Anda di halaman 1dari 6

Nama : Azzahra Ananda Putri

NPM : 1806231632

Kelainan pada Spermatogenesis: Sertoli Cell-Only Syndrome (Germ Cell Aplasia)

A. Pendahuluan
Spermatogenesis pada mamalia merupakan proses diferensiasi sel yang dinamis dan
terkoordinasi, serta melalui tiga fase yang berbeda, yaitu mitosis, meiosis, dan
spermiogenesis (Wang dkk. 2019: 2). Spermatogenesis di dalam testis akan terus terjadi
selama spermatogonial stem cell (SSC) yang terletak di bagian basal epitel seminiferus terus
melakukan pembelahan dan berdiferensiasi menjadi sel induk spermatogonia (Oatley dan
Brinster 2008: 264).
Infertilitas merupakan ketidakmampuan untuk mencapai kehamilan setelah
melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu satu tahun tanpa menggunakan alat
kontrasepsi (Santiago dkk. 2000: 173). Infertilitas yang tejadi pada pria dapat disebabkan
oleh adanya gangguan dalam proses spermatogenesis akibat kecacatan genetik (Tüttelmann
dkk. 2018: 13). Fenotipe yang paling parah dari kasus tersebut adalah azoospermia, yaitu
tidak adanya sperma yang dihasilkan pada ejakulat. Salah satu klasifikasi histologis
azoospermia yang sering terjadi adalah Sertoli cell-only syndrome (SCOS) (Tüttelmann dkk.
2018: 13).
Sertoli cell-only syndrome atau dapat juga disebut dengan germ cell aplasia adalah
kondisi ketika sel Sertoli merupakan satu-satunya sel yang ditemukan pada tubulus
seminiferus di dalam testis (Ramphul dan Mejias 2021: 1). Pasien dengan kondisi tersebut
mengalami spermatogenesis yang sangat rendah atau tidak mengalami spermatogenesis
sama sekali. Kondisi ini menyebabkan infertilitas tanpa menimbulkan abnormalitas secara
seksual. Diagnosis SCOS didapatkan melalui biopsi yang dilakukan terhadap testis. Pasien
pengidap SCOS masih dapat melakukan reproduksi dengan bantuan teknologi reproduktif
(Hanmayyagari dkk. 2015: 64).
B. Isi
a. Kondisi Sertoli Cell-Only Syndrome
Gejala pasti yang ditemukan pada pasien Sertoli Cell-Only Syndrome (SCOS) adalah
tidak ditemukannya sel-sel germinal pada tubulus seminiferus (Hanmayyagari dkk.
2015: 65). Kondisi tersebut merupakan penyimpangan dari kondisi normal tubulus
seminiferus yang memiliki perbandingan sel germinal dan sel Sertoli sebesar 13:1
(Hanmayyagari dkk. 2015: 65). Pasien SCOS biasanya berusia 20 hingga 40 tahun
dengan kariotipe XY dan karakteristik sekunder pria normal, mengalami infertilitas,
serta mengidap azoospermia atau oligozoospermia yang parah (Ramphul dan Mejias
2021: 1).
Selain tidak ditemukannya sel germinal, parameter biokimia yang digunakan untuk
mendiagnosis SCOS adalah kadar inhibin B yang rendah, kadar FSH yang tinggi, dan
hormon anti-Mullerian (AMH) yang rendah, namun tetap memiliki jumlah testosteron
yang normal (Hanmayyagari dkk. 2015: 65). Meskipun memiliki kariotipe XY yang
normal berdasarkan G-banding, hasil amplifikasi PCR atau hibridisasi fluoresensi secara
in situ menunjukkan adanya mikrodelesi kromosom Y pada pasien SCOS (Suryandari
dkk. 2006: 41).
SCOS terbagi menjadi dua tipe, yaitu SCOS primer dan SCOS sekunder. SCOS
primer disebabkan oleh kegagalan sel germinal untuk bermigrasi menuju tubulus
seminiferus pada fase embrio, sedangkan SCOS sekunder disebabkan oleh kerusakan
jaringan testis yang terjadi setelah kelahiran. SCOS primer dan sekunder memiliki
perbedaan pada histologi dinding tubular, morfologi dan fungsi sel Sertoli, serta
penampakan jaringan interstisial (Weller dkk. 2005: 1856).

b. Penyebab Sertoli Cell-Only Syndrome


Sertoli cell-only syndrome (SCOS) belum dipahami betul penyebabnya, namun
kelainan ini kemungkinan dimunculkan oleh banyak faktor. Gagalnya migrasi sel
germinal primordial menuju gonad pada masa embrio merupakan salah satu hipotesis
yang dapat menerangkan penyebab terjadinya SCOS (Adamczewska dkk. 2020: 74).
Selain itu, delesi bagian faktor azoospermia (AZF) pada kromosom Y juga ditemukan
pada pasien pengidap SCOS. SCOS juga dapat terjadi akibat adanya kerusakan epitel
spermatogenik yang disebabkan oleh paparan racun, seperti kemoterapi, iradiasi, dan
faktor hormonal (Cheng dkk. 2017: 42). Terjadinya viral orchitis atau cryptorchidism
juga diperkirakan memiliki hubungan dengan kondisi SCOS. Kelainan genetik sindrom
Klinefelter (47 XXY) juga menunjukkan hasil penampakan biopsi yang serupa dengan
pasien pengidap SCOS (Ramphul dan Mejias 2021: 1).

