Anda di halaman 1dari 26

TUGAS PRAKTIKUM

PERTANIAN TROPIKA BASAH

“MAKALAH WAWANCARA PETANI PADI SAWAH”

OLEH :
KELOMPOK PADI SAWAH
RAHMA FITRIANTI 1806112258
RESTA WAHYU NINGSIH 1806111106
MUHAMMMAD IMANDA IMAWAN 1806111143
NIA OCTA DELLA 1806124436
MUHAMMAD FADLAN 1806125159
FRANKY DANIEL WIJAYA SIBORO 1806125195

KELAS : AGROTEKNOLOGI – A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini. .Atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima
kasih.

Pekanbaru, April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
I. PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar belakang.................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................2
C.Tujuan...............................................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4
2.1 Padi (Oryza sativa).........................................................................................4
2.2 Morfologi Tanaman Padi................................................................................5
2.3 Syarat Tumbuh...............................................................................................7
2.4 Teknik Budidaya Padi....................................................................................8
2.5 Pertanian Tropika Basah..............................................................................11
2.6 Kendala Pada Daerah Tropika Basah...........................................................13
III. PEMBAHASAN.............................................................................................15
3.1 Tempat dan Waktu.......................................................................................15
3.2 Biodata Petani...............................................................................................15
3.3 Teknik Budidaya..........................................................................................17
IV. KESIMPULAN..............................................................................................19
4.1 Kesimpulan...................................................................................................19
4.2 Saran.............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Padi.........................................................................................5


Gambar 2. Akar Tanaman Padi................................................................................6
Gambar 3. Struktur Gabah Tanaman Padi...............................................................7
I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang


meliputi kurang lebih 25 spesies dan tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti
di Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Padi yang sekarang ini merupakan
persilangan antara Oryza officianalis dan Oryza sativa F Spontane. Di Indonesia
pada awalnya tanaman padi diusahakan di lahan kering dengan sistem lading
tanpa pengairan dan hal ini dilakukan juga di beberapa negara dan pada akhirnya
orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan mangandalkan pengairan di
daerah yang airnya kurang (Hasanah, 2007).

Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang sangat penting dan dalam
pengadaannya harus tercukupi karena padi merupakan makanan pokok setengah
dari penduduk dunia. Luas lahan padi sawah di Indonesia pada tahun 1996 adalah
8.519.051 ha yang terdiri dari sawah irigasi 1.689.594 ha. lahan sawah tadah
hujan 2.088.385 ha. Lahan sawah pasang surut 577.654 ha dan sawah lainnya
1.092.859 ha. Dari luasan tersebut 40% terletak di pulau Jawa (Darwinah, 1999).

Kenaikan pertumbuhan penduduk mendorong meningkatnya kebutuhan


manusia yang beraneka ragam karena itu perlu digalakkannya produksi beras
sebagai bahan makanan pokok. Usaha dalam peningkatan produksi beras ini telah
dirintis sejak pelita I sampai saat ini dan hasilnya cukup menggembirakan pada
tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras (Sudirman dan Iwan, 1994).
Sosialisasi teknik budidaya padi yang baik dan terbaru harus dilakukan kepada
petani agar petani memperoleh hasil padi yang berkualitas tinggi dan berbagai
teknologi tentang budidaya padi harus selalu dikembangkan guna mendapatkan
hasil yang maksimal (Herawati, 2012).

Pertanian merupakan salah satu sektor mata pencaharian yang utama di


Negara Indonesia, karena banyak masyarakat yang bermata pencaharian sebagai
petani padi [3]. Kondisi tanah yang subur dan beriklim tropis menjadikan
Indonesia sebagai negara yang tepat untuk menanam berbagai macam tumbuhan.
Selain sebagai negara yang beriklim tropis Indonesia juga negara yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah, serta penduduknya menjadikan sumber daya
alam tersebut sebagai penunjang kebutuhan hidupnya. Dengan keadaan alam yang
seperti ini, menjadikan pertanian sebagai mata pecaharian yang dapat menunjang
kebutuhan pangan masyarakat yang jumlah selalu meningkat tiap tahunnya.

Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, salah satu kendala yang


dihadapi adalah berkurangnya produktivitas tanaman padi, yang disebabkan
perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pengembangan perumahan,petani
belum menggunakan benih padi unggul dalam budi dayanya, rendahnya tingkat
pendidikan petani tentang teknik budidaya, adanya serangan hama dan penyakit
serta kurang efisisensi pemupukan.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan para petani di


beberapa wilayah didapatkan informasi, bahwa saat ini keadaan pertaniaan di
wilayah masing-masing petani tersebut mengalami beberapa masalah dalam
budidaya tanaman padi yang dilakukan. Penanaman varietas yang tidak sesuai
dengan karakteristik padi dapat mengakibatkan menurunya hasil panen padi itu
sendiri, yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kesesuaian lahan,
pola tanam, ekosistem, serta kriteria pada tanaman padi tersebut, seperti umur
tanam, potensi hasil, tinggi tanaman, harga benih, ketahanan terhadap hama dan
lain-lain. Sebagai usaha untuk meningkatkan produksi padi yang maksimal, lahan
yang digunakan untuk menanam benih padi harus lahan yang telah dibajak agar
gulma mati dan membususk menjadi humus, suhu minimum untuk
perkecambahan yaitu 11°-25°C, untuk pembungaan yaitu 22°-23o C, untuk
pembentukan yaitu 20°-25°C, dan lahan yang digunakan harus mengandung
bahan organik dan di pupuk sebagai upaya meningkatkan kesuburan lahan.

B. Rumusan masalah

Masalah serta solusi yang diterapkan para petani padi sawah dalam
meningkatkan produktivitas lahan dan padi sawah itu sendiri.
C.Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami masalah serta solusi yang diterapkan


para petani padi sawah dalam meningkatkan produktivitas lahan dan padi sawah
itu sendiri.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi (Oryza sativa)

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang berasal


dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Penanaman padi
sendiri sudah dimulai sejak Tahun 3.000 sebelum masehi di Zhejiang, Tiongkok
(Purwono dan Purnamawati, 2007). Hampir setengah dari penduduk dunia
terutama dari negara berkembang termasuk Indonesia sebagian besar menjadikan
padi sebagai makanan pokok yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
pangannya setiap hari (Rahmawati, 2006). Hal tersebut menjadikan tanaman padi
mempunyai nilai spiritual, budaya, ekonomi, maupun politik bagi bangsa
Indonesia karena dapat mempengaruhi hajat hidup banyak orang (Utama, 2015).
Padi sebagai makanan pokok dapat memenuhi 56 – 80% kebutuhan kalori
penduduk di Indonesia (Syahri dan Somantri, 2016).

Menurut Tjitrosoepomo, (1994), padi dalam sistematika tumbuhan di


klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Gambar 1. Tanaman Padi
Tanaman padi dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang
tumbuh di lahan kering dan padi sawah yang memerlukan air menggenang dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Genus Oryza L. meliputi lebih kurang 25
spesies, tersebar di daerah tropik dan sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan
Australia (Herawati, 2012).

Menurut Yoshida (1981), pada umumnya tanman padi memerlukan waktu


3-6 bulan dari fase perkecambahan hingga pemasakan, tergantung pada varietas
dan lingkungan tempat padi itu tumbuh. Sehingga pertumbuhan tanaman padi
terbagi dalam tiga fase diantaranya:

1. Fase vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal


malai/primordia) Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ
vegetatif seperti, pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah,
bobot dan luas daun.
2. Fase reproduksi (primordia sampai pembungaan)
Fase reproduksi ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas
batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan(matinya jumlah anakan
yang tidak produktif), munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan.
Dalam suatu rumpun, fase pembungaan memerlukan waktu 10-14 hari.
Antesis telah mulai setelah pembungaan atau 25 hari setelah bunting.
3. Fase pematangan (pembungaan sampai gabah matang)
Ditandai dengan bobot jerami mulai turun, bobot gabah meningkat dengan
cepat dan terjadi penuaan daun. Fase pemasakan terdiri dari masak
bertepung, 10 menguning, dan masak panen. Periode yang dibutuhkan
untuk fase ini sekitar 30 hari.

