukur arus pada skala Current DC
 Digunakan alat pengukur tegangan pada skala voltage DC
 Dihidupkan sumber arus , di atur arus = 0,25 A
 Dicatat tegangan yang dihasilkan
 Diulangi langkah 5 dan 6 dilakukan untuk arus yang lain

7
3.3 Skema Alat
3.3.1 Volmeter DC

8
3.3.2 Amperemeter DC

3.3.3 Power Supply 0-12 Volt DC

9
3.3.4 Kabel Penghubung

Kabel penghubung

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Kode Warna Resistor

NO Warna Besar
Cincin 1 Cincin 2 Cincin 3 Cincin 4 resistansi
1 Cokelat Hitam Cokelat Perak 100Ω±10%
2 Merah Merah Cokelat Emas 220Ω±5%
3 Jingga Jingga Cokelat Emas 330Ω±5%

4.1.2 Rangkaian Seri

No Sumber R VR1 (V) VR2 (V) VR3 (V) VTOTAL I ( mA)


tegangan (total) ( (V)
Ω)
1 2V 650 0,22 0,6 0,97 1,93 1,6
2 3V 650 0,38 0,94 1,33 2,9 2,47
3 4V 650 0,52 1,24 184 3,9 3,3

4.1.3 Rangkaian Paralel

No Sumber R I1 (mA) I2 (mA) I3 (mA) ITOTAL V( V)


tegangan (total) ( (mA)
Ω)
1 2V 57 2,3 5,3 14 23,3 1,93
2 3V 57 6 9,3 20,7 35,3 3
3 4V 57 8 13,3 30 49,3 4

4.2 Perhitungan

11
4.2.1 Rangkaian Seri
Rtotal = R1+R2+R3=100+220+330= 650Ω

1. Rangkaian Seri (2V)


5,8
VTOTAL= X 5 V =1,93 V
15
2,2
V1 = X 1,5 V =0,22 V
15
6
V2 = X 1,5 V =0,6 V
15
9,7
V3 = X 1,5 V =0,97 V
15
V = V1+V2+V3 = 0,22 V+ 0,6V+ 0,97V = 1,77 V
4,8
I = X 5 MA=1,6 mA
15
2. Rangkaian Seri (3V)
8,8
VTOTAL= X 5 V =2,9 V
15
3,8
V1 = X 1,5 V =0,38 V
15
9,4
V2 = X 1,5V =0,94 V
15
4
V3 = X 5 V =1,33 V
15
V = V1+V2+V3 = 0,38 V+ 0,94V+ 1,33V = 2,66 V
7,41
I = X 5 MA =2,47 mA
15
3. Rangkaian Seri (4V)
11,7
VTOTAL= X 5 V =3,9V
15
5,2
V1 = X 1,5V =0,52 V
15
12,4
V2 = X 1,5 V =1,24 V
15
5,5
V3 = X 5 V =1,83 V
15
V = V1+V2+V3 = 0,52 V+ 1,24V+ 1,83V = 3,59 V
9,9
I = X 5 MA=3,3 mA
15

12
4.2.2 Rangkaian Paralel
1 1 1 1
= + +
R TOTAL R1 R 2 R 3
1 1 1 1
= + +
R TOTAL 100 220 330

1 33+15+10
=
R TOTAL 3300
1 59
=
R TOTAL 3300
3300
RTOTAL=
59
RTOTAL= 57 Ω
1. Rangkaian Paralel (2V)
7
ITOTAL= X 50 mA=23,3mA
15
0,7
I1 = X 50 mA =2,3 mA
15
1,6
I2 = X 50 mA =5,3 mA
15
4,2
I3 = X 50 mA =14 mA
15
I = V1+V2+V3 = 2,3 mA+ 5,3 mA+ 14 mA = 21,6 mA
5,8
I = X 5 V =1,93 V
15
2. Rangkaian Paralel (3V)
10,6
ITOTAL= X 50 mA =35,3 mA
15
1,8
I1 = X 50 mA=6 mA
15
2,8
I2 = X 50 mA =9,3 mA
15
6,2
I3 = X 50 mA=20,7 mA
15
= V1+V2+V3 = 6 mA+ 9,3 mA+ 20,7 mA = 36 mA
9
I = X 5 V =3 V
15
3. Rangkaian Paralel (4V)

13
14,8
ITOTAL= X 50 mA=49,3 mA
15
2,4
I1 = X 50 mA =8 m A
15
4
I2 = X 50 mA=13,3 mA
15
9
I3 = X 50 mA=30 mA
15
I = V1+V2+V3 = 8 mA+ 13,3 mA+ 30 mA = 51,3 mA
12
I = X 5 V =4 V
15

4.3 Ralat

4.3.1 Rangkaian Seri (2V)


X X −x́ ( X − x́)2
X1=0,22 0,22- 0,597= -0,377 (-0.377) =0,142129
2

X2=0,6 0,6- 0,597 = 0,003 (0,003)2=0,00009


X3=0,97 0,97-0,597= 0,373 (0,373)2=0,139129
x́ =0,597 ∑ (X −x́) 2=0,281267

∑ ( X −x́)2
RM=
√ N −1
0,281267
=

= 0,38
2

RM
RN= X100%

14
0,38
= X 100 %
0,597
=63,65 %

4.3.2 Rangkaian Seri (3V)


X X −x́ ( X − x́)2
X1=0,38 0,38- 0,88= -0,5 (-0,5)2=0,25
X2=0,94 0,94-0,88 = 0,06 (0,06)2=0,0036
X3=1,33 1,33-0,88=0,45 (0,45)2=0,2025
x́ =0,88 ∑ (X −x́) 2=0,4561

∑ ( X −x́)2
RM=
√ N −1
0,4561
=

= 0,478
2

RM
RN= X100%

0,478
= X 100 %
0,88
=54,32 %

4.3.3 Rangkaian Seri (4A)


X X −x́ ( X − x́)2
X1=0,52 0,52- 1,2= -0,68 (-0.68)2=0,4624
X2=1,24 1,24- 1,2 = 0,04 (0,04)2=0,0016
X3=1,84 1,84-1,2= 0,64 (0,64)2=0,4096
x́ =1,2 ∑ (X −x́) 2=0,8736

∑ ( X −x́)2
RM=
√ N −1
0,8736
=

= 0,66
2

RM
RN= X100%

0,66
= X 100 %
1,2

15
=55 %

4.3.4 Rangkaian Paralel(2A)


X X −x́ ( X − x́)2
X1=2,3 2,3-7,2=-4,9 (-4,9)2=24,01
X2=5,3 5,3-7,2=-1,9 (-1,9)2=3,61
X3=14 14-7,2=6,8 (6,8)2=46,24
x́ =7,2 ∑ ( X −x́)2=73,86

∑ ( X −x́)2
RM=
√ N −1
73,86
=

= 6,077
2

RM
RN= X100%

6,077
= X 100 %
7,2
=84,4 %

4.3.5 Rangkaian Paralel(3A)


X X −x́ ( X − x́)2
X1=6 6-12=-6 (-6)2=36
X2=9,3 9,3-12=-2,7 (-2,7)2=7,29
X3=20,7 20,7-12=8,7 (8,7)2=75,69
x́ =12 ∑ (X −x́) 2=118,98

∑ ( X −x́)2
RM=
√ N −1
118,98
=

= 7,71
2

RM
RN= X100%

7,71
= X 100 %
12
=64,25 %

4.3.4 Rangkaian Paralel(4A)

16
X X −x́ ( X − x́)2
X1=8 8-17,1=-9,1 (-9,1)2=82,81
X2=13,3 3,3-17,1=-3,8 (-3,8)2=14,44
X3=30 30-17,1=12,9 (12,9)2=166,41
x́ =17,1 ∑ (X −x́) 2=263,66

∑ ( X −x́)2
RM=
√ N −1
263,66
=

= 11,48
2

RM
RN= X100%

11,48
= X 100 %
17,1
=67,3 %

4.4 Pembahasan
Percobaan hukum ohm ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara
tegangan kuat arus yang mengalir dalam sebuah rangkaian. Pada praktikum
ini, untuk sementara tegangan dan beda potensial dianggap sama walaupun
sebenarnya keduanya secara konsep berbeda. Secara matematika dituliskan I ~
V atau V ~ I sehingga ditambahkan sebuah konstanta yaitu hambatan (R) V=IR.
Dengan V adalah beda potensial atau tegangan volt. I adalah kuat arus (ampere
atau A) dan R adalah hambatan.
Hambatan atau resistor yang digunakan oleh praktikan dengan besar
resistansi 100 ± 10 % , 220 ± 5 % dan 330 ± 5 %. Besar resistansi masing-

masing resistor didapatkan dari rumus AB*10C ± toleransi. Yang mana bila
warna hitam adalah 0, coklat adalah 1, merah adalah 2, jingga atau oren adalah
3, kuning adalah 4, hijau adalah 5, biru adalah 6, nila atau ungu adalah 7,

17
abu-abu adalah 8, dan putih adalah 9. Sedangkan untuk toleransinya adalah
emas sebesar 5%, perak sebesar 10% dan bila tidak ada warnanya sebesar 20%.
Nilai resistor tersebut adalah ketentuan sesuai literatur. Toleransi adalah
kemampuan dari resistor untuk memanimalisirkan kesalahan dalam
pengukuran hambatan. Emas merupakan toleransi yang paling baik untuk
toleransi ini banyak digantikan pada resistor. Setiap resistor mampu nilai yang
berbeda dengan hambatan yang ditetapkan adalah sama.
Percobaan pada rangkaian seri ini menggunakan sumber tegangan 2V, 3V,
dan 4V. Sesuai dengan literatur bahwasanya tegangan pada ujung-ujung
hambatan pengganti seri sama dengan jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap
komponen Vseri = V1 + V2 + V3 + ....
Namun, percobaan yang dilakukan oleh praktikan mengalami hasil yang
berbeda dari sumber tegangannya. Saat sumber tegangannya 2V (1,93V)
sedangkan hasil yang diperoleh adalah 1,77 V. Begitu juga dengan sumber
tegangan 3V (2,9V) hasil yang didapatkan adalah 2,66 V. Dan sumber tegangan
4V (3,9V) hasil yang didapatkan adalah 3,59 V. Hasil yang diperoleh dengan
menjumlahkan V1 + V2 + V3. Kemungkinan kesalahan hasil yang diperoleh ini
menyebabkan teori Vseri = V1 + V2 +V3 tidak berhasil. Mungkin dikarenakan
kesalahan mata praktikan dalam melihat hasil atau angka pada skala
multimeter.. Hambatan listrik disusun seri dapat dirumuskan R s = R1 + R2 + R3.
Dan pada rangkaian seri arus listrik I sejajar sehingga Iseri = I1 = I2.
Pada percobaan rangkaian paralel ini berlawanan dengan rangkaian seri.
Maksudnya jika pada rangkaian seri tegangan pada ujung hambatan-hambatan
seri sama dengan jumlah ujung-ujung tiap komponen. Maka pada rangkaian
paralel kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan
jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen Iparalel = I1 + I2 + I3. Hasil yang
di peroleh praktikan dalam percobaan ini juga sama dengan percobaan pada
rangkaian seri, yang mana hasilnya kurang sesuai dengan I total pada setiap arus
yang dilakukan. Hasilnya yang diperoleh praktikan juga mengalami kekeliruan.
Berdasarkan data tersebut bisa dikatakan praktikum telah berjalan dengan
baik. ketika besarnya tegangan berbanding lurus dengan sumber arus supply
DC yaitu semakin besar sumber arus maka tegangan akan semakin besar.
Yang harus disesuaikan dengan tegangan pada penggunaan kabel
penghubung dengan dua warna yaitu merah dan hitam. Hitam melambangkan
unsur tanah yang berkomposisi negatif. Merah melambangkan arus positif yang
melalui rangkaian.
Hambatan listrik atau resistor merupakan sebuah benda yang menghasilkan
resistansi atau nilai hambatan. Resistor berfungsi sebagai pengatur kuat arus

18
listrik, pengatur tegangan, atau pembagi potensial listrik. Resistor terbuat dari
bahan yang berfungsi untuk menghambat pergerakan arus listrik. Resistor
terbuat dari bahan yang berfungsi untuk menghambat pergerakkan arus listrik.
Dalam rangkaian listrik hambatan dapat dirangkai secara seri dan paralel atau
gabungan (kombinasi) dari keduanya. Setiap rangkaian memiliki fungsi
tertentu.
Jika satu sama lain tersambung hanya pada satu terminalnya, yang luas
penampangnya kecil, hambatannya besar dan pendek. Ketika kuat arus listrik
kecil berarti hambatan konduktornya besar dan sebaliknya. Hambatan listrik
konduktor sebanding dengan panjang konduktor dan berbanding terbalik
dengan luas penampang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin panjang
konduktornya semakin besar hambatan listriknya. Semakin besar luas
penampangnya maka hambatan listrik konduktor semakin kecil.
Rangkaian paralel berfungsi untuk membagi arus atau memperkecil
hambatan total pada susunan paralel. Setiap hambatan saling tersambung pada
kedua terminalnya.
Hukum ohm semulanya terdiri atas dua bagian. Bagian pertama tidak lain
adalah definisi hambatan, yakni V=IR. Sering hubungan ini dinamai hukum
ohm. Akan tetapi, ohm juga menyatakan bahwa R adalah suatu konstanta yang
tidak bergantung pada V maupun I. Bagian kedua hukum ini tidak seluruhnya
benar.
Hubungan V=IR dapat diterapkan pada resistor apa saja dimana V adalah
beda potensial antara kedua ujung hambatan, dan I adalah kuat arus yang
mengalir di dalamnya, sedangkan R adalah hambatan (resistansi) resistor
tersebut.
Sesuai dengan hukum ohm, jika nilai hambatan berbanding terbalik dengan
kuat arus listriknya. Jika nilai hambatan pada resistor besar, maka nilai kuat
arus yang terukur akan besar. Sebaliknya, jika nilai hambatan yang terukur
pada resistor besar, maka nilai kuat arus yang terukur akan kecil.
Setiap kuat arus yang mengalir pada rangkaian seri maupun rangkaian
paralel adalah berbanding lurus dengan tegangan dan berbanding terbalik
dengan hambatan. Pada prinsipnya perbandingan antara tegangan dengan kuat
arus yang biasanya disebut hambatan listrik merupakan bilangan konstan.
Pada perhitungan hambatan listrik yang didapatkan nilainya konstan
(mendekati) atau bisa dikatakan mendekati sama. Walaupun pada percobaan
rangkaian seri maupun rangkaian paralel yang dilakukan praktikan terdapat
perbedaan hasil atau bisa dikatakan mendekati hasil yang sama. Ini bisa terjadi
dikarenakan adnya hambatan listrik (hambatan alat yang digunakan).

19
Walaupun hasil yang diperoleh oleh praktikan dapatkan masih belum akurat.
Persamaan dari kuat arus adalah I = V/R. Yang mana satuan untuk kuat arus
adalam Ampere (A).
Aplikasi hukum ohm dalam kehidupan sehari-hari adalah peralatan rumah
tangga seperti kipas angin, setrika, televisi, lemari es, handphone dan masih
banyak lagi.
Hukum ohm adalah suatu pernyataan bahwa besar arus listrik yang
mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda
potensial yang diterapkan kepadanya. Sebuah benda penghantar dikatakan
mematuhui hukum ohm jikanilai resistansinya tidak bergantung terhadap besar
dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya. Pada suhu yang tetap
sebanding dengan beda potensial antara kedua ujung-ujung konduktor.
Rangkaian listrik terdapat dua macam rangkaian, yaitu rangkaian seri dan
rangkaian paralel. Dari percobaan diketahui bahwa tegangan pada tiap resistor
memiliki nilai yang sama dengan sumber tegangannya. Jadi, pada rangkaian
seri yang memiliki nilai yang sama yaitu arus. Sedangkan pada rangkaian
paralel yang memiliki nilai yang sama adalah tegangan. Pada rangkaian seri dan
rangkaian paralel, sumber tegangan dan nilai suatu hambatan sangat
berpengaruh terhadap arus yang mengalir dan tegangan pada setiap resistor.
Suhu sangat mempengaruhi penghantar listrik,karena semakin tinggu suhu
pada penghantar,maka hambatan pada penghantar juga makin besar Adanya
koefisien suhu hambatan listrik bahan ini disebabkan karena adanya pengaruh
suhu terhadap susunan atom-atom bahan. Bahan konduktor adalah bahan
yang kutub atom-atomnya mudah teratur sesuai arus listrik yang melaluinya.
Semakin teratur susunan atom-atom bahan tersebut semakin baik sifat
konduktornya. Susunan atom-atom ini akan terganggu jika bahan dipanaskan.
Semakin tinggi suhu bahan susunan atom-atomnya semakin teratur, sehingga
hamabatan bahan semakin besar. 
Salah satu faktor luar/eksternal yang sangat berpengaruh terhadap
hambatan penghantar adalah suhu atau temperatur. Semakin tinggi temperatur
suatu penghantar, semakin tinggi pula getaran elektron-elektron bebas dalam
penghantar tersebut. Getaran elektron-elektron bebas inilah yang akan
menghambat jalannya muatan listrik (arus listrik) dalam penghantar tersebut.
Adapun hambatan jenis penghantar (ρ) akan berubah seiring dengan perubahan
temperatur. Semakin tinggi temperatur penghantar, hambatan jenisnya akan
semakin tinggi, dan sebaliknya. Perubahan hambatan jenis ini selanjutnya akan
diikuti oleh perubahan hambatan total (R) penghantar itu sendiri.

20
Hal tersebut dapat di lihat dari persamaan di bawah ini :

 
dan jika hambatan semakin bear maka akan memepengaruhi besar arus listri
yang masuk dalam rangkaian, karena :

 
Semakin besar hambatan (R) maka arus yang mengalir akan semakin kecil. 
Grafik hubungan hambatan (R ) dengan suhu (T) adalah sebagai berikut : 

Contoh paling sederhana penerapan rangkaian listrik seri dalam kehidupan


sehari-hari (di rumah) :

21
1. Lampu hias pohon Natal model lama (yang baru pakai rangkaian
elektronik & lampu LED) merupakan rangkaian seri beberapa lampu
(12V di-seri 20 pcs) sehingga dapat menerima tegangan sesuai dengan
jala-jala (220V).

2. Lampu TL (tube Lamp) atau orang bilang lampu neon, model lama yang
masih memakai ballast, di dalam box nya memakai rangkaian seri
antara jala-jala dengan ballastnya.

3. Di dalam setrika listrik ada rangkaian seri dengan bimetal (temperatur


kontrol), demikian juga kulkas.

4. Sakelar/switch merupakan penerapan rangkaian seri dengan beban.

Contoh paling sederhana penerapan rangkaian listrik seri dalam kehidupan


sehari-hari (di rumah) :

1. Prinsip kerja PLN

2. Penggunaaan stopkontak

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Hukum ohm menyatakan kuat arus listrik berbanding lurus dengan
tegangan dan berbanding terbalik dengan hambatan
V
I=
R

2.Mencari hambatan menggunakan rumus


V
R=
I

5.2 Saran
Diharapkan praktikum berjalan lebih tenang dan alat yang digunakan lebih
lengkap.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alonso, M. 1992. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.

Foster, B. 2004. Fisika II. Jakarta: Grandmedia.

Giancoli, D. C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid Dua. Jakarta: Erlangga.

Mediarma, B. 2005. Fisika Dasar. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Halliday, D. R. Resnick dan J. Walker. 2010. Fisika Dasar Edisi Ketujuh Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.

24
PERTANYAAN

1. Jelaskan pengertian daerah Ohmik dan Non-Ohmik!

2. Jelaskan prinsip pengukuran hambatan dengan voltmeter dan


amperemeter!

3. Apakah pengaruh temperatur pada hambatan?

JAWAB

1. Daerah Ohmik adalah daerah dengan sifat kelistrikan suatu benda yang
mengikuti hukum Ohm. Daerah Non-Ohmik adalah daerah dengan sifat
kelistrikan suatu benda yang tidak mengikuti hukum Ohm.

2. Prinsip pengukuran dengan voltmeter yakni menyusun atau merangkai


amperemeter, hambatan geser, dan voltmeter atau pun sumber
tegangan secara seri. Sedangkan prinsip amperemeter sama dengan
voltmeter hanya saja disusun secara paralel.

3. Pengaruh temperatur (suhu) terhadap hambatan yakni semakin tinggi


suhu pada pengantar ,maka hambatan pada penghantar juga semakin
besar begitupun sebaliknya.

BAB I

25
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di zaman modern seperti pada saat ini, listrik menjadi salah satu
kebutuhan manusia karena listrik sendiri memiliki peranan penting tersendiri
bagi manusia. Untuk menggunakan listrik dibutuhkan yang namanya arus
listrik. Pada arus listrik searah, arus listrik ini hanya terjadi pada aris listrik
yang nilainya hanya positif atau hanya negatif saja yakni tidak berubah dari
positif negatif ataupun sebaliknya.
Arus listrik yang searah, biasanya dikenal dengan singkatan Direct
Current (DC). Pada listrik arus searah ini, listrik arus searah ini mengalir ke
satu jurusan saja pada kawat penghantar yakni dari kutub positif (+) ke bagian
kutub negatif (-). Contoh penerapan arus listrik searah dapat dilihat didalam
rangkaian seri, rangkaian paralel serta jembatan Wheatstone. Didalam arus
listrik itu sendiri, terdapat beberapa hal yang mempengaruhi listrik,yakni
tahanan, arus, tegangan dan lain-lain.
Hubungan hukum ohm tetap sebagai definisi umum dari hambatan
sebuah penghantar, tak peduli apakah hambatan itu mengikuti hukum ohm (Ω)
atau tidak. Ekivalen mikroskopik dari hubungan hukum ohm adalah sebuah
penghantar dikatakan memenuhi hukum Ohm jika garis E terhadap j. Hukum
Ohm adalah sebuah sifat spesifik dari bahan-bahan tertentu dan bukan
merupakan sebuah hukum umum mengenai keelektromagnetan (Halliday, 1996
: 195).
Salah satu cara untuk mengukur hambatan listrik adalah dengan
menggunakan jembatan Wheatstone. Jembatan Wheatstone merupakan suatu
alat yang digunakan untuk mengetahui besar nilai suatu hambatan yang belum
diketahui angkanya atau nialinya tersebut. Alat ini diciptakan oleh Samuel
Hunter Christi dan dipopulerkan oleh Sir Charles Wheatstone pada tahun 1943.
Pada umumnya Jembatan Wheatstone dipergunakan untuk memperoleh
ketelitian dalam hal melaksanakan pengukuran terhadap suatu tahanan yang
lainnya relatif kecil sekali, seumpamanya saja apabila suatu kebocoran dari
kabel tanah atau korsleting dan sebagainya. Rangkaian ini dibentuk oleh empat
buah tahanan yang merupakan sebuah segi empat atau persegi A-B-C-D dalam
hal pada rangkaian ini dihubungkan dengan sumber tegangan dan sebuah
galvanometer nol. Tahanan-tahanan itu diatur sehingga galvanometer itu tidak
akan ada berinteraksi dengan keempat tahanan itu.

26
Selain itu, jembatan wheatstone juga digunakan untuk mengoreksi
kesalahan yang dapat terjadi dalam pengukuran sebuah hambatan dengan
menggunakan hukum Ohm.
Pada percobaan ini, digunakan alat yang bernama Galvanometer. Galvanometer
sendiri untuk mendeteksi pengukuran arus listrik yang terjadi. Jika jarum
Galvanometer G menunjukkan angka nol (0) ataupun kesetimbangan, hal ini
berarti pada Galvanometer tidak ada arus listrk yang mengalir. Akibatnya, pada
keadaan ini tegangan di R1 (VPQ) sama dengan nilai tegangan yang ada pada R4
(VPS) dan tegangan di R2 (VQR) sama dengan tegangan pada R3.
Sehingga, sangat perlu bagi praktikan untuk mengetahui apa-apa saja
yang mempengaruhi bisa terjadinya jembatan wheatstone. Alat-alat apa saja
yang digunakan didalam pratikum ini serta bagaimana cara didalam praktikum
jembatan wheatstone ini. Maka dari itu, sangat penting bagi praktikan untuk
mempelajari dasar-dasar untuk mempelajari jembatan wheatstone ini dan
praktikan juga harus bisa membandingkan hasil dari percobaan dengan hasil
pada literatur.

1.2 Tujuan
1. Mempelajari rangkaian jembatan wheatstone sebagai pengukur
hambatan.
2. Mengukur besar hambatan dan membuktikan hukum hubungan seri
dan paralel.
3. Menentukan hambatan jenis suatu kawat penghantar.

27
BAB II
LANDASAN TEORI

Nilai resistensi yang tidak diketahui dapat diukur secara akurat dengan
menggunakan sirkuit yang dikenal sebagai jembatan Wheatstone.

Sirkuit ini terdiri dari resistensi yang tidak diketahui R x, tiga resistensi
diketahui R 1, R 2, R3 (dimana R1 adalah variabel dekalibrasi resistor),
galvanometer, dan baterai. Resistor R 1 bervariasi sampai galvanometer membaca
adalah nol, sampai tidak ada arus dari a ke b. Dalam kondisi ini jembatan
dikatakan seimbang. Karena potensial listrik harus sama antara titik a dengan
potensial pada titik b ketika jembatan seimbang, potensial perbedaan di R 1
harus sama dengan beda potensial R 2. Demikian juga, bea potensial pada R 3
harus sama dengan beda potensial di R x. Dari pertimbangan ini kita melihat
bahwa :

1) I 1 R1=I 2 R 2

2) I 1 R3=I 2 R x

Dari persamaan di atas untuk pemecahan Rx kita temukan bahwa

R 2 R3
R x=
R1
(Halliday, 2004: 899)

28
Pada rangkaian, Rx adalah hambatan yang besarnya dapat diubah-ubah
dan R1 adalah hambatan yang hendak diukur besarnya. Dengan mengubah-
ubah nilai R1 rangkaian dapat dibuat seimbang sehingga jarum galvanometer G
menunjukkan angka nol. Pada keadaan tersebut arus yang melalui R 1 dan Rx
sama yaitu I1. Begitupun arus yang melalui R2 dan R3 sama yaitu I2.

Jadi dalam keadaan seimbang, pada rangakaian jembatan wheatstone


diperoleh:

V ab=V ad dan V bc =V dc

Sehingga didapatkan

I 1 R X =I 2 R3 =R 1 R3 R2 R X

Atau

R4 =I 1 R1=I 2 R 2

(Dudi, 2007: 32-33)

R1, R2 dan R3 merupakan hambatan yang sudah diketahui, sedangkan Rx


adalah hambatan yang akan dicari besarnya. Pada keadaan seimbang,
galvanometer akan menunjukkan angka nol, karena tidak ada arus yang
mengalir melalui galvanometer tersebut. Dalam keadaan ini berlaku hubungan:

Hambatan listrik merupakan karakteristik suatu bahan pengantar


listrik/ konduktor, yang dapat digunakan untuk mengatur besarnya arus listrik
yang melewati suatu rangkaian.

Hambatan sebuah konduktor diantara dua titik diukur dengan


memasang sebuah beda potensial di antara titik-titik tersebut dengan

V
membandingkannya dengan arus listrik yang terukur ( R= ). Cara pengukuran
I
hambatan listrik dengan voltmeter dan ampermeter dapat menggunakan
rangkaian seperti gambar

29
(Vani, 2009: 62)

Hukum Kirchoff

Seperti yang kita lihat pada bagian sebelumnya, sirkuit sederhana dapat
dianalisis dengan menggunakan ∆ V =IR dan aturan untuk seri dan paralel
kombinasi resistor. Sangat sering, bagaimanapun tidak mungkin mengurangi
rangkaian loop tunggal. Langkah untuk menganalisa sirkuit yang lebih
kompleks sangat sederhana jika kita menggunakan dua aturan yang disebut
hukum kirchoff.

1. Aturan persimpangan. Jumlah arus masuk persimpangan


apapun dalam rangkaian harus sama dengan jumlah arus yang meninggalkan
persimpangan itu:

∑ I ¿ =∑ I out
2. Aturan lingkaran. Jumlah perbedaan potensial di semua elemen
di setiap sirkuit tertutup harus nol.

∑ ∆ V =0
(Serway, 2004: 87)

Hukum Ohm

Hukum Ohm menyatakan “jika suatu arus listrik melalui suatu


penghantar, maka kekuatan arus tersebut adalah sebanding dengan tegangan
listrik yang terdapat di antara kedua ujung penghantar tadi”

Hukum Kirchoff I

Dipertengahan abad 19, Gustau Robert Kirchoff (1824-1887)


menemukan cara untuk menentukan arus listrik pada rangkaian bercabang
yang kemudian dikenal sebagai hukum kirchoff. Hukum kirchoff berbunyi
“jumlah kuat arus yang masuk dalam titik percabangan sama dengan jumlah
kuat arus yang keluar dari titik percabangan”.

30
Hukum Kirchoff II

Hukum kirchoff II berbunyi, “dalam rangkaian tertutup, jumlah aljabar


GGL (F) dan jumlah penurunan potensial sama dengan nol” (Ari, 2007: 55).

Jembatan wheatstone akan dapat digunakan untuk mengukur


induktansi, kapasitas, impedensi, dan frekuensi resonansi. Jika terlebih dahulu
diadakan perubahan kecil dalam legan-lengannya dan sumber arusnya adalah
AC. Jembatan wheatstone juga digunakan untuk mengubah variasi-variasi kecil
dalam perlawanan menjadi variasi-variasi tegangan. Variasi tegangan (V) kepada
penguat instrumentasi.
Galvanometer adalah suatu alat yang dapat mengukur arus yang sangat
kecil. Galvanometer dalam proses pengerjaanya menggunakan arus gulungan
putar yang terdiri dari sebuah magnet yang tidak bergerak dan merupakan
sebuah potongan kawat yang merupakan satu bagian yang mudah bergerak dan
dilalui arus yang hendak diukur. Pada kapal motor dilengkapi dengan lapis-
lapis kitub. Lapis-lapis kutub ini ditempatkan pada sebuah inti dengan lilitan
kawat yang dapat diputar dengan bebas melalui sebuah poros. Jika gulungan
ini dialiri arus listrik maka akan timbul suatu kekuatan yang berakibat akan
memutar gulungan itu sehingga akan membentuk sudut 90 terhadap arah
kawat. Kuat arus yang berbeda dalam penghantar itu mempunyai arah
mendekati dan menjadi positif. Dengan menggunakan peraturan daya jadi dapat
kita ketahui bahwa gulungan tadi berputar menurut arah panah, sehingga
jarum penunjuk akan menyimpang ke kanan dari angka nol (Suryanto, 1999:4).
Menurut Tipler (2001 : 142), hukum dasar rangkaian listrik yang
berhubungan dengan jembatan wheatstone ialah :
1. Hukum Ohm.
Hukum Ohm menyatakan “ Jika suatu arus listrik melalui suatu
penghantar, maka kekuatan arus tersebut adalah sebanding lurus dengan
tegangan listrik yang terdapat diantara kedua ujung penghantar tadi “.
Hukum ini dicetuskan oleh Georg Simon Ohm, seorang Fisikawan dari
Jerman pada Tahun 1825 dan dipublikasikan pada sebuah paper yang berjudul
The Galvanic Investigated Mathematically pada Tahun 1827.
Hukum Ohm :
- Tegangan dinyatakan denga nilai volt, disimbolkan E dan V.
- Arus dinyatakan dengan Ampere, disimbolkan I.
- Hambatan dinyatakan dengan Ohm, disimbolkan R.