c. Penanganan terhadap Sertoli Cell-Only Syndrome


Hingga saat ini, belum ditemukan pengobatan terhadap Sertoli Cell-Only Syndrome
(SCOS) (Hanmayyagari dkk. 2015: 65). Pasien SCOS yang masih memiliki sperma
dalam jumlah sedikit atau mengalami SCOS sekunder masih dapat menghasilkan
keturunan dengan bantuan teknologi testicular sperm extraction (TESE). TESE
dilakukan dengan mengekstraksi sperma dari testis pasien untuk menfertilisasi sel telur
melalui intracytoplasmic sperm injection (ICSI) (Ramphul dan Mejias 2021: 1). Tingkat
keberhasilan pengambilan sperma dari testis pasien sangatlah bervariasi. Berdasarkan
data dari sebuah penelitian, hanya 13% dari pasien penderita SCOS yang berhasil
memiliki keturunan menggunakan kedua metode tersebut (Vloeberghs dkk. 2015: 1792).
Pengecekan genetik sangat disarankan bagi orang tua untuk mendeteksi resiko potensial
terjadinya transfer kromosom Y dengan mikrodelesi pada keturunannya (Hanmayyagari
dkk. 2015: 65).

C. Kesimpulan
Sertoli Cell-Only Syndrome (SCOS) merupakan kelainan pada pria yang ditandai
dengan tidak adanya sel germinal pada tubulus seminiferus, melainkan hanya terdapat sel
Sertoli yang berfungsi normal. Spermatogenesis yang terjadi pada pasien SCOS sangat
rendah atau tidak terjadi sama sekali, sehingga menimbulkan infertilitas pada penderitanya.
Penyebab SCOS belum diketahui secara pasti, namun kelainan ini kemungkinan disebabkan
oleh banyak faktor. Pengobatan terhadap SCOS belum ditemukan hingga saat ini. Pasien
SCOS masih dapat menghasilkan keturunan dengan bantuan teknologi di bidang reproduksi.
Penelitian lebih lanjut mengenai SCOS harus dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti
dari kondisi tersebut, sehingga penanganan yang tepat dapat segera ditemukan.
Daftar Acuan

Adamczewska, D., J. Slowikowska-Hilczer, K. Marchlewska, dan R. Walczak-Jedrzejowska. 2020.


Features of gonadal dysgenesis and Leydig cell impairment in testes with Sertoli cell-only
syndrome. Folia Histochem Cytobiol 58(2):73 – 82.

Cheng, Y. S., C. L. Chung, C. F. Chen, dan Y. M. Lin. 2017. Differential expression of


microRNAs and their messengerRNA targets in men with normal spermatogenesis versus
Sertoli cell-only syndrome. Urol Sci 28(1): 42 – 49.

Hanmayyagari, B., M. Guntaka, dan Srinagesh. 2015. A rare case of male infertility: Sertoli only
syndrome. Journal of Health and Research 2(1): 64 – 67.

Oatley, J. A. dan R. L. Brinster. 2008. Regulation of spermatogonial stem cell selfrenewal in


mammals. Annu Rev. Cell Dev. Biol. 24: 263 – 286.

Ramphul K. dan S. G. Mejias. 2021. Sertoli-Cell-Only Syndrome. StatPearls Publishing, Treasure


Island: 1 hlm.

Santiago, B., C. Chillik, dan S. Kopelman. 2000. Definition and causes of infertility. RBM Online
2(1): 173 – 185.

Suryandari, D. A., N. Moeloek, M. Citrawati, P. Sari, dan Yurnadi. 2006. Analisis mikrodelesi
kromosom Y pada pria azoospermia di Indonesia. Makara, Kesehatan 10(1): 41 – 46.

Tüttelmann, F., C. Ruckert, dan A. Röpke. 2018. Disorders of spermatogenesis: Perspectives for
novel genetic diagnostics after 20 years of unchanged routine. Med Genet 30(1): 12 – 20.

Vloeberghs V, G. Verheyen, P. Haentjens, A. Goossens, N. P. Polyzos, dan H.Tournaye. 2015.


How
successful is TESE-ICSI in couples with non-obstructive azoospermia? Hum Reprod 30(8):
1790 – 1796.

Wang, Z., X. Xu, J. Li, C. Palmer, D. Maric, dan J. Dean. 2019. Sertoli cell-only phenotype and
scRNA-seq define PRAMEF12 as a factor essential for spermatogenesis in mice. Nat
Commun 10(5196): 1 – 18.

Weller, O., L. Yogev, H. G. Paz, S. Kleiman, dan R. Hauser. 2005. Differentiating between primary
and secondary Sertoli-cell-only syndrome by histologic and hormonal parameters. Fertil
Steril 83(6): 1856 – 1858.

Lampiran

Gambar 1. Struktur histologis jaringan testis pada grup kontrol dan grup Sertoli cell-only syndrome
(SCOS). A. Spermatogenesis normal: terdapat seluruh tahap pematangan sel germinal. B.
Perbesaran gambar A. C. SCOS: tubulus seminiferus hanya mengandung sel-sel Sertoli matang. D.
Perbesaran gambar C.
Sumber: Adamczewska dkk. (2020, 77)
Gambar 2. Penampakan histologis jaringan testis manusia pada pasien pengidap SCOS
Sumber: Tüttelmann dkk. (2018, 15)

Anda mungkin juga menyukai