Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM SC a/i PEB,


IMPENDING EKLAMSIA, HELLP SYNDROME, FETAL
COMPROMISED DI RUANG 8 RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

Desak Gede Prema Wahini


105070201131010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. SECTIO CAESAREAN
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau suatu histerektomia
untuk janin dari dalam rahim. Sectio caesaria adalah cara melahirkan janin dengan
menggunakan insisi pada perut dan uterus. Sectio caesaria adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.
2. Klasifikasi
Sectio caesaria dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Transperitonealis
1) Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :

Mengeluarkan janin lebih cepat.

Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih.

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan :

Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada


riperitonearisasi yang baik.

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

b. Sectio Caesarea ismika (profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah
rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :

Penjahitan luka lebih mudah.

Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan


penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum.

Perdarahan kurang.

Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan


kurang atau lebih kecil.

Kekurangan :

Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat


menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.

Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.

c. Sectio Caesarea ekstraperitonealis


Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal.
3. Etiologi dan Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan sectio caesarean diantaranya adalah :
Faktor Ibu
a. Umur
Umur reproduksi yang aman untuk seorang ibu adalah antara umur 20-35
tahun, dibawah dan di atas umur tersebut akan menimbulkan risiko kehamilan
dan persalinan. Pada umur muda organ-organ reproduksi seorang wanita
belum sempurna secara keseluruhan dan perkembangan kejiwaan belum
matang sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima kehamilannya dimana
hal ini dapat berakibat terjadinya komplikasi obstetric yang dapat meningkat
angka kematian ibu dan perinatal.
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas
viabilitas (mampu hidup) dan telah dilahirkan (Patologi dan Fisiologi Persalinan,
hal 58). Paritas dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu :

Nullipara adalah ibu dengan paritas 0

Primipara adalah ibu dengan paritas 1

Multipara adalah ibu dengan paritas 2-5

Grande Multipara adalah ibu dengan paritas >5

Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai risiko yang relatif tinggi
terhadap ibu dan anak, akan tetapi risiko ini akan menurun pada paritas kedua
dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya.
Risiko untuk terjadinya persalinan sectio caesarea pada primipara 2 kali lebih
besar dari pada multipara.
c. Pendidikan Rendah
Seorang ibu yang memiliki pendidikan akhir tinggi akan cenderung lebih sadar
dan

memperhatikan

kondisi

kesehatan

selama

masa

kehamilan

jika

dibandingakn dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Semakin


tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin

meningkat

pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam


kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. Persalinan sectio caesarea
lebih sering terjadi pada ibu yang mempunyai pendidikan lebih rendah.
d. Komplikasi Obstetric
Faktor risiko paling banyak dari sectio caesarea adalah akibat tindakan
anestesi, dan jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi
berlangsung (Kasdu, 2005).
Faktor Janin
a. Kelainan Letak

Letak Sungsang
Penyebab letak sungsang sering tidak diketahui pasti, secara teori dapat
terjadi karena faktor ibu seperti kelainan bentuk rahim, tumor jinak
rahim/mioma, letak plasenta lebih rendah (Dewi, 2007).

Letak Lintang
Bayi letak lintang tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa karena sumbu
tubuh janin melintang terhadap sumbu tubuh ibu sehingga bayi
membutuhkan pertolongan sectio caesarea.

b. Gawat Janin
Tekanan darah tinggi atau kejang pada rahim diderita sang ibu yang
mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusat sehingga aliran oksigen
kepada bayi menjadi berkurang. Kondisi ini bisa menyebabkan janin
mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim
(Oxorn, 2003). Sehingga dibutuhkan tindakan sectio caesarea pada kasus ini.
Ciri-ciri gawat janin pada janin (Patologi dan Fisiologi Persalinan, hal 150) :

Denyut jantung janin tidak teratur.

Denyut jantung janin di bawah 100 atau di atas 160/menit pada waktu tidak
ada kontraksi uterus.