31
Jika luas penampang A yang diperhatikan cukup kecil dan tegak lurus ke
arah J (misalnya panjang konduktor besar sekali dibanding dengan luas
penampangnya), maka J dapat dianggap sama pada seluruh bagian penampang
hingga I=J.A maka untuk beda potensial berlaku ∆V=∫E.dl dan juga integrasi
diambil sepanjang suatu garis gaya

∆V=∫E.dl

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
- Galvanometer digunakan untuk mengukur arus dalam skala
kecil
- Power Supply digunakan sebagai sumber energi yang mengubah
arus AC menjadi DC.
- Kawat geser digunakan untuk memutuskan dan menyambung
arus listrik.
- Kabel penghubung digunakan untuk menghubungkan rangkaian
3.1.2 Bahan
- Kawat penghantar digunakan untuk stabilitas pada rangkaian
- Hambatan Standar digunakan sebagai resistor yang sudah
diketahui nilainya
- Resistor digunakan sebagai resistor yang belum diketahui
nilainya.

3.2. Cara Kerja


3.2.1. Mengukur Besar Hambatan Seri dan Pararel

- Disusun rangkaian

- Diatur nilai Rs pada 100 Ω, kemudian diatur kontak geser K


sehingga galvanometer menunjukkan angka nol

- Dicatat panjang L1 dan L2

32
- Diulangi percobaan dengan mengubah nilai Rs pada 150 Ω, 330
Ω sampai 680 Ω

- Diulangi untuk Rx yang dihubungkan secara seri dan pararel

3.2.2. Menentukan Hambat Jenis Kawat Penghantar

- Diganti Rx dengan kawat penghantar

- Dicatat panjang dan diameter kawat penghantar

- Dilakukan cara kerja A.2 dan A.3

- Diatur nilai Rs pada 10 Ω

- Diulangi nilai Rs lainnya

- Diulangi langkah di atas untuk panjang kawat yang berbeda

3.3. Skema Alat

3.3. Skema Alat


1. Galvanometer

1
2 3

Keterangan :
1. Skala Voltmeter

33
2. Jarum

3. Skala Amperemeter

4. Pengatur Skala

2. Power Supply

1
3

4
2
5

Keterangan :
1. Tombol on/off
2. Output positif

3. Tempat pembacaan skala

4. Pengatur skala gelombang

5. Output negatif

3. Kawat Geser

1
2

Keterangan :
1. Colokan Arus

2. Papan Kawat Geser

3. Kawat Geser

34
4. Kabel Penghubung

Keterangan :
1. Kutub kabel (positif/negatif).

2. Kabel

35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Keadaan Laboratorium Sebelum Percobaan Sesudah Percobaan

Suhu ºC ºC

Kelembapan relatif % %

4.1.1 Rx Tunggal

Kuat Arus (A) I1 (m) I2 (m) I1/I2 Rs (Ω) Rc (Ω)

10 58.6 41.4 1.415 100 141.5

10 48.7 51.3 0.949 150 142.4

10 28.4 71.6 0.396 330 130.9

10 17.4 82.6 0.210 680 143.2

4.1.2 Rx Seri

Kuat Arus (A) I1 (m) I2 (m) I1/I2 Rs (Ω) Rc (Ω)

10 35.3 64.7 0.545 250 136.25

10 23.4 76.6 0.305 430 131.35

10 21.7 78.3 0.277 480 133.02

10 13.4 86.6 0.154 780 120.69

4.1.3 Rx Paralel

Kuat Arus (A) I1 (m) I2 (m) I1/I2 Rs (Ω) Rc (Ω)

10 70.7 29.3 2.412 60.0 136,25

10 65.2 31.8 1.873 76.7 131,35

10 57.8 42.2 1.369 103.1 133,02

10 61.7 38.3 1.610 87.2 120,69

36
4.1.4 Hambat Jenis Kawat Penghantar

No. Jenis Panjang Diameter I1 I2 I1/I2 Rs Rx (Ω)


Kawat Kawat Kawat (m) (cm) (cm) (Ω)
(m)
1. Constanta 1 10−3 20.6 79.4 0.26 10 2.041x10−6
n CuNi 44
Ø1
2. Constanta 1 10−3 29.9 70.1 0.42 10 3.348x10−6
n CuNi 44
Ø 0.5
3. Constanta 1 10−3 32.1 67.9 0.47 10 3.711x10−6
n CuNi 44
Ø 0,7

4.2 Perhitungan

4.2.1 Rx Tunggal

Diket :

I = 10 A ; l =100 cm.

1. Rs =100 Ω 2. Rs =150 Ω

l1 = 58.6 cm l1 = 48.7 cm

l2 = (100-58.6)cm l2 = (100-48.7)cm

=41.1 cm =51.3 cm

l1 58.6 cm l1 48.7 cm
= =1.415 =¿ =0.949
l2 41.4 cm l2 51.3 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 100 Ω . 1.415 = 150 Ω . 0.949

=141.5 Ω = 142.4 Ω

37
3. Rs =330 Ω 4. Rs =680 Ω

l1 = 28,4 cm l1 = 17,4 cm

l2 = (100-28,4)cm l2 = (100-17,4)cm

=71,6 cm =82,6 cm

l1 28,4 cm l1 17,4 cm
= =0,396 =¿ =0.210
l2 71,6 cm l2 82,6 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 330 Ω . 0,396 = 680 Ω . 0,210

=130,9 Ω = 143,2 Ω

4.2.2 Rx Seri

Diket :

I = 10 A ; l =100 cm.

1. Rs =250 Ω 2. Rs =430 Ω

l1 = 35,3 cm l1 = 23,4 cm

l2 = (100-35,3)cm l2 = (100-23,4)cm

=64,7 cm =76,6 cm

l1 35,3 cm l1 23,4 cm
= =0,545 =¿ =0,305
l2 64,7 cm l2 76,6 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 250 Ω . 0,545 = 430 Ω . 0,305

=136,25 Ω = 131,35 Ω

38
3. Rs = 480 Ω 4. Rs =780 Ω

l1 = 21,7 cm l1 = 13,4 cm

l2 = (100-21,7)cm l2 = (100-13,4)cm

=78,3 cm =86,6 cm

l1 21,7 cm l1 13,4 cm
= =0,277 =¿ =0,154
l2 78,3 cm l2 86,6 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 480 Ω . 0,277 = 780 Ω . 0,154

=133,02 Ω = 120,69 Ω

4.2.3 Rx Paralel

Diket :

I = 10 A ; l =100 cm.

1. Rs =60,0 Ω 2. Rs =76,7 Ω

l1 = 70,7 cm l1 = 65,2 cm

l2 = (100-70,7)cm l2 = (100-65,2)cm

=29,3 cm =34,8 cm

l1 70,7 cm l1 65,2 cm
= =2,412 =¿ =1,873
l2 29,3 cm l2 34,8 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 60,0 Ω . 2,412 = 76,7 Ω . 1,873

39
=144,77 Ω = 143,70 Ω

3. Rs = 103,1 Ω 4. Rs =87,2 Ω

l1 = 57,8 cm l1 = 61,7cm

l2 = (100-57,8)cm l2 = (100-61,7)cm

=42,2 cm =38,3 cm

l1 57,8 cm l1 61,7 cm
= =1,369 =¿ =1,610
l2 42,2 cm l2 38,3 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

=103,1 Ω . 1,369 = 87,2 Ω . 1,610

=141,21 Ω = 140,47 Ω

4.2.4 Hambatan Jenis Kawat Penghantar

Diket :

I = 10 A ; l =100 cm; d = 10-3

1. Rs =10 Ω 2. Rs =10 Ω

l1 = 20,6 cm l1 = 29,9 cm

l2 = (100-20,6)cm l2 = (100-29,9)cm

=79,4 cm =70,1 cm

l1 20,6 cm l1 29,9 c m
= =0,26 =¿ =0,42
l2 79,4 cm l2 70,1 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

40
= 10 Ω . 0,26 = 10 Ω . 0,42

=2,6 Ω = 4,2 Ω

Rx . π . d 2 Rx . π . d 2
ρ= ρ=
4L 4L

2 2
=
2,6 x 3,14 x ( 10−3 ) =
4,2 x 3,14 x ( 10−3 )
4 x1 4 x1

=
8,164 x 10−6 =
13,188 x 10−6
4 4

= 2,041 x 10-6 = 3,348 x 10-6

3. Rs =10 Ω

l1 = 32,1 cm

l2 = (100-32,1)cm

=67,9 cm

l1 32,1 cm
= =0,47
l2 67,9 cm

l1
Rx = Rs .
l2

= 10 Ω . 0,47

=4,7 Ω

Rx . π . d 2
ρ=
4L

41
2
=
4,7 x 3,14 x ( 10−3 )
4 x1

=
14,758 x 10−6
4

= 3,711 x 10-6

4.3 Ralat
4.3.1 Rx Tunggal
No a (a-ā) (a-ā)2
.
1 141,5 2,0 4,00
2 142,4 2,9 8,41
3 130,9 -8,6 73,96
4 143,2 3,7 13,69
ā = 139,50 ∑(a-ā)2 = 100,06

∑(a−ā) 2 RM
RM =
√ n−1
RN =
ā
x 100%

100,06 5,77
=
√ 4−1
=
139,5
x 100%

= √ 33,35 = 4,13 %

= 5,77

4.3.2 Rx Seri
No a (a-ā) (a-ā)2
.
1 136,25 5,93 35,1649
2 131,35 1,03 1,0609
3 133,02 2,70 7,2900
4 120,69 -9,63 92,7369
ā = 130,32 ∑(a-ā)2 = 136,2527

∑(a−ā) 2 RM
RM =
√ n−1
RN =
ā
x 100%

42
136,2527 6,74
=
√ 4−1
=
130,32
x 100%

= √ 45,4176 = 5,17 %

= 6,74

4.3.3 Rx Paralel
No A (a-ā) (a-ā)2
.
1 144,77 2,23 4,9729
2 143,70 1,16 1,3456
3 141,21 -1,33 1,7689
4 140,47 -2,07 4,2849
ā = 142,54 ∑(a-ā)2 = 9,1683

∑(a−ā) 2 RM
RM =
√ n−1
RN =
ā
x 100%

9,1683 1,75
=
√ 4−1
=
142,54
x 100%

= √ 3,0561 = 1,23 %

= 1,75

4.3.4 Hambatan Jenis Kawat Penghantar


No. A (a-ā) (a-ā)2
1 2,6 -1,23 1,5129
2 4,2 0,37 0,1369
3 4,7 0,87 0,7569
ā = 3,83 ∑(a-ā)2 =2,4067

∑(a−ā) 2 RM
RM =
√ n−1
RN =
ā
x 100%

43
2,4067 1,09
=
√ 3−1
=
3,83
x 100%

= √ 1,2033 = 28,45 %

= 1,09

44
4.4 Pembahasan
Pada percobaan jembatan Wheatstone kali ini, praktikan melakukan
percobaan rangkaian listrik secara paralel maupun seri. Pada percobaan ini
praktikan mengukur besar hambatan seri dan paralel serta menentukan
hambat jenis kawat penghantar. Masing-masing dari percobaan menentukan
nilai Rx pada Rx Tunggal, Rx seri, Rx paralel dan Rx dari hambat jenis kawat
penghantar.
Perbedaan dari jembatan wheatstone dengan Voltmeter, yaitu jembatan
wheatstone merupakan suatu susunan rangkaian listrik untu mengukur suatu
tahanan yang tidak diketahui harganya (besarannya). Dan kegunaan dari
jembatan wheatstone adalah untuk mengukur nilai suatu hambatan dengan
cara arus yang mengalir pada Galvanometer sama dengan nol (karena potensial
ujung-ujungnya sama besar). Sehingga dapat dirumuskan dengan perkalian
silang. Cara kerjanya adalah sirkuit listrik dalam empat tahanan dan sumber
tegangan yang dihubungkan melalui dua titik diagonal dan pada kedua diagonal
yanng lain dimana Galvanometer ditempatkan seperti yang diperlihatkan pada
jembatan wheatstone. Sedangkan Voltmeter adalah alat yang berfungsi untuk
mengukur tegangan lisrtrik.
Sedangkan perbedaan Voltmeter dengan Galvanometer yakni dengan
menambahkan alat Multiplier pada Voltmeter akan dapat meningkatkan
kemampuan pengukuran alat Voltmeter berkali-kali lipat. Gaya magnetik
tersebut akan mampu membuat jarum alat pengukur Voltmeter bergerak saat
ada arus listrik. Semakin besar arus listrik yang mengalir maka semakin besar
penyimpangan jarum yang terjadi. Prinsip kerja Voltmeter hampir sama dengan
Amperemeter karena desainnya juga terdiri dari Galvanometer dan hambatan
seri atau Multiplier. Galvanometer menggunakan prinsip hukum Lorentz,
dimana interaksi antara medan magnet dan kuat arus akan menimbulkan gaya
magnetik. Gaya magnetik inilah yang menggerakkan jarum penunjuk sehingga
menyimpang saat dilewati oleh arus yang melewati kumparan. Makin besar
kuat arus akan makin besar penyimpangannya.
Pada percobaan pertama, praktikan melakukan percbaan pada rangkaian
tunggal. Pada praktikan kali ini praktikan tidak menggunakan Galvanometer,
melainkan Multimeter. Pada percobaan Rx Tunggal, praktikan menggunakan
kuat arus sebesar 10 A dan didapatkan panjang 1 (l1) sebesar 58.6 cm, l1 pada
pengulangan kedua (l1) ssebesar 48.7 cm, l1 pada pengulangan ketiga sebesar
28.4 cm dan l1 pada pengulangan terakhir sebesar 17.4 cm dengan masing-
masing satuan cm. Dari l1 dapat diketahui bahwa panjang 2 (l2) dapat dihitung
dengan panjang keseluruhan (100cm) dikurangi dengan l1 pada masing-masing

45
pengulangan sehingga didapatkan l2 secara berurut yakni 41.4 cm, 51.3 cm,
71.6 cm, dan 82.6 cm. Dengan begitu, didapatlah nilai Rs sebesar 100 Ω, 150 Ω,
330 Ω, dan 680 Ω. Sehingga, didapat nilai Rx pada masing-masing percobaan
sebesar 141.5 Ω, 142.2 Ω, 130.9 Ω, dan 143.2 Ω.
Pada percobaan ke dua, praktikan melakukan percobaan untuk menghitung
Rx seri. Pada rangkaian seri ini, praktikan juga menggunakan kuat arus
sebesar 10 A. Pengulangan pada rangkaian ini dilakukan sebanyak 4 kali. Pada
pengulangan pertama didapatkan l1 sebesar 35.3 cm, l1 kedua sebesar 23.4 cm,
l1 ketiga sebesar 21.7 cm, dan l1 keempat sebesar 13.4 cm. Lalu didapatkan l2
pada pengulangan pertama sebesar 64.7 cm, l2 pada pengulangan sebesar 76.6
cm, l2 pada pengulangan ketiga sebesar 78.3 cm, dan l2 pada pengulangan
keempat sebesar 86.6 cm. Dari l1 dan l2, dapat dicari nilai Rs. Dari pengulangan
ini praktikan mendapat nilai Rs secara berurutan yaitu sebesar 250 Ω, 430 Ω,
480 Ω, dan 780 Ω. Dari nilai Rs ini didapatkan nilai Rs sebesar 136.25 Ω,
131.35 Ω, 133.02 Ω, dan 120.69 Ω.
Pada percobaan ketiga, praktikan melakukan pada rangkaian paralel.
Rangkaian LC paralel dapat dimodelkan sebagai ideal bend pass filter, dimana:
induktor ideal, kapasitor ideal, dan beban dibuka. Pada pengulangan pertama,
praktikan mendapatkan nilai l1 sebesar 70.7 cm, 65.2 cm, 51.8 cm, dan 61.7 cm
dengan kuat arus sebesar 10 A. Praktikan mendapat nilai l2 secara berurutan
yakni sebesar 29.3 cm, 34.8 cm, 49.2 cm, dan 38.3 cm. Dari percobaan ini,
didapatkan nilai Rs sebesar 60.0 Ω, 76.7 Ω, 103.1 Ω, dan 81.2 Ω. Sehingga
didapatkan nilai Rx paralelnya sebesar 144.77 Ω, 143.70 Ω, 141.21 Ω, dan
140.47 Ω.
Selanjutnya praktikan melakukan percobaan keempat pada hambat jenis
kawat penghantar. Pada percobaan ini, praktikan menggunakan jenis kawat
konstanta CuNi 44 Ø 1, konstanta CuNi 44 Ø 0.5, dan konstanta CuNi 44 Ø 0.7
dan panjang kawat yang berukur 1 meter dengan diameter kawat sebesar 10 -3
meter. Pada percobaan pertama dengan jenis kawat konstanta CuNi 44 Ø 1,
didapatkan l1 sebesar 20.6 cm dan l2 sebesar 79.4 cm. Lalu didapatkan Rs
sebesar 10 Ω. Sehingga didapatkan nilai Rx sebesar 2.6 Ω dan ρ sebesar 2.041 x
10-6 Ωm.

46
Grafik Rx Tunggal ( l1 (cm) terhadap Rx (Ω) )

70

60

50

40

30

20

10

0
130.9 141.5 142.4 143.2

Grafik Rx Seri ( l1 (cm) terhadap Rx (Ω) )

40

35

30

25

20

15

10

0
120.69 131.35 133.02 136.25

47
Grafik Rx Paralel ( l1 (cm) terhadap Rx (Ω) )

80

70

60

50

40

30

20

10

0
140.47 141.21 143.7 144.7

Grafik Hambat Jenis Kawat Pengantar ( d=10−3 m terhadap Rx (Ω) )

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
2,041 x 10-6 3,348 x 10-6 3,711 x 10-6

48
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
Jembatan Wheatstone merupakan alat ukur yang digunakan untuk
menentukan suatu hamabatan listrik yang belum diketahui nilainya.
Jembatan Wheatstone yang dilengkapi dengan kawat geser, resistor, kawat
pengantar, galvanometer, power supply, kabel penghubung dan hambatan
standar dirangkai sedemikian rupa sehingga menghasilkan arus listrik dan
hambatan yang belum diketahui dapat ditentukan.
Mengukur besarnya hambatan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain adalah :
- Hukum Seri
Hukum seri menyatakan bahwa penjumlahan hambatan dapat
dilakukan secara langsung, apabila dirangkai dari ujung ke ujung.
- Hukum Paralel
Hukum paralel menyatakan bahwa pada penjumlahan hambatan
dapat dilakukan dengan superhambatan dijumlahkan sehingga
mendapatkan hambatan yang sesungguhnya. Hubungan antara seri-paralel
keduanya digunakan untuk mengukur hambatan, hanya rangkaiannya saja
yang berbeda.
Hambatan yang belum diketahui juga dapat diukur menggunakan
kawat penghantar. Sebagaimana Rs berbanding lurus dengan Rx, maka Rs
pada kawat penghantar berbanding lurus pula dengan K ( kawat
penghantar), dimana dapat disimpulakan bahwa apabila L 1 lebih kecil maka
pada Rs bernilai besar, sebaliknya apabila L2 lebih besar, maka Rs bernilai
kecil.

5.2 Saran

Praktikan sebaiknya lebih teliti dan memahami konsep dari percobaan ini
dan sebaiknya resistor yang disediakan pada praktikum kali ini disesuaikan
dengan muatan listrik saat percobaan, sehingga pada pengukuran hambat
jenis dapat terlaksana sesuai dengan tujuan percobaan dengan baik.

49
DAFTAR PUSTAKA

Dandi, A. 2007. Panduan Lengkap Eksperimen Fisika. Jakarta: Wahyu Media.

Indrijit, D. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Fisika. Bandung: PT. Setia Purnama.

Raymond A. Serway, Jhon W. Jewett. 2004. Physic for Scientis and Engineers
6th Edition. California: Thompson Brooks.

Resnick, H. 2004. Fundamentals of Physic 8th Edition. California: Jearl Walker.

Sugiyono, V. 2009. FISIKA. Surabaya: PT. Kawa Pustaka.

Suryanto. 1999. Pengetahuan Alat Ukur dan Elektronik. Jakarta: Erlangga.

Tipler, Paul A. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

50
PERTANYAAN

1. Jelaskan cara lain untuk mengukur hambatan!


Penyelesaian :
Selain menggunakan praktikum dan perhitungan Jembatan
Wheatstone, untuk mengetahui besar suatu hambatan yaitu dengan
cara membaca gelang warna pada resistor tersebut.
2. Bagaimana pengaruh pengukuran jika kawat geser tidak homogen?
Penyelesaian :
Maka nilai Rx akan sulit diprediksi. Karena nilai dan tidak sama.
Maka hasil hambatan yang di dapat tidak akan sesuai dengan
persamaan Rs x l2 = l1 x Rx karena beda jenis kawat beda juga nilai
konstan taresistivitasnya sehingga akan mempengaruhi nilai hambatan
yang diperoleh.
3. Apa syarat agar R1 dan R2 sebanding dengan L1 dan L2 ?
Penyelesaian :
Jarum penunjuk pada galvanometer/ voltmeter tepat pada posisi
0 volt. Selain itu, Kawat yang digunakan harus homogen (mempunyai
nilai konstan taresistivitas yang sama) dan juga panjang kawat yang
seragam ( sama )
4. Bagaimana pengaruh pengukuran jika kawat geser tidak homogen?
Penyelesaian :
Maka nilai Rx akan sulit diprediksi. Karena nilai yang tidak
sama. Maka hasil hambatan yang didapatkan tidak akan sesuai dengan
persamaaan Rs x I2 = I1 x Rx. Karena beda jenis kawat beda juga nilai
konstanta resistivitasnya sehingga akan mempengaruhi nilai hambatan
yang diperoleh.
5. Mengapa pada pengukuran kapasitas, galvanometer diganti dengan
“headphone”?
Penyelesaian :
Pada penggunaan pengukuran kapasitas karena merupakan alat
mengukur impertensi suasu dibuat hubungannya dengan kapasitas.
6. Apakah satuan hambatan jenis (satuan SI)?
Penyelesaian :

Ohm meter (Ωm).

51
EVALUASI AKHIR

1. Hitunglah besar Rx dan hambatan pengganti Rx yang dihubungkan secara


seri dan paralel !
2. Berdasarkan hasil percobaan tentukan hukum hubungan seri dan paralel
pada hambatan
3. Buat grafik hambatan terhadap panjang kawat(),cari gradiennya dan hitung
hambatan jenis dari kawat penghantar tersebut
4. Dengan melihat literatur,tentukan jenis bahan kawat penghantar tersebut!
5. Buat analisis dan kesimpulan hasil percobaan

JAWAB

1.Rx yang di hubungkan secara paralel :


Diket :
I = 10 A ; l =100 cm.

2. Rs =100 Ω 2. Rs =150 Ω

l1 = 58.6 cm l1 = 48.7 cm

l2 = (100-58.6)cm l2 = (100-48.7)cm

=41.1 cm =51.3 cm

l1 58.6 cm l1 48.7 cm
= =1.415 =¿ =0.949
l2 41.4 cm l2 51.3 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 100 Ω . 1.415 = 150 Ω . 0.949

=141.5 Ω = 142.4 Ω

3. Rs =330 Ω 4. Rs =680 Ω

l1 = 28,4 cm l1 = 17,4 cm

52
l2 = (100-28,4)cm l2 = (100-17,4)cm

=71,6 cm =82,6 cm

l1 28,4 cm l1 17,4 cm
= =0,396 =¿ =0.210
l2 71,6 cm l2 82,6 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 330 Ω . 0,396 = 680 Ω . 0,210

=130,9 Ω = 143,2 Ω

Rx yang dihubungkan dengan seri :


Diket :

I = 10 A ; l =100 cm.

1. Rs =250 Ω 2. Rs =430 Ω

l1 = 35,3 cm l1 = 23,4 cm

l2 = (100-35,3)cm l2 = (100-23,4)cm

=64,7 cm =76,6 cm

l1 35,3 cm l1 23,4 cm
= =0,545 =¿ =0,305
l2 64,7 cm l2 76,6 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 250 Ω . 0,545 = 430 Ω . 0,305

=136,25 Ω = 131,35 Ω

3. Rs = 480 Ω 4. Rs =780 Ω

l1 = 21,7 cm l1 = 13,4 cm

53
l2 = (100-21,7)cm l2 = (100-13,4)cm

=78,3 cm =86,6 cm

l1 21,7 cm l1 13,4 cm
= =0,277 =¿ =0,154
l2 78,3 cm l2 86,6 cm

l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 480 Ω . 0,277 = 780 Ω . 0,154

=133,02 Ω = 120,69 Ω

2. Berdasarkan hasil percobaan rangkaian seri oleh praktikan yang di pasang


memperbesar hambatan karena rangkaian seri merupakan rangkaian
pembagi tegangan yang didistribusikan pada semua hambatan tegangan
yamg telah terpasang sehingga berlaku total semua tegangan sama dengan
tegangan yang ada pada R1,R2,R3. Rangkaian seri juga dapat memperbesar
hambatan pengganti,semakin banyak hambatan yang tersusun seri,semakin
besar hambatan tersebut,sedangkan pada rangkaian paralel yang dipasang
memperkecil hambatan karena hambatan (Rx) yang terpasang jauh lebih
kecil dari pada hambatan standar.

3. Hambatan Jenis Kawat Penghantar


Diket :

I = 10 A ; l =100 cm; d = 10-3

1. Rs =10 Ω 2. Rs =10 Ω

l1 = 20,6 cm l1 = 29,9 cm

l2 = (100-20,6)cm l2 = (100-29,9)cm

=79,4 cm =70,1 cm

l1 20,6 cm l1 29,9 cm
= =0,26 =¿ =0,42
l2 79,4 cm l2 70,1 cm

54
l1 l1
Rx = Rs . Rx = Rs.
l2 l2

= 10 Ω . 0,26 = 10 Ω . 0,42

=2,6 Ω = 4,2 Ω

Rx . π . d 2 Rx . π . d 2
ρ= ρ=
4L 4L

2 2
=
2,6 x 3,14 x ( 10−3 ) =
4,2 x 3,14 x ( 10−3 )
4 x1 4 x1

=
8,164 x 10−6 =
13,188 x 10−6
4 4

= 2,041 x 10-6 = 3,348 x 10-6

3. Rs =10 Ω

l1 = 32,1 cm

l2 = (100-32,1)cm

=67,9 cm

l1 32,1 cm
= =0,47
l2 67,9 cm

l1
Rx = Rs .
l2

= 10 Ω . 0,47

=4,7 Ω

55
Rx . π . d 2
ρ=
4L

2
=
4,7 x 3,14 x ( 10−3 )
4 x1

=
14,758 x 10−6
4

= 3,711 x 10-6

4. Jenis kawat yang digunakan pada percobaan ini adalah konstanta CUNi44.
Berdasarkan literatur jenis bahan kawat CUNi44 merupakan campuran dari
nikel (Ni) dan tembaga (Cu).

5. Hasil dari percobaan yang dilakukan adalah hubungan antara panjang


kawat dan hambatan standar (Rs) sebanding, jika panjang kawat yang
digunakan tersebut semakin panjang (L) maka hambatan standar pun dapat
semakin besar. Dari percobaan ini juga dapat dibuktikan bahwa panjang
kawat(L) berbanding terbalik dengan Rx. Dari percobaan jembatan
wheatstone ini dapat diketahui bahwa adanya hukum hubungan seri dan
paralel. Hambatan jenis dapat ditentukan dengan cara membandingkan
hambatan (Rx),π(phi) dan diameter pada kawat dengan empat kali panjang
penghantar.

56
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari listrik sangat berguna bagi manusia.
Listrik memiliki banyak kegunaan seperti untuk barang elektronik, dan yang
berhubungan dengan pembangkit listrik, bahkan kendaraan roda empat sudah
menggunakan listrik. Listrik sangat berguna untuk mendorong kelancaran
aktivitas manusia. Dalam ilmu fisika tidak terlepas dari listrik, salah satu
adalah rangkaian seri RLC.
Listrik berasal dari kata elektron, yang berarti batu ambar. Pada
dasarnya sebuah rangkaian listrik terjadi ketika sebuah penghantar mampu
dialiri oleh elektron bebas secara terus menerus, sedangkan tegangan adalah
beda potesial yang ada diantara titik rangkaian listrik. Arus listrik yang searah,
merupakan arus listrik yang nilainya hanya positif atau negatif saja tidak
berubah ubah. Penerapan arus listrik searah dapat dilihat dalam rangkaian
hambatan seri dan rangkaian hambatan paralel.
Rangkaian hambatan seri terdiri dari dua atau lebih hambatan disusu
secara berurutan, hambatan yang satu berada dibelakang hambatan yang
lainnya. Pada rangkaian hambatan paralel terdapat dua atau lebih hambatan
disusun secara bertingkat.
Rangkaian RLC menghubungkan suatu resistor yang beresistansi R
dengan satuan ohm. Rangkaian seri RLC yaitu rangkaian yang terdiri atas
hambatan, induktor dan kapasitor yang dihubungkan seri, kemudian
dihubungkan dengan sumber tegangan AC. Pada rangkaian hambatan arus
tegangan sefase, sedangkan pada induktor tegangan mendahului arus, dan
pada kapasitor arus mendahului tegangan. Rangkaian R-L-C seri merupakan

57
sifat rangkaian seri dari sebuah resistor dan sebuah induktor yang
dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sinusioda adalah terjadinya
pembagian tegangan di (VR), (VL) dan (VC) secara vektoris.
Dalam ketentuannya, listrik tidak akan pernah hilang dan tidak akan
pernah terlepas dari kehidupan sehari-hari bagi manusia. Dalam keilmuan
fisika akan mencangkup dari keseluruhan teori yang akan menyangkut
kepotensialan energi listrik yang terdiri dari rangkaian-rangkaian yang
ditentukan secara sistematis. Dengan demikian laporan inidibuat untuk
menambah pengetahuan manusia mengenai listrik dan penggunaannya dalam
kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan
1. Mempelajari pengruh frekuensi terhadap resistor,induktor dan kapasitor.
2. Menentukan pengaruh antar arus dan tegangan dalam rangkaian seri
RLC.

58
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Rangkaian seri RLC yaitu rangkaian yang terdiri atas hambatan, induktor
dan kapasitor yang dihubungkan seri, kemudian dihubungkan dengan sumber
tegangan AC. Pada rangkaian hambatan arus tegangan sefase, sedangkan pada
induktor tegangan mendahului arus, dan pada kapasitor arus mendahului
tegangan. Rangkaian R-L-C seri merupakan sifat rangkaian seri dari sebuah
resistor dan sebuah induktor yang dihubungkan dengan sumber tegangan
bolak-balik sinusioda adalah terjadinya pembagian tegangan di (V R), (VL) dan
(VC) secara vektoris. Arus (I) yang mengalir pada hubungan seri adalah sama
besar. Arus (i) tertinggal 90 derajat terhadap tegangan induktor  (VL). Tidak
terjadi perbedaan fase antara tegangan jatuh pada resistor (V R) dan arus
(Wijaya,2014:30).
Suatu alat listrik arus bolak-balik dapat juga memiliki berbagai macam
reaktansi, seperti misalnya hubungan seri yang terdiri dari resistor (R),
reaktansi induktif (XL) dan raktansi kapasitif (XC). Dengan demikian besarnya
tegangan total (V)  sama dengan jumlah dari tegangan pada resistor (V R),
kapasitor (VC) dan tegangan pada induktor (V L). Dengan banyaknya tegangan
dengan bentuk gelombang yang serupa, sehingga terjadi hubungan yang tidak
jelas. Oleh karena itu hubungan tegangan lebih baik dijelaskan dengan
menggunakan diagram fasor (Giancolli,2012:142).
Gambar di bawah ini menggambarkan sebuah rangkaian seri hambatan
dan induktor yang dihubungkan dengan sumber tegangan AC sebesar V, yang
disebut rangkaian seri RL.

59
Menurut Tipler (1998:96), jika V R menyatakan tegangan pada ujung-
ujung hambatan (R), VL menyatakan tegangan pada ujung-ujung induktor,
maka dalam rangkaian ini nilai VR sefase dengan arus listrik, sedangkan VL
mendahului arus sebesar 90o. Sehingga besarnya tegangan V dapat dicari
dengan menjumlahkan nilai VR dan VL secara vektor (fasor) yaitu :

V=
Dimana :
V : Tegangan (volt)
VR : Tegangan pada resistor (volt)
VL : Tegangan pada induktor (volt)

Maka :

V=

V=
Dimana :
I : Arus (ampere)
R : Resistensi (ohm)
XL : Reaktansi induktif (ohm)

Sesuai dengan hukum Ohm bahwa V = I.R bahwa nilai 


merupakan suatu jenis hambatan dalam rangkaian AC yang disebut impedansi,
dilambangkan Z dan ditulis:

Z=
Dimana :
Z : impedansi (ohm)
XL : reaktansi induktif (ohm)

60
Menurut Prihanto (2013:5), besarnya sudut pergeseran antara arus dan
tegangan pada rangkaian seri RL tidak lagi sebesar 90 o, melainkan kurang dari
90o, di mana tegangan mendahului arus. Gambar di bawah ini menggambarkan
sebuah rangkaian seri hambatan dan kapasitor yang dihubungkan dengan
sumber tegangan AC sebesar V, yang disebut rangkaian seri RC.

Gambar di atas menunjukkan apabila VR menyatakan tegangan pada


ujung-ujung hambatan (R), VC menyatakan tegangan pada ujung-ujung
induktor, maka dalam rangkaian ini nilai V R sefase dengan arus listrik,
sedangkan VC tertinggal arus sebesar 90o. Sehingga besarnya tegangan V dapat
dicari dengan menjumlahkan nilai VR dan VC secara vektor (fasor) yaitu :

V=
Dimana :
VR : Tegangan pada resistor (V)
VC : Tegangan pada induktor (V)

Maka :

V=

V=I
Dimana :
XC : Reaktansi kapasitif (ohm)

Sesuai dengan hukum Ohm V = I.R bahwa nilai merupakan


suatu jenis hambatan dalam rangkaian AC yang disebut impedansi,
dilambangkan Z dan ditulis:

Z=
Dimana :
Z : Impedansi (ohm)
XC : Rektansi kapasitif (ohm)

61
Besarnya sudut pergeseran antara arus dan tegangan pada rangkaian
seri RC tidak lagi sebesar 90o, melainkan kurang dari 90o di mana tegangan
tertinggal terhadap arus.

Melalui ketiga resistansi (R), (XL) dan (XC) mengalir arus (i) yang sama.
Oleh sebab itu fasor arus diletakkan pada  t = 0. Tegangan (V) pada resistor (R)
berada satu fase dengan arus (I). Tegangan (VL) pada reaktansi induktif (XL)
mendahului sejauh 90o  terhadap arus (I), sedangkan tegangan (VC) pada
reaktansi kapasitif (XC) tertinggal sejauh 90o   terhadap arus (I). Kedua tegangan
reaktif mempunyai arah saling berlawanan, dimana selisihnya ditunjukkan
sebagai tegangan (VS). Tegangan total (V) merupakan fasor jumlah dari tegangan
(VL) dan tegangan (VC) sebagai hasil diagonal persegi panjang antara tegangan
(VL) dan tegangan (VC). Penggunaan rangkaian seri RLC pada rangkaian bolak-
balik dapat ditemui pada rangkaian pengatur nada (Rumlawang,2014:41).

Berdasarkan gambar di atas, besarnya tegangan jepit pada rangkaian


seri RLC dapat dicari dengan menggunakan diagram fasor sebagai berikut :

VR = Imax R sin ωt = Vmax sin ωt

VL = Imax XL sin (ωt + 90o) = Vmax sin (ωt + 90o)

VC = Imax XC sin (ωt – 90o) = Vmax sin (ωt – 90o)

Dimana :

VR : Tegangan pada resistor (Volt)

VC : Tegangan pada kapasitor (Volt)

VL : Tegangan pada induktor (Volt)

62
Jika sudut ωt dipilih sebagai sumbu x, maka diagram fasor untuk I, V R,
VL, dan VC dapat digambarkan dengan gambar diatas. Dan besarnya tegangan
jepit pada rangkaian seri RLC dapat dicari dengan menjumlahkan fasor dari V R,
VL, dan VC menjadi :

V=

Dimana :

V = tegangan total/jepit susunan RLC (volt)


VR = tegangan pada hambatan (volt)
VL = tegangan pada induktor (volt)
VC = tegangan pada kapasitor (volt)

Besarnya arus yang melewati rangkaian RLC adalah sama, sehingga besarnya
tegangan pada masing masing komponen R, L, dan C dapat dinyatakan : VR = I
R , VL = I XL dan VC = I XC, sehingga :

Dimana :
XL : Reaktansi induktif (ohm)

XC : Reaktansi kapasitif (ohm)

VL : Tegangan pada induktor (V)

VC : Tegangan pada kapasitor (V)

Berdasarkan hukum Ohm bahwa  = R, akan tetapi dalam rangkaian

arus AC besaran  = Z yang disebut dengan impedansi rangkaian RLC yang


disusun seri dinyatakan :

Z=

Dimana :

Z = impedansi rangkaian seri RLC (Ohm)


R = hambatan (ohm)

63
XL = reaktansi induktif (ohm)
XC = reaktansi kapasitif (ohm)

Menurut Giancolli (2012:143), pada rangkaian seri RLC dapat


mempunyai beberapa kemungkinan yaitu :
a. Jika nilai XL> XC maka rangkaian akan bersifat seperti induktor, yaitu
tegangan mendahului arus dengan beda sudut fase θ yang besarnya dinyatakan

dengan .
b. Jika nilai XL< XC maka rangkaian akan bersifat seperti kapasitor, yaitu
tegangan ketinggalan terhadap arus dengan beda sudut fase θ yang besarnya

dinyatakan dengan .
c. Jika nilai XL = XC maka besarnya impedansi rangkaian sama dengan
nilai hambatannya (Z = R) maka pada rangkaian akan terjadi resonansi yang
disebut resonansi deret/seri yang besarnya frekuensi resonansi dapat dicari

yaitu : .

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. Osiloskop
Berfungsi untuk memetakan atau membaca sinyal listrik maupun
frekuensi.
2. Generator Nada
Berfungsi untuk mengukur besar tegangan listrik maupun
amplitudo gelombangnya.
3. Amperemeter AC
Berfungsi untuk mengukur kuat arus listrik.
4. Papan Rangkaian
Berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan komponen-komponen
menjadi suatu rangkaian elektronika.
5. Set Kabel Penghubung
Berfungsi untuk menghubungkan komponen rangkaian listrik.

3.1.2 Bahan
1. Resistor

64
Berfungsi untuk menahan sebagian arus listrik agar sesuai dengan
kebutuhan suatu rangkaian elektronika.
2. Kapasitor
Berfungsi untuk menyimpan arus listrik dalam waktu sementara.
3. Induktor
Berfungsi untuk melawan fluktuasi arus yang melewatinya.

3.2 Cara Kerja

− Diatur amplitudo gelombang dari generator nada pada 5 volt (10 volt
peak to peak).
− Dibuat rangkaian percobaan seperti gambar.
− Dipasang kapasitor dengan harga 22 µF R = 10 Ω dan L = 500 lilitan.
− Diatur frekuensi dari generator nada untuk mendapatkan frekuensi
resonansi (terjadi saat arus yang mengalir pada rangkain maksimum).
− Dicatat arus yang mengalir pada rangkaian dan diukur tegangan pada
ujung-ujung R,L, dan C serta frekuensi gelombang pada osiloskop.
− Diatur frekuensi generator nada untuk beberapa nilai frekuensi di
bawah dan di atas frekuensi resonansi, kemudian diulangi langkah 5.
− Diulangi langkah 4 sampai 6 untuk nilai R yang lebih besar.

3.3 Skema Alat

3.3.1 Osiloskop
1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

Keterangan :

65
1. Pengatur fokus gambar
2. Pengatur intensitas
3. Saklar daya
4. ON-OFF pengatur horizontal
5. Pengatur sumbu waktu horizontal
6. Saklar pemilih tampilan tunggal atau ganda
7. Saklar triger otomatis
8. Pengatur vertikal kanal
9. Pembalik kanal
10. Lead kanal
11. Kalibrasi kanal
12. Saklar pemilih moda
13. Pengatur amplitudo kanal
14. Pengatur rentang kanal

3.3.2 Amperemeter AC 1

Keterangan :
1. Penunjuk kuat arus
2. Pengaturan ampere

3.3.3 Generator Nada

66
4 1 2

Keterangan :
1. Penampil hasil masukan
2. Tombol input
3. Tombol play
4. Pengatur volume

3.3.4 Set Kabel Penghubung

Keterangan :
1. Kabel penghubung

3.3.5 Papan Rangkaian

67
1

Keterangan :
1. Papan rangkaian

BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengamatan

R = 22 ± 2 % Ω

L = 3,3

C = 4,7

4.1.1 Rangkaian Seri

Frekuesi VR (mv) VL (mv) VC (V) V(VP-P) F osiloskop


generator

100 125,6 18,8 1,58 5,2 384,61

200 134,6 22,4 0,96 4,4 400,00

300 166,4 20,9 0,68 4,0 416,67

400 155,3 15,7 0,52 3,6 500,00

500 151,1 20,8 0,43 3,2 500,00

68
600 148,6 24,9 0,36 3,2 555,56

700 150,0 27,4 0,31 2,8 625,00

800 150,2 53,4 0,28 2,4 714,28

4.1.2 Rangkaian paralel

Frekuesi VR VL VC V(VP-P) F osiloskop


generator

100 1,6 1,6 1,65 3,2 384,61

200 1,7 1,7 0,01 2,4 400,00

300 1,9 1,9 0,72 2,0 416,67

400 1,8 1,8 0,55 1,2 500,00

500 1,9 1,9 0,46 1,2 500,00

600 1,9 1,9 0,40 1,0 555,56

700 1,8 1,8 0,34 1,0 625,00

800 1,8 1,8 0,30 1,0 714,28

4.2 Perhitungan
4.2.1 Rangkaian seri
 F Generator 100 Hz
V= Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 13 div x 0,2 x 2
= 5,2 V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 18 div x 0,2 x 2 ms/div
= 7,2 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/7,2 x 10-3
= 138,89 Hz
 F Generator 200 Hz
V = Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 11 div x 0,2 x 2

69
= 4,4 V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 12 div x 0,2 x 2 ms/div
= 4,8 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/4,8 x 10-3
= 208,33 Hz
 F Generator 300 Hz
V= Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 10 div x 0,2 x 2 Volt/Div
=4V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 15 div x 0,2 x 2 ms/div
= 3 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/3 x 10-3
= 333,33 Hz
 F Generator 400 Hz
V = Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 9 div x 0,2 x 2 Volt/Div
= 3,6 V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 12 div x 0,2 x 2 ms/div
= 2,4 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/2,4 x 10-3
= 416,67 Hz
 F Generator 500 Hz
V = Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 8 div x 0,2 x 2 Volt/Div
= 3,2 V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 10 div x 0,2 x 2 ms/div
= 2 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/2 x 10-3
= 500 Hz
 F Generator 600 Hz

70
V = Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 6 div x 0,2 x 2 Volt/Div
= 2,4 V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 8 div x 0,2 x 2 ms/div
= 1,6 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/6 x 10-3
= 625 Hz
 F Generator 700 Hz
V = Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 5 div x 0,2 x 2 Volt/Div
=2V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 7 div x 0,2 x 2 ms/div
= 1,4 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/4 x 10-3
= 714,28 Hz
 F Generator 800 Hz
V = Jumlah Garis x 0,2 x 2 Volt/Div
= 5 div x 0,2 x 2 Volt/Div
=2V
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 6 div x 0,2 x 2 ms/div
= 1,2 x 10-3 s
F = 1/T
= 1/1,2 x 10-3
= 833,33 Hz

4.2.2 Rangkaian Paralel


 Frekuensi Generator 100 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 8 div x 0,2 x 2v/div
= 3,2 v
T= jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 22 div x 0,2 x 2 ms/div
= 8,8 ms

71
¿ 8,8 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/8,8 x 10-3
= 113,63 Hz
 Frekuensi Generator 200 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= div x 0,2 x 2v/div
= 2,4 v
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 12 div x 0,2 x 2 ms/div
= 4,8 ms

¿ 4,8 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/8,8 x 10-3
= 208.33 Hz
 Frekuensi Generator 300 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 5 div x 0,2 x 2v/div
=2v
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 6 div x 0,2 x 2 ms/div
= 3,2 ms

¿ 3,3 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/3,2 x 10-3
= 312.500 Hz
 Frekuensi Generator 400 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 8 div x 0,2 x 1 v/div
= 1,2 v
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 13 div x 0,2 x 1 ms/div
= 2,6 ms

¿ 2,6 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/2,6 x 10-3
= 384,61 Hz

72
 Frekuensi Generator 500 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 6 div x 0,2 x 2v/div
= 1,2 v
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 10 div x 0,2 x 2 ms/div
= 2 ms

¿ 2 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/2 x 10-3
= 500 Hz
 Frekuensi Generator 600 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 5 div x 0,2 x 1 v/div
=1v
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 8 div x 0,2 x 1 ms/div
= 1.6 ms

¿ 1,6 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/1,6 x 10-3
= 625,00 Hz
 Frekuensi Generator 700 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 5 div x 0,2 x 1 v/div
=1v
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 7 div x 0,2 x 1 ms/div
= 1,4 ms

¿ 1,4 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/1,4 x 10-3
= 714,28 Hz
 Frekuensi Generator 800 Hz
V = jumlah garis x 0,2 x 2 volt/div
= 5 div x 0,2 x 1 v/div
=1v

73
T = jumlah garis x 0,2 x 2 ms/div
= 6 div x 0,2 x 1 ms/div
= 1,2 ms

¿ 1,2 x 10−3 s
F = 1/T
= 1/1,2 x 10-3 = 833.33 Hz

4.3 Ralat

4.3.1 Rangkaian Seri

F f- f́ (f- f́ )2

f1 = 138,89 - 332,33 110.443,22

f2 = 208,33 - 262,89 69.111,15

f3 = 333,33 -137,89 19.013,65

f4 = 416,67 -54,55 2.975,70

f5 = 500 28,78 828,28

f6 = 625 153,78 23.648,28

f7 = 714,28 243,06 59.078,16

f8 = 833,33 362,11 131.123,65

f́ =471,22 ∑(f- f́ ¿ 2 = 52.027,76

√∑( f − f́ )² RM
RM = RN = X 100%
n−1 f́

74
√52.027,76 32,58
= = X 100%
7 471,22

228,09
= = 0,69%
7

= 32,58

4.3.2 Rangkaian Paralel

f f- f́ (f- f́ )2

f1 = 113,63 - 351,83 123.784,34

f2 = 208,33 - 257,13 66.115,83

f3 = 312,50 -152,96 23.396,76

f4 = 416,67 -48,79 2.380,46

f5 = 500 34,54 1.193,01

f6 = 625 159,54 25.453,01

f7 = 714,28 248,82 61.911,39

f8 = 833,33 367,87 135.328,33

f́ =465,46 ∑(f- f́ ¿ 2 = 54.945,39

√∑( f − f́ )² RM
RM = RN = X
n−1 f́
100%

√ 54.945,39 33,48
= = X 100%
7 465,46

234,40
= = 0,71%
7

= 33,48

75
4.4 Pembahasan
Pada percobaan kali ini, diuji cobakan megenai teori suatu rangkaian
listrik seri RLC. Dimana pada rangkaian ini menggabungkan antara
kapasitor,induktor dan resistor. Dalam praktikum kali ini, pertama yang akan
dilakukan adalah menghitung nilai pada resistor, pada induktor dan pada
kapasitor,dengan menggunakan metode rangkaian seri. Pada rangkaian seri
akan diatur akan diatur suatu frekuensinya dengan generator nada. Dilakukan
pengukuran untuk pertama kali yaitu dimulai dari tegangan frekuensi 100 Hz
hingga 800 Hz. Dari pengukuran tersebut akan dihasilkan suatu tegangan yang
berbeda satu sama lainnya. Dapat diketahui bahwa pengaruh frekuensi
terhadap tegangan resistor adalah semakin besar suatu frekuensi maka
tegangan didapatkan suatu nilai yang rendah atau kecil.Pada tegangan dalam
kapasitor, apabila frekuensi semakin tinggi,maka akan menghasilkan suatu
tegangan yang rendah. Pada induktor, apabila suatu frekuensi yag diberikan
semakin tinggi, maka akan menghasilkan tegangan yang tinggi pula. Itulah
hasil pegaruh dari frekues pada rangkaian.
Dari grafik yang telah digambarkan pengaruh perbedaan frekuensi
terhadap VL,VC,dan VR adalah :
- Pada tegangan resistor VR, grafik yang berbentuk akan naik turun,
artinya tegagan yang dihsilka tidak stabil.
- Pada tegangan kapasitor VC grafik yang dihasikan adalah berbentuk
naik, yaitu bergerak dari rendah ke tinggi.

76
- Pada tegangan induktor VL, grafik yang dihaslkan akan berbentuk juga
sama seperti VR yang bergerak tidak stabil,atau naik turun.
Berdasarkan literatur yang diperoleh tentang rangkaian seri RLC,
menyatakan bahwa jika frekuensi resonasi yang diberikan semakin besar,
maka tegangan akan besarpula. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan hasil
percobaan yang diperoleh. Pada hasil percobaan yang diperleh semakin besar
frekuensi, maka nilai tegngannya semakin kecil.
Pengaruh frekuensi terhadap resistor,induktor dan kapasitor :
 Pengaruh frekuensi pada resistor
Pada pengujia kali ini yang telah dilakukan oleh praktikan, dapat diamati
bahwa frekuensi atau pergerakan gelombang dalam radius rekaman dapat
diungkapkan bahwa pada saat resistor ditempatkan padaa papan rangkaian
yang telah disiapkan, maka hambatan listrik akan dapat disalurkan atau dapat
ditahan oleh resistor.
Pada saat pengukran gelombang listrik, resistor amatlah penting karena
hambatan listrik akan dapat ditahan oleh resistor. Kemudian setiap frekuensi
listrik dapat ditangkap oleh generator sebagai alat perekam pada gelobang
listrik dari airan papan rangkaian.
 Pengaruh frekuensi pada induktor
Pada pengujjian yang telah dilakukan kali ini, kegunaan dari induktor
tidak terlalu banyak digunkan. Namun induktor hanya dapat memutus dari
papan RLC. Pada kegiatan percobaan kali ini kegunaan induktor hanya dapat
menahan arus listrik dari gangguan luar, sehingga gelombang listrik dapat
direkam dengan jelas.
 Pengaruh kapasitor
Dalam pengujian yang telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa kapastor
sangat berpengaruh terhadap pegukuran frekuensi pada gelombang listrik,
gelombang yang disimpan dari kapasitor akan dapat dibaca oleh alat yang
disebut dengan generator nada gelombang listrik.
Pengaruh frekuensi terhadap beda fase :
Pengujian pada rangaian seri RLC pada kalia ini dapat dikemukakan
setelah melakukan percobaan secara langsug pada setiap dasar teorinya.
Perbedaan fase antara arus dan tegangan dapat dibuktkan bahwa pada
rangkaian RLC terdapat dua rangkaian yaitu rangkaian seri dan rangkaian
paralel. perbedaan fase antara arus dan tegangan terdapat teori dalam
menyatukan setiap arus-arus yang berasal dari rangkaia arus harus
disingkronkan terhadap frekuensi gelombang listrik dari setiap tegangan aliran

77
listrik.Dalam pengujian kaili ini mengenal rangkaian seri RLC ini sangat
dipengaruhi oleh material fungsi listrik yaitu kapasitor,induktor,dan resistor.
Pada pengukuran gelombang listrik meggunakan generator nada. Setiap
frekuensi pada generator nada maka akan meghasilkan gelombang yang
berbeda-beda, dan cara membacanya pada setiap frekuensi juga beebeda-beda.
Setiap gaaris pusat pada generator memiliki nilai 0,2 maka 5 garis dalam 1
kotak memiliki nilai 1.
Pada tegangan kapasitor, frekuensi yang semakin tinggi akan
menghasilkan tegangan yang rendah.pada induktor frekuensi yang semakin
tinggi akan menghasilkan tegangan yang tinggi pula. Dalam praktikum ini
menggunakan frekuensi 100,200,300,400 sampai 800 Hz. Dari penentuan
gelombang listrik yang dapat dilihat dari grafik generator dapat dianalisa yaitu :
pertama yaitu pengaruh tegangan pada resistor (VR) pada frekuensi
osiloskop.dapat dilihat bahwa grafik yang dihasilkan dalam keadaan naik turun.
Hal tersebut dapat diungkapkan bahwa grafik yang dihasilkan tidak konstan
atau berubah-ubah.tegangan yang dihasilkan dapat berbeda-beda.
Pada pengembangan langkah dari percobaan yang kemudian dilanjutkan
analisa grafik ke dua. Yaitu pengaruh frekuensi terhadap VL atau tegangan
induktor dan dihasilkan adalah bentuk grafik naik turun yang terjadi pada nilai
VL. Tiggi yang dihasilkan pada frekuensi yang dihasilkan adalah 400 Hz yang
akan diukur seiringan dengan pengukuran pada generator nada.
Grafik ketiga dalam pengukuran kali ini adalah grafik pengaruh
frekuensi osiloskop pada tegangan kapasitor atau VC. VC yang dihasilkan
adalah dalam satuan volt. Pada analisis grafik dapat disimpulkan bahwa
pengaruh pada satu frekuensi pada osiloskop akan berbanding terbalik dengan
besarnya tegangan dari kapasitor, dimana semakin bertambah besar frekuensi
maka tegangan yang dihasilkan oleh kapasitor akan diperoleh semakin kecil.
Jadi bentuk grafiknya adalah berbentuk menurun pada frekuensi sebesar 800
Hz.
Berdasarkan literatur yang diperoleh tentang rangkaian seri RLC
menyatakan bahwa jika frekuensi resonasi yang diberikan semakin besar maka
tegangan yang dihasilkanpun akan semakin besar pula.namun hal ini
berbanding terbalik terhadap hasil percobaan yang telah diperoleh. Dengan
melakukan pegukuran yang tepat pada pratikum, maka akan memiliki
keakuratan data yang tepat, selain itu hasil yang akan diperoleh akan jauh dari
kesalahan-kesalahan. Setiap frekuensi akan memiliki potensi yang berbeda-
beda hal tersebut dikarenakan bahwa beda fase dare proses dan aliran besar
kecilnya data akan memiliki intensitas yang masing-masing tidak akan sama.

78
Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat juga berbagai keakuratan
data yang kurang tepat, hal tersebut dikarenakan bahwa dari pembacaan
monitoring gelombang yang kurang cermat. Kecerobohan dan ketidak mampuan
dalam memahami isi dari meteri dan terutama dari teori, maka akan berdampak
pada hasil yang akan didapatkan

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yag telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut yaitu :
1. Frekuensi akan sangat berpengaruh pada resistor , induktor,dan
kapasitor. Pada resistor, semakin tinggi frekuensi maka tegangan
akan semakin redah. Pada induktor, apabila frekuensi semakain
tinggi, maka teganganpun akan semakin tinggi. Pada
kpasitor,semakin tinggi frekensi makan tegangan akan semakin
rendah.
2. Pengaruh frekuensi terhada bedafase tegangan dan arus adalah,
apabila frekuensi naik maka tegangan akan turun.

5.2 Saran
Pada praktikum mengenai rangkain seri RLC, ditekankan agar praktikan
memperhatikan apa yang dijelaskan, karena percobaan akan sedikit rumit.
Konsep dalam praktikum juga harus dipahami betul,agar tidak terjadi
kesalahan.

79
DAFTAR PUSTAKA

Giancolli. 2012. Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Prihanto,Agus. 2013. “Implementasi Rangkaian RLC dengan Metode Runge


Kutta Orde 4.” Jurnal Fisika. Vol 2. No 1 (1-7).

Rumlawang,Francis. 2014. “Aplikasi Metode Runge Kutta Orde Empat pada


Penyelesaian Rangkaian Listrik RLC.” Jurnal Barekeng. Vol 8. No 1 (39-
43).

Tipler. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta:Erlangga.

Wijaya,Danang. 2014. “Pengaruh Komponen RLC Terhadap Besar Tegangan dan


Arus Starting Motor Induksi Satu Fase.” Jurnal Penelitian Teknik Elektro
dan Teknologi Informasi. Vol 1. No 1 (29-33).

80
PERTANYAAN

1. Buktikan bahwa beda fase tegangan dan arus dalam induktor,kapasitor dan
tahanan berturut-turut adalah 90˚-90˚dan 0˚....
Jawab:
Analisis rangkaian induktor menurut hukum lentz.
di
E = -L( ¿
dt
∑E =0
-L ( dtdi ) + V sin Wt = 0

di v
dt
=
l ()
sin Wt

v
I = ( )∫ sin wt dt
l

−V
I = cos wt
Wl

I = ( WlV ) sin (wt


−1
2
π)

81
1
Terlihat bahwa fase pada induktor ketinggalan π radian, jadi beda fase
2

1
untuk induktor adalah π.
2

Analisis rangkaian kapasitor menurut hukum coloumb :

Q = CV

dq dv
=c
dt dt

dv
I =c ( v sin wt )
dt

I = V wc cos wt

1
I = V wc sin ( wt + π)
2

1
Terlihat fase konduktor mendahului π radian jadi beda fase untuk kaapasitor
2
adalah -90˚.

Jadi, pada rangkaian reistor arus dan tegangan adalah sefase karena tidak
terjadi beda fase. Maka bada fasenya adalah 0˚.
1. Terangkan mengapa terjadi resonasi, v menjadi minimum dan arus pada
rangkaian mencapai harga maksimum...?
Jawab:
Karena rangkaian resonasi seri memiliki impedensi yang sangat rendah
pada kondisi resonasi, bahkan pada rangkaian ideal nilai impedansi rangkaian
akan sama dengan nol.

2. Ceritakan tentang resonasi pada rangkaian paralel?


Jawab:
Arus yang mengalir pada rangkaian mencapai nilai minimumnya.
Syarat frekuensi resonasi dari hubungan paralel L dan C adalah jumlah
impedensinya sama pada frekuensi tertentu. Dan frekuensi ini adalah
frekuensi resonasi.

82
EVALUASI AKHIR

1. Hitung nilai reaktamsi induktif XL, reaktansi kapasitif XC, dan nilai
impedansi Z untuk setiap perubahan frekuensi !

Jawab :
 Frekuensi Osiloskop 113,63 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x113,63 XL = 713.6x3,3x10-6

W = 713,6 1 Z = √ R2 +¿ ¿XL = 2,35488 x 10-3 ohm


XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
1 Z = √ 89377,4
713,6 x 4,7 x 10−¿6 ¿
Z = 298,96
X

83
 Frekuensi Osiloskop 208,33 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x208,33 XL = 1308,3x3,3x10-6

W = 1308,3 XL = 4,31739 x 10-3 ohm

Z = √ R2 +¿ ¿
1
XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
Z = √ 26927
1
1308,3 x 4,7 x 10−¿ 6 ¿ Z = 164,1
 Frekuensi Osiloskop 312,50 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x312,50 XL = 1962,5x3,3x10-6

W = 1962,5 XL = 6,4763 x 10-3 ohm

1 Z = √ R2 +¿ ¿
XC =
W .C
2
 √
Z = 22 + ¿ ¿
XC =

= √ 12235,3
 Frekuensi1Osiloskop384,61ZHz
1962,5 x 4,7 x 10−¿ 6 ¿
W ¿ 2 πF Z = 110,6 XL = W.L

W = 2x3,14x384,61 XL = 2415,4x3,3x10-6

W = 2415,4 XL = 7,9708 x 10-3 ohm

1 Z = √ R2 +¿ ¿
XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
 Freku 1 Z = √ 8242,4

2415,4 x 4,7 x 10−¿6 ¿ Z = 90,78

 Frkuensi Osiloskop 500,00 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x500,00 XL = 3140x3,3x10-6

W = 3140 XL = 10,362 x 10-3 ohm

84
1 Z = √ R2 +¿ ¿
XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
1 Z = √ 5072,7
3140 x 4,7 x 10−¿ 6 ¿
Z = 71,22
 Frekuensi 625,00 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x625,00 XL = 3925x3,3x10-6

W = 3925 XL = 12,9525 x 10-3 ohm

1 Z = √ R2 +¿ ¿
XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
1 Z = √ 3421,31
3925 x 4,7 x 10−¿ 6 ¿ Z = 58,5

 Frekuensi 714,28 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x714,28 XL = 4485,67x3,3x10-6

W = 4485,67 XL = 14,8027 x 10-3 ohm

1 Z = √ R2 +¿ ¿
XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
 1 Z = √ 273,2

4485,67 x 4,7 x 10−¿6 ¿ Z = 52,27

 Frekuensi Osiloskop 833,33 Hz

W ¿ 2 πF XL = W.L

W = 2x3,14x833,33 XL = 5233,3x3,3x10-6

W = 5233,3 XL = 17,2699 x 10-3 ohm

1 Z = √ R2 +¿ ¿
XC =
W .C
Z = √ 222+ ¿ ¿
XC =
1 Z = √ 2135,83
85
5233,3 x 4,7 x 10−¿ 6 ¿ Z = 46,2
2. Buatlah Grafik untuk nilai XL, XC, dan Z !

