Anda di halaman 1dari 103

Bagian XIV Prostat

102. Perkembangan, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Prostat

Ashley Evan Ross, MD, PhD, dan Ronald Rodriguez, MD, PhD

Fokus pada bab ini adalah pada perkembangan, anatomi, histologi, dan fisiologi prostat dan
vesikula seminalis, kelenjar aksesoris pria yang berkontribusi terhadap isi dari cairan semen.
Pengetahuan secara umum dan molekuler bergantung pada pembentukan dan fungsi
fisiologis dari prostat menjadi meningkat dengan penting disebabkan reaktivasi atau
rekapitulasi proses perkembangan yang tampaknya terjadi saat proses patologis seperti
hiperplasia prostat jinak (BPH) dan perkembangan agresif dari kanker prostat ganas
(Marker, 2008; Schaeffer et al, 2008; Pritchard et al, 2009). Sebagai tambahan, proses
fisiologis dari antigen spesifik prostat (PSA) dan konstituen seluler lainnya dari prostat telah
mulai memainkan peran penting pada perkembangan dari penanda kimiawi klinis prostat
(Mikolajczyk et al, 2004; Vickers et al, 2011; Loeb and Catalona, 2014).

Perkembangan dan Biologi Sel

Prostat

Diferensiasi Regional dari Traktus Urinarius bagian Bawah

Prostat adalah derivat dari endoderm primitif (tuba usus). Diferensiasi regional dari
tuba usus primitif menjadi foregut, midgut, dan hindgut diikuti oleh pembengkakan dari ujung
kaudal yang membentuk kloaka. Kloaka, memiliki arti dalam bahasa Latin “kanal air”,
menerima aliran luaran baik dari traktus urinarius dan intestinal dan menunjukan perbedaan
yang sangat tampak pada unggas, reptil, amfibi, marsupilia dan monotrema. Pada mamalia
plasenta, akan tetapi, kloaka dipisahkan oleh septum urorektal pada saat embriogenesis
untuk membentuk pemisah luaran urinari dan digestif. Kompartemen urinari ventral yang
dinamakan sinus urogenital primitif, yang lebih lanjut membagi segmen yang ada menjadi
kandung kemih pada ujung kranial dan uretra pada terminal kaudal.

Pertunasan Prostat

Pada pria, prostat berkembang pada kaudal dari leher buli melalui proliferasi dari tunas
epitelial yang memanjang dari epitel sinus urogenital. Pertunasan prostat menginvasi lokasi
yang semestinya yang membentuk pola perkembangan lebih lanjut dari lobus prostat dan,
secara potensial, zona yang ada pada manusia. Regio ini menyiapkan invasi pertunasan
epitelial oleh “kondensasi mesenkim”, sebuah proses dimana sel mesenkim sinus urogenital
(sel yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang akan berdiferensiasi menjadi elemen stromal)
menjadi lebih dekat terkumpul bersama (di tinjau oleh Thomson, 2008). Kondensasi ini
terjadi baik pada pria dan wanita dan oleh karena itu bersifat independen terhadap
androgen. Sebaliknya, pertunasan epitelial sangat bergantung pada androgen dan dapat
teridentifikasi pada mikroskop cahaya. Pertunasan prostat memerlukan interaksi epitelial
mesenkimal yang rumit (Gambar 102-1). Pada manusia, pertunasan prostat terjadi saat
minggu ke 10 gestasi. Pada mencit, pertunasan prostat terjadi pada hari ke 17 gestasi, 2
hari sebelum kelahiran. Penting untuk dicatat bahwa paparan androgen tidak hanya penting
tetapi cukup untuk mendorong diferensiasi prostat dan pertumbuhan embrio. Fakta ini,
sepanjang dengan kemampuan untuk secara mudah mesemenpulasi kadar androgen pada
hewan eksperimental, membuat prostat terutama adalah subjek yang cocok dalam
menentukan nasib sel epitelial (Cunha et al, 1987; Schaeffer et al, 2008). Pertunasan prostat
awalnya tumbuh sebagai korda epitelial solid yang secara berturut-turut (hari pascanatal 1-
14 hari pada mencit) bercabang dan mengalami kanalisasi (Sugimura et al, 1986) sebagai
bagian dari program percabangan morfogenesis yang mengagumkan.

Sitodiferensiasi

Pada mencit, epitel sinus urogenital dimulai sebagai kompartemen sel homogen yang
berdiferensiasi (setelah lahirnya mencit) menjadi bagian basal yang berbeda (menempel
pada stroma) dan lapusan luminal (Wang et al, 2001). Campur tangan dari sel epitel,
dinamakan sel intermediet, muncul dan memiliki dua temuan baik dari sel basal dan luminal.
Tipe sel yang keempat, sel neuroendokrin, muncul pada jumlah besar sebelum pertunasa
epitel prostat dan berkurang saat perkembangan embrionik (Aumuller et al, 2001).
Perkembangan dari tipe sel ini saat embriogenesis mencit tidak dipahami dengan baik, dan
sumber dari sel ini secara bervariasi diteorikan berasal dari krista neural atau endoderm
sinus urogenital (Aumuller et al, 2001; Goldstein et al, 2008). Ilustrasi dibutuhkan dalam
mencari tahu gambaran garis silsilah dari fenomena ini pada epitel prostat.

Gambar 102-1. Interaksi stromal – epitelial. Ditunjukan pada gambar skematik


terhadap tipe dari interaksi stromal – epitelial pada transfer informasi dan regulasi
didalam prostat. Testosteron dan faktor pertumbuhan berinteraksi pada dan diantara
sel stromal dan epitelial. Produksi dari faktor pertumbuhan adalah baik distimulasi
atau diinhibisi oleh androgen. Faktor pertumbuhan dapat berfungsi pada sel yang
sama (autokrin) atau sel yang jauh (parakrin). Oksida nitrat (NO) terbentuk dari sel
saraf, sel endotelial atau makrofag dan mempengaruhi kontraksi otot polos (lihat teks
untuk lebih lengkap). Temuan penting ini adalah skematik sebagai berikut (1) tiga tipe
sel epitelial prostat – neuroendokrin, sekretori, dan basal; (2) lima sel stromal
prostatik penting – otot polos, fibroblas, sel imun,, sel endotel, dan sel saraf; (3)
testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh 5α- reduktase pada
kompartemen stromal; (4) tiga sumber dari produksi NO pada prostat – saraf, sel imun
(contoh makrofag) dan sel endoteliall dan (5) interaksi epitel stromal yang dimediasi
melalui beberapa faktir pertumbuhan (lihat teks). BFGF, basic fibroblast growth
factor; ECM, extracellular matrix; EGF, epidermal growth factor; FGF, fibroblast
growth factor; IGF, insulin-like growth factor; IGFBP, insulin-like growth factor
binding protein; KGF, keratinocyte growth factor; PSA, prostate-specific antigen; T,
testosterone; TGF, transforming growth factor; TSH, thyroid-stimulating hormone.

Temuan Molekuler dari Perkembangan Prostat

Induksi dari Pertunasan Prostat. Walaupun persinyalan reseptor androgen (AR) melalui
dihidrotestosteron (DHT) adlaah pemicu primer dibalik perkembangan prostat, hal tersebut
spesifik hanya pada waktu kejadian, tidak bergantung pada lokasi. Persinyalan AR adalah
tampak secara difus melalui traktus genitourinari bagian bawah (Takeda et al, 1985; Berman
et al, 1995). Pertunasan kuncup prostat terbentuk pada lokasi yang presisi melalui
mekanisme yang tidak diketahui. Kontrol spasial ini melibatkan gen homeoboks paralog
(Hox) yang merupakan regulator transkripsi yang mengatur ekspresi gen dalam
berdiferensiasi sepanjang kraniokaudal (dari atas menuju bawah) dan aksis proksimodistal
(contoh dari bahu ke ujung jari) pada jaringan yang bervariasi, termasuk traktus genitourinari
(ditinjau pada Beck et al, 2000; Kmita dan Duboule, 2003). Pada vertebrata, gen paralog
Hox muncul pada empat kluster yang serupa (Kluster A, B, C, dan D), tiap-tiapnya terletak
pada kromosom yang terpisah dan mengode gen dimana posisi kromosomal dari 3’ menuju
5’ mencerminkan gambaran ekspresinya dalam embrio. Gen paralog berbeda dari yang lain,
semakin jauh terkait dengan keluarga faktor transkripsi yang juga mengandung motif
homeoboks pengikat DNA, seperti keluarga NK, dimana anggotanya diekpresikan secara
lebih diskret, bersifat spesifik organ (contoh, lihat pembahasan pada Nkx3.1, lebih lanjut).
Gen paralog Hox secara sekuensial diberi di berikan nomor dari 1 hingga 13, dengan angka
tertinggi pada posisi 5’ menunjukan gambaran dari paling distal atau ekspresi kaudal.
Bergantung, Hoxa13, Hoxb13, dan Hoxd13 adalah paralog pada kromosom 7, 17, dan 2,
secara berturut-turut, dan telah mengalami gambaran ekspresi yang tumpang tindih dan
fungsi pada perkembangan traktus genitourinari disal. Elemen regulator Hoxb13 telah
ditandai dengan hambatan fungsi ujung kaudal dari traktus genitourinari dan digestif dan
dapat digunakan untuk ekspresi pengaturan independen androgen dari gen yang dituju
(McMullin et al, 2009). Mutasi homozigos pada gen Hox individual menyebabkan perubahan
bermakna pada gambaran percabangan prostat (Podlasek et al, 1997) dan/atau maturasi
epitel defektif (Economides dan Capecchi, 2003). Mutasi melibatkan lebih dari satu gen
tersebut menyebabkan secara signifikan fenotipe urogenital yang lebih berat, seperti
hipoplasia prostat signifikan pada komponen mutan mencit Hoxd13 / Hoxb13 atau
kegagalan pemisahan keluarnya traktus urinari dan gastrointestinal dalam membentuk
komponen mutan Hoxa 13/ Hoxd13 (Kondo et al, 1997; Warot et al, 1997).

Kondensasi mesenkimal terjadi baik pada pria dan wanita, sehingga tidak cukup
untuk mendorong perkembangan prostat tetapi dapat cukup. Kondensasi dari pedal
mesenkimal ventral adalah defektif pada mencit yang kurang terhadap gen Noggin (lihat
bagian dari keluarga transforming growth factor – β [TGF-β], lebih lanjut untuk pembahasan
peran dari Noggin pada perkembangan prostat), yang mengantagonis ligasi ikatan pada
protein morfogenetik tulang (BMP) terhadap reseptor (Cook et al, 2007). Observasi ini
menunjukan bwha persinyalan BMP meningkatkan kondensasi mesenkimal, baik pada aksi
langsung pada mesenkim atau melalui regulasi dari faktor yang berasal dari epitel yang
penting pada proses ini. Kondensasi mesenkimal sangat kaya terhadap ekspresi faktor
pertumbuhan fibroblas (FGF) yang penting pada pertumbuhan kuncup epitelial. Sebagai
contoh, mencit dengan mutasi yang diprogram dari faktor pertumbuhan spesifik mesenkim
gen Fgf10 membentuk tunas epitel kecil abortif dan gagal untuk menumbuhkan prostat
(Donjacour et al, 2003).

Pertunasan Epitelial. Kejadian dini yang tampak pada epitelial saat perkembangan
prostat tampak menalami peningkatan regulasi pada regio penentu seksual dari Y- boks 9
(Sox9), faktor transkripsi bergantung androgen, diinduksi melalui persinyalan dependen
mesenkimal FGF (Huang et al, 2012). Sox9 tampak penting terhadap inisiasi terhadap garis
perkembangan epitel prostat. Setelah ini, terdapat peningkatan ekspresi epitel dari NK
homoeboks yang merupakan keluarga dari transkripsi homeoboks Nkx3.1. Faktor transkripsi
ini mempengaruhi derajat percabangan dari prostat tikus yang matur, dimana juga bertindak
sebagai penekan tumor (Bieberich et al, 1996; Bhatia-Gaur et al, 1999; Abate-Shen et al,
2008).
Mutasi pada regulator transkripsional p63 (TP63) (Signoretti et al, 2000) atau pada
aksis persinyalan AR (ditinjau oleh Cunha et al, 1987) juga dapat menghentikan induksi
prostat. Perlu dicatat, aspek penting dari induksi pertunasan epitel prostat adalah temuan
dari Cunha dan Lung (1978) dimana persinyalan AR diperlukan pada mesenkim tetapi
terdispensi dalam epitel. Sehiingga aksi andogen tampak tidak langsung, memicu pada
hipotesis dimana sel mesenkim mensekresikan faktor induktif sebagai respon terhadap
androgen yang dinamakan andromedins (Yan et al, 1992). TP63 memiliki penekan faktor
ranskripsi dan aktivitas aktivator yang menyeimbangkan diferensiasi dan fungsi sel
progrenitor dan punca pada epitelial (McKeon, 2004). Target transkripsional dari TP63 pada
sel epitel prostat (PrEC) tetap dijelaskan (Grisanzio dan Signoretti, 2008).
Mutasi noggin secara selektif mengganggu pertunasan lobus ventral dari prostat,
meninggalkan pertunasan anterior dan dorsolateral tidak terganggu (Cook et al, 2007).
Secara keseluruhan, akan tetapi, proses ini tampak kuat, dengan bukti dari pembentukan
pertunasan epitel prostat yang menetap pada keberadaand dari mutasi genetik yang
bervariasi yang mempengaruhi tahapan lebih lanjut pada morfogenesis duktal prostat,
terutama pada percabangan morfogenesis.
Sekali ditentukan pada pergerakan, pertumbuuhan dan homeostasis prostat
memerlukan androgen seumur hidup, dan kebutuhan ini tampak berlanjut secara tidak
langsung, melalui persinyalan AR pada mesenkimal atau stromal. Morfogenesis
percabangan epitelial dan stromal terjadi melalui kaskade persinyalan yang menghambat
pertumbuhan lebih lanjut sepanjang aksis panjang dari perluasan kuncup epitelail dimana
menstimulasi pertumbuhan lateral pada ujungnya (Hogan, 1999). Melalui delesi gen yang
diatur pada mencit transgenik, beberapa gen individu dan komponen dari jalur morfogenetik
klasik telah menunjukan memerlukan cabang dari morfogenesis. Tentu, aberasi morfologi
terlihat pada gangguan dari jalur seluler merupakan pengukuran paling sensitif bagi jalur
regulasi pertumbuhan prostat. Bergantung pada hal tersebut, variasi luas dari gen dan jalur
telah secara kuat berimplikasi pada percabangan morfogenesis prostat, hanya beberapa
yang dibahas disini. Untuk perspektif yang lebih menyeluruh, termasuk tambahan jalur
seperti yang di tekankan disekitar protein Notch dan Forkhead, pembaca diarahkan untuk
tinjauan lebih lanjut (Leong dan Gao, 2008; Matusik et al, 2008).
Nkx3.1 dan Sox9. Nkx3.1 membantu menentukan pola percabangan prostat, sebagaimana
ditunjukan dengan reduks jumlah dari ujung duktus yang terlihat pada mencit dengan delesi
terprogram Nkx3.1 (Bhatia-Gaur et al, 1999). Hal ini relatif terhadpa perubahan fenotipik
yang penting, akan tetapi, sebagaimana diindikasikan oleh penurunan dramatis pada
kemampuan dari prostat Nkx3.1 mutanuntuk memproduksi protein sekretori matur (Bhatia-
Gaur et al, 1999). Sebagai tambahan terhadap perannya pada inisiasi perkembangan
prostat, Sox9 tampak diperlukan untuk pertumbuhan tunas dan percabangan sebagaimana
pertumbuhan duktal (Thomsen et al, 2008).
Fakrot Pertumbuhan Fibroblas. Keluarga FGF terkait dengan pemicu pertumbuhan
peptida pada sel resipien dengan ikatan terhadap reseptor permukaan sel dan mengaktivasi
kaskade intraselular penanda kedua. Percabangan morfogenesis epitel, pada paru, kelenjar
saliva, kelenjar mammae, atau prostat, memerlukan persinyalan untuk diproses. Dari FGF,
Fgf-7 (faktor pertumbuhan keratinosit) dan Fgf-10 telah dipelajari secara luas pada
perkembangan prostat. Baik pada ligan secara ikatan preferensial terhadap Fgfr-2
sepanjang 3 anggota keluarga lainnya (Fgfr 1,3, dan 4) ditinjau pada Thomson, 2001, 2008).
Ikatan ligan mengaktivasi jalur mikrotubulus intraseluler terkait dengan protein kinase
(MAPK), memicu pada peningkatan aktivitas faktor transkripsi pemicu pertumbuhan dan
peningkatan proliferasi.
Fgfr-2 diekspresikan pada PrECs yang sedang berkembang, dimana dapat
berinteraksi dengan koreseptor Frs-2α. Fgf-7 dan Fgf-10, sebaliknya disekresikan oleh
mesenkim prostat. Penyusunan ini, sepnjanag dengan pertumbuhan independen androgen
dari kultur asal prostat yang dipaparkan dengan ligan ini, telah memicu pada wacana bahwa
mereka bertindak sebagai andromedins (Yan et al, 1992; Lu et al, 1999). Menurut penelitian,
mencit dengan defisiensi Fgf-10 memiliki kegagalan yang hampir lengkap pada
perkembangan prostat, dan mencit yang kurang akan Fgfr-2 atau Frs-2α menunjukan
hipoplasia prostat dan penurunan percabangan epitelial (Donjacour et al, 2003).
Jalur Persinyalan Hedgehog. Bergantung pada organ yang berbeda, gabungan dari ligan
hedgehog yang disekresi (Hh) (Sonic hedgehog, India hedgehog, dan hedgehog padang
pasir) oleh sel epitelial dan penerimaan pada mesenkim sekitr yang dikoordinasikan dengan
aktivitas protein keluarga Gli dalam regulasi dari gen target jalur persinyalan hedgehog.
Pada mesenkim dari prostat yang sedang berkembang, beberapa gen target Hh telah
diidentifikasi (Yu et al, 2009), termasuk sitokin Cxcl14, faktor pertumbuhan seperti insulin -
ikatan protein terhadpa ligan lgfbp3, dan faktor pertumbuhan seperti delta/notch – terkait
reseptor Dner. Peran dari gen ini pada perkembangan prostat masih tidak meyakinkan,
tetapi, secara keseluruhan, gen target jalur Hh telah diimplikasikan dengan perlekatan
pertunasan epitel prostat dan pada percabangan dan pertumbuhan duktus. Terutama,
kuncup terbentuk pada ketiadaan dari ligan Hh dominan pada prostat (Berman et al, 2004)
tetapi kesalahan lokasi pada prostat mencit membawa mutasi dari jalur efektor kebawah,
yakni protein Gli (Doles et al, 2006). Lebih lanjut pada perkembangannya, ligan Hh
meningkatkan pertumbuhan dan percabangan epitelial (Freestone et al, 2003), yang
berlanjut pada abnormalitas organ prostat yang dikultur yang diberikan antagonis jalur Hh
(Lamm et al, 2002; Freestone et al, 2003; Berman et al, 2004). Pada hewan dewasa jalur ini
dapat memainkan peran penting pada homeostasis, sebagaimana diindikasikan pada
kegagalan prostat untuk mengalami regeneasi setelah pemberian antibiotik pada hewan
atau molekul kecil yang menghambat sinyal Hh (berman et al, 2004). Bersama dengan itu,
data ini mengindikasikan peran dari pemicu pertumbuhan terhadap jalur dari epitle prostat,
satu dimana dapat memiliki relevansi klinis pada pertumbuhan prostat patologis (ditinjau
pada Shaw dan Bushman, 2007).
Superfamili Transforming Growth Factor – β. Anggota superfamili TGF- β termasuk TGF-
β itu sendiri, sebagaimana pertumbuhan dan faktor diferensiasi (GDF) dan BMP. Faktor ini
bekerja melalui reseptor transmembran dan keluarga SMAD dari protein transduksi
persinyalan intraseluler (Schmierer dan Hill, 2007). Sedikit diketahui mengenai GDF pada
prostat, tetapi baik TGF dan BMP memainkan peran penting. Pada organogenesis dari
superfamili ini diketahui paling baik sebagai mediator mesenkimal dari penekan
pertumbuhan epitel, tetapi (lebih jarang) mereka juga dapat menstimulasi pertumbuhan
dan/atau diproduksi oleh sel epitelial. TGF- β1 menghambat pertumbuhan bersih dari prostat
tetapi dapat menstimulasi pertumbuhan dari beberapa bagian kelenjar, terutama pada ujung
distal dari bagian ventral prostat (Tomlinson et al, 2004a). Walaupun mekanisme terhadap
pemicu pertumbuhan oleh TGF- β1 tidak jelas, efek penekan pertumbuhan dapat secara
beralasan terkait dengan kemampuannya dalam menekan kadar dari faktor pertumbuhan
mesenkimal lainnya, FGF-10 (Tomlinson et al, 2004b) (lihat bagian FGF, lsebelumnya).
Mekanisme serupa dapat menetap ditempat pada lelaki dewasa, dimana TGF- β
memberikan persinyalan pada duktus proksimal dipercaya membantu mempertahnakan sel
punca epitelial prostat pada keadaan tenang (pertumbuhan tertekan) (Salm et al, 2005).
BMP-4 dan BMP-7 memberikan aktivitas penekan pertumbuhan terlokalisir yang kaut dan
penting pada perkembangan prostat yang membantu percabangan morfogenesis dan
mencegah produksi berlebih dan disorganisasi dari pertumbuhan epitelial. Seperti TGF- β,
BMP sangat aktif saat pertunasan epitelial dan percabangan prostat bertahap (Lamm et al,
2001; Tomlinson et al, 2004a; Grishina et al, 2005) (hari embrionik ke 17 hingga hari post
natal ke 5 pada menciy). Aktivasi dari persinyalan BMP menekan percabangan
morfogenesis, sebagaimana diindikasikan oleh tambahan eksperimental dari protein BMP-4
atau BMP-7 eksogen untuk kultur otgan prostat (Lamm et al, 2001; Grishina et al, 2005) atau
oleh delesi genetik dari inhibitor BMP Noggin (Cook et al, 2007). Inaktivasi BMP dapat
menunjukan efek berlawanan, sebagaimana pertumbuhan berlebih epitelial pada prostat
dengan delesi genetik BMP-7 (Grishina et al, 2005).

Tabel 102-1 Ringaksan dari Anatomi dan Biologi Seluler dari Kelenjar Prostat

Komponen Penjelasan
Perkembangan
Vesikula Seminalis Dari duktus wolffian melalui stimulasi testosteron

Prostat Dari sinus urogenital melalui stimulasi dihidrotestosteron


Zona Prostat
Fibromuskular Anterior 30% massa prostat, tidak didapatkan elemen glandular, otot
polos
Perifer Zona terbesar, 75% dari elemen glandular prostat, tempat
karsinoma
Sentral 25% dari elemen glandular prostat; mengelilingi duktus
ejakulatorius
Transisional Zona terkecil, mengelilingi kompleks uretra bagian atas,
sfingeter berupa 5% dari elemen glandular prostat, tempat dari
hiperplasia prostat jinak 15% - 30% dari volume prostat
Sel Epitel
Basal Kecil dan tidak terdiferensiasi rata, sel non sekretori dengan
indeks proliferatif rendah (<1%) yang mengekspresikan keratin
5, 14, dan 18
Intermediet Tipe sel proliferasi yang memiliki karakteristik pertengahan
antara sel basal dan sekretori, termasuk produksi dari ksel
keratin sekretori dan basal
Sekretori Kolumnar Berdiferensiasi secara terminal, tidak membelah, kaya akan
asam fosfatase dan antigen spesifik-prostat; panjang 20 µm,
sel terbanyak, keratin 5 dan 18
Neuroendokrin Berdiferensiasi secara terminal, sel non proliferasi yang
mengekspresikan serotonin, kromogranin-A, enolase spesifik
neuron, dan protein sinaptofisin
Sel Stromal
Otot polos Kaya akan α-aktin, miosin, dan desmin
Fibroblas Kaya akan vimentin dan terkait dengan fibronektin
Endotelial Terkait dengan fibronektin, positif terhadap alkalin fosfatase
Matriks Jaringan
Membran basal Anayaman kolagen Tipe IV dan V yangkaya akan laminin dan
mendukung sel basal, sel punca, amplifikasi sel singkat dan
epitel sekretori
Jaringan Ikat Kolagen fibrilar tipe 1 dan tipe III; elastin
Glikosaminoglikan Sulfat dermatan, kondroitin, dan heparin; asam hialuronat
Sitomatriks Tubulin, α-aktin, dan filamen intermediet dari keratin
Matriks nukleus Struktur dinamik dari nukleus yang mengarahkan organisasi
fungsional dari DNA kedalam domain loop; mengandung
protein ribonukleus

Zona Prostat dan Anatomi Lobar. Prostat dari tikus dibagi menjadi lobus sepasang
anterior, dorsolateral, dan ventral. Tiap-tiapnya bermuara ke uretra dan dipisah pada bagian
proksimal terujung, dengan ujung distal mengapung secara bebas dalam kavitas pelvis.
Sebaliknya, prostat manusia, seperti kebanyaka spesies primata dan kaninus, tumbuh
sebagai organ tunggal yang mengelilingi uretra. Zona prostat individual, akan tetapi, memiliki
temuan arsitektural dan molekular berbeda dan memiliki propensitas untuk berkembang
menjadi patologi berbeda (Tabel 102-1). Sebagai contoh, zona transisional yang
mengelilingi uretra memiliki kecenderungan untuk menjadi BPH, menyebabkan pria rentan
terhadap obstruksi saluran kemih, dimana pada zona perifer, yang mengandung
kebanyakan elemen glandular dari prostat, adalah tempat tersering dari kanker prostat.
Pada tikus, lobus anterior, ventral dan dorsolateral di beri nama untuk lokasi yang berbeda
dari uretra dari tempat mereka berasal. Tiap lobus juga memiliki pola percabangan yang
berbeda dengan gambaran histologis yang berbeda. Perbedaan ini, ditinjau oleh Timms
(2008), telah dihubungkan dengan zona berebeda pada prostat manusia secara histologis
(Price, 1963), secara molekuler (Berquin et al, 2005; Thielen et al, 2007), dan pada
terminologi propensitas untuk dipengaruhi oleh penyakit (dorsolateral prostat, sebagai
contoh, adalah paling serupa dengan zona perifer manusia). Pada mencit, transkripsi mRNA
untuk protein pengikat spermin, probasin, dan renin-1 adalah spesifik terhadap lobus ventral,
dorsolateral, dan anterior, secara berturut-turut (Cook et al, 2007); dimana ekspresi gen
spesifik pada zona prostat manusia belum diketahui dengan baik.
Walaupun pola ekspresi gen pada zona prostat manusia individual belum dipelajari
secara luas, telah terdapat usaha untuk menandai zona distribusi dari protein yang disekresi
oleh prostat, terutama PSA, setidaknya pada prostat dewasa. sebagai contoh, Mikolajczyk
dan kolega mendeskripsikan BPSA (BPH terkait PSA) sebagai bentuk PSA yang tidak
terikat yang meningkat pada zona transisi prostat (Mikolajczyk et al, 2000a). Sebaliknya,
zimogen proPSA (sebuah prekursor PSA) telah ditemukan secara preferensial terdeteksi
pada zona perifer (Mikolajczyk et al, 2000b).

Gambar 102-2. Diferensiasi sel secara hipotetikal pada prostat dewasa. Sel basal (biru
sedang) mengekspresikan protein sel basal, termasuk protein sitokeratin (CK) 5 dan
14, p63, CD49f, dan Sca1. Sel punca didalam kompartemen sel basal (biru gelap)
mengekspresikan protein sel basal, sebagaimana Tacstd2 dan c-kit. Sel punca basal
menetap pada kompartemen sel basal (biru medium) dan tidak terkecuali sel
intermediet (biru terang). Sel intermediet berproliferasi dan berdiferensiasi kedalam
sel luminal yang tenang (jingga). Sel neuroendokrin (ungu) juga dipercaya berasal
dari sel punca epitelial. Pelacakan penurunan sel secara formal belum pernah
dilakukan pada semua tipe sel; sehingga diferensiasi jalur yang benar masih perlu
ditentukan (Dimodifikasi dari Wang Y, Hayward S, Cao M, et al. Cell differentiation
lineage in the prostate. Differentiation 2001; 68[4-5]:270–9.)

Pesan Kunci : Perkembangan Embrionik


 Duktus wolffian berkembang menjadi vesikula seminalis, epididimis, vas deferens,
ampula dan duktus ejakulatorius. Tumbuh kembang dari kelompok kelenjar ini
distimulasi oleh testosteron fetus dan bukan DHT
 Melalui eksperimen rekombinan jaringan pada mencit dan tikus, perkembangan
mesenkim sinus urogenital dan epitelium telah menunjukan hubungan pada
perkembangan prostat. Dimana, perkembangan, pertumbuhan dan fungsi dari traktur
urogenital pria dan wanita memerlukan interakis dan aksi dari hormon seks steroid.
Androgen bertindak pada mesenkim secara tidak langsung memicu pertumbuhan
dari epitel prostat saat perkembangan dan homeostasis pada saat dewasa.

Tipe sel Prostat


Epitel prostat pada manusia terdiri dari dua kompartemen komponen selular: sel
epitelial dan sel stromal (Lihat tabel 102-1). Kompartemen epitel prostat terdiri dari sel
epitelial basal, sel intermediet, sel neuroendokrin, dan sel epitel sekretori luminal (ditinjau
oleh De Marzo et al, 1998a). Kompartemen stromal secara arsitektur bertindak sebagai
bantuan struktural dan terdiri secara predominan dari jaringan penghubung, sel otot polos,
dan fibroblas. Kebanyakan tipe sel prostat telah diketahui secara in vitro (Peehl, 2005).
Pada kebanyakan kelenjar, dengan populasi sel yang terus mengalami pembaruan,
terdapat aliran tenang dari sel dari kebanyakan sel punca yang tenang menjadi kolam sel
yang berproliferasi secara singkat. Populasi yang berproliferasi ini akhirnya mencapai
diferensiasi terminal, ditandai oleh epitel yang menskresi secara metabolik aktif. Pada
prostat, jalur sel tidak secara kuat ditentukan tetapi berasal dari berbagai sumber yang
bervariasi. Skema diferensiasi secara hipotesis terhadap epitel prostat disajikan pada
gambar 102-2. Sebagaimana pada epitel dengan lapisan multipel, sel punca terlatak pada
kompartemen basal dan tampak memberikan peningkatan pada tipe sel epitelial lainnya,
sebagaimana sel neuroendokrin. Hal ini termasuk sel sekretori yang berdiferensiasi secara
lengkap yang melapisi lumen glandular (sel luminal), sel neuroendokrin yang mensekresikan
peptida bioaktif, dan sel intermediet yang menunjukan fitur fenotipik yang merupakan
intermediet antara sel basal dan sel luminal.

Sel Epitel Luminal

Sel epitel luminal adalah “pekerja utama” dari kelenjar prostat, bertanggung jawab
terhadap integritas pelindung epitelial dan produksi dari sekresi prostat. Sel Luminal terdiri
dari kebanyakan epitel prostat. Sel epitel sekretori kolumnar tinggi (10-20 µm) secara
terminal berdiferensiasi dan memiliki indeks proliferatif yang rendah (De Marzo et al, 1998a);
mereka secara mudah dibedakan secara temuan morfologis dan jumlah granul dan enzim
sekretori yang banyak. Sel sekretori memproduksi berbagai protein yang ditandai dengan
diferensiasi prostat, termasuk PSA, asam fosfatase, AR, peptidase amino leusin, dan 15-
lipoksigenase-2 (Shappell et al, 1999; Bhatia et al, 2003). Mereka juga kaya akan filamen
keratin (subtipe 8 dan 18) (van Leenders dan Schalken, 2003). Sel sekretori juga tampak
berbaris seperti pagar dengan sel yang terhubung dengan sebelahnya melalui molekul
adhesi sel (CAM); aspek apikal dari sel ini berproyeksi kedalam lumen, dengan dasar
melekat pada membran basal melalui reseptor integrin (Knox et al, 1994). Nukleus pada
basal juga berada dibawah zona jerinh (2-8 µm) dengan aparatus Golgi yang banyak, dan
selular perifer atas yang kaya akan enzim dan granul sekretori. Membran plasma apikal
yang menghadap ke lumen terdiri dari mikrovili, dan sekresi yang bergerak menuju rongga
pengumpul terbuka pada asinus. Sel epitel ini mengelilingi bagian perifer dari asinus dan
memproduksi sekresi kedalam asini yang bermuara kedalam duktus penghubung menuju
uretra.

Sel Basal

Sel basal (ditinjau oleh De Marzo et al; 1998a) adalah sel epitel terkecil. Mereka
memiliki indeks mitotik terendah dan merupakan populasi minor, terdiri dari kurang 10% total
jumlah sel. sel basal mengekspresikan profil subtipe keratin(subtipe 5 dan 14) dibandingkan
dengan sel epitel kolumnar (subtipe 8 dan 18). Sel ini secara umum berbentuk piramid
dengan sitoplasma yang relatid sedikit dan kromatin terkondensasi. Sel basal yang terletak
pada membran basal melekat diantara basis dari sel sekitar, sel panjang dan sel epitel
kolumnar. Sel kompartemen basal telah lama dipertimbangkan sebagai sumber dari sel
punca epitel dari prostat karena mereka relatif tidak berdiferensiasi dengan indeks proliferatif
yang rendah (kurang lebih 1%) dan hampir tanpa produk sekretori, seperti PSA dan asam
fosfatase prostatik (PAP) (lihat gambar 102-2). Tentu, ketika mencit dikebiri setelah
implantasi dengan prostat primer manusia xenograft dan kemudian direstimulasi dengan
testosteron, populasi sel basal sangat tinggi direpresentasikan, konsisten dengan konsep
bahwa kompartemen basal manusia juga mengandung sel punca epitelial prostat (Huss et
al, 2004).

Sel Punca Epitelial Prostat

Uji eksperimental terkini dari tikus telah menyediakan bukti fungsional dari populasi
sel punca dalam prostat, melokalisir mereka kedalam kompartemen basal, terutama pada
bagian proksimal dari duktus prostatik. Eksperimen ini digunakan secara in vivo dalam
pemeriksaan graft asing untuk menunjukan karakteristik sel punca kritis termasuk
kemampuan sebagai sel dengan usia panjang untuk mengalami proliferasi yang tidak dapat
terdefinisikan dan memberikan pengetahuan terhadap fenotipe yang berdiferensiasi.
Tsujimura dan kolega menunjukan label DNA – PrECs yang dipertahankan dengan
proliferasi potensial yang secara terlokalisir terletak pada segmenproksimal dari duktus
prostatikus pada laki-laki dewasa (Tsujimura et al, 2002). Studi lebih lanjut telah memetakan
properti dari sel duktus proksimal terhadap antigen sel punca tikus Sca1, sel basal integrin
α6 (Itga6 atau CD49f), transduser sinyal tumor terkait kalsium Tascstd2 (juga diketahui
sebagai Trop2), dan faktor reseptor sel punca c-kit (Burger et al, 2005; Xin et al, 2005;
Lawson et al, 2007; Goldstein et al, 2008; Leong and Gao, 2008).

Sel Intermediet

Sel intermediet dinamakn demikian disebabkan sel ini memiliki karakteristik


fenotipik intermediet diantara sel basal dan luminal. Serupa dengan sel ini terhadap
sel kanker prostat yang ditandai sebagai substrat hipotetikal terhadap transformasi
neoplastik (Verhagen et al, 1992; De Marzo et al, 1998b), walaupun kerentanan sel ini
terhadap karsinogenesis tidak diketahui. Investigator memhipotesiskan bahwa sel
intermediet memenuhi fungsi amplifikasi singkat, menyediakan fungsi amplifikasi jangka
pendek untuk kemampuan proliferasi jangka panjang dari sel punca basal. Sel intermediet
memproduksi sel basal keratin (5 dan 14) dan sel sekretori keratin 8 dan 18 (De Marzo et al,
1998b; Schalken and van Leenders, 2003). Uzgare dan kolega (2004) melaporkan
amplifikasi properti singkat pada sel intermediet manusia pada kultur; fraksi tinggi proliferasi
dengan kemampuan untuk berproliferasi pada jumlah pembentukan yang terbatas.
Ketahanan secara terminal membedakan sel luminal sekretori dan proliferasi dari sel
intermediet yang diperlukan androgen secara potensial secara tidak langsung melalui
sekresi dari faktor pertumbuhan yang diregulasi androgen oleh kompartemen stromal
(andromedin) (Uzgare et al, 2004).