2.2 Morfologi Tanaman Padi

2.2.1 Akar

Tanaman padi merupakan tanaman yang berakar serabut (Gambar 2). Akar
primer (radikula) yang tumbuh pada waktu berkecambah bersama-sama akar lain
yang muncul dari janin dekat dengan bagian buku skutellum disebut akar seminal
yang jumlahnya antara 1-7 (Chang dan Bardenas, 1976; Gould, 1968; Murata.
1969). Akar seminal kemudian akan digantikan oleh akar-akar sekunder yang
tumbuh dari buku terbawah batang yang disebut adventif atau akar-akar buku
karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya
bukan dari akar yang telah tumbuh sebelumnya.

Gambar 2. Akar Tanaman Padi

2.2.2 Batang

Batang tanaman padi terdiri atas pelepah-pelepah daun dan ruas-ruas yang
tertumpuk padat. Setiap beberapa ruas dibatasi oleh buku. Ruas-ruas tersebut
memanjang dan berongga setelah tanaman memasuki stadia reproduktif. Oleh
karena itu, stadia reproduktif disebut juga sebagai stadia perpanjangan ruas
(Yoshida, 1981).

2.2.3 Daun dan Tajuk


Tanaman padi memiliki daun tersusun berselang-seling, yang tumbuh
dalam batang, pada setiap buku terdapat satu daun. Tiap daun terdiri atas helai
daun, pelepah daun yang membungkus ruas, telinga daun (auricle), lidah daun
(ligule) (Karim Makarim dan E. Suhartatik. 2009. ). Jumlah daun pada tanaman
bergantung pada varietasnya (Vergara,1980). Tajuk merupakan kumpulan daun
yang tersusun rapi dengan bentuk, orientasi dan besar (dalam jumlah dan
bobotnya) antar varietas padi sangat beragam (Sutoro dan Makarim, 1997).

2.2.4 Bunga dan Malay

Bunga padi secara keseluruhan disebut juga malai. Tiap unit bunga pada
malai disebut spikelet. Spikelet adalah bunga yang terdiri atas tangkai, bakal buah,
lemma, palea, putik dan benang sari serta beberapa organ lain yang bersifat
inferior. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang
terdiri atas cabang primer dan sekunder (Siregar, 1981).

2.2.5 Gabah
Gabah merupakan bulir padi yang terbungkus oleh sekam. Biji dikenal
dengan nama karyopsis yang terdiri atas embrio dan endosperm yang diselimuti
oleh lapisan aleuron dan lapisan terluar disebut perikarp (Gambar 1). Bobot gabah
beragam dari 12-44 mg pada kadar air 0%, sedangkan bobot sekam rata-rata
adalah 20% dari bobot gabah (Yoshida, 1981).

Gambar 3. Struktur Gabah Tanaman Padi

2.3 Syarat Tumbuh

Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun


subtropis pada 45°LU sampai 45°LS, cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan
musim hujan 4 bulan. Curah hujan yang baik, rata-rata 200 mm per bulan atau
1.500 - 2.000 mm/tahun, dengan distribusi selama 4 bulan. Suhu optimum untuk
pertumbuhan tanaman padi adalah 23 °C dan ketinggian tempat yang cocok untuk
tanaman padi berkisar antara 0–1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu, lempung
dalam perbandingan tertentu dan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh
dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18–22 cm dengan
pH antara 4–7 (Siswoputranto, 1976).
2.4 Teknik Budidaya Padi

Petani pada umumnya membudidayakan tanamannya secara turun temurun


dari orangtua atau pendahulunya. Hal tersebut apabila dilakukan tanpa adanya
bimbingan serta pelatihan yang intensif akan membuat petani terjebak pada pola
budidaya konvensional sehingga produksi padi tergolong minim bahkan dapat
menurun (Utama, 2015). Budidaya padi terdiri dari persiapan lahan, pemilihan
benih, penyemaian, penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman, hingga
panen dan pascapanen (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.4.1. Persiapan lahan

Pengolahan tanah sawah di Indonesia pada umumnya sudah dilakukan


dengan cara modern menggunakan mesin seperti traktor agar pengeluaran dalam
hal ini biaya untuk pengolahan sawah lebih efektif jika dibandingkan dengan
pengolahan tanah sawah dengan cara konvensional menggunakan hewan ternak
(Chamidah et al., 2012). Tujuan dari pengolahan tanah adalah untuk menciptakan
media tanam yang baik untuk pertumbuhan maupun perkembangan tanaman padi
(Musaqa, 2006).

Pengolahan tanah yang baik membutuhkan waktu sekitar empat minggu.