20

18

16

14

12

10
Series 3
8

0
113.63 208.33 312.5 384.61 500 625 714.28 833.33

350

300

250

200

150 Series 3

100

50

0
113.63 208.33 312.5 384.61 500 625 714.28 833.33

86
350

300

250

200

150 Nilai Z

100

50

0
113.63 208.33 312.5 384.61 500 625 714.28 833.33

LAMPIRAN

87
180

160

140

120

100
Nilai VR
Nilai VL
80
Nilai VC
60

40

20

0 X
100 200 300 400 500 600 700 800

1.8

1.6

1.4

1.2
Nilai VR
1
Nilai VL
0.8 Nilai VC

0.6

0.4

0.2
X
0
100 200 300 400 500 600 700 800

BAB I

88
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya, pada saat memasak air dengan menggunakan kompor.
Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Mengapa air menjadi
panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air
mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah kalor itu? Kalor berasal dari
bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan energi kimia yang terkandung
dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang dapat memanaskan air.
Setiap cabang khusus fisika awalnya dipelajari dengan memisahkan
bagian ruang yang terbatas atau bagian materi dari lingkungannya. Bagian yang
dipisahkan (nyata atau dalam khayal pikiran) yang merupakan pusat perhatian
kita disebut sistem, dan segala sesuatu yang ada di luar sistem yang
mempengaruhi kelakuan sistem secara langsung disebut lingkungan.
Kalor adalah energi yang mengalir, kalor tidak dimiliki karena kalor
muncul dalam proses, yang dimiliki oleh benda adalah Energi Internal U, yang
berhubungan dengan suhu benda. Secara umum untuk mendeteksi adanya
kalor yaitu dengan mengukur suhunya. Jika suhunya tinggi, maka energi dalam
yang dikandung sangat besar, begitu juga sebaliknya jika suhunya rendah
maka energi dalam yang dikandung sedikit . Kalor mengalir dari suatu bagian
sistem ke bagian lain atau dari satu sistem ke sistem lain karena ada perbedaan
temperatur.
Dua sistem berbeda temperatur yang saling disentuhkan pada satu
sistem lingkungan maka temperatur akhir yang dicapai oleh kedua sistem itu
akan berada diantara kedua temperatur awal. Bila dua benda yang berbeda
suhunya saling disentuhkan, maka akan terjadi aliran energi (kalor) dari benda
yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah. Proses aliran energi
berlangsung terus sampai terjadi kesetimbangan termal. Kalori pada awalnya
didefenisikan sebagai jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
satu (1) gram air satu derajat Celcius (10oC) pada tekanan standar satu
atmosfer (1atm). Sejak tahun 1925 kalor didefenisikan dalam satuan Joule (J).
Defenisi sejak tahun 1948 dinyatakan bahwa satu (1) kalori sama dengan
sekitar 4,2 Joule. Karena kuantitas panas diwakili oleh kalori diketahui berbeda
pada temperatur yang berbeda (sebanyak 1 persen), akibatnya diperlukan
metode untuk menentukan suhu di mana panas jenis air yang harus diambil
sebagai 1 kalori. Dengan demikian "15° kalori" (juga disebut gram kalori, atau

89
kalori kecil) didefinisikan sebagai jumlah panas yang akan menaikkan suhu 1
gram air dari 14,5 ° sampai 15,5° C-sama dengan 4,1855 joule.
Pada kehidupan sehari-hari sering ditemui beberapa kejadian yang
melibatkan perpindahan kalor. Misalnya satu gelas air dingin dicampur dengan
satu gelas air panas, maka air panas akan melepas kalor sedangkan air dingin
akan menerima kalor. Sehingga akan didapatkan suhu campuran yagn
seimbang. Oleh karena itu begitu banyaknya kejadian dalam kehidupan sehari-
hari yang merupakan kejadian perpindahan kalor maka percobaan ini penting
untuk dipahami oleh semua orang sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Pada percobaan kalorimeter bertujuan untuk
menentukan kalor jenis bahan dan kalor lebur es. Alat yang digunakan dalam
percobaan adalah pemanas, kalorimeter listrik, kubus lubang, air, es dan
penakar panas. Dalam percobaan ini terlebih dahulu dilakukan yaitu
menentukan suhu dan usahakan agar masing-masing percaksi ini memiliki
suhu yang sama, lalu larutan tersebut dimasukkan ke dalam kalorimeter sambil
diaduk agar zat-zat bereaksi dengan baik sehingga kita dapat menentukan
besarnya kapasitas kalorimeter dan dapat pula menentukan kalor jenis bahan
serta kalor lebur es dengan menggunakan kalorimeter. 
Kalor juga merupakan bentuk konversi energi sebab dalam energi
berlaku hukum kekekalan energi. “Energi dapat berubah dari satu bentuk ke
bentuk yang lain tapi tidak bisa diciptakan ataupun dimusnahkan” atau lebih
dikenal dengan Hukum Termodinamika I. Energi di alam semesta ini tetap,
sehingga energi yang terlibat dalam proses fisika dan kimia hanya merupakan
perpindahan atau perubahan bentuk energi. Misalnya, pada waktu memasak air
dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi
panas. Mengapa air menjadi panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor,
kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah
kalor itu? Kalor berasal dari bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan
energi kimia yang terkandung dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang
dapat memanaskan air.

1.2 Tujuan
1. Menentukan kalor lebur es.
2. Menentukan panas jenis serta kapasitas panas berbagai logam.

90
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Energi termal adalah energi kinetik acak dari partikel yang menyusun
suatu sistem. Panas Q adalah energi termal yang berpindah dari suatu sistem
pada suatu temperatur ke sistem yang lain yang mengalami
kontak/bersentuhan dengannya, tetapi benda pada temperatur yang lebih
rendah. Satuan Sinya adalah Joule, satuan-satuan lain yang digunakan untuk
panas adalah kalori (1 kal=4,184 J) dan satuan panas Inggris atau British
termal unit (1 Btu= 1054). Jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan temperatur suatu zat adalah sebanding dengan perubahan
temperatur suatu zat dan massanya (Giancoli, 1997).
Hukum kekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat
dimusnahkan dan diciptakan melainkan hanya dapat diubah dari suatu bentuk
energi kebentuk energi yang lain. Misalnya pada peristiwa gesekan energi
mekanik berubah menjadi panas. Pada mesin uap panas diubah menjadi energi
mekanik. Demikian pula energi listrik dapat diubah menjadi panas atau
sebaliknya. Sehingga dikenal adanya kesetaraan antara panas dengan energi
mekanik/listrik, secara kuantitatif hal ini dinyatakan dengan angka kesetaraan
panas-energi listrik/mekanik.
Kesetaraan panas-energi mekanik pertama kali diukur oleh Joule dengan
mengambil energi mekanik benda jatuh untuk mengaduk air dalam calorimeter
sehingga air menjadi panas. Energi listrik dapat diubah menjadi panas dengan
cara mengalirkan arus listrik pada suatu kawat tahanan yang tercelup dalam
air yang berada dalam kalorimeter. Kalorimeter  adalah alat yang digunakan
untuk mengukur  kalor. Kalorimeter umumnya digunakan untuk menentukan
kalor jenis suatu zat.
Kalorimeter mempunyai beberapa jenis, diantaranya : Kalorimeter bom,
Kalorimeter makanan, Kalorimeter larutan. Kalorimeter bom adalah alat yang
digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai kalori) yang dibebaskan pada
pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa, bahan makanan,
bahan bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang
tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar
oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung. Kalorimeter makanan
adalah alat untuk menentukan nilai kalor zat makanan karbohidrat, protein,
atau lemak. Alat ini terdiri dari sebuah tabung kaca yang tingginya kurang lebih
19 cm dan garis menengahnya kurang lebih 7,5 cm. Bagian dasarnya
melengkung ke atas membentuk sebuah penyungkup. Penyungkup ini
disumbat dengan sebuah sumbat karet yang berlubang di bagian tengah.

91
Bagian atas tabung kaca ini ditutup dengan lempeng ebonit yang bundar.
Di dalam tabung kaca itu terdapat sebuah pengaduk, yang tangkainya
menembus tutup ebonit, juga terdapat sebuah pipa spiral dari tembaga. Ujung
bawah pipa spiral itu menembus lubang sumbat karet pada penyungkup dan
ujung atasnya menembus tutup ebonit bagian tengah. Pada tutup ebonit itu
masih terdapat lagi sebuah lubang, tempat untuk memasukkan sebuah
termometer ke dalam tabung kaca. Tabung kaca itu diletakkan di atas sebuah
keping asbes dan ditahan oleh 3 buah keping. Keping itu berbentuk bujur
sangkar yang sisinya kurang lebih 9,5 cm. Di bawah keping asbes itu terdapat
kabel listrik yang akan dihubungkan dengan sumber listrik bila digunakan. Di
atas keping asbes itu terdapat sebuah cawan aluminium. Di atas cawan itu
tergantung sebuah kawat nikelin yang berhubungan dengan kabel listrik di
bawah keping asbes. Kawat nikelin itulah yang akan menyalakan makanan
dalam cawan bila berpijar oleh arus listrik. Dekat cawan terdapat pipa logam
untuk mengalirka oksigen. Kalorimeter yang biasa digunakan di laboratorium
fisika sekolah berbentuk bejana biasanya silinder dan terbuat dari logam
misalnya tembaga atau aluminium dengan ukuran 75 mm x 50 mm (garis
tengah). Bejana ini dilengkapi dengan alat pengaduk dan diletakkan di dalam
bejana yang lebih besar yang disebut mantel/jaket. Mantel/jaket tersebut
berguna untuk mengurangi hilangnya kalor karena konveksi dan konduksi
(Halliday, et all, 1998).
Kalorimeter yang biasa digunakan di laboratorium fisika sekolah
berbentuk bejana biasanya silinder dan terbuat dari logam misalnya tembaga
atau aluminium dengan ukuran 75 mm x 50 mm (garis tengah). Bejana ini
dilengkapi dengan alat pengaduk dan diletakkan di dalam bejana yang lebih
besar yang disebut mantel/jaket. Mantel/jaket tersebut berguna untuk
mengurangi hilangnya kalor karena konveksi dan konduksi.
Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat
dimusnahkan dan tidak dapat diciptakan melainkan hanya dapat diubah dari
satu bentuk kebentuk lain. Di alam ini banyak terdapat energi seperti energi
listrik, energi kalor, energi bunyi, namum energi kalor hanya dapat dirasakan
seperti panas matahari. Dalam kehidpan sehari-hari kita sering melihat alat-
alat pemanas yang menggunakan energi listrik seperti teko pemanas, penanak
nasi, kompor listrik ataupun pemanas ruangan. Pada dasarnya alat-alat
tersebut memiliki cara kerja yang sama yaitu merubah energi listrik yang
mengalir pada kumparan kawat menjadi energi kalor/panas.
Menuturut Robert Mayor kalor merupakan salah satu bentuk energi,hal
ini dibuktikan ketika mngguncang guncang botol yang berisikan air setelah

92
diguncangkan naik. Pada tahun 1818-1889 James Joule yang namanya
digunakan sebagai satuan SI menentukan bahwa munculnya atau hilangnya
sejumlah energi termis diikuti dengan munculnya atau hilangnya energi
mekanik yang ekiuvalen, Menurut James Joule kalor adalah salah satu bentuk
energi dan dibuktikan melalui percobaan air dalam kalorimeter ternyata
kalornya sama dengan usaha yang dilakukan. Satuan kalor yang timbul
dinyatakan dalam satuan kalor dan usaha yang dilakukan oleh beban dan
dinyatakan dalam satuan joule (Pettruci et all, 2000).
Menurut Kardiawarman (1998), Bila energi panas ditambahkan suatu zat
maka temperature zat itu biasanya naik, jumlah energi panas Q yang
dibutuhkan untuk menaikan temperature suatu zat sebanding dengan
perubahan temperatur, sesuai dengan persamaan berikut:
q = m.c.ΔT
Keterangan:
q= jumlah kalor (Joule)
m= massa zat (gram)
ΔT= perubahan suhu (takhir-tawal)
C= kalor jenis
Berdasarkan asas black jumlah kalor yang dilepas sama dengan jumlah
kalor yang diterima
Qterima=Qlepas
mcΔt + HΔt = mcΔt
mc(t2-t1) + H(t2-t1) = mc(t2-t1)
Telah dibuktikan oleh banyak ilmuwan dan eksperimen bahwa ketika 1
kalori kalor dikonversikan ke kerja mekanik atau kerja listrik maka 4,186 Joule
kerja akan dihasilkan. Elemen panas dalam sebuah kalorimeter yang
dihubungkan dengan sumber daya untuk tenggang waktu tertentu selama itu
kerja listrik meningkatkan suhu zatcair. Untuk menghitung energi yang
diberikan pada kalorimeter, persamaan daya digunakan:
P = W / t atau W = P . t
Sedangkan daya listrik dinyatakan P = V . I, maka persamaan di atas
yang memberikan konsumsi energi listrik menjadi ( persamaan 1 ):
W=V.I.t
Di sisi lain, dengan mengukur tegangan yang diberikan V, arus efektif I
dan waktu t, energi listrik yang diberikan pada kalorimeter dapat dihitung
dengan persamaan di atas. Dengan mengukur suhu awal dan akhir kalorimeter,
yaitu air, bejana aluminium dan elemen pemanas, maka energi yang dihasilkan

93
dapat dihitung. Tentu saja kapasitas kalor spesifik air, aluminium serta elemen
pemanas harus ditentukan dari literature fisika.
Panas yang diserap kalorimeter:

Qtotal = Qair + Qbejana + Qpengaduk + Qelemen

Energi listrik yang hilang dalam kawat tahanan besarnya adalah:

W = v.i.t

Keterangan:

W = energi listrik (joule)

v = tegangan listrik (volt)

i = arus listrik (ampere)

t = lama aliran listrik (sekon)

Menurut Surya (2004 :134) Kalor adalah suatu bentuk energi yang
berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah
ketika benda itu saling berhubungan. Benda yang menerima kalor, suhunya
akan naik sedangkan benda yang melepas kalor,suhunya akan turun.   Kalor
adalah berbentuk energi yang menyebabkan suatu zat memiliki suhu. Jika zat
menerima kalor, maka zat itu akan mengalami suhu hingga tingkat tertentu
sehingga zat tersebut akan mengalami perubahan wujud, seperti perubahan
wujud dari padat menjadi cair. Sebaliknya jika suatu zat mengalami perubahan
wujud dari cair menjadi padat maka zat tersebut akan melepaskan sejumlah
kalor. Dalam Sistem Internasional (SI) satuan untuk kalor dinyatakan dalam
satuan kalori (kal), kilokalori (kkal), atau joule (J) dan kilojoule (kj).

1 kilokalori= 1000 kalori

1 kilojoule= 1000 joule

1 kalori   = 4,18 joule

94
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. Kalorimeter : Untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat dalam suatu
perubahan suhu atau reaksi kimia.
2. Termometer :Untuk mengukur suhu suatu zat
3. Pemanas dan bejana didih :Untuk memanaskan air dan bahan
percobaan
4. Neraca : Untuk mengukur massa suatu zat

3.1.2 Bahan
1. Keping-keping logam :Untuk dicari kalor jenisnya
2. Air : Untuk dicari nilai airnya dalam kalorimeter
3. Es batu : Untuk ditentukan kalor lebur nya

3.2 Cara kerja


3.2.1 Menentukan Nilai Air Kalorimeter
- Di didihkan air dalam bejana didih,catat temperatur nya saat air
mendidih(Tp)
- Ditimbang kalorimeter dengan pengaduknya, catat massa
kalorimeter (Mk)
- Diisi kalorimeter dengan air (± ¼ bagian kalorimeter),catat massa
air (Ma)
- Dimasukkan kalorimeter kedalam selubung luarnya,catat
temperatur kalorimeter (Ta)
- Ditambahkan air mendidih hingga ¾ bagian,catat temperatur
keseimbangan (Ts)
- Ditimbang kembali kalorimeter tanpa selubung,catat massa air
yang ditambahkan (Mp)

3.2.2 Menetukan Kalor lebur es


- Disiapkan potongan es,catat temperatur es tersebut (Tes)
- Ditimbang kalorimeter kosong dengan pengaduknya,catat sebagai
massa kalorimeter (Mk)
- Diisi kalorimeter dengan air ± ½ bagian kalorimeter,catat massa
air (Ma)

95
- Dimasukkan kalorimeter ke dalam selubung luarnya,catat
temperatur kalorimeter (Ta)
- Dimasukkan potongan es kedalam kalorimeter,tutup kemudian di
aduk,catat temperatur kestimbangan (Ts)
- Ditimbang kembali kalorimeter tanpa selubung,catat massa es
yang ditambahkan (Mes)

3.2.3 Menentukan Kalor Jenis Logam


- Ditimbang keping-keping logam,catat sebagai
mlgm,panaskan,catat temperatur logam tersebut (Tlgm)
- Ditimbang kalorimeter kosong dengan pengaduk,catat massa
kalorimeter (Mk)
- Dicatat massa kalorimeter dan isi kalorimeter dengan air (± ¾
bagian kalorimeter),catat massa air (Ma)
- Dimasukkan kalorimeter kedalam selubung luarnya,catat
temperatur kalorimeter (Ta)
- Dimasukkan keping-keping logam kedalam kalorimeter,catat
temperatur kesetimbangan (Ts)
- Diulangi untuk logam-logam lainnya

3.3 Skema Alat


1. Kalorimeter

96
2.Termometer

3. Pemanas dan Bejana didih

4.Neraca

97
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Keadaaanlaboratorium Sebelumpercobaan Sesudahpercobaan

Suhu 32 ºC 32,5 ºC
Kelembapanrelatif 88,3 % 87,3 %

4.1.1 Nilai Air Kalorimeter

Tp Ms Ma Ta Ts Mp

100 ºC 104,7 gr 63,6 gr 34 ºC 63 ºC 64,1 gr


99 ºC 105,3 gr 54 gr 30 ºC 66 ºC 67 gr

4.1.2 Kalor Lebur Es

Tp Ms Ma Ta Ts Mp

0 ºC 109,9 gr 78 gr 32 ºC 17 ºC 40,5 gr
1 ºC 109,7 gr 80 gr 30 ºC 15 ºC 26,9 gr

4.1.3 Kalor Jenis Logam

Mlogam Tlogam Mk Ta Ts
Jenislogam
(gr) (ºC) (gr) (ºC) (ºC)

I 10,5 100 154,5 46,5 37


II 50,5 100 154,2 48,5 38
III 100,5 100 154,5 47,3 36

4.2 Perhitungan

4.2.1 Nilai Air Kalorimeter


Mp . Ca ( Tp−Ts )−Ma . Ca ( Ta−Ta )
1. Na=
Ts−Tp

98
0,0641 kg .4200 J /kg ° C ( 100−63 ) ° C−0,0636 kg . 4200 J /kg ° C ( 63−34 ) ° C
¿
( 63−34 ) ° C

( 9691,92−7746,48 ) J
¿ =67,08 J /° C
29° C
Mp . Ca ( Tp−Ts )−Ma . Ca ( Ta−Ta )
2. Na=
Ts−Tp

0,067 kg .4200 J /kg ° C ( 99−66 ) ° C−0,059 kg . 4200 J /kg ° C ( 66−30 ) ° C


¿
( 66−30 ) ° C

( 9286,2−8920,8 ) J
¿ =10,15 J / °C
36 ° C

4.2.2 Kalor Lebur Es


Ma . Ca ( Ta−Ta )
1. L=
Mes

0,078 kg .4200 J /kg ° C ( 32−17 ) ° C


¿
0,0405 kg

( 327,6. 15 ) J
¿ =121.333,33 J / kg
0,0405 kg

Ma . Ca ( Ta−Ta )
2. L=
Mes

0,080 kg .4200 J /kg ° C ( 30−15 ) ° C


¿
0,0269

( 336 .15 ) J
¿ =187.360,59 J /kg
0,0269 kg

4.2.3 Kalor Jenis Logam


Ma . Ca (Ta−Ta )
1. Clogam=
Mlogam ( Tlogam−Ts )

0,0465 kg .4 .200 J /kg ° C ( 37−27 ) ° C


¿
0,0105 kg ( 100−37 ) ° C

99
( 195,3 .10 ) J 1.953 J
¿ = =2.952,38 J /kg ℃
0,0105. 63 kg ℃ 0,6615 kg /℃
Ma . Ca (Ta−Ta )
2. Clogam=
Mlogam ( Tlogam−Ts )

0,0485 kg .4 .200 J /kg ° C ( 38−28 ) ° C


¿
0,0505 kg ( 100−38 ) ℃

( 203,7.10 ) J 2.037 J
¿ = =650,59 J /kg ℃
0,0505 kg . 62℃ 3,131kg /℃
Ma . Ca (Ta−Ta )
3. Clogam=
Mlogam ( Tlogam−Ts )

0,0473 kg .4 .200 J /kg ° C ( 36−27 ) ° C


¿
0,1005 kg ( 100−36 ) ℃

( 198,66 . 9 ) J 1.787,94 J
¿ = =277,97 J /kg ℃
0,1005 kg . 64 ℃ 36,432 kg /℃

4.2.3 Kapasitas Kalor Logam


1. Clgm I =Mlgm . Clgm
¿ 0,0105 kg . 2952,38 J /kg ℃
¿ 30,999 J / ℃
2. Clgm II =Mlgm .Clgm
¿ 0,050 kg . 650,59 J /kg ℃

¿ 32,85 J /℃
3. Clgm III =Mlgm . Clgm
¿ 0,1005 kg . 277,97 J /kg ℃
¿ 27,94 J /℃

4.3 Teori Ralat


4.3.1 Nilai Air Kalorimeter

X X − X́ ( X − X́ )
2

X 1 =67,08 28,465 810,25622

X 2 =10,15 -28,465 810,25622

100
X́ =38,615 ∑ ( X− X́ )2=1.620,51244
2
RM
RM =
√ ∑ ( X− X́ )
n−1
RN ¿

x 100 %

1.620,51244 40,25
¿
√ 2−1
¿
38,615
x 100 %

¿ √ 1.620,51244 ¿ 104,2 %
¿ 40,25

4.3.2 Kalor Lebur Es

X X − X́ ( X − X́ )
2

X 1 =121.333,33 -33.013,63 1.089.899.765,77

X 2 =187.360,59 33.013,63 1.089.899.765,77

X́ =154.345,96 ∑ ( X− X́ )2=2.179 .799.531,554


2
RM
RM =
√ ∑ ( X− X́ )
n−1
2.179 .799 .531,554
RN ¿

x 100 %

46.688,32
¿
√ 2−1
¿
154.345,96
x 100 %

¿ √ 2.179.799 .531,554 ¿ 30,24 %


¿ 46.688,32

4.3.3 Kalor Jenis Logam

X X − X́ ( X − X́ )
2

X 1 =2.952,38 1.658,733 2.751.395,16529

X 2 =650,59 -643,057 413.522,30525

X 3 =277,97 -1.015,677 1.031.599,76833

X́ =1.293,647 ∑ ( X− X́ )2=4.196 .517,23887

101
2
RM
RM =
√ ∑ ( X− X́ )
n−1
RN ¿

x 100 %

4.196 .517,23887 1.448,53


¿
√ 3−1
¿
1.293,647
x 100 %

4.196 .517,23887
¿
√ 2
¿ 111,9 %

¿ √ 2.098.258,61943
¿ 1.448,53

4.3.4 Kapasitas Kalor Logam

X X − X́ ( X − X́ )
2

X 1 =30,999 -0,40267 0,16214

X 2 =32,850 2,25367 5,07903

X 3 =27,940 -2,65633 7,05609

X́ =30,59633 ∑ ( X− X́ )2=12,29726
2
RM
RM =
√ ∑ ( X− X́ )
n−1
RN

2,47
¿

x 100 %

12,29726
¿
√ 3−1
¿
30,59633
x 100 %

12,29726
¿
√ 2
¿ 8,1 %

¿ √ 6,14863
¿ 2,47

102
4.4 Pembahasan
Praktikan telah melakukan praktikum dengan Judul Kalorimeter, dari
percobaan yang dilakukan praktikum. Ini dilakukan untuk menentukan atau
membuktikan teori dari Azas Black dilakukan percobaan tentang Kalorimeter
dimana dalam teori Azas Black menyatakan “Jika dua benda yang memiliki
temperatur yang berbeda dimasukkan kedalam satu sistem, maka terjadi
perpindahan kalor dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang
bertemperatur rendah dengan jumlah kalor yang diserap sama dengan jumlah
kalor yang dilepas.” Untuk membuktikan teori tersebut praktikan melakukan
percobaan tentang nilai air kalor lebur es dan kalor jenis dari berbagai logam.
Pada percobaan ini, apabila sebuah benda dengan suhu tertentu
disiggungkan dengan benda lain yang suhunya lebih rendah, maka dalam
selang waktu tertentu, suhu kedua benda tersebutakan seimbang. Misalkan air
yang bermassa m1 dengan suhu Ts dimasukkan kedalam kalorimeter yang telah
berisi air bermassa m2 dengan suhu Ta, jika Ts> Ta, maka setelah terjadi
perpindahan panas sampai dicapai kesetimbangan termal berlaku:

Panas yang dilepas = Panas yang diterima


m1.Cair (Tp-Ta) = (mk.Ck + m2.Cair)(Ta-Ts)

Karena Cair (panas jenis air murni) =1 danmk.Ck = Na, maka harga air
kalorimeter dapat dihitung dengan Rumus:

m1.Cair (Tp-Ta) = (mk.Ck + m2.Cair)(Ta-Ts)


m1.Cair (Tp-Ta) = Na + m2.Cair (Ta-Ts)
(Ta-Ts) Na = m1.Cair (Tp-Ta) - m2.Cair (Ta-Ts)
m1 .Cair (Tp−Ta)−m2 . Cair (Ta−Ts)
Na =
(Ta−Ts)
Qlepas−Qterima
Jadi, Na =
(Ta−Ts)
Berdasarkan tujuan yang pertama praktikan lakukan yaitu menentukan
kalor lebur es.Hasil yang didapatkan praktikan sangat berbeda jauh dengan
Literatur yang digunakan dapat dilihat pada table hasil pengamatan yang
didapatkan praktikan, dalam Literatur yang digunakan praktikan tetapan kalor
lebures adalah 80 kal/g atau setara dengan 336.000 J/kg dengan Rumus:

ma. Ca. ( Ta−Ts )


Les=
mes

103
Perbedaan nilai ini disebabkan oleh beberapa kesalahan baik dari
praktikan maupun dari alat yang digunakan oleh praktikan adapun faktor
yang menyebebkan perbedaan nilai kalorimeter di setiap penimbangan :
1. Kurang teliti dalam melakukan pengukuran (menimbang bejana kosong
kalorimeter, menimbang air, membaca termometer, atau melihat nilai pada
termometer).
2. Kesalahan penggunaan alat.
3. Tidak tepat dalam pengkalibrasian neraca, setia pingin menimbang suatu
objek neraca harus dikalibrasi terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan
dan data yang didapat lebih akurat.
4. Bisa juga dikarenakan alat yang digunakan dalam praktikan tidak
berfungsi dengan baik atau terjadi kerusakan alat.
5. Metode yang digunakan kurang benar.
6. Kesalahn kerja, karena beberapa kali memasukkan bahan dalam
kalorimeter.
7. Ketidakefektifan percobaan, sebagian alat dan bahan yang disiapkan
beberapa kali dipinjam oleh kelompok lain.
8. Tergesa-gesa dalam melakukan percobaan.
9. Suhu ruangan masuk kedalam kalorimeter.

a. Menentukan Nilai Air Kalorimeter


Dalam percobaan ini digunakan alat pengukuran jumlah energy panas
atau energy kalor yaitu kalorimeter, dalam percobaan ini pendidihan air
dilakukan belakangan karena suhu air yang diperlukan adalah suhu pada saat
air mendidih, percobaan ini melakukan dua kali pengulanagan, didapatkan
massanya berubah-ubah lituter jadi karena pengaruh suhu. Pengaruh suhu
disini maksudnya adalah pada pengulangan pertama calorimeter diisi dengan
air biasa lalu suhu kesetimbangan di dapat setelah mencampurnya dengan air
mendidih, otomatis suhu wadah calorimeter danp ada pengulangan kedua
digunakan kalorimeter yang sama, dengan demmikian diketahui bahwa suhu
tadi mempengaruhi massanya, dimana suhu tinggi atau suhu panas dapat
menambah massa dari suatu benda atau zat.

b. Menentukan Kalor Lebur Es


Biladibandingkan dengan Literatur, ketetapan untuk kalor lebur es
adalah 336.000J/kg hal ini sangat berbeda dengan kalor lebu res yang didapat
dan percobaan.

