Operasi Cesar
Operasi Cesar
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat, taufik, dan hidayahnya kepada Kita semua sehingga Kita
bisa menjalankan aktifitas kita baik yang bersifat duniawi maupun yang bersifat
ukhrawi. Shalawat dan salam semoga selalu tercyrahkan kepada junjungan Kita,
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada Kita
semua selaku ummatnya.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
Ibid., h. 2
3
Oleh karena itu berbagai usaha dan antisipasi mereka lakukan agar bisa
lahiran normal. Seperti olahraga jalan pagi, senam hamil, konsumsi makanan
tertentu ataupun yang lainnya.
Dahulu, ibu-ibu kita kalau melahirkan anak, mereka melahirkan
secara normal, tanpa operasi. Namun, akhir-akhir ini banyak dari ibu-ibu
yang melahirkan anak mereka melalui proses operasi dengan cara membedah
perut mereka. Mereka melakukan hal itu karena alasan medis, seperti bayi
kembar, atau panggul yang sempit, atau ukuran bayi yang terlalu besar.
Kadang juga karena alasan sosial atau sekedar sebagai pelengkap saja,
seperti jalan lahir bayi ingin tetap utuh sehingga organ kewanitaannya sama
seperti sebelum melahirkan, atau sekedar ingin menentukan tanggal kelahiran
sesuai yang dikehendaki dan lain-lainnya.
Bagaimana Islam memandang kecenderungan sebagian masyarakat
untuk melakukan operasi cesar setiap melahirkan, padahal kalau diteliti
secara seksama sebagian dari mereka bisa melahirkan secara normal. Oleh
karena itu dibutuhkan penjelasan secara syar’I tentang hukum operasi cesar
dari kaca mata Islam.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
4
PEMBAHASAN
3
Anggorowati Dan Nanik Sudiharjani, “Mobilisasi Dini Dan Penyembuhan Luka Operasi
Pada Ibu Post Sectio Caesarea (Sc) Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Salatiga”, Departemen Keperawatan Maternitas dan Anak PS Ilmu Keperawatan Fakultas
Diponegoro, 2013, (30-35), h. 31
4
Muhammad Yaeni, “Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea Di Rsup
Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”, Naskah Publikasi Pada Program Studi S1
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013, h. 9
Ibid.
5
b. Yang kedua yaitu untuk indikasi : kesulitan mencapai SBR, letak
lintang dengan janin besar, gawat janin, plasenta previa dengan
insersi di depan, sterilisa.
Sedangkan menurut waktu pelaksanaan sectio caesarea ada 2 macam,
yaitu:5
a. Emergency adalah apabila persalinan tidak segera dikerjakan bisa
mengancam keselamatan ibu dan atau janinnya.
b. Elective adalah persalinan yang bisa direncanakan waktunya.
C. Faktor-Faktor Penyebab Operasi Cesar
Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor medis penentu, yakni power (tenaga
mengejan atau kontraksi otot dinding perut dan dinding rahim), passage (keadaan
jalan lahir), dan passenger (si janin yang akan dilahirkan). Tiga faktor inilah yang
biasa diistilahkan 3P, apabila terjadi kesulitan atau komplikasi pada persalinan
maka operasi bedah caesar dilakukan.6
a. power
Yang memungkinkan operasi Caesar, misalnya daya mengejan
lemah,ibu bepenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang
mempengaruhi tenaga.
b. Passage
Kelainan ini merupakan pnggul ssempit, trauma peralinan
serius pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir
yang diduga bias menular keanak, umpamanyanya herpes kelamin
(herpes genitalis),condyloma lota (kondiloma spilitik yang lebar dan
pipih),condyloma acuminate (penyakit infeksi yang menimbulkan
massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita),hepatitis B
dan hepatitis C.
c. Passanger
5
Ibid., h. 10
6
Munadi Idris, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Rekayasa Kelahiran Melalui Caesar”, Skripsi
Pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2011, h. 4
6
Diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak
lintag, primi gravid diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak
terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal
distress syndrome lota (denyut jantung dengan kacau dan melemah).7
Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang
harus menjalani seksio sesarea yaitu:
a. Umur
b. Paritas ibu
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara paritas ibu dengan
persalinan operasi sectio caesarea pada ibu-ibu yang melahirkan. Tingkat keeratan
hubungan paritas ibu dengan persalinan operasi sectio caesarea adalah cukup kuat.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa seorang ibu yang sering
melahirkan mempunyai risiko mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
Jumlah paritas lebih dari 4 keadaan rahim biasanya sudah lemah. Hal ini dapat
menimbulkan persalinan lama dan perdarahan saat kehamilan.Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan paska persalinan
yang dapat mengkibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih
dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca persalinan lebih tinggi.
Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi
7
Eka rahmawati, “Bedah Caesar…, h. 28
8
Merlin Jovani, ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepusan Ibu Dilakukan Seksio Sesarea yang
Kedua”, dalam Skripsi pada Progam Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas
Indonesia, Depok, 2012, h.13
7
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil
dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan dan persalinan.9
d. Panggul sempit
Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan indikasi
panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran
panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan
apakah panggul ibu masih dalam batas normal. Hasil dari medical record
ditemukan dari 167 ibu yang dilakukan sectio caesarea dengan indikasi panggul
sempit sebanyak 28 ibu (16,76%). Hal ini disebabkan oleh karena bentuk tubuh
atau postur tubuh dan bentuk panggul ibu yang kecil sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan persalinan normal. Sectio caesarea di lakukan
untuk mencegah hal – hal yang membahayakan nyawa ibu. Panggul sempit
apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal. Hal-hal yang dapat
terjadi apabila tidak dilakukan sectio caesarea yaitu, rupture uteri, terjadi fistula
9
Isti Mulyawati, et.al, “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Persalinan Melalui
Operasi Sectio Caesarea”, dalam Jurnal Kesahatan Masyarakat Kemas 7 (1), 2011, (14-21), h. 21
10
Yeni Wulandari, “Hubungan Beberapa Faktor Medis Dengan Jenis Persalinan Di Rsud Dr.
Soehadi Prijonagoro Sragen Tahun 2011”, Naskah Publikasi Pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 2013, h. 8
8
karena anak terlalu lama menekan pada jaringan lahir, terjadi edema dan bahaya
pada janin yaitu pada panggul sempit sering terjadi ketuban pecah dini dan
kemudian infeksi intrapartum, terjadi prolaps funikuli dan dapat merusak otak
yang mengakibatkan kematian pada janin (Prawirohardjo, 2009). Angka kejadian
sectio caesarea meningkat karena berbagai faktor seperti diuraikan diatas, jika
tidak dilakukan tindakan sectio caesarea maka akan mengancam nyawa ibu dan
janin dengan demikian dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak.11
Ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah
tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan
ganda. Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan diri. Indikasi
pre eklamsia berat pada ibu bersalin dapat menyebabkan tindakan bedah caesar.
Gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan pada tekanan darah
mencapai 160/110 mmHg, oliguria urin kurang 400 cc/24 jam, proteinuria lebih
dari 3 gr/liter.12
11
Veibymiaty Sumelung, ”Faktor-Faktor yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio
Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Liun”, dalam Kendage Tahuna Ejournal keperawatan (e-
Kp) ume 2, Nomor 1, Februari 2014, h. 5-6
12
Yeni Wulandari, “Hubungan Beberapa…, h. 7
13
Ibid.
9
Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah seksio sesar maka
persalinan berikutnya umumnya harus seksio sesar karena takut terjadi robekan
rahim. Namun sekarang, teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan dibagian
bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan
demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik seksio
dulu yang sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan
melintang.14
kematian yang terjadi saat kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah
mencapai ukuran 500 gram atau lebih. Umumnya kematian janin terjadi
menjelang persalinan saat usia kehamilan sudah memasuki 8 bulan. Janin yang
sudah meninggal harus segera dilahirkan. Proses kelahiran harus dilahirkan secara
normal agar tidak terlalu merugikan ibu, operasi harus dilakukan jika ada
halangan untuk melahirkan normal, sseperti bayinya mati dalam posisi
melintang,ibu mengalami preeclampsia atau tidak ada kemajuan persalinan
setelah diberikan oksitocyn.15
Hukum operasi cesar dilihat dari sisi kepentingan wanita hamil atau janin dibagi
menjadi tiga :
14
Isti Mulyawati, et.al, “Faktor-Faktor…, h. 23
15
Dewi Andriani, “faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seksio sesarea di rumah sakit
umum daerah kabupaten dompu tahun 2010”, dalam Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kebidanan Komunitas Universitas Indonesia Depok 2012, h. 28
16
Dr. Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqiti, Ahkam al-Jirahiyah ath-Thibiyah, Jeddah, Maktabah
as-Shahabah, 1415 H/ 1994 M, Cet ke-2, hlm : 154
10
Pertama : Dalam Keadaan Darurat.