Lahan terlebih dahulu digenangi air kurang lebih selama tujuh hari. Tahapan
pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Pengolahan pada
tanah berat terdiri dari dua kali bajak, dua kali garu, kemudian diratakan.
Pengolahan pada tanah ringan dapat dilakukan dengan satu kali bajak dan dua kali
garu untuk selanjutnya dilakukan perataan. Lapisan olah memiliki kedalaman
antara 15 – 20 cm (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.4.2. Pemilihan benih

Benih padi yang memiliki sertifikat disarankan untuk digunakan dalam


budidaya padi. Benih padi direndam terlebih dahulu dalam larutan air garam (200
gram garam per liter air) sebelum dilakukan penyemaian. Benih yang sudah tidak
bagus ditandai dengan mengambang di atas rendaman larutan air garam. Benih
yang bagus selanjutnya ditiriskan kemudian dicuci dan direndam selama 24 jam
dengan air bersih. Setiap 12 jam, air rendaman harus diganti. Tujuan perendaman
adalah untuk memecahkan dormansi. Benih kemudian dihamparkan dan
dibungkus dengan karung basah selama 24 jam. Benih yang siap untuk disemai
ditandai dengan munculnya bakal lembaga berupa bintik putih pada bagian
ujungnya (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.4.3. Penyemaian

Lahan yang digunakan untuk penyemaian dibuat bersamaan dengan lahan


yang disiapkan untuk penanaman. Setiap satu hektar luas tanam dibutuhkan lahan
penyemaian dengan luas 500 m2 . Lahan persemaian tersebut selanjutnya dibuat
bedengan dengan lebar 1 – 1,25 m sedangkan panjangnya mengikuti panjang
petakan agar memudahkan penebaran benih. Benih disebar secara merata di atas
bedengan setelah bedengan diratakan. Sekam sisa penggilingan padi atau yang
biasa disebut dengan jerami selanjutnya disebarkan di atas benih dengan tujuan
agar benih terlindungi dari hujan dan burung. Sekitar bedengan diberikan air dan
dibiarkan tergenang hingga bibit siap dipindahtanamkan. Bibit yang siap untuk
dipindahtanamkan ditandai pada saat bibit berumur 3 – 4 minggu atau bibit
memiliki minimal empat daun (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.4.4. Penanaman

Penanaman adalah memindahkan bibit yang telah siap tanam ke lahan


persawahan dengan memperhatikan umur bibit, jarak tanam, jumlah bibit yang
ditanam dalam setiap rumpun, dan kedalaman bibit yang dibenamkan
(Hidayatulloh et al., 2012). Penanaman dapat dilakukan setelah persemaian
memasuki umur antara 20 hingga 25 hari. Persemaian terlebih dahulu digenangi
dengan air dengan tujuan untuk mempermudah pencabutan benih yang telah
disemai (Musaqa, 2006).

Kondisi lahan pada saat penanaman yaitu dalam keadaaan macak-macak


atau tidak tergenang. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm atau 30
cm x 15 cm untuk jarak tenam tegel atau jarak tanam jajar legowo 40 cm x 20 cm
x 20 cm. Bibit yang ditanam dalam satu lubang berkisar tiga batang. Air
selanjutnya dimasukkan ke dalam lahan setelah 30 hari penanaman. Penyulaman
dilakukan pada saat tujuh hari setelah tanam (HST) apabila ditemukan bibit yang
mati (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.4.5. Pemupukan

Pupuk merupakan salah satu input utama dalam usahatani padi yang
menjadi salah satu faktor penentu produksi padi setiap panen (Wahid, 2003).
Pupuk dibutuhkan oleh tanaman untuk mencukupi kebutuhan nutrisi pada saat
tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Notarianto, 2011).

Dosis pupuk yang disarankan adalah 200 kg urea/ha, 75 – 100 kg


SP36/ha, dan 75 – 100 kg KCl/ha. Urea diberikan 2 – 3 kali yaitu 14 HST. 30
HST, dan pada saat menjelang primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan
saat tanam atau pada 14 HST (Purwono dan Purnamawati, 2007). Mayoritas
negaranegara beriklim tropis tergolong memiliki efisiensi pemupukan yang
rendah karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat penggunaan pupuk serta
tingkat teknologi budidaya masih rendah (Jumin, 2010).