104
c. Menentukan Kalor Jenis Logam
Pada percobaan ini menggunakan tiga jenis logam yaitu aluminium,
tembaga dan besi. Massa logam sudah tertera pada permukaan logam, tetapi
sesuai dengan prosedur logam tersebut ditimbang kembali dan didapat
perbedaan nilai, hal ini bisa terjadi akibat logam besi yang sering dipanaskan,
hal ini bisa dikaitkan dengan penemuan yang diamati oleh Lavoiser dimana ia
membuktikan bahwa jika sebuah logam dipanaskan di udara, maka massa
logamnya akan bertambah sesuai dengan massa oksigen yang diambilnya di
udara. Dari sini bisa diketahui bahwa logam ini mudah menyerap panas atau
kalor logam yang mudah atau cepat menyerap panas adalah logam besi-besi
merupakan konduktor yang sangat baik.
Adapun manfaat dari kalorimeter yang merupakan alat untuk mengukur
kalor adalah dengan adanya calorimeter praktikum dapat mengetahui bahwa
benda dapat berubah bentuk karena karena adanya kalor yang mempengaruhi
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari misalnya setrika listrik dan rice
cooker, alat tersebut mempunyai prinsip kerja yaitu energy listrik diubah
menjadi kalor.
Berdasakan percobaan calorimeter ini praktikan menjadi tahu aplikasi
calorimeter pada studi Teknik Geofisika terutama dalam cakupan Geotermal
atau panas bumi dipermukaan bumi sering terdapat sumber-sumber air panas,
bahkansuberuappanas, panasitudatangnyadaribatu-batu yang melelehaplikasi
lain yang berhubungan dengan Geofisika adalah pemboran tanah, permurnian
emas, pemurnian biji besi dan pembuatan besi menjadi parang dan sebagainya.
Menurut Azas Black apabila 2 benda yang memiliki suhu yang berbeda
kemudian disatukan maka akan terjadi aliran kalor dari benda bersuhu tinggi
kebenda bersuhu rendah. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi
kesetimbangan termal (suhu kedua benda sama).
Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa hubungan antara Ta dengan
Ts berbanding lurus, tampak pada table penentuan kalor jenis bahan.Jika Ta
dinaikkan maka nilai Ts pun pasti akan meningkat juga.
Pada percobaan dimana dapat dilihat dalam table dari data praktikum
yang dilakukan oleh praktikan yaitu menentukan air kalorimeter. Nilai dari air
calorimeter dimana melalui pencampuran antara air panas dan air yang biasa
digunakan untuk keperlukan sehari-hari atau air biasa, dimana juga disana
ada suatu reaksi yang berperan ialah pereaksi 1 yaitu air panas yang memiliki
suatu temperature yang cukup tinggi hal ini karena disebabkan terjadinya
reaksi eksoterm. Sedangkan pada pereaksi 2 yaitu air biasa yang memiliki
temperature yang lebih rendah daripada air panas karena terjadi sebuah reaksi

105
yaitu reaksi endoterm. Jumlah kalor yang diserap oleh reaksi sama dengan
jumlah kalor yang diserap atau dibebaskan oleh calorimeter ditambah dengan
jumlah kalor yang diserap atau dibebaskan oleh larutan didalam kalorimeter.
Kalor jenis suatu benda tidak bergantung dari massa benda, melainkan
tergantung pada sifat dan jenis benda tersebut akan cepat bila dipanaskan.
Semakin mudah bahan dapat menghantarkan panas maka semakin besar kalor
dan besarnya.
Prinsip pengukuran pada percobaan ini yaitu kalorimetri. Sifat-sifat
calorimeter adalah menjaga suhu suatu zat dan tidak terpengaruh oleh
lingkungan, sifatnya dalam proses adalah secara adiabatic yaitu tidak ada
energi yang dilepas atau masuk dari luar kedalam kalorimeter. Berdasarkan
Azas Black terdapat beberapa fungsi pengadukan secara terus menerus pada
kalorimeter, bukan untuk menaikkan suhu zat dalam calorimeter melainkan
agar penyebaran kalor secara merata pada kalorimeter.

106
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan praktikan diperoleh kesimpulan:


1. Kalor lebur es yang diperoleh pada saat praktikum berbeda jauh dengan
tetapan kalor lebur es hal ini terjadi karena beberapa kesalahan yang
terjadi saat praktikum.
2. Panas jenis logam diperoleh dengan rumus:
Na. Ca ∆T
Clogam=
Mlogam . ∆ T
Kapasitas kalor logam diperoleh dengan rumus :
C = Mlogam . Clogam

5.2 Saran

Diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam melakukan praktikum,


dan juga dalam menggunakan alat praktikum harus dilakukan dengan
benar agar tidak terjadi kesalahan data yang didapatkan oleh praktikan.

107
DAFTAR PUSTAKA

Giancolli, D.C. 1997. Fisika Dasar Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Halliday, David., dkk. 1998. Fisika Dasar Jilid 2 Edisi Pertama. Jakarta :
Erlangga.

Kardiawarman. 1998. Fisika Universitas. Jakarta : Graha Ilmu.

Petrucci, dkk. 2000. Kimia Dasar Jiid 2. Jakarta : Erlangga.

Surya, Darma. 2004. Kalorimeter dan Penerapannya. Bandung : ITB Press.

108
EVALUASI AKHIR

1. Hitung nilai air kalorimeter


2. Hitung kalor lebur es, panas jenis logam dan kapasitas kalor dari logam
yang digunakan bandingkan dengan literatur
3. Buat analisis dan kesimpulan percobaan

JAWAB

1. Nilai Air Kalorimeter

Mp . Ca ( Tp−Ts )−Ma . Ca ( Ta−Ta )


Na=
Ts−Tp

0,0641 kg .4200 J / kg ° C ( 100−63 ) ° C−0,0636 kg . 4200 J /kg ° C ( 63−34 ) ° C


¿
( 63−34 ) ° C
( 9691,92−7746,48 ) J
¿ =67,08 J /° C
29° C

Mp . Ca ( Tp−Ts )−Ma . Ca ( Ta−Ta )


Na=
Ts−Tp

0,067 kg .4200 J /kg ° C ( 99−66 ) ° C−0,059 kg . 4200 J /kg ° C ( 66−30 ) ° C


¿
( 66−30 ) ° C
( 9286,2−8920,8 ) J
¿ =10,15 J / °C
36 ° C

2. Kalor Lebur Es, Kalor Jenis Logam dan Kapasitas Kalor Logam

Kalor lebur es

Ma . Ca ( Ta−Ta )
L=
Mes

0,078 kg .4200 J /kg ° C ( 32−17 ) ° C


¿
0,0405 kg

109
( 327,6. 15 ) J
¿ =121.333,33 J / kg
0,0405 kg

Ma . Ca ( Ta−Ta )
L=
Mes

0,080 kg .4200 J /kg ° C ( 30−15 ) ° C


¿
0,0269

( 336 .15 ) J
¿ =187.360,59 J /kg
0,0269 kg

Kalor Jenis Logam


Ma . Ca (Ta−Ta )
Clogam=
Mlogam ( Tlogam−Ts )

0,0465 kg .4 .200 J /kg ° C ( 37−27 ) ° C


¿
0,0105 kg ( 100−37 ) ° C

( 195,3 .10 ) J 1.953 J


¿ = =2.952,38 J /kg ℃
0,0105. 63 kg ℃ 0,6615 kg /℃

Ma . Ca (Ta−Ta )
Clogam=
Mlogam ( Tlogam−Ts )

0,0485 kg .4 .200 J /kg ° C ( 38−28 ) ° C


¿
0,0505 kg ( 100−38 ) ℃

( 203,7.10 ) J 2.037 J
¿ = =650,59 J /kg ℃
0,0505 kg . 62℃ 3,131kg /℃

Ma . Ca (Ta−Ta )
Clogam=
Mlogam ( Tlogam−Ts )

0,0473 kg .4 .200 J /kg ° C ( 36−27 ) ° C


¿
0,1005 kg ( 100−36 ) ℃

( 198,66 . 9 ) J 1.787,94 J
¿ = =277,97 J /kg ℃
0,1005 kg . 64 ℃ 36,432 kg /℃

Kapasitas Kalor Logam

110
Clgm I =Mlgm . Clgm

¿ 0,0105 kg . 2952,38 J /kg ℃

¿ 30,999 J / ℃

Clgm II =Mlgm .Clgm

¿ 0,050 kg . 650,59 J /kg ℃

¿ 32,85 J /℃

Clgm III =Mlgm . Clgm

¿ 0,1005 kg . 277,97 J /kg ℃

¿ 27,94 J /℃

Jika dibandingkan dengan literatur hasil uang diperoleh praktikan dengan


literatur sangat berbeda jauh nilainya, dalam literatur nilai kalor lebur es
adalah 80 kal/g atau 336000 J/kg℃ sedangkan panas logam literatur
dalam aluminium 900 J/kg℃ , besi 450 J/kg℃ dan tembaga 390 J/kg℃ .

3. Analisis percobaan yang telah dilakukan dapat dibuat sebab suhu, berat
benda sangat berpengaruh terhadap kalor lebur es, nilai air kalorimeter dan
panas jenis logam. Semakin besar suhu pertama maka suhu benda kedua
yang lebih rendah juga akan semakin besar menerima kalor dari benda
pertama sebab: Qlepas = Qterima.
Dapat disimpulkan bahwa suhu suatu benda sangatlah berpengaruh
terhadap percobaan kalorimeter ini. Kesalahan atau ketidak sesuaian hasil
dengan literatur juga dapat diakibatkan oleh ketidaksetabilan suhu dan
kerusakan pada alat seperti termometer dan neraca.

111
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemuaian adalah perubahan suatu benda yang bisa menjadi bertambah
panjang, lebar, luas atau berubah volumenya Karena terkena panas atau kalor
prinsip pemuaian zat banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari separti
celah pemuaian pada sambungan jembatan tersebut tidak melengkung saat
terjadi pemuaian, sambungan rel kereta api dibuat ada celah diantara dua
batang rel tersebut hal ini bertujuan agar saat terjadi pemuaian tidak
menyebabkan rel melengkung, rancangan yang sering digunakan saat ini
sambungan rel kereta api dibuat bertautan dengan ujung rel tersebut dibuat
runcing, penyambungan seperti ini memungkinkan rel memuai tanpa
menyebabkan kerusakan, pada umumnya ukuran suatu benda akan berubah
apabila suhunya berubah, pada benda yang berbentuk batang perubahan
ukuran panjang baik memuai maupun mengecil akibat perubahan suhu adalah
nyata sedangkan perubahan ukuran luas dapat diabaikan karena kecilnya.
Koefisien muai linear dari suatu bahan dapat didefenisikan sebagai fraksi
perubahan panjang setiap temperatur 1⁰C untuk mengukur koefisien muai
panjang secara seksama, fraksi perubahan panjang bahan dan perubahan
temperature yang bervariasi haruslah teratur dengan peralatan yang sangat
sensitive dan akurat karena perubahan panjang terhadap kenaikan temeratur
sangat kecil. Dalam hal ini ilmu pengetahuan sangat penting terutama cabang
ilmu fisika yang salah satunya mempelajari tentang pemuaian zat yang akan

112
dilakukan pada praktikum ini dengan menerapkan metode fisika praktikan
dapat menghitung berapa besar perubahan panjang suatu benda atau berapa
berapa besar koefisien muai linear suatu logam tembaga yang dipengaruhi oleh
suhu baik suhunya tinggi maupun suhunya rendah.
Manfaat pemuaian yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
adalah pengelingan, keeping bimetal dan pemasangan bingkai roda logam pada
pedati dan kereta api, pemasangan kaca jendela pemasangan kaca jendela
memperhatikan juga ruang muai bagi kaca sebab koefisien muai kaca lebih
besar dari koefisien muai kayu tempat kaca tersebut dipasang. Pemasangan rel
kereta api jika suhu meningkat maka batang akan memuai hingga akan
bertambah panjang, pemasangan bingkai besi pada roda pedati juga
menerapkan prinsip pemuaian karena bingkai roda pedati pada keadaan normal
dibuat sedikit lebih kecil daripada tempatnya sehingga tidak mungkin untuk
dipasang secara langsung pada tempatnya untuk memasang bingkai tersebut,
terlebih dahulu besi harus dipanaskan hingga memuai dan ukurannyapun akan
menjadi lebih besar daripada tempatnya sehingga memudahkan untuk
dilakukan pemasangan bingkai tersebut ketika suhu mendingin ukuran bingkai
kembali mengecil dan terpasang kuat pada tempatnya. Alat yang dapat
digunakan untuk menyelidiki suatu pemuaian zat padat disebut dengan
muschen broek didalam suatu eksperimen yang dilakukan menunjukkan bahwa
hampir pada semua benda padat jika dipanaskan akan mengalami suatu
perubahan panjang, luas dan juga volume. Dalam hal ini ilmu pengetahuan
sangat berpengaruh penting terutama cabang ilmu fisika yang salah satunya
mempelajari tentang pemuaian zat yang akakn dibahas dalam praktikum ini.

1.2 Tujuan

1. Mempelajari pemuaian berbagai logam


2. Menentukan koefisien muai linier logam besi, alumunium, dan tembaga.

113
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pemuaian adalah bertambahnya ukuran atau besar suatu benda karena


kenaikan suhu yang terjadi pada benda tersebut. Atau pemuaian juga dapat
dikatakan sebagai bertambahnya panjang, luas, dan volume suatu benda
karena pengaruh kalor (panas).  Kenaikan suhu mengakibatkan benda tersebut
mendapatkan tambahan energi  berupa kalor yang menyebabkan molekul-
molekul pada benda tersebut bergerak lebih cepat. Setiap zat mempunyai
kemampuan muai yang berbeda beda.(Halliday ,1984)
Gas misalnya mempunyai kemampuan muai lebih besar diabanding zat
padat dan cair. Sedangkan zat cair kemampuan muainya lebih besar dibanding
zat padat.Seperti yang telah disebutkan diatas, pemuaian dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu pemuaian zat padat, cair dan gas, namun pada kali ini kita hanya
akan membahas pemuaian yang terjadi pada zat padat saja. Pemuaian yang
terjadi pada zat padat dibagi menjadi tiga, yaitu pemuaian panjang, luas, dan
volume.
Setiap zat padat mempunyai besaran yang disebut koefisien muai
panjang. Koefisien muai panjang suatu zat adalah angka yang menunjukkan
pertambahan panjang zat apabila suhunya dinaikkan sebesar 1°C. Makin besar
koefisien panjang suatu zat apabla dipanaskan, maak makin besar perubahan
panjangnya. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil koefisien muai panjang
suatu zat maka semakin kecil pula pertambahan panjangnya.

114
Contoh yang dapat kita lihat pada penerapan konsep muai panjang adalah
pada pemasangan rel kereta api yang sengaja dibuat renggang. Hal ini
dikarenakan rel kereta api terbuat dari besi, pada siang hari rel kereta api
tersebut akan terkena sinar matahari langsung yang berarti besi tersebut
menerima kalor dan akan melakukan muai panjang. Apabila pada pemasangan
rel kereta api tidak dibuat renggang, maka pada saat siang hari rel akan
memuai dan menyebabkan tabrakan pada rel kereta api dan rel kerata api akan
membengkong yang akan membahayakan pengguna kereta api.
Pemuaian panjang adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda
karena menerima kalor. Pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat
kecil dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut. Sehingga lebar dan
tebal dianggap tidak ada. Contoh benda yang hanya mengalami pemuaian
panjang saja adalah kawat kecil yang panjang sekali. Pemuaian panjang suatu
benda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang awal benda, koefisien
muai panjang dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang suatu benda
sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan. Secara matematis
persamaan yang digunakan untuk menentukan pertambahan panjang benda
setelah dipanaskan pada suhu tertentu adalah:

Bila ingin menentukan panjang akhir setelah pemanasan maka


digunakan persamaan sebagai berikut :

(Saras dan Zamasky,1981)

115
Pemuaian luas adalah pertambahan ukuran luas suatu benda karena
menerima kalor. Pemuaian luas terjadi pada benda yang mempunyai ukuran
panjang dan lebar, sedangkan tebalnya sangat kecil dan dianggap tidak ada.
Contoh benda yang mempunyai pemuaian luas adalah lempeng besi yang lebar
sekali dan tipis. Seperti halnya pada pemuian luas faktor yang mempengaruhi
pemuaian luas adalah luas awal, koefisien muai luas, dan perubahan suhu.
Karena sebenarnya pemuaian luas itu merupakan pemuian panjang yang
ditinjau dari dua dimensi maka koefisien muai luas besarnya sama dengan 2
kali koefisien muai panjang. Pada perguruan tinggi nanti akan dibahas
bagaimana perumusan sehingga diperoleh bahwa koefisien muai luas sama
dengan 2 kali koefisien muai panjang.Untuk menentukan pertambahan luas
dan volume akhir digunakan persamaan sebagai berikut :

Pemuaian volume adalah pertambahan ukuran volume suatu benda


karena menerima kalor. Pemuaian volume terjadi benda yang mempunyai
ukuran panjang, lebar dan tebal. Contoh benda yang mempunyai pemuaian
volume adalah kubus, air dan udara. Volume merupakan bentuk lain dari
panjang dalam 3 dimensi karena itu untuk menentukan koefisien muai volume
sama dengan 3 kali koefisien muai panjang. Sebagaimana yang telah dijelskan
diatas bahwa khusus gas koefisien muai volumenya sama dengan 1/273.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan pertambahan volume dan
volume akhir suatu benda tidak jauh beda pada perumusan sebelum. Hanya
saja beda pada lambangnya saja. Perumusannya adalah :

116
(Saras dan Zamasky, 1981)
Koefisien muai panajang suatu benda adalah perbandingan antara
pertambahan panjang terhadap panjang awal benda persatuan kenaikan suhu .
Jika suatu benda padat dipanaskan maka benda tersebut akan memuai
kesegala arah,denagn kata lain ukuran panjang bertambahnya ukuran panjang
suatu benda karena menerima kalor.alat untuk membandingkan muai panjang
dari berbagai logam adalah maschen brock.ketika tiga batang logam yang
berbeda jenis (tembaga,almunium,besi) dan sama panjang walaupun panjang
dari ketiga logam sama dengan mengalami kenaikan suhu yang sama.tetapi
pertambahan panjangnya berbeda. (Sutrisno. 1986)
Peristiwa yang mengikuti penambahan temperatur pada bahan adalah
perubahan ukuran dan keadaanya.keadaan temperatur akan mengakibatkan
terjadinya penambahan jarak rata-rata atom bahan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pemuaian (ekspensi) pada seluruh padatan tersebut. Perubahan pada
dimensi linier disebut sebagai muai linier, jika penambahan temperatur ΔT
adalah penambahan panjang ΔT, untuk penambahan temperatur yang kecil,
maka pertambahan panjang pada tempertur (lt) akan sebanding dengan
perubahan temperatur dengan panjang muai. (Lo).
Benda dinyatakan memuai bila dipanaskan dan menyusut bila
didinginkan. Besarnya pemuaian dan penyusutan bervariasi tergantung pada
materialnya. Perubahan dalam panjang ∆L dari semua benda padat adalah
dengan pendekatan yang baik secara langsung berbanding lurus dengan
perubahan dalam suhu ∆T. Perubahan panjang juga sebanding dengan panjang
awal objek tersebut (L0) pada perubahan suhu yang sama dapat dituliskan
kesebandingannya dengan persamaan ∆L = α L0∆T dimana α kesetimbangan

117
konstan yang disebut koefisien pemuaian linier material tertentu dan
mempunyai satuan (C°)-1(Giancoli, 1997).
Dengan α dinamakan koefisien muai linier. Perubahan ukuran tiap bagian
suatu benda untuk suatu perubahan tempertur tertentu sebanding dengan
ukuran mula-mula bagian benda itu. Walaupun kebanyakan bahan memuai
bila dipanaskan, air antara 0 dan 4oC merupakan pengecualian yang penting.
Pada temperatur diatas 4oC air danau menjadi lebih rapat bila menjadi dingin
dan tenggelam ke dasar. Akan tetapi, pada temperatur dibawah 4oC air menjadi
kurang rapat saat mendingin, sehingga air tetap dipermukaan. (Tipler, 1991).
Koefisien muai panjang (ά ) suatu zat didefinisikan sebagai perubahan
relatif dari panjang zat itu perderajat perubahan suhu. Pada umumnya benda
bila dipanaskan akan memuai, kecuali terhadap beberapa benda tertentu malah
menunjukkan gejala yang sebaliknya. Yaitu menyusut dan tidak memuai pada
daerah selang waktu tertentu. Misalnya pada air, dalam keadaan wujud padat
( es ), bila dipanaskan ternyata volumenya menyusut. 
        Koefisien muai panjang suatu zat / bahan yang berwujud batang dapat
ditentukan secara berikut. Dibuat dua goresan halus, yang pertama dekat
ujung, yang kedua  dekat pangkalnya. Kemudian suhu batang dinaikkan
dengan jumlah tertentu, lalu pergeseran, tiap-tiap geseran tersebut diukur
dengan mikrometer sekrup atau mikroskop pengatur.
Unsur di logam ( biketallic element ) ialah suatu alat yang banyak
dipakai beberapa tahun terakhir ini, baik sebagai termometer maupun sebagai
bagian dari banyak alat pengotrol thermostatik. Alat ini terdiri dari dua lempeng
logam tipis yang berlainan. Kedua lempeng itu dilas satu sama lain.

118
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Peralatan muai panjang: berfungsi sebagai tempat untuk
meletakkan logam besi dan kuningan yang akan digunakan
dalam percobaan.
2. Termometer: berfungsi untuk mengukur suatu zat yang
digunakan dalam percobaan atau untuk mengukur suhu.
3. Dial gauge: berfungsi untuk mengukur perubahan relative
panjang suatu logam.
4. Lampu spiritus: berfungsi untuk membakar logam yang
digunakan dalam percobaan.
3.1.2 Bahan
1. Batang logam besi: untuk mengetahui koefisien batang
logam tersebut.
2. Batang logam aluminium: untuk mengetahui perubahan
panjang atau koefisien muainya.

119
3. Batang logam tembaga: umtuk mengukur koefisien muai
panjang dari logam tersebut.
3.2 Cara kerja
- Diukur panjang batang logam dan dicatat suhu ruangan.
- Dimasukkan batang logam yang akan diukur kedalam peralatan muai
logam linier serta panjang termometer.
- Dipanaskan batang hingga serta tercapai kesetimbangan termal dengan
menghubungkan peralatan muai linear dengan sumber tegangan.
- Dicatat perubahan (Δl) untuk setiap penurunan suhu
2°C.
- Diulangi langkah 1sd 4 untuk batang logam yang lain

3.3 Gambar Alat


1. Muai panjang

`Keterangan: 1. Skala

2. Jarum Petunjuk

3. BatangUji

120
4. Klem Double

5. Ketel Uap
2. Thermometer

Keterangan : 1. Penggantung

2. Skala Suhu

3. Benang Merah

4. Pengatur Suhu

3. Dial Gauge

Keterangan : 1. Jarum Panjang

2. Jarum Pendek

3. Tanda Batas Toleransi

4. Bidang Sentuh Dengan Benda Kerja


4. Lampu Spritus

121
Keterangan : 1. Tabung Spritus

2. Api Spritus

3. Spritus

4. Sumbu Api

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Perhitungan

4.2.1. Logam Alumunium

a. Koefisien Muai Linear

ΔL 1
α1 = ( )
L 1 Δt

0,99 1
= ( )
750 28

= 1,32 x 10-3 x 0,035


= 4,62 x 10-5/ºC

122
ΔL 1
α2 = ( )
L 1 Δt

0,85 1
= ( )
750 26

= 1,13 x 10-3 x 0,038


= 4,306 x 10-5/ºC

ΔL 1
α3 = ( )
L 1 Δt
0,75 1
= ( )
750 24
= 1 x 10-3 x 0,0416
= 4,16 x 10-5/ºC

ΔL 1
α4 = ( )
L 1 Δt
0,69 1
= ( )
750 22
= 9,2 x 10-4 x 0,045
= 4,14 x 10-5/ºC

ΔL 1
α5 = ( )
L 1 Δt
0,59 1
= ( )
750 20
= 7,86 x 10-4 x 0,05
= 3,93 x 10-5/ºC

ΔL 1
α6 = ( )
L 1 Δt
0,49 1
= ( )
750 18
= 6,52 x 10-4 x 0,05
= 3,26 x 10-5/ºC

ΔL 1
α7 = ( )
L 1 Δt
0,44 1
= ( )
750 16

123
= 5,86 x 10-4 x 0,06
= 3,52 x 10-5/ºC

ΔL 1
α8 = ( )
L 1 Δt
0,37 1
= ( )
750 14
= 4,93 x 10-4 x 0,07
= 3,45 x 10-5/ºC

ΔL 1
α9 = ( )
L 1 Δt
0,27 1
= ( )
750 12
= 3,6 x 10-4 x 0,083
= 2,98 x 10-5/ºC

ΔL 1
α10 = ( )
L 1 Δt
0,23 1
= ( )
750 10
= 3,06 x 10-4 x 0,1
= 3,06 x 10-5/ºC

ΔL 1
α11 = ( )
L 1 Δt
0,18 1
= ( )
750 8
= 2,4 x 10-4 x 0,125
= 3 x 10-5/ºC

ΔL 1
α12 = ( )
L 1 Δt
0,12 1
= ( )
750 6
= 1,6 x 10-4 x 0,16
= 2,56 x 10-5/ºC

124
ΔL 1
α13 = ( )
L 1 Δt
0,07 1
= ( )
750 4
= 9,3 x 10-5 x 0,25
= 1,16 x 10-5/ºC

ΔL 1
α14 = ( )
L 1 Δt
0,04 1
= ( )
750 2
= 5,3 x 10-5 x 0,5
= 2,6 x 10-5/ºC

ΔL 1
α15 = ( )
L 1 Δt
0 1
= ( )
750 0
= 0 /ºC

b. Panjang Akhir Logam Alumunium

L1 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 4,62 x 10-5 x 28 )
= 750 ( 1+ 1,2936 x 10-3 )
= 750 ( 1,0012936 )
= 750,9702 mm
= 0,75097 m

L2 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 4,306 x 10-5 x 26 )
= 750 ( 1+ 1,11956 x 10-3 )
= 750 ( 1,00111956 )
= 750,83967 mm
= 0,75083 m

L3 = L0 ( 1 + α.ΔT )

125
= 750 ( 1 + 4,16 x 10-5 x 24 )
= 750 ( 1+ 9,984 x 10-4 )
= 750 ( 1,0009984 )
= 750,7488 mm
= 0,75074 m

L4 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 4,14 x 10-5 x 22 )
= 750 ( 1+ 9,108 x 10-4 )
= 750 ( 1,0009108 )
= 750,6831 mm
= 0,75068 m

L5 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 3,93 x 10-5 x 20 )
= 750 ( 1+ 7,86 x 10-4 )
= 750 ( 1,000786 )
= 750,5895 mm
= 0,75058 m

L6 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 3,26 x 10-5 x18)
= 750 ( 1+ 5,868 x 10-4 )
= 750 ( 1,0005868 )
= 750,44011 mm
= 0,75044 m

L7 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 3,52 x 10-5 x 16 )
= 750 ( 1+ 5,632 x 10-4 )
= 750 ( 1,0005632 )
= 750,4224 mm
= 0,75042 m

L8 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 3,45 x 10-5 x 14 )
= 750 ( 1+ 4,83x 10-4 )

126
= 750 ( 1,000483 )
= 750,36225 mm
= 0,75036 m

L9 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 2,98 x 10-5 x 12 )
= 750 ( 1+ 3,576 x 10-4 )
= 750 ( 1,0003576 )
= 750,2682 mm
= 0,75026 m

L10 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 3,06 x 10-5 x 10 )
= 750 ( 1+ 3,06 x 10-4 )
= 750 ( 1,000306 )
= 750,2295 mm
= 0,75022 m

L11 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 3 x 10-5 x 8 )
= 750 ( 1+ 2,4 x 10-4 )
= 750 ( 1,00024 )
= 750,18 mm
= 0,75018 m

L12 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 2,56 x 10-5 x 6 )
= 750 ( 1+ 1,53 x 10-4 )
= 750 ( 1,000536 )
= 750,1152 mm
= 0,75011 m

L13 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,16 x 10-5 x 4 )
= 750 ( 1+ 4,64 x 10-5 )
= 750 ( 1,000464 )
= 750,0348 mm
= 0,75003 m

127
L14 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 2,6 x 10-5 x 2 )
= 750 ( 1+ 5,2 x 10-5 )
= 750 ( 1,000052 )
= 750,039 mm
= 0,750039 m

4.2.2. Logam Besi

a. Koefisien Muai Linear

ΔL 1
α1 = ( )
L 1 Δt

0,54 1
= ( )
750 30
= 2,376 x 10-4/ºC

ΔL 1
α2 = ( )
L 1 Δt

0,43 1
= ( )
750 28
= 2,006 x 10-5/ºC

ΔL 1
α3 = ( )
L 1 Δt

0,37 1
= ( )
750 26
= 1,87 x 10-5/ºC

ΔL 1
α4 = ( )
L 1 Δt

0,35 1
= ( )
750 24
= 1,91 x 10-5/ºC

128
ΔL 1
α5 = ( )
L 1 Δt

0,28 1
= ( )
750 22
= 1,68 x 10-5/ºC

ΔL 1
α6 = ( )
L 1 Δt

0,24 1
= ( )
750 20
= 1,6 x 10-5/ºC

ΔL 1
α7 = ( )
L 1 Δt

0,22 1
= ( )
750 18
= 1,62 x 10-5/ºC

ΔL 1
α8 = ( )
L 1 Δt

0,20 1
= ( )
750 16
= 1,66 x 10-5/ºC

ΔL 1
α9 = ( )
L 1 Δt

0,17 1
= ( )
750 14
= 1,61 x 10-5/ºC

ΔL 1
α10 = ( )
L 1 Δt

0,14 1
= ( )
750 12
= 1,55 x 10-5/ºC

129
ΔL 1
α11 = ( )
L 1 Δt

0,10 1
= ( )
750 10
= 1,33 x 10-5/ºC

ΔL 1
α12 = ( )
L 1 Δt

0,08 1
= ( )
750 8
= 1,33 x 10-5/ºC

ΔL 1
α13 = ( )
L 1 Δt

0,06 1
= ( )
750 6
= 1,33 x 10-5/ºC

ΔL 1
α14 = ( )
L 1 Δt

0,04 1
= ( )
750 4
= 1,33 x 10-5/ºC

ΔL 1
α15 = ( )
L 1 Δt

0,02 1
= ( )
750 2
= 1,33 x 10-5/ºC

b. Panjang Akhir Logam Besi


L1 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 2,376 x 10-4 x 30 )
= 750 ( 1+ 7,128 x 10-3 )
= 750 ( 1,007128 )
= 755,346 mm
= 0,755 m

130
L2 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 2,006 x 10-5 x 28)
= 750 ( 1+ 5,616 x 10-4 )
= 750 ( 1,00056168 )
= 750,4216 mm
= 0,75004 m

L3 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,87 x 10-5 x 26)
= 750 ( 1+ 4,862 x 10-4 )
= 750 ( 1,0004862 )
= 750,36465 mm
= 0,75036 m