Yang dimaksud dalam keadaan darurat dalam operasi cesar adalah adanya
kekhawatiran terancamnya jiwa ibu, atau bayi, atau kedua-duanya secara
bersamaan.17
1. Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya untuk ibu yang
mengalami eklampsia atau kejang dalam kehamilan, mempunyai penyakit
jantung, persalinan tiba-tiba macet, pendarahan banyak selama kehamilan,
infeksi dalam rahim, dan dinding rahimnya yang menipis akibat bedah
caesar atau operasi rahim sebelumnya.
2. Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa bayi, adalah jika sang ibu sudah
meninggal dunia, tapi bayi yang berada di dalama perutnya masih hidup.
3. Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi secara bersamaan
adalah ketika air ketuban pecah, namun belum ada kontraksi akan
melahirkan, bayi terlilit tali pusar sehingga tidak dapat keluar secara
normal, usia bayi belum matang (prematur), posisi bayi sungsang, dan
lain-lain.
Apakah dibolehkan untuk membedah perut ibu dalam keadaan seperti ini ? Para
ulama berbeda pendapat18:
ْر ِه َحيًّا
ِ ت َك َكس ْ َك ْس ُر ع
ِ َِّظ ِم ْال َمي
"Memecahkan tulang mayit seperti memecahkannya ketika masih hidup. " ( HR
Abu Daud dan Ibnu Majah)19
17
Pengertian darurat secara lebih lengkap telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya bisa
dilihat di : Dr. Samih Abdul al-Wahab al-Jundi, Ahammiyatu al –Maqasid fi asy-Syari’ah al-
Islamiyah, Iskandariyah, Dar al-Iman, 2003, hlm : 231- 234, Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh wa
Adilatuhu, Damaskus, Dar al-Fikri, 1409 H/ 1989 M, Cet. Ke- 3, juz : 3, hlm : 515- 520
18
Dr. Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqiti, Ahkam al-Jirahiyah ath-Thibiyah, hlm : 322
19
Hadist ini dihasankan oleh Ibnu Qattan. Berkata Ibnu Hajar : hadist ini sesuai dengan
syarat Muslim ( Syekh Abdullah Bassam, Taudhih al-Ahkam, juz 2, hlm : 367 )
11
Bahwa janin yang masih hidup dalam perut ibunya yang sudah mati tersebut,
sering tidak tertolong. Seandainya perut ibunya sudah dibedahpun dan janin
tersebut bisa hidup, biasanya hidupnya tidak lama. Oleh karenanya, tidak boleh
melakukan kerusakan yang pasti hanya sekedar mengejar sesuatu yang belum
tentu bisa diselamatkan.20
Dalam tiga keadaan di atas, menurut pendapat yang benar, dibolehkan dilakukan
operasi cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan anak . Dalil-dalilnya sebagai
berikut :
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan
manusia, termasuk di dalamnya orang yang menyelamatkan ibu dan bayi dari
kematian dengan melakukan pembedahan pada perut.
Ibnu Hazm berkata : “ Jika seorang ibu yang hamil meninggal dunia,
sedangkan bayinya masih hidup dan bergerak dan sudah berumur enam bulan,
maka dilakukan pembedaan perutnya dengan memanjang untuk mengeluarkan
bayi tersebut, ini berdasarkan firman Allah ( Qs. 5 : 32 ), dan barang siapa
membiarkannya bayi tersebut di dalam sampai mati, maka orang tersebut
dikatagorikan pembunuh.“21
الضرر يزال
“ Suatu bahaya itu harus dihilangkan “ 22
20
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh wa Adilatuhu, juz : 3, hlm : 521
21
Ibnu Hazm, al-Muhalla, juz : 5, hlm : 166
22
As-Suyuti, al-Asybah wa an-Nadhair, Beirut, Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H/1983 M, Cet- 1,
hlm : 87. Imam Suyuthi juga membolehkan pembedahan perut ibu yang mati untuk mengeluarkan
janin yang masih hidup dengan alasan kaidah di atas.
23
Ibnu Nujaim, al-Asybah wa an-Nadhair, Kairo, al-Maktabah at- Taufiqiyah, hlm : 97
12
Keterangan dari kaidah di atas adalah bahwa operasi cesar dalam keadaan darurat
terdapat dua kerusakan, yang pertama adalah terancamnya jiwa ibu atau anak,
sedangkan kerusakan yang kedua adalah dibedahnya perut ibu. Dari dua
kerusakan tersebut, maka yang paling ringan adalah dibedahnya perut ibu, maka
tindakan ini diambil untuk menghindari kerusakan yang lebih besar, yaitu
terancamnya jiwa ibu dan anak.