2.4.6. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan merupakan upaya yang dilakukan oleh petani untuk


merawat tanaman padi mulai dari perlindungan tanaman dari gulma dan hama
hingga pemupukan (Hidayatulloh et al., 2012). Air yang diberikan pada saat
pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan tanaman dengan mengatur ketinggian
genangan berkisar antara 2 – 5 cm jika genangan air melebihi ketinggian tersebut
maka akan mengurangi pembentukan anakan. Prinsip dalam pemberian air antara
lain memberikan air pada saat yang tepat, jumlah cukup, dan kualitas air yang
baik. Pengairan dapat diatur sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Upaya
pemeliharaan tanaman lainnya seperti penyiangan disesuaikan dengan waktu
pemupukan karena sebaiknya pada saat pemupukan petakan bersih dari gulma
(Purwono dan Purnamawati, 2007).

Hama dan penyakit tanaman dapat menimbulkan kerugian antara lain


mengurangi hasil produksi tanaman, mengurangi kualitas panen, dan menambah
biaya produksi karena diperlukan biaya pemberantasan (Jumin, 2010). Hama dan
penyakit yang menyerang tanaman padi pada umumnya adalah penggerek batang
(stem borer), wereng hijau (green leafhopper), walang sangit (leptocorisa
oratorius), wereng cokelat (nilaparvata lugens), hawar daun bakteri
(xanthomonas campestris pv. oryzae), busuk batang (stem rot), bercak cercospora
(narrow brown leaf spot), dan blas (pyicularia grisea).

Upaya pemeliharaan tanaman melalui pengendalian hama dan penyakit


dapat dilaksanakan dengan terpadu meliputi strategi pengendalian dari berbagai
komponen yang saling mendukung dengan petunjuk teknis yang ada (Rahmawati,
2012). Penggunaan pestisida dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hama
utama dan organisme bukan sasaran. Dampak tersebut berupa munculnya
resistensi dan resurjensi serangga hama serta terancamnya populasi musuh alami
dan organisme bukan sasaran (Syahri dan Somantri, 2016).

2.4.7. Panen dan pascapanen

Petani secara umum menjual padi dengan cara ditebaskan sehingga panen
dan pascapanen dilakukan oleh penebas (Romdon et al., 2012). Panen dan
pascapanen dalam budidaya padi perlu ditangani dengan tepat karena kehilangan
hasil serta penurunan kualitas selama panen dan pascapanen tergolong masih
tinggi yaitu sekitar 20% (Bobihoe, 2007).

2.5 Pertanian Tropika Basah

Pertanian merupakan bentuk budidaya yang mana untuk memanfaatkan


sumberdaya alam dan lingkungan (lokal), oleh sebab itu perlu adanya
pemanfaatan sumberdaya lokal sebagai keunggulan komparatif sebelum mengejar
keunggulan kompetitif dan tentunya mendukung program diversifikasi komoditi
pertanian unggulan. Indonesia termasuk daerah hujan tropis yaitu berada disekitar
garis katulistiwa, adanya perbedaan iklim menjadi dua didaerah tropis, dimana
pada daerah tropika kering ditandai dengan temperatur yang tinggi, musim panas
dengan suhu 50°C, radiasi matahari tinggi dengan suhu panas berbeda dengan
musim dingin. Pada musim dingin temperatur bisa menurun hingga 0°C, dimana
pada daerah ini meliputi padang pasir, stepa dan savana kering. Sedangkan pada
daerah tropika basah yang terletak antara 15°C LU dan 15°C LS ditandai dengan
kelembapan udara tinggi, curah hujan tinggi, temperatur rata-rata tahunan sekitar
18°C-38°C. Serta pada lingkungan tropis indonesia perbedaan anatar suhu udara
pada musim panas dan dingin tidak terlalu mencolok yaitu suhu rendah berkisar
23°C dan suhu tertinggi mencapai 38°C (Umiati, 2008).

Menurut Harsani dkk (2014), menyatakan bahwa daerah tropika basah


sangat mudah mengalami degradasi apabila pengolahan yang dilakukan dengan
cara tidak tepat, dimana indonesia merupakan bagian dari daerah tropika basah.
Tanah lahan kering pada tropika basah merupakan salah satu tanah yang mudah
terdegradasi oleh campur tangan manusia ataupun faktor alami. Keadaan
ekosistem alami dikawasan tropika kaya akan jenis, dimana sebagain jenis yang
memiliki kerapatan yang rendah sehingga diperlukan perluasan daerah untuk
melestariakn agar kehidupan berlangsung. Keberadaan mikroorganisme disuatu
wilayah tropika menentukan jenis tanah serta kesuburan pada suatu jenis tanah,
dengan beragamnya mikroorganisme yang terdiri dari suatu ekosistem menjadikan
jenis tanah diwilayah tropika termasuk subur.