L4 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,91 x 10-5 x 24)
= 750 ( 1+ 4,584 x 10-4 )
= 750 ( 1,0004584 )
= 750,3438 mm
= 0,75034 m

L5 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,68 x 10-5 x 22)
= 750 ( 1+ 3,696 x 10-4 )
= 750 ( 1,0003696 )
= 750,2772 mm
= 0,75027 m

L6 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,6 x 10-5 x 20)
= 750 ( 1+ 3,2 x 10-4 )
= 750 ( 1,00032 )
= 750, 24 mm
= 0,75024 m

L7 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,62 x 10-5 x 18)
= 750 ( 1+ 2,916 x 10-4 )

131
= 750 ( 1,0002916 )
= 750,2187 mm
= 0,75021 m

L8 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,66 x 10-5 x 16)
= 750 ( 1+ 2,656 x 10-4 )
= 750 ( 1,0002656 )
= 750,1992 mm
= 0,75019 m

L9 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,61 x 10-5 x 14)
= 750 ( 1+ 2,254 x 10-4 )
= 750 ( 1,0002254 )
= 750,16905 mm
= 0,75016 m

L10 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,55 x 10-5 x 12)
= 750 ( 1+ 1,86 x 10-4 )
= 750 ( 1,000186 )
= 750,1395 mm
= 0,75013 m

L11 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,33 x 10-5 x 10)
= 750 ( 1+ 1,33 x 10-4 )
= 750 ( 1,000133 )
= 750,09975 mm
= 0,75009 m

L12 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,33 x 10-5 x 8)
= 750 ( 1+ 1,04 x 10-4 )

132
= 750 ( 1,0001064 )
= 750,0798 mm
= 0,75007 m

L13 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,33 x 10-5 x 6)
= 750 ( 1+ 7,98 x 10-5 )
= 750 ( 1,0000798 )
= 750,05985 mm
= 0,75005 m

L14 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,33 x 10-5 x 4)
= 750 ( 1+ 5,32 x 10-5 )
= 750 ( 1,0000532 )
= 750,0399 mm
= 0,75003 m

L15 = L0 ( 1 + α.ΔT )
= 750 ( 1 + 1,33 x 10-5 x 2)
= 750 ( 1+ 2,66 x 10-5 )
= 750 ( 1,0000266 )
= 750,01995 mm
= 0,75001 m

133
4.3 .Teori Ralat

4.3.1 Ralat Batang Logam Alumunium

X (x- x ) (x- x )2

4,62 x 10 -5
1,5 x 10 -5
2,25 x 10-10

4,36 x 10 -5
1,24 x 10 -5
1,53 x 10-10

4,16 x 10 -5
1,04 x 10 -5
1,08 x 10-10

4,14 x 10 -5
1,02 x 10 -5
1,04 x 10-10

3,93 x 10 -5
0,81 x 10 -5
0,65 x 10-10

3,26 x 10 -5
0,14 x 10 -5
0,019 x 10-10

3,52 x 10 -5
0,4 x 10 -5
0,016 x 10-10

3,45 x 10 -5
0,33 x 10 -5
0,018 x 10-10

2,98 x 10 -5
-0,14 x 10 -5
0,019 x 10-10

3,06 x 10 -5
-0,06 x 10 -5
0,0036 x 10-10

3 x 10 -5
-0,12 x 10 -5
0,0144 x 10-10

2,56 x 10 -5
-0,56 x 10 -5
0,3136 x 10-10

1,16 x 10 -5
-1,96 x 10 -5
3,816 x 10-10

2,26 x 10 -5
-5,2 x 10 -5
0,2704 x 10-10

0 -3,13 x 10 -5
9,3744 x 10-10

X=3,12 x 10 -5
∑(x-x) = 21,034 x 10-10

RM=
√∑( x−x́)² =
√ 21,034 x 10−10 = 1,22 x10 -5

n−1 14

RM 1,22 x 10−5
RN = X 100% = X 100% =39%
x́ 3,12 x 10−5

4.3.2.Ralat Batang Logam Besi

X (x- x ) (x- x )2

134
2,76 x 10 -5
0,856 x 10 -5
0,73273 x 10-10

2,006 x 10 -5
0,486 x 10 -5
0,23619 x 10-10

1,67 x 10 -5
-0,34 x 10 -5
0,1156 x 10-10

1,91 x 10 -5
0,38 x 10 -5
0,144 x 10-10

1,68 x 10 -5
0,15 x 10 -5
0,0225 x 10-10

1.6 x 10 -5
0,07 x 10 -5
0,0049 x 10-10

1.62 x 10 -5
0,09 x 10 -5
0,0081x 10-10

1.66 x 10 -5
0,13 x 10 -5
0,0169x 10-10

1.61 x 10 -5
0,08 x 10 -5
0,0064x 10-10

1,55 x 10 -5
0,02 x 10 -5
0,0004 x 10-10

1,33 x 10 -5
-0,2 x 10 -5
0,04 x 10-10

1,33 x 10 -5
-0,2 x 10 -5
0,04 x 10-10

1,33 x 10 -5
-0,2 x 10 -5
0,04 x 10-10

1,33 x 10 -5
-0,2 x 10 -5
0,04 x 10-10

0 -1,53 x 10 -5
2,3409 x 10-10

X=3,12 x 10 -5
∑(x-x) = 3,82902 x 10-10

RM=
√∑( x−x́)² =
√ 23,82902 x 10−10 = 0,504 x10 -5

n−1 15

RM 0,504 x 10−5
RN = X 100% = X 100% =32%
x́ 1,53 x 10−5

4.4 Pembahasan
Dalam pratikum koefisien muai linear ini ,pratikan hanya menggunakan
dua batang logam ini dikarenakan waktu pratikum yang tidak begitu lama dan
untuk melakukan pemanasan pada satu batang logam saja sangat lama jadi
tidak memungkinakan pratikan untuk menggunakan ketiga batang loagam yang

135
ada di laboratorium fisika dasar.Batang logam yang digunakan pratikan adalah
batang logam alumunium dan batang logam besi
Suatu benda akan berubah ukurannya jika suhunya juga berubah dan
hal ini terbukti dalam percobaan yang telah dilakukan dimana logam
alumunium dan logam besi mengalami perubahan panjang jika terjadi kenaikan
suhu dan dari percobaan inilah pratikan dapat menentukan koefisien muai
pangang dari logam alumunium dan logam besi
Pada percobaan ini logam alumunium dan besi mengalami pertambahan
panjang yang berbeda karena pemanasan , yaitu pada logam alumunium rata-
rata koefisien muai linearnya lebig besa di bandingkan dengan logam besi hal
ini karena tembaga memiliki densitas yang lebih kecil dari pada logam besi dan
alumunium merupakan penghantar panas yang baik
Perbedaan perubahan panjang dan suhu pada masing- masing logam
menyebabkan hasil yang di peroleh dengan muai panjang benda tersebut,
pemuaian panjag suatu benda di pengaruhi oleh panjang awal dan besar
perubahan suhunya ,biasanya panjang benda bertambah panjang saat suhunya
meningkat.Sebaliknya panjang benda berkurang kerika suhunya menurun
,misalnya di tinjau sebuah mobil yang sedang parkir di pinggir jalan sehingga
disinari matahari , kerika mobil kepanasan ,lempeng besi bisa bertambah tebal
atau panjang sisinya bisa bertambah ,atap rumah yang terbuat dari logam seng
juga bisa mengalami pemuaian panjang .Ketika seng kepanasan tepi seng
bertambah lebar dan seng juga bisa bertambah tebal
Contoh koefisien muai linear dalam kehidupan adalah clah pada rel kereta
api , rel kereta api tersebut terbuat dari logam baja ,pada siang hari yang panas
rel akan memuai sejauh beberapa centimeter ketika rel kereta api dilewati oleh
kereta api ,suhu rel meningkat sehingga rel memuai sepanjang sekitar
centimeter ,pada malam hari yang dingin rel menyusut sejauh beberapa
centimter berdasarkan hasil analisis pada peneliti memperkirakan berapa jarak
antara celah rel , agar ketika suhu rel meningkat rel tidak saling bersentuhan
dan menjadi bengkok .Hal-hal ini membuat pratikum tidak lancar ada nya
getaran yang tidak disengaja ,diberikan pada alat terutama dial gauge sangat
sensitif dengan getaran ,skala dial gauge akan berubah dan tidak menunjukkan
skala yang benar.
Untuk koefisien muai panjang juga berbeda-beda faktor-faktor yang
mempengaruhi besat kecilnya koefisien muai panjang yaitu temperatur / suhu
kemampuan masing-masing logam untuk memuai dan tingkat kepekaan jenis
benda dalam menghantarkan panas

136
Pratikum yang dilakukan pada koefisien muai linear ini yang pertama
mengukut suhu ruangan terlebih dahulu ,kemudian dihitung panjang awal
logam kemudian di cari suhu setimbangnya .Pada percobaan ini penurunan
suhu pada logam alumunium ini sebanyak 15 kali dan hasil yang di dapatkan
pratikan unuk nilai koefisien muai linear pada logam alumunium 3,12 x 10 -5/C
nilai ini sangat berbeda jauh dengan literatur yang digunakan oleh pratikan
didalam referensi tersebut nilai koefisien muai linear pada logam alumunium
adalah 2,6 x 10 -5
/C begitu juga dengan nilai koefisien muai linear nilai yang
didapatkan pratikan yang logam besi adalah 1,53 x 10-5/C ,pada referensi yang
digunakan pratikan nilai koefisien muai linear pada logam besi adalah 1,2 x 10 -
5
/C .
Disini terdapat perbedaan antara yang di dapakan oleh pratikan dengan
referensi yang di gunakan itu karena terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perbedaan nilai tersebut,seperti adanya getaran ketika
pratikum berlangsung seharusnya tidak ada getaran yang menimbulkan
kesalahan pada saat pratikum ,namun saat pratikum berlangsung ada salah
satu anggota dari kelompok lain yang menyebabkan getaran pada meja sehingga
terjadi kesalahan dalam pengukuran data .Faktor yang kedua yang
menyebabkan kesalahan dalam pratikum adanya pengaruh kipas angin ,pada
saat pratikum kipas angin hidup sehingga itu berpengaruh besat terhadap suhu
ruangan dan suhu yang di tunjukkan pada termometer ,sehingga terjadi
kesalahan dalam pratikum .Faktor lainnya yang dapat menyebabkan perbedaan
nilai tersebut adalah kesalahan pratikan sendiri pada saat pratikum ,pratikan
kurang hati-hati dan teliti dalam mengambil data dan dalam melihat
termometer juga memungkinkan terjadi nya kesalahan yaitu pratikan
melihatnya mungkin dari arah samping sehingga terjadi kesalahan ,seharusnya
dalam melihat perubahan suhu pada termometer pratikan harus memposisikan
badannya tegak lurus dengan termometer sehingga angka yang di dapatkan
lebih akurat.
Kesalahan atau ralat yang didapatkan pratikum pada koefisien muai
linear logam alumunium adalah 39% dan ralat pada batang logam besi adalah
32% faktor-faktor luar tadi lah yang menyebaakan besarnya persen kesalahan
dalam pratikum ini

Dalam kehiduapn sehari- hari pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu
pemuaian panjang ,pemuaian luas dan pemuaian volume ,pada pemuaian
panang nilai lebar dan tebal sangat kecil jika di bandingkan dengan yang lain

137
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

138
1. Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh
perubahan suhu atau karena menerima kalor.

2. Apabila zatpadat dipanaskan makaakan terjadi pemuaian sebuahlogam


dapat memuia karena adanya pengaruh perubahan suhu, pemuaian
ditandai dengan bertambah panjang suatu zatpadat. Koefisien muai liner
masing-masing logam berbeda .Aluminium=2,6×10 ̄5, Tembaga=1,7×10 ̄5,
Besi=1,2×10 ̄5.

5.2 Saran

Disarankan untuk praktikum selanjutnya agar lebih teliti dalam


mengamati dan membaca perubahan panjang dan suhu agar tidak terjadi
kesalahan dalam menghitung nilai koefisien muaipanjang, bimbingan
asisten sangat dibutuhkan.

139
PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan koefisien muai linear, koefisien muai luas
dan koefisien muai volume?
2. Tentukan satuan dari dimensi dari besaran –besaran pertanyaan no 1?
3. Apakah yang mempengaruhi besar kecil nya koefisien muai ?

JAWAB

1. -koefisien muai linear adalah perubahan relatif dari panjang zat di bagi
dengan berubahan waktu
-koefisien muai luas adalah bilangan yang menunjukan pertambahan luas
suatu benda jika suhu nya di naikan 1⁰C tiap satuan luas
- koefisien muai volume adalah bilangan yang menunjukkan pertambahan
volume suatu benda jika suhu nya dinaikkan 1⁰C tiap satuan volume
2. -Koefisien muai linear

-Koefisien muai luas

140
-Koefisien muai volume

3.Yang mempengaruhi besar kecil nya koefisien muai panjang adalah jeniszat
,suhu,luas penampang pada koefisien muai linear ,volume zat pada koefisien
muai volume , panjang logam pada koefisien muai panjang

141
EVALUASI AKHIR

1.Buat grafik yang menunjukan hubunganantara ΔT dan ΔL

2.Hitung koefisien muai linier logam dengan gradient dari kurva logam

3.Bandingkan harga hasil percobaan dengan daftar pada buku referensi, dari
hal ini tentukan jenisl ogam tersebut

4.Buat analisis dan kesimpulan dari percobaan

Jawab

1.

2.a.koefisien muai linier pada logam

Jika dilihat darig rafik (f-x) hubungan antara ΔL dan ΔT, benda bersifat
elastic jika kurva linier (garislurus). Pada grafik lurus pada logam aluminium
dari 0 sampai 99.Pada logam besi terbentuk juga kurva linier.

3.Hasil percobaan koefisien muai linier pada batang logam aluminium adalah
3,12×10 ̄5/°c danpada batang logam besi 2,6×10 ̄5°c sedangkan padabuku
referensi koefisien muai linier pada batang logam aluminium adalah 2,6×10
̄5/°c dan pada batang logam besi adalah 1,2×10 ̄5/°c. Semakin besar nilai
koefisien muai linier yang didapat praktikan itu menunjukan bahwa batang
logam itu adalah batang logam tembaga, karena batang logam tembaga nilai
koefisien muai liniernya lebih besar dan merupakan penghantar panas yang
baik.

4.Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini koefisien muai linier adalah
batang logam akan panas jika suhunya naik dan akan mengalami perubahan
panjang, peristiwa inilah yang disebut dengan pemuaian, dalam melakukan
percobaan ini tidak boleh ada sedikit pun getaran hal ini disebabkan karena
sensitifnya dialgauge yang digunakan.

142
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu pengetahuan merupakan ilmu yang sangat pesat perkembanganya.
Ilmu ini berkembang seiring dengan bertambahnya zaman. Salah satu cabang
ilmu pengetahuan yang dipelajari adalah ilmu fisika. ilmu fisika merupakan
salah satu ilmu yang memudahkan praktikan dalam untuk mewakili sesuatu
alat atau satuan secara keseluruhan dengan gejala-gejala fisis oleh sebab
itu,untuk lebih memahami konsep-konsep fisika maka harus diadakan
praktikum fisika. Praktikum dilakukan dengan alat dan model sederhana agar
dapat diterima dan dianalisis dengan mudah.
Untuk praktikum kali ini akan melakukan percobaan tentang leansa.
Lensa merupakan suatu medium transparan yang biasannya ditandai oleh dua
permukaan bias dan terjadi dua pembiasan. Beberapa alat optik dalam
kehidupan sehari-hari yang sering dijumpai adalah kacamata, kamera,
teleskop,teropong dan lain sebagainya. Dari alat-alat ini memiliki lensa yang
sangat canggih sehingga manusia benar-benar terkagum dengan kecangihanya.
Lensa adalah suatu medium transparan yang dibatasi oleh dua melengkung
yang meruapakan garis steris. Meskipun satu dari permukaan bidar merupakan
bidang datar karena itu suatu gelombang datang menggalami kedua pembiasan
ketika melewati lensa tersebut.
Lensa memiliki dua bidang datar yang dapat membiaskan cahaya.batas
lensa keduanya lengkung atau bidang batas lengkung lainnya datar. Lensa
cembung memiliki bagian tepi yang tipis sedangkan bagian tengahnya tebal.
Apabila tiga berkas cahaya dikenakan pada lensa cembung ,berkas-berkas sinar
tersebut dibiaskan oleh lensa-lensa dan berpotongan pada sebuah titik yang
dimana titik tersebut dinamakan dengan fokus.
Titik fokus lensa tersebut dengan titik apit yang memiliki sifat nyata dan
titik cekung dinamakan dengan titik yang sifatnya maya. Titik-titik potong
sinar-sinar bias sehingga jarak titik apit atau titik lensa tersebut bersifat positif
pada lensa cembung sedangkan pada lensa cekung memiliki titik lensa yang
bersifat negatif. Lensa cembung bersifat menggumpulkan cahaya yang
dinamakan konvergen, selain lensa cembung ada juga lensa cekung dimana
lensa cekung pada bagian tengahnya lebih tipis ketimbang pada bagian tepinya
yang tebal dibalikkan dari lensa cembung. Lensa cekung berbentuk lingkaran,
walaupun sebenarnya lensa cekung tidak berbentuk lingkaran.

143
Umumnya kedua lensa tersebut terbuat dari kaca atau plastik sehingga
lensa memiliki indeks bias lebih besar dari pada indeks bias pada udara luar
dari lensa tersebut. Ciri lensa cekung sendiri biasanya dengan mudah dilihat
dari bentuknnya yaitu pada tepi dan tengahnya. Cahaya yang melalui lensa
cekung pada lensa sejajar sinar tersebut akan menyebar seolah-olah berasal
dari satu titik tersebut yaitu titik fokusnya. Titik fokus pada lensa cekung
berada pada sisi sama pada cahaya yang datang, lensa yang datang melewati
optik pada lensa tidak dibiaskan oleh lensa tersebut karena sinar cahaya tidak
dapat menembus. Lensa cekung memiliki dua pasang titik fokus yaitu titik
fokus aktif, titik fokus ini terletak pada lensa bagian depan maka fokus aktif
lensa tersebut ialah fokus maya dan apabila titik fokus tersebut berada
dibelakang lensa disebut dengan titik fokus pastif.
Seperti yang diketahui peranan aplikasi lensa itu sangat penting bagi
kehidupan manusia, misalnnya kamera yang digunakan memakai prinsip lensa.
Begitu juga dengan kacamata dan alat-alat optik lainnya. Bahkan dalam dunia
pendidikan, manusia menggunakan prinsip kerja lensa oleh karena itu sangat
penting dilakukan praktikum menentukan fokus lensa.lensa adalah benda
bening yang menembus cahaya dengan bentuk permukaanya merupakan garis
feris. Garis hubung antara pusat lengkungan kedua permukaan disebut sumbu
utama. Bayangan yang dibuat oleh permukaan pertama merupakan benda
untuk permukaan kedua akan membuat bayangan akhir.

1.2 Tujuan
1. Mempelajari sifat pada lensa
2. Menentukan panjang fokus dan perbesaran lensa cembung dengan
menggukur jarak bayangan dan objek
3. Menentukan panjang fokus lensa cembung dan kombinasi dari lensa
cekung dengan menggunakan metode bessel

144
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Lensa adalah medium transparan yang dibatasi oleh dua permukaan


bias paling sedikit satu diantaranya lengkung sehinggan terjadi dua kali
pembiasan sebelum keluar dari lensa. Garis hubung antara pusat lengkungan
kedua permukaan disebut sumbu utama. Bayangan yang dibuat oleh
permukaan pertama merupakan benda untuk permukaan kedua. Permukaan
kedua akan membuat bayangan akhir (Sarojo,2011).
Terdapat dua jenis lensa, yaitu lensa cembung dan lensa cekung. Pada
lensa cembung (lensa positif) sinar dapat mengumpul (kovergen) dan pada lensa
cekung (lensa negatif) sinar dapat menyebar (divergen). Pada lensa terdapat
sinar-sinar istimewa. Tentunya, sinar-sinar istimewa pada lensa cembung
berbeda dengan lensa cekung.Lensa dapat membentuk bayangan yang
diperkecil atau diperbesar, sehingga lensa banyak digunakan dalam alat-alat
optik seperti kaca mata, mikroskop,lup, kamera dan teropong. Kaca mata
digunakan untuk membantu penglihatan bagi penderita miopi, hipermetropi,
presbiopi dan astigmatisme. Mikroskop digunakan untuk melihat benda yang
ukurannya sangat kecil. Lup atau sering disebut kaca pembesar digunakan
untuk melihat benda kecil sehingga terlihat lebih besar. Kamera digunakan
untuk mengambil gambar dengan menggunakan fokus lensa. Teropong
digunakan untuk melihat benda jauh agar tampak dekat (Purwoko, 2007).
Lensa adalah suatu medium transparan yang dibatasi oleh dua
permukaan melengkung(biasanya sferis), meskipun satu dari permukaan lensa
itu dapat merupakan bidang datar. Karena itu suatu gelombang datang
mengalami dua pembiasan ketika melewati lensa tersebut. Untuk
menyederhanakan anggaplah bahwa medium kedua sisi lensa tersebut adalah
sama dan mempunyai indeks bias satu (seperti udara) dan indeks bias lensa
adalah n(Alonso,1992).
Lensa dibagi menjadi dua jenis yaitu cembung (+) dan lensa cekung (-).
Lensa-lensa ini mempunyai perbedaan. Lensa cembung merupakan lensa
konvergen yang bersifat mengumpulkan sinar, sedangkan lensa cekung
merupakan lensa divergen yang sifatnya menyebarkan sinar(Yulianti,1997).
Lensa memiliki bagian-bagian penting. Permukaan lensa depan berupa
suatu busur lingkaran atau suatu bidang datar. Permukaan lensa yang berupa

145
suatu busur lingkaran tentu saja mengikuti persamaan lingkaran dan memiliki
radius kelengkungan (R)(Zemansky,1994).
Lensa yang memiliki permukaan datar dianggap memiliki radius
kelengkungan yang besarnya tak terhingga, lensa juga memiliki pusat
kelengkungan dan titik fokus. Pusat optik adalah  titik dimana lensa dimana
berkas sinar yang melalui titik akan diteruskan tanpa dibiaskan, fokus utama
(F) adalah dimana berkas sinar sejajar akan dikumpulkan.  Jarak fokus pada
lensa merupakan jarak antara pusat optik dan fokus utama
lensa(Sutrisno,1979).
Menurut Giancoli (2001) jika berkas-berkas yang paralel dengan sumbu
lensa (garis lurus yang melewati pusat lensa dan tegak lurus terhadap kedua
permukaannya) jatuh pada lensa tipis, maka akan difokuskan pada satu titik
yang disebut titik fokus f. Titik fokus merupakan titik bayangan untuk benda
pada jarak tak terhingga dari sumbu utama. Kaidah-kaidah pembentukan
bayangan oleh lensa, yaitu sebagai berikut :
1. Sinar sejajar sumbu utama dari sebelah kiri bidang utama pertama
akan dibiaskan ke titik fokus pertama setelah sampai di bidang utama kedua,
sebaliknya sinar sejajar sumbu utama dari sebelah kanan bidang utama kedua
akan dibiaskan ke titik fokus pertama setelah sampai di bidang utama pertama.
2. Sinar yang melewati titik fokus pertama akan dibiaskan sejajar sumbu
utama setelah sampai di bidang utama pertama, sebaliknya yang melewati titik
fokus kedua akan dibiaskan sejajar sumbu utama setelah sampai bidang utama
kedua.
3. Sinar menuju titik utama pertama akan dibiaskan sejajar dari titik
utama kedua, sebaliknya sinar yang menuju titik utama kedua akan dibiaskan
sejajar dari titik utama pertama.
Lensa adalah benda yang dibuat dari bahan optik transparan (biasanya
kaca) yang membentuk permukaan-permukaan cembung atau cekung.
Berdasarkan bentuk lensa ini maka sebuah sinar setelah melalui lensa akan
dikumpulkan di suatu titik atau di sebar. Semua efek-efek yang diperlihatkan
lensa adalah karena bentuk permukaan dan juga karena indeks bias yang
dimilikinya. Kita dapat menganalisis lensa menurut rumus pembiasan pada
bidang melengkung sebelumnya. Lensa tipis adalah sebueh lensa yang
ketebalannya dapat diabaikan jika dibandingkan jarak fokus lensa ke objek
atau bayangan yang terjadi (Sutrisno, 1984).
Menurut Umar (2008) Lensa adalah benda tembus cahaya yang dibatasi
oleh dua buah permukaan lengkung atau satu permukaan lengkung dan satu
permukaan datar.

146
Jenis-jenis lensa yang umum berdasarkan bentuknya:
1.      Lensa Planparalel (datar-datar)

2.      Lensa Bikonveks (cembung-cembung)

3.      Lensa Bikonkaf (cekung-cekung)

4.      Lensa Gabungan seperti Plan-konkaf (datar-cekung), Konveks-


konkaf (cembung-cekung)
Setiap berkas dibelokkan menuju sumbu pada kedua permukaan lensa.
Jika berkas-berkas yang paralel dengan sumbu jatuh pada lensa tipis, mereka
akan difokuskan pada satu titik yang disebut titik fokus, f. Berkas-berkas dari
satu titik pada benda yang jauh pada dasarnya paralel. Sehingga dapat
dikatakan bahwa titik fokus merupakan titik bayangan untuk benda pada jarak
tak terhingga pada sumbu utama. Artinya, titik fokus lensa bisa ditemukan
dengan menentukan titik dimana berkas-berkas cahaya dibentuk menjadi
bayangan yang tajam. Jarak titik fokus dari pusat lensa adalah jarak fokus.
Karena lensa memiliki 2 permukaan, maka lensa memiliki 2 jari-jari
kelengkungan lensa (R) dan 2 titik fokus. Hubungan antara jarak benda, jarak
bayangan, dan jarak fokus dapat ditunjukkan dalam persamaan:

1/s + 1/s’ = 1/f ..................................(1)


keterangan: s = jarak benda
s’ = jarak bayangan
f = jarak fokus

Lensa dibedakan menjadi dua yaitu lensa positif atau disebut juga lensa
cembung dan lensa negatif atau disebut juga lensa cekung.
Lensa cembung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tebal daripada
bagian pinggirnya. Lensa cembung terdiri dari beberapa bentuk, yaitu :
1. Bikonveks atau cembung–cembung.

2. Plankonveks atau cembung-datar.

3. Konkaf-konveks atau cembung - cekung.


Lensa positif disebut juga lensa konvergen karena lensa positif
mengumpulkan berkas sinar.

Pada lensa cembung (positif) terdapat tiga sinar istimewa sebagai berikut:

147
1. Sinar-sinar yang datang sejajar dengan sumbu utama akan dibiaskan
oleh lensa cembung melewati titik fokus
2. Sinarsinar yang datang dari titik fokus dibiaskan sejajar dengan sumbu
utama
3. Sinar yang melewati pusat lensa (vertex) tidak akan dibiaskan
melainkan diteruskan tanpa mengalami pembiasan
Jika benda di depan lensa positif, bayangannya dapat diterima layar,
maka bayangan tersebut disebut dengan bayangan nyata. Untuk mendapatkan
bayangan yang tejam (fokus) di layar, maka lensa dan atau layar dapat digeser-
geser sedemikian hingga bayangan tampak jelas di layar.
Untuk menentukan f pada lensa cembung, maka benda harus diletakkan
sedemikian rupa, seperti pada gambar di bawah ini.
Berlaku rumus:

1/ (s’(-) + d) + 1/ s’(+) = 1/f(+) .......................(2)


Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tipis daripada
bagian pinggirnya. Sama halnya dengan lensa cembung, lensa cekung pun
terdiri atas beberapa bentuk, diantaranya :
1.       Bikonkaf atau cekung – cekung.

2.       Plankonkaf atau cekung – datar.

3.       Konveks – konkaf atau cekung – cembung


Lensa negatif disebut lensa divergen karena menyebarkan berkas sinar.
Pada lensa cekung (negatif) juga terdapat tiga sinar istimewa, yakni :
1.      Sinar datang sejajar sumbu utama akan dibiaskan seolaholah sinar bias
itu berasal dari fokus utama F1.
2.      Sinar datang menuju fokus utama F2 akan dibiaskan sejajar sumbu
utama.
3.      Sinar datang melalui pusat optik akan diteruskan tanpa dibiaskan

Untuk lensa negatif berlaku rumus :

1/s(-) + 1/s(-) = 1/f(-)

Lensa negatif tidak memberikan gambar pada layar karena memberikn


gambar secara tidak ril untuk sebuah benda sejati, untuk mengatasinya kita
letakkan lensa positif pada lensa negatif yang jarak fokusnya sudah diketahui.
Lensa negatif hanya dapat membentuk bayangan nyata dari benda maya.
Untuk itu dipergunakan lensa positif untuk membentuk bayangan nyata .

148
Bayangan nyata pada layar yang dibentuk oleh lensa positif dipakai sebagai
benda nyata terhadap lensa negatif. Jarak lensa negatif kelayar mula-mula ini
merupakan jarak benda S. Jika kemudian layar digeser maka akan terbentuk
bayangan nyata pada layar. Jarak layar terakhir ini kelensa negatif merupakan
jarak bayangan S’. Jarak fokus lensa negatif dapat ditentukan dengan
persamaan :
Untuk lensa gabungan/bersusun jarak fokusnya f dapat ditentuksn
dengan persamaan :
Jadi, bila f dan f1 diketahui maka f2 dapat dihitung, dengan asumsi bahwa
tidak ada celah diantara kedua lensa.

Cacat Bayangan       
Rumus-rumus persamaan lensa yang telah diberikan dapat diturunkan
dengan syarat berlaku untuk sinar paraksial. Jika syarat tersebut dapat
dipenuhi, maka akan terjadi cacat bayangan (aberasi).