Sel Neuroendokrin

Sel neuroendokrin adalah sel yang melepaskan hormon sebagai respon


terhadap stimulasi saraf. Pada prostat, sel neuroendokrin terletak pada sel epitelial
sekretori yang banyak pada kelenjar prostat yang normal sebagaimana urotelium dari
uretra prostatik (Aumuller et al, 2001). Terdapat dua tipe dari sel neuroendokrin: pertama
adalah membukan dan memaparkan mikrovili terspesialisasi yang mengalami protrusi
kedalam lumen; kedua adalah mendekatkan dengan prosesus dendritik yang panjang untuk
meluas pada sel epitel terdekat dan sel basal yang dekat dengan saraf aferen dan eferen
(diSant-Agnese dan deMesy- Jensen, 1984; diSant-Agnese et al, 1985; Abrahamsson,
1999; Vashchenko dan Abrahamsson, 2005).
Berpikir mengenai asal dari sel neuroendokrin prostatik telah berevolusi. Aumuller
dan kolega (2001) menunjukan bahwa sel neuroendokrin mudah teridentifikasi pada epitel
sinus urogenital pria dan wanita sebelum perkembangan prostat manusia, menunjukan
bahwa hal tersebut dapat menunjukan jalur berbeda yang independen terhadap epitel
prostat. Lebih lanjut, Goldstein dan kolega (2008) menunjukan bahwa neuroendokrin, sel
basal, dan sel luminal sekretori dapat secara keseluruhan berasal dari prekursor pluripoten
sel punca epitelial prostat yang mengekspresikan Trop2.
Bukti yang ada menunjukan bahwa sel neuroendokrin dapat mempengaruhi
pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sekretori dari epitel prostat melalui mekansime
autokrin dan parakrin (Abrahamsson, 1999; Vashchenko dan Abrahamsson, 2005). Sel
neuroendokrin memberikan aktivitas regulatornya mealui sekresi dari polipeptida hormonal
atau amin biogenik seperti serotonin. Pengukuran kromatografi cair bertekanan tinggi telah
menunjukan bahwa jaringan prostatik normal manusia dan hal ini tentunya menekankan
penitingnya sel ini (Davis, 1987). Higgins dan Gosling (1989) telah mempelajari struktur dan
inervasi intrinsik dari prostat manusia normal dan telah mengobservasi sel yang
mengandung asetilkolinesterase terkait dengan otot polos baik pada bagian perifer dan
sentral dari prostat. Sebagai tambahan, mereka menunjukan bahwa mayoritas dari asini
pada regio sentral dan perifer terdiri dari pleksus yang kaya akan saraf otonom dan dimana
serabut saraf vasoaktif intestinal peptida-positif ditemukan berhubungan dengan asini yang
mendasari epitel pada regio sentral dan perifer dari kelenjar. Lepor dan Kuhar (1984)
menandai dan mempelajari lokasi dari reseptor kolinergik muskarinik pada jaringan prostat
manusia dan melokalisirnya pada sel epitelial. Hal ini konsisten dengan neurofarmakologis
dari agonis kolinergik muskarinik, dimana memiliki efek bermakna pada peningkatan sekresi
prostat. Akan tetapi reseptor adrenergik α1 memiliki efeknya pada konmpartemen stormal
prostat manusia. Hal ini memiliki kepentingan klinis karena penggunaan penghambat selektif
reseptor antagonis adrenergik α1 untuk meredakan obstruksi pintu keluar dari buli sekunder
terhadap BPH (Lepor, 1993). Penelitian telah menunjukan tiga subtipe dari reseptor
adrenergik α1 (α1A, α1B, dan α1D). Dari keseluruhan reseptor α1A tampak berhubungan dengan
kontraksi otot polos dari prostat (Lepor et al, 1993).
Sel neuroendokrin secara terminal berdiferensiasi (contoh non proliferasi) dan tidak
mengekspresikan AR yang terdeteksi, PSA, atau Bcl-2/ sel ini melepas hormon peptida atau
prohormon melalui fusi dari granul intraseluler dengan membran sel dan eksositosis dari
isinya. Sebagai tambahan terhadap serotonin, sel neuroendokrin memproduksi sejumlah
makromolekul bioaktif (contoh utama termasuk bombesin, enolase spesifik neuron, anggota
keluarga gen kalsitonin, peptida menyerupai hormon stimulasi tiroid, somatostatin,
sinaptofisin, dan peptida menyerupai hormon paratiroid). Faktor neuroendokrin tampaknya
lebih sering mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan sekresi epitelium prostat baik
pada kondisi normal dan ganas (Vaschenko dan Abrahamsson, 2005).

Pesan Kunci: Tipe Sel Epitel Prostat


 Epitel prostat pada manusia terdiri dari dua sel utama kompartemen: sel epitelial dan
sel stromal.
 Tipe sel epitelial terdiri dari sel berdiferensiasi sekretori matur dan terminal, sel
neuroendokrin, sel intermediet, dan sel basal
 Sel punca prostatik terletak pada kompartemen basal dan diperkaya pada bagian
proksimal dari duktus prostatikus.

Matriks Stroma dan Jaringan

Stroma non selular dan jaringan penghubung dari prostat membentuk apa yang
dinamakan substansi dasar dan matriks ekstraselular pada apa yang awalnya ditunjukan
oleh Arcadi (1954) untuk memainkan peran penting dalam fungsi prostat dan penyakit.
Matriks ekstraselular telah lama dikenal sebagai komponen infuksi penting saat
perkembangan normal dari banyak tipe sel yang berbeda. (Cunha, 1976; Hay, 1981; Bissell
et al, 1982; Getzenberg et al, 1990; Risbridger et al, 2005). Eksperimen rekombinasi
jaringan klasik oleh Cunha dan kolega (1987) telah secara jelas menunjukan kepentingan
langsung dari mesenkim embrionik terisolasi terhadap induksi diferensiasi dari sel epitel
prostat normal (lihat pembahasan sebelumnya).
Sel epitelial terletak pada lamina dasar atau membran, yang merupakan struktur
kompleks yang terdiri, berupa, kolagen tipe IV dan V, glikosaminoglikan, kompleks
polisakarida, dan glikolipid. Lapisan ini membentuk penhubung antarmuka dengan
kompartemen stromal yang menyediakan hubungan struktural terhadap sel basal dan
progenitornya. Hal tersebut terdiri dari matriks ekstraselular, substansi dasar, dan variasi
dari sel stromal, termasuk fibroblas, kapiler dan sel endotelial limfatik, sel otot polos, sel
neuroendokrin, dan akson (ditinjau pada Taylor dan Risbridger, 2008).
Sitomatrkis (skeleton sitoplasma) mengalami terminasi pada bagian tengah dari sel
dengan perlekatan langsung pada matriks nukleus. Sel epitel prostat oleh karena itu
memiliki struktur penghubung langsung melalui sistem matriks dari DNA kedalam membran
plasma. Sitomatriks kemudian membentuk kontak langsung dengan membran basal, matriks
ekstraselular, dan substansi dasar dari strma. Keseluruhan lipatan jaringan yang terikat satu
sama lain atau superstruktur ini dinamakan matriks jaringan dan dapat memiliki properti
dinamis dalam mengurutkan dan mengontrol proses biologis sebagaimana pada transport
sekresi dari jaringan aksesoris seksual (Getzenberg et al, 1990; Konety dan Getzenberg,
1999; Etienne-Manneville, 2004; Miner dan Yurchenco, 2004; Hallmann et al, 2005).
Pengertian terhadap komponen biologis dari sistem matriks jaringan didalam jaringan
aksesoris seksual adalah penting dalam mengerti fisiologis yang ada. Protein laminin adalah
glikoprotein dari matriks ekstraselular yang memediasi perlekatan sel terhadap kolagen tipe
IV dari membran basal (Miner dan Yurchenco, 2004; Yurchenco et al, 2004; Hallmann et al,
2005). Laminin diproduksi oleh sel epitelial tetapi bukan oleh fibroblas; merupakan molekul
besar (kurang lebih 800kD) dengan domain molekul yang berinteraksi dengan kolagen tipe
IV pada membran basal dan reseptro tipe integrin didalam sel permukaan glikokaliks dari sel
epitelial (Aumailley et al, 2005). Laminin adalah filamen penahan mayor dari membran basal
sel epitel yang menstabilkan perlekatan dari hemidesmosom melalui integrin α6β4 (Brar et al,
2003; Miner dan Yurchenco, 2004). Properti kunci fungsional dari laminin adalah sel
adhesi, proliferasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan migrasi. Laminin mengelilingi
membran basal dari sel epitel asinar prostat, kapiler, otot polos, dan serabut saraf tetapi
bukan limfatik, limfosit, atau fibroblas; struktur laminin dan distribusinya terganggu pada
BPH, dan neoplasia intraepitelial prostat derajat tinggi dan neoplasma prostat derajat yang
lebih tinggi (Sinha et al, 1989; Brar et al, 2003; Miner and Yurchenco, 2004).
Sebagai kesimpulan, perkembangan dan pemeliharaan prostat terjadi melalui
keadaan dependen androgen dan secara tinggi meregulasi morfogenesis jaringan
pada proses yang melibatkan diferensiasi sel epitelial, proliferasi, dan apoptosis
(Cunha et al, 2004). Komunikasi melalui interaksi sejumlah ekstraselular diarahkan
langsung pada sitoskeleton intraselular dan kemudian pada matriks nukleus, yang
secara kuat meregulasi fungsi transkripsi sel yang bervariasi yang mengontrol
kualitas fenotipik kritis seperti ukuran dan bentuk sel, motilitas sel, kematian sel
epitel, proliferasi, dan diferensiasi (Getzenberg et al, 1990; Pienta et al, 1993; Miner dan
Yurchenco, 2004).

Vesikula Seminalis dan Perkembangannya

Jaringan aksesoris seksual termasuk epididimis, ampula, vesikula seminalis, prostat,


kelenjar Cowper (bulbouretral), dan kelenjar Littre. Keseluruhan dari kelenjar ini memiliki
peran reproduksi, tetapi vesikula seminalis bekerja bersamaan dengan prostat dan
menyediakan hubungan penting terhadap proses biologis dan patologis. Vesikula seminalis
adalah dua kelenjar sakular yang berpasangan dengan vasa berdiferensiasi membentuk
duktus ejakulatorius yang dikosongkan pada aspek kraniodorsal dari prostat. Bersamaan
dengan prostat, vesikula seminalis membentuk cairan semen yang memberikan nutrisi,
melindungi, dan memfasilitasi transport sperma pada reproduksi mamalia. Pembagian
persalinan diantara prostat dan vesikula seminalis secara mengejutkan bervariasi diantara
spesies. Pada satu akhir dari spektrum tersebut adalah anjing, spesies dimana vesikula
seminalis tidak ada dan prostat harus dibawa keluar untuk berfungsi yang dibagi menjadi
dua kelenjar pada spesies yang lain. Kebanyakan mamalia, termasuk manusia, tikus dan
mencit, memenuhi akhir spektrum lainnya, dimana vesikula seminalis memproduksi hampir
dari cairan semen, dengan prostat memainkan peran minor. Pada spesies dengan kedua
kelenjar tersebut, bantuan fisiologis pada dua kelenjar juga dapat ditinjau pada keadaan
molekuler. Sebagai contoh, protein sekretori utama yang merupakan produk dari vesikel
seminalis adalah semenogelin, protein 52-kD yang bertindak sebagai substrat dari enzim
proteolitik yang diproduksi oleh prostat, termasuk PSA. Proteolisis dari semenogelin
menunjukan variasi dari produk peptida yang dipercaya memainkan fungsi reproduksi dan
antimikroba pada manusia (Curry dan Atherton, 1990). Pada mencit dan tikus, vesikula
seminalis dan produk prostat berkooperasi untuk melakukan koagulasi ejakulat kedalam
sumbatan kopulatori padat kedalam vagina saat berhubungan. Sumbatan ini bertindak
sebagai pelindung temporer yang lebih lanjut dimatangkan oleh wanita, yang secara
potensial menghambat terjadinya pembuahan dengan berkompetisi dengan pria.
Vesikula seminalis berkembangdari duktus mesonefrik (wolffian) secara singkat
sebelum onset dari perkembangan prostat. Perkembangan vesikula seminalis adalah secara
ketat bergantung pada persinyalan jalur AR intak termasuk ligan dari testosteron (ditinjau
oleh Wilson et al, 1981). Kebutuhan ini berkebalikan dengan perkemabgan dari prostat
manusia (lihat selanjutnya), dimana, sebagai tambahan terhadap jalur AR intak,
membutuhkan konversi testosteron menjadi androgen 5α - tereduksi yang lebih poten, DHT
(Andersson et al, 1991; Mahendroo and Russell, 1999).
Lapisan otot polos yang tebal terdiri dari stroma muskular dari vesikel seminalis,
yang mengelilingi epitel kolumnar pendek hingga epitel kuboid. Epitel memiliki lapisan
berbeda antara basal dan luminal yang ditandai terhadpa ukuran dan bentuk nukleus yang
bervariasi tidak biasanya, temuan yang juga ditemukan pada kanker prostat (Epstein dan
Netto, 2007). Penanda temuan lainnya adalah epitel dari vesikula seminalis, penampakan
yang hampir ttidak bervariasi dengan pigmen intrasitoplasmik berwarna keemasan, biasanya
tidak didapatkan pada kanker prostat dan membantu mengklarifikasi kebingungan pada
kedua entitas. Pigmen vesikula seminalis diperkirakan berasal dari produks seluler dari
sperma yang tertelan non viabel oleh epitel vesikula seminalis (spermatofagi).
Vesikula seminalis sangat resisten terhadap penyakit. Diberikan bahwa
proksimitas, fungsi berbagi, dan kebutuhan endokrin serupa terhadap prostat, bersifat ketat
bahwa penyakti dari vesikula seminalis pada manusia adalah jarang. Sebaliknya, penyakit
prostat, setidaknya pada kultural Barat, mendekati gambaran yang hampir universaln pada
usia tua (lihat bagian BPH dan kanker prostat). Bergantung pada hal tersebut, ekspresi gen
sebaliknya diantara vesikula seminalis dan prostat telah menjadi strategi dalam menemukan
basis molekuler dari resiko kanker prostat (Thompson et al, 2008).

Kontrol Endokrin dari Pertumbuhan Prostat

Prostat, seperti jaringan aksesoris seks lainnya, distimulasi pertumbuhan,


pemeliharaan dan fungsi sekresinya dengan keberaadaan lebih lanjut dari beberapa hormon
dan faktor pertumbuhan. Diantara hal tersebut adalah testosteron, dimana dikonversi
didalam prostat menjadi androgen yang lebih aktif DHT. Testosteron disintesis dalam sel
Leydig didalam testes dari pregnenolon oleh reaksi reversibel bertahap. Akan tetapi, sekali
testosteron dikonversi oleh 5α-reduktase kedalam DHT atau dikonversi oleh aromatase
menjadi estrogen, proses ini ireversibel: testosteron dapat dikonversi menjadi DHT atau
estrogen, tetapi estrogen dan DHT tidak dapat dikonversi menjadi testosteron.
Androgen, estrogen dan steroid adrenal dipercaya memiliki efek kuat pada sel yang berbeda
dan jraingan dalam tubuh yang dapat bervariasi dengan perkembangan dan usia. Hal ini
bervariasi dari perkembangan embrionik terhadap pubertas dan pada pemeliharaan
kedewasaan dan usia. Oleh karena itu, terapi ablasi androgen atau androgen memiliki efek
fisiologis luas yang perlu dipertimbangkan.
Generalisasi fisiologi endokrin digambarkan pada gambaran 102-3. Hipotalamus
melepaskan bagian kecil dari 10-residu polipeptida (dekapeptida) yang dirujuk sebagai
hormon pelepas – hormon luteinisasi (LHRH), juga disebut sebagai hormon pelepas
gonadotropin (GnRH). Dibawah stimulasi LHRH pituitari melepaskan hormon luteinisasi
(LH), yang ditransport menuju testes dan bertindak secara langsung pada sel Leydig untuk
menstimulasi sintesis steroid de novo dan melepaskan testosteron, serum androgen mayor
dari tubuh. Kebanyakan dari estrogen pada pria yang berasal dari konversi perifer androgen
menjadi estrogen melalui aromatisasi. Estrogen eksogen, seperti dietilstilbestrol,
menghambat aksi androgen tidak secara langsung dari efek langsung pada prostat, tetapi
secara tidak langsung melalui penghambatan fungsi pitutari. Estrogen menyebabkan umpan
balik negatif pada pelepasan LH yang mengurangi persinyalan serum dari produksi
testosteron testikular; oleh karena itu, estrogen bertindak sebagai efektif “kastarsi kimiawi”.
Studi terkini dari biologis kanker prostat telah menunjukan bahwa sel kanker prostat
mampu secara de novo mensintesis androgen, memicu pada pemikiran baru pada blokade
17α-hydroxylase/17,20-lyase steroid (contohL abiraterone), atau antagonis AR langsung(
contoh., enzalutamide); akan tetapi, diragukan bahwa sel epitel prostatik jinak memproduksi
androgen intrakrin pada jumlah yang secara klinis signifikan, karena kastrasi memicu pada
involusi yang hampir komplit dari prostat. Sebagai tambahan, adrenal mensekresikan
androgen lemah, androstenedion; akan tetapi, hal ini juga merupakan hal yang
mempengaruhi secara utama dari fisiologi prostat disebabkan kastrasi memicu involusi yang
hampir lengkap dari prostat, bermakna bahwa insufisiensi androgen adrenal adalah penting
untuk stimulasi pertumbuhan yang bemakna pada prostat normal. Serupa terhadap
testosteron serum, androstenedion, seperti yang terjadi pada beberapa bentuk hiperplasia
adrenal kongenital, dapat menstimulasi pertumbuhan prostatl akan tetapi, lagi, peran dari
androgen adrenal normal yang bersirkulasi dalam mergulasi pertumbuhan prostat adalah
minor. Keberadaan dari sumber androgen minor nontestikular telah memicu konsep dari
blokade total androgen terhadap terapi dari kanker prostat lanjut, dimana keduanya
merupakan agonis LHRH dan antiandrogen nonsteroidal yang dikombinasikan untuk
mengeliminasi produksi testosteron dan mengambat stimulasi residual androgen prostat dari
kelenjar adrenal. Dengan realisasi bahwa sel kanker prostat dapat memproduksi androgen
intrakrin dan variasi isoform potongan AR yang secara konstitutif aktif, blokade androgen
akan memerlukan tamabahn obat dengan kelas yang lebih baru seperti abiraterone dan
enzalutamide.

.
Gambar 102-3. Simplifikasi endokrinologi dari prostat. Hormon pelepas – hormon
luteinisasi (LNRH), juga diketahui sebagai hormon pelepas gonadotropin (GnRH),
menstimulasi pituitari untuk melepas hormon luteinisasi gonadotropin (LH) dan
hormon penstimulasi folikel (FSH), yang menstimulasi sel Leydig dari testes untuk
mensintesis testosteron. Testosteron adalah androgen serum utama yang
menstimulasi pertumbuhan prostat. Konversi perifer dari testosteron oleh bentuk
aromatisasi dari estrogen pada pria. Kelenjar adrenal dibawah stimulasi dari hormon
adrenokortikotropik (ACTH) dan melepaskan androgen minor, seperti androstenedion,
yang juga dikonversi secara perifer menjadi estrogen. Prolaktin juga telah ditunjukan
memiliki efek minor dalam stimulasi androgen yang menginduksi pertumbuhan
prostat. Prostat dapat memproduksi faktor pertumbuhannya sendiri (autokrin atau
parakrin) atau berespon terhadap faktor pertumbuhan yang bersirkulasi.

Produksi Androgen oleh Testes

Karena testes memproduksi androgen serum mayor yang mendukung pertumbuhan


prostat dan jaringan aksesoris seks lainnya, penting untuk meninjau fungsi ini. Pada
manusia laki-laki normal sirkulasi urama dari androgen serum adalah testosteron, dimana
hampir secara eksklusif (hampir 95%) berasal dari testikular. Dibawah kondisi fisiologis
normal sel Leydig dari testis adlah sumber utama dari androgen testikular. Sel Leydig
distimulasi oleh gonadotropin (terutama LH) untuk mensintesis testosteron dari asetat dan
kolestrol. Konsentrasi vena spermatik dari testosteron dalah 40-50 µg/dL, hampir 75 kali
lebih terkonsentrasi dibandingkan kadar yang dideteksi pada serum vena perifer (Hammond,
1978), dimana hampir mencapai 600 ng/dL. androgen lainnya juga meninggalkan testes
melalui vena spermatika; hal tersebut termasuk androstanediol, androstenedion (3 µg / dL),
dehidroepiandrosteron (DHEA) (7 µg/dL)m dan DHT (0.4 µg/dL). Konsentrasi androgen ini
lebih rendah pada vena sprematik dibandingkan konsentrasi dari testosteron, dengan secara
keseluruhan kurang dari 15% dari konsentrasi testosteron.
Testosteron total yang masuk kedalam plasma disebut sebagai rerata produksi
testosteron darah dan 6 – 7 mg/hari pada manusia. Walaupun steroid lainnya, seperti
androstenedion dari adrenal, dapat dikonversi secara metabolisme perifer menjadi
testosteron, mereka terdiri dari kurang 5% keseluruhan produksi testosteron plasma. Waktu
paruh plasma testosteron adalah hanya 10-20 menit, dimana berarti bahwa pria yang
mengalami simpel bilateral orchiektomi secara fungsional mengalami kastrasi dalam 1-2 jam
pembedahan. Oleh karena itu, metode cepat dalam supresi androgen terhadpa tujuan untuk
meredakan segera kompresi korda spinalis dari metastasis kanker prostat adlaah kastrasi
pembedahan.
Konsentrasi rerata testosteron pada plasma manusia adalah diperkirakan 611
ng/dL ± 186, dengan jarak normal 300 – 1000, dimana setara dengan 10.4 – 34.7 nmol/L
pada unit SI (Tabel 102-2). Kadar serum testosteron tidak secara bermakna terkait dengan
usia antara 25 dan 70 tahun, walaupun mengalami penurunan secara gradual diperkirakan
mencapai 500 ng/dL setelah usia 70 yahun. Perlu dikenali bahwa konsentrasi plasma dari
testosteorn dapat bervarias individual pada satu hari dan dapa merefleksikan kedua variasi
episodik dan diurnal dalam rerata produksinya.
Metabolik androgen seperti 17-ketosteroid kemudian disekresi kedalam urin sebagai
glukuronida larut air atau konjugat sulfat. Total dari kadar 17-ketosteroid pada urin dari pria
dewasa dalah 4-25 mg / 24 jam dan bukan merupakan indeks akurat dari produksi
testosteron, karena steroid lainnya dari adrenal sebagaimana steroid non androgenik dapat
dimetabolisme menjadi 17-ketosteroid. Hanya sejumlah kecil (25-160 µg/ hari) dari
testosteron memasuki urin tanpa dimetabolisme, dan testosteron dalam urin ini menunjukan
kurang dari 2% produksi testosteron harian.
Walaupun testosteron adalah androgen plasma primer yang menginduksi
pertumbuhan dari kelenjar prostat dan jaringan aksesoris seksual lainnya, tampaknya
berfungsi sebagai prohormon pada bentuk aktif dari androgen pada prostat adalah bukan
testosteron melainkan DHT (Farnsworth and Brown, 1963; Anderson and Liao, 1968;
Bruchovsky and Wilson, 1968) (Gambar 102-4). Pembentukan DHT melibatkan reduksi dari
dua rantai dari cincin A testosteron melalui aksi enzimatik dari enzim 5α – reduktase
(Gambar 102-5). Terdapat setidaknya dua isoform dari enzim ini (tipe 1 dan tipe 2). Ekspresi
5α – reduktase tipe 2 dominan pada jaringan aksesoris seksual pada manusia dan
terlokalisir pada kompartemen stromal fibromuskular (Silver et al, 1994). Isoform tipe 1
predominan pada kulit, pada epitel prostat, dan pada perluasan yang lebih kecil, yakni
stroma fibromuskular prostat. Penghambatan 5α – reduktase oleh finasteride tampak secara
luas selektif terhadpa isoform tipe 2 (Iehle et al, 1995; Habib et al, 1997); agen yang lebih
baru dutasterid menghambat baik 5α – reduktase tipe 1 dan tipe 2. Kedua obat tampak
memberikan efek serupa dalam menurunkan volume prostat dan konsentrasi serum PSA,
menunjukan bahwa isoform tipe 2 adalah hanya isoform yang signifikan secara klinis tampak
pada prostat. Konsentrasi DHT dalam plasma dari pria normal adalah rendah 56 ± 20
ng/dL, dibandingkan dengan testosteron, dengan konsentrasi 11 kali lebih tinggi
mencapai 611 ng/dL (lihat tabel 102-2). Sebagai kesimpulan, walaupun DHT adalah
androgen poten (2 hingga 10 kali poten dibanding testosteron pada banyak sistem biokimia),
konsterasi plasma yang rendah dan ikatan ketat pada protein plasma menghilangkan
kepentingan langsung sebagaiamana androgen yang bersirkulasi mempengaruhi
pertumbuhan prostat dan vesikula seminalis. Sebaliknya, DHT adalah penting pada
prostatm dimana terbentuk dari testosteron. DHT adalah bentuk mayor dari androgen
yang ditemukan pada kelenjar prostat (5 ng/g berat basah jaringan) dan lima kali lipat
lebih tinggi dibandingkan testosteron. Pada prostat, DHT berikatan terhadap AR dan
mengaktivasi reseptor untuk meregulasi proses selular yang bervariasi. Sebagai
kesimpulan, DHT menjadi androgen utama yang meregulasi kejadian pertumbuhan selular,
diferensiasi dan fungsi sekunder dari prostat.
Kadar plasma normal dewasa pria dari beberapa steroid penting diringkas pada tabel
102-2. Nilai ini berasal dari rerata sejumlah studi. Nilai individu dapat berfluktuasi dengan
usia, waktu harian, pengobatan, stress, masuk rumah sakit, dan perubahan lingkungan.
Untuk alasan ini, pengukuran testosteron serum harus hanya dilakukan pada pagi hari
(contoh 8.00 pagi), karena pada siang hari pengukuran dapat menurun sebanyak 25% pada
variasi diurnal itu sendiri (Brambilla et al, 2009).

Tabel 102-2 Kadar Plasma Rerata dari Steroid Seks pada Manusia Laki-laki Sehat

Steroid (Nama yang Konsentrasi Molaritas Rerata Androgenesitas


Lazim) Plasma Relatif Produksi Relatif
(ng/dL) Darah Harian (Pemeriksaan
RAT VP)
Testosteron 611 ± 186 100 6.6 ± 0.5 100

Dihidrotestosteron 58 ± 20 9 0.3 ± 0.06 181

5α-Androstane 3α,17β- 14 ± 4 2 0.2 ± 0.03 126


diol (3β androstanediol)

5α-Androstane 3β,17β-
diol (3β androstanediol)

Androstanediol 161 ± 52 26 0.21

Androsteron 54 ± 32 9 0.28 53

Androstenedion 150 ± 54 25 1.4 39

Dehidroepiandrosteron 501 ± 98 81 29 15

Dehidroepiandrosteron 139,925 ± 17,619 <1


sulfat 48,000

Progesteron 30 4.5

17β – Estradiol 2.5 ± 0.08 0.4 0.75

Estron 4.6 0.8 0.04


VP, prostat ventral

Gambar 102-4. Penilaian kuantitatif dari biosintesis testikular, transport plasma, dan
metabolisme testosteron. Testosteron plasma terikat pada seks steroid pengikat
globulin (SSBG), albumin serum manusia (HSA), dan globulin pengikat kortisol (CBG).
Seluruh jumlah dari nilai rerata untuk nilai normal pada laki-laki dewasa. DHT,
dihidrotestosteron; TeBG, globulin pengikat testosteron.

Androgen Adrenal

Terdapat bukti bahwa overproduksi dari steroid adrenal dapat menstimulasi


pertumbuhan kelenjar prostat. Sebagai contoh, pada manusia, virilisme abnormal telah
diobservasi pada pria imatur dengan hiperfungsional korteks adrenal. Pada tikus,
overstimulasi adrenal juga dapat menginduksi pertumbuhan prostat terbatas bahkan pada
ketiadaan androgen testikular. Sebagai contoh, pemberian hormon eksogen
adrenokortikotropik pada hewan yang telah dikebiri memberikan peningkatan signifikan pada
pertumbuhan kelenjar aksesoris (Tullner, 1963; Tisell, 1970; Walsh and Gittes, 1970). Akan
tetapi, efek dari kadar normal androgen adrenal pada prostat dari manusia yang tidak
dikebiri dan tikus dewasa pria tidak tampak signifikan karena adrenalektomi memiliki efek
yang kecil pada ukuran prostat, DNA atau karakteristik morfologis dari jaringan aksesoris
seksual (Mobbs et al, 1973; Oesterling et al, 1986). Lebih lanjut, setelah pengebirian hewan,
dengan adrenal yang intak, prostat akan mengecil pada ukuran yang sangat kecil (reduksi
90% dari massa sel total). Akhirnya, involusi kecil dari prostat ventral pada tikus yang
dikebiri idak dapat secara signifikan direduksi lebih lanjut oleh tambahan adrenalektomi atau
hipofisektomi (Kyprianou dan Isaacs, 1987). Pada tikus yang dikebiri, kadar DHT pada
jaringan prostat mendekati 20% dari hewan normal. Adrenalektomi menurunkan DHT pada
kadar yang tidak terdeteksi tanpa gangguan lebih lanjut dari pertumbuhan prostat. Hal ini
mengindikasikan bahwa kadar batas dari DHT diperlukan pada prostat untuk menstimulasi
pertumbuhan dan bahwa kadar dari hewan yang dikebiri dibawah batas ini. hal tersebut juga
disimpulkan serupa bahwa prostat manusia tidak kembali dengan sendirinya seelah
dilakukan kebiiri, mengindikasikan bahwa androgen adernal tidak cukup dalam
mengompensasi kehilangan fungsi testikular. Morfometri kuantitatif dari prostat manusia
(esterling et al, 1986) juga mengonfirmasi bahwa kelenjar adrenal memiliki efek kecil pada
ukuran sel epitel dari prostat normal.
Steroid adrenal DHEA dan konjugat dari dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS)
sebagaimana androstenedion adalah androgen yang disintesis dari asetat dan kolestrol
(lihat gambar 102-5) yang disekresi pada kelenjar adrenal manusia normal. Secara esensial
dari keseluruhan DHEA pada plasma pria adalah berasal dari korteks adrenal, dan rerata
produksi dari pria adalah 10-30 mg/hari. Kurang dari 1% testosteron total pada plasma
berasal dari DHEA (Horton, 1976; MacDonald, 1976). Prostat dan vesikula seminalis dari
tikus dan prostat manusia dapat secara lambat menghidrolisis DHEAS menjadi steroid
bebas melalui aktivitas enzimatik prostatik sulfatase, tetapi derajat konversi adalah rendah;
oleh karena itu, DHEAS adalah androgen non oten.
Androgen adrenal kedua adalah androstenedion, dan konsentrasi plasma pada pria
dewasa dalah kurang lebih 150 ± 54 ng/dL (lihat tabel 102-2). Rerata produksi darah dari
androstenedion pada manusia pria adalah 2-6 mg/hari, dengan mencapai 20% dari
androstenedion dibentuk oleh metabolisme perifer dari steroid lainnya. Androstenedion
tidak dapat diubah langsung menjadi DHT. Peran penting untuk androstenedion pada
pria dapat berupa konversi perifer menjadi estrogen melalui reaksi aromatase (lihat Gambar
102-5).
Kelenjar adrenal juga memproduksi C21 steroid (contoh., progesteron). Rerata
produksi plasma adalah 0.75 mg/hari adalah rendah, memproduksi konsentrasi progesteron
plasma yang rendah mencapai 30 ng/dL. Walaupun progesteron lemah secara androgenik,
hal tersebut tidak memicu efek signifikan pada prostat pada konsentrasi rendah yang
tampak pada plasma pria normal. Sebagai kesimpulan, dibawah kondisi normal, adrenal
tidak mendukung pertumbuhan signifikan dari jaringan prostat.
Gambar 102-5. Tinjauan dari sintesis dan metabolisme testosteron pada empat
kompartemen utama tubuh: sintesis adernal dari androstenedion; konversi perier dari
androgen (androstenedion dan testosteron) menjadi estrogen; pembentukan
androgen aktig (DHT) dalam prostat; dan inaktibasi didalam liver dari testosteron
menjadi tiga tipe 17-ketosteroid.

Estrogen pada Pria

Reseptor estorgen (ER) secara diferensial diekspresikan pada prostat. Pada tikus,
ER-α diekspresikan dini (1 minggu) dalam stroma dari prostat ventral tetapi dalam 2 minggu
secara preferensial diekspresikan pada epitelial, dan ER-α absen bersamaan dengan
prostat ventral dalam 4 minggu. Sebaliknya, ER-β ada pada kompartemen epitelial
sebagaimana ER dominan pada minggu keempat. Menarik untuk dicatat, akan tetapi, bahwa
tikus yang di keluarkan ER (kedua isoform) mampu membentuk prostat normal, walaupun
fertilitas dapat terbatas pada kelompok ER-α (Couse et al, 2001). Hanya sejumlah kecil dari
estrogen yang diproduksi secara langsung oleh testes. Pada plasma pria manusia sehat
muda, 75% - 90% estrogen berasal dari konversi perifer androstenedion dan testosteron
menjadi estron dan estradiol melalui reaksi aromatase (lihat gambar 102-5) (Horton, 1976;
MacDonald, 1976). Steroid C19 androgenik (testosteron dan androstenedion) dikonversi
menjadi steroid estrogenik C18 awalnya dengan menghilangkan kelompok 19-metil dan
kemudian dengan pembentukan steroid aromatik atau fenolik cincin A (reaksi aromatase),
tampak baik pada estradiol dan estorn. Estradiol terbentuk dari testosteron dan estron dari
androstenedion; kedua estrogen yang dapat saling berkonversi. Produksi harian dari
estradiol pada manusia pria adalah 40-50 µg, dan hanya 5-10 µg (1-% - 25%) dapat
dinayatakan berasal dari sekresi testikular langsung (lihat tabel 102-2).

Protein Terikat – Androgen dalam Plasma

Kurang dari 2% testosteron total pada plasma manusia adalah bebas atau tidak
terikat, sisa 98% terikat pada beberapa tipe yang berbeda dari protein plasma (Lihat gambar
102-4). Protein plasma yang mengikat steroid termasuk albumin serum manusia, globulin
pengikat hormon seks (dicatat sebagai SSBG atau SHBG), globulin pengikat kortikosteroid
(juga dinamakan transcortin), globulin pengikat progesteron, dan, pada keadaan yang lebih
sedikit, asam glikoprotein-α1. Dibawah kondisi normal, jumlah total dari testosteron yang
terikat pada globulin yang terkiat pada progesteron dan asam glikoprotein-α1 adalah nominal
dan biasanya diabaikan. Kadar SHBG ditekan oleh androgen yang bersirkulasi
sebagaimana steroid anabolik dan dapat berkurang pada diabetes dan obesitas.
Regulasi dari jumlah androgen yang bebas adalah variabel fisiologis yang penting
dan bervariasi pada spesies yang berbeda. Jumlah total dari steroid yang terikat
bergantung pada dua faktor: (1) afinitas steroid untuk berikatan pada protein spesifik
dan (2) kapasitas, dimana ikatan potensial maksimal ketika semua protein yang terikat
menjadi jenuh dengan ikatan steroid. Kapasitas ini diatur oleh jumlah ikatan protein
dalam plasma. Albumin serum memiliki afinitas yang relatif rendah terhadap testosteron,
tetapi dengan jumlahnya, memiliki kapasitas yang tinggi. Sebaliknya, SHBG memiliki afinitas
tinggi pada steroid yang terikat, tetapi protein muncul secara relatif pada konsentrasi yang
rendah; akan tetapi, molaritas plasma pada tiap protein yang berikatan melebihi molaritas
plasma terhadap konsentrasi testosteron total. Mayoritas testosteron berikatan dengan
protein plasma terkait dengan SHBG. Sebagai contoh, Vermeulen (1973) telah menghitung
bahwa dalam pria manusia normal, 57% dari testosteron pada plasma terikat pada SHBG
dan 40% berikatan dengan serum albumin manusia. Kurang dari 1% terikat pada globulin
pengikat kortikosteroid, dan hanya 2% dari testosteron total adalah bebas (liihat gambar
102-4). Plasma normal dari kadar bebas testosteron adalah oleh karenanya 12.1 ± 3.7 ng/dL
atau 0.42 nM; yang tidak protein “testosteron bebas” adalah tersedia untuk berdifusi
kedalam kelenjar seks aksesoris dan kedalam sel liver untuk metabolisme. Sebagai
tamabahan, presentasi luas dari SHBG adalah tersaturasi, dimana hanya fraksi kecil dari
kapasitas total globulin terikat steroid dan albumin yang digunakan pada kondisi normal.
Sebagaimana kadar testosteron meningkat dalam plasma, urutan peningkatan saturasi
plasma dimulai dari SHBG kemudian kortikosteroid terikat globulin hingga albumin. Oleh
karena itu, ikatan androgen adalah kesetimbangan dinamis antara protein serum yang
bervariasi. Karena kurang dari 5% testosteron total muncul dalam bentuk bebas,
pengukuran terpisah dari ikatan dan testosteron bebas secara umum tidak
direkomendasikan, dan secara umum hanya testosteron total yang diukur.
Total dari kadar plasma SHBG dapat dipengaruhi oleh terapi hormonal. Pemberian
testosteron mengurangi kadar SHBG pada plasma, dimana terapi estrogen
menstimulasi kadar SHBG. (Forest et al, 1968; Vermeulen et al, 1969; Burton and
Westphal, 1972). Estrogen juga berkompitisi dengan testosteron untuk berikatan dengan
SHBG, tetapi estrogen hanya memiliki afinitas ikatan sepertiga dari testosteron. Oleh
karena itu, pemberian sejumlah kecil estrogen meningkatkan konsentrasi total SHBG<
dan hal ini secara efektif meningkatkan ikatan testosteron dan kemudian menurunkan
konsentrasi testosteron bebas dalam plasma.
Karena hanya testosteron bebas yang tersedia secara biologis, ikatan testosteron
pada protein plasma menghambat ambilan net testosteron kedalam prostat (Lasnitzki dan
Franklin, 1972). Jelas bahwa aktivitas androgenik diregulasi sebagaian oleh perluasan
ikatan androgen terhadap protein pengikat steroid didalam plasma.