Keluarnya mecconium pada plasenta kepala.

c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya, pertumbuhan janin yang berlebihan
karena ibu menderita kencing manis (diabetes melitus), yang biasanya disebut
bayi besar objektif. Bayi yang lahir dalam kondisi tubuh yang terlalu besar
memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk terjadinya komplikasi pada persalinan.

d. Bayi Kembar (gemeli)


Kehamilan kembar dapat memberi risiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan
bayi. Oleh karena itu dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan
pengawasan hamil yang lebih intensif. Namun jika ibu mengandung 3 janin
atau lebih maka sebaiknya menjalani sectio caesarea. Hal ini akan menjamin
bayi-bayi tersebut dilahirkan dalam kondisi sebaik mungkin dengan trauma
minimum.
Faktor Sosial
Alasan lain yang mendasari permintaan sectio caesarea dikalangan ibu
hamil adalah waktu atau jam kerja sang ibu yang sangat ketat dan sudah
memiliki jadwal tertentu, selain itu adalah kepercayaan terhadap hal-hal tabu
yang diluar ilmu kesehatan seperti tanggal kelahiran tertentu yang memiliki
nasib yang baik terhadap kelahiran bayi. Namun alasan paling banyak adalah
bahwa ibu khawatir dan cemas menghadapi rasa sakit yang akan terjadi pada
persalinan spontan (Kasdu, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muyawati, Azam dan
Ningrum dalam jurnal kesehatan masyarakat (2011), terdapat faktor-faktor
yang berhubungan dengan tindakan persalinan melalui operasi sectio caesarea
yaitu :
a. Umur ibu

Berisiko ( 20 tahun atau 35 tahun)

Tidak berisiko (21 34 tahun)

b. Paritas

Berisiko (1 dan 4 anak)

Tidak berisiko (2 dan 3 anak)

c. Anemia

4. Patofisiologi

5. Adaptasi Post Sectio Caesaria


Adapun adaptasi post sectio caesaria menurut Bobak, Lowdermik, Jensen (2004)
meliputi :
Adaptasi Fisiologi
Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak, Lowdermik,
Jensen (2004) meliputi :
a. Involusi
Yaitu suatu proses fisiologi pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan
sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena
cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
1) Involusi uterus
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi
dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan Tinggi
Fundus Uteri :

Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama Tinggi Fundus Uteri 1


- 2 jari dibawah pusat.

Pada hari ke-6 tinggi Fundus Uteri normalnya berada di


pertengahan simphisis pubis dan pusat.

Pada hari ke-9 / 12 tinggi Fundus Uteri sudah tidak teraba.

2) Involusi tempat melekatnya placenta


Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak
beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis
pada

endometrium

terjadi

pembentukan

scar

sebagai

proses

penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini


memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan placenta pada
kehamilan yang akan datang.
b. Lochea
Yaitu

kotoran

yang

keluar

dari

liang

senggama

dan

terdiri

dari

jaringanjaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Menurut pembagiannya sebagai berikut :
1) Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu
dan kedua.
2) Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke- 3
- 6 post partum.

3) Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput
lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10.
4) Lochea alba
Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan
bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 2 minggu setelah
melahirkan.
Adaptasi psikososial
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum menurut Bobak, Lowdermik, Jensen
(2004) yaitu :
a. Fase taking in (Fase Dependen).
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan
ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya
dalam

tanggung

jawab

sebagai

seorang

ibu

dan

ia

lebih

mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan


kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
b. Fase taking hold (Fase Independen).
1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu
dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri dan
bayinya.
c. Fase letting go (Fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat.
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya.
6. Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya :
Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam
Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.

c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun


pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan,
namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama
dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
c. Pantau mobilisasi klien. Pada hari pertama setelah operasi penderita harus
turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari
kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
d. Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi.
7. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut Wiknjosastro
(2002) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi puerperal
Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa
hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut
pada dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya.
B. PEB (PRE EKLAMSIA BERAT)
1. Definisi
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi
(hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin
(proteinuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan
ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak
diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa
disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia
yaitu dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma.
2. Klasifikasi

Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat, tanda dan gejala
preeklampsia ringan adalah :
a. Tekanan darah sistol 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam.
b. Tekanan darah diastol 90 mmHg atau kenaikan 15 mmHg dengan interval
pemeriksaan 6 jam
c. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
d. Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada
urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih
tanda dan gejala dibawah ini ditemukan :
a. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110
mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada pemeriksaan
semikuantitatif.
c. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
d. Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.
e. Edema paru-paru atau sianosis.
Disamping terdapat preeklampsia ringan dan berat / eklampsia, dapat pula
ditemukan hipertensi cronis yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
darah yang menetap. Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronik (hipertensi
esensial) telah didiognose sebelum kehamilan; kebanyakan wanita didapat
menderita hipertensi pada kunjungan antenatal pertama. Bila tanpa penyebab
sekunder hipertensi (misalnya stenosis arteri renalis atau feokromositoma),
peninggian tekanan darah (> 140/90) yang menetap dan terjadi sebelum
kehamilan atau dideteksi sebelum kehamilan minggu ke 20, diagnosis
hipertensi esensial dapat ditegakkan. Tanda klinik dan diagnosis :
a. Hipertensi terjadi pada awal kehamilan.
b. Fungsi ginjal normal atau hanya terdapat sedikit albuminuria.
b. Jika kehamilan kebelakang terdapat peningkatan tekanan darah dan
albuminuria secara bermakna, maka akan sulit dibedakan dengan
preeklampsia berat (Superimposed preeklampsia).
3. Etiologi
Sebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah
banyak teori yang mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan
tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Salah satu teori yang
dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan ischaemia rahim dan plascenta

(ischemaemia uteroplacentae). Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih


banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada akhir
kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes ,
peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari placenta atau
decidua yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan teori ini tidak
dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Rupanya tidak
hanya satu faktor yang menyebabkan pre-eklampsia dan eklampsia.
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin,
renin, dan aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme
dapat berlangsung. Pada pre-eklampsia dan eklampsia, terjadi penurunan angiotensin,
renin, dan aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Berdasarkan
teori iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang
dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, renin, dan aldosteron, spasme
pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan air.
4. Faktor Resiko
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia bila mempunyai
faktor-faktor predisposing sebagai berikut :
a. Nulipara dan usia < 20 atau > 35 th.
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita
yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan
peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar
untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed preeclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi,
dahulu dianggap rentan.
b. Stres / Cemas
Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian
preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat
mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah. Manifestasi fisiologi dari stres
diantaranya meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan :

Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain.

Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin.

Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid


sebagai akibat meningkatnya volume darah.

Curah jantung meningkat.

c. Kehamilan ganda.
d. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya.
e. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia.

f.

Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum
kehamilan

g. Obesitas.
5. Patofisiologi

6.

Manifestasi Klinis
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila

peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester
pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita
hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir
trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia. Peningkatan
tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik
sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140

mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan


kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosa. Penentuan
tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi
terjadi preeklampsia berat.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh,
dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki,
jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial
yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti
untuk penentuan diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan kg setiap minggu
dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi
pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilanmungkin
merupakan

tanda

preeklampsia.

Tambah

berat

yang

sekonyong-konyong

ini

disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak
hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
pre-eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH (hipertensi dalam
kehamilan) tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya
general.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter
dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 +
(menggunakan metode turbidimetrik standard) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing
yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih
yang diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat
dari hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada
preeklampsia, rupa-rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal.
Karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Disamping adanya gejala
yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang
membawa pasien ke dokter.
Dampak terhadap janin, pada pre-eklapsia / eklampsia terjadi vasospasmus yang
menyeluruh termasuk spasmus dari arteriol spiralis deciduae dengan akibat menurunya
aliran darah ke placenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair
yang berfungsi baik sebagai nutritif maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis
akan menyebabakan gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan
oleh mengurangnya pemberian karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan
lainnya yang seharusnya diterima oleh janin.
Gejala subyektif tersebut ialah :

a. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.


b. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema,
atau sakit kerena perubahan pada lambung.
c. Gangguan penglihatan :
Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini
disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat
dilihat dengan ophtalmoscop.
d. Gangguan pernafasan sampai sianosis.
e. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran.
7. Pencegahan
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan
dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau diagnosis dini dapat
mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Untuk dapat
menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan hamil yang teratur dengan
memperhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah, dan pemeriksaan untuk
menentukan proteinuria. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat
menemukan tanda-tanda dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan
penanganan semestinya.
Karena para wanita biasanya tidak mengemukakan keluhan dan jarang
memperhatikan tanda-tanda preeklampsia yang sudah terjadi, maka deteksi dini
keadaan ini memerlukan pengamatan yang cermat dengan masamasa interval yang
tepat. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktorfaktor predisposisi seperti yang telah diuraikan diatas. Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi
dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik
pada wanita hamil, antara lain :
a. Diet makanan.
Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak.
Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema. Makanan
berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan protein
dengan tambahan satu butir telus setiap hari.
b. Cukup istirahat.
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja seperlunya dan
disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah
punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami
gangguan.

c. Pengawasan antenatal ( hamil ).


Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke
tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian :
Uji kemungkinan pre-eklampsia :
1) Pemeriksaan tekanan darah atau kenaikannya
2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri
3) Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema
4) Pemeriksaan protein urin
5) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati,
gambaran darah umum, dan pemeriksaan retina mata.
Penilainan kondisi janin dalam rahim
1) Pemantauan tingi fundus uteri.
2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut jantung janin,
pemantauan air ketuban.
3) Usulkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi. Dalam
keadaan yang meragukan, maka merujuk penderita merupakan
sikap yang harus dipilih.
8. Penatalaksanaan
Eklampsia merupakan komplikasi obstetri kedua yang menyebabkan 20 30%
kematian ibu. Komplikasi ini sesungguhnya dapat dikenali dan dicegah sejak masa
kehamilan (preeklampsia). Preeklampsia yang tidak mendapatkan tindak lanjut yang
adekuat ( dirujuk ke dokter, pemantauan yang ketat, konseling dan persalinan di rumah
sakit ) dapat menyebabkan terjadinya eklampsia pada trimester ketiga yang dapat
berakhit dengan kematian ibu dan janin.
Penanganan pre-eklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi
eklampsia dan pertolongan kebidanan dengan melahirkan janin dalam keadaan optimal
dan bentuk pertolongan dengan trauma minimal.Pengobatan hanya dilakukan secara
simtomatis karena etiologi preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kahamilan yang
menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah
terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3)
melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obtetrik. Pada pre-eklampsia ringan ( tekanan darah 140/90 mmHg samoai
160/100 mmHg ) penanganan simtomatis dan berobat jalan masih mungkin ditangani di
puskesmas dan dibawah pengawasan dokter, dengan tindakan yang diberikan :
a. Menganjurkan ibu untuk istirahat ( bila bekerja diharuskan cuti ), dan
menjelaskan kemungkinan adanya bahaya.

b. Sedativa ringan.

Phenobarbital 3 x 30 mg

Valium 3 x 10 mg

c. Obat penunjang

Vitamin B kompleks

Vitamin C atau vitamin E

Zat besi

d. Nasehat

Garam dalam makan dukurangi.

Lebih banyak istirahat baring kearah punggung janin.

Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata
kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernafasan semakin
sesak, nyeri epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin
melemah-berkurang, pengeluaran urin berkurang.

e. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat.


Petunjuk untuk segera memasukkan penderita ke rumah sakit atau merujuk
penderita perlu memperhatikan hal berikut :

Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih

Protein dalam urin 1 plus atau lebih

Kenaikan berat badan 11/2 kg atau lebih dalam seminggu

Edema bertambah dengan mendadak

Terdapat gejala dan keluhan subyektif.

Seorang bidan diperkenankan merawat penderita preeklampsia berat bersifat


sementara, sampai menunggu kesempatan melakukan rujukan. Penanganan
abstetri ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin
mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus.
Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi eklampsia, dan janin yang sudah cukup
matur lebih baik hidup diluar kandungan dari pada dalam uterus.