Berkata Syekh Abdurrahman as- Sa’di24 “Dan dibolehkan melukai badan, seperti
membedah perut, untuk mengobati penyakit. Jika manfaatnya lebih banyak dari
pada mafsadahnya, maka Allah tidak mengharamkannya. Hal semacam ini telah
disinggung oleh Allah di beberapa tempat dari kitab-Nya, diantaranya adalah
firman-Nya :
Dalam keadaan hajiyat ini, operasi cesar boleh dilakukan, karena hajiyat kadang
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga sebagian ulama menyamakan
kedudukannya dengan darurat. Oleh karenanya, mereka meletakkan kaidah
fiqhiyat sebagai berikut :
“ Kebutuhan itu disamakan dengan kedudukan darurat, baik yang bersifat umum,
maupun khusus.“25
24
Pernyataan Syekh Abdurrahman as-Sa’di ini bisa dilihat di dalam Dewan Ulama Senior Saudi
Arabia, al-Buhuts al-Ilmiyah, juz : 2, hlm : 72, dan dinukil ulang oleh Syekh Abdurrahman al-
Basaam di dalam Taudhih al-Ahkam : juz : 2, hlm : 368.
25
Kaidah Fiqhiyah ini disebutkan oleh Ibnu Nujaim di dalam al-Asybah wa an-Nadhair,
hlm : 100, Imam Suyuthi di dalam al-Asybah wa an-Nadhair, , hlm : 88
13
Keadaan Tahsiniyat di dalam operasi Cesar adalah adanya keinginan dari pasien
atau yang mewakilinya untuk bisa mencapai sesuatu yang merupakan pelengkap
di dalam kehidupannya, yang sebenarnya hal itu tidak mengancam jiwanya atau
tidak menyebabkan bahaya jika tidak dilakukan operasi Cesar. seperti halnya
seorang istri yang melakukan operasi cesar dengan harapan bisa membahagiakan
suaminya, karena jalan lahir bayi masih utuh, sehingga organ kewanitaannya sama
seperti sebelum melahirkan, atau sekedar ingin menentukan tanggal kelahiran
sesuai yang dikehendaki, atau tidak mau berlama-lama menjalani proses
persalinan normal yang kadang membutuhkan waktu berjam-jam, atau hanya
sekedar ingin menghindari rasa sakit ketika melahirkan secara normal.
Selain itu operasi cesar mempunyai beberapa dampak buruk bagi kesehatan ibu
dan anak. Yang terjadi pada anak misalnya gangguan pernafasan akibat cairan
yang memenuhi paru-paru janin selama berada dalam rahim, rendahnya sistem
kekebalan tubuh, rentan alergi, emosi cenderung rapuh, terpengaruh anestesi dan
lain-lain. Yang terjadi pada ibu, misalnya rasa sakit yang sangat pada bagian perut
dan rahim akibat robekan saat operasi, kemungkinan terjadi infeksi rahim dan
pendarahan yang banyak, bahkan efeknya masih dirasakan hingga bertahun-tahun
lamanya.
PENUTUP
Hukum operasi caesarea dilihat dari kepentingan wanita hamil atau janin dibagi
menjadi tiga tingkatan: pertama, Operasi Caesar bisa dikatakan menempati posisi
hifz al-nafs pada tingkatan dharuryyah adalah ketika operasi tersebut dilakukan
dalam menyelamatkan nyawa seseorang yang akan melakukan persalinan dan
14
juga menyelamat bayinya, kedua, tingkatan hajjiyat adalah ketika operasi tersebut
dibutuhkan dalam rangka untuk menghindari bahaya yang tidak sampai
mengancam jiwa si ibu yang melakukan persalinan atau mengancam jiwa si bayi,
dan ketiga Tahsiniyat di dalam operasi Cesar adalah adanya keinginan dari pasien
atau yang mewakilinya untuk bisa mencapai sesuatu yang merupakan pelengkap
di dalam kehidupannya, yang sebenarnya hal itu tidak mengancam jiwanya atau
tidak menyebabkan bahaya jika tidak dilakukan operasi Cesar.
DAFTAR PUSTAKA
15
Syah Ul-Haq Abdul Fikri, “Pemikiran Hukum Islam Prof. Dr. Kh. Ali Mustafa
Yaqub, Ma”, Skripsi Pada Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas
Syari’ah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2016.
Veibymiaty Sumelung, ”Faktor-Faktor yang Berperan Meningkatnya Angka
Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Liun”, dalam
Kendage Tahuna Ejournal keperawatan (e-Kp) ume 2, Nomor 1, Februari
2014.
Yeni Wulandari, “Hubungan Beberapa Faktor Medis Dengan Jenis Persalinan Di
Rsud Dr. Soehadi Prijonagoro Sragen Tahun 2011”, Naskah Publikasi Pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah
16