Jenis-jenis cacat bayangan antara lain :


1. Aberasi sferis,  disebabkan oleh kecembungan lensa. Sinar paraksial
atau sinar dari pinggir lensa membentuk bayangan di P’. Aberasi ini
dapat dihilangkan dengan mempergunakan diafragma yang diletakan
di depan lensa atau dengan lensa gabungan atlantis yanng terdiri dari
dua lensa yang jenis kacanya berlainan.
2. Aberasi koma, aberasi ini terjadi akibat tidak sanggupnya lensa
membentuk bayangan dari sinar di tengah dan sinar tepi. Berbeda
dengan aberasi sferis pada aberasi koma sebuah titik benda akan
terbentuk bayangan seperti bintang berekor, gejala koma ini tidak
dapat diperbaiki dengan diafragma.
3. Astigmatisma, disebabkan oleh kornea mata yang tidak berbentuk
sferik (irisan bola), melainkan lebih melengkung pada suatu bidang
daripada bidang lainnya (bidang silinder). Akibatnya benda tidak
difokuskan sebagai garis pendek .
4. Kelengkungan medan,bayangan yang dibentuk oleh lensa pada layar
letaknya tidak dalam satu bidang datar melainkan pada bidang
lengkung. Disebut kelengkungan medan atau lengkungan bidang
bayangan.
5. Distorsi, gejala terbentuknya bayangan palsu, terjadi bayangan palsu
ini oleh karena di depan atau di belakang lensa diletakan diafragma.

149
Permukaan lensa dapat berupa lingkaran atau bidang yang datar, bagian-
bagian lensa cekung seperti cembung tetapi kedudukanya tidak fokus terbalik
titik fokusnya adalah maya. Akibatnya, jarak fokus selalu diberi tanda negatif

yang dimana m 1 dan m 2 adalah titik pusat kelengkungan dan f 1dan f 2 adalah
titik fokus, R1dan R2 adalah jari-jari , f 1 0 dan , f 20 adalah jarak fokus. Lensa
ceung bersifat menyebarkan cahaya yang datang sehingga disebut dengan lensa
divergen. Sinar istimewa paada lensa cekung yaitu sinar yang datang sejajar
sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus,sinar yang datang
menunju titik fokus akan dibiaskan sejajar sumbu utama dan sinar yang
datang melalui optik tidak akan dibiaskan lagi ke dalam lensa cembung dan
lensa cekung yang dekat dengan layar.

150
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
1. Lensa poitif dan lensa negative
Berfungsi sebagai tempat mengumpulkan dan menyerap cahaya yang
melewatinya.
2. Bangku optic
Berfungsi sebagai tempat semua alatalat optic.
3. Layar penangkapan bayangan
Berfungsi sebagai penangkap cahaya.
4. Cermin
Berfungsi sebagai tempat memantulkan cahaya.
5. Sumber tegangan,lampu filament
Berfungsi sebagai sumber tegangan atau sumber cahaya.

3.1.2 Bahan
1. Benda berupa celah
Berfungsi sebagai tempat cahaya yang masuk

3.2 Cara kerja

3.2.1 Menetukan fokus lensa positif


- Disusunlah sistem optik
- Di ambil jarak dari benda ke layar (layar dari 100 cm ).catat posisi
benda dan bayangan (layar)
- Di geserkan lensa sehingga didapatkan bayangan yang diperbesar
yang jelas pada layar.catat posisi lensa.
- Di tentukan jarak antara benda dengan lensa (g)dan jarak antara
lensa dan bayangan / layar (b).
- Di tentukan jarak fokus dengan menggunakan persamaan I
- Di tentukan perbesaran bayangan dengan menggunakan percobaan II.

151
3.2.2 Menentukan fokus lensa positif dengan metode Bessel
- Di besarkan percobaan A,tambahkan Lensa negatif antara lensa
cembung dengan bayangan,geserkan kedudukan lensa negatif
sehingga didapatkan bayangan lainnya yang diperkecil dan jelas.
- Di catat posisi bayangan terkecil.
- Di tentukan jarak antara benda dengan layar (d) dan jarak antara
posisi lensa diperbesar dengan posisi lensa diperkecil (e).
- Di tentukan jarak fokus lensa dengan menggunakan persamaan III.

3.3 Skema Alat

3.2.1 Lensa positif dan lensa negative 1

Keterangan : 1. Lensa Positif

2. Lensa Negatif

3.1.2 Bangku optic


1 2 3 4 5

152
Keterangan :
1. Sumber cahaya
2. Benda
3. Lensa cekung
4. Lensa cekung
5. Penangkap layar

3.1.3 Lampu filament

Keterangan:
1. Bola lampu
2. Gas bertekanan rendah
3. Filamen wolfram
4. Kawat penghubung ke kaki tengah
5. Kawat penghubung ke ulir
6. Kawat penyangga
7. Kaca penyangga
8. Kontak listrik di ulir
9. Sekrup ulir
10. Isolator
11. Kontak listrik di kaki tengah

3.1.4 Layar penangkap bayangan

153
Keterangan:
1. Layar

3.1.5 Cermin

Keterangan:
1. Cermin

154
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Fokus Lensa Positif

Po Posis g b f B
Posis
sis i
N i
i
o Bend Lens
(m (m) (m) (m)
a La a
)
(m) ya
(m)
r

(m
)

1 0,25 0, 0,36 0, 0,6 0,092 0,19


. 96 11 0 9

2 0,30 0, 0,38 0, 0,5 0,070 0,18


. 96 08 8 3

3 0,35 0, 0,40 0, 0,5 0,045 0,0175


. 96 05 6 9

4 0,40 0, 0,43 0, 0,5 0,028 0,016


. 96 03 3 3

4.1.2 Fokus Lensa Positif Dengan Metode Bessel

N Posi Po Posis Posis d e f B


o si sis i i
i
Ben Lens Lens
(m (m (m) (
da La a(+) a(-)
) ) m
ya
(m) (m) (m) )

155
r

(m
)

1 0,2 0, 0,825 0,91 0, 0, 0,174 0


. 5 96 71 09 3 ,
5 0
2

2 0,3 0, 0,766 0,85 0, 0, 0,161 0


. 0 96 66 09 7 ,
2 0
3

3 0,3 0, 0,818 0,91 0, 0, 0,148 0


. 5 96 61 09 6 .
7 2
5

4 0,4 0, 0,818 0,91 0, 0, 0,135 0


. 0 96 56 09 8 ,
6 0
2

4.2 Perhitungan

4.2.1 Fokus Lensa Positif

Jarak benda (g)

g1 = Posisi Lensa – Posisi benda

= 36-25

= 11 cm

= 0,11 m

156
g2 = Posisi Lensa – Posisi benda

= 38-30

= 8 cm

= 0,08 m

g3 = Posisi Lensa – Posisi benda

= 40-35

= 5 cm

= 0,05 m

g4 = Posisi Lensa – Posisi benda

= 43-40

= 3 cm

= 0,03m

Jarak Bayangan (b)

b 1 = posisi layar – posisi lensa

= 96-36

= 60 cm

= 0,6 m

b 2 = posisi layar – posisi lensa

= 96-38

= 58 cm

= 0,58 m

157
b 3 = posisi layar – posisi lensa

= 96-340

= 56 cm

= 0,56 m

b 4 = posisi layar – posisi lensa

= 96-43

= 53 cm

= 0,53 m

Fokus Lensa (f)

b·g
f1 =
b+ g

60· 11
=
60+11

660
=
71

= 9,29 cm

= 0,0929 m

b·g
f2 =
b+ g

58 · 8
=
58+8

464
=
66

= 7,03 cm

= 0,0703 m

b·g
f3 =
b+ g

158
56 · 5
=
56+5

280
=
61

= 4,59 cm

= 0,0459 m

b·g
f4 =
b+ g

53 · 3
=
53+3

159
=
56

= 2,83 cm

= 0,0283 m

4.2.2 Fokus Lensa Positif Dengan Menggunakan Metode Bessel

Jarak (d)

d 1 = Posisi Layar-posisi Benda

= 96-25

= 71 cm

= 0,71 m

d 2 = Posisi Layar-posisi Benda

= 96-30

= 66 cm

= 0,66 m

d 3 = Posisi Layar-posisi Benda

= 96-35

159
= 61 cm

= 0,61 m

d 4 = Posisi Layar-posisi Benda

= 96-40

= 56 cm

= 0,56 m

Posisi Bayangan Diperbesar Dan Diperkecil

e 1 = Posisi Lensa negatif-Posisi Lensa Positif

= 91,5-82,5

= 9,5 cm

= 0,095 m

e 2 = Posisi Lensa negatif-Posisi Lensa Positif

= 85,8-76,6

= 9,2 cm

= 0,092 m

e 3 = Posisi Lensa negatif-Posisi Lensa Positif

= 91,5-81,8

= 9,7 cm

= 0,097 m

e 4 = Posisi Lensa negatif-Posisi Lensa Positif

= 91,4-81,8

= 9,6 cm

= 0,096 m

160
Fokus Lensa (f)

2 2
f 1 = d −e
4D

=
712−9,52
4 ·71

5041−90,25
=
284

4950,75
=
284

= 17,43 cm

= 0,1743 m

2 2
f 2 = d −e
4D

=
662−9,22
4 ·66

4356−84,64
=
264

4271,36
=
264

= 16,17 cm

= 0,1617 m

2 2
f 3 = d −e
4D

=
612−9,7 2
4 · 61

3721−94,09
=
244

3626,91
=
244

161
= 14,86 cm

= 0,1486 m

2 2
f 4 = d −e
4D

=
562−9,6 2
4 · 56

3136−92,16
=
224

3043,84
=
234

= 13,58 cm

= 0,1358 m

4.3 Ralat
4.3.1 Fokus Lensa Positif

Pengulangan
U ū (u- ū) (u- ū¿2

1 0,0929 0,059 0,0339 0,0014

2 0,0703 0,059 0,0113 0,00012

3 0,0459 0,059 -0,0131 0,00017

4 0,0283 0,059 -0,0307 0,00094

∑√ ¿ ¿ 0,00065

RM = √ ∑ √ ¿ ¿¿ ¿

0,00065
=
√ 3

= √ 0,000216

162
= 0,0146

RM
RN = x 100%
ū

0,0146
= x 100%
0,059

= 24,4 %
4.3.2 Fokus Lensa Positif Dengan Metode Bessel

Pengulangan u ū (u- ū) (u- ū¿2

1 0,1743 0,1551 0,0192 3,68

2 0,1617 0,1551 0,0066 0,43

3 0,1486 0,1551 -0,0065 4,22

4 0,1358 0,1551 -0,0193 3,72

∑√ ¿ ¿ 12,05

RM = √ ∑ √ ¿ ¿¿ ¿

12,05
=
√ 3

= √ 4,016
= 2,00

RM
RN = x 100%
ū

2,00
= x 100%
0,1551

= 1,2 %

163
4.4 Pembahasan
Pada percobaan kali ini yaitu menentukan focus lensa pada lensa
cembung dan focus pada lensa cembung dengan metode Bessel. Paada
percobaan ini dilakukan beda perlakuan mengenai jarak enda terhadap lensa.
Dengan perlakuan tersebut maka akan didapatkan hasil bayangan yang
berbeda pada tiap perlakuan. Pada percobaan menggunakan lensa cembung,
saat benda diletakkan antara F dengan lensa hasil bayangan yang terbentuk
adalah nyata, terballik, dan diperkecil. Saat benda pada jarak antara T, hasil
bayangan yang diperoleh pada dua kali F hasil bayangan yang terbentuk
menjadi nyata terbalik dan diperbesar. Jika disbanding dengan literature,
apabila jarak benda lebih besar dari pusat kelengkungan lensa, dengan
menggunakan sinar istimewa lensa cembung diperoleh bayangan yang bersifat
nyata terbalik dan diperkecil. Serta letak bayangannya diantara titik focus
pertama dan pusat kelengkungan lensa pertama. Pada benda yang diletakkan
diantara P2 dan F2 diperoleh bayangan yang bersifat nyata terbalik dan
diperbesar serta letak bayangan diluar P1. Terjadi sifat yang berbeda pada
bayangan dikarnakan peletakkan jarak benda dan lensa. Pada praktikum
berarti benda diletakkan diantara P2 dan F2 sehingga bayangan bersifat nyata,
terbalik dan diperbesar.

164
Pada percobaan menentukn focus lensa cembung menggunakan metode
Bessel, perlakuan yang dilakukan adalah dengan mengubah posisi atau
meletakkan lensa cekung diantara benda dan lensa cembung. Perlakuan
dilakukan sebanyak empat kali dengan meletakkan benda pada jarak yang
berbeda-beda dengan sumber cahaya dan posisi layar yang sama. Pada
percobaan ini dicari nilai jarak dan posisi lensa bayangan diperbesar dan
diperkecil lalu dicari niai focus lensa dengan menggunakan rumus. Dari data
yang diperoleh praktikan, dapat dilihat bahwa semakin jauh posisi benda dari
sumber cahaya maka semakin kecil nilai fokusnya dan bayangan yang didapat
atau dihasilkan semakin besar. Pada percobaan ini didapatkan hasil bayangan
yang bersifat maya, tegak dan diperkecil, ini disebabkan karena pengaruh jarak
lensa dan jarak bayangan.
Pada percobaan yang dilakukan terjadi ketidakpastian nilai focus dari
lensa yang terlihat pada teori ralat. Ini dapat disebabkan karena kesalahan
praktikan dalam membaca skala jarak, kurang maksimalnya kerja alat yang
digunakan ataupun karena kesalahan praktikan dalam memfokuskan bayangan
benda atau saat menggeser atau mencari posisi yang tepat untuk meletakkan
lensa-lensanya. Ketidakpastian ini juga dapat disebabkan karena alat yang
digunakan sudah banyak yang rusak, alat ukur kurang teliti , alat tidak sesuai
dengan standarisasi penggunaan, praktikan kurang teliti dalam melihat ukuran
mistar, tidak cermat dalam mencatat data dan kurang teliti dalam mengolah
data.
Pada praktikum menggunakan Bessel, digunakan lensa gabungan. Lensa
gabungan merupakan penggabungan dari lensa positif dan lensa negative.
Menurut literature, bayangan yang dihasilkandalam praktikum lensa gabungan
yaitu nyata, terbalik dan diperbesar ada juga yang menghasilkan bayangan
nyata, terbalik dan diperkecil. Terjadi perbedaan dengan hasil yang didapatkan
oleh praktikan, ini disebabkan karena beberapa faktor ketidakpastian.
Pada praktikum menentukantitik focus lensa cembung didapatkan hasil
yang sama pada hasil praktikum oleh praktikan dengan literature yaitu
bayangan yang bersifat nyata, terbalik dan diperbesar.
Pada percobaan lensa bersusun, lensa yang pertama diletakkan adalah
lensa cembng kuat (++). Disini menggunakan lensa cembung kuat karena untuk
mendapatkan bayangan yang lebih tegas daripada lensa cembung lemah (+).
Lalu diletakkan lensa cekung sebagai pemusat cahaya. Lensa cembung dan
cekung didekatkan agar pengaturan cahaya pada kedua lensa tersebut tidak
keluar dari lebar lensa. Lensa tersusun digerakkan menjauhi layar atau lampu
pijar agar mendapatkan bayangan yang tegas di layar.

165
Cacat bayangan atau aberasi terjadi karena adanya penghalang cahaya
seperti kaca garis yang tidak meratakan bayangan diakibatkan permukaan kaca
garis yang tidak merata. Lensa cembung mengurangi cacat bayangan dengan
cara memfokuskan cahaya lalu dipantulkan ke kaca garis. Jika lensa cembung
didekatkan ke lampu pijar, akan didapatkan bayangan vertical dan sebaliknya.
Optika adalah cabang fisika yang menggambarkan perilakudan sifat
cahaya dan interaksi cahaya dengan materi. Bidang optika biasanya
menggambarkan perilaku dan sifat cahaya tampak, inframerah dan ultraviolet,
tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Karena aplikasi yang
luas dari ilmu cahaya untuk aplikasi dunia nyata, ilmu optic merupakan bagian
dari berbagai disiplin terkait termasuk elektro, fisika, psikologi, kedokteran,
geofisika dan lain-lain.
Penginderaan jauh adalah  ilmu untuk memperoleh informasi fenomena
alam pada  obyek (permukaan bumi) yang diperoleh tanpa kontak langsung
dengan obyek permukaan bumi melalui pengukuran pantulan (reflection)
ataupun pancaran (emission)  oleh media gelombang elektromagnetik. Obyek di
permukaan bumi berdasarkan pada nilai pantulan energi gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh obyek permukaan bumi   kemudian
energi tersebut direkam oleh sensor. Ada tiga kelompok utama obyek
permukaan bumi yang dapat dideteksi oleh sensor yaitu: air, tanah, dan
vegetasi yang masing-masing memancarkan energi elektromagnetik dengan
kemampuan pemetaan citranya tergantung pada karakteristik masing-masing
citra satelit. Kanal dan karakteristik inilah yang digunakan oleh penginderaan
jauh untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe liputan lahan yang ada di
permukaan bumi.
Karakter utama  citra (image)  dalam penginderaan jauh adalah adanya
rentang kanal (band) panjang gelombang elektromagnetik (electromagnet
wavelength) yang dimilikinya. Beberapa radiasi yang dapat dideteksi dengan
sistem penginderaan  jauh adalah seperti  radiasi cahaya matahari yang dapat
terdeteksi melaui medium gelombang elektromagnetik. Daerah panjang
gelombang elektromangnektik dari daerah visible dan near sampai middle
infrared atau dari distribusi spasial energi panas (thermal) ini dipantulkan dari
permukaan bumi. Setiap material pada permukaan bumi mempunyai reflektansi
yang berbeda terhadap cahaya matahari, sehingga material-material tersebut
akan mempunyai resolusi yang berbeda pada setiap band panjang gelombang. 
Citra yang diperoleh dari satelit radar berisi dua Informasi penting.
Informasi tersebut adalah daya Sinyal pancar berupa fasa dan amplitudo yang

166
dipengaruhi oleh banyaknya gelombang yang dipancarkan serta dipantulkan
kembali.

Gambar gelombang radar yang dipancarkan satelit kemudian dipantulkan


kembali kesegala arah oleh permukaan bumi dan sebagian diterima kembali
oleh satelit.
            Beberapa keuntungan penganalisaan dengan menggunakan citra
satelit antara lain :
1. Mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan
analisa dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk
memperoleh  gambaran geologis area tersebut
2. Memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi  multi-spektral dan
bahkan hiper  spektral  yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut
derajat keabuan atau  digital number dalam remote sensing), sehingga
memungkinan aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan
mengurai karakteristik material yang diamati
3. Memungkinkan pemanfaatkan berbagai jenis data, seperti data sensor
optik dan sensor radar, serta juga kombinasi data lain seperti data elevasi
permukaan bumi, data geologi, jenis tanah dan lain-lain, sehingga dapat
ditentukan solusi baru dalam menentukan antar hubungan berbagai sifat dan
fenomena pada permukaan bumi (Hanindito, 2010)
Contoh foto udara menggunakan satelit yang dilakukan oleh Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengetahui sebaran
panas di permukaan bumi.

167
Citra ini diambil pada pita gelombang inframerah dan menggambarkan
suhu relatif/hangat atau dinginnya obyek-obyek yang teramati oleh satelit
cuaca. Awan-awan rendah umumnya suhunya lebih hangat dan berada relatif
dekat terhadap permukaan bumi dan berwarna biru tua s/d hijau muda,
sementara awan-awan bersuhu lebih dingin yang umumnya puncak awannya
lebih tinggi berwarna oranye s/d pink terang. Citra inframerah ini sangat
berguna untuk mendeteksi awan-awan baik di waktu siang maupun malam
hari.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan praktikum menentukan focus lensa ini adalah
1. Semakin jauh jarak lensa terhadap benda, maka hasil bayangan yang
terbentuk akan semakin besar ( nyat, terbalik, diperbesar), namun jika
terlalu jauh hasil bayanggannya menjadi maya. Semaki jauh jarak antara
lensa dan layar maka hasil bayangan akan semakin besar namun gambar
bayangan akan semakin pudar.
2. Jarak antara lensa cekung dan lensa cembung pada percobaan bayangan
lensa cekung yaitu semakin jauh jarak benda maka hasil bayangan yang
terbentuk akan semakin kecil, di sini lensa cekung berperan sebagai benda
bagi lensa cembung.

168
5.2 Saran
1. Sebaiknya pada saat praktikum praktikan harus memahami dan menguasai
materi yang akan diujikan serta langkah kerja yang akan dilakukan,
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pengamatan atau praktikum.
2. Sebaiknya keadaan alat-alat praktikum diperiksa dulu sebelum praktikum
seperti arus listrik dan yang lainnya agar tidak terjadi gangguan saat
praktikum.

PERTANYAAN

1. Lukiskan jalanya sinar istimewa pada lensa cembung dan cekung !


2. Jelaskan apa itu titik fokus lensa pertama dan titik fokus kedua pada lensa ?
3. Apa ukuran kekuatan lensa ?
4. Jelaskan sifat lensa cembung dan lensa cekung dalam pembentukan
bayangan !

JAWAB

1. lensa cembung

169
Lensa cekung

170
2. - Titik fokus pertama merupakan titik nyata yang berada didepan lensa
- Titik fokus kedua adalah titik yang ada dibelakang lensa atas titik pada
bayangan yang terbentuk

3. Kekuatan lensa adalah kemampuan lensa untuk mngumpulkan dan


menyebarkan sinar yang dibiaskan
1
Rumus p =
f

P = kekuatan lensa ( dioptri )

F = jarak fokus lensa ( meter )

4. * lensa cembung
1. Bila sinar tidak berkas cahaya yang sejajar keluar dari kotak cahaya
mengenai lensa cembung berkas sinar tersebut akan dibiaskan oleh
lensa dan akan berpotongan pada sebuah titik ( f )
2. Menggumpulkan sinar ( konvergen )
3. Nyata, terbalik dan sama besar

*lensa cekung
1. Benda bersifat maya,tegak dan diperkecil
2. Diantara titik kecekungan lensa dan titik pusat lensa
maya,tegak,diperkecil
Benda diantara titik fokus terletak diantara f1 dan 0

171
EVALUASI AKHIR

1. Buktikan persamaan 1,2 dan 3 !


2. Jelaskan macam-macam aberasi pada lensa dan adakah pengaruhnya
dalam menentukan jarak fokus lensa?
3. Bagaimana hubungan antara perbesaran lensa bayangan dengan jarak
fokus lensa dan jarak benda ?
4. Tentukan fokus lensa dari masing-masing metode dan kekuatan lensa?

JAWAB

172
b·g
1. Persamaan 1 f=
b+ g
60· 11
=
60+11

660
=
71

= 9,2 cm

B b
Persamaan 2 b= ·
G g

B 60
= ·
3 11

= B · 11 = 60 · 3

180
=B=
11

= 16,36 cm

Persamaan 3 f=
d 2−e 2
4d

=
712 – 9,52
4 ·71

5041−90,25
=
284

4950,75
=
284

= 17,43 cm

= 0, 1743 m

2. 1. Aberasi spens, kesalahan terbentuknya bayangan yang diakibatkan


pengarus kecekungan lensa
2.aberasi sferis aksial, menimbulkan ketidak pastian letak bayangan
sepanjang arah oprik
3.aberasi sfens lateral, menyebabkan kekaburan bayangan ,titik sumber

173
sinar berupa bunderan kekaburan pada arah tegak lurus sumber sinar
berupa bundelan kekaburan pada arah tegak lurus sumber optik
4. koma, kegagalan lensa membentuk gambar dan sinar pusat
5. astigmatisme, penyebaran gambaran dari satu titik pada suatu
bidang tegak lurus
6.aberasi kromatik, pembiasan cahaya yang berbeda panjang gelombang
pada titik fokus yang berbeda

3. Semakin besar jarak fokus maka perbesaran akan semakin besar dan
semakin jauh jarak benda bayangan akan semakin besar

1
4. Kekuatan lensa p =
f

1
=
10

= 0,1 dioptri

1
P =
f

1
=
17,68

= 0,05 dioptri
5.Pada percobaan bayangan yang dibentuk adalah nyata, terbalik,
diperbesar. Sedangkan pada percobaan dua menggunakan lensa cekung
dibayangan yang dibentuk adalah nyata, maya, tegak, dan diperkecil

DAFTAR PUSTAKA

Alonso,M.1992.Dasar-Dasar Fisika Universitas Edisi Kedua.Jakarta:Erlangga.

174
Soedojo,P.1992.Azas-Azas Fisika Jilid Tiga Optika.Yogyakarta:Gjah Mada
University Press.

Sutrisno,1979.Fisika Dasar Gelombang dan Optik.Bandung:ITB.

Yulianti,N.1997.Petunjuk Praktikum Fisika Dasar.Jember:Universitas Jember.

Zemansky,S.1994.Fisika Untuk Universitas Mekanika Panas,Bunyi.Jakarta:


Binacipta.

Giancoli,C.Douglas.2001.Fisika Jilid I.Erlangga.Jakarta.

BAB I
PENDAHULUAN

175
1.1 Latar Belakang
Sewaktu kecil tentu pernah bertanya-tanya mengapa sedotan yang
awalnya lurus ketika dimasukkan kedalam gelas yang berisi air menjadi seolah-
olah patah. Hal tersebut terjadi karena adanya peristiwa pembiasan. Pembiasan
sering disebut juga dengan refraksi cahaya. Kali ini praktikan akan mengkaji
seputar pembiasan cahaya dengan materi indeks bias prisma.
Pada contoh diatas tadi mengenai indeks bias dapat disimpulkan bahwa
pembiasan cahaya berarti pembelokan arah rambat cahaya saat melewati
bidang batas dua medium tembus cahaya yang berbeda indeks biasnya, dengan
arti yang satu berupa air (cair) dan yang satunya lagi berupa udara (gas). Air
dan udara disini merupakan contoh indeks bias yang berbeda. Pada praktikum
kali ini bahan yang digunakan berupa prisma. Alat yang digunakan pada
praktikum indeks bias prisma yakni berupa spektrometer yang digunakan
untuk menghitung pembiasan cahaya yang terjadi dari prisma. Maksud dari
prisma disini yaitu zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Pada zat
bening inilah (prisma) terjadi pembelokan cahaya (pembiasan cahaya).
Bila seberkas cahaya menembus antar muka antara dua media yang
berbeda misalnya udara dan kaca, maka terjadilah pembengkokan ini
tergantung pada indeks bias kaca. Indeks bias ini berbeda-beda menurut
panjang gelombang cahaya. Akibatnya bervariasinya indeks bias dengan
panjang gelombang itu. Prisma mampu mendispersikan atau menebarkan
berkas cahaya putih menjadi suatu spektrum. Sinar yang terdispersi tersebut
akan menjadi bermacam-macam warna. Sinar ungu akan terdeviasi paling
besar karena indeks biasnya terbesar. Sedangkan yang terkecil adalah sinar
merah.
Gejala alamiah yang terjadi akibat dispersi adalah pelangi. Medium
dispersinya adalah titik-titik air diangkasa setelah hujan turun. Indeks bias
untuk warna merah dan ungu dari beberapa bahan bening (transparan). Untuk
indeks bias warna ungu lebih besar dari pada indeks bias warna merah. Sebab
itulah urutan pelangi adalah merah dulu disebelah atas, kemudian berturut-
turut sampai dengan warna ungu, persis yang ditampilkan pada dispersi di
prisma. Lebar spektrum pelangi yang terjadi disebut sebagai sudut dispersi.
Di dalam indeks bias prisma, digunakan cahaya monokromatik dan
cahaya polikromatik. Dimana cahaya monokromatik merupakan cahaya yang
menghasilkan satu warna saja (misalnya cahaya merah, jingga, kuning, hijau,
biru, nila, dan ungu). Sedangkan cahaya polikromatik merupakan cahaya yang

176
menghasilkan berbagai warna (misalnya cahaya putih dan hitam), dan berurai
menjadi berbagai warna cahaya (polikromatik).
Dalam kasus ini berarti terdapat dua buah cahaya, cahaya monokromatik
yang hanya menghasilkan satu warna akan tetapi terdiri bantak warna, dan
cahaya polikromatik yang terdiri dari dua warna dan menghasilkan banyak
warna.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mempelajari cara menggunakan spektrometer.
2. Menentukan indeks bias prisma.