Tanah memiliki sifat yang bervariasi yaitu terdiri dari sifat fisik, kimia dan
biologi yang mana tingkat kesuburan pada berbagai tanah berbeda-beda disetiap
wilayah dan jenisnya. Tanah merupakan media yang digunakan untuk kehidupan
baik mikroorganisme, tumbuhan serta makhluk hidup lain seperti manusia, jenis
tanah yang mendominasi kawasan tropika diantaranya adalah ordo Oxisols
(22,5% dari total luas lahan yang ada di kawasan tropika), Ultisols (10,6%),
aridisol (18,4%), alfisols (16,3%), entisols (10,0%) dan Inceptisols (5,0%).
Dengan beberapa ketentuan (misalnya pada ordo tanah Entisols, Inceptisols,
aridisols, mollisols dan Histosols), maka sebagian besar tanah-tanah diwilayah
tropika memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan beberapa diantaranya
memiliki hubungan yang cukup erat terhadap keterbatasan-keterbatasan untuk
penggunaan penanaman yang intensif (Tufaila dan Alam, 2014).
2.6 Kendala Pada Daerah Tropika Basah

Kendala yang sering dihadapi pada pertanian tropika salah satunya adalah
permasalahan lahan gambut. Gambut di wilayah tropik, umumnya terbentuk pada
ekosistem rawa marin dan payau. Gambut merupakan material atau bahan organik
yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak
mampat dan hanya sedikit mengalami perombakan. Pada ekosistem dataran tinggi
atau pegunungan, gambut terbentuk karena terjadinya tumpat air yang didukung
oleh keadaan wilayah berupa cekungan. Lahan gambut menghasilkan gas emisi
CO2 dan emisi gas CH4 (metan) sebagai hasil dari perombakan atas bahan
organik secara anaerob. Peningkatan emisi gas seperti CO2 dan CH4 dalam
jumlah besar akan mempengaruhi iklim global yang menimbulkan pemanasan
secara global, yaitu naiknya suhu permukaan planet bumi. Menurut Noor (2001)
Kerusakan akibat kebakaran hutan atau lahan gambut dapat menimbulkan
permasalahan, yaitu perubahan lingkungan dan iklim (suhu, kelembapan) global
karena menyusutnya luas hutan, pencemaran udara, penurunan atau penyusutan
keanekaragaman hayati, dan penurunan atau degradasi lahan dan hutan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik


faktor biotik maupun abiotik. Dua faktor pembatas utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketinggian tempat dan kemiringan
lereng. Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir
seragam. Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian
tempat di atas permukaan laut (dpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim
secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah
hujan. Unsur-unsur cuaca dan iklim tersebut banyak dikendalikan oleh letak
lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi. Pada
dataran rendah ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang
tinggi. Sedangkan dataran tinggi banyak mempengaruhi penurunan tekanan udara
dan suhu udara serta peningkatan curah hujan. Laju penurunan suhu akibat
ketinggian memiliki variasi yang berbeda-beda untuk setiap tempat Kemiringan
lereng merupakan faktor yangperlu diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan
pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan
lahan. Lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau
rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai
kemiringan >15% dengan curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor
tanah (Andrian dkk, 2014).
III. PEMBAHASAN

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat pelaksanaan dari wawancara petani padi sawah dilakukan sesuai


daerah tempat tinggal masing-masing praktikan, diantaranya Desa Empat Balai
Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar, Kecamatan Bunga Raya Kabupaten Siak,
dan Desa Pauh Angit Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Kegiatan
wawancara dilaksanakan mulai dari tanggal 2 April 2021 sampai dengan tanggal
10 April 2021.