Pesan Kunci: Kontrol Endokrin pada Pertumbuhan Prostat


 Testosteron bebas dalam plasma diubah didalam prostat oleh 5α-reduktase tipe 2
menjadi DHT, dimana 2-10 kali lebih aktif dibandingkan testosteron.
 DHT, testosteron, dan estrogen bertanggung jawab terhadap aksi metabolik multpel
didalam prostat (pertumbuhan, diferensiasi, dan fungsi biologis). Testosteron bebas
dapat diubah menjadi estrogen, tetapi estrogen tidak dapat diubah menjadi
testosteron.

Regulasi Pertumbuhan Prostat oleh Steroid dan Faktor Pertumbuhan Protein

Terdapat kadar multipel dari regulasi pertumbuhan prostat, dimana termasuk aksi
hormon steroid, faktor pertumbuhan, dan komunikasi sel ke sel langsung dan interaksi
dengan matriks ekstraselular. Kontrol pertumbuhan dengan tipe interaktif ini diselesaikan
oleh beberapa sistem tergeneralisasi sebagaimana digambarkan secara skematik pada
gambar 102-6. Termasuk diantaranya:

 Faktor endokrin atau sinyal jarak panjang tiba pada prostat oleh transpor serum dari
hormon yang berasal dari sekresi organ jauh; faktor endokrin termasuk hormon
steroid seks seperti testosteron dan estrogen dan hormon peptida serum seperti
prolaktin dan gonadotropin.
 Sinyal neuroendokrin berasal dari stimulasi neural, seperti 5-hidroksitriptamin
(serotonin), asetilkolin, dan norepinefrin.
 Faktor parakrin atau faktor pertumbuhan jaringan larut yang menstimulasi atau
menghambat pertumbuhan, yang dielaborasi berdasarkan jarak pendek antara sel
yang bertetangga pada kompartemen jaringan prostat (FGFs, faktor pertumbuhan
epidermal).
 Faktor autokrin yang diproduksi dan dilepaskan oleh sel dan kemudian diambil
kemabli pada reseptor membran sel eksternal untuk meregulasi pertumbuhan atau
fungsinya sendiri; sebagai contoh, faktor motilitas autokrin.
 Faktor intrakrin, yang berfungsi seperti faktor autokrin tetapi bekerja didalam sel.
 Faktor matriks ekstraseluler, yang tidak larut dalam sistem matriks jaringan dan
membuat kontak langsung dan berpasangan menjadi melekat melalui integrin dan
molekul adhesin pada membran basal dan pembentukan kelompok sitoskeleton
dengan komponen matriks ekstraseluler, yang termasuk didalamnya
gliksaminoglikan, seperti heparan sulfat (Getzenberg et al, 1990).
 Interaksi sel ke sel dari sel stromal atau epitel terjadi melalui hubungan membran
erat pada protein intramembran seperti CAMs (contoh E-cadherin) yang merupakan
sel bertetangga.
Gambar 102-6. Tipe kontrol pertumbuhan. Sinyal endokrin dibawa melalui sirkulasi
dari organ jauh. Sinyal parakrin diproduksi oleh proksimitas sel yang bertetangga.
Sinyal autokrin memberikan umpan balik pada sel yang sama dimana mereka
diproduksi. Sinyal intrakrin adalah subset khusus dari sinyal autokrin yang tidak
pernah meninggalkan sel tetapi bekerja secara lokal didalam sel. sitokin adalah faktor
seperti parakrin (biasanya) yang dibentuk oleh sel imun. Faktor neurokrin dilepaskan
oleh saraf. Molekul adhesi sel secara langsung menhubungkan sel tetangga, sering
melalui hubungan dengan molekul adhesi yang serupa. Sel juga terikat pada matriks
ekstraseluler melalui interaksi dengan molekul adhesi sel lainnya (contoh., integrin).
GF, faktor pertumbuhan.

Dari ketujuh sistem kontrol ini, studi awal yang paling luas pada prostat adalah efek
endokrin dari steroid androgenik, seperti testosteron, pada regulasi perkembangan prostat
melalui perubahan kadar serum testosteron dan konversi menjadi DHT. Akan tetapi,
androgen sendiri tidak cukup untuk menyebabkan pertumbuhan menyeluruh pada prostat.
Pada dua dekade terakhir, progresivitas luas telah dibuat dalam pemahaman terhadap
sistem lainnya, terutama peran interaktif dari faktor pertumbuhan dan reseptornya, pada
keberadaannya, peran dari reseptor ini pada persinyalan seluler terhadap nukleus dan
elemen struktural pada kontrol selular yang melibatkan matriks jaringan sedang
dikembangkan. Mekanisme ini ditinjau selanjutnya, dimulai dengan aksi androgen pada sel
yang dimulai dengan adanya testosteron dalam serum.

Aksi Androgen pada Tingkat Selular

Testosteron pada serum tiba pada prostat dalam keadaan terikat albumin dan oleh
globulin pengikat steroid. Dengan difusi, testosteron bebas memasuki sel prostat, dimana
kemudian diarahkan pada variasi dari tahapan metabolik steroid yang meregulasi aktivitas
hormon steroid dan efektor berikutnya. Skemtaik sederhana dari sekuens temporal dari
kejadian intraseluler digambarkan pada Gambar 102-7 dan termasuk hal berikut:
 Ambilan selular dari testosteron
 Konversi testosteron menjadi DHT oleh metabolisme dari 5α- reduktase
 DHT atau testosteron berikatan pada AR spesifik dalam sitoplasma
 Dimerisasi dan aktivasi dari reseptor steroid dari variasi langkah pasca translasi,
termasuk sebagai contoh, fosforilasi
 Transportasi nukleus aktif dari AR teraktivasi dalam adenosin trifosfat (ATP) –
keadaan bergantung.
 Remodelling kromatin melalui interaksi dengan molekul koregulator
 Transaktivasi atau transrepresi, melalui interaksi degnan koaktivator atau korepresor
lainnya, dalam proses bergantung histon asetiltransferase
 Ikatan dari kompleks koaktivator-reseptor teraktivasi terhadap elemen respon
androgen, yang pendek, sekuens spesifik dari DNA yang dikenali secara spesifik
oleh dimer AR.
 Regulasi gen. Reseptor bertindak sebagai faktor transkripsi, dan ketika berikatan
dengan DNA dan matriks pada proksimitas target gen androgen kemudian akan
mengalami peningkatan transkripsi dari RNA polimerase II dari DNA menjadi mRNA.
Pesan yang ditranskripsikan (mRNA) adalah besar dan mengandung intron, ekson,
dan ekor poli-A. Bagian intron dieksisi dari spesies RNA awal, sehingga hanya
bagian ekson yang dipertahankan pada pesan terakhir. Pemotongan dan
pemrosesan mRNA dilengkapi pada matrik nukleus sebagaimana ditranspord melalui
nukleus dan keluar melalui kompleks pori nukleus. mRNA terstabilisasi ditransport
kedalam kompartemen sitoplasmik untuk ditranslasi pada ribosom menjadi protein,
yang kemudian ditransport pada tempat selular spesifik. Bergantung pada gen target,
beberapa protein akan mengalami penyimpanan pada granula sekretorik untuk
disekresi kedalam lumen saat diperintahkan ketika proses fisiologis ejakulasi.

Sel epitel adalah unit primer dari sekresi, tetapi gen spesifik juga teraktivasi pada sel
stromal, dan kejadian ini juga diregulasi oleh testosteron, estrogen dan faktor pertumbuhan
pada rantai kejadian serupa. Akan tetapi, tidak semua sel berespon pada keadaan yang
sama terhadap androgen atau estrogen. Untuk mudahnya, langkah ini didiskusikan terkait
dengan sel epitelial. Androgen dan estrogen, keduanya bersamaan dan secara terpisah,
dapat mempengaruhi sel prostat melalui interaksi dengan reseptor, dan tampaknya bahwa
estrogen dapat memiliki efek primer pada sel stromal.
Gambar 102-7. Skematik yang disederhanakan dari efek testosteron pada aktivasi
target transkripsional pada sel epitelial. Pada plasma, testosteron (T) diikat dengan
serum pengikat globulin (SBG), seperti globulin pengikat testosteron dan albumin.
Testosteron bebas ditranspor oleh difusi pasif menjadi prostat, dimana secara
enzimatik diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh 5α-reduktase (tipe 2) dan
lebih lanjut dimetabolisme menjadi diol (3α atau 3β) dan secara ireversibel
dimetabolisme menjadi triol yang lebih larut air (6α atau 7α). DHT berikatan pada
reseptor sitoplasma (reseptor androgen) yang teraktivasi dan mengalami translokasi
kedalam nukleus. Disana reseptor androgen terlokalisir pada tempat akseptor matriks
dan secara berturut-turut mengaktivasi atau menekan beberapa gen target dengan
meregulasi produksi dari mRNA nya. RNA kemudian ditransport kedalam sitoplasma,
dimana kemudian ditranslasikan kedalam protein yang bervariasi (contoh., protein
sekretori seperti antigen spesifik prostat).

5α – Reduktase dan Metabolisme Androgen didalam Prostat

Setelah testosteron bebas dalam plasma telah memasuki sel prostat melalui difusi,
secara cepat akan dimetabolisme menjadi steroid lainnya melalui seri dari enzim prostatik
(Isaacs et al, 1981, 1983; Isaacs dan Coffey, 1981; Bruchovsky dan Dunstan-Adams, 1985).
Lebih dari 90% testosteron secara ireversibel diubah menjadi DHT androgen prostat utama
(Gambar 102-8) melalui aksi reduksi dari bentuk nikotinamid-adenin dinukleotida fosfat
(NADP) dan enzim 5α – Reduktase yang mengurangi ikatan yang tidak tersaturasi pada
testosteron diantara posisi 4 dan 5 untuk membentuk produk 5α – tereduksi untuk
menghasilkan DHT. Km untuk testosteron adalah 8.3 nM, dan kadar serum testosteron
adalah hanya berjarak dari 0.5 – 3.0 nM, mengindikasikan bahwa enzim ini tidak dapat
disaturasikan karena substrat testosteron akan kurang dari nilai Km. Bruchovsky dan
Dunstan-Adams (1985) melaporkan peningkatan 10 kali lipat pada velositas maksimal dalam
jaringan stromal dibandingkan dengan epitelium. Mereka menilai 262 pmol dari DHT yang
terbentuk dalam 30 menit per miligram protein dari testosteron yang diukur dalam stroma
dan kurang dari 1-% dari jumlah dengan velositas maksimal berupa 19 terhadap epitelium.
Km stromal adalah 76 nM dan Km epitelial adalah 13 nM. Perbedaan ini antara kinetik
stromal dan epitelial digunakan untuk mendeduksikan keberadaan kedua isoenzim yang
berbeda dari 5α – reduktase (Andersson et al, 1991).
Pada manusia, tikus, dan monyet terdapat dua isoenzim dari 5α – reduktase
(tabel 102-3). Isoenzim manusia dan tikus terhadap 5α – reduktase terdiri dari 254 hingga
260 asam amino dengan berat molekular 28 hingga 29 kD. Enzim ini terglikosilasi N- dan O-
dan memiliki presentasi tinggi dari asam amino hidrofobik yang terdistribusi pada enzim
secara keseluruhan. Lokalisasi kromosomal pada gen isoenzim 5α – reduktase manusia
telah dilaporkan; enzim tipe 1 adalah pada ujung ekstrim dari lengan pendek kromosom 5,
dan gen tipe 2 manusia ada pada lengan pendek dari kromosom 2. Terdapat 49% homologi
antara enzim tipe 1 dan 2 pada manusia. Properti dari enzim ini telah dibahas dengan
lengkap oleh Russel dan Wilson (1994), dan efek pada pertumbuhan prostat oleh McConnell
(1995). Efek dari finasteride pada aktivitas 5α – reduktase telah ditinjau oleh Rittmaster
(1994). Enzim tipe 1 adalah pada kulit dan pada kulit kepala dewasa dan dipercaya terlibat
pada pembentukan rambut. Hal tersebut tampak lebih jarang pada epitel prostat dan stroma.
Isoform ditemukan pada kadar normal pada pria dengan defisiensi kongenital dari 5α –
reduktase. Enzim tipe 2 mengalami mutasi pada defisiensi 5α – reduktase dan pada
isoform dominan yang ada pada kelenjar prostat. Enzim tipe 2 tampak pada sel basal
epitelium dan pada sel stromal tetapi tidak ada pada sel epitel sekretori. Hal ini
meningkatkan kemungkinan bahwa stimulasi DHT pada sel epitelial berasal dari DHT yang
dikonversi dalam sel stromal atau basal. Silver dan kawan-kawan (1994) telah mempelajari
ekspresi tipe sel spesifik dari reduktase ini, sebagaimana regulasinya. Tampaknya bahwa
5α – reduktase tipe 2 pada prostat tidak berubah secara dramatis pada individu yang
mengalami ablasi androgen jangka pendek.
Berman dan kolega (1995) telah mempelajari distribusi dari dua isoenzim 5α –
reduktase pada traktus urogenital fetal tikus. Pada 17 hingga 21 hari perkembangan
ekspresi gen tipe 1 yang predominan pada sel epitelial; gen tipe 2 terbatas pada sel
mesenkimal. Hal tersebut benar baik pada keadaan dependen testosteron dan anlagen
dependen DHT pada traktus urogenital. Investigator mengobservasi bahwa androgen dapat
menstimulasi ekspresi darigen tipe 2 pada traktus urogenital tetapi tidak pada gen tipe 1.
Mereka memperkirakan bahwa gen 5α – reduktase tipe 2 menunjukan kontrol umpan balik
positif dimana produk enzim, DHT, dapat menstimulasi ekspresi gen; akan tetapi, tidak ada
bukti regulasi tersebut baik pada gen 5α – reduktase yang terdeteksi pada fetus.
Sebagai kesimpulan, 5α – reduktase memiliki kepentingan yang besar karena
produk DHT adalah penting pada diferensiasi dari prostat saat perkembangan fetus
dan karena mutasi pada 5α – reduktase memberikan peningkatan pada bentuk jarang
dari pseudohermafroditisme. Pada fisiologi prostat, ekspresi dari gen 5α – reduktase
diregulasi oleh androgen baik pada prostat dan liver. Juga dipercaya bahwa 5α –
reduktase terlibat pada pola kebotakan pria, jerawat, dan hirsutisme sebagaimana pada
BPH. 5α – reduktase inhibitor finasteride (inhibitor tipe 2) dan dutasterid (inhibitor tipe
1 dan 2) secara klinis merupakan obat yang bermanfaat dalam terapi BPH dan pola
kebotakan pria ketika diberikan pada pasien yang sesuai.
Setelah DHT terbentuk dari testosteron dalam prostat; kemudian diarahkan pada seri
dari reaksi metabolik berkebalikan untuk membentuk 3α -diol (5α – androstane -3α, 17β-diol)
dan 3β-diol (5α – androstane -3 β, 17β-diol) (lihat gambar 102-8). Enzim yang melakukan
transformasi dari DHT adalah 3α- atau 3β – hidroksisteroid oksidoreduktase. Enzim ini
menggnakan NADP sebagai kofaktor, tetapi sebaliknya 5α – reduktase juga dapat
menggunakan nikotinamid – adenin dinukleotida (NAD). Keseimbangan terhadap
metabolisme dari DHT memungkinkan pembentukan DHT, dimana, kelompok 3-hidroksi dari
3α – diol dan 3β – diol teroksidasi menjadi 3-keton yang tampak pada DHT. Diketahui
bahwa 3α – diol yang diberikan pada hewan adalah androgen kuat melalui konversi cepat
menjadi DHT efektif. Disisi lain, 3β – diol tidak efektif seperti androgen karena secara cepat
dan ireversibel dikonversi menjadi bentuk triol oleh hidroksilasi pada posisi 6α dan 7α (lihat
gambar 102-8). Triol adalah produk akhir dari metabolisme testosteron tetapi larut air dan
inaktif sebagai androgen disebabkan mereka tidak dapat membentuk ulang DHT. Steroid
juga dapat membentuk glukuronid atau konjugat sulfat dan dapat disekresi kedalam bentuk
yang lebih larut. Sebagai kesimpulan, testosteron secara ireversibel dimetabolisme
menjadi DHT yang sebanding dengan reduksi steroid lainnya secara primer melalui
oksidasi dan reduksi pada 3 posisi. Steroid mengalami inaktivasi dengan menjadi
terhidroksilasi secara ireversibel menjadi triol inaktif.

Gambar 102-8. Jalur metabolik untuk testosteron didalam prostat. Testosteron secara
ireversibel dimetabolisme oleh 5α-reduktase menjadi dihidrotestosteron (DHT),
dimana kemudian secara reversibel diubah menjadi 3α – diol dan 3β-diol. 3β-diol
secara ireversibel diinaktivasi mejnadi lebih larut sebagai 6 α – triol dan 7α – triol. 3α
– HSD, 3α – hidroksisteroid dehidrogenase.

Regulasi Androgen terhadap Interaksi Stromal – Epitelial

Saat ini tampak jelas bahwa terdapat interaksi dinamis dan resiprokal antara fungsi
sel epitelial dan sel stromal (Steiner, 1993; Cunha, 1994; Sikes et al, 1995; Cunha et al,
2003, 2004). Interaksi silang dimediasi melalui organisasi spasial dari elemen matriks
ekstraseluler yang membentuk hubungan membran basal. Hubungan ini ada, menyaring,
dan mengorganisir sinyal dua arah parakrin dan aliran informasi diantara dua kompartemen
selular. Sebagai contoh, cairan, gas, nutrien, hormon, dan banyak faktor pertumbuhan yang
tiba pada prostat melalui sirkulasi dan harus melewati awalnya melalui substansi dasar
stromal, matriks ekstraselular, dan membran basal sebelum mencapai sel epitel sekretori
basal. Awal pada perkembangannya, fungsi dari elemen epitelial dan mesenkimal (stromal)
bervariasi sebagaimana tipe sel, komposisi, properti, dan interaksi. Hal tersebut merupakan
integrasi sistem biologis dari dua elemen jaringan sebagaimana dinamikanya saat penuaan
yang memainkan peting apda dungsi prostat sebagai unit dan kelenjar. Tentu, hal tersebut
merupakan pemecahan dari interaksi jaringan yang merupakan satu penanda dari
pertumbuhan abnormal dari prostat yang dimulai pada awal kehidupan dan diinisiasi pada
beberapa waktu setelah virilasasi makismal, kira-kira pada usia 25 tahun. Prostat sangat
rentan pada gangguan permanen dini pada bentuk dan struktur sebagai konsekuensi
genetik, lingkungan, diet, atau faktor metabolk dengan penuaan (Risbridger et al, 2005).
Faktanya, peting untuk menghubungkan antara perubahan hormonal (androgen dan
estrogen) yang terjadi saat periode fetal atau neonatal yang menetap dan oleh karena itu
dapat menyebabkan onset gejala pada kehidupan mendatang. Dengan penuaan, saat
periode usia 50 hingga 60 tahun, organ ini berprogesi lamba melalui transisi dari anatomi
histologi zona normal dan berfungsi pada tanda dini dari BPH, atrofi inflamasi prostatik,
hingga neoplasia interepitelial prostat, dan akhirnya beberapa tipe dari adenokarsinoma
prostat. Konsep ini telah dipelajari pada beberapa model tikus (Rajfer dan Coffey, 1978,
1979; Naslund dan Coffey, 1986, 1987; Prins dan Birch, 1995; Singh et al, 1999; Prins et al,
2001; Risbridger et al, 2005).

Tabel 102-3. Properti dan Distribusi dari 5α – Reduktase Tipe 1 dan 2

Tipe 1 Tipe 2
Kromosom 5p12 2p23
Berat molekul 29,000 28,000
Asam amino 259 254
Ekson 4 4
Intron 5 55
Homologi 49% 49%
pH optima Alkalin (6-8.5) Asam (5.0)
Km testosteron (µM) 1.5 0.1-1.0
Ki finasterid (nM) 325 12
Waktu paruh (jam) 20-30 20-30
Defisiensi 5α – reduktase Normal Mutasi

Sel Prostat
Manusia
Epitelial luminal ± -
Epitelial basal - +
Stromal ± +
Kulit + -
Tikus
Sel prostat
Epitelial luminal - -
Epitelial basal + -
Stromal - +

Molekul Sel Adhesi

Interaksi matriks ekstraseluler dan sel ke sel menjadi target utama dalam
pemahaman mengenai bagaimana fenotipe sel ini diregulasikan. Reseptor transmembran
pada sel permukaan meluas melalui membran plasma dan membentuk jembatan secara
langsung menghubungkan sitoskeleton dengan protein dan reseptor yang terletak pada
matriks ekstraseluler atau pada sel tetangga. CAM dibagi menjadi 4 tipe utama: (1) integrin,
yang menghubungkan sel dengan membran basal dan komponen matriks ekstraselular
melalui interaksi heterodimer; (2) kadherin, yang menghubungkan sel dengan sel tetangga
melalui polimer homotipik; (3) selektin, yang menghubungkan sel menuju struktur
karbohidrat terutama pada sistem vaskular; dan (4) molekul adhesi superfamili
imunoglobulin (Ig). Studi yang paling luas dari CAM pada prostat berdasarkan urutan
ketertarikannya adalah E-cadherin, yang mengikat PrECs satu sama lain, dan CD71, yang
berikatan dengan transferin, sebagaimana dengan beberapa dari molekul integrin. Ikatan ini
telah disurvei pada garis sel tumor prostat secara in vitro (Rokhlin dan Cohen, 1995), tetapi
kerja yang lebih luas dilakukan secara in vivo dalam prostat yang berkembang normal dan
kanker prostat.
Integrin dibentuk dari dua heterodimer yang berikatan secara kovalen yang
dinamakan subunit α dan β. Integrin ini bertindak secara eksternal untuk mengontak
reseptor matriks esktraselular dari fibronektin, fibrinogen, kolagen dan laminin sebagaimana
glikosaminoglikan dalam proteoglikan dari matriks ekstraselular. Domain reseptor integrin
didalam kompartemen sel bertindak sebagai titik fokal dalam menentukan struktur dan
susunan dari sitoskeleton. Kurang lebih dari 8 subunit α dan β dapat berinteraksi pada
heterodimer yang berbeda dimana spesifik terhadap jaringan dan dapat menjadi beberapa
tipe bahkan pada satu sel. kombinasi berbeda dapat memiliki derajat yang bervariasi dalam
aktivitas ikatannya dengan komponen matriks ekstraselular. Sebagai contoh, α3β1 berikatan
dengan laminin, kolagen, dan fibronektin dan demikian dengan mengenali triplet asam
amino pada protein ini yang dibentuk oleh arginin, glisin, dan asam aspartat (RGD).
Tipe lain dari reseptor transmembran juga meluas dari sel untuk membentuk kontak
langsung sel ke sel dengan sel tetangga dengan mengenali reseptor serupa dan
membentuk ikatan homodimer. Beberapa dimer homofilik yang memerlukan kalsium untuk
interaksi terhadap pembentukan ikatan sel ke sel dengan sel tetangga dinamakan cadherin.
4 dari tipe sel tersebut telah di klon. Sel tersebut mengandung 723 menjadi 748 asam amino
yang tersusun dari peptida tunggal, sebuah regio ekstraselular dengan tiga domain
pengulangan., sebuah regio transmembran hidrofobik dan sebuah ekor panjang sitoplasmik.
Terdapat kurang lebih 50% homologi sepanjang spesies dan diantara integrin. Kadherin
diklasifikasikan kedalam tiga subtipe: E-cadherin, ditemukan pada sel epitel (juga
dinamakan uvomorulin, sel CAM 120/80, ARC-1 atau L-CAM); dan P-cadherin, ditemukan
secara primer pada plasenta dan epitelium (Albeva, 1994). Pada sel prostat, sebagai
contoh, E-cadherin meluas pada permukaan membran membentuk kontak dengan sel
tetangga dan membentuk sebuah homodimer, dan E-cadherin meluas kedalam sel dengan
lewat melalui membran yang akan membentuk pusat terorganisir yang mengikat kompleks
dari tiga protein sitoplasmik yang dinamakan catenins α, β, dan γ. Kompleks ini terlokalisir
pada zonula pelekat pada sel dan berpartisipasi pada pembentukan hubungan dan
stabilisasi sitoskeleton. Sistem matriks yang saling mengunci ini berinteraksi membentuk
jaringan struktural yang meluas secara eksternal dari kontak sel ke sel dan interaksi matriks
ekstraselular dan kemudian secara internal terhadap penyusunan sitoskeleton dan secara
sentral, berakhir dengan kontak langsung dengan matriks nukleus yang membentuk
penyusunan jaringan spesifik DNA.
Interaksi dari matriks jaringan non histon meregulasi banyak aspek dari fungsi DNA
yang terlibat pada pertumbuhan dan diferensiasi. (Getzenberg et al, 1990; Boccardo et al,
2003). Protein non histon seperti kelompok protein mobilitas tinggi (HMG) termasuk HMGI/Y
(HMGA) yang berpartisipasi pada sejumlah proses selular, seperti regulasi dari transkripsi
gen yang diinduksi, integrasi dari retrovirus kedalam kromosom dan induksi dari
transformasi malignan (Reeves dan Beckerbauer, 2003). Melalui interaksi protein-DNA dan
protein-protein, anggota dari keluarga HMGA dapat mempengaruhi pertumbuhan, proliferasi
sel, diferensiasi, dan kematian sel; mereka mempengaruhi dinamik kromosom dengan
bekerja pada faktor transkripsi arsitektur yang mempengaruhi beberapa gen yang memiliki
dampak pada struktur jaringan dan organisasi. Kelas gen ini sering mengalami peningkatan
regulasi pada kanker (Reeves dan Beckerbauer, 2003). Tipe interaksi jaringan matriks ini
adalah penting dalam mengenali interaksi stromal – epitelial karena mereka membentuk
hubungan struktural langsung dan komunikasi antara stroma dan epitel DNA nukleus.
Ringkasannya, dibawah pengaruh hormonal (estrogen dan androgen) dan diet, regulasi dari
struktur kromatin dan penyusunan melalui jalur histon dan non histon yang menggantikan
dan mempertahankan susunan jaringan sebagaimana interaksi pada keadaan sehat dan
sakit.
Diskusi pada titik ini, telah mempertimbangkan elemen yang tidak larut secara primer
yang menginduksi interaksi stromal-epitelial, tetapi hormon larut seperti steroid, vitamin, dan
faktor pertumbuhan juga penting (Sikes et al, 1995). Sel stromal prostat mengandung
reseptor steroid dan berespon baik pada androgen dan estrogen (lihat diskusi sebelumnya).
Androgen dan estrogen dapat mengganggu pembentukan kolagen (Coffey dan Walsh,
1990) dan komponen matriks ekstraselular lainnya, seperti glikosaminoglikan, pada prostat
(DeKlerk et al, 1984; DeKlerk and Human, 1985; Kofoed et al, 1990; Horsfall et al, 1994).
Sebagai ringkasan, komponen yang berbeda pada interaksi matriks dapat baik
memiliki peran inhibisi pada regulasi negatif dari pertumbuhan prostat normal atau
peran positif dalam menegakkan pertumbuhan tumor. Terdapat banyak hipotesis
yang mempertimbangkan mekanisme dari interaksi stromal – epitelial, tetapi mereka
perlu mendapat penyelesaian.

Pesan Kunci: Molekul sel adhesi


 Reseptor transmembran pada permukaan sel meluas keluar melalui membran
plasma dan membentuk sebuah jembatan yang secara langsung menghubungkan
sitoskeleton dengan protein dan reseptor yang terletak pada matriks ekstraselular
atau pada sel tetangga
 CAM dibagi menjadi 4 tipe uta,a: integrin, dimana menghubungkan sel dengan
membran basal dan komponen matriks ekstraselular melalui interaksi heterodimer;
cadherins, yang menghubungkan sel pada sel tetangga melalui polimer homotipik;
selektin, yang menghubungkan sel dengan bentuk primer karbohidrat pada sistem
vaskular; dan molekul adhesi superfamili Ig.

Regulasi Pertumbuhan Prostat pada Level Molekular: Reseptor Steroid

Pada hampir keseluruhan sel dalam tubuh, steroid dapat memasuki nukleus, tetapi
hanya beberapa sel yang dapat mempertahankan steroid ini didalam nukleus pada waktu
yang panjang. Sel yang mempertahankan steroid memiliki reseptor yang spesifik terhadap
steroid, yang dapat mergulasi gen sensitif steroid yang spesifik didalam nukleus untuk
menganggu ekspresi dari beberapa protein. Afinitas AR terhadap sisi akseptor nukleus
dimana berikatan pada nukleus kemungkinan adalah kompilasi dari ikatan terhadap sekuens
spesifik dari DNA (elemen respon androgen) sebagaimana ikatan spesifik jaringan terhadap
faktor koregulator. Ambilan dan ikatan dari AR dalam nukleus diregulasi oleh keberadaan
ligan androgen yang terikat pada reseptor, menyebabkan aktivasi reseptor. Ketika androgen
tidak tampak, reseptor mengurangi afinitasnya terhadap ikatan nukleus dan secara mudah
dihilangkan; tentunya, dibawah kondisi kebiri, reseptor dapat keluar menuju sitoplasma
(Husmann et al, 1990). Teknik imunohistokimia mengindikasikan bahwa keberadaa
androgen dimana AR melokalisasi secara primer terhadap nukleus.
Prostat dan vesikula seminalis mengandung AR yang spesifik steroid dan berafinitas tinggi
(10-9 – 10-10 Kd) tersatuasi (100 – 1000 fmol reseptor per mg DNA ekuivalen terhadap
jaringan) yang pertama kali dideskripsikan oleh Liao dan Fang pada tahun 1969. Terdapat
5000-20.000 molekul dari reseptor ini per sel, lebih dari kemampuan ikatan pada elemen
respon androgen, yang mungkinlebih sedikit dibandingkan 400. Fungsi AR klasik telah
ditandai sebagai proses genomik, dimana beberapa transgen yang pasti diregulasi oleh AR
teraktivasi. Lebih terkini, akan tetapi, perhatian telah difokuskan pada mekanisme non
genomik dari aksi androgen (Benten et al, 1997; Jones et al, 2004). Aksi androgen
nongenomik terjadi melalui AR yang sama uyang terlibat pada regulasi genomik masih perlu
ditentukan. Susunan dan regulasi hormonal dari AR sebagaimana penggunaannya telah
ditinjau dengan detail (Gelmann, 2002; Black and Paschal, 2004; McEwan, 2004).

Reseptor Androgen

Kloning dari AR manusia dan ekspresinya adalah kejayaan dalam studi dari
mekanisme kerja dari androgen (Chang et al, 1988b; Lubahn et al, 1998). Hal ini memicu
pada studi dari sekuens gen dan produk protein – dan bagaimana gangguannya diperoleh
dari sindrom insensitivitas androgen – sebagaimana fungsi reseptor (Chang et al, 1995).
Gen AR adalah pada lengan panjang dari kromosom X pada posisi Xq11.2-q12.
Karena hanya ada satu kromosom X pada pria, hal tersebut merupakan gen kopi tunggal.
Sekuens pengodean untuk gen ini dibagi menjadi 8 ekson yang ditranskripsikan dan
diproses menjadi mRNA dan kemudian berturut-turut ditranslasi menjadi protein. Genomik
total DNA memiliki panjang minimal 80 kilobasa (Marcelli et al, 1990) tetapi membentuk
pesan akhir hanya 10.6 kilobasa, dimana hanya 17% dari gen total, dengan pembuka
cetakan bacaan yang terdiri dari 2757 pasang basa. Hal ini serupa dengan penyusunan dari
banyak reseptor steroid lainnya yang juga mengandung informasi dari 8 ekson, seperti
progesteron dan ER. AR adalah bagian dari superfamili reseptor nukleus, dimana
merupakan kelompok dari faktor transkripsi terinduksi ligan. Superfamili reseptor nukleus
memiliki lebih dari 200 anggota pada saat masuk (Escriva et al, 2004). Keseluruhan reseptor
ini berbagi beberapa temuan struktural yang memungkinkan mereka meregulasi ekspresi
gen, walaupun ligan dari banyak reseptor tersebut untuk diidentifikasi (disebut sebagai
reseptor tiri). Reseptor tersebut termasuk reseptor glukokortikoid, reseptor asam retinoat
(RXR dan RAR), reseptor vitamin D, reseptor estrogen dan progesteron, reseptor
peroksisom yang diaktivasi proliferator (PPAR-γ), dan banyak reseptor tiri. Seperti reseptor
steroid lainnya, AR dibagi menjadi tiga domain berbeda, domain modular: domain terminal
amino, domain pengikat DNA, dan pengikat ligan karboksil-terminal. Meskipun kesamaan
susunan struktural dari keseluruhan reseptor nukleus, aktivasi reseptor berbeda
menyebabkan respon selular bermakna yang berbeda. Analisis mutasional dari AR pada
manusia memungkinkan gambaran detail dari variasi fungsi yang berbeda, dimana diagram
tersebut secara skematik pada gambar 102-9.
Pergerakan (arah 5’) dari tempat inisiasi transkripsi adalah elemen regulator dari gen
yang mengontrol ekspresinya. Biasanya mengandung boks GC dibandingkan dengan klasik
TATA dan CCAAT, yang sering ditemukan pada promotor polimerase II – bergantung gen.
Dekat dengan tempat inisiasi yang terletak hanya pergerakan 70 pasang basa adalah 50
pasang basa regio kaya – purin yang merupakan elemen kerja cis untuk transkripsi AR.
Terdapat elemen kerja cis, termasuk sebuah AP-1 (yang terikat oleh heterodimer c-Fos dan
c-Jun) dan sebuah RARE (asam retinoit elemen respon) sebagaimana elemen respon siklik
adenosin monofosfat (cAMP) (AR/CRE1). Hal ini menunjukan regulasi eksprei dari gen AR
dapat melibatkan cAMP, aktivasi dari c-Fos / c-Jun, atau retinoid (Kuiper et al, 1989; Faber
et al, 1993; Mizokami et al, 1994; Young et al, 1994). Aktivasi dari AR tampak berupa fungsi
dari tahap berlanjut termasuk pembentukan kompleks awal dengan chaperionin tertentu,
ikatan ligan, modifikasi pasca translasional, dimerisasi, lokalisasi nukleus, dan ikatan
dengan reseptor terhadap kompleks koaktivator transkripsi yang mengalami pengulangan
model kromatin, tempat inisiasi target, dan stabilisasi mesin RNA polimerase II terhadap
pengulangan tahapan transkripsi. Untuk setiap temuan dibahas pada konteks temuan
struktrual yang diketahui adalah reseptor yang digambarkan pada gambar 102-10.

Gambar 102-9. Struktur dari protein reseptor androgen manusia. Reseptor androgen
dibagi menjadi beberapa domain fungsional termasuk domain pengikat DNA
(bergantung pada dua jari zink), domain pengikat steroid (terdiri dari sebuah kantong
hidrofobik), motif lokalisasi nukleus, dan beberapa tempat pengikatan koaktivator –
korepresor. Terdapat 3 pengulangan polimorfik dari glisin, prolin, dan glutamin,
dengan variasi ukuran diantara populasi berbeda. Posisi relaitf dari elemen fungsional
ditunjukan dalam skala.
Gambar 102-10. Mekanisme aktivasi reseptor androgen (AR) oleh ligan. Androgen
memasuki membran sel melalui difusi pasif dan berikatan dengan reseptor androgen
didalam sitolasma. AR ada pada keseimbangan dengan kompleks chaperonin, terdiri
dari setidaknya 8 komponen yang berbeda, termasuk Hsp90, Hsp70, Hip, p60, p23,
FKBP51, FKBP52, dan Cyp40. Sekali teraktivasi oleh ikatan ligan, modifikasi post
translasional terjadi, seperti fosforilasi. Secara kontemporer, dimerisasi terjadi, dan
aktivasi dari reseptor modifikasi androgen mengalami translokasi kedalam nukleus
melalui transport aktif.

Ikatan Chaperonin

Segera setelah produksi pada ribosom, bentuk kompleks reseptor dengan beberapa
protein lain seperti chaperonin. Chaperonin ini membentuk kompleks agregat, yang
diketahui sebagai koompleks 8S, pada referensi terhadpa ukuran kompleks pada analisis
sedimentasi gradien sukrosa. Kompleks chaperonin ini termasuk setidaknya 8 komponen
yang diketahui (Hsp90, Hsp70, Hip, p60, p23, FKBP51, FKBP52, dan Cyp40), yang
bertindak sebagai sekuester reseptor terhadap kolam inaktif (lihat gambar 102-10). Dengan
analogi terhadap reseptor progesteron, yang telah memiliki kejelasan bergantung pada
biologi molekuler dari kompleks chaperonin (Nair et al, 1996; Pratt and Toft, 1997; Smith,
2000), AR dapat mengalami disosiasi menjadi bentuk monomerik (4S pada sentrifugasi
gradien sukrosa) yang setara dengan bentuk 8S, dengan spesies yang lebih besar yang ada
pada kompleks chaperonin. Kompleks besar ini dapat terutama oleh aksi massa itu sendiri,
karena protein syok panas dapat ada sebagai protein terbanyak dalam sel. Walaupun AR
tidak kompleks, AR rentan terhadap langkah pemrosesan pasca translasi yang berbeda,
termasuk fosforilasi atau glikosilasi. Interaksi tersebut kemudian dapat menghambat
reasosiasi dengan chaperonin, memicu pada aktivasi bergantung ligan, aktivasi tidak
bergantung ligan, atau inaktivasi reseptor dengan degradasi yang dimediasi proteosom.
Bukti seperti mekanisme yang termasuk pada sekuens PEST seripa dengan satu dari
reseptor vitamin D yang tampak pada regio hinge dari keseluruhan mamalia dengan AR
yang diketahui, menunjukan bahwa hal tersebut dapat berfungsi pada degradasi AR yang
dimediasi proteosom. Lebih lanjut inhibisi proteosom memicu pada peningkatan signifikan
dari isoform AR (Sheflin et al, 2000).