177
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fisika klasik adalah ilmu fisika yang mempelajari tentang hukum-


hukum yang berlaku pada benda yang dapat kita lihat dan rasakan. Sedangkan
fisika modern adalah ilmu fisika yang membahas tentang hal-hal yang tidak
dapat dijangkau oleh panca indera kita, misalnya atom dan lubang hitam.
Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara
kecepatan cahaya dalam ruang hampa uadara dengan cepat rambat cahaya
pada suatu medium.
Secara sistematis, Indeks bias dapat ditulis :
C
n=
Vp
Dimana : n = indeks bias
C = kecepatan cahaya dalam ruang hampa
Vp = Cepat rambat cahaya pada suatu medium

Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 atau (n21) (Halliday, 1978:189).
Ketika cahaya melintas dari suatu medium ke medium lainnya, sebagian
cahaya datang dipantulkan pada perbatasan. Sisanya lewat ke medium yang
baru sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada sudut
datang. Hubungan analitis antara θ 1 dan θ2 ditemukan secara eksperimental
pada sekitar tahun 1621 oleh Snell (1591 – 1626). Hubungan ini dikenal sebagai
hukum Snell dan dituliskan :
n1 Sin θ1 = n2 Sin θ2
θ1 adalh sudut datang dan θ2 adalah sudut bias keduanya diukur terhadap
garis yang tegak lurus permukaan antara kedua media. n1 dan n2 adalh indeks-
indeks bias materi tersebut. Berkas-berkas datang dan bias pada bidang yang
sama, ang juga termasuk garis tegak lurus terhadap permukaan. Hukum Snell
merupakan dasar hukum pembiasan. Jelas dari hukum Snell bahwa n 2 > n1 ,
maka θ2 > θ1 artinya, jika cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan
lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika
n2 < n1, maka θ2 > θ1, sehingga beras dibelokkan menjadi normal.
Sebuah gelombang cahaya, yang jatuh pada sebuah benda padat yang
tembus cahaya, akan menyebabkan elktron-elektron didalam benda padat
tersebut berosilasi secara periodik karena pengaruh vector listrik yang berubah-
ubah terhadap waktu dari gelombang yang masuk tersebut. Gelombang yang
berjalan melalui medium tersebut adalah resultan gelombang masuk dan

178
resultan radiasi yang berasal dari elektron-elektron yang berosilasi. Gelombang
sultan mempunyai intensitas maksimum didalam arah sinar masuk, yang
nilainya turun secara cepat pada masing-masing sisi benda, kurangnya
hamburan yang menyamping, yang pada pokoknya akan lengkap didalm sebuah
kristal ”sempurna” yang besar, terjadi karena muatan-muatan yang berosilasi di
dalam medium beraksi secara koperatif dan secara koheren (Zemansky dan
Sears, 2001 : 265).
Cahaya juga dihasilkan selama pengosongan muatan listrik melalui gas
yang diionisasi, cahaya kebiruan dari lampu busur merkuri (air raksa), cahaya
kuning jingga dari lampu uap natrium dan berbagai warna lampu “neon”
merupakan contoh-contoh yang sudah sangat dikenal.
Sampai pada zaman Isaac Newton (1642- 1727), sebagian besar ilmuan
berpikir bahwa terdiri dari aliran pertikel-partikel ( dinamakan benda-benda
kecil atau Corpuscles) yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Galileo dan
orang-orang lain mencoba (tetapi tidak berhasil) untuk mengukur laju cahaya.
Sekitar tahun 1665, bukti mengenai sifat-sifat gelombang dari cahaya mulai
ditemukan. Menjelang permulaan abad kesembilan belas, bukti nyata bahwa
cahaya adalah sebuah gelombang tekah tumbuh dengan sangat meyakinkan.
Laju cahaya dalam ruang hampa adalah sama untuk panjang semua
gelombang. Tetapi laju cahaya tersebut dalam zat material berbeda
kebergantungan laju gelombang dan indeks refraksi pada panjang gelombang
dinamakan dispersi (dispesion).
Deviasi (Peubahan arah) yang dihasilkan oleh prisma itu bertambah
dengan indeks refraksi dan frekuensi yang semakin bertambah dan panjang
gelombang yang semakin berkurang. Cahaya violet meupakan cahaya yang
paling banyak dideviasikan.
Banyaknya dispersi bergantung pada beda antara indeks-indeks refraksi
untuk cahaa violet dari cahaya merah. sebuah pilihan yang lebih baik dari
material untuk sebuah prisma yang tujuannya untuk menghasilkan sebuah
spektrum. Spekrum adalah kaca batu dari dalam nilai n anatar cahaya merah
dan cahaya violet.
Cahaya putih biasa merupakan superposisi dari gelombang dengan
panjang gelombang yang membentang melalui seluruh spektrum tampak. Laju
cahaya dalam ruang hampa adalah adalah sama untuk semua panjang
gelombang, tetapi laju cahaya tersebut dalam zat material berbeda untuk
panjang gelombang berbeda (Young dan Freedman, 2004 : 144-145).
Gelombang koheren (bias cahaya, suara atau gangguan-gangguan pada
senar) adalah gembang yang lain, yang memiliki bentuk yang sama, frekuensi

179
yang sama dan perbedaan fase yang tetap (yaitu jumlah dimana puncak-puncak
dari satu gelombang yang berada didepan atau dibelakang puncak-puncak
gelombang lain tidak berubah dengan waktu). Fase relative dari dua gelombang
koheren yang bergerak pada garis yang sama menentukan posisis-posisi
relatifnya pada gars tersebut. Jika puncak-puncak suatu gelombang jatuh pada
puncak-puncak gelombang yang lain, maka maka gelombang tersebut
sepenuhnya sefase. Jika puncak-puncak gelombang jatuh pula, lembah-lembah
gelombang yang lain, gelombang-gelombang tersebut berbeda fase 180° (atau
setengah panjang gelombang). Efek interferensi terjadi ketika daua auat lebih
gelombang yang koheren saling tumpang tidih (overlap).
Difruksi mengacu pada penyimpanan (deviasi) dari perambatan garis
lurus yang terjadi ketika suatu gelombang bergerak melewatisuatu penghalang
parsial. Difraksi fraunhofer celah tunggal : ketika sinar-sinar cahaya sejajar
dengan panjang gelombang x datang tegak lurus terhadap sebuah celah dengan
lebar D, suatu pola difraksi tampak dibelakang celah tersebut. Pada sebuah
layar yang sangat jauh, daerah yang gelap penuh tampak pada sudut θm
terhadap berkas sinar yang menembus lurus, dimana :
m’λ = D sin θm’
Prinsip Huggens dinyatakan sebagai berikut:
“Setiap titik pada muka gelombang dapat dianggap sebagai sumber
gelombang-gelombang kecil yang menyebar maju dengan laju yang sama dengan
laju gelombang itu sendiri. Maka gelombang yang baru merupakan sampul dari
semua gelombang-gelombang kecil tersebut yaitu, tangen (garis singgung) dari
semua gelombang tersebut (Giancoli, 1998 : 166-167)
Pembiasan cahaya didefinisikan sebagai pembelokan arah berkas cahaya
jika berkas cahaya tersebut melewati bidang batas antara dua medium tembus
cahaya yang berbeda kerapatan optiknya.
Bila berkas cahaya menembus antar muka antara dua media yang
berbeda misalnya uadara dan kaca terjadilah pembengkokan ini tergantung
pada indeks bias kaca.Indeks bias ini berbeda-beda menurut panjang
gelombang cahaya . Akibatnya bervariasinya indeks bias dengan panjang
gelombang itu , prisma mampu mendispersikan atau menebarkan berkas
cahaya putih menjadi suatu spektrum.
Seberkas cahaya alamiah dijatuhkan pada permukaan bidang batas dua
medium. Sebagian cahaya akan mengalami pembiasan dan sebagian lagi
mengalami pemantulan. Sinar bias dan sinar pantul akan terpolarisasi
sebagian. Jika sudut datang (I) disebut sudut polarisaasi (Ip) karena sinar yang
terpantul mengalami polarisasi sempurna atau terpolarisasi linear.

180
Menurut Hukum Snellius
n1 sin Ip =n2 sin r
dengan r+ Ip =90 atau r =90 –Ip

Sehingga dapat dituliskan


n1 sin Ip = n2 sin (90-Ip)

sin Ip n2
n1 sin Ip =n2 cos Ip = =
cos Ip n1
n2
Tan Ip =
n1
Dengan : Ip = sudut Polarisasi
r = sudut bias
n1 = indeks bias medium 1
n2 = indeks bias medium 2
Sudut deviasi dipengaruhi oleh indeks bias dan sudut pembias prisma.
Indeks bias prisma tergantung pada jenis bahan prisma dan pada jenis sinar
yang datang . Akibat berbedanya indeks bias prisma untuk berbagai sinar maka
ketika maka sinar matahari ( sinar putih ) datang pada suatu prisma, sinar
tersebut akan terurai berbagai macam-macam warna. Sinar ungu akan
terdeviasi paling besar karena indeks biasanya terbesar . Sedang yang terkecil
adalah sinar merah.
Indeks untuk warna merah dan ungu dari beberapa bahan bening
(transparan). Tampak bahwa indeks bias untuk warna ungu lebih besar dan
pada indeks bias untuk warna merah n m . Sebab itulah urutan pelangi adalah
merah dahulu disebelah atas kemudian berturut-turut sampai dengan ungu,
persis seperti yang ditampilkan oleh dispersi prisma . Lebar spektrum pelangi
yang terjadi disebut sebagai sudut dispersi.Pada sudut dispersi itulah yang
dapat diukur dalam pengukuran suatu indeks bias (Tipler, 2001 :177-178).

181
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat
1. Spektrometer berfungsi untuki mengamati spectrum cahaya yang terurai
setelah melewati suatu medium.
2. Lampu natrium atau Hg sebagai sebagai sumber cahaya.

3.1.2. Bahan
1. Prisma sebagai pengurai cahaya

3.2. Skema Kerja

3.2.1. Pengukuran sudut pembias prisma


 Dicari skala pada saat teropong dan sumber cahaya berada pada satu
garis lurus (titik nol).
 Diletakkan prisma dengan sudu pembias A menghadap kesumber cahaya
dengan sudut datang sembarang
 Dicari sinar pantul dari kedua sudut pembias menggunakan teropong.
Jika besar sudut antara kedua sinar pantul adalah maka A
 Dicari sinar bias yang keluar dari prisma menggunakan teropong, dicatat
skala sudut.
 nilai n dengan persamaan

n=√ sin ² d +¿ ¿
 Diulangi langkah 2-5 untuk sudut pembias prisma lainya (sudut B, C).

3.2.2. Metode sudut deviasi minimum


 Diletakkan prisma sehingga salah satu sudut pembias menerima cahaya
dengan sudut datang sangat besar, tetapi lebih kecil dari 90̊ (perhatikan
sinar 1)
 Dicari sinar keluar (berupa spectrum) dari prisma.
 Diputar meja prisma sehingga sudut datang berkurang, bersama dengan
itu diputar teropong dengan arah yang sama, jaga bayangan agar tetap
ada dalam penglihatan.
 Diputar terus prisma dan teropong sampai spectrum bergerak berbalik
arah terhadap arah perputaran prisma.
 Dicatat besar sudut pada saat spectrum berbalik arah.

182
 Diambil prisma tersebut lalu digerakkan teropong untuk mendapatkan
cahaya langsung dari sumber, dicatat sudut itu.
 Dilakukan langkah 1-7 untuk sisi prisma lainnya.
 Dilakukan langkah A dan B untuk jenis prisma lainya.

3.3. Skema Alat

3.3.1. Spektrometer

3.3.2. Lampu Natrium

183
3.3.3. Lampu hg

184
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Keadaan Laboratorium Sebelum Percobaan Sesudah Percobaan

Suhu 330 c 330 c

Kelembapan Relatif - -

4.1.1 Pengukuran Indeks Bias Prisma Metode Sudut Pembias

Sudut T0 T1 T2 θ A Tb d N

A 160,933 220,78 285,96 65,633 32,816 132,55 28,383 1,801


3 333 6 3 66 33 0

B 160,933 14,1 13,283 0,8166 0,4083 81,066 79,866 139,1


3 3 6 33 6 66 2

C 160,933 10,75 14,1 3,35 1,675 345,81 184,88 1,912


3 6 33 9

4.1.2 Metode Sudut Deviasi minimum

Sudut T T0 Dm A n

A 182,76 227,333333 44,56666 32,816667 2,212995

B 203,38333 16,5 187,2333 0,4083335 28,00914

C 18,066667 28,1 10,03333 1,675 49,85804

4.2 Perhitungan

4.2.1 Indeks Bias Prisma Metode Sudut Pembias

2° 1
T0
(
¿ 72+ +2 menit
3 )20 m enit

¿ 72.667° +0.1°

¿ 72.767°

Sudut A

185
1 1
T1 (
¿ 332.88+
3 )
° +1 menit
20 menit

¿ 332.33 °+ 0.35°

¿ 332.88 °

θ=332.8° +130.325 °

¿ 182.555 °

1
A¿ θ
2

1
¿ 182.555°
2

¿ 91.2775 °

1° 1
Tb (
¿ 45 ° +
3 )
+4 menit
20 menit

¿ 43.33 ° +0.2 °

¿ 45.35 °

d ¿ 72.767 °−45.35°

¿ 27.237 °

1 2
n¿
√ (
sin2 d+ 1+sin d )
tan A

¿ √ sin2 (27.237 ) ° + ( 27.237 ) ° tan −1 91.2775 ¿ ¿²

¿ √ 1756.089958

n¿ 41,90

Sudut B

1
T1 ¿ ( 303+1 ) °+1 menit
20 menit

186
¿ 304° + 0.05°

¿ 304.05°

θ=304 °−197.7 °

¿ 106.35 °

1
A ¿ θ
2

1
¿ 106.35°
2

¿ 53.175 °

d ¿ 73.167 °−72.767 °

¿ 0.4 °

1
T2¿ ( 196+1 ) °+ 14 menit
20 menit

¿ 197 ° +0.7 °

¿ 197.07 °

Tb¿ ( 72+ 23 ) ° +10 menit 20 menit


1

¿ 72.667 ° +0.5 °

¿ 73.167 °

n ¿ √ sin2 + ( 1+sin d cot A )2

¿ √ sin 2 + ( 1+sin d tan −1 A )2

¿ √ sin2 +¿ ¿

¿ √ 2.627015581

¿ 1.62

187
Sudut C

1
T1 ¿ ( 353+1 ) °+ 45 menit
20 menit

¿ 354 ° +0.05 °

¿ 354.05 °

1
T2 ¿ ( 182+1 ) ° +1 menit
20 menit

¿ 183 °+ 0.05°

¿ 183.05 °

θ=354.225° −183.05°

¿ 171.175 °

1
A ¿ θ
2

1
¿ 171.175°
2

¿ 85.875 °

2 1
Tb (
¿ 73+
3 )
° +2 menit
20 menit

¿ 73.667 ° +0.1°

¿ 73.767 °

d ¿ 73.767 °−72.767 °

¿ 0.1 °

n ¿ √ sin2 + ( 1+sin d cot A )²

¿ √ sin 2 + ( 1+sin d tan −1 A )²

¿ √ sin2 +¿ ¿

188
¿ √ 6.59858346

¿ 2.56

4.2.2 Metode Sudut Deviasi Minimum

Sudut A

1
T0 ¿ ( 243+1 ) °+ 15 menit
20 menit

¿ 2444 ° +0.75 °

¿ 244.75 °

2 1
T (
¿ 242+
3)° +20 menit
20 menit

¿ 242.67 ° +1°

¿ 243.67 °

Dm=354.225° −183.05°

¿ 171.175 °

1
sin ( Dm+ A )
2
n¿
1
sin A
2

1
sin ( 1.08 ° +91.2775 ° )
2
¿
1
sin 91.2775 °
2

sin 46.17875
¿
sin 45.63875 °

n¿ 1.01°

Sudut B

2 1
T0 (
¿ 232+
3 )
° +5 menit
20 menit

189
¿ 232.67 ° +0.25 °

¿ 232.92°

2 1
T (
¿ 244+
3 )
°+ 15 menit
20 menit

¿ 244.67 ° +0.75 °

¿ 245.42°

Dm=245.42°−232.92 °

¿ 12.5 °

1
sin ( Dm+ A )
2
n ¿
1
sin A
2

1
sin ( 12.5 ° +53.173 ° )
2
¿
1
sin 53.173 °
2

sin 3.28375
¿
sin 26.5875°

n ¿ 1.21°

Sudut C

1
T0 ¿ ( 285+1 ) °+ 10 menit
20 menit

¿ 286 ° +0.5 °

¿ 286.05 °

1
T ¿ ( 290+1 ) °+ 15 menit
20 menit

¿ 291 °+ 0.75°

¿ 291.75 °

190
Dm=291.75° −286.5°

¿ 5.25

1
sin ( Dm+ A )
2
n¿
1
sin A
2

1
sin ( 5.25 °+83.5875 ° )
2
¿
1
sin 85.5875 °
2

sin 45.41875
¿
sin 42.79375 °

n¿ 1.05 °

191
4.3 Teori Ralat

4.3.1 Indeks Bias prisma Metode Sudut Pembias

N n-ń ( n−ń )
41.90 26.51 702.7801

1.62 -13.74 188.7876

2.56 -12.80 163.8400

ń ¿ 15.36 ∑ ( n−ń ) 2¿ 1055.4077

2
∑ ( n−ń ) RM
RM ¿
√ n−1
RN ¿

× 100 %

1055.4077 4.030325
¿
√ 3−1
¿
15.36
× 100 %

¿ √ 16.24351948 ¿ 26.24 %

¿ 4.030325

4.3.1 Metode Sudut Deviasi Minimum

N n-ń ( n−ń ) ²
1.01 -0.08 0.0064

1.21 0.12 0.0144

1.05 -0.04 0.0016

ń ¿ 1.09 ∑ ( n−ń ) 2 ¿ 0.0224


2
∑ ( n−ñ ) RM
RM ¿
√ n−1
RN ¿
ñ
× 100 %

.0 .0224 0.0748
¿
√ 3−1
¿
1.09
×100 %

¿ 0.0748 ¿ 6.86 %

192
4.4 Pembahasan
Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan praktikum mengenai
indeks bias dengan dua metode, yaitu metode sudut pembias dan metode
deviasi minimum. Maksud dari indeks bias prisma itu sendiri yakni
perbandingan antara kecepatan cahaya pada suatu bidang hampa dengan
kecepatan rambat cahaya pada suatu medium.Dalam praktikum indeks bias
prisma terdapat beberapa alat yang digunakan, yang mana alat-alat tersebut
adalah spectrometer yang memiliki peran sangat penting dalam percobaan ini,
dimana spectrum yang dihasilkan oleh prisma yang dibiaskan diukur oleh
spectrometer.
Cahaya yang dating dari suatu sumber cahaya dimana pada percobaan ini
digunakan lampu natrium dan Hg yang akan mengenai prisma. Pada percobaan
pertama mencari skala sudut teropong dan sumber cahaya berada pada garis
lurus. Ini dilakukan karena cahaya pada percobaan ini yaitu pengukuran sudut
indeks bias prisma adalah cahaya monokromatik, dimana cahayanya tidak
menghasilkan spectrum cahaya. Cahaya yang dipantulkan hanya menghasilkan
satu warna saja. Menentukan skala ini adalah ketika satu sumber cahaya yang
membiaskan suatu prisma terlihat suatu cahaya yang berbentuk seperti persegi
panjang pada teropong.
Kemudian pada percobaan kedua yaitu metode sudut deviasi umum
dimana pada percobaan ini yidak digunakan sumber cahaya yang beejenis
monokromatik dimana cahaya tidal menghasilkan spectrum cahaya. Akan tetapi
percobaan ini menggunakan sumber cahaya polikromatik. Pada metode sudut
pembiasan digunakan lampu berwarna orange. Lampu ini adalah lampu
natrium dimana cahayanya adalah cahaya monokromatik. Dipilih warna orange
karena warna orange menghasilkan cahaya monokromatik yang merupakan
cahaya dasar. Cahaya dasar adalah cahaya yang dapat diuraikan kembali
menjadi warna warna lain. Dalam praktikum ini digunakan prisma segitiga
kecil, dimana dihitung terlebih dahulu T1 dan T2, yaitu nilai masing-masing
sudutnya.
Dalam mencari atau menghitung T1 dan T2 digunakan spektrometer.
Spektrometer ini memiliki dua teropong yaitu teropong tetap dan teropong geser.
Teropong tetap hanya untuk menerima sumber cahaya sedangkan teropong
geser adalah sebagai penerima cahaya. Cara membaca spektrometer dapat
dilakukan dengan membaca skala utama dan skala nonius, untuk skala utama
ini setiap sepuluh dibagi menjadi tiga bagian. Pada tiap-tiap bagian terdapat

1
nilai. Pada bagian pertama nilainya 1, bagian kedua nilainya dan bagian yang
3

193
2
ketiga adalah . Setiap skala utama yang ditunjuk oleh angka nol harus sesuai
3
dengan bagian skala yang ditunjuk skala nonius. Setelah itu dicari skala yang
berhimpit dengan skala utama. Jika ada dua skala yang berhimpit maka
digunakan skala yang lebih kecil. Dari percobaan ini didapat nilai Tb untuk
masing – masing sudut A, B dan C adalah 132,55 , 345,816667 dan
203,833333.
Selain nilai Tb , harus juga dicari nilai T0-nya, dimana nilai T0 adalah
sudut pembias. Sudut pembias dicari sekali saja tanpa menggunakan prisma
karena semua sudut pembiasnya sama saja. Setelah itu didapat nilai d dengan
mencari selisih dari Tb dan T0. Setelah itu didapat nilai d nya disetiap
komponen maka dapat dicari besar sudut pembiasnya dengan menggunakan
rumus pengukuran bias prisma. Untuk masing-masing nilai n ( indeks bias
prisma ) pada sudut A, B dan C adalah 1.29 , 1.91 dan 3.19. ini sesuai dengan
literatur.
Prisma merupakan suatu benda tembus cahaya (bening) yang dibatasi
oleh dua bidang datar yang membentuk sudut tertentu satu sama lain.
Besarnya sudut deviasi sinar tergantung pada sudut datangnya cahaya ke
prisma. Sudut deviasi akan mencapai minimum jika sudut datang cahaya ke
prisma sama dengan sudut bias cahaya yang meninggalkan prisma akan
memotong prisma tersebut menjadi segitiga sama kaki.
Sudut datang pertama tidak sama dengan sudut datang yang kedua dan
tidak sama dengan sudut biasnya. Terlihat bahwa berkas sinar yang masuk ke
balok bergeser kearah kiri bawah saat keluar dari balok kaca, namun keduanya
tampak sejajar walaupun mengalami pergeseran. Pergeseran yang terjadi dapat
juga disebabkan oleh pengaruh dari ketebalan prisma kaca yang digunakan.
Prisma dengan alas dan tutup berbentuk persegi disebut balok sedangkan
prisma dengan alas dan tutup terbentuk lingkaran disebut tabung. Luas
permukaan prisma dengan alas dan tutup dapat dihitung dengan luas dua kali
luas alas ditambah keliling alas.
Jika seberkas cahaya datang dan membentuk sudut permukaan, maka
berkas cahaya tersebut ada yang dibelokkan sewaktu-waktu masuk kedalam
sebuah medium baru tersebut. Dengan menggunakan pembiasaan ini praktikan
mengetahui berapa banyak sudut-sudut yang datang pada saat percobaan.
Setelah percobaan metode pembiasan, ada satu lagi metode yaitu metode
sudtu deviasi minumum. Pada metode ini lampu yang digunakan adalah lampu
hidrargrium atau merkuri. Lampu ini berwarna putih dengan cahaya
polikromatik. Lampu ini dipilih memang karena lampu ini merupakan cahaya

194
putih yang masih bisa diuraikan kembali menjadi warna-warna dasar melalui
proses dispersi cahaya. Dispersi cahaya adalah penguraian cahaya putih
menjadi warna-warna pelangi. Setelah tampak adanya warna pelangi maka
dicari nilai T dari setiap sudut. Setelah mendapat nilai T setiap sudut yaitu
sudut A berkisar 182,76, sudut B 16.15 dan susut C yaitu 28,1 maka dicari
nilai T0. Untuk mencari nilai T0 maka yang harus dilakukan adalah memutar
meja spektrometer dan teropong dengan cara bersamaan dengan arah yang
berlawanan pada saat mencari nilai T. Pergeseran terus dilakukan hingga
terlihat pemisahan cahaya yang berlangsung sangat cepat. Maka setelah itu
dihitung nilai T0-nya. Nilai T0 pada semua sudut berbeda pada metode ini.
Setelah mengetahui dan menghitung nilai T0 –nya maka selanjutnya
dapat menghitung selisih dari T dan T0. Maka dapat dilakukan perhitungan
dengan memasukkan semua komponen dalam rumus deviasi minimum.
Pembiasan cahaya adalah pembelokan cahaya ketika berkas cahaya 
melewati bidang batas dua medium yang berbeda indeks biasnya. Indeks  bias
mutlat suatu bahan adalah perbandingan kecepatan cahaya diruang hampa
dengan kecepatan cahaya dibahan tersebut. Indeks bias relative  medium kedua
terhadap medium pertama adalah perbandingan indeks  bias antara medium
kedua dengan indeks bias medium pertama.  Pembiasan cahaya menyebabkan
kedalam semu dan pemantulan sempurna.
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan 
cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya.
Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada kedua
medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan
laju cahaya pada medium kurang rapat.
Dalam pembiasan, berlaku hukum snellius. Hukum snellius adalah
rumusan matematika yang memberikan hubungan antara sudut dating dan
sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua
medium isotopic berbeda, seperti udara dan gelas. Hukum ini diambil dari
matematika Belanda Willebrord Snellius yang merupakan salah satu
penemunya.
Hal tersebut sesuai dengan hokum snellius yang berbunyi :
a. Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang
datar.
b. Hasil bagi sinus sudut dating dengan sinus sudut bias merupakan
bilangan tetap dan disebut indeks bias

Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam :

195
1.      Mendekati garis normal
Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari
medium optic kurang rapat kemudian optic lebih rapat. Contoh cahaya
merambat dari udara kedalam air
2.      Menjauhi garis normal
Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari
medium optic lebih rapat kemudian optic kurang rapat.
Prisma adalah benda bening (transparan) terbuat dari gelas yang dibatasi
oleh dua bidang permukaan yang membentuk sudut tertentu yang berfungsi
menguraikan (sebagai pembias) sinar yang mengenainya. Permukaan ini disebut
bidang pembias, dan sudut yang dibentuk oleh kedua bidang pembias disebut
sudut pembias (β). Cahaya yang melalui prisma akan mengalami dua kali
pembiasan, yaitu saat memasuki prisma dan meninggalkan prisma. Jika sinar
datang mulamula dan sinar bias akhir diperpanjang, maka keduanya akan
berpotongan di suatu titik dan membentuk sudut yang disebut sudut deviasi.
Adanya ketidak sesuaian pada nilai sudut deviasi antara perhitungan
dengan rumus dan perhitungan dengan busur derajat dapat terjadi karena
beberapa faktor, di antaranya :
1. Penggambaran sinar bias atau sinar datang serta perpanjangannya yang
kurang tepat atau tidak benar-benar lurus
2. Kurang pahamnya praktikan dalam memahami prosedur percobaan.
3. Kurang teliti dalam menjalankan percobaan.

196
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dalam menggunakan spectrometer digunakan rahang geser mencari titik


focus cahaya dan membawa skala yang ditunjukkan ketika cahaya
diperoleh.
2. Untuk menentukan indeks bias prisma pads percobaan A digunakan
persamaan :

n=√ sin ² d +¿ ¿

Sedangkan untuk menentukan besar sudut deviasi minimum pada


percobaan B digunakan rumus :
sin ½(Dm+ A)
n=
sin ½ A

5.2 Saran

Agar keefisienan dalam menjalankan praktikum diharapkan alat-alat yang


digunakan lenih diperhatikan tingkat keefisienannya. Karena alat juga
menggunakan umur. Semakin baik alatnya maka semakin akurat proses
pengukurannya.

197
DAFTAR PUSTAKA

Giancoli, Douglas C. 1998. Fisika Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Halliday, David. 1978. Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga . Jakarta : Erlangga.

Tipler, Paul A. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga.

Young dan Freedman. 2004. Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga.

Zemansky dan Sears. 2001. Fisika Universitas Edisi Sepuluh Jilid Dua. Jakarta:

Erlangga.

198
PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud oleh : indeks bias, deviasi sudut, deviasi minimum,
relaksasi, refleksi, dispersi dan daya dispersi?

Jawab :
- Indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang
hampa udara dengan cepat rambat cahaya pada suhu medium
- Deviasi sudut adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjanagan sinar
datang dan sinra yang keluar dari prisma
- Deviasi minimum adalah sudut yang terbentuk antara perpanjangan
sinar datang pertama dengan sinar bias kedua
- Refleksi adalah perbedaan arah rambata cahaya , ke arah So (medium)
asalnya
- Relaksasi adalah keadaaan istirahat
- Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik (putih)
menjadi cahaya-cahaya monokromatik
- Daya dispersi adalah kemmpuan bahan lensa untuk mengunci cahaya
monokromatik menjadi polikromatik

2. Apa syarat deviasi minimum terjadi ?

Jawab :
Deviasi minimum (Dm) terjadi pada saat sudut datang pertama (I 1) sama
besarnya dengan sudut bias kedua ( I2) pada prisma. Jadi, syarat terjadinya
deviasi adalah :

I1 = I 2

Dm = 2 I1 – B

Dm = 2 r1 – B

3. Buktikan persamaan (1) , (2), (3), dan (4)

Jawab :
Pada persamaan Hugges dimana :

V1t V 2t
Sin θ1 = = Sin θ2 =
∆D ∆ D2

199
sin θ1 V1
Dibagi, maka : =
sin θ2 V2

C C
V1 = dan V2 =
n1 n2

Maka n1 Sin θ1 = n2 Sin θ2 ……………………………………………………………..……(1)

Menurut hukum Snest I2 =I1 ( I = sudut datang cahaya ) dan I2 = T2 (r = sudut


bias cahaya ) karena

B = I2 + r1 = 2r …………………………………………….………………..….….(2)

Sehingga r = ½ p

Besar sudut deviasi minimum dapat dinyatakan

δ = I1 + r2 –P = 23-P atau I = ½ (sin +P)

sin i n2
Sehingga = ………………………………………….…………….…….…..…….
sin r n1
(3)

1
sin ( sin+ P )
2 n2
=
1 n1
sin P
2

n1 Sin ½ (Sin + P ) = n2 Sin ½ P ………………………..…………………..……………..(4)

200
EVALUASI AKHIR

1. Tentukan sudut A, B, C

Jawab :

1 1
(
Sudut A= 45 ° +
3)(
+ 4 menit ×
20 menit )
¿ 45.33 ° +0.2 °

¿ 45.53 °

2 1
(
Sudut B= 72° +
3)(
+ 10 menit ×
20 menit )
¿ 72.67 ° +0.5 °

¿ 73.17 °

2 1
(
Sudut C= 73 ° +
3)(
+ 2menit ×
20 menit )
¿ 73.67 ° +0.1°

¿ 73,77 °

2. Tentukan sudut deviasi minimum (Dm)

Jawab :

3 1
(
Sudut A= 243 ° +
3)(
+ 15 menit ×
20 menit )
¿ 244 ° +0.75 °

¿ 244.75 °

2 1
(
Sudut B= 232° +
3)(
+ 5 menit ×
20 menit )
¿ 232.67 ° +0.25 °

201
¿ 232.92°

3 1
(
Sudut C= 285 ° +
3)(
+ 10 menit ×
20 menit )
¿ 286 ° +0.5 °

¿ 286.5 °

3. Hitung n prisma dengan dua metode tersebut, bandingkan hasilnya

Jawab :
 Metode sudut pembias prisma

Sudut A

n=√ sin ² d +¿ ¿²

2
¿ √ sin ( 27.237 ) +¿ ¿ ¿

¿ √ 1756.089598

¿ 41.9

Sudut B

n=√ sin ² d +¿ ¿²

2
¿ √ sin ( 0.4 ) +¿ ¿ ¿

¿ √ 2.627015581

¿ 1.62

Sudut C

n=√ sin ² d +¿ ¿²

2
¿ √ sin ( 0.4 ) +¿ ¿ ¿

¿ √ 6.598958346

¿ 2.56
 Metode sudut deviasi minimum

202
Sudut A

sin ½ ( 1.08+ 91.2775 ) °


n=
sin ½ ×91.2775 °

¿ 1.009172396°

Sudut B

sin ½ ( 12.5+53.175 ) °
n=
sin ½ ×53.175 °

¿ 1.211576981°

Sudut C

sin ½ ( 5.25 ° +85.5875 ) °


n=
sin ½ ×85.5875 °

¿ 1.048419781°

Apabila dibandingkan, metode sudut pembias dengam sudut deviasi minimum. Metode lebih besar
dari pada metode kedua namun nilainya berselisih kecil.

4. Buatlah analisis dan berikan kesimpulan.

Jawab :

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa percobaan menggunakan lampu Na


akan menghasilkan n yang lebih besar dibandingkan dengan n lampi Hg. Untuk n lampu Na

digunakan persamaan, ¿ √ sin ²+¿ ¿ .

Sementara untuk menentukan n dengan lampu Hg digunakan persamaan,

sin ½(Dm+ A)
n=
sin ½ A

203
204

Anda mungkin juga menyukai