3.2 Biodata Petani

3.2.1 Petani Desa Empat Balai,Kec. Kuok, Kab. Kampar

Nama : Ridho Aldi

Tingkat Pendidikan : S1 Peternakan

Tergabung Kelompok Tani : Iya, Pulai Makmur

Luas Lahan : 0,4 ha

Status Kepemilikan Lahan : Lahan sendiri dan sewa (Penggarap)

Pendapatan :

Sumber Modal : Pribadi

Pekerjaan Petani : Sampingan, Utama ASN Dinas Pertanian

3.2.2. Petani Pauh Angit ,Kec. Pangean, Kab. Kuantan Singingi

Nama : Diki airlangga

Tingkat Pendidikan : S1

Tergabung Kelompok Tani : iya, petani pangean


Luas Lahan : 1 hektar

Status Kepemilikan Lahan : pribadi

Pendapatan : 10 juta

Sumber Modal : Sendiri

Pekerjaan Petani : Wira swasta

3.2.3 Petani Bunga Raya , Kabupaten Siak

Nama : saun iswanto

Tingkat Pendidikan : SD

Tergabung Kelompok Tani : sendiri

Luas Lahan : 1 hektar

Status Kepemilikan Lahan : pribadi

Pendapatan : 8 jt

Sumber Modal : sendiri

Pekerjaan Petani : petani

3.2.4. Petani Desa Kasikan, Kec. Tapung Hulu, Kab.Kampar

Nama : Sumardi

Tingkat Pendidikan : Sekolah menengah atas

Tergabung Kelompok Tani : Mekar Jaya

Luas Lahan : 10 Rante (400 m³)

Status Kepemilikan Lahan : Sendiri

Pendapatan : Sekitar Rp. 1.500.000 / Rante


Sumber Modal : Kilang Padi

Pekerjaan Petani : Utama

3.3 Teknik Budidaya

Teknik budidaya padi ini dilakukan dengan teknik jajar legowo 2:1, 4:1
dan juga ada yang biasa pada petakan lahan sawah dengan ukuran 20x15 m² dan
10x20 m². Keadaan lahan pada saat ini telah ada yang ditanami dan juga ada yang
masih diolah. Benih yang digunkan oleh bapak Ridho yaitu berupa benih lokal
dengan varietas Padi Kuning yang merupakan benih yang akan diunggulkan
pemerintah. Sedangkan pupuk yang digunakan pada budidaya padi yaitu
menggunakan pupuk ZA (50 kg/ha), Urea (200khg/ha) dan TSP(150 kg/ha) yang
telah disubsidi pemerintah.

Pengendalian OPT pada tanaman padi dilakukan dengan cara penyiangan


gulma yang di lakukan secara manual memakai cangkul dan kemudian
dibenamkan tanpa adanya penggunaan herbisida. Sedangkan untuk hama dan
penyakit yang banyak dijumpai yaitu hama penggerek batang, kepinding tanah
dan penyakit blast. Sehingga dilakukan pengendaliannya menggunkan pestidida
anorganik dengan merek dagang Topsin M 70 WP dan Snowden 30 EC yang
merupakan bantuan dari pemerintah.

Produksi padi dengan varietas padi kuning menunjukkan hasil yang


meningkat pada musim tanam sebelumnya yaitu dari 4 ton/ha menjadi 5,7 ton/ha
dan hasil tertinggi pernah sampai 8 ton/ha, namun sebelumnya pak Rhido juga
pernah menggunakan benih varietasbantuan pemerintah dengan varietas batang
piaman, namun hasilnya kurang memuaskan.

Pemasaran hasil produksi yaitu dengan menjual kepada kelompok


penampung , yaitu kelompok Wei Jaya di Morewei Mereka menerima dalam
bentuk gabah. Selain dipasarkan petani juga banyak yang membawa hasil tani
mereka pulang untuk bahan makanan. Harga jual untuk gabah yaitu Rp.8000 /kg
gabah dan Rp. 11.000/ kg beras.Kendala yang pernah dihadapi yaitu berupa
kekeringan. Bapak Ridho telah banyak mengikuti pelatihan dari pemerintah.