Domain Ikatan DNA

Dekat dengan ujung dari ekson 1 dan memanjang hingga ekson 3 adalah sekuens
pengode dari domain ikatan DNA. Domain ikatan DNA AR terdiri dari 72 asam amino yang
kaya pada sistein dan mengode dua jari motif zink, yang memungkinkan pengenalan
spesifik dari beberapa sekuens DNA yang dirujuk sebagai elemen respon androgen. Elemen
tersebut terutama terdiri dari pengulangan terpisah palindromik oleh tiga spaser nukleotida –
sebagai contoh, GG(A/T)ACAnnnTGTTCT (Roche et al, 1992). Kristalografi sinar X dari
beberapa reseptor steroid (reseptor glukokortikoid dan reseptor progesteron) telah
menunjukan bahwa jari zink pertama mengarahkan sekuens secara spesifik terhadap ikatan
dengan secara langsung mengontak basa DNA pada sulkus mayor; jari zink kedua berfungsi
untuk menstabilkan kompleks protein – DNA dengan mengontak ikatan tulang punggun gula
– fosfat. Walaupun interaksi protein – DNA tampaknya secara luas terbatas pada motif jari
zink, sekuens dari terminal amino yang tampak penting dalam stabilisasi struktur ini karena
mutasi pada regio ini menyebabkan hilangnya afinitas ikatan DNA secara ringan. Domain
ikatan DNA pada jari zink pada reseptor molekul steroid sangat terkonservasi. Pada regio ini
dari ekson 2 ke 3, terdapat 79% homologi dengan reseptor progesteron, sebuah 76%
homologi dengan reseptor glukokortikoid dan sebuah 56% homologi dengan ER (Chang et
al, 1988a, 1988b). homologi terdekat dari AR adalah dengan reseptor porgesteron (Lubahn
et al, 1988; Marcelli et al, 1990). Mutasi asam amino pada area ini dari AR dapat
membentuk reseptor tidak mampu mengaktivasi gen yang sensitif androgen (Govindan,
1990), yang merupakan basis dari satu sindrom insensitivitas androgen yang diturunkan –
feminisasi testikular.
Ikatan domain DNA yang berikatan dengan tempat regulator DNA pengenal, yang
disebut sebagai hormon respon elemen. Hormon respon elemen dapat dibagi menjadi
kelompok berbeda pada dasar dari temuan struktural yang sering dimana keseluruh
kelompok reseptor mampu berikatan. Hormon respon elemen kelas I termasuk reseptor
glukokortikoid, reseptor progesteron, dan reseptor mineralokortikoid dan ditandai dengan
sekuens konsensus setengah letak dari TGTTCT. Hormon respon elemen kelas II termasuk
ER, yang memiliki sekuens separuh letak prototipe berupa TGACC. Hormon respon elemen
dimana AR telah menunjukan ikatan diantara sub kelompok kelas I (Tan et al, 1990).
Sekuens konsensus untuk elemen respon androgen telah ditentukan oleh pemeriksaan
pemilihan letak ikatan RNA dengan fusi protein AR menjadi GG(A/T) ACAnnnTGTTCT
(Roche et al, 1992). Tempat ikatan tersebut ditandai dengan inversi pengulangan
palindromik dengan aksis dyad simetris, mengindikasikan bahwa reseptor berikatan dari
kauda ke kauda. Akan tetapi, elemen respon androgen dari promotor probasin tikus
ditemukan memiliki pengulangan langsung (Schoenmakers et al, 2000). Secara
mengejutkan, data kristalografi sinar X menunjukan bahwa dimer AR berikatan secara
langsung untuk mengulang sekuens target pada keadaan kauda – kauda, mempertahankan
orientasi normal dari sekuens target pengulangan terinversi (Shaffer et al, 2004). Untuk
dicatat, hanya AR yang ditemukan berikatan dengan sekuens target pengulangan langsung
dengan orientasi secara normal yang diharapkan dari pengulangan terbalik. Perbedaan ini
dapat menunjukan satu jalan AR mempertahankan spesifisitas regulasi gen target.

Domain Ikatan Ligan

Aktivasi bergantung ligan ditandai dengan dimerisasi reseptor ligan, modifikasi pasca
translasional (Contoh fosforilasi), translokasi nukleus, dan aktivasi gen target bertahap (atau
represi). Dipercaya bahwa ikatan baik DHT atau testosteron terhadap domain pengikat ligan
dapat memfasilitasi proses ini, walaupun afinitas ikatan DHT secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan testosteron. Ikatan androgen terhadap domain ikatan ligan karboksil terminal
yang diperlukan pada saat aktivasi; akan tetapi, delesi dari domain ikatan ligan dapat
memicu secara konstitutif AR aktif. Pada kanker prostat, beberapa isoform spliser telah
diidentifikasi bahwa memicu pada fungsi aktif secara konstitutif (Hu et al, 2011). Sehingga,
setidaknya bagian dari interaksi dengan kompleks chaperonin melibatkan porsi karboksil
dari reseptor (Marcelli et al, 1990). Akan tetapi, mutasi titik kecil dari regio ikatan ligan dapat
memicu perubahan signifikan dari karakteristik aksi AR. Sebagai contoh, mutasi titik tunggal
pada domain ikatan ligan dari AR (codon 877, Thr → Ala) teridentifikasi pada garis sel
LNCaP dari kanker prostat yang memicu kelemahan yang terinduksi dari steroid yang tidak
sesuai seperti progesteron dimana mempertahankan kemampuan untuk menstimulasi
androgen. Marcelli dan kolega (1990) melaporkan bahwa mutasi pada AR dengan asam
amino 587 atau 794 adalah inaktif pada pemeriksaan ikatan androgen dan untuk aktivasi
transkripsional. Akan tetapi, pengembalian asam amino dari 708 pada ujung karboksil pada
917 (contoh keseluruhan domain ikatan ligan) memicu pada sintesis dari reseptor protein
yang tidak mengikat androgen tetapi masih aktif secara konstitutif pada transgen teraktivasi.
Sebagaimana obat baru telah tersedia untuk kanker prostat yakni penekan aksis androgen,
resistensi terhadap agen baru ini (contoh abirateron dan enzalutamid) dapat melibatkan
beberapa isoform splises AR, atau secara potensial bahkan peningkatan regulasi dari
reseptor steroid lainnya (Sharifi, 2014).

Dimerisasi

Identifikasi dari struktur palindromik dari beberapa hormon respon elemen dari
keseluruhan reseptor steroid memicu pada pernyataan bahwa faktor transkripsi ini berikatan
dengan DNA sebagai dimer. Analisis berturut-turut dari interaksi reseptor DNA telah
mengonfirmasikan hipotesis ini dan dimerisasi adalah saat ini diperkirakan untuk
menunjukan langkah penting dalam regulasi dari aksi reseptor steroid. Pengulangan heptad
hidrofobik dimana domain ikatan ligan pada kodon 859 hingga 880 dikonservasi sepanjang
dengan seluruh reseptor steroid dan diperkirakan penting untuk dimerisasi afinitas tinggi,
diasumsikan melalui aksi dari ikatan-DNA jari zink pada elemen respon androgen
palindromik. Penghilangan domain ikatan DNA tidak menghambat dimerisasi afinitas tinggi
yang ada pada domain ikatan ligan. Sinyal dimerisasi kuat tampak terkait dengan
penampakan hidrofobik heliks-α yang terbentuk dari heptad terkonservasi (Centenera et al,
2008).

Modifikasi Post Translasional

Sekali AR berikatan dengan ligan steroid dan disosiasi dari kompleks chaperonin, hal
tersebut rentan terhadap variasi modifikasi post translasional, dimana dapat secara
signifikan mempengaruhi fungsi dan kematian reseptor. Sebagai contoh, AR dapat
mengalami asetilasi (Fu et al, 2004) atau fosforilasi (Goueli et al, 1984). Pada bagian ventral
prostat tikus telah dilaporkan bahwa kejadian ini terjadi melalui protein kinase dependen
cAMP nukleus (Kemppainen et al, 1992). Fosforilasi reseptor dapat menjadi sebuah
mekanisme penting dalam translasi nukleus dari reseptor steroid sebagaimana ikatan DNA
dan regulasi transkripsional. Stimulasi fosforilasi tampak optimal dengan ikatan agonis
androgen, karena agen antagonis seperti flutamid tampak menjadi tempat defosforilasi yang
diharapkan, menunjukan bahwa status fosforilasi dapat terkait dengan aktivitas penting dari
reseptor (Wang et al, 1999). Baik residu serin dan tirosin telah ditemukan mengalami
fosforilasi pada reseptor steroid lainnya (Landers and Spelsberg, 1992; Sadar et al, 1999).
Sebagai tambahan terhadap fosforilasi oleh protein kinase A, AR Juga tampak menstimulasi
mitogen teraktivasi protein kinase, yang menyediakan keadaan yang berbeda pada regulasi
aktivitas gen karena kinase tersebut sering dimodulasi oleh faktor transkripsi lainnya, seperti
Elk-1 (Peterziel et al, 1999). Prostat kaya akan sumber asam fosfatase, dan beberapa
menyarankan bahwa enzim ini dapat aktif dalam meregulasi residu fosfotirosil pada AR,
sehingga meminkan peran defosforilasi dan inaktivasi AR (Goldsteyn et al, 1989), walaupun
hubungan ini tentu tidak saling berdampak.

Lokalisasi Nukleus

Setelah aktivasi ikatan oleh ligan steroid AR ditranspor menuju nukleus sepanjang
komples pori nukleus melalui proses yang melibatkan setidaknya persinyalan nukleus
terlokalisasi, satu untuk import dan satu untuk eksport nukleus. Bukti dari translokasi
nukleus bergantung sinyal pada lokalisasi nukleus ditegakkan dengan baik dan dapat
ditemukan bervariasi pada protein nukleus, termasuk antigen T SV40 besar. Pada
kebanyakan kasus hal tersebut terdiri dari regangan asam amino dasar. Lokalisasi
persinyalan prototipe nukleus dari antigen T SV40 besar adalah PKKKRKV, walaupun
beberapa sekuens dasar lainnya telah diimplikasikan pada persinyalan lokalisasi nukleus.
Lokaslisasi nukleus pada AR tampak melibatkan tahap multipel, termasuk ikatan pada
persinyalan lokalisasi nukleus asam amino dasar. Lokalisasi nukleus dari AR tampak
melibatkan langkah multipel, termasuk ikatan pada persinyalan asam amino nukleus dasar
terhadap importin α dan β, terletak pada kompleks importin-cargo menuju lubang nukleus,
translokasi terhadap nukleus dan pelepasan terkait Ran-GTP dari kargo (Rao et al, 2002).
Dua regio reseptor steroid telah memperoleh perhatian paling banyak sebagai regulator
kepadatan reseptor. Regio pertama adalah regio jari zink terkitat DNA kedua, bersamaan
dengan regio pinggang hinge (NL1) yang terdiri dari sinyal bipartit yang termasuk pada
pinggang leusin dan sinyal inti 628RKLKKLGN (Kemppainen et al, 1992; Ylikomi et al, 1992;
Poukka et al, 2000). Akan tetapi, persinyalan nukleus putatif peptida tidak cukup dengan
sendirinya sebagai translokasi dengan efisiensi tinggi; dan oleh analogi terhadap reseptor
steroid lainnya, sebagai tambahan lokalisasi persinyalan nukleus dapat ada pada domain
ikatan steroid (Kemppainen et al, 1992). NL1 bertindak secara konstitutif dan berpartisipasi
pada import nukleus cepat yang difasilitasi oleh ikatan dengan importin-α (Savory et al,
1999). Sejumlah koregulator dari reseptor steroid yang dimediasi transaktivasi yang
berinteraksi dengan regio yang melibatkan NL1 (Jackson et al, 1997; Moilanen et al, 1998;
Powers et al, 1998; McKenna et al, 1999). Beberapa dari proein ini seperti SNURF dan
Ubc9, kehilangan kemampuannya berinteraksi dengan AR ketika regio bertumpang tindaih
dengan bipartit NL1 yang dihancurkan (Moilanen et al, 1998; Poukka et al, 2000). Sinyal
kedua, NESAR terletak pada domain ikatan ligan (Saporita et al, 2003) dan merupakan sinyal
pengekspor nukleus yang memfasilitasi eksport dari AR ketika tidak terikat dengan ligan.
Antara NL1 dan NESAR, AR secara aktif diacak diantara sitoplasma dan nukleus,
diasumsikan secara ketat diregulasi pada kemampuan intrinsiknya dalam mengaktivasi atau
menekan ekspresi gen.

Gambar 102-11. Mekanisme kerja dari reseptor androgen teraktivasi (AR) – nukleus.
Sekali reseptor androgen telah mengalami translokasi kedalam nukleus akan
mengalami beberapa tahap (banyak yang terjadi secara kontemporer): (1) remodeling
kromatin dalam sebuah adenosin trifosfat (ATP) – bergantung pada kompleks SWI-
SNF; dan (2) agonis (contoh., dihidrotestosteron [DHT]) – dimediasi asetilasi histon
dalam sebuah proses yang melibatkan faktor transmisi multipel termasuk p300, CBP,
dan SRC1. Pada kasus dari beberapa antagonis, deasetilasi histon dapat terjadim dan
aktivasi dari kompleks reseptor nukleus dengan ekspresi gen represor seperti N-CoR
dan SMRT. (3) kompleks reseptor androgen teraktibasi kemudian terkait dengan
faktor γ-trans melalui kompleks TRAP/DRIP (reseptor tiroid – terkait protein / reseptor
D – yang berinteraksi dengan protein) pada sisi yang biasanya mengalami
peningkatan oleh gen target yang diketahui sebagai elemen respon androgen.
Kompleksitas ini kemudian memicu pada aktivasi yang diregulasi androgen perihal
aktivasi ekspresi gen.

Domain Aktivasi Transkripsi

Sekali AR telah mencapai lokalisasi aktif kedalam nukleus, harus terjadi pertemuan
dan ikatan dari sekuens target dari genomik DNA. Mekanisme pasti dimana lokalisasi
reseptor ini terjadi pada gen target masih tidak diketahui; akan tetapi, terdapat bukti yang
muncul yang mengindikasikan proses yang sangat teratur (O’Malley, 2008). Sebagai contoh,
diketahui saat ini bahwa yang disebut faktor pionir seperti FOXA1 ditargetkan terhadap
tempat spesifik kromosomal oleh persinyalan epigenetik, dan kemudian ikatan AR pada
tempat ini secara berurutan meregulasi gen target (Lupien et al, 2008). Sekali AR
mengalami lokalisasi yang sesuai dengan tempat target kromatin, harus di koordinaskan
ikatan terhadap sejumlah faktor terkait merujuk sebagai koaktivator dan korepresor yang
secara berturut-turut meregulasi ekspresi gen (Gambar 102-11). Daftar dari koaktivatior
yang teridentifikasi disediakan pada kotak 102-1. Kebanyakan faktor ini berinteraksi secara
menjanjikan dengan reseptor steroid, walaupun faktor AR yang lebih spesifik secara rutin
ditemukan. Karena sejumlah koregulator potensial secara jelas melebihi kapasitas dari
interaksi langsung dari reseptor tunggal, mekanisme tersering adalah aktivasi transkripsional
oleh AR melibatkan faktor multipe yang bekerja baik secara sekuensial dan kombinasi
perilaku dalam mereorganisasi cetakan kromatin (Pollard dan Peterson, 1998). Waktu dan
sekuens yang tepat dari ikatan dengan faktor ini menetap untuk di jelaskan; akan tetapi,
secara umum, salah satu dapat memecah proses secara empiris kedalam kromatin atau
remodelin nukleosomal (proses dependen energi), aktivitas histon asetil transferase, dan
rekrutment berurutan dari faktor terkait - ikatan protein TATA (TBP), keseluruhan dimana
memberikan rerata peningkatan transkripsi gen oleh RNA polimerase II. Dibawah beberapa
kondisi, seperti ikatan dengan antagonis AR (contoh flutamide), aktivitas asetiltransferase
histon terutama dihambat dan transpersi dapat terjadi. Inhibisi ini pada ekspresi gen tampak
terlibat pada protein korepresor nukleus N-CoR dan SMRT (Class dan Rosenfeld, 2000).
Protein lainnya memainkan peran serupa, seperti pada gen HBO1 (Sharma et al, 2000).
Delesi terminal amino pada regio 46-408 menyebabkan penekanan negatif domain pada
aktivasi transgenik yang diinduksi hormon, mengindikasikan bahwa fungsi koaktivator
memerlukan interaksi didalam letak dan dimana ketiadaan regio ini pada reseptor
membentuk kompleks disfungsional didalam kromatin (Palvimo et al, 1993).
Domain transkripsi dariAR dikode pada ekson 1, dimana merupakan ekson terbesar,
mengandung 1607 pasang basa. Analisis dari regio ini menunjukan regio pengulangan
homopolmerik, termasuk pengulangan kemungkinan 20 glutamin, diikuti oleh rongga yang
mengandung 8 protein pengulangan dan 23 unit pengulangan glusin (Lihat gambar 102-11).
Pengulangan glutamin membentuk lembaran β yang membantu membentuk risleting polar,
yang memungkinkan beberapa interaksi protein – protein. Fusi dari tipe pengulangan
glutamin polimerik dengan domain ikatan DNA GAL4 pada ragi menyebabkan peningkatan
langsung GAL4 pada aktivitas transkripsional, menunjukan kepentingan dari regio ini dalam
memicu aktivasi transgenik (Gerber et al, 1994).
Studi menunjukan bahwa pengulangan poliglutamin tampak berinteraksi langsung
dengan karboksil terminus pada faktor transkripsi p160 (Irvine et al, 2000). Pada populasi
normal pengulangan ini bervariasi sepanjang 11 hingga 31 residu, menyebabkan
polimorfisme alel. Hal ini berarti bahwa manusia yang berbeda memiliki alel dari unit
pengulangan varian poliglutamin. Variasi ini secara rasial didefinisikan, dan telah ditunjukan
bahwa hal ini terkait dengan perbedaan pada rerata insifen dari kanker prostat pada
kelompok dengan etnis berbeda. Paling sering pengulangan panjang CAG pada pasien kulit
putih dengan nilai modal 21; pada Afrika-Amerika, hal ini lebih pendek pada 18; dan pada
Asia, lebih panjang pada rerata 23. Semakin panjang pengulangan glutamin, semakin
rendah aktivitas AR pada gen target teraktivasi. Pasien dengan atrofi muskular bulbar dan
spinal terkait kromosom X, dinamakan penyakti Kennedy, memainkan pengulangan
glutamin yang besar pada jaraak 40 hingga 60. AR pada penyakit Kennedy menunjukan
aktivitas transaktivasi yang kurang bermakna (Laspada et al, 1991). Lebih dari itu, pria
dengan faktor infertilitas pria ditemukan lebih panjang dibandingkan rerata polimorfisme AR
dibandingkan kontrol nomrla (Tut et al, 1997). Studi genetik dari penyakit yang diturunkan
yakni insensitivitas androgen dan overvirilasis sebagaimana perubahan pada mutasi AR
terkait dengan kanker prostat dan properti biologis akan menjadi penolong besar dalam
membuka peran dari AR manusia terkait dengan strukturnya.

Tabel 102-1. Daftar singkatan dari Koaktivator Reseptor Putatif Androgen


ARA24, ARA54, ARA55, ARA70, ARA160
ART-27, ARIP3
β-Catenin
BRCA1, BRCA2
CARM1, CBP, c-Jun, Cdc25B, cyclin E
FHL2 (spesifik terhadap reseptor androgen)
GT198
HBO1
Ku
MAGE 11
Oct-1
p68 helicase, p160, pp32-Rb
pCAF, p300, PGC-1, PNRC, p54nrb
RAC3
RNF-4
SNURF
SRC1, SRC1a, SRC3, SRCAP
TIF2
Tip60
TRAM-1
TRAP/DRIP/GRIP/NRIP
Ubc9, UBCH7
Zac1

Pesan Kunci: Reseptor Androgen


 AR< sebuah protein pengikat steroid intraselular, diaktivasi oleh androgen,
menyebabkan baik aksi genomik dan non genomik, yang kemudian meregulasi aksi
seluler
 Regulasi ini penting terhadap perkembangan prostat, pertumbuhan, dan
homeostasis dan terjadi baik pada kompartemen stromal dan epitelial

Resptor Androgen – Bergantung Remodeling Kromatin

Bagian jaringan dan spesifisitas gen pada pengenalan reseptor dan DNA dapat
bergantung pada penyusunan DNA didalam nukleus (Getzenberg et al, 1990). Kompleks
reseptor steroid dapat berinteraksi dengan hanya gen dimana rego tersebut “terbuka” atau
pada bentuk aktif secara transkripsional. Studi menunjukan bahwa bukaan regio kromatin ini
(eukromatin) dapat meluas hingga panjang 100.000 pasang basa, atau lebih dari 10 kali
ukuran gen pada umumnya, yang biasanya berjarak dari 1000 hingga 10.000 pasang basa.
Tidak diketahui bagaimana jarak panjang DNA terganggu pada konformasi, tetapi dapat
melalui ikatan dengan struktur seperti matriks nukleus, dimana dapat tersusun sebagai
domain lingkaran besar pada regio 60.000 hingga 120.000 pasang basa. Reseptor nukleus
diperkirakan berinteraksi dengan kompleks remodeling kromatin pada keadaan bergantung
ATP, pada proses yang langsung sebagai bagian dari “faktor pioneer” termasuk FOXA1
(Lupien et al, 2008), dan diantaranya dapat merupakan langkah awal dari regulasi terbaik
dari beberapa gen target (Glass and Rosenfeld, 2000).
Saat pembelahan sel, penyusunan kromosom adalah diregulasi spasial untuk setiap
fase kritis dari mitosis (Williams and Fisher, 2003). Regulasi epigenetik dari struktur
kromosom dan fungsi yang sangat tersusun rapi saat pembelahan sel, diferensiasi, dan
perkembangan (Lam et al, 2005; Margueron et al, 2005). Faktanya, protein kromosomal
diperlukan untuk mempertahankan struktur yang telah disusun mulai dari euchromatin,
heterochromatin, dan kromatin sentromerik untuk mempertahankan fungsi sel dan jaringan
yang normal. Untuk mencapai pengaturan yang teratur, pelindung dari DNA direkayasa
melalui sistem yang teratur dari DNA yang tertutup rapat di sekitar delapan komponen histon
inti yang disebut nukleosom. Inti ini terdiri dari dimer H2A, H2B, H3 dan H4, dimana memiliki
kemampuan untuk memadartkan DNA secara langsung yang diregulasi oleh modifikasi
pasca translasional. Regulasi selektif seperti modifikasi histon pasca-translasi tersebut
merupakan mekanisme pengaturan utama untuk ekspresi gen dan dinamakan sebagai kode
histone (lihat Gambar. 102-11). Modifikasi histone meliputi asetilasi, fosforilasi, ubikuitinilasi,
dan metilasi (Downs and Jackson, 2003; He et al, 2003; Cosgrove et al, 2004; Cosgrove and
Wolberger, 2005; Lam et al, 2005).
AR diketahui berinteraksi dengan komponen struktural dari kompleks penyusun
kromatin. Kompleks tersebut termasuk kompleks SWI-SNF multisubunit manusia, yang
ditunjukan mengalami remodeling cetakan mononukleosom dan polinukleosom pada
keadaan bergantung ATP (Peterson and Tamkun, 1995). Subunit hSWI-SNF ATPase
terisolasi yakni subunit BRG1 dan hBRM juga memiliki aktivitas ini (Phelan et al, 2000).
Aktivasi transkripsional reseptor inti (sel neuroendokrin) memerlukan beberapa faktor
termasuk kompleks SWI-SNF, CPB/p300, dan koaktivator reseptor steroid (SRC), anggota
keluarga yang besar dan mengandung banyak subunit, banyak di antaranya berhubungan
dengan berbagai komponen nukleosom dan matriks inti (Huang et al, 2003). Komponen
tersebut meliputi BAF53a, BAF57, BAF60, BAF110, BAF155, BAF170, BAF250, BRG1,
BRM, dan SNF5. Karena kromatin terkondensasi menyebabkan gen tidak dapat diakses
untuk transkripsi, kombinasi reseptor steroid dan pembentukan kompleks SWI-SNF tampak
penting dalam pembentukan ulang nukleosom yang sesuai untuk memungkinkan gen target
yang tepat dapat diakses untuk regulasi gen. (Sudarsanam and Winston, 2000; Huang et al,
2003). Sekali reseptor kompleks SWI-SNF, CPB/p300, dan mediator lainnya telah “terbuka”
dengan sukses, struktur kromatin yang memungkinkan regulasi transkripsional, AR harus
berinteraksi dengan kumpulan kofaktor yang berbeda. Modifikasi histon pasca-translasi
diperlukan untuk penyusunan ulang kromosom dan ekspresi gen yang optimal (Ewen, 2000;
He et al, 2003). Dalam sebagian besar model yang diuji pada tingkat transkripsi gen
sebenarnya berkorelasi dengan derajat modifikasi histon melalui asetilasi, fosforilasi,
ubikuitinilasi, dan metilasi. Dengan kata lain, daerah histon yang mengalami hiperasetilasi
sesuai dengan daerah transkripsi gen tertinggi, sedangkan daerah histon yang mengalami
hipoasetilasi yang berkorespondensi dengan bagian transkripsional gen yang terendah
(Pazin and Kadonaga, 1997). Sejumlah kompleks histon asetiltransferase telah ditemukan
terkait dengan reseptor nukleus, termasuk AR. Kompleks ini termasuk p/CAF, homolog
terhadap ragi GCN5, yang berpartisipasi dalam kompleks ragi SAGA. Kompleks ini
mencakup faktor-faktor yang memiliki aktivitas tetapi juga TBP dan sejumlah faktor terkait
TBP. Protein p / CAF yang telah ditemukan terkait dengan reseptor asam retinoat dan
mungkin terlibat dengan beberapa reseptor nukleus. Juga diketahui terjadi pengikatan
protein histon asetiltransferase (HAT) lainnya, termasuk CBP / p300, yang diketahui tidak
hanya mengasettilasi histon tetapi juga faktor transkripsi lainnya. Kompleks CBP / p300
adlaah koaktivator penting bagi banyak gen dan dapat tentunya memberikan aktivitas
molekular dalam menstimulasi transkripsi gen (McKenna et al, 1999; Huang et al, 2003;
Marshall et al, 2003). Kompleks tersebut termasuk koaktivator SRC1, diantara mereka.
Baru-baru ini, pengubah kode histon telah berkembang pesat untuk memungkinkan
perubahan canggih yang dimediasi enzim dalam histone yakni H2A, H2B, H3, dan H4 oleh
fosforilasi, ubikuitinilasi, dan metilasi, yang membuka kromatin, memungkinkan perekrutan
faktor transkripsi penting dan memungkinkan fungsi normal sel (Lam et al, 2005; Margueron
et al, 2005). Daftar koaktivator yang terkait dengan reseptor nukleus dan AR khususnya
sangat luas dan hampir pasti tidak lengkap. Daftar singkat faktor yang ditemukan terkait
dengan reseptor pada tingkat regulasi gen ini diberikan dalam Kotak 102-1. Di antara faktor
yang paling penting adalah SRC1, yang memiliki aktivitas HAT ringan dan tampaknya
diperlukan untuk stimulasi optimal transkripsi tergantung steroid. Faktor-faktor tambahan
termasuk aktivator steroid reseptor RNA (SRA), RNA struktural yang diperlukan oleh
kompleks koaktivator agar dapat berfungsi secara optimal (McKenna et al, 1999), dan
coactivator p160, yang tampaknya diperlukan untuk aktivasi bergantung hormon dan untuk
secara langsung berinteraksi dengan asam amino pengulangan poliglutamin yang
ditemukan dalam domain transaktivasi terminal amino (Irvine et al, 2000).
Sebagian besar gen memiliki wilayah regulasi di bagian hulu dari tempat awal
dimulainya transkripsi. Wilayah pengatur dibagi menjadi elemen promotor inti yang ada pada
semua gen serta elemen hulu lainnya yang berfungsi untuk mengatur pola ekspresi gen
keseluruhan. Elemen promotor ini menentukan tempat perlekatan RNA polimerase II yang
akan menempel pada DNA dan akan menentukan titik aktual untuk inisiasi transkripsi. RNA
polimerase akan menyalin atau menyalin kode DNA ke mRNA, suatu proses yang disebut
transkripsi. Area promotor ini dimulai pada nukleotida -16 hingga +32 terletak pada hulu dari
tempat inisiasi gen. Wilayah −32 hingga +16 ini awalnya disebut sebagai kotak Goldberg-
Hogness atau kotak TATA dan memiliki urutan konsensus TATAAAAG. Enzim RNA
polimerase II mengikatkan diri pada kotak TATA ini sebagai salah satu langkah awal dalam
transkripsi. Lebih jauh ke hulu dari kotak TATA adalah gen kedua elemen kontrol secara
umum disebut sebagai hormon respon elemen, yang telah diidentifikasi dalam banyak gen
yang diatur oleh hormon steroid dan merupakan salah satu dari banyak tempat di mana
reseptor berikatan dengan DNA. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, pada gen yang
diregulasi androgen, area ini adalah disebut elemen respons androgen; dalam estrogen,
elemen respons estrogen; dan pada glukokortikoid, elemen respons glukokortikoid. Area
elemen respons hormon ini dapat mengandung beberapa sekuens yang bersifat diskrit,
tetapi peran keseluruhannya adalah untuk memodulasi frekuensi inisiasi interaksi transkripsi
vis-à-vis dengan faktor transkripsi. Dalam analisis independen, reseptor hormon tiroid
ditemukan terkait dengan protein dengan afinitas murni, yang terbukti secara nyata
meningkatkan transkripsi bebas sel yang bergantung pada ligan. Kompleks ini disebut
sebagai TRAP, untuk protein yang terkait reseptor tiroid (Fondell et al, 1996). Dalam
serangkaian percobaan serupa, jenis kompleks yang sama diisolasi untuk reseptor vitamin D
dan disebut DRIP untuk protein yang berinteraksi reseptor-D (Rachez et al, 1998). Analisis
selanjutnya mengungkapkan bahwa keduanya berbagi setidaknya sembilan protein, dan
kompleks kofaktor yang direkrut aktivator ini (TRAP / DRIP / ARC) adalah bagian dari
kompleks koaktivator yang tersusun besar yang digunakan oleh berbagai faktor transkripsi
untuk pengaturan gen target tertentu. Faktor transkripsi semacam itu termasuk protein
pengikat elemen pengatur sterol (SREBP), faktor nuklir-κB (NF-κB), dan VP16 (Sun et al,
1998; Gu et al, 1999; Ito et al, 1999; Naar et al, 1999 ; Ryu et al, 1999).
Sebagai ringkasan, kotak TATA memberi tahu di mana RNA polimerase akan
berikatan dan di mana dimulainya transkripsi dimulai dan elemen respons hormon mengatur
seberapa sering transkrip itu ketika terikat pada reseptor hormon. Hal ini dicapai dengan
adanya kofaktor tertentu di kompleks TRAP / DRIP. Karena unsur dari respon hormon dari
sekuens DNA telah terbukti secara independen dari posisinya atau orientasinya, hal tersebut
akan menyerupai apa yang disebut sebagai unsur penambah transkripsi yang telah
ditemukan pada banyak tipe gen lain. Bagian elemen respon hormon dapat bervariasi di
lokasi hulu dari inisiasi gen mulai dari −20 hingga −6000 untuk berbagai jenis hormon.
Dengan hormon steroid, tampaknya berada sekitar -140 nukleotida di hulu dari tempat
terjadinya inisiasi. Sebagai contoh, dalam elemen pengenal reseptor glukokortikoid, tempat
untuk pengenalan reseptor glukokortikoid diperkirakan −140 dan mengandung sekuens
nukleotida AAAATGGAC. Delesi penghapusan pemetaan telah menunjukkan bahwa domain
pengikatan reseptor yang terletak di elemen respons hormon memang diperlukan untuk
pengikatan reseptor dan diperlukan untuk kontrol transkripsi yang dimediasi steroid.
Setelah DNA ditranskripsi menjadi mRNA, serangkaian unit adenin ditambahkan ke
ujung (disebut ekor poli-A) dan kemudian mRNA dipotong dan disambungkan pada partikel
nukleus kecil (disebut splisiosom) yang terletak pada matriks nukleus, dan pemotong ini
menghapus bagian intron. MRNA akhir dikirim keluar dari nukleus, diyakini terjadi pada
komponen struktural dari matriks nukleus, dan melewati kompleks pori nukleus dan keluar
menuju ribosom di mana mRNA kemudian diterjemahkan ke dalam produk protein, langkah
yang disebut proses translasi. Protein memiliki urutan asam amino spesifik yang
menginstruksikan sel di mana untuk mengirimkan protein dalam kaitannya dengan simpanan
sekretori atau ke area membran. Protein juga dapat dimodifikasi setelah diterjemahkan
dengan penambahan karbohidrat selanjutnya menjadi glikoprotein atau difosforilasi oleh
kinase. Di bawah sinyal yang tepat, seperti kontrol neurologis, protein sekretori kemudian
dapat diekskresikan ke dalam lumen prostat. Hal ini adalah proses yang terjadi ketika
protein sekresi prostat dan vesikula seminalis terbentuk ke dalam cairan ejakulat. Contoh
skematis dari proses ini ditunjukkan pada Gambar 102-7, dan sistem seperti itu akan
mencakup PSA dan asam fosfatase serta banyak produk protein lainnya yang diatur dalam
sintesisnya oleh androgen melalui interaksi reseptor.
Selama perkembangan embrionik, AR muncul pertama kali pada mesenkim prostat
ventral tikus dan vesikula seminalis dan beberapa hari kemudian dalam sel epitel, tetapi
tidak diketahui apa yang mengatur waktu ini. Pada perkembangan vesikula seminalis dan
duktus wolffian, testosteron tampaknya merupakan androgen utama dalam
perkembangan kelenjar, dan pada prostat ventral yang terbentuk dari sinus
urogenital, androgen utamanya adalah DHT. Baik testosteron dan DHT dapat mengikat
AR; Namun, secara molar, DHT adalah 3 hingga 10 kali lebih kuat. Penurunan potensi
testosteron ini diyakini disebabkan oleh laju dari testosteron yang cepat begitu terikat
sehingga keseimbangan menghasilkan ikatan dengan reseptor yang lebih sedikit
dibandingkan dengan DHT pada tingkat jaringan yang sama. Laporan menunjukkan bahwa
dalam beberapa kasus, regulasi transkripsional yang dimediasi AR dapat terjadi bahkan
tanpa adanya interaksi langsung AR dengan elemen respons androgen spesifik (Kallio et al,
1995). Laporan tersebut menyatakan bahwa AR dapat menimbulkan transrepresi dan
transaktivasi tanpa berinteraksi langsung dengan elemen DNA spesifik. Hal ini mungkin
menunjukkan bahwa AR dapat mengikat unit pengatur dalam faktor transkripsi dan dengan
demikian mengubah sifat mereka bahkan tanpa adanya pengikatan DNA langsung ke
elemen respons androgen.
Bagian selanjutnya dari diskusi ini difokuskan pada struktur nukleus, di mana
informasi genetik gen, interaksi AR, dan pemrosesan mRNA terjadi dan terintegrasi. Hal ini
berada dalam struktur yang sangat teratur dari nukleus yang ditentukan oleh kerangka
lipatan residual, yang disebut matriks nukleus, yang menyediakan susunan tiga dimensi
untuk nukleus dan DNA.

Peran Matriks Nukleus dalam Aksi Androgen

DNA dapat identik pada tiap sel pada jaringan yang berbeda pada tubuh, akan tetapi
DNA terorganisasi dalam susunan 3 dimensi yang berbeda pada sel yang berbeda.
Organisasi spasial dari DNA tampaknya ditentukan oleh bagian dalam arsitektur nukleus
dan struktur diatur oleh elemen penyokong yang dikenal sebagai matriks nukleus. Oleh
karena itu, dibutuhkan lebih dari sebuah reseptor steroid dan sekuens DNA dengan elemen
respon androgen untuk menentukan spesifisitas jaringan yang tinggi dari aksi hormon
androgen. Hal ini mungkin membutuhkan regulasi konformasi DNA dan strukturtiga dimensi.
Terdapat bukti yang mendukung keyakinan mengenai komponen struktural nukleus yang
dapat mengorganisasi DNA menjadi beberapa topologi berbeda yang dapat mengijinkan
interaksi reseptor steroid spesifik dengan dirinya sendiri. Matriks nukleus telah diajukan
sebagai elemen struktural yang penting dalam organisasi DNA (Getzenberg et al, 1990;
Boccardo et al, 2003). Matriks memfasilitasi lokasi dari target gen dan konformasinya dan
memfasilitasi ko-interaksi mereka dengan reseptor steroid. Barrack dan Coffey pertama kali
menunjukkan bahwa matriks nukleus merupakan target utama untuk ikatan androgen dan
ER (Barrack and Coffey, 1980; Barrack, 1987). Karena matriks terlibat dalam banyak
peristiwa nukleus yang penting, maka matriks menjadi target ideal untuk aksi androgen.
Matriks nukleus didefinisikan sebagai subkomponen struktural dinamis dari inti yang
mengatur organisasi fungsional DNA ke dalam loop domain dan memberikan lokasi untuk
kontrol spesifik asam nukleat (Nelson et al, 1986; Getzenberg et al, 1990). Secara
konseptual, nukleus dapat disetarakan dengan sitomatriks atau sitoskeleton. Matriks nukleus
mengandung elemen residu nukleus, termasuk pori lamina kompleks, nukleolus residual,
dan jaringan ribonukleoprotein interna yang melekat pada protein fibrosa dinamis yang
berserat(Berezney dan Coffey, 1977). Matriks nukleus dapat diisolasi diisolasi dengan
ekstraksi sekuensial menggunakan deterjen nonionik, pencernaan singkat dengan DNase I,
dan larutan buffer garam hipertonik. Struktur matriks nukleus residual tersebut hanya
mewakili 15% atau kurang dari total massa nuklir asli. Lebih dari 98% dari DNA, 70% dari
RNA, dan 90% protein nukleus telah diekstraksi, dan struktur yang tersisa pada dasarnya
tanpa histones dan lipid.