Daftar Obat untuk Penanganan Hipertensi Kronik pada Kehamilan

Daftar Obat untuk Penanganan Hipertensi Akut Berat pada Kehamilan

C. IMPENDING EKLAMSI
Impending eklamsia adalah preeklamsia disertai gejala beberapa gejala dari nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan
darah yang progesif. Impending eklamsia ditangani sebagai eklamsia.

D. HELLP SYNDROME
Pada preeklampsia sering dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan
sistem, mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Wanita dengan preeklampsia berateklampsia biasanya mengalami odem paru setelah melahirkan dapat terjadi gangguan
penglihatan pada preeklampsia berat tersendiri atau bersama dengan kejang, walaupun
jarang, keluhan nyeri kepala, perubahan fungsi dan integritas hepar dapat terjadi.
Keterlibatan hepar pada preeklampsia adalah hal yang serius dan sering ditandai oleh
tanda-tanda keterlibatan organ lain, terutama ginjal dan otak, bersama dengan
hemolisis dan trombositopenia. Keadaan ini sering disebut sindroma HELLP (hemolysis,
elevated liver enzimes, low platelet count).

E. FETAL COMPROMISED
Fetal compromised merupakan suatu tanda bahwa janin akan jatuh kedalam fetal
distress. Pada pemeriksaan kardiotografi (CTG) dapat ditemukan gambaran fetal
compromised, di mana hal ini merupakan suatu mekanisme kompensasi janin terhadap
hipoksia yang kronis yang pada gambaran CTG dapat ditemukan gambaran takikardia
disertai penurunan variabilitas yang <5 dan disertai atau tidak deselerasi dini maupun
akselerasi. Hal ini merupakan suatu tanda adanya janin akan jatuh pada keadaan fetal
distress, sehingga diupayakan dilakukan resusitasi intrauterine yang optimal. Morisson
E (2001) merekomendasikan waktu 1-2 jam untuk melakukannya, bila tidak ada

perubahan atau terjadi late deselerasi maka segera dilakukan seksio sesaria. Penyebab
fetal compromise termasuk (penurunan aliran darah uterus,hipotensi, syok), penurunan
oksigenasi (hipoksia, hiperkapmia) dan uterus hipertoni (kontraksi tetani, abruption
plasenta, penggunaan oksitosin) kelainan plasenta dan tali pusat termasuk plasenta
previa, kompresi tali pusatinsufisiensi plasenta. Takikardi, variabilitas yang kurang
deselerasi lambat bersama-sama menandakan adanya fetal compromised.

DAFTAR PUSTAKA

Andree, Anna Rezkita. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Melalui
Operasi Sesar Tahun 1997-2003 (SDKI 2002-2003). Tesis. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Bang, Rani A, et al. 2004. Maternal Morbidity During Labour And The Puerperium In Rural
Homes And The Need For Medical Attention : A Prospective Observational Study
In Gadchiroli, India. An International Journal Of Obstetrics And Gynaecology Vol
111, pp 231-238
Budiati, Windu. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio
Caesarea Di Wilayah Puskemsas WIRE Kecamatan Semanding Kabupaten
Tuban Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Mulyawati, Isti; Mahalul Azam; Dina Nur Anggraini Ningrum. 2011. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Tindakan Persalinan Melalui Operasi Sectio Caesarea.
Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nurbaiti. 2009. Karakteristik Diagnosis Bedah Sesar Pada Ibu Bersalin Di RS. DR. H.
Marzoeki Mahdi Tahun 2008. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Sinaga, Erza Marsidi D. 2009. Karakteristik Ibu Mengalami Persalinan Dengan Seksio
Sesarea Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Tahun
2007. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Sitepu, Asri Ika Bella. 2011. Gambaran Faktor-Faktor Non Medis Yang Mendorong Ibu
Melakukan Persalinan Sectio Caesarea. Karya Tulis Ilmiah. Program DIV Bidan
Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai