Anda di halaman 1dari 2

Mewaspadai Bisnis Narkotika

SOEPRAPTO
8 Oktober 2016 0 komentar

Dalam dunia kedokteran, narkotika memiliki fungsi sebagai zat penenang bagi orang yang mengalami gangguan
psikologis. Namun, di sisi lain, narkotika memiliki sifat adiktif yang dapat membuat penggunanya ketagihan dan
membahayakan dirinya. Maka, untuk mencegah peredaran narkotika secara ilegal, diperlukan regulasi yang
mengatur otoritas penggunaan dan peredaran narkotika hanya oleh dokter dan untuk kepentingan kesehatan.

Kompas/Lucky PransiskaNarco Nomics


Penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan salah satu di antara enam kejahatan lintas negara. Keenam
kejahatan internasional tersebut adalah terorisme, penjualan wanita dan anak, penjualan senjata ilegal, pencucian
uang, penyalahgunaan narkotika, dan perompakan. Pengawasan terhadap penjualan dan penggunaan narkotika
dilakukan secara ketat dan disertai sanksi hukum yang berat sampai dengan hukuman mati. Namun, mengingat nilai
ekonomisnya sangat menjanjikan, aktivitas produksi, penjualan, dan penyalahgunaan narkotika sampai saat ini
masih marak dilakukan banyak pihak di berbagai negara.

Sehubungan dengan fenomena di atas, Tom Wainwright menulis buku berjudul Narconomics: How to Run a Drug
Cartel dan berusaha mengaitkan keberadaan narkotika dengan aspek ekonomi beserta penjelasan bagaimana
bisnis narkotika ini dijalankan oleh kartel. Wainwright memberikan gambaran bahwa bisnis narkotika tidak mungkin
dapat dijalankan secara "single fighter", tanpa kerja sama dengan pihak lain. Secara terorganisasi, korporasi kartel
hadir sebagai organisasi penggerak bisnis narkotika yang selalu memikirkan strategi di dalam menjalin kerja sama
dengan pihak lain, termasuk dengan pesaingnya.

Lebih lanjut Wainwright juga menyebutkan bagaimana kartel mengembangkan bisnis narkotika dari Andes. Andes
tempat berakarnya bisnis global kokain bernilai 90 miliar dollar AS setahun. Dari sana, narkotika disebarluaskan
dalam wujud kokain, yang saat ini mulai dikonsumsi para pencandu di berbagai belahan dunia. Kartel narkotika
kemudian berkembang di tiga negara Amerika Selatan, yaitu Bolivia, Kolombia, dan Peru (hal 9). Penjualannya
dilakukan dalam bentuk bedak atau rokok berujud kristal crack kokain, berbahan baku dari tanaman coca di kaki
bukit Andes.

Waralaba dan CSR

Dalam upaya mengembangkan bisnis kokain ini, korporasi kartel berusaha mengubah paradigma, dari yang semula
berusaha mematikan pesaing dan musuh-musuhnya menjadi bekerja sama. Salah satunya strategi mereka
membangun jaringan waralaba. Kerja sama tersebut dilakukan tidak hanya dengan pesaing-pesaingnya, tetapi juga
dengan pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentuk corporate social responsibility (CSR). Melalui strategi
CSR ini, kartel mengharapkan pemerintah dan masyarakat tidak akan menjadi penentang bisnis mereka, tetapi
sebaliknya menjadi pendukung karena juga merasa diuntungkan oleh bisnis ini.
Selain strategi eksternal, Wainwright juga menjelaskan bagaimana korporasi kartel menempuh strategi internal di
tubuh perusahaan sendiri. Dengan bersikap hati-hati, mereka merekrut tenaga kerja untuk mengembangkan bisnis
narkotika. Strategi yang ditempuh adalah menerapkan sistem pengalihan pekerjaan operasional ke negara lain
(offshoring), dan kadang kala juga menggunakan pekerja dari institusi atau lembaga dalam bentuk outsourcing (hal
104). Meskipun di beberapa organisasi kriminal lain merekrut banyak pekerja sebagai pegawai tetap, kartel narkotika
ini cenderung memilih mempekerjakan freelancer. Tujuan kartel mempekerjakan freelancer adalah agar antar-
anggotanya tidak saling mengetahui identitas masing-masing.

Meski usaha pengembangan bisnis berhasil menyebar ke berbagai negara, hal itu bukan tanpa kekhawatiran.
Banyak negara yang menerapkan sanksi hukum berat atas pelanggaran yang dilakukan terkait peredaran dan
penggunaan narkotika secara ilegal, baik yang langsung maupun tidak langsung mengancam bisnis kartel.
Sekalipun kartel berupaya untuk hati-hati dalam berbisnis, juga menempuh pendekatan CSR, masyarakat makin
melek informasi terhadap bahaya dari bisnis narkotika.

Judul Buku:
Narconomics: How to Run a Drug Cartel
Pengarang:
Tom Wainwright
Penerbit:
PublicAffairs, New York
Tahun Terbit:
2016
Tebal Buku:
viii + 278 halaman
ISBN:
978-161-039-583-0
"Blue print"

Hal lain yang menarik dibahas Wainwright dalam buku ini adalah tentang kebijakan ekonomi yang menyebutkan
bahwa untuk menghentikan bisnis narkotika jangan mematikan proses produksi dan pemasarannya, tetapi pada
aspek konsumsi. Lebih memberi perhatian pada konsumen atau pembelinya. Jika pembelinya berkurang,
diharapkan bisnis ini akan mati dengan sendirinya. Wainwright juga menyarankan untuk menempuh strategi
memutus interaksi antara penjual dan pembeli dengan tidak menangani atau menangkap penjualnya, tetapi
menghalangi pembelinya.

Pemikiran sederhana Wainwright adalah betapa besar dan kuatnya sebuah perusahaan berkiprah menjual dan
menyebarluaskan hasil produksinya, tetapi jika tidak ada konsumen atau pembeli, ibarat api lama kelamaan akan
semakin redup dan mati. Secara tersurat, buku ini menjadi referensi menyusun blue print untuk melawan bisnis
narkotika. Namun, secara tersirat, juga memberi panduan bagi gembong drugs untuk menyiasati bisnis mereka.

Buku ini menjadi sangat perlu untuk dibaca, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, agar mereka memahami
bagaimana proses perdagangan dan peredaran narkotika ini dikembangkan. Sekali lagi, bukan untuk mendukung
dan ikut terlibat di dalamnya, tetapi untuk ikut terlibat mengantisipasi dan menanggulangi peredaran dan
penyalahgunaan narkotika. Selain itu, dengan membaca buku ini, para penentu kebijakan dan para pencari kerja
juga menjadi lebih berhati-hati terhadap proses rekrutmen tenaga kerja. Mereka yang mencari kerja perlu mencari
informasi dan memahami bidang pekerjaan yang akan dijalaninya. Tidak asal mendaftar.

Demikian halnya, ketika ada tawaran CSR dari sebuah perusahaan, sebaiknya pemerintah ataupun masyarakat
mencermati sejak awal apa motivasi dari CSR tersebut. Apakah memang ingin membantu dan ikut bertanggung
jawab terhadap masyarakat setempat? Atau, jangan-jangan ada tujuan lain atau agenda tersembunyi, seperti money
politic atau melakukan "penyuapan" untuk membungkam aparat dan masyarakat agar tidak mengganggu,
mengungkit, atau menentang bisnis mereka.

Pendek kata, buku ini memberikan uraian tentang bagaimana kartel narkotika menjalankan aksinya (modus
operandi) dalam berbisnis. Buku ini banyak mengungkap praktik strategi CSR yang dilakukan kartel, seolah peduli
terhadap kebutuhan masyarakat, tetapi sesungguhnya untuk mengelabui atau menutupi aksi kejahatan yang mereka
lakukan. Wainwright mengingatkan agar tidak mudah terbuai oleh aktivitas CSR yang dilakukan suatu korporasi.

Anda mungkin juga menyukai