Matriks nukleus telah dianggap sebagai komponen struktural yang penting dalam
berbagai fungsi biologis. Terdapat kurang lebih 50.000 kumparan DNA pada setiap domain
pada nukleus, di mana masing-masing mengandung 60 kilobase pasang DNA, dan
kumparan ini saling melekat pada bagian dasar dari matriks nuklir (Pardoll et al, 1980;
Vogelstein et al, 1980; Luke dan Coffey, 1994). Susunan loop ini dipertahankan selama
interfase dan sepanjang metafase (Nelson et al, 1986). Topoisomerase II, enzim yang
memodulasi puntiran dan topologi DNA, berkaitan dengan matriks nukleus dan penyokong
kromosom mitosis. Beberapa penelitian dengan berbagai macam sistem telah menunjukkan
bahwa gen aktif berkaitan dengan matriks nuklir, sedangkan transkripsi gen tidak aktif tidak
dekat dengan matriks. Lokasi dari gen aktif pada matriks menyediakan bukti bahwa matriks
memiliki peranan organisasi yang penting dalam diferensiasi, penempatan gen pada
konfigurasi yang berbeda.

Androgen dapat mengaktivasi sintesis DNA dan replikasi sel pada jaringan target.
Matriks nukleus juga berperan penting dalam replikasi DNA. Matriks mengandung lokasi
yang tepat untuk sintesis DNA(Pardoll et al, 1980) yakni pada dasar loop DNA. Sepanjang
sintesis DNA, domain loop DNA digulung ke bawah melalui kompleks replikasi yang
menempel yang terletak pada matriks. Oleh karena itu, garpu replikasi DNA, DNA
polimerase, dan DNA yang baru direplikasi telah terbukti berkaitan dengan matriks nukleus.
Cukup mudah untuk memvisualisasikan bagaimana aksi hormon dan perubahan dalam
struktur matriks nukleus yang dapat mempengaruhi regulasi androgen dari sintesis DNA dan
pertumbuhan dalam sel prostat.

Matriks nukleus juga berkaitan dengan sintesis mRNA selama proses transkripsi. Ciejek
and colleagues (1982) melakukan pengamatan pada lebih dari 95% prekursor mRNA yang
tidak terproses untuk ovalbumin berkaitan dengan matriks nukleus dari oviduk ayam. Saat
porsi intron RNA terpecah, mRNA dewasa dilepaskan dari matriks nukleus. Hal ini
menyebabkan keterliatan matriks nukleus terlibat dan proses RNA. Marriman dan van
Venrooij (1985) melaporkan bahwa keseluruhan produk pemecahan RNA dan proses RNA
intermediate berikatan dengan kuat pada matriks nukleus. Adanya perubahan pada struktur
matriks dengan interaksi reseptor steroid dapat merubah tahapan penting dalam transkripsi
dan proses RNA. Matriks nukleus mengandung lokasi tautan untuk partikel small
ribonucleoprotein yang merupakan bagian dari sistem splicesosome sentral pada proses
nukleus RNA untuk menjadi mRNA final yang dibawa keluar ke sitoplasma agar dapat
diterjemahkan.

Ahmed dan kolega telah melaksanakan seri penelitian yang ekstensif tentang fosforilasi
matriks nuklear dan protein yang berkaitan pada prostat ventral dari tikus setelah stimulasi
dan penarikan androgen (Ahmed and Goueli, 1987; Ahmed et al, 1993; Tawfic et al, 1993,
1994). Dari penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa matriks nukleus dapat difosforilasi
oleh casein kinase 2 (CK-2). Salah satu target dari fosforilasi ini adalah nucleolin, yang
merupakan nucleolar phosphoprotein yang berlebih yang terlibat dalam sintesis RNA
ribosom dan diregulasi dengan baik oleh androgen (Tawfic et al, 1994). Protein lainnya yang
penting dalam fungsi nukleolar yang dibutuhkan untuk pertumbuhan adalah B23, yang juga
diregulasi oleh CK-2(Tawfic et al, 1993).

Dapat disimpulkan, matriks nukleus adalah struktur modulator yang penting dalam
regulasi nukleus dan merupakan target ideal untuk regulasi hormonal. Pada kenyataannya,
matriks nukleus adalah situs utama pengikatan reseptor hormon steroid (Barrack dan
Coffey, 1982; Donnelly et al, 1983; Wilson dan Colvard, 1984; Alexander et al, 1987;
Barrack, 1987; Metzger dan Korach, 1990; Luke dan Coffey, 1994). Pada prostat, lebih dari
60% dari semua AR nukleus terkait dengan matriks nuklir (Barrack dan Coffey, 1982).
Matriks ini juga menjadi target bagi banyak jenis interaksi regulator lainnya, termasuk produk
nukleus dari protein onkogen dan viral yang dapat juga menginduksi regulasi pertumbuhan
mirip dengan pertumbuhan yang diinduksi hormon. Misalnya, matriks nukleus dilaporkan
menjadi target seluler untuk protein onkogen retrovirus Myc dan antigen polyoma large T.
Semua protein transformasi ini yang berikatan dengan nukleus diyakini sebagai peristiwa
molekuler awal dalam karsinogenesis atau transformasi. Oleh karena itu, pengamatan
bahwa AR berinteraksi dengan matriks didahului dengan matriks sebagai target umum
dalam faktor-faktor yang mengatur struktur dan fungsi sel.

Pesan Kunci: Struktur dan Fungsi Reseptor Androgen


 AR (Androgen receptor) adalah regulator transkripsional yang diaktivasi-ligan yang
bersatu dengan disosiat androgen dari chaperonin, dimodifikasi aktif oleh beragam
metode pada fase aktif, ditranslokasi secara aktif menuju nukleus dan awalnya
berhubungan dengan faktor perintisan yang mengarahkan di mana reseptor kromatin
berada akan berfungsi dan kemudian berhubungan dengan banyak koaktivator dan
represor untuk meregulasi ekspresi gen target.
 Transpor dar AR itu resiprokal, yang mana dapat dikatakan keduanya terlokalisasi
pada nukleus dan ditransportasi aktif keluar nukleus.
 AR berikatan dengan sekuens DNA target sebagai dimer yang dapat mengarahkan
atau membalikkan ulangan, namun reseptor selalu mengikat dengan arah yang
sama.
 Regulasi dari AR merupakan salah satu “penjaga” yang penting dari perkembangan
dan fisiologi prostat.

SEKRESI DAN PROTEIN PROSTATIK

Komponen Nonpeptida Prominen Sekresi Prostatik

Plasma semen yang dibentuk utamanya dari sekresi jaringan aksesori seksual, yang
menyediakan lingkungan yang sesuai untuk keberlangsungan hidup dan fungsi
spermatozoa. Jaringan aksesoris seksual mencakup epididimis, ampula, vesika seminalis,
prostat, kelenjar Cowper (bulbourethral) dan kelenjar Littre. Rata-rata volume ejakulat
manusia normal adalah 3 mL, berkisar antara 2-6 mL, dan memiliki 2 komponen:
spermatozoa dan plasma semen. Spermatozoa yang mencakup kurang dari 1% total
ejakulat, ditemukan dalam kisaran 100 juta/mL. Kontribusi utama volume dari plasma semen
(rata-rata 3 mL) berasal dari vesika seminasil (1,5 hinga 2 L), dari prostat (0,5 mL), dan dari
kelenjar Cowper dan kelenjar Littre (0,1 hingga 0,2 mL). Selama ejakulasi sekresi dari
kelenjar ini dilepaskan secara sekuensial (Amelar, 1962; Amelar and Hotchkiss, 1965;
Tauber and Zaneveld, 1976; Zaneveld and Tauber, 1981). Fraksi pertama dari ejakulat
manusia kaya akan sperma dan sekresi prostat seperti asam sitrat. Kadar fruktosa, yang
menggambarkan produk sekresi utama dari vesika seminalis, mengalami peningkatan pada
fraksi akhir ejakulat. Baru-baru ini, albumin semen ditemukan pada plasma semen dan
penulis menemukan hubungan dengan morfologi sperma tetapi tidak dengan parameter
semen lainnya (Elzanaty et al, 2007).

Komposisi kimia keseluruhan sekresi prostat manusia dan tikus normal dan plasma
semen telah dipelajari secara luas, dan hasilnya telah diringkas dalam ulasan yang sangat
baik (Mann dan Mann, 1981; Zaneveld dan Tauber, 1981; Aumuller dan Seitz, 1990; Daniels
dan Grayhack, 1990; Chow et al, 1993; Gonzalez et al, 1993; Elzanaty et al, 2007). Analisis
sekresi prostat yang diekspresikan dalam kohort pada kelompok pria mengungkapkan
bahwa sitrat, myo-inositol, dan pengukuran metabolit spermin berpotensi membedakan
kelompok kontrol dengan kelompok pria dengan kanker prostat (Serkova et al, 2008),
dengan analisis jaringan juga menunjukkan bahwa sperma dan sitrat dapat membedakan
pembesaran prostat jinak dengan prostat kanker (Giskeødegård et al, 2013).

Dalam hubungannya dengan cairan tubuh lain, plasma semen cukup berbeda karena
memiliki konsentrasi tinggi kalium, zinc, asam sitrat, fruktosa, fosforilkolin, sperma, asam
amino bebas, prostaglandin, dan enzim (terutama asam fosfatase, diamin oksidase, β-
glukuronidase, laktat dehidrogenase (LDH), α-amilase, PSA, dan proteinase seminal).

Asam Sitrat

Salah satu anion utama dalam plasma semen manusia adalah sitrat (rata-rata, 376
mg/dL), dengan kisaran 20 mM atau 60 mEq/L. Dibandingkan dengan ion klorida (155 mg /
dL) dengan kisaran 40 mM. Sitrat adalah pengikat ampuh ion logam, dan konsentrasi sitrat
plasma semen, 20 mM, sebanding dengan total logam divalen pada 13,6 mM (kalsium, 7
mM; magnesium, 4,5 mM; zinc, 2,1 mM). Kadar sitrat prostat mencapai 15,8 mg/mL
(Zaneveld and Tauber, 1981), dan nilai untuk sekresi asam sitrat vesikula seminalis hampir
100 kali lipat lebih sedikit, hanya 0,2 mg/mL. Asam sitrat terbentuk dalam prostat pada
konsentrasi 100 kali lebih tinggi daripada yang terlihat pada jaringan lunak lain (misal pada
jaringan prostat, 30.000 nmol/g; jaringan lain, kisaran 150 hingga 450 nmol/g). Konsentrasi
sitrat pada ejakulat adalah 500 hingga 1000 kali lebih tinggi dari pada plasma. Sel epitel
sekretori prostatik membentuk sitrat dari asam aspartat dan glukosa. Konsentrasi tinggi
pada prostat adalah sebagian dari hasil ketidakmampuan sel mitokondria prostat untuk
mengoksidasi sitrat segera setelah terbentuk; oleh karena itu, laju sintesis sitrat jauh
melebihi laju oksidasi sitrat (Costello dan Franklin, 1989, 1994; Kavanagh, 1994).

Fruktosa

Sumber fruktosa pada plasma semen manusia adalah dari vesika seminalis (Mann dan
Mann, 1981). Pasien yang tidak memiliki vesika seminalis sejak lahir tidak ditemukan
kandungan fruktosa dalam ejakulatnya (Phadke et al, 1973). Sekresi vesika seminalis
mengandung sejumlah kecil gula bebas lain seperti glukosa, sorbitol, ribosa, dan fruktosa,
dan gula ini biasanya berjumlah kurang dari 10 mg/dL. Sebagai perbandingan, konsentrasi
fruktosa gula pereduksi adalah sekitar 300 mg/dL dalam sekresi semeni manusia, dan
memiliki kadar 200 mg/dL dalam plasma semen. Fruktosa dari plasma semen tampaknya
menjadi sumber energi anaerob dan aerob untuk spermatozoa (Mann dan Mann, 1981) dan
telah secara tidak langsung dikaitkan dengan motilitas sperma ke depan dan viskositas
semen (Gonzalez et al, 1993; Fabiani et al, 1995).

Kadar fruktosa berada di bawah regulasi androgenik, tetapi banyak faktor, seperti
penyimpanan, frekuensi ejakulasi, kadar glukosa darah, dan status gizi, juga dapat
memengaruhi konsentrasi plasma semen (Mann dan Mann, 1981); pertimbangan ini dapat
menjelaskan variasi luas yang ditemukan pada semen yang diambil pada waktu yang
berbeda sampel dari pasien yang sama. Selain itu, kadar androgen dalam plasma tidak
selalu berkorelasi dengan kadar fruktosa plasma seminalis; oleh karena itu kadar ini tidak
menunjukkan indeks androgenik yang handal. Level fruktosa seminalis juga telah
dipertimbangkan berada di bawah kendali simpatis (Lamano-Carvalho et al, 1993; Kempinas
et al, 1995).

Polyamines
Polyamines adalah molekul organik kecil yang paling dasar (bermuatan positif) di alam.
Mereka muncul hampir di setiap jaringan pada konsentrasi tinggi dan diyakini terlibat dalam
beragam proses fisiologis yang berbagi hubungan dengan proliferasi dan pertumbuhan sel.
Memang, polyamines dapat berfungsi sebagai faktor pertumbuhan untuk sel dan bakteri
mamalia yang dikultur dan sebagai penghambat enzim, termasuk protein kinase.

Peran pasti polyamines pada tingkat molekuler masih sulit dipahami, tetapi mereka
mewakili senyawa biologis penting dan ditemukan pada level tinggi dalam ejakulat.
Polyamines dapat memengaruhi gating dan transportasi zat melalui saluran membran. Dari
sudut pandang klinis, polyamines (spermidine dan sperma) telah diselidiki sebagai penanda
terapi deprivasi androgen pada pria dengan kanker prostat stadium lanjut (Cipolla et al,
1994). Peneliti lain (Heston, 1991; Kadmon, 1992; Madhubala dan Pegg, 1992; Love et al,
1993) telah menyelidiki peran polyamines dalam patofisiologi kanker prostat. Langkah
pertama dan tahap pembatasan kecepatan dalam sintesis polyamines dalam prostat
dikendalikan oleh enzim ornithine decarboxylase (ODC). Ekspresi gen ODC telah terbukti
meningkat pada jaringan BPH (Liu et al, 2002). ODC dapat dihambat oleh
difluoromethylornithine (DMFO), yang pada gilirannya menghambat sintesis polyamines.
DMFO telah diusulkan sebagai agen untuk kemoprevensi kanker prostat (Kadmon, 1992).

Kadar spermin dalam plasma semen manusia normal berkisar antara 50 hingga 350
mg/dL dan utamanya berasal dari kelenjar prostat, yang merupakan sumber spermin terkaya
dalam tubuh. Spermine [NH–(CH2)3–NH–(CH2)4–(CH2)4–NH–(CH2)3-NH2] adalah polyamines
alifatik dasar dan, karena empat muatan positifnya, berikatan kuat dengan asam atau
molekul bermuatan negatif seperti ion fosfat, asam nukleat, dan fosfolipid. Ketika semen
dibiarkan pada suhu kamar, asam fosfatase secara enzimatis menghidrolisa fosforilkolin
seminalis untuk membentuk ion fosfat anorganik bebas, yang kemudian berinteraksi dengan
sperma bermuatan positif dan mengendapkan kristal garam translucent dari spermin fosfat..
Polyaminesjuga dapat membentuk ikatan amide dan membuat tambahan kovalennya pada
kelompok protein karboksilat (Williams-Ashman et al, 1975), dan modifikasi ini mungkin
terlibat dalam fungsi pengaturan.

Telah banyak minat pada spermin dan polyamines terkait lainnya, seperti spermidine
dan putrescine, karena perubahan kadar dan rasio yang cepat dan dramatis terkait dengan
banyak jenis sel yang diinduksi ke dalam pertumbuhan. Williams-Ashman dan rekannya
telah menyelidiki secara rinci biosintesis dan regulasi polyamines tersebut dalam saluran
reproduksi pria dan telah mengkarakterisasi reaksi enzimatik yang berkembang dari
ornithine menjadi putrescine menjadi spermidine dan kemudian menjadi spermin (Williams-
Ashman et al, 1969, 1972, 1975). Poliamina dioksidasi secara enzimatis oleh diamine
oksidase (ditemukan dalam plasma semen) untuk membentuk senyawa aldehid yang sangat
reaktif yang dapat menjadi racun bagi sperma dan bakteri (Le Calvé et al, 1995).
Pembentukan produk-produk aldehida ini menghasilkan bau semen yang khas. Aldehida
atau poliamina ini mungkin dapat melindungi saluran genitourinari dari agen infektif.
Hubungan antara kadar sperma dalam plasma semen dan jumlah sperma dan motilitas juga
telah diteliti (Stamey et al, 1968; Fair dan Parrish, 1981; Fair et al, 1993; Le Calvé et al,
1995). Seperti sitrat, spermin juga dapat diukur dalam jaringan prostat dengan magnetic
resonance spectroscopy (van der Graaf et al, 2000).

Phosphorylcholine
Amine bermuatan positif lainnya berada pada konsentrasi tinggi dalam komponen
ejakulat, termasuk kholin dan fosforilkholin, yang biasanya ditemukan sebagai komponen
lipid atau sebagai faktor lipotropik. Semen mamalia kaya akan kholin [(CH3)3-N+-(CH2)2–OH].
Pada manusia, fosforilkholin mendominasi, sedangkan pada sebagian besar spesies lain
tingkat α-gliseril-fosforilkolin jauh lebih tinggi, mencapai lebih dari 1 g/dL plasma semen.
Seligman dan rekan (1975) telah menunjukkan bahwa fosforilkholin adalah substrat yang
sangat spesifik untuk PAP, yang juga aktif dalam plasma semen. Hasil dari aktivitas
enzimatik ini adalah pembentukan kholin bebas dengan cepat pada ejakulat pertama.
Sebaliknya, α-glycerylphosphorylcholine disekresi terutama di epididimis dan tidak mudah
terhidrolisis oleh asam fosfatase. Untuk alasan ini, Mann dan Mann (1981) telah
menyimpulkan bahwa tingkat α-glycerylphosphorylcholine dapat digunakan sebagai indeks
untuk menilai kontribusi sekresi epididimis pada ejakulat. Sekresi epididimis juga di bawah
kendali androgenik. Fungsi senyawa kholin ini tidak diketahui; tampaknya mereka tidak
dimetabolisme oleh spermatozoa, juga tidak mempengaruhi respirasi sperma (Dawson et al,
1957).

Prostaglandin

Sumber terkaya prostaglandin pada manusia adalah vesika seminalis (Pourian et al,
1995). Prostaglandin hadir dalam plasma semen dengan konsentrasi total 100 hingga 300
μg/mL. Von Euler (1934) mengusulkan nama prostaglandin untuk komponen aktif dalam
plasma semen dengan keyakinan bahwa mereka berasal dari kelenjar prostat, tetapi
Eliasson (1959) menetapkan bahwa sumber utama prostaglandin adalah vesika seminalis,
bukan prostat; namun, nama aslinya tetap bertahan. Prostaglandin memiliki distribusi luas di
jaringan mamalia tetapi pada konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada di vesika
seminalis (Vane dan Botting, 1995).

Ada lebih dari 90 prostaglandin berbeda yang ada pada manusia, dengan 15
prostaglandin ditemukan dalam semen manusia, dan semuanya tersusun dari 20-carbon
hydroxy fatty acids dengan cincin siklopentana yang memiliki dua rantai samping; karena itu,
mereka adalah turunan dari asam prostanoat. Ke-15 jenis prostaglandin dalam prostat
dibagi menjadi empat kelompok besar, yakni A, B, E, dan F sesuai dengan struktur five-
membered cyclopentane ring.

Masing-masing kelompok ini dibagi lagi sesuai dengan posisi dan jumlah ikatan rangkap
dalam rantai samping (oleh karena itu, PGE3 menunjukkan prostaglandin tipe E dengan tiga
ikatan rangkap di rantai samping). Kelompok E prostaglandin adalah komponen utama pada
saluran reproduksi pria, sedangkan kelompok F dominan pada sistem wanita. Fuchs dan
Chantharaski (1976) telah merangkum tingkat prostaglandin plasma semen manusia yang
dilaporkan dan melaporkan nilai rata-rata berikut (μg/mL): PGE1, 20; PGE2, 15; (PGE1 +
PGE2) − 19-OH, 100; PGA1 + PGA2, 9; (PGA1 + PGA2) − 19-OH1, 31; PGB1 + PGB2, 18;
(PGB1 + PGB2) − 19-OH, 13; PGF1α, 3; dan PGF2α, 4.

Senyawa-senyawa ini adalah agen farmakologis yang kuat yang telah terlibat dalam
berbagai peristiwa biologis pada pria, termasuk ereksi, ejakulasi, dan pergerakan dan
transportasi sperma, serta dalam kontraksi testis dan penis. Selain itu, prostaglandin dari
cairan semen yang tersimpan di vagina telah dilaporkan mempengaruhi lendir serviks,
sekresi vagina, dan transportasi sperma di saluran genital wanita. Prostaglandin E telah
dikaitkan dengan efek imunosupresif dari plasma semen yang dimediasi melalui organel
ekstraseluler, atau "prostasom" (Kelly). et al, 1991).

Zinc

Tingginya kadar zinc dalam plasma semen manusia (140 μg/mL) tampaknya berasal
dari sekresi kelenjar prostat (488 ± 18 μg/mL) (Bedwal dan Bahuguna, 1994). Prostat
memiliki konsentrasi zinc tertinggi (50 mg/100 g berat kering) dibanding organ lainnya. Byar
(1974) telah meninjau banyak eksperimen dan konsep awal yang berkaitan dengan zinc
dalam saluran reproduksi. Kadar zinc akan meningkat atau stabil pada BPH, sedangkan
penurunan kadar zinc dikaitkan dengan adenokarsinoma prostat. Lokalisasi zinc-65 dalam
prostat manusia dengan radioautografi tampak berada di antara sel epitel; namun, dalam
prostat lateral tikus, sejumlah besar zinc juga ditemukan pada stroma dan khususnya pada
membran basal dan komponen protein elastin (Chandler et al, 1977). Asupan oral zinc tidak
mengubah kadar zinc dalam cairan prostat.

Banyak peran fisiologis telah dipostulatkan untuk zinc sejak studi klasik Gunn dan rekan
(1956, 1965), yang mengkorelasikan efek endokrin pada penyerapan zinc dan konsentrasi
dalam prostat dari tikus. Ada banyak zinc-containing metalloenzymes yang berperan
penting, tetapi konsentrasi zinc dalam prostat mungkin melebihi yang ada pada zinc-
associated enzymes. Zinc diketahui dapat berikatan pada banyak protein (Sansone et al,
1991). Johnson dan rekannya (1969) mengkarakterisasi protein pengikat seng dalam
sekresi prostat anjing, pada hidrolisis, hanya terdapat delapan jenis asam amino. Heathcote
dan Washington (1973) menggambarkan protein pengikat zinc pada BPH manusia yang
kaya histidin dan alanin. Jonsson dan rekan (2005) mengemukakan bahwa kemungkinan
salah satu peran zinc dalam semen adalah untuk mengatur aktivitas PSA dengan berikatan
pada semenogelins I dan II dan fragmennya. Ada penelitian lain tentang protein pengikat
zinc dari prostat (Reed dan Stitch, 1973; Fair et al, 1976), dan informasi tambahan tentang
protein ini masih diperlukan.

Peran penting zinc dalam sekresi prostat telah dipostulasikan dalam studi Fair dan
rekan (1976), yang menunjukkan peran langsung zinc sebagai faktor antibakteri prostat.
Dalam studi terhadap 36 pria normal yang bebas dari infeksi prostat bakteri, nilai kadar zinc
dalam sekresi prostat adalah sekitar 350 mg/mL, dengan variasi yang luas antara 150
hingga 1000 μg/mL. Sebagai perbandingan, cairan prostat yang diperoleh dari 61 spesimen
yang dikumpulkan dari 15 pasien dengan prostatitis bakteri kronis yang didokumentasikan
kadar zinc yang lebih rendah hingga 80% dengan rata-rata hanya 50 μg/mL, dengan kisaran
0 hingga 139 μg/mL. Penulis telah mengusulkan batas bawah normal yakni 150 μg/mL.
Selain itu, pada studi in vitro ion zinc bebas pada konsentrasi normal ditemukan dalam
cairan prostat telah mengkonfirmasi aktivitas bakterisidal zinc terhadap berbagai bakteri
gram positif dan gram negatif. Namun, sebagian besar zinc dalam prostat tampaknya terikat
dengan protein seperti, seperti metallothionein, dan masih belum jelas bagaimana protein ini
dapat mengubah sifat biologis zinc (Suzuki et al, 1994, 1995).

Yan dan rekan (2008) melaporkan bahwa penilaian penurunan kadar zinc pada PrEC
manusia normal secara in vitro menyebabkan peningkatan pemecahan single-strand DNA
(Comet assay) dan ekspresi diferensial dari beberapa gen (Affymetrix HG-U133A gene
chips) yang terlibat dalam perkembangan siklus sel, apoptosis, transkripsi, dan respons
serta perbaikan kerusakan DNA. Oleh karena itu, defisiensi zinc dapat mengganggu
integritas DNA dalam prostat. Pada kanker prostat kemampuan sel-sel prostat untuk
mengakumulasi zinc hilang selama perkembangan penyakit dan mungkin sebagian
disebabkan oleh perubahan genetik dan epigenetik yang dihasilkan oleh deplesi zinc.

Protein Sekresi Prostatik

Protein sekresi dominan dari jaringan aksesori seks telah diteliti (Lilja dan
Abrahamsson, 1988; Aumuller dan Seitz, 1990; Aumuller et al, 1990; Lilja, 1993a, 1993b;
Rittenhouse et al, 1998; Saedi et al, 2001; Diamandis dan Yousef, 2002; Yousef dan
Diamandis, 2002). Profil elektroforesis dua dimensi dengan resolusi tinggi dari marker
protein sekresi utama dari ejakulat manusia, plasma semen, dan sekresi prostat telah
dilaporkan (Edwards et al, 1981; Carter dan Resnick, 1982; Rui et al, 1984; Tsai et al, 1984;
Dube et al, 1987; Aumuller dan Seitz, 1990).

Berkaitan dengan prostat, beberapa protein sekretori ditemukan dalam jumlah besar
dan memiliki signifikansi klinis. Salah satunya adalah PSA (human kallikrein 3 [hK3, protein;
atau KLK3, gen]) dan human kallikrein 2 (hK2 atau KLK2), tetapi juga prostase/KLK-L1
(Yousef et al, 1999; Lwaleed et al, 2004; Clements, 2008) , PAP, dan prostate specific
protein (PSP-94), juga disebut β-microseminoprotein (β-MSP). Tabel 102-4 mencantumkan
beberapa karakteristik protein sekresi utama dalam jaringan aksesori seks.

TABEL 102-4 Protein Utama yang Disekresikan oleh Jaringan Aksesori Seks

Berat
Protein atau Identifikasi Plasma Semen
Molekul Aktivitas
Gen (mg/nL)
(kD)

Prostate-specific antigen 33-36 0.70 Serine protease; arginine


(PSA)(hK3 [protein] atauKLK3 esterase
[gene])
Human kallikrein 2 28.4 0.012 Aktivasi in-vivoproPSA,
(hK2 atauKLK2) arginine esterase

Human kallikrein L1 (KLK-L1) Tidak Tidak Diketahui Serine protease,juga


Diketahui ditemukan pada testis,
payudara, adrenal, uterus,
tiroid, dan kelenjar saliva

Human kallikrein 11 Sekitar 40 0.002-0.037 Serine protease, juga


ditemukan pada payudara,
ovarium, dan prostat

Prostatic acid phosphatase 102-106 0.3-1.0 Phosphotyrosyl protein


(PAP) phosphatase
Prostate-specific 17 Tidak Diketahui Terlibat dalam
transglutaminase pembentukanpeptide-
bound glutamine dan
kelompok amine primer.
Semenogelins I dan II 50, 63 2 mM* Memiliki aktivitas seperti
chymotrypsin; menghambat
aktivitas PSA pada semen

Prostate-specific membrane Sekitar 120 Tidak Diketahui Memiliki struktur yang


antigen (PMSA) identik dengan glutamate
carboxypeptidase II dan
folate hydrolase I;
ditemukan pada ginjal,
testis, ovarium, otak,
kelenjar saliva, usus kecil,
usus besar, hepar, limfe,
payudara, otot skeletal.
Prostate stem cell antigen Sekitar24 Tidak Diketahui Pemeriksaan northern blot
(PSCA) dengan antigen prostate
cancer–associated tumor in
situ menunjukkan PSCA
dominan dan spesifik pada
jaringan normal dan
meningkat hingga lebih dari
80% pada kanker prostat
Prostate-specific protein 10.7-16 0.6-0.9 Juga ditemukan pada sel
(PSP-94), epitel pada antrum lambung
β-microseminoprotein
(β-MSP)

Immunoglobulin 160 0.007-0.022 IgG manusia

C3 complement Sekitar 178 0.018 Bagian integral dari kaskade


komplemen (C3 aktivasi
jalur alternatif)
Transferrin 77 0.18 Plasma protein yang
berperan dalam transpor zat
besi melalui darah ke hepar,
limfe, dan sumsum tulang.
*Dinyatakan dalam konsentrasi mM.

Tabel 102-5 menggambarkan jumlah sampel, median, dan rentang komponen sekresi
prostat di antara parameter reproduksi pria normal.
TABEL 102-5 Komponen Sekresi Prostat

Variabel N Median Rentang

Usia (thn) 916 34 20-64

Waktu abstinensia seksual 916 4.0 1.0-60


(hari)

Volume semen (mL) 916 4.0 1.0-15

Konsentrasi sperma (x106 916 44 0.1-568


mL-1)

Total hitung sperma 916 167 0.4-2400

A(%) 916 14 0-80

B (%) 916 28 0-80

A + B (%) 916 50 0-90

C (%) 916 16 0-50

D (%) 916 33 0-100

Total a + b (x106 per 916 83 0-1200


ejakulat)

Bentuk normal (%) 916

Defek ekor (%) 916

DFI (%) 267 15 3.0-90

HDS (%) 267 7.0 1.0-40

NAG (mU/mL−1) 506 6.0 1.0-15


PSA (mg/L−1) 900 890 66-3400 atau
lebih

Zinc (mmol/L−1) 900 2.0 0-7.0

Fructose (mmol/L−1) 900 14 0-39

FSH (IU/L−1) 351 5.0 1.0-45

LH (IU/L−1) 351 3.0 1.0-13

Testosterone (nmol/L−1) 351 13 3.0-31

Inhibin B (ng/L−1) 351 150 14-450

SHBG (nmol/L−1) 351 26 2.0-88

DFI, DNA fragmentation index; FSH, follicle-stimulating hormone; HDS, high DNA stainability; LH,
luteinizing hormone; NAG, N-acetylglucosamine; PSA, prostate-specific antigen; SHBG, sex hormone
binding globulin. Sumber Elzanaty S, Erenpreiss J, Becker C. Seminal plasma albumin: origin and
relation to male reproductive parameters. Andrologia 2007;39:60–5.

Prostate-Specific Antigen

PSA adalah serine protease yang disekresikan, pertama kali ditemukan dalam jaringan
prostat manusia pada tahun 1970 (Ablin dan Soanes, 1970), ditemukan dalam plasma
semen pada tahun 1971 (Hara et al, 1971), dimurnikan dari jaringan prostat pada tahun
1979 (Wang et al, 1979), diukur dalam serum pria pada 1980 (Kuriyama et al, 1980),
dikloning pada tingkat gen pada 1987 (Lundwall dan Lilja 1987), dan banyak digunakan
sebagai penanda klinis kanker prostat pada tahun 1988 (Seamonds et al, 1986; Chan et al,
1987; Stamey et al, 1987; Oesterling et al, 1988).

Penemuan PSA berawal dari analisa ejakulat dan cairan prostat dengan metode
imunopresipitasi untuk menemukan protein spesifik dalam bidang forensik. Pada tahun
1971, pekerja Jepang mengisolasi, dari plasma semen, protein yang terbukti spesifik
terhadap antigenik untuk semen; mereka melaporkan karakteristik kimia dan fisika dan
menyebutnya γ-seminoprotein (Hara et al, 1971). Beberapa tahun kemudian, dalam upaya
mengembangkan protein ini lebih jauh sebagai marker forensik untuk identifikasi semen, γ-
seminoprotein dimurnikan dari plasma semen manusia. Protein seminal ini, awalnya disebut
γ-seminoprotein, sekarang telah ditunjukkan memiliki sekuens yang sama dengan PSA.

PSA adalah glikoprotein yang bertindak sebagai serine protease dengan berat molekul
33 kD yang mengandung 7% karbohidrat (Watt et al, 1986) dan ditemukan hampir secara
eksklusif di sel epitel prostat (Armbruster, 1993; Rittenhouse et al, 1998). PSA terdiri dari
rantai polipeptida tunggal dan mengandung 240 asam amino dan rantai samping O-linked
carbohydrate yang melekat pada residu serin (Watt et al, 1986). PSA bertindak secara
fisiologis seperti serine protease dan arginine esterase dengan aktivitas seperti
chymotrypsin dan trypsin. Sekuens dari protein ini mirip dengan kallikrein lain (Rittenhouse
et al, 1998) yang terlibat dalam mekanisme regulator sel prostat. Lilja (1985) dan Watt dan
rekan kerja (1986) melaporkan bahwa salah satu protein struktural cairan seminal,
semenogelin, menyebabkan ejakulasi menggumpal. Semenogelin adalah protein yang
disekresikan vesika seminal dominan dan salah satu substrat fisiologis untuk PSA. Salah
satu peran biologis yang mungkin dari PSA adalah melisiskan bekuan dalam ejakulasi,
tetapi saat ini tidak diketahui mengapa mekanisme pembekuan dan lisis ini penting untuk
fisiologi reproduksi.

Gen PSA (hKLK3) adalah bagian dari famili gen jaringan kallikrein manusia yang
mencakup hKLK1, hKLK2, hKLK3, dan KLK-L1 (Lundwall, 1989; McMullen et al, 1991; Berg
et al, 1992; Carbini et al, 1993 ; Clements, 1994; McCormack et al, 1995; Rittenhouse et al,
1998; Nelson et al, 1999; Yousef dan Diamandis, 2003). Hingga saat ini ada lebih dari 15
kallikreins manusia yang berbeda, dengan ekspresi yang tercatat pada kanker prostat,
payudara, ovarium, dan testis (Obiezu dan Diamandis, 2005). Gen-gen ini semuanya
terletak pada kromosom 19 (Reigman et al, 1992; Yousef et al, 1999; Yousef dan
Diamandis, 2003). Ekspresi ektopik PSA telah dilaporkan dalam konsentrasi yang lebih kecil
pada jaringan tumor payudara ganas (Yu et al, 1994a, 1994b, 1994c), jaringan payudara
normal, ASI, serum wanita, dan karsinoma adrenal dan ginjal; namun, untuk tujuan praktis
dan klinis, PSA merupakan penanda khusus-androgen dan bergantung pada organ prostat
(tetapi bukan khusus kanker). Keterbatasan PSA sebagai penanda tumor ditunjukkan pada
tumpang tindih substansial dalam nilai antara penyakit prostat jinak dan ganas (Oesterling et
al, 1988; Partin et al, 1990).

Sebagian besar penelitian mengenai biologi molekuler dan biokimia PSA didasarkan
pada studi ekstensif protein murni dari cairan semen di mana konsentrasi PSA hampir satu
juta kali lipat lebih tinggi daripada yang ditemukan secara rutin dalam serum (McCormack et
al, 1995). Konsentrasi yang ditemukan dalam kisaran plasma seminal 0,5-5,0 mg/mL,
sedangkan kisaran konsentrasi serum normal pada pria berusia 50 hingga 80 tahun tanpa
adanya penyakit prostat dari 1,0 hingga 4,0 ng/L (Catalona et al, 1991).

Derivat Prostate-Specific Antigen

PreproPSA (261 asam amino) diproses dalam retikulum endoplasma sel epitel prostat,
di mana sekuens pemimpin 17-peptida dibelah untuk membentuk proPSA. Tujuh peptida
lainnya kemudian dibelah dari propeptida untuk membentuk peptida PSA aktif (Rittenhouse
et al, 1998). Pembelahan prekursor PSA yang tidak aktif (zymogen) dilakukan terutama in
vivo oleh hK2 (Lilja, 1985; Villoutreix et al, 1994; Rittenhouse et al, 1998). Selain
pembelahannya pada residu −7, proPSA juga dapat dibelah pada residu −2 atau −5 untuk
menghasilkan PSA yang tidak aktif secara katalis yang disebut [−2] proPSA dan [−5]
proPSA. Akhirnya, bentuk tambahan PSA tidak aktif dapat dibentuk oleh pembelahan
internal di berbagai lokasi dalam PSA (mungkin terjadi dalam cairan semen setelah PSA
disekresi). Isoform yang terpecah ini terdiri dari BPSA.