Permasalahan yang muncul pada petani yaitu cuma karna bencana alam
tahunan seperti banjir,kemudian angin kencang dan permasalahn lain yang bisa di
atasi yaitu hama. Bencana alam baru tidak bisa di atasi karna itu sudah terjadi
sepanjang tanah, mungkin bisa di atasi dengan pergantian penanam. Biasanya
penanaman padi itu dilakukan serentak pada bulan januari,dan tidak boleh lebih
dari bulan 6 karna pada bulan 6 tersebut pelepasan ternak.maka dari itu petani
harus mengikuti prosedur yang ada sejak turun menurun di desa tersebut.
IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Petani merupakan suatu sumber untuk mengahasilkan panen padi,sebagian besar


petani memiliki usaha sendiri dan ada yang dari pemerintah. Luas lahan petani ini
mencapai 1 hektar perorang dengan kepemikikan pribada, usaha tani juga sudah di
expoe dan impor dan petani juga sudah banyak menhhasilkan

4.2 Saran

Sebagai petani sebaiknya harus mengunakan pupuk alami karna kalau kebanyakan
mengunakan pupuk kimia itu tidak baik dan akan terjadi penemaran lingkungan
dan merusak mikroorganisme yang terdapat pada tanah dan petani harus
melakukan pertanian berkelanjutan supaya tidak putus di pasca panen.
DAFTAR PUSTAKA

A. Karim Makarim dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman


Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukabumi.Subang.

Bobihoe, J. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Balai


Pengkajian Teknologi, Jambi.

Chamidah, S., Karyadi, dan S. Suratiningsih. 2012. Perbandingan usahatani padi


yang menggunakan hand tracktor dengan ternak sapi di kelompok tani
karya pembangunan. Jurnal Agromedia. 30 (1): 1 – 18.

Chang TT, Bardenas EA. 1976. The Morphology and Varietal Characteristics of
Rice Plant. 4th ed. Los Banos (PN): International Rice Research Institute
(IRRI).

Hasanah, I. 2007. Bercocok Tanam Padi. Azka Mulia Media. Jakarta. 68 hal.

Herawati, W. D. 2012. Budidaya Padi. Javalitera. Jogjakarta. 100 hal.

Hidayatulloh, W.A., S. Supardi, dan L.A. Sasongko. 2012. Tingkat ketepatan


adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo pada tanaman padi
sawah. Jurnal Mediagro. 8 (2): 71-82.

Jumin, H.B. 2010. Dasar-dasar Agronomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Musaqa, S. 2006. Analisis Sistem Pengadaan dan Pemasaran Benih di Kabupaten


Batang Hari, Provinsi Jambi. Fakultas Pertanian. Insititut Pertanian
Bogor, Bogor. (Skripsi Sarjana Pertanian)

Notarianto, D. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada


Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik (Studi kasus: Kecamatan
Sambirejo, Kabupaten Sragen). Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi Sarjana Ekonomi)
Purwono, dan Purnamawati, H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan
Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rahmawati, R. 2012. Cepat & Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman.
Pustaka Baru Press, Yogyakarta.

Rahmawati, S. 2006. Status perkembangan perbaikan sifat genetik padi


menggunakan transformasi argobacterium. Jurnal Agrobiogen. 2 (1): 36
– 44.

Romdon, A.S., S. Supardi, dan L.A. Sasongko. 2012. Kajian tingkat adopsi
teknologi pada Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah (Oryza
sativa L) di Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Jurnal Mediagro. 8 (1):
42 - 60

Siregar, F.I. J. Ginting dan T. Irmansyah. Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo
Varietas Situ Bagendit pada Jarak Tanam yang Berbeda dan Pemberian
Kompos Jerami. Jurnal Online Agroteknologi 1(2): 98-111

Siswoputranto, 1976. Komoditi ekspor Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.

Syahri dan R.U. Somantri. 2016. Penggunaan varietas unggul tahan hama dan
penyakit mendukung peningkatan produksi padi nasional. Jurnal Litbang
Pertanian. 35 (1): 25-36.

Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Utama, M.Z.H. 2015. Budidaya Padi pada Lahan Marjinal. Penerbit ANDI,
Yogyakarta.

Vergara, B.S., F.S. Lopez, J.S. Chauhan. 1988. Morphology and physiology of
ratoon rice. p. 31-40. In W.H. Smith, V. Kumble, E.P. Cervantes (Eds.)
Rice Ratooning. IRRI, Los Banos, Philippines.

Wahid, A.S. 2003. Peningkatan efisiensi pupuk nitrogen pada padi sawah dengan
metode bagan warna daun. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (4): 156-161
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crop science. IRRI. Los Banos. Laguna.
Philippines.

Anda mungkin juga menyukai