Sebagian kecil PSA yang aktif berdifusi ke dalam sirkulasi, di mana ia cepat terikat atau
kompleks oleh perlekatan kovalen terhadap protease inhibitor (paling umum, α1-
antichymotrypsin) (Lilja et al, 1991; Stenman et al, 1991; Christensson et al, 1993 ; Lilja,
1993a; McCormack et al, 1995; Partin dan Carter, 1996; Polascik et al, 1999). PSA yang
tidak aktif juga bisa masuk ke aliran darah, dimana ia akan beredar dalam keadaan tidak
terikat sebagai PSA bebas (fPSA).

Bergantung pada antibodi monoklonal yang digunakan untuk mengukur serum PSA,
jumlah PSA yang bebas dan kompleks, serta isoform proPSA, dapat dideteksi. Hal ini
memiliki kepentingan klinis yang tinggi karena berbagai turunan PSA berkaitan dengan
jaringan prostat jinak dan kanker. Pada kanker prostat, hilangnya arsitektur kelenjar dan sel-
sel basal menghasilkan penurunan dalam proses luminal dari proPSA menjadi PSA aktif
(dan dengan demikian meningkatkan proPSA) dan di samping itu penurunan dalam
pemrosesan PSA aktif menjadi BPSA (sehingga menurunkan jumlah fPSA). Sehingga,
peningkatan kadar BPSA dalam serum ditemukan pada penyakit jinak, sedangkan proPSA
(dan khususnya [-]2] proPSA) dan PSA yang terikat berhubungan dengan kanker prostat
(ditinjau dalam Balk et al, 2003 dan Tosoian dan Loeb, 2010).

Human Kallikrein 2

Human kallikrein 2 (hK2 [protein] atau KLK2 [gen])merupakan serin protease spesifik
terhadap prostat yang terkait erat dengan PSA (Rittenhouse et al, 1998). hK2 pertama kali
ditunjukkan dari low-stringency hybridization screen dari human liver genomic library
manusia pada tahun 1992, dan sekuens asam amino diprediksi memiliki 80% homologi
dengan PSA (hK3, KLK3) (Young et al, 1992). Homologi yang mencolok antara kedua
protein "spesifik prostat" ini menunjukkan hubungan fisiologis yang erat. Baru-baru ini, hK2
rekombinan telah dapat diekspresikan dan dimurnikan (Kumar et al, 1996; Mikolajczyk et al,
1998). Tidak seperti PSA, hK2 menunjukkan sifat seperti trypsin dengan pembelahan
selektif pada residu arginin dan memiliki potensi aktivitas protease lebih tinggi (20.000 kali
lipat lebih besar dari PSA) (Mikolajczyk et al, 1998). Antibodi monoklonal terhadap hK2 telah
dikembangkan dan memiliki insiden rendah bereaksi silang dengan PSA (Finlay et al, 1998).
Seperti disebutkan sebelumnya, secara fisiologis, hK2 memecah proPSA untuk
menghasilkan bentuk PSA yang aktif secara enzimatik dalam prostat (Kumar et al, 1996).
Studi imunohistokimia telah menunjukkan hK2 mengalami peningkatan dalam ekspresinya
dari normal ke metastasis, epitel prostat yang berdiferensiasi buruk (Darson et al, 1997), dan
studi hK2 dalam serum pria dengan kanker prostat telah menunjukkan kepentingan klinis
untuk deteksi dini kanker prostat ( Partin et al, 1999; Vickers et al, 2010).

Human Kallikrein L1

Upaya untuk menemukan kallikrein-like novel manusia pada kromosom 19 telah


mengidentifikasi anggota lain dari keluarga gen kallikrein manusia, KLK-L1 (Nelson et al,
1999; Yousef et al, 1999). Nelson dan rekan (1999) membangun perpustakaan cDNA yang
diperkaya melalui substraksi dengan cDNA dari empat jaringan normal lainnya untuk
menghasilkan sekuens tag yang mengidentifikasi gen yang mereka sebut prostase. Sekuens
prostase menunjukkan fitur yang mirip dengan anggota keluarga kallikrein lainnya. Yousef
dan rekan (1999) juga menemukan KLK-L1 di jaringan payudara dan menunjukkan bahwa ia
diregulasi secara hormonal. Meskipun kegunaan klinis dari anggota keluarga gen kallikrein
belum ditentukan, hal ini masih dalam penyelidikan.

Human Kallikrein 11
Human kallikrein 11 (hK11) adalah serine protease yang memiliki kesamaan dengan
human kallikrein 3 (hK3) atau PSA dengan homologi signifikan pada level nukleotida dan
struktur protein (Diamandis dan Yousef, 2002). Lokalisasi hK11 dalam sel epitel berbagai
organ telah ditunjukkan secara imunohistokimia, dan hK11 telah terdeteksi dalam cairan
ketuban, ASI, cairan serebrospinal, cairan folikel, dan sitosol kanker payudara. Kadar hK11
tertinggi diamati dalam ekstrak jaringan prostat dan plasma semen, di mana ia memiliki
kadar 300 kali lipat lebih rendah dari PSA. Peningkatan kadar serum hK11 ditemukan pada
60% pria dengan kanker prostat; rasio hK11 terhadap total PSA mampu mengurangi jumlah
biopsi yang dibutuhkan, dan memiliki data yang sama dengan yang diperoleh dari tes fPSA
(Diamandis dan Yousef, 2002; Nakamura et al, 2003).

Human Kallikrein 14

Human kallikrein 14, yang termasuk trypsin-like human kallikrein–related peptidase


(KLK), telah terbukti memberikan efek yang signifikan dan bergantung dosis pada proses
likuefaksi semen (Emami dan Diamandis, 2008; Emami et al, 2008). Likuefaksi semen
manusia melibatkan degradasi proteolitik dari koagulum semen dan pelepasan spermatozoa
motil. Beberapa anggota human kallikrein–related peptidases terlibat dalam pencairan
semen, berfungsi melalui kaskade proteolitik dengan regulasi tinggi. Di antaranya, KLK3
(juga dikenal sebagai prostate-specific antigen) adalah enzim utama yang bertanggung
jawab untuk memproses komponen utama koagulum semen. KLK14 baru-baru ini telah
diidentifikasi sebagai aktivator potensial KLK3 dan KLK lainnya (Emami et al, 2008; Emami
dan Diamandis, 2008). Borgono dkk (2003) mengukur kadar plasma seminalis pada KLK14
dengan metode enzyme-linked immunosorbent immunoassay (ELISA) pada 36 sampel
semen manusia dan menemukan kadar KLK14 dengan kisaran 0,6 hingga 23,6 μg/L (rata-
rata 10,8; median 10,7 μg/L). Semenogelin I dan semenogelin II didegradasi oleh PSA untuk
membentuk berbagai peptida yang aktif secara biologis yang terlibat dalam likuefaksi semen
dan pelepasan spermatozoa motil. Semenogelin I dan II, melalui kelasi dengan kelebihan
zinc bebas, juga langsung dibelah oleh KLK14, dengan cara yang sama seperti PSA. Selain
itu, KLK14 juga telah terbukti sebagai biomarker potensial untuk kanker ovarium dan
payudara (Borgono et al, 2003).

Pesan Kunci: Protein Sekresi - Kallikrein


 Protease prostat yang disekresi menggunakan efek dose-dependent dan signifikan
pada pengenceran semen.
 Di antara protein prostat yang disekresi yang telah diteliti dengan baik, hKLK3 (PSA)
dan protease homolog, hK2, yang berfungsi membelah PSA.
 PSA dan derivatifnya (contoh : BPSA, fPSA, [-2] pro-PSA), dan juga hK2, memiliki
hubungan yang beragam dengan jaringan prostat jinak dan kanker prostat dan
sekarang digunakan untuk membantu skrining kanker prostat.

Prostate-Specific Transglutaminases

Human prostate-specific transglutaminase 4 termasuk dalam kelompok enzim yang


mengalami reaksi silang dengan residu peptide-bound glutamine secara ireversibel melalui
reaksi dengan lisin atau amina primer seperti poliamina (Dubbink et al, 1998).
Transglutaminase ditemukan di seluruh tubuh, tetapi mereka sangat spesifik jaringan.
Dubbink dan rekan (1998) menggambarkan transglutaminase spesifik prostat baru dengan
DNA genom 35-kilobase dan terdiri dari 13 ekson dan 12 intron. Situs inisiasi transkripsi
utama terletak 52 base di bagian hulu dari kode awal translasi. Terdapat satu varian splice
telah ditemukan, dan promotor gen transglutaminase 4 (TGM4) telah dianalisa dengan
eksperimen sekuensing dan transfeksi dan ditemukan pada −1276 hingga -563.
Selanjutnya, situs pengikatan Sp1 (promotor) yang diperlukan untuk aktivitas dasar TGM4
diidentifikasi (Dubbink et al, 1999). Promotor TGM4 ditandai oleh pemetaan delesi dan
analisis mutasi. Para peneliti menentukan bahwa posisi antara −113 dan −87 sangat penting
untuk aktivitas inti promotor. Sekuens yang diidentifikasi adalah situs pengikatan untuk
faktor transkripsi Sp1 dan Sp3; Namun, peran yang jelas dalam regulasi TGM4 tidak
disimpulkan dari penelitian yang ada (Dubbink et al, 1999). Yang terpenting adalah fakta
bahwa protein pembentuk gel utama dalam semen, semenogelin I dan II, adalah substrat
untuk transglutaminase 4 (Peter et al, 1998). Esposito dan Caputo (2005) meninjau berbagai
substrat untuk transglutaminase secara rinci dan mengkarakterisasi dasar molekul dari
reaksi yang dikatalisis transglutaminase dan juga menilai fungsi fisiologis dan proses
patofisiologis yang mungkin dihasilkan dari interaksi tersebut. Transglutaminase untuk
prostat adalah transglutaminase 4; beratnya 77 kD, diatur androgen, dan ditemukan secara
ekstraseluler. Transglutaminase mengkatalisasi modifikasi protein pasca-translasi dengan
membentuk ikatan silang terpolimerisasi antara kelompok kelompok γ-carboxamide dari
residu protein-bound glutamine dan kelompok ε-amino dari residu protein-bound lysine, yang
menghasilkan kompleks molekul yang stabil. Ada bukti yang menyarankan bahwa afinitas
biokimia dari transglutaminase 4 untuk substrat acyl-type seperti protein kinesin dalam
sekresi protein semen mungkin penting untuk ekstrusi transglutaminase 4 yang benar dari
kelenjar pembekuan (Esposito dan Caputo, 2005).

An dan rekan (1999) juga menjelaskan kloning TGM4 (human prostate-specific


transglutaminase) dan promotornya dalam elemen −1 hingga −500 dan juga pada −520
hingga −1400. Selain itu, kelompok ini menerapkan hibridisasi Northern blot dan analisis
reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mengkonfirmasi spesifisitas
prostat dan ekspresi Gleason grade-specific oleh RT-PCR dan mencatat penurunan regulasi
yang signifikan pada kadar Gleason yang tinggi serta dalam ekstrak jaringan metastatik.
Dari perspektif protein, Birckbichler dan rekan (2000) mengungkapkan secara kuantitatif
imunofluoresensi bahwa kanker prostat mengalami penurunan secara signifikan
dibandingkan dengan pasien prostat dan prostatitis normal, tetapi hal ini berbeda dengan
apa yang diamati dengan hasil RT-PCR (An et al, 1999), di mana tumor kelas Gleason yang
lebih tinggi cenderung menurun secara signifikan. Perbedaan hasil ini perlu diklarifikasi
melalui penelitian yang lebih besar yang membandingkan RT-PCR dengan ekspresi protein
untuk menentukan apakah hal ini merupakan masalah teknis atau lebih tepatnya terjemahan
transglutaminase 4 mRNA dibandingkan protein dalam proses penyakit ganas.

Semenogelins I dan II

Semenogelin I dan semenogelin II adalah protein dominan dalam koagulum semen


manusia yang terdegradasi oleh PSA untuk membentuk berbagai peptida yang aktif secara
biologis, yang dalam kombinasi dengan fibronektin menimbulkan koagulum seperti gel dari
semen yang baru mengalami ejakulasi (Lilja, 1985; Malm et al, 1996; de Lamirande et al,
1997). Gen yang menyandi semenogelin I dan II terletak di daerah terpisah sejauh 11,5
kilobase pada kromosom 20. Fungsi biologis utama semenogelin melibatkan kapasitasi,
yang didefinisikan sebagai serangkaian perubahan dalam membran sel, aktivitas enzim, dan
fluks ion yang dialami sperma saat mereka melintasi saluran urogenital wanita untuk
mencapai zona pellucida dan membuahi telur (de Lamirande et al, 1997). Telah dibuktikan
bahwa peptida yang aktif secara biologis dari proteolisis semenogelin I dan semenogelin II
mengambil anion superoksida dan dapat mempengaruhi oksidase sperma untuk berfungsi
sebagai pengatur alami kapasitasi sperma (de Lamirande et al, 2001; de Lamirande, 2007).
Semenogelin dari vesika seminalis dan ion zinc dari prostat memainkan peran penting
dalam agregasi semen pada saat ejakulasi sperma dan juga dalam pergerakan sperma
dengan mengikat sperma dan kemudian berinteraksi dengan zinc (de Lamirande, 2007;
Yoshida et al, 2008 ). Hal ini secara fisiologis dan mungkin patofisiologis penting bahwa
protein pembentuk gel utama dalam semen, semenogelin I dan II, adalah substrat untuk
transglutaminase 4 (Peter et al, 1998). Kedua protein ini berasal dari epitel kelenjar vesikula
seminalis dan diproduksi dalam konsentrasi tinggi; Namun, dalam epididimis, hanya
semenogelin I yang diekspresikan. Terdapat bukti imunohistokimia bahwa tipe sel lain
termasuk vas deferens, prostat, dan trakea menunjukkan sinyal kuat untuk semenogelin I
dan II, dan sinyal yang lebih lemah tetapi positif terlihat pada sel otot rangka dan sistem
saraf pusat (Lundwall et al, 2002 ).

Prostate-specific Membrane Antigen

Ulasan biokimia dan biologi prostate-specific membrane antigen(PSMA) dalam jaringan


manusia dan survei kanker prostat menggambarkan regulasi diferensial molekul, fungsi
enzimatiknya, dan potensinya sebagai biomarker untuk pencitraan in vivo, terapi yang
ditargetkan, dan imunoterapi (Elgamal et al, 2000; Ghosh dan Heston, 2004).

Pengkodean gen PSMA terletak pada kromosom 11p11-12 dan kode untuk glikoprotein
membran tipe II (berat molekul sekitar 100.000 Da) dengan intraseluler (1 hingga 18 asam
amino), transmembran (19 hingga 43 asam amino), dan ekstraseluler besar (44 hingga 750
asam amino) domain (Israeli et al, 1994; Ghosh dan Heston, 2004; Davis et al, 2005). cDNA
(2,65 kb nomor GenBank M99487) yang mengkode PSMA pertama kali dilaporkan oleh
Israeli dkk pada tahun 1993 dan telah ditemukan sekuens asam aminonya (Israeli et al,
1994). Hal tersebut mengkode 750-asam amino protein dengan massa molekul yang
diprediksi 84 kD (tidak termasuk karbohidrat). Asam amino hidrofobik yang ditemukan pada
residu asam amino 20 hingga 43 menunjukkan bahwa protein ini adalah protein membran
integral tipe II dengan domain intraseluler kecil dan domain ekstraseluler besar (Fair et al,
1997). Promotor untuk PSMA telah dikloning (Good et al, 1999), dan PSMA telah
diekspresikan dan dimurnikan dari sistem ekspresi baculovirus (Lodge et al, 1999).
Sebagian dari domain transmembran protein ini (residu asam amino 1250 hingga 1700)
berbagi 57% homologi dengan mRNA reseptor transferrin manusia (Mahadevan dan
Saldanha, 1999). Varian splicing alternatif dari PSMA (protein PSM′-PSA domain
ekstraseluler) sedang diselidiki untuk lebih memahami signifikansi klinis dari protein
membran penting ini yang ditemukan dalam prostat (Liu et al, 1997; Grauer et al, 1998;
Murphy et al, 1998; Ghosh dan Heston, 2004; Rajasekaran et al, 2005). PSMA telah
dikristalisasi dan strukturnya dideduksi pada resolusi 3,5 Å. Analisis ini mengungkapkan
homodimer dengan kesamaan struktural dengan reseptor transferin, reseptor untuk iron-
loaded transferrin yang tidak memiliki aktivitas protease (Davis et al, 2005). Namun, tidak
seperti reseptor transferin, domain protease PSMA (glutamat carboxypeptidase II)
mengandung situs zinc binuklear, residu katalitik, dan substrate-binding arginine patch.
PSMA diekspresikan dengan kuat pada prostat dan diregulasi pada kanker prostat dan
pada neovaskularisasi dari tumor lain (Silver et al, 1997; Chang et al, 1999b, 2001). Dalam
prostat ada tiga varian PSMA alternatif. Namun, hanya satu dari isoform ini (PSM ′ terletak di
ujung terminal 5’ dari PSMA cDNA) diketahui secara berbeda diekspresikan dalam jaringan
normal, BPH, dan kanker prostat (Elgamal et al, 2000; Rajasekaran et al, 2005). Ekspresi
mRNA PSMA dalam kanker prostat berada dalam kondisi hormonedeprived state,
bertentangan dengan mRNA PSA, yang sering menunjukkan ekspresi yang lebih rendah,
bahkan tidak menunjukkan hormonedeprived state (Henttu et al, 1992; Israeli et al, 1994;
Wright et al, 1995; Rajasekaran et al, 2005). Asosiasi PSMA dengan kanker prostat
menjadikannya target yang menguntungkan untuk pengembangan molekul pencitraan dan
terapi (Lupold dan Rodriguez, 2004; Davis et al, 2005; Chandran et al, 2008).

Terlepas dari namanya, PSMA juga diekspresikan dalam banyak jaringan nonprostatik,
termasuk ginjal, usus kecil, dan sistem saraf. PSMA dalam sistem saraf pusat melakukan
metabolisme neurotransmitter otak N-acetyl-aspartyl-glutamate atau NAAG (dinamakan
NAALADase). Dalam usus, PSMA ditemukan di usus kecil proksimal, di mana ia
menghilangkan γ-linked glutamates dari poly-γ-glutamated folate (folate hydrolase 1), atau
sebagai carboxypeptidase, glutamate carboxypeptidase II.

Prostate Stem Cell Antigen

Reiter dan rekan (1998) mengidentifikasi prostate stem cell antigen (PSCA), antigen
permukaan sel yang diekspresikan dalam prostat (pada jaringan lain ditemukan pada
kandung kemih). Gen PSCA mengkode 123-asam amino glikoprotein, dengan 30%
homologi untuk antigen stem cell 2 (Sca-2). Seperti Sca-2, PSCA adalah anggota keluarga
Thy-1/Ly-6 dan ditambatkan oleh tautan glycosylphosphatidylinositol. Dengan menggunakan
hibridisasi mRNA in situ, ekspresi PSCA terlokalisasi pada prostat normal ke epitel sel basal,
kompartemen putative stem cell dari epitel prostat; sehingga, PSCA dapat menjadi penanda
sel prostat atau sel progenitor. Hara dkk (2002) melakukan analisis tingkat mRNA PSA,
PSMA, dan PSCA pada darah tepi dengan metode RT-PCR pada 58 pasien dengan kanker
prostat dan 71 pasien dengan penyakit non-ganas. Hasilnya adalah 7 dari 58 (12,1%) untuk
PSA, 12 dari 58 (20,7%) untuk PSMA, dan 8 dari 58 (13,8%) untuk PSCA; nol sampel positif
untuk penyakit yang tidak ganas. Ringkasan hirarkis dari nilai prognostik untuk tiga
biomarker adalah sebagai berikut: PSCA lebih tinggi dari PSA, yang lebih tinggi dari PSMA
untuk RT-PCR dari 58 pasien dengan kanker prostat. Perlu diperhatikan bahwa pada
kelompok pasien ini, ketika hasil RT-PCR positif untuk PSCA, pasien disease progression–
free survival yang lebih rendah dibandingkan dengan dua biomarker lainnya. Ekspresi PSCA
meningkat seiring dengan peningkatan skor Gleason dan stadium kanker serta dengan
progresi metastasis dan dapat menjadi biomarker yang berguna untuk stadium kanker
prostat (Hara et al, 2002). Han dan rekan (2004) melakukan analisis imunohistokimia PSCA
dari microarray jaringan 246 pasien; hasil mengungkapkan bahwa intensitas pewarnaan
PSCA 3.0 berkorelasi dengan fitur prognostik yang merugikan termasuk skor Gleason 7.0 (P
= .001), invasi vesikula seminalis (P = .005), dan keterlibatan kapsul (P = .033). Namun,
setelah analisis multivariat, PSCA tidak bertahan sebagai prediktor independen dari
rekurensi PSA. Zhigang dan Wenlv (2004) mempelajari BPH, low-grade prostatic
interepithelial neoplasia (LGPIN), highgrade prostatic interepithelial neoplasia (HGPIN), dan
kanker prostat pada tingkat jaringan oleh imunohistokimia dan tingkat mRNA dengan
hibridisasi in situ. Pada BPH dan LGPIN pewarnaan protein PSCA dan mRNA lemah atau
negatif dan kurang intens dan seragam daripada di HGPIN dan kanker prostat. Terdapat
protein PSCA sedang hingga kuat serta ekspresi mRNA di 8 dari 11 (72,7%) HGPIN dan
pada 40 dari 48 (83,4%) spesimen kanker prostat yang diperiksa oleh imunohistokimia dan
analisis hibridisasi in situ. Ketika spesimen kanker prostat diperiksa oleh imunohistokimia
dan analisis hibridisasi in situ dibandingkan dengan sampel BPH (20%) dan LGPIN (22,2%),
hasilnya signifikan secara statistik (masing-masing <0,05). Ekspresi PSCA mengalami
peningkatan seiring dengan stadium Gleason yang tinggi, stadium lanjut, dan progresi ke
arah independensi androgen (P <.05, masing-masing). Selain itu, dalam penelitian ini,
immunostaining protein dan pewarnaan mRNA hibridisasi in situ menunjukkan tingkat
korelasi yang tinggi antara protein PSCA dan peningkatan ekspresi mRNA pada kanker
prostat, yang mendukung potensi PSCA sebagai biomarker prognostik. Sehingga, nilai
protein ini untuk biologi morfogenesis jaringan epitel prostat dan juga sebagai biomarker
yang baru untuk diagnosis dan pengobatan kanker prostat dapat direalisasikan.

Potensi penggunaan PSCA, antigen permukaan membran yang diekspresikan dengan


tinggi dalam prostat, sebagai perangkat baru dalam diagnostik yang menargetkan prostat
(immunoassay darah atau pencitraan medis) dan dalam terapi (vaksin atau imunoterapi)
saat ini sedang dipelajari secara aktif (Olafsen et al, 2007; Raff et al, 2009). Hal ini
merupakan kesempatan unik dalam perkembangan pengetahuan mengenai prostat sebagai
alat yang mungkin digunakan dalam penatalaksanaan kanker prostat karena peningkatan
amplifikasi selama karsinogenesis.

Asam Fosfatase Prostat

Aktivitas asam fosfatase adalah 200 kali lebih sering dibandingkan pada jaringan
prostat dibandingkan jaringan lainnya dan adalah sumber dari kadar tinggi jaringan lainnya
dan sumber dari kadar tinggi asam fosfatase pada ejakulat. Enzim fosfatase menghidrolisis
banyak tipe dari ester monofosfat organik menjadi fosfat inorganik dan alkohol. Banyak
enzim fosfatase memberikan aktivitas optimal secara in vitro didalam keadaan asam (pH 4
hingga 6) atau alkalin (pH 8-11) dan diklasifikasikan secara luas sebagai asam atau alkali
fosfatase.

Aktivitas asam fosfatase dapat didefinisikan lebih lanjut oleh faktor-faktor yang
menghambat aktivitas enzimatisnya. Misalnya, asam eritrosit fosfatase yang sangat sensitif
terhadap penghambatan oleh formaldehida 0,5% atau ion tembaga (0,2 mM), sedangkan
aktivitas PAP jauh lebih sensitif terhadap penghambatan oleh ion florida (1 mM) atau L-
tartrate (1 mM).

Osteoklas juga kaya akan asam fosfatase tartrat yang tidak sensitif. Peningkatan
minor dalam kadar asam fosfatase serum dapat menyertai penyakit Paget,
osteoporosis, metastasis tulang nonprostatik, dan kondisi lain dari peningkatan
resorpsi tulang serta kanker prostat metastatik. Semua asam fosfatase menghidrolisis
berbagai fosfomonoester alami dan sintetis, dan ini telah menyediakan berbagai macam
sistem uji dan ekspres aktivitas unit yang berbeda, tergantung pada pengujian. Substrat
sintetis ini meliputi, sebagian, fenilfosfat (Gutman dan Gutman, 1938); fenolftalein fosfat;
paranitrophenyl fosfat, juga disebut Sigma 104; dan timolftalein fosfat (Roy et al, 1971).
Spesifisitas substrat ini bervariasi dengan jenis dan sumber asam fosfatase; Tampaknya
timolftalein fosfat mungkin merupakan substrat yang paling spesifik untuk menguji kadar
serum fosfatase asam prostat-spesifik, tetapi antibodi spesifik saat ini tersedia untuk
pengukuran imunologis. Ketertarikan pada tes asam fosfatase dalam serum sebagai ukuran
metastasis kanker prostat sebelum terapi definitif menurun dengan ketersediaan tes PSA
yang lebih sensitif dan spesifik (Burnett et al, 1962).

Substrat alami untuk PAP dapat berupa fosforilkolin fosfat, yang dihidrolisis dengan
cepat dalam semen (Seligman et al, 1951). Fungsi biologis dari enzim ini dan reaksinya
tidak diketahui, tetapi penting bahwa PAP dapat menghidrolisis ester protein tirosin fosfat,
produk alami dari banyak protein kinase tirosin onkogen (Li et al, 1984; Lin dan Clinton,
1986). Dengan teknik spektroskopi resonansi magnetik, telah ditunjukkan bahwa rasio kolin
intraseluler terhadap tingkat sitrat dalam prostat dapat membantu membedakan dari jaringan
prostat yang mengalami kanker dan normal (Scheidler et al, 1999). Diperlukan uji klinis lebih
lanjut sebelum temuan ini akan memengaruhi praktik klinis. Tidak diketahui apakah asam
fosfatase merupakan faktor pengaturan dalam sistem protein kinase tirosil yang sangat
penting sebagai mekanisme pensinyalan dalam fungsi faktor pertumbuhan.

PAP manusia adalah dimer glikoprotein dengan berat molekul 102.000 dan
mengandung sekitar 7% karbohidrat berdasarkan berat, terdiri dari 15 residu per mol
gula netral (fruktosa, galaktosa, dan manosa), 6 residu per mol asam sialat, dan 13
residu N -acetylglucosamine (Chu et al, 1977). Protein dapat dipisahkan menjadi dua
subunit 50 kD. Aktivitas enzim manusia yang dimurnikan adalah 723 U / mg dengan α-naftil
fosfat, dan plasma semen mengandung 0,3 hingga 1 g / L atau 177 hingga 760 U / mL.
Aktivitas enzimatik yang tinggi dari PAP bukan merupakan karakteristik jaringan aksesori
pada banyak spesies lain; tingkatannya 1000 kali lebih tinggi per gram jaringan di prostat
manusia dibandingkan prostat tikus. Aspek klinis PAP ditinjau oleh Romas dan Kwan (Lowe
dan Trauzzi, 1993; Romas dan Kwan, 1993).

Protein Prostat-Spesifik 94 (β-Mikroseminoprotein dan β- inhibin)

Protein 16-kD utama, kaya sistein, nonglikosilasi yang mengandung 94 asam amino
telah ditemukan dalam sekresi prostat dan bernama protein khusus prostat 94 (PSP-94); hal
tersebut adalah salah satu dari tiga protein dominan yang disekresikan di kelenjar prostat
dan ditemukan dalam cairan semen bersama dengan PSA dan PAP. Protein ini sebelumnya
telah didesain untuk β-inhibin dan juga β-MSP (Dube et al, 1987; Ulvsback et al, 1989).
Transkrip mRNA untuk protein ini juga telah diidentifikasi dalam jaringan nongenital
(Ulvsback et al, 1989). Gen manusia untuk PSP-94 telah dipetakan ke dalam kromosom 10
(q11.2), dan ada tiga elemen respons glukokortikoid dan satu elemen respons estrogen di
daerah promotor intron pertama. Berdasarkan pengamatan ini gen tersebut kemungkinan
diatur oleh hormon pada manusia (Nolet et al, 1991; Ochiai et al, 1995) karena hal ini juga
dilaporkan dalam penelitian prostat lateral tikus (Kwong et al, 2000). Juga, Valtonen-Andre
dan rekan (2008) menunjukkan bahwa pada laki-laki muda dan sehat, kadar PSP-94 dalam
serum berkorelasi baik didalam plasma semen (r = 0,50, P <0,001). Pemeriksaan imunologis
otomatis dilakukan dengan AutoDELFIA 1235 (Wallac) dan menghasilkan nilai rata-rata
PSP-94 pada 205 pria muda dengan kadar 12 mg / L (persentil 2,5 hingga 97,5, 4,9 hingga
26 mg / L) dalam serum dan 0,53 g / L (persentil 2.5 hingga 97.5, 0.13 hingga 2.0 g / L) atau
1.8 mg (persentil 2.5 hingga 97.5, 0.32 hingga 6.6 mg) dalam plasmasSemen. Data ini
memberikan dasar yang kuat untuk evaluasi biomarker baik pada pria sehat dan pada
mereka yang menderita kanker prostat.
Salah satu fungsi biologis utama PSP-94 adalah penghambatan hormon
perangsang folikel (Garde et al, 1999). Sementara hormon perangsang folikel dibuat oleh
kelenjar hipofisis, prostat telah terbukti menjadi sumber hormon perangsang folikel
ekstrapituitari. Terdapat reseptor hormon perangsang folikel di prostat, dan tampaknya
regulasi autokrin atau parakrin dari hormon ini memengaruhi proliferasi epitel prostat (Ben-
Josef et al, 1999; Porter et al, 2001). Juga, Chan dan rekan (1999) menggunakan hibridisasi
in situ untuk mempelajari ekspresi PSP-94 pada prostat manusia. Mereka menemukan
bahwa prostat janin pada 6 sampai 7 bulan mensintesis PSA dan PAP tetapi tidak PSP-94,
dan pengamatan ini tampaknya berhubungan dengan perkembangan kelenjar prostat.
Distribusi anatomi zonal PSP-94 pada prostat dewasa menunjukkan bahwa protein
diekspresikan sebagian besar di asinus zona perifer daripada zona sentral atau transisi.
Anahi Franchi dkk (2008) mempelajari PSP-94 dan interaksi potensinya dengan
spermatozoa manusia dan kemungkinan perannya dalam kesuburan. Menggunakan PSP-94
murni, mereka menunjukkan interaksi spesifik pada permukaan sperma. Juga,
menggunakan teknologi ELISA dual-antibodi, para penulis mencatat bahwa dari 62 pasien
yang dinilai untuk kesuburan, pria subur memiliki konsentrasi protein yang lebih rendah
daripada pria subfertil dan menyarankan bahwa kualitas semen mungkin dipengaruhi oleh
konsentrasi PSP-94. Fungsi lain dari PSP-94 mungkin untuk berinteraksi langsung
dengan spermatozoa dengan cara yang dapat mempengaruhi kualitas struktur dan
fungsi sperma.

Di bidang kanker, Chan dan rekan kerja (1999) menemukan bahwa ekspresi PSP-94
secara nyata diturunkan fungsinya dengan meningkatnya kadar Gleason dari kanker prostat.
Selanjutnya, Shukeir dan rekan kerja (2003) menunjukkan penurunan yang signifikan dalam
pertumbuhan subline Dunning R3327 yang sangat metastasis pada model prostat tikus
MatLyLu prostat diberikan dengan protein terkait hormon paratiroid dengan pengobatan
dengan berbagai dosis PSP-94 komersial yang dimurnikan dari plasma semen manusia (0,
0,1, 1,0, dan 10 μg / kg / hari). Kadar serum protein terkait hormon dan kalsium paratiroid
digunakan untuk memantau keberhasilan pengobatan dengan PSP-94. Oleh karena itu,
PSP-94 adalah penghambat efektif metastasis kanker prostat hormon independen dan
terbaru dalam model hewan Dunning MatLyLu ini. Molekul PSP-94 ini belum
dikristalisasi; Namun, Joshi dan Jyothi (2002), dalam model molekul yang disimulasikan
komputer, telah memprediksi strukturnya dan menghitung aktivitas pengikatannya dan
aktivitas biologinya yang terkait (penghambatan hormon perangsang folikel) dan sifat
imunogenik. Menggunakan struktur tiga dimensi yang dibangun oleh resonansi magnetik
nuklir (NMR), Ghasriani dan rekan (2006, 2009) telah menunjukkan molekul PSP-94 terdiri
dari dua domain berbeda yang membentuk struktur yang agak panjang. Dua domain
terhubung satu sama lain oleh tulang punggung peptida, satu ikatan disulfida, dan interaksi
antara amino dan karboksil termini dan berorientasi untuk memberikan molekul struktur yang
agak panjang. Selain itu, Ghasriani dan rekan (2009) telah menunjukkan interaksi molekuler
spesifik PSP-94 dengan protein sekretori yang kaya akan sistein 3 (CRISP-3) dengan
menerapkan NMR multidimensi. Protein CRISP tersebar di antara organisme dan racun ular,
dan mereka dilaporkan sebagai penghambat saluran ion kalsium; Namun, relevansi
pengamatan interaksi protein-protein ini dengan plasma seminal belum ditentukan.

Inhibitor Protein C
Semen manusia mengandung beberapa enzim dan penghambat sistem koagulasi
hemostatik (Lwaleed et al, 2004; Fernandez dan Heeb, 2007). Dalam semen manusia, PSA
muncul sebagai kompleks molekul dengan protein C inhibitor (PCI), dan yang terakhir
memberikan beberapa konsekuensi penghambatan untuk aksi dari PSA itus sendiri. Protein
struktural dominan dari semen terkoagulasi adalah protein yang disekresikan oleh vesikula
seminalis termasuk semenogelin I dan II dan fibronektin, dan protein ini tetap stabil dalam
sekresi vesikula seminalis hingga 20 jam pada suhu 37° C tetapi dengan cepat membelah
menjadi peptida kecil pada pencampuran dengan protease (misalnya, PAP, hKLK2 [PSA],
hKLK3, hKLK14) dari sekresi prostat (Lwaleed et al, 2004; Fernandez dan Heeb, 2007). Gen
PCI manusia terletak di kromosom 14q32.1 dan merupakan inhibitor protease serin yang
sesuai dengan daerah yang mengandung gen serpins terkait (SERPINA5) (Suzuki et al,
1987; Fernandez dan Heeb, 2007; Suzuki et al, 2007) . PCI adalah penghambat protein aktif
(APC) yang bergantung pada heparin yang secara imunologis dan fungsional identik dengan
inhibitor urokinase yang bergantung pada heparin (penghambat aktivator plasminogen tipe
3). PCI juga menghambat beberapa faktor pembekuan darah dan fibrinolitik lainnya (mis.,
FXa, FXI, plasma kallikrein) (Lwaleed et al, 2004; Espana et al, 2007; Fernandez dan Heeb,
2007; Fernandez dan Heeb, 2007; Suzuki et al, 2007). Suzuki dan rekan (2007) juga
menunjukkan bahwa pencernaan koagulasi semen manusia dengan PSA melepaskan
kompleks PCI dan PSA-PCI dari koagulan ke dalam fase larut, menunjukkan adanya PCI
aktif dalam koagulan semen. PCI kemudian membentuk "kompleks protein tersier" dengan
PSA dan semenogelin II dalam plasma semen. Pengikatan semenogelin II dengan PSA dan
PCI dipengaruhi oleh lingkungan mikromolekuler, termasuk pH, kekuatan ionik, heparin,
dekstran sulfat bermuatan negatif, kation divalen, dan khususnya oleh seng. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa pengikatan PCI dengan semenogin dalam vesikula seminalis mengatur
degradasi semenogelin yang dikatalisis oleh PSA dalam plasma seminal; pembentukan
kompleks antara PCI, PSA, dan semenogelin dimodulasi oleh beberapa faktor dalam plasma
semen. Espana dan rekan (2007) menetapkan bahwa PCI disekresikan pada kadar yang
sangat tinggi dalam vesikula seminalis dalam bentuk aktif dan juga terjadi dalam konsentrasi
tinggi dalam plasma semen. Konsentrasi PCI dalam 40 sampel plasma seminal berkisar
antara 2,2 hingga 3,7 mM (yaitu, sekitar 220 mg / L), dan 45% PCI semen aktif secara
fungsional ketika diuji segera setelah ejakulasi. Khususnya, pria infertil telah secara
signifikan menurunkan kadar PCI semen (0,6 hingga 3,2 mM). Namun, konsentrasi PSA
dalam plasma seminal jauh melebihi kapasitas PCI untuk menghambat molekul ini dan
karenanya peran biologis PCI dalam plasma seminal. Espana dan rekan (2007)
menggunakan PCI murni untuk menilai beberapa aspek fungsional PCI, dan bukti
menunjukkan bahwa PCI terlibat dalam reproduksi manusia pada beberapa langkah kunci,
termasuk fertilisasi. Oleh karena itu, PCI yang jumlahnya banyak didalam cairan semen dan
memainkan peran kunci dalam interaksi antara semenogelin, PSA, dan kemungkinan protein
lain dalam semen, menghasilkan interaksi protein-protein yang penting untuk koagulasi dan
pencairan semen. Keseimbangan protein koagulatif cairan semen, enzim aktif, dan metabolit
diperlukan untuk mempengaruhi motilitas sperma dan keberhasilan pembuahan (Lwaleed et
al, 2004; Espana et al, 2007; Fernandez dan Heeb, 2007; Suzuki et al, 2007).

Aminopeptidase Leusin

Aminopeptidases menghidrolisis asam amino terminal amino dari polipeptida kecil.


Aminopeptidase leusin sangat aktif terhadap substrat L-leucyl-glisin, dan beberapa enzim ini
disebut sebagai arylamidases karena merupakan substrat yang optimal yakni L-leucyl-β-
naphthylamine. Prostat manusia kaya akan jenis arilamidase leusin aminopeptidase, dengan
jumlah dalam cairan prostat 30.000 unit / mL.

Leucine aminopeptidase adalah produk dari sel epitel prostat (Niemi et al, 1963) dan
disekresikan ke dalam lumen asini (Kirchheim et al, 1964; Vafa et al, 1993). Rackley dan
rekannya (1991) menunjukkan bahwa ekstrak dari karsinoma prostat mengandung lebih
sedikit aktivitas leusin aminopeptidase daripada jaringan yang diperoleh dari BPH.

Laktat Dehidrogenase

Rasio isoenzim LDH dalam semen manusia dapat berubah pada pasien dengan
kanker prostat (Oliver et al, 1970; Grayhack et al, 1977). LDH (berat molekul 150 kD) terdiri
dari empat subunit (masing-masing 35 kD) dari hanya memiliki dua jenis protein yang
berbeda, dilambangkan M dan H. LDH otot memiliki empat unit M, dan jantung memiliki
empat unit H. Lima isoenzim LDH dapat ditemukan dalam jaringan dengan komposisi
empat-subunit sebagai berikut: LDH I, MMMM; LDH II, MMMH; LDH III, MMHH; LDH IV,
MHHH; dan LDH V, HHHH. Subunit M dan H tampak sama di semua jaringan, tetapi jumlah
LDH I hingga V dapat bervariasi. Denis dan Prout (1963) mengamati peningkatan kadar
LDH IV dan V dalam jaringan kanker prostat. Beberapa peneliti telah mengamati
peningkatan rasio LDH V / LDH I pada kanker prostat manusia (Elhilali, 1968; Oliver et al,
1970; Flocks dan Schmidt, 1972).

Imunoglobulin, Komplemen C3, dan Transferin

Terdapat banyak laporan yang menetapkan keberadaan Ig dalam plasma semen


manusia (Liang et al, 1981; Gahankari dan Golhar, 1993). Memungkinkan untuk mengukur
kadar IgG dari 7 hingga 22 mg / dL dan IgA dari 0 hingga 6 mg / dL; Namun, IgM berada
pada level rendah, seringkali tidak terdeteksi (Friberg dan Tilley-Friberg, 1976). Sumber
lengkap antibodi ini tidak diketahui, meskipun mereka ditemukan dalam cairan prostat yang
diekspresikan (Grayhack et al, 1979) dan mungkin terkait dengan infeksi (Fowler et al,
1982). Mereka biasanya ditemukan pada tingkat yang lebih rendah dalam plasma semen
daripada dalam darah, tetapi kemungkinan difusi pada "penghalang plasma darah-semen"
belum dapat dihilangkan (lihat diskusi oleh Friberg dan Tilley-Friberg, 1976).

Cairan prostat yang dilaporkan mengandung sejumlah besar komponen komplemen C3,
ada dengan kadar 1,82 mg / dL, dan meningkat hampir 10 kali lipat dalam cairan yang
dikumpulkan dari pasien dengan adenokarsinoma prostat ke tingkat 16,9 mg / dL (Grayhack
dan Lee, 1981). Prostatitis juga telah terbukti berhubungan dengan C3 pada pria dengan
prostatitis kronis (Blenk dan Hofstetter, 1991). Prostatitis dan BPH hanya meningkatkan
kadar sekitar dua kali lipat. Dengan cara yang sama, transferrin, protein pembawa zat besi,
meningkat, naik dari level 5,3 mg / dL dalam cairan prostat normal menjadi 42,4 mg / dL
pada karsinoma prostat (Grayhack dan Lee, 1981).

John dan rekan (2003) melakukan studi prospektif pada ejakulasi dari 88 pasien dengan
prostatitis kronis dengan mensurvei IgG, IgA, dan IgM dan interleukin-1a, reseptor
interleukin-2 yang larut, dan interleukin-6. Kelompok kontrol terdiri dari 96 ejakulasi normal
sesuai dengan kriteria WHO. Ejakulasi pasien dengan prostatitis kronis meningkat selama
gejala dan mereda ketika gejala klinis menurun. Para penulis mengamati bahwa kombinasi
dari perubahan imun humoral (IgA dan interleukin-6) dan infiltrat yang kaya sel-T adalah
sugestif dari komponen autoimun penyakit ini. Alexander dan rekan kerja (2004)
mempelajari sekelompok pasien dengan prostatitis granulomatosa kronis yang terdiri dari
perubahan inflamasi nonspesifik yang menyebar secara histologis yang meliputi histiosit
epiteloid dan sel raksasa multinuklear yang terkadang dicampur dengan limfosit dan sel
plasma. Mereka telah mengidentifikasi hubungan antara antigen lokus histokompatibilitas
utama HLA-DRB2*1501 dan prostatitis granulomatosa dan telah menyarankan kemungkinan
bahwa hal tersebut mungkin adalah suatu penyakit autoimun.

Glikoprotein Zink α-2

Pada plasma semen, Glikoprotein Zink-α2 (ZAG), disintesis oleh PrEC dan disekresi
kedalam cairan seminal (Ding et al, 2007), dan terdiri dari 30% protein yang muncul pada
cairan seminal (Poortmans dan Schmid, 1968). Glikoprotein ZAG ditemukan pada banyak
cairan tubuh dengan massa molekular 41 kD, dan struktur kristal yang serupa dengan
kompleks histokompatibilitas kelas I mayor (Burgi and Schmid, 1961; Burgi et al, 1989;
Sanchez et al, 1999; Delker et al, 2004; Hassan et al, 2008a, 2008b). Sebagai tambahan,
ZAG ditugaskan menuju kromosom 7q22.1 berdasarkan karyotiping hibridisasi fluoresen
(Hassan et al, 2008a). Struktur kristal ZAG terdiri dari alur besar analog dengan kompleks
ikatan peptida pengikat histocompatibilitas mayor kelas I, dan struktur dan lingkungan
menunjukan alur perannya dalam imunoregulasi dan katabolisme lipid (Sanchez et al, 1999;
Hassan et al, 2008b). ZAG muncul secara alami dalam darah, keringat, cairan mani, cairan
kista payudara, cairan serebrospinal, dan urin dan juga ditemukan dalam sel epitel sekresi
hati dan saluran pencernaan (Tada et al, 1991; Hassan et al, 2008a, 2008b). Secara
biokimia, ZAG menstimulasi degenerasi lipid pada adiposit dan tampaknya terlibat dalam
cachexia, suatu sindroma wasting yang dapat mempengaruhi orang-orang dengan kanker,
diperoleh dari sindrom imunodefisiensi, dan penyakit terminal lainnya (Hirai et al, 1998; Bing
et al, 2004; Russell dan Tisdale , 2005; Hassan et al, 2008b). Pemurnian dan karakterisasi
ZAG dari plasma semen manusia mengungkapkan bahwa hal tersebut terikat dengan
kompleks yang diinduksi prolaktin (PIP) (Hassan et al, 2008a). Dengan menggunakan ZAG
tryptic peptida sebagai standar dan uji kromatografi cair aliran tinggi – massa tandem
spektrometri, kadar serum pada enam pria sehat dihitung 3,65 (0,71) mg / L (Bondar et al,
2007). Lebih lanjut, konsentrasi ZAG dan PIP telah dilaporkan meningkat secara dramatis
pada karsinoma; oleh karena itu telah dianggap sebagai biomarker yang baik untuk
karsinoma prostat, payudara, oral, dan epidermal (Hassan et al, 2008b). Sehingga ZAG
adalah protein yang diatur oleh glukokortikoid dan memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi pembuahan dan mobilisasi lipid (adipokin).

Protein Vesikula Seminalis

Williams-Ashman (1983) menjelaskan tinjauan klasik tentang fitur pengaturan


pengembangan dan fungsi vesikula seminalis. Protein sekretori dari vesikula seminalis
adalah protein utama dan enzim yang terlibat dalam pembekuan cepat pada ejakulasi
(Cunha et al, 1992). Protein pembekuan utama telah disebut yakni semenogelin (Lilja dan
Abrahamsson, 1988). Telah terbukti menjadi antigen spesifik vesikula seminalis. Protein
yang digumpalkan dari vesikula seminali inis berfungsi sebagai substrat untuk PSA yang
secara enzimatik membekukan bekuan darah melalui aktivitas protease yang ada (Lilja,
1985; Aumuller dan Seitz, 1990). Di luar reaksi koagulasi, tidak diketahui peran apa yang
dimainkan oleh protein vesikula seminalis ini, tetapi pengaruhnya terhadap kesuburan dan
motilitas sperma didalam uterus telah diteliti pada tikus (Peitz dan Olds-Clarke, 1986).
Banyak protein yang disekresikan oleh vesikula seminalis berada di bawah regulasi
androgen (Higgins dan Hemingway, 1991; Hagstrom et al, 1992). Penelitian yang lebih baru
(Harvey et al, 1995) telah mengidentifikasi protease yang diatur androgen dengan aktivitas
seperti elastase dalam sekresi vesikel seminalis. Semenogelin I dan II disekresikan dalam
jumlah besar oleh vesikula seminalis; dan di samping memiliki fungsi pembentuk koagulum
dan dipecah oleh peptidase seperti kallikrein untuk menghasilkan produk yang aktif secara
biologis, semenogelin diasumsikan mengaktifkan hialuronidase sperma, memengaruhi
motilitas sperma, memiliki aktivitas antimikroba, berfungsi sebagai substrat untuk
transglutaminase, dan memiliki sifat amiloid. (Jonsson et al, 2006; de Lamirande, 2007;
Hassan et al, 2008b).

Selain itu, kolesterol dan vesikel yang mirip-eksosom dengan ukuran kecil yang kaya
sphingomielin yang kecil dan kaya lipid telah diisolasi dari sperma manusia, dan struktur ini
menyediakan sumber tambahan beberapa ratus protein yang cukup penting untuk
sepenuhnya memahami biologi reproduksi. serta meningkatkan pengetahuan kita tentang
sistem koagulasi dan pencairan semen (Ronquist dan Brody, 1985; Arienti et al, 1999;
Poliakov et al, 2009). Prostasom mengandung banyak protein yang dapat mempengaruhi
kesuburan, meningkatkan motilitas sperma, dan menstabilkan reaksi akrosom (Delves et al,
2007). Proteosom dengan purifikasi gradien sukrosa telah diamati dengan mikroskop
elektron, dan komposisinya telah ditinjau setelah pencernaan trypsin dengan kromatografi
cair - spektroskopi massa (Poliakov et al, 2009). Keragaman protein struktural dan
fungsional yang terlibat dalam pembuahan, adhesi sel, apoptosis, imunitas, metabolisme,
transduksi sinyal, transportasi, angiogenesis, dan sebagainya telah diidentifikasi dalam
prostasom dan telah membuka sumber baru penyelidikan ilmiah urologis untuk mengejar
biomarker baru dari penyakit dan menjelaskan mekanisme kesuburan (Delves et al, 2007;
Poliakov et al, 2009).

Koagulasi dan Likuifaksi Semen

Dalam 5 menit setelah ejakulasi, semen manusia terkoagulasi menjadi gel semipadat.
Pada posisi lebih lanjut untuk periode 5 hingga 20 menit, bekuan itu secara spontan mencair
untuk membentuk cairan kental (Huggins dan Neal, 1942; Tauber dan Zaneveld, 1976;
Mann dan Mann, 1981). Zat pengikat kalsium, seperti natrium sitrat dan heparin, tidak
menghambat proses koagulasi, juga tidak diperlukan protrombin, fibrinogen, atau faktor XII
karena tidak didapatkan didalam plasma seminal (Mann dan Mann, 1981). Gumpalan semen
terbentuk dari serat dengan lebar 0,15 hingga 10 nm, dan penampilan morfologinya berbeda
dari gumpalan fibrin darah (Huggins dan Neal, 1942; Tauber dan Zaneveld, 1976; Mann dan
Mann, 1981). Faktor-faktor yang mempengaruhi pembekuan darah tidak mengatur
viskositas semen (Amelar, 1962). Dari pengamatan ini dan lainnya, tampak bahwa koagulasi
semen manusia berbeda dari darah.

Pemeriksaan ejakulasi manusia yang terpisah menunjukkan bahwa fraksi pertama,


yang berasal terutama dari kelenjar Cowper dan prostat, mengandung faktor likuifaksi.
Fraksi akhir ejakulasi, yang diperkaya dalam sekresi vesikula seminalis, bertanggung jawab
untuk koagulasi ejakulasi (Lilja et al, 1987).
Telah lama diketahui bahwa cairan prostat memiliki aktivitas dramatis, seperti fibrinolitik
dan pada volume 2 mL dari sekresi ini dapat mencairkan 100 mL darah beku dalam 18 jam
pada 37°C (Huggins dan Neal, 1942; Mann dan Mann, 1981) . Faktor-faktor yang terlibat
dalam aktivitas proteolitik tersebut dalam semen telah dijelaskan (Huggins dan Neal, 1942;
Syner et al, 1975; Tauber et al, 1975, 1976; Tauber dan Zaneveld, 1976; Mann dan Mann,
1981; Zaneveld dan Chatterton, 1982 ; Lilja et al, 1987). Dua jenis enzim proteolitik plasma
seminalis tampaknya menjadi faktor utama dalam proses pencairan: aktivator plasminogen
dan PSA. Dua aktivator plasminogen telah diisolasi dari plasma mani; mereka memiliki berat
molekul 70 dan 74 kD dan tampaknya terkait dengan urokinase (Propping et al, 1974).
Diyakini bahwa aktivator plasminogen berasal dari sekresi prostat.

Plasma seminal mengandung berbagai enzim proteolitik lainnya, termasuk pepsinogen,


lisozim, α-amilase, dan hyaluronidase. Selain itu, semen manusia menghambat aktivitas
enzim proteolitik trypsin, dan hal ini adalah hasil dari kemunculnya dalam plasma semen dari
penghambat proteinase seperti α-antitrypsin dan α1 antichymotrypsin. Koagulasi dan
pencairan bervariasi pada spesies yang berbeda. Sebagai contoh, semen dari sapi jantan
atau anjing tidak menggumpal, sedangkan hewan pengerat, seperti tikus dan marmut,
ejakulasi yang tampaknya tidak mencair (Tauber et al, 1975, 1976; Tauber dan Zaneveld,
1976). Pada hewan pengerat bentuk sumbatan melalui aksi enzim yang disebut vesiculase,
yang berasal dari lobus anterior prostat dan bereaksi dengan sekresi vesikel seminalis.
Karena tindakan ini, lobus anterior prostat hewan pengerat juga disebut kelenjar koagulasi.
Vesiculase tidak identik dengan trombin karena tidak mengentalkan fibrinogen, juga trombin
tidak membeku sekresi vesikula seminalis. Williams-Ashman dan rekan-rekan (1977) telah
menetapkan bahwa vesiculase memiliki aktivitas transamidase, mengkatalisasi
pembentukan ikatan silang γ-glutamyl-ε-lisin dalam protein yang dapat dikloning yang
berasal dari vesikula seminalis. Protein vesikel seminalis ini, yang berfungsi sebagai
substrat untuk vesiculase, adalah zat dasar dengan berat molekul 17,9 kD; telah
dikarakteristikkan sebagai sifat fisiknya.

Secara singkat, tampak bahwa koagulasi dan pencairan plasma seminal berada di
bawah kendali enzimatik tetapi tujuan biologis dari proses ini belum terpecahkan. Beberapa
enzim kunci (mis., HKLK2 [PSA], hKLK3, hKLK14, PAP) dan protein (mis., Semenogelin,
PSP-94, ZAG) dari vesikula seminalis dan kelenjar prostat terlibat dalam sistem koagulasi
dan pencairan. Terdapat laporan bahwa beberapa pria tidak subur mungkin mengalami
penurunan proses pencairan (Bunge dan Sherman, 1954; Bunge, 1970; Eliasson, 1973;
Amelar dkk, 1977; Jonsson dkk, 2006; de Lamirande, 2007; de Lamirande, 2007; Anahi
Franchi et al, 2008; Hassan et al, 2008b; Poliakov et al, 2009).

Pesan Kunci: Koagulasi dan Likuifaksi Semen


 PSA adalah satu dari beberapa protease serin yang disekresi oleh prostat pada
konsentrasi tinggi kedalam ejakulat. Walaupun fungsi utama dapat terkait dengan
regulasi koagulasi semen, hal tersebut memberikan penanda bermakna pada status
penyakit prostat
 PCI berjumlah banyak didalam cairan semen, dan memainkan peran kunci pada
interaksi diantara semenogelin. PSA, dan protein lainnya pada semen, menyebabkan
interaksi protein –protein yang kritis untuk kogulasi dan pencairan semen
Sekresi Prostat dan Transport Obat

Aumuller dan Seitz (1990) telah meninjau mekanisme sekretori untuk jaringan
aksesori seks. Isaacs (1983) juga meninjau konsep-konsep yang berkaitan dengan sifat-sifat
transportasi cairan dan obat dari prostat dan vesikula seminalis dan telah membandingkan
komposisi dan volume sekresi prostat di bawah stimulasi basal dan di bawah stimulasi
neurologis selama ejakulasi atau stimulasi pilokarpin eksternal. Isaacs menghitung bahwa di
bawah stimulasi neurologis terdapat peningkatan 205 kali lipat total kalium, klorida, dan
keluaran natrium melebihi laju sekresi basal, dan telah ditunjukkan bahwa prostat mampu
mensekresi lima kali total kandungan natrium dan klorida selama sekresi aktif ini. Temuan ini
menunjukkan kekuatan transportasi yang luar biasa dari sistem ini. Smith dan Hagopian
(1981) telah mempelajari perubahan tegangan transepitel selama sekresi prostat pada
anjing dan telah menyimpulkan bahwa meskipun natrium dapat bergerak secara pasif
melalui plasma dalam cairan prostat selama ejakulasi, pergerakan ion kalium dan klorida
melibatkan transportasi transelular aktif. Isaacs dan rekan (1983) telah menunjukkan bahwa
sekresi yang diinduksi androgen dapat dihambat dengan adanya estrogen, meskipun sifat
pertumbuhan dan sifat biologis androgen pada prostat tidak berubah secara nyata. Hal ini
akan mensugestikan efek langsung estrogen dalam menghalangi sistem transportasi utama
dalam prostat

Hanya beberapa senyawa, termasuk etanol, yodium, dan beberapa antibiotik, yang
mampu memasuki semen dengan difusi sederhana (Reeves, 1982). Obat-obatan yang
memasuki sekresi prostat telah menarik karena prevalensi prostatitis dan kebutuhan
modalitas kemoterapi baru. Sebelumnya, Stamey dan koleganya telah membuat studi
ekstensif tentang kemampuan agen kemoterapi untuk berkonsentrasi dalam cairan prostat
manusia dan anjing (Hessl dan Stamey, 1971; Stamey et al, 1973), dan banyak peneliti lain
yang juga berkontribusi pada pengetahuan ini ( Madsen et al, 1968, 1976, 1978; Fowler et
al, 1982). Beberapa obat mencapai konsentrasi dalam sekresi prostat yang mendekati atau
melampaui konsentrasi mereka di dalam darah, tetapi beberapa pengecualian adalah
eritromisin dan makrolida dasar, sulfonamid, kloramfenikol, tetrasiklin, klindamisin,
trimethoprim, dan fluorokuinolon (Reeves, 1982).

Secara umum, obat-obat ini diasumsikan melewati membran dengan difusi nonionik,
kemungkinan oleh kelarutan lemak, melalui membran; ketika mereka mencapai cairan
prostat yang lebih asam, mereka terprotonasi dan memperoleh muatan yang lebih positif.
Dengan demikian obat-obatan yang dibebankan menjadi relatif terjebak dalam sekresi
prostat. Beberapa faktor sangat penting, termasuk pKa obat dan pH sekresi prostat, serta
obat yang mengikat protein di setiap kompartemen. Obat-obatan dasar akan lebih positif
terisi dalam cairan prostat asam daripada dalam darah. Perubahan pH yang sedikit dapat
memiliki efek besar pada difusi nonionik ini. Sampel sekresi prostat dari manusia sangat
bervariasi dalam pH dari 6 hingga 8, dengan nilai rata-rata 6,6; Namun, dengan peradangan
prostat pH cenderung 7 atau lebih tinggi (White, 1975). Meskipun sekresi prostat sedikit
asam, pH semen manusia yang baru mengalami ejakulasi sedikit bersifat basa (pH 7,3
hingga 7,7); saat berdiri, semen pertama menjadi lebih basa dengan hilangnya karbon
dioksida dan kemudian menjadi asam karena penumpukan asam laktat. Obat-obatan dapat
dikembangkan di masa depan yang diangkut ke prostat sebagai agen terapi, sebagai
kemoprotektor, atau sebagai rute menuju semen untuk mengatur kesuburan; namun, lebih
banyak yang harus dipelajari tentang sistem transportasi mendasar masuk dan keluar dari
saluran reproduksi pria sebelum pendekatan semacam itu dimungkinkan.

Pesan Kunci: Sekresi Prostatik dan Transport Obat


 Hanya beberapa komponen, termasuk etanol, iodin dan beberapa antibiotik, yang
mampu menembus semen dengan difusi tunggal
 Beberapa pengecualian terhadap obat adalah makrolida dasar seperti eritromisin
dan oleandomisin, sulfonamid, kloramfenikol, tetrasiklin, klindamisin, trimetoprim, dan
fluorokuinolon. Kemungkinan molekul ini, karena kelarutan lemaknya, ditransport
melalui difusi non ionik

BACAAN YANG DISARANKAN

Balk SP, Ko YJ, Bubley GJ. Biology of prostate-specific antigen. J Clin Oncol
2003;21(2):383–91.

Berezney R, Coffey DS. Nuclear matrix: isolation and characterization of a framework


structure from rat liver nuclei. J Cell Biol 1977;73:616–37.

Campisi J. Senescent cells, tumor suppression, and organismal aging: good citizens,
bad neighbors. Cell 2005;120:513–22.

Clement JA. Reflections on the tissue kallikrein and kallikrein-related peptidase family—
from mice to men—what have we learnt in the last two decades? Biol Chem 2008;389:1447–
54.

Cunha GR, Ricke W, Thomson A, et al. Hormonal, cellular, and molecular regulation of
normal and neoplastic prostatic development. J Steroid Biochem Mol Biol 2004;92:221–36.

de Lamirande E. Semenogelin, the main protein of the human semen coagulum,


regulates sperm function. Semin Thromb Hemost 2007;33:60–8.

De Marzo AM, Nelson WG, Meeker AK, et al. Stem cell features of benign and
malignant prostate epithelial cells. J Urol 1998;160:2381–92.

Diamandis EP, Yousef GM. Human tissue kallikreins: a family of new cancer
biomarkers. Clin Chem 2002;48:1198–205.

Dinant C, Houtsmuller AB, Vermeulen W. Chromatin structure and DNA damage repair.
Epigenetics Chromatin 2008;1(1):9.

Hayward SW. Approaches to modeling stromal-epithelial interactions. J Urol


2002;168:1165–72.

Josson M, Lundwall A, Malm J. The semenogelins: proteins and functions beyond


reproduction? Cell Mol Life Sci 2006;63:2886–8.

Lawson DA, Xin L, et al. Prostate stem cells and prostate cancer. Cold Spring Harb
Symp Quant Biol 2005;70:187–96.
Luke MC, Coffey DS. The male sex accessory tissues: structure, androgen action and
physiology. In: Knobil E, Neill JD, editors. The physiology of reproduction. 2nd ed. New York:
Raven Press; 1994. p. 1435–87.

Margueron R, Trojer P, Reinberg D. The key to development: interpreting the histone


code. Curr Opin Genet Dev 2005;15:163–76.

Matusik RJ, Jin RJ, Sun Q, et al. Prostate epithelial cell fate. Differentiation
2008;76:682–98.

Poliakov A, Spilman M, Dokland T, et al. Structural heterogeneity and protein


composition of exosome-like vesicles (prostasomes) in human semen. Prostate
2009;69:159–67.

Pollard KJ, Peterson CL. Chromatin remodeling: a marriage between two families?
Bioessays 1998;20:771–80.

Schaeffer EM, Marchionni L, et al. Androgen-induced programs for prostate epithelial


growth and invasion arise in embryogenesis and are reactivated in cancer. Oncogene
2008;27(57):7180–91.

Thomson AA. Mesenchymal mechanisms in prostate organogenesis. Differentiation


2008;76(6):587–98.

REFERENSI

Abate-Shen C, Shen MM, et al. Integrating differentiation and cancer: the Nkx3.1
homeobox gene in prostate organogenesis and carcinogenesis. Differentiation
2008;76(6):717–27.

Ablin RJ, Soanes WA, et al. Precipitating antigens of the normal human prostate. J
Reprod Fertil 1970;22(3):573–4.

Abrahamsson PA. Neuroendocrine cells in tumour growth of the prostate. Endocr Relat
Cancer 1999;6(4):503–19.

Ahmed K, Goueli SA. Androgen regulation of prostatic protein phosphokinases and


protein phosphorylation. Biochem Actions Horm 1987;14: 237–91.

Ahmed K, Yenice S, et al. Association of casein kinase 2 with nuclear chromatin in


relation to androgenic regulation of rat prostate. Proc Natl Acad Sci U S A
1993;90(10):4426–30.

Albelva S. Role of cell adhesion molecules in tumor progression and metastatic.


London: Academic Press; 1994. p. 71–84.

Alexander RB, Greene GL, et al. Estrogen receptors in the nuclear matrix: direct
demonstration using monoclonal antireceptor antibody. Endocrinology 1987;120(5):1851–7.
Alexander RB, Propert KJ, et al. Ciprofloxacin or tamsulosin in men with chronic
prostatitis/chronic pelvic pain syndrome: a randomized, doubleblind trial. Ann Intern Med
2004;141(8):581–9.

Amelar RD. Coagulation, liquefaction and viscosity of human semen. J Urol


1962;87:187–90.

Amelar RD, Dubin L, et al. Male infertility practice and Orthodox Jewish law. Urology
1977;10(2):177–80.

Amelar RD, Hotchkiss RS. The split ejaculate: its use in the management of male
infertility. Fertil Steril 1965;16:46–60.

An G, Meka CS, et al. Human prostate-specific transglutaminase gene: promoter


cloning, tissue-specific expression, and down-regulation in metastatic prostate cancer.
Urology 1999;54(6):1105–11.

Anahi Franchi N, Avendano C, et al. Beta-Microseminoprotein in human spermatozoa


and its potential role in male fertility. Reproduction 2008;136(2):157–66.

Anderson KM, Liao S. Selective retention of dihydrotestosterone by prostatic nuclei.


Nature 1968;219(151):277–9.

Andersson S, Berman DM, et al. Deletion of steroid 5 alpha-reductase 2 gene in male


pseudohermaphroditism. Nature 1991;354(6349): 159–61.

Arcadi JA. Role of the ground substance in atrophy of normal and malignant prostatic
tissue following estrogen administration and orchiectomy. J Clin Endocrinol Metab
1954;14(10):1113–25.

Arienti G, Saccardi C, et al. Distribution of lipid and protein in human semen fractions.
Clin Chim Acta 1999;289(1–2):111–20.

Armbruster DA. Prostate-specific antigen: biochemistry, analytical methods, and clinical


application. Clin Chem 1993;39(2):181–95.

Aumailley M, Bruckner-Tuderman L, et al. A simplified laminin nomenclature. Matrix Biol


2005;24(5):326–32.

Aumuller G, Leonhardt M, et al. Semiquantitative morphology of human prostatic


development and regional distribution of prostatic neuroendocrine cells. Prostate
2001;46(2):108–15.

Aumuller G, Seitz J. Protein secretion and secretory processes in male accessory sex
glands. Int Rev Cytol 1990;121:127–231.

Aumuller G, Seitz J, et al. Species- and organ-specificity of secretory proteins derived


from human prostate and seminal vesicles. Prostate 1990; 17(1):31–40.
Balk SP, Ko YJ, Bubley GJ. Biology of prostate-specific antigen. J Clin Oncol
2003;21(2):383–91.

Barrack ER. Steroid hormone receptor localization in the nuclear matrix: interaction with
acceptor sites. J Steroid Biochem 1987;27(1–3):115–21.

Barrack ER, Coffey DS. The specific binding of estrogens and androgens to the nuclear
matrix of sex hormone responsive tissues. J Biol Chem 1980;255(15):7265–75.

Barrack ER, Coffey DS. Biological properties of the nuclear matrix: steroid hormone
binding. Recent Prog Horm Res 1982;38:133–95.

Beck F, Tata F, et al. Homeobox genes and gut development. Bioessays


2000;22(5):431–41.

Bedwal RS, Bahuguna A. Zinc, copper and selenium in reproduction. Experientia


1994;50(7):626–40.

Ben-Josef E, Yang SY, et al. Hormone-refractory prostate cancer cells express


functional follicle-stimulating hormone receptor (FSHR). J Urol 1999; 161(3):970–6.

Benten WP, Lieberherr M, et al. Testosterone induces Ca2+ influx via nongenomic
surface receptors in activated T cells. FEBS Lett 1997;407(2): 211–4.

Berezney R, Coffey DS. Nuclear matrix: isolation and characterization of a framework


structure from rat liver nuclei. J Cell Biol 1977;73(3): 616–37.

Berg T, Bradshaw RA, et al. A common nomenclature for members of the tissue
(glandular) kallikrein gene families. Agents Actions Suppl 1992;38(Pt 1):19–25.

Berman DM, Desai N, et al. Roles for hedgehog signaling in androgen production and
prostate ductal morphogenesis. Dev Biol 2004;267(2): 387–98.

Berman DM, Tian H, et al. Expression and regulation of steroid 5 alphareductase in the
urogenital tract of the fetal rat. Mol Endocrinol 1995;9(11):1561–70.

Berquin IM, Min Y, et al. Expression signature of the mouse prostate. J Biol Chem
2005;280(43):36442–51.

Bhatia B, Maldonado CJ, et al. Subcellular localization and tumorsuppressive functions


of 15-lipoxygenase 2 (15-LOX2) and its splice variants. J Biol Chem 2003;278(27):25091–
100.

Bhatia-Gaur R, Donjacour AA, et al. Roles for Nkx3.1 in prostate development and
cancer. Genes Dev 1999;13(8):966–77.

Bieberich CJ, Fujita K, et al. Prostate-specific and androgen-dependent expression of a


novel homeobox gene. J Biol Chem 1996;271(50): 31779–82.
Bing C, Bao Y, et al. Zinc-alpha2-glycoprotein, a lipid mobilizing factor, is expressed in
adipocytes and is up-regulated in mice with cancer cachexia. Proc Natl Acad Sci U S A
2004;101(8):2500–5.

Birckbichler PJ, Bonner RB, et al. Loss of tissue transglutaminase as a biomarker for
prostate adenocarcinoma. Cancer 2000;89(2):412–23.

Bissell MJ, Hall HG, et al. How does the extracellular matrix direct gene expression? J
Theor Biol 1982;99(1):31–68.

Black BE, Paschal BM. Intranuclear organization and function of the androgen receptor.
Trends Endocrinol Metab 2004;15(9):411–7.

Blenk H, Hofstetter A. Complement C3, coeruloplasmin and PMN-elastase in the


ejaculate in chronic prostato-adnexitis and their diagnostic value. Infection 1991;19(Suppl.
3):S138–40.

Boccardo F, Rubagotti A, et al. Nuclear matrix proteins changes in cancerous prostate


tissues and their prognostic value in clinically localized prostate cancer. Prostate
2003;55(4):259–64.

Bondar OP, Barnidge DR, et al. LC-MS/MS quantification of Zn-alpha2 glycoprotein: a


potential serum biomarker for prostate cancer. Clin Chem 2007;53(4):673–8.

Borgono CA, Grass L, et al. Human kallikrein 14: a new potential biomarker for ovarian
and breast cancer. Cancer Res 2003;63(24):9032–41.

Brambilla DJ, Matsumoto AM, et al. The effect of diurnal variation on clinical
measurement of serum testosterone and other sex hormone levels in men. J Clin Endocrinol
Metab 2009;94(3):907–13.

Brar PK, Dalkin BL, et al. Laminin alpha-1, alpha-3, and alpha-5 chain expression in
human prepubertal benign prostate glands and adult benign and malignant prostate glands.
Prostate 2003;55(1):65–70.

Bruchovsky N, Dunstan-Adams E. Regulation of 5α-reductase activity in stroma and


epithelium of human prostate. In: Bruchovsky N, Chapdelaine A, Neumann F, editors.
Regulation of androgen action. Berlin: Congressdruck R. Bruckner; 1985. p. 31–4.

Bruchovsky N, Wilson JD. The conversion of testosterone to 5-alphaandrostan- 17-beta-


ol-3-one by rat prostate in vivo and in vitro. J Biol Chem 1968;243(8):2012–21.

Bunge RG. Some observations on the male ejaculate. Fertil Steril 1970;21(9):639–44.

Bunge RG, Sherman JK. Liquefaction of human semen by alpha-amylase. Fertil Steril
1954;5(4):353–6.

Burger PE, Xiong X, et al. Sca-1 expression identifies stem cells in the proximal region
of prostatic ducts with high capacity to reconstitute prostatic tissue. Proc Natl Acad Sci U S A
2005;102(20):7180–5.
Burgi W, Schmid K. Preparation and properties of Zn-alpha 2-glycoprotein of normal
human plasma. J Biol Chem 1961;236:1066–74.

Burgi W, Simonen S, et al. Unusually high concentrations of Zn alpha 2-glycoprotein


and the lack of alpha 2HS-glycoprotein in human ejaculates. Clin Chem 1989;35(8):1649–
50.

Burnett AL, Chan DW, et al. The value of serum enzymatic acid phosphatase in the
staging of localized prostate cancer. J Urol 1962;148(6): 1832–4.

Burton RM, Westphal U. Steroid hormone-binding proteins in blood plasma. Metabolism


1972;21(3):253–76.

Byar DP. Zinc in male sex accessory organs: distribution and hormonal response. New
York: Academic Press; 1974. p. 161–71.

Carbini LA, Scicli AG, et al. The molecular biology of the kallikrein-kinin system: III. The
human kallikrein gene family and kallikrein substrate. J Hypertens 1993;11(9):893–8.

Carter DB, Resnick MI. High resolution analysis of human prostatic fluid by two-
dimensional electrophoresis. Prostate 1982;3(1):27–33.

Catalona WJ, Smith DS, et al. Measurement of prostate-specific antigen in serum as a


screening test for prostate cancer. N Engl J Med 1991; 324(17):1156–61.

Centenera MM, Harris JM, et al. The contribution of different androgen receptor
domains to receptor dimerization and signaling. Mol Endocrinol 2008;22(11):2373–82.

Chan DW, Bruzek DJ, et al. Prostate-specific antigen as a marker for prostatic cancer: a
monoclonal and a polyclonal immunoassay compared. Clin Chem 1987;33(10):1916–20.

Chan PS, Chan LW, et al. In situ hybridization study of PSP94 (prostatic secretory
protein of 94 amino acids) expression in human prostates. Prostate 1999;41(2):99–109.

Chandler JA, Timms BG, et al. Subcellular distribution of zinc in rat prostate studied by
x-ray microanalysis: I. Normal prostate. Histochem J 1977;9(1): 103–20.

Chandran SS, Banerjee SR, et al. Characterization of a targeted nanoparticle


functionalized with a urea-based inhibitor of prostate-specific membrane antigen (PSMA).
Cancer Biol Ther 2008;7(6):974–82.

Chang C, Saltzman A, et al. Androgen receptor: an overview. Crit Rev Eukaryot Gene
Expr 1995;5(2):97–125.

Chang CS, Kokontis J, et al. Molecular cloning of human and rat complementary DNA
encoding androgen receptors. Science 1988a;240(4850): 324–6.

Chang CS, Kokontis J, et al. Structural analysis of complementary DNA and amino acid
sequences of human and rat androgen receptors. Proc Natl Acad Sci U S A
1988b;85(19):7211–5.
Chang SS, Reuter VE, et al. Five different anti–prostate-specific membrane antigen
(PSMA) antibodies confirm PSMA expression in tumor-associated neovasculature. Cancer
Res 1999b;59(13):3192–8.

Chang SS, Reuter VE, et al. Metastatic renal cell carcinoma neovasculature expresses
prostate-specific membrane antigen. Urology 2001;57(4): 801–5.

Chow PH, Chan CW, et al. Contents of fructose, citric acid, acid phosphatase, proteins
and electrolytes in secretions of the accessory sex glands of the male golden hamster. Int J
Androl 1993;16(1):41–5.

Christensson A, Bjork T, et al. Serum prostate specific antigen complexed to alpha 1-


antichymotrypsin as an indicator of prostate cancer. J Urol 1993; 150(1):100–5.

Chu TM, Wang MC, et al. Enzyme markers in human prostatic carcinoma. Cancer Treat
Rep 1977;61(2):193–200.

Ciejek EM, Nordstrom JL, et al. Ribonucleic acid precursors are associated with the
chick oviduct nuclear matrix. Biochemistry 1982;21: 4945–53.

Cipolla B, Guille F, et al. Erythrocyte polyamines and prognosis in stage D2 prostatic


carcinoma patients. J Urol 1994;151(3):629–33.

Clements JA. The human kallikrein gene family: a diversity of expression and function.
Mol Cell Endocrinol 1994;99(1):C1–6.

Clements JA. Reflections on the tissue kallikrein and kallikrein-related peptidase


family—from mice to men—what have we learnt in the last two decades? Biol Chem
2008;389(12):1447–54.

Coffey DS, Walsh PC. Clinical and experimental studies of benign prostatic hyperplasia.
Urol Clin North Am 1990;17(3):461–75.

Cook C, Vezina CM, et al. Noggin is required for normal lobe patterning and ductal
budding in the mouse prostate. Dev Biol 2007;312(1): 217–30.

Cosgrove MS, Boeke JD, et al. Regulated nucleosome mobility and the histone code.
Nat Struct Mol Biol 2004;11(11):1037–43.

Cosgrove MS, Wolberger C. How does the histone code work? Biochem Cell Biol
2005;83(4):468–76.

Costello LC, Franklin RB. Prostate epithelial cells utilize glucose and aspartate as the
carbon sources for net citrate production. Prostate 1989; 15(4):335–42.

Costello LC, Franklin RB. Effect of prolactin on the prostate. Prostate 1994;24(3):162–6.

Couse JE, Mahato D, et al. Molecular mechanism of estrogen action in the male:
insights from the estrogen receptor null mice. Reprod Fertil Dev 2001;13(4):211–9.
Cunha GR. Epithelial-stromal interactions in development of the urogenital tract. Int Rev
Cytol 1976;47:137–94.

Cunha GR. Role of mesenchymal-epithelial interactions in normal and abnormal


development of the mammary gland and prostate. Cancer 1994;74(3 Suppl.):1030–44.

Cunha GR, Alarid ET, et al. Normal and abnormal development of the male urogenital
tract: role of androgens, mesenchymal-epithelial interactions, and growth factors. J Androl
1992;13(6):465–75.

Cunha GR, Donjacour AA, et al. The endocrinology and developmental biology of the
prostate. Endocr Rev 1987;8(3):338–62.

Cunha GR, Hayward SW, et al. Role of the stromal microenvironment in carcinogenesis
of the prostate. Int J Cancer 2003;107(1):1–10.

Cunha GR, Lung B. The possible influence of temporal factors in androgenic


responsiveness of urogenital tissue recombinants from wild-type and androgen-insensitive
(Tfm) mice. J Exp Zool 1978;205(2):181–93.

Cunha GR, Ricke W, et al. Hormonal, cellular, and molecular regulation of normal and
neoplastic prostatic development. J Steroid Biochem Mol Biol 2004;92(4):221–36.

Curry PT, Atherton RW. Seminal vesicles: development, secretory products, and fertility.
Arch Androl 1990;25(2):107–13.

Daniels GF Jr, Grayhack JT. Physiology of prostatic secretions. Sci Found Urol
1990;3:351–8.

Darson MF, Pacelli A, et al. Human glandular kallikrein 2 (hK2) expression in prostatic
intraepithelial neoplasia and adenocarcinoma: a novel prostate cancer marker. Urology
1997;49(6):857–62.

Davis MI, Bennett MJ, et al. Crystal structure of prostate-specific membrane antigen, a
tumor marker and peptidase. Proc Natl Acad Sci U S A 2005; 102(17):5981–6.

Davis NS. Determination of serotonin and 5-hydroxyindoleacetic acid in guinea pig and
human prostate using HPLC. Prostate 1987;11(4): 353–60.

Dawson RM, Mann T, et al. Glycerylphosphorylcholine and phosphorylcholine in semen,


and their relation to choline. Biochem J 1957;65(4): 627–34.

de Lamirande E. Semenogelin, the main protein of the human semen coagulum,


regulates sperm function. Semin Thromb Hemost 2007;33(1): 60–8.

de Lamirande E, Leclerc P, et al. Capacitation as a regulatory event that primes


spermatozoa for the acrosome reaction and fertilization. Mol Hum Reprod 1997;3(3):175–94.
de Lamirande E, Yoshida K, et al. Semenogelin, the main protein of semen coagulum,
inhibits human sperm capacitation by interfering with the superoxide anion generated during
this process. J Androl 2001;22(4): 672–9.

De Marzo AM, Meeker AK, et al. Prostate stem cell compartments: expression of the
cell cycle inhibitor p27Kip1 in normal, hyperplastic, and neoplastic cells. Am J Pathol
1998a;153(3):911–9.

De Marzo AM, Nelson WG, et al. Stem cell features of benign and malignant prostate
epithelial cells. J Urol 1998b;160(6 Pt 2):2381–92.

DeKlerk DP, Human HJ. Fluctuations of prostatic glycosaminoglycans during fetal and
pubertal growth. Prostate 1985;6:169–75.

DeKlerk DP, Lee D, Human HJ. Glycosaminoglycans in human prostate cancer. J Urol
1984;131:1008–12.

Delker SL, West AP Jr, et al. Crystallographic studies of ligand binding by Zn-alpha2-
glycoprotein. J Struct Biol 2004;148(2):205–13.

Delves GH, Stewart AB, et al. Prostasomes, angiogenesis, and tissue factor. Semin
Thromb Hemost 2007;33(1):75–9.

Denis LJ, Prout GR Jr. Lactic dehydrogenase in prostatic cancer. Invest Urol
1963;96:101–11.

Diamandis EP, Yousef GM. Human tissue kallikreins: a family of new cancer
biomarkers. Clin Chem 2002;48(8):1198–205.

Ding Z, Qu F, et al. Identification of sperm forward motility-related proteins in human


seminal plasma. Mol Reprod Dev 2007;74(9):1124–31.

diSant-Agnese PA, deMesy-Jensen KL. Endocrine-paracrine cells of the prostate and


prostatic urethra: an ultrastructural study. Hum Pathol 1984;15: 1034–41.

diSant-Agnese PA, deMesy-Jensen KL, et al. Human prostatic endocrineparacrine


(APUD) cells: distribution analysis for the comparison of serotonin and neuron-specific
amylase immunoreactivity in silver stains. Arch Pathol Lab Med 1985;109:607–12.

Doles J, Cook C, et al. Functional compensation in hedgehog signaling during mouse


prostate development. Dev Biol 2006;295(1):13–25.

Donjacour AA, Thomson AA, et al. FGF-10 plays an essential role in the growth of the
fetal prostate. Dev Biol 2003;261(1):39–54.

Donnelly BJ, Lakey WH, et al. Estrogen receptor in human benign prostatic hyperplasia.
J Urol 1983;130(1):183–7.

Downs JA, Jackson SP. Cancer: protective packaging for DNA. Nature
2003;424(6950):732–4.
Dubbink HJ, Cleutjens KB, et al. An Sp1 binding site is essential for basal activity of the
human prostate-specific transglutaminase gene (TGM4) promoter. Gene 1999;240(2):261–7.

Dubbink HJ, de Waal L, et al. The human prostate-specific transglutaminase gene


(TGM4): genomic organization, tissue-specific expression, and promoter characterization.
Genomics 1998;51(3):434–44.

Dube JY, Frenette G, et al. Isolation from human seminal plasma of an abundant 16-
kDa protein originating from the prostate, its identification with a 94-residue peptide originally
described as beta-inhibin. J Androl 1987;8(3):182–9.

Economides KD, Capecchi MR. Hoxb13 is required for normal differentiation and
secretory function of the ventral prostate. Development 2003;130(10):2061–9.

Edwards JJ, Tollaksen SL, et al. Proteins of human semen. I. Twodimensionalmapping


of human seminal fluid. Clin Chem 1981;27(8): 1335–40.

Elgamal AA, Holmes EH, et al. Prostate-specific membrane antigen (PSMA): current
benefits and future value. Semin Surg Oncol 2000;18(1): 10–6.

Elhilali MM. Lactate dehydrogenase isoenzymes in hyperplasia and carcinoma of the


prostate: a clinical study. J Urol 1968;98:686–92.

Eliasson R. Studies on prostaglandin: occurrence, formation and biological actions. Acta


Physiol Scand 1959;46(Suppl. 158):1–73.

Eliasson R. Parameters of male infertility. New York: Harper & Row; 1973. p. 39–51.

Elzanaty S, Erenpreiss J, et al. Seminal plasma albumin: origin and relation to the male
reproductive parameters. Andrologia 2007;39(2):60–5.

Emami N, Deperthes D, et al. Major role of human KLK14 in seminal clot liquefaction. J
Biol Chem 2008;283(28):19561–9.

Emami N, Diamandis EP. Human kallikrein–related peptidase 14 (KLK14) is a new


activator component of the KLK proteolytic cascade: possible function in seminal plasma and
skin. J Biol Chem 2008;283(6): 3031–41.

Epstein JI, Netto G. Prostate biopsy interpretation. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007.

Escriva H, Bertrand S, et al. The evolution of the nuclear receptor superfamily. Essays
Biochem 2004;40:11–26.

Espana F, Navarro S, et al. The role of protein C inhibitor in human reproduction. Semin
Thromb Hemost 2007;33(1):41–5.

Esposito C, Caputo I. Mammalian transglutaminases: identification of substrates as a


key to physiological function and physiopathological relevance.
FEBS J 2005;272(3):615–31. Etienne-Manneville S. Actin and microtubules in cell
motility: which one is in control? Traffic 2004;5(7):470–7.

Ewen ME. Where the cell cycle and histones meet. Genes Dev 2000;14(18): 2265–70.
Faber PW, van Rooij HC, et al. Two different, overlapping pathways of transcription initiation
are active on the TATA—less human androgen receptor promoter: the role of Sp1. J Biol
Chem 1993;268(13):9296–301.

Fabiani R, Johansson L, et al. Prolongation and improvement of prostasome promotive


effect on sperm forward motility. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1995;58(2):191–8.

Fair WR, Couch J, et al. Prostatic antibacterial factor: identity and significance. Urology
1976;7(2):169–77.

Fair WR, Couch J, et al. The purification and assay of the prostatic antibacterial factor
(PAF). Biochem Med 1993;8(2):329–39.

Fair WR, Israeli RS, et al. Prostate-specific membrane antigen. Prostate


1997;32(2):140–8.

Fair WR, Parrish RF. Antibacterial substances in prostatic fluid. Prog Clin Biol Res
1981;75A:247–64.

Farnsworth WE, Brown JR. Testosterone metabolism in the prostate. Natl Cancer Inst
Monogr 1963;12:323–9.

Fernandez JA, Heeb MJ. Role of protein C inhibitor and tissue factor in fertilization.
Semin Thromb Hemost 2007;33(1):13–20.

Finlay JA, Evans CL, et al. Development of monoclonal antibodies specific for human
glandular kallikrein (hK2): development of a dual antibody immunoassay for hK2 with
negligible prostate-specific antigen crossreactivity. Urology 1998;51(5):804–9.

Flocks RH, Schmidt JD. Lactate dehydrogenase isoenzyme patterns of prostatic cancer
and hyperplasia. J Surg Oncol 1972;4(2):161–7.

Fondell JD, Brunel F, et al. Unliganded thyroid hormone receptor alpha can target
TATA-binding protein for transcriptional repression. Mol Cell Biol 1996;16(1):281–7.

Forest MG, Rivarola MA, et al. Percentage binding of testosterone, androstenedione


and dehydroisoandrosterone in human plasma. Steroids 1968;12(3):323–43.

Fowler JE Jr, Kaiser DL, et al. Immunologic response of the prostate to bacteriuria and
bacterial prostatitis. I. Immunoglobulin concentrations in prostatic fluid. J Urol
1982;128(1):158–64.

Freestone SH, Marker P, et al. Sonic hedgehog regulates prostatic growth and epithelial
differentiation. Dev Biol 2003;264(2):352–62.
Friberg J, Tilley-Friberg I. Antibodies in human seminal fluid. In: Hafez ESE, editor.
Human semen and fertility regulation in men. St. Louis: Mosby; 1976. p. 258–64.

Fu M, Rao M, et al. The androgen receptor acetylation site regulates cAMP and AKT but
not ERK-induced activity. J Biol Chem 2004;279(28): 29436–49.

Fuchs AR, Chantharaski U. Prostaglandins and male fertility. In: Hafez ESE, editor.
Human semen and fertility regulation in men. St. Louis: Mosby; 1976. p. 187–97.

Gahankari DR, Golhar KB. An evaluation of serum and tissue bound immunoglobulinsin
prostatic diseases. J Postgrad Med 1993;39(2):63–7.

Garde SV, Basrur VS, et al. Prostate secretory protein (PSP94) suppresses thegrowth
of androgen-independent prostate cancer cell line (PC3) andxenografts by inducing
apoptosis. Prostate 1999;38(2):118–25.

Gelmann EP. Molecular biology of the androgen receptor. J Clin


Oncol2002;20(13):3001–15.

Gerber HP, Seipel K, et al. Transcriptional activation modulated by


homopolymericglutamine and proline stretches. Science 1994;263(5148):808–11.

Getzenberg RH, Pienta KJ, et al. The tissue matrix: cell dynamics andhormone action.
Endocr Rev 1990;11(3):399–417.

Ghasriani H, Fernlund P, et al. A model of the complex between humanbeta-


microseminoprotein and CRISP-3 based on NMR data. BiochemBiophys Res Commun
2009;378(2):235–9.

Ghasriani H, Teilum K, et al. Solution structures of human and porcinebeta-


microseminoprotein. J Mol Biol 2006;362(3):502–15.

Ghosh A, Heston WD. Tumor target prostate specific membrane antigen(PSMA) and its
regulation in prostate cancer. J Cell Biochem 2004;91(3):528–39.

Giskeødegård GF, Bertilsson H, Selnæs KM. Spermine and citrate as


metabolicbiomarkers for assessing prostate cancer aggressiveness. PLoS
One2013;8(4):e62375.

Glass CK, Rosenfeld MG. The coregulator exchange in transcriptional functionsof


nuclear receptors. Genes Dev 2000;14(2):121–41.

Goldstein AS, Lawson DA, et al. Trop2 identifies a subpopulation of murineand human
prostate basal cells with stem cell characteristics. Proc NatlAcad Sci U S A
2008;105(52):20882–7.

Goldsteyn ME, Hsieh JT, von Eschenbah AC. Phosphorylation status of thenuclear
cytosolic androgen receptors in the rat ventral prostate. Prostate1989;14:91–101.
Gonzalez GF, Kortebani G, Mazzolli AB. Hyperviscosity and hypofunctionof the seminal
vesicles. Arch Androl 1993;30:63–88.

Good D, Schwarzenberger P, et al. Cloning and characterization of theprostate-specific


membrane antigen promoter. J Cell Biochem 1999;74(3):395–405.

Goueli SA, Holtzman JL, et al. Phosphorylation of the androgen receptor bya nuclear
cAMP-independent protein kinase. Biochem Biophys ResCommun 1984;123(2):778–84.

Govindan MV. Specific region in hormone binding domain is essential forhormone


binding and trans-activation by human androgen receptor. MolEndocrinol 1990;4(3):417–27.

Grauer LS, Lawler KD, et al. Identification, purification, and subcellularlocalization of


prostate-specific membrane antigen PSM′ protein in theLNCaP prostatic carcinoma cell line.
Cancer Res 1998;58(21):4787–9.

Grayhack JT, Lee C. Evaluation of prostatic fluid in prostatic pathology. ProgClin Biol
Res 1981;75A:231–46.

Grayhack JT, Wendel EF, et al. Lactate dehydrogenase isoenzymes in humanprostatic


fluid: an aid in recognition of malignancy? J Urol 1977;118(1Pt 2):204–8.

Grayhack JT, Wendel EF, et al. Analysis of specific proteins in prostatic fluidfor
detecting prostatic malignancy. J Urol 1979;121(3):295–9.

Grisanzio C, Signoretti S. p63 in prostate biology and pathology. J CellBiochem


2008;103(5):1354–68.

Grishina IB, Kim SY, et al. BMP7 inhibits branching morphogenesis in theprostate gland
and interferes with Notch signaling. Dev Biol 2005;288(2):334–47.

Gu W, Malik S, et al. A novel human SRB/MED-containing cofactor complex,SMCC,


involved in transcription regulation. Mol Cell 1999;3(1):97–108.

Gunn SA, Gould TC. The relative importance of androgen and estrogen inthe selective
uptake of Zn65 by the dorsolateral prostate of the rat. Endocrinology1956;58(4):443–52.

Gunn SA, Gould TC, et al. The effect of growth hormone and prolactinpreparations on
the control by interstitial cell-stimulating hormone ofuptake of 65-Zn by the rat dorsolateral
prostate. J Endocrinol 1965;32:205–14.

Gutman AB, Gutman EB. An acid phosphatase occurring in serum of patientswith


metastasizing carcinoma of the prostate gland. J Clin Invest1938;17:473–8.

Habib FK, Ross M, et al. Differential effect of finasteride on the tissue


androgenconcentrations in benign prostatic hyperplasia. Clin Endocrinol(Oxf)
1997;46(2):137–44.
Hagstrom J, Harvey S, et al. Androgens are necessary for the establishmentof secretory
protein expression in the guinea pig seminal vesicle epithelium.Biol Reprod 1992;47(5):768–
75.

Hallmann R, Horn N, et al. Expression and function of laminins in theembryonic and


mature vasculature. Physiol Rev 2005;85(3):979–1000.

Hammond GL. Endogenous steroid levels in the human prostate from birthto old age: a
comparison of normal and diseased tissues. J Endocrinol1978;78(1):7–19.

Han KR, Seligson DB, et al. Prostate stem cell antigen expression is associatedwith
Gleason score, seminal vesicle invasion and capsular invasionin prostate cancer. J Urol
2004;171(3):1117–21.

Hara M, Koyanagi Y, et al. Some physico-chemical characteristics of“-seminoprotein,”


an antigenic component specific for human seminalplasma. Forensic immunological study of
body fluids and secretion. VII.Nihon Hoigaku Zasshi 1971;25(4):322–4 [in Japanese].

Hara N, Kasahara T, et al. Reverse transcription-polymerase chain reactiondetection of


prostate-specific antigen, prostate-specific membrane antigen,and prostate stem cell antigen
in one milliliter of peripheral blood: valuefor the staging of prostate cancer. Clin Cancer Res
2002;8(6):1794–9.

Harvey S, Vrabel A, et al. Androgen regulation of an elastase-like proteaseactivity in the


seminal vesicle. Biol Reprod 1995;52(5):1059–65.

Hassan MI, Kumar V, et al. Purification and characterization of zinc alpha2-glycoprotein-


prolactin inducible protein complex from human seminalplasma. J Sep Sci
2008a;31(12):2318–24.

Hassan MI, Waheed A, et al. Zinc alpha 2-glycoprotein: a multidisciplinaryprotein. Mol


Cancer Res 2008b;6(6):892–906.

Hay ED. The cell biology of the extracellular matrix. New York: PlenumPress; 1981.

He S, Bauman D, et al. Facile synthesis of site-specifically acetylated andmethylated


histone proteins: reagents for evaluation of the histone codehypothesis. Proc Natl Acad Sci
U S A 2003;100(21):12033–8.

Heathcote JG, Washington RJ. Analysis of the zinc-binding protein derivedfrom the
human benign hypertrophic prostate. J Endocrinol 1973;58:421–3.

Henttu P, Liao SS, et al. Androgens up-regulate the human prostate-specificantigen


messenger ribonucleic acid (mRNA), but down-regulate the prostaticacid phosphatase
mRNA in the LNCaP cell line. Endocrinology1992;130(2):766–72.

Hessl JM, Stamey TA. The passage of tetracyclines across epithelial membraneswith
special reference to prostatic epithelium. J Urol 1971;106(2):253–6.
Heston WD. Prostatic polyamines and polyamine targeting as a newapproach to therapy
of prostatic cancer. Cancer Surv 1991;11:217–38.

Higgins JR, Gosling JA. Studies on the structure and intrinsic innervation ofthe normal
human prostate. Prostate 1989;(Suppl. 2):5–16.

Higgins SJ, Hemingway AL. Effects of androgens on the transcription ofsecretory


protein genes in rat seminal vesicle. Mol Cell Endocrinol1991;76(1–3):55–61.

Hirai K, Hussey HJ, et al. Biological evaluation of a lipid-mobilizing factorisolated from


the urine of cancer patients. Cancer Res 1998;58(11):2359–65.Hogan BL. Morphogenesis.
Cell 1999;96(2):225–33.

Horsfall DJ, Mayne K, et al. Glycosaminoglycans of guinea pig prostatefibromuscular


stroma: influence of estrogen and androgen on levels andlocation of chondroitin sulfate.
Prostate 1994;25(6):320–32.

Horton RJ. Androgen hormones and prehormones in young and elderlymen. In:
Grayhack JT, Wilson JD, Scherbenske MJ, editors. Benign prostatichyperplasia.
Proceedings of a workshop sponsored by the KidneyDisease and Urology Program of the
NIAMDD. Washington (DC): U.S.Government Printing Office; 1976. p. 183–8.

Hu R, Isaacs WB, et al. A snapshot of the expression signature of androgenreceptor


splicing variants and their distinctive transcriptional activities.Prostate 2011;71(15):1656–67.

Huang Z, Hurley PJ, et al. Sox9 is required for prostate development andprostate
cancer initiation. Oncotarget 2012;3(6):651–63.

Huang ZQ, Li J, et al. A role for cofactor-cofactor and cofactor-histone interactionsin


targeting p300, SWI/SNF and mediator for transcription. EMBOJ 2003;22(9):2146–55.

Huggins C, Neal W. Proteolytic enzymes and citrate in prostatic fluid. J ExpMed


1942;7:527–41.

Husmann DA, Wilson CM, et al. Antipeptide antibodies to two distinctregions of the
androgen receptor localize the receptor protein to thenuclei of target cells in the rat and
human prostate. Endocrinology1990;126(5):2359–68.

Huss WJ, Gray DR, et al. Evidence of pluripotent human prostate stem cellsin a human
prostate primary xenograft model. Prostate 2004;60(2):77–90.

Iehle C, Delos S, et al. Human prostatic steroid 5 alpha-reductase isoforms—a


comparative study of selective inhibitors. J Steroid Biochem Mol Biol1995;54(5–6):273–9.

Irvine RA, Ma H, et al. Inhibition of p160-mediated coactivation withincreasing androgen


receptor polyglutamine length. Hum Mol Genet2000;9(2):267–74.

Isaacs JT. Prostatic structure and function in relation to the etiology of prostaticcancer.
Prostate 1983;4(4):351–66.
Isaacs JT, Barrack ER, et al. The relationship of cellular structure and function:the
matrix system. Prog Clin Biol Res 1981;75A:1–24.

Isaacs JT, Brendler CB, et al. Changes in the metabolism of dihydrotestosteronein the
hyperplastic human prostate. J Clin Endocrinol Metab1983;56(1):139–46.

Isaacs JT, Coffey DS. Changes in dihydrotestosterone metabolism associatedwith the


development of canine benign prostatic hyperplasia. Endocrinology1981;108(2):445–53.

Israeli RS, Powell CT, et al. Expression of the prostate-specific membraneantigen.


Cancer Res 1994;54(7):1807–11.

Ito M, Yuan CX, et al. Identity between TRAP and SMCC complexes indicatesnovel
pathways for the function of nuclear receptors and diverse mammalianactivators. Mol Cell
1999;3(3):361–70.

Jackson TA, Richer JK, et al. The partial agonist activity of antagonistoccupiedsteroid
receptors is controlled by a novel hinge domain-bindingcoactivator L7/SPA and the
corepressors N-CoR or SMRT. Mol Endocrinol1997;11(6):693–705.

John H, Maake C, et al. Immunological alterations in the ejaculate ofchronic prostatitis


patients: clues for autoimmunity. Andrologia 2003;35(5):294–9.

Johnson L, Wikstrom S, et al. The vehicle for zinc in the prostatic secretionof dogs.
Scand J Urol Nephrol 1969;3(1):9–11.

Jones RD, English KM, et al. Testosterone-induced coronary vasodilatationoccurs via a


non-genomic mechanism: evidence of a direct calcium antagonismaction. Clin Sci (Lond)
2004;107(2):149–58.

Jonsson M, Linse S, et al. Semenogelins I and II bind zinc and regulate theactivity of
prostate-specific antigen. Biochem J 2005;387(Pt 2):447–53.

Jonsson M, Lundwall A, et al. The semenogelins: proteins with functionsbeyond


reproduction? Cell Mol Life Sci 2006;63(24):2886–8.

Joshi RR, Jyothi S. Ab initio structure of human seminal plasma prostaticinhibin gives
significant insight into its biological functions. J Mol Model(Online) 2002;8(2):50–7.

Kadmon D. Chemoprevention in prostate cancer: the role of


difluoromethylornithine(DFMO). J Cell Biochem Suppl 1992;16H:122–7.

Kallio PJ, Poukka H, et al. Androgen receptor-mediated transcriptional regulationin the


absence of direct interaction with a specific DNA element.Mol Endocrinol 1995;9(8):1017–
28.

Kavanagh JP. Isocitric and citric acid in human prostatic and seminal fluid:implications
for prostatic metabolism and secretion. Prostate 1994;24(3):139–42.
Kelly RW, Holland P, et al. Extracellular organelles (prostasomes) are
immunosuppressivecomponents of human semen. Clin Exp Immunol1991;86(3):550–6.

Kempinas WG, Petenusci SO, et al. The hypophyseal-testicular axis and sexaccessory
glands following chemical sympathectomy with guanethidineof pre-pubertal to mature rats.
Andrologia 1995;27(2):121–5.

Kemppainen JA, Lane MV, et al. Androgen receptor phosphorylation, turnover,nuclear


transport, and transcriptional activation: specificity for steroidsand antihormones. J Biol
Chem 1992;267(2):968–74.

Kirchheim D, Gyoerkey F, et al. Histochemistry of the normal, hyperplastic,and


neoplastic human prostate gland. Invest Urol 1964;12:403–21.

Kmita M, Duboule D. Organizing axes in time and space; 25 years of collinear tinkering.
Science 2003;301(5631):331–3.

Knox JD, Cress AE, et al. Differential expression of extracellular matrix moleculesand
the alpha 6-integrins in the normal and neoplastic prostate.Am J Pathol 1994;145(1):167–74.

Kofoed JA, Tumilasci OR, et al. Effects of castration and androgens uponprostatic
proteoglycans in rats. Prostate 1990;16(2):93–102.

Kondo T, Zakany J, et al. Of fingers, toes and penises. Nature 1997;390(6655):29.

Konety BR, Getzenberg RH. Nuclear structural proteins as biomarkers ofcancer. J Cell
Biochem Suppl 1999;32–33:183–91.

Kuiper GG, Faber PW, et al. Structural organization of the human androgenreceptor
gene. J Mol Endocrinol 1989;2(3):R1–4.

Kumar A, Goel AS, et al. Expression of human glandular kallikrein, hK2, inmammalian
cells. Cancer Res 1996;56(23):5397–402.

Kuriyama M, Wang MC, et al. Quantitation of prostatic specific antigenserum by a


sensitive enzyme immunoassay. Cancer Res 1980;40:4658–62.

Kwong J, Xuan JW, et al. A comparative study of hormonal regulation ofthree secretory
proteins (prostatic secretory protein-PSP94, probasin, andseminal vesicle secretion II) in rat
lateral prostate. Endocrinology 2000;141(12):4543–51.

Kyprianou N, Isaacs JT. Significance of measurable androgen levels in therat following


castration. Prostate 1987;10:313–24.

Lam AL, Pazin DE, et al. Control of gene expression and assembly of
chromosomalsubdomains by chromatin regulators with antagonistic functions.Chromosoma
2005;114(4):242–51.
Lamano-Carvalho TL, Favaretto AL, et al. Prepubertal development of ratprostate and
seminal vesicle following chemical sympathectomy withguanethidine. Braz J Med Biol Res
1993;26(6):639–46.

Lamm ML, Catbagan WS, et al. Sonic hedgehog activates mesenchymal Gli1expression
during prostate ductal bud formation. Dev Biol 2002;249(2):349–66.

Lamm ML, Podlasek CA, et al. Mesenchymal factor bone morphogeneticprotein 4


restricts ductal budding and branching morphogenesis in thedeveloping prostate. Dev Biol
2001;232(2):301–14.

Landers JP, Spelsberg TC. New concepts in steroid hormone action:


transcriptionfactors, proto-oncogenes, and the cascade model for steroidregulation of gene
expression. Crit Rev Eukaryot Gene Expr 1992;2(1):19–63.

Lasnitzki I, Franklin HR. The influence of serum on uptake, conversion andaction of


testosterone in rat prostate glands in organ culture. J Endocrinol1972;54(2):333–42.

Laspada A, Wilson E, et al. Androgen receptor gene mutation in X linkedspinal and


bulbar muscular atrophy. Nature 1991;352:77–9.

Lawson DA, Xin L, et al. Isolation and functional characterization of murineprostate stem
cells. Proc Natl Acad Sci U S A 2007;104(1):181–6.

Le Calvé M, Segalen J, et al. Diamine oxidase activity and biochemicalmarkers in


human seminal plasma. Hum Reprod 1995;10:1141–4.

Leong KG, Gao WQ. The Notch pathway in prostate development andcancer.
Differentiation 2008;76(6):699–716.

Lepor H. Medical management of benign prostatic hyperplasia. Urology1993;42:483–


501.

Lepor H, Kuhar MJ. Characterization and localization of the muscariniccholinergic


receptor in human prostatic tissue. J Urol 1984;132(2):397–402.

Lepor H, Tang R, et al. The alpha-adrenoceptor subtype mediatingthe tension of human


prostatic smooth muscle. Prostate 1993;22(4):301–7.

Li HC, Chernoff J, et al. A phosphotyrosyl-protein phosphatase activityassociated with


acid phosphatase from human prostate gland. Eur JBiochem 1984;138(1):45–51.

Liang ZG, Kamada M, et al. Immunoglobulin-Fc binding factor in humanmale


reproductive organs. Andrologia 1981;23(6):435–7.

Liao S, Fang S. Receptor-proteins for androgens and the mode of action ofandrogens
on gene transcription in ventral prostate. Vitm Horm 1969;27:17–90.

Lilja H. A kallikrein-like serine protease in prostatic fluid cleaves the predominantseminal


vesicle protein. J Clin Invest 1985;76(5):1899–903.
Lilja H. Significance of different molecular forms of serum PSA: the free,noncomplexed
form of PSA versus that complexed to alpha1-antichymotrypsin. Urol Clin North Am
1993a;20(4):681–6.

Lilja H. Structure, function, and regulation of the enzyme activity of


prostatespecificantigen. World J Urol 1993b;11(4):188–91.

Lilja H, Abrahamsson PA. Three predominant proteins secreted by thehuman prostate


gland. Prostate 1988;12(1):29–38.

Lilja H, Christensson A, et al. Prostate-specific antigen in serum occurspredominantly in


complex with alpha-1-antichymotrypsin. Clin Chem1991;37(9):1618–25.

Lilja H, Oldbring J, et al. Seminal vesicle–secreted proteins and their reactionsduring


gelation and liquefaction of human semen. J Clin Invest1987;80(2):281–5.

Lin MF, Clinton GM. Human prostatic acid phosphatase has phosphotyrosylprotein
phosphatase activity. Biochem J 1986;235(2):351–7.

Liu AY, Nelson PS, et al. Human prostate epithelial cell-type cDNA librariesand prostate
expression patterns. Prostate 2002;50(2):92–103.

Liu H, Moy P, et al. Monoclonal antibodies to the extracellular domain ofprostate-specific


membrane antigen also react with tumor vascular endothelium.Cancer Res
1997;57(17):3629–34.

Lodge PA, Childs RA, et al. Expression and purification of prostate-specificmembrane


antigen in the baculovirus expression system and recognitionby prostate-specific membrane
antigen-specific T cells. J Immunother1999;22(4):346–55.

Loeb S, Catalona WJ. The Prostate Health Index: a new test for the detectionof prostate
cancer. Ther Adv Urol 2014;6(2):74–7.

Love RR, Carbone PP, et al. Randomized phase I chemoprevention doseseekingstudy


of alpha-difluoromethylornithine. J Natl Cancer Inst1993;85(9):732–7.

Lowe FC, Trauzzi SJ. Prostatic acid phosphatase in 1993: its limited clinicalutility. Urol
Clin North Am 1993;20(4):589–95.

Lu W, Luo Y, et al. Fibroblast growth factor-10: a second candidate stromalto epithelial


cell andromedin in prostate. J Biol Chem 1999;274(18):12827–34.

Lubahn DB, Joseph DR, et al. Cloning of human androgen receptor complementaryDNA
and localization to the X chromosome. Science 1988;240(4850):327–30.

Luke MC, Coffey DS. The male sex accessory tissues: structure, androgenaction and
physiology. In: Knobil E, Neill JD, editors. The physiology ofreproduction. 2nd ed. New York:
Raven; 1994. p. 1435–87.
Lundwall A. Characterization of the gene for prostate-specific antigen, ahuman
glandular kallikrein. Biochem Biophys Res Commun 1989;161(3):1151–9.

Lundwall A, Bjartell A, et al. Semenogelin I and II, the predominant humanseminal


plasma proteins, are also expressed in non-genital tissues. MolHum Reprod 2002;8(9):805–
10.

Lundwall A, Lilja H. Molecular cloning of human prostate specific antigencDNA. FEBS


Lett 1987;214(2):317–22.

Lupien M, Eeckhoute J, et al. FoxA1 translates epigenetic signaturesinto enhancer-


driven lineage-specific transcription. Cell 2008;132(6):958–70.

Lupold SE, Rodriguez R. Disulfide-constrained peptides that bind to theextracellular


portion of the prostate-specific membrane antigen. MolCancer Ther 2004;3(5):597–603.

Lwaleed BA, Greenfield R, et al. Seminal clotting and fibrinolytic balance: apossible
physiological role in the male reproductive system. ThrombHaemost 2004;92(4):752–
66.MacDonald PC. Origin of estrogen in men. In: Grayhack JT, Wilson JD,

Scherbenske MJ, editors. Benign prostatic hyperplasia. Proceedings of aworkshop


sponsored by the Kidney Disease and Urology Program of theNIAMDD. Washington (DC):
U.S. Government Printing Office; 1976. p.191–2.

Madhubala R, Pegg AE. Inhibition of ornithine decarboxylase andS-adenosylmethionine


decarboxylase synthesis by antisense oligodeoxynucleotides.Mol Cell Biochem
1992;118(2):191–5.

Madsen PO, Baumueller A, et al. Experimental models for determination


ofantimicrobials in prostatic tissue, interstitial fluid and secretion. Scand JInfect Dis Suppl
1978;14:145–50.

Madsen PO, Kjaer B, et al. Antimicrobial agents in prostatic fluid and tissue.Infection
1976;4(Suppl. 2):154–6.

Madsen PO, Wolf H, et al. The nitrofurantoin concentration in prostaticfluid of humans


and dogs. J Urol 1968;100(1):54–6.

Mahadevan D, Saldanha JW. The extracellular regions of PSMA and thetransferrin


receptor contain an aminopeptidase domain: implications fordrug design. Protein Sci
1999;8(11):2546–9.

Mahendroo MS, Russell DW. Male and female isoenzymes of steroid


5alphareductase.Rev Reprod 1999;4(3):179–83.

Malm J, Hellman J, et al. Isolation and characterization of the major gelproteins in


human semen, semenogelin I and semenogelin II. Eur JBiochem 1996;238(1):48–53.

Mann T, Mann CL. Male reproductive function and semen. New York:Springer-Verlag;
1981.
Marcelli M, Tilley WD, et al. Definition of the human androgen receptorgene structure
permits the identification of mutations that cause androgenresistance: premature termination
of the receptor protein at aminoacid residue 588 causes complete androgen resistance. Mol
Endocrinol1990;4(8):1105–16.

Margueron R, Trojer P, et al. The key to development: interpreting thehistone code?


Curr Opin Genet Dev 2005;15(2):163–76.

Marker PC. Does prostate cancer co-opt the developmental program?


Differentiation2008;76(6):736–44.

Marriman EC, van Venrooij WJ. The nuclear matrix and RNA processing: useof human
antibodies. New York: Alan R. Liss; 1985. p. 315–9.

Marshall TW, Link KA, et al. Differential requirement of SWI/SNF for androgenreceptor
activity. J Biol Chem 2003;278(33):30605–13.

Matusik RJ, Jin RJ, et al. Prostate epithelial cell fate. Differentiation2008;76(6):682–98.

McConnell JD. Prostatic growth: new insights into hormonal regulation. BrJ Urol
1995;76(Suppl. 1):5–10.

McCormack RT, Rittenhouse HG, et al. Molecular forms of prostate-specificantigen and


the human kallikrein gene family: a new era. Urology1995;45(5):729–44.

McEwan IJ. Molecular mechanisms of androgen receptor-mediated generegulation:


structure-function analysis of the AF-1 domain. Endocr RelatCancer 2004;11(2):281–93.

McKenna NJ, Lanz RB, et al. Nuclear receptor coregulators: cellular andmolecular
biology. Endocr Rev 1999;20(3):321–44.

McKeon F. p63 and the epithelial stem cell: more than status quo? GenesDev
2004;18(5):465–9.

McMullen BA, Fujikawa K, et al. Location of the disulfide bonds in humanplasma


prekallikrein: the presence of four novel apple domains in theamino-terminal portion of the
molecule. Biochemistry 1991;30(8):2050–6.

McMullin RP, Mutton LN, et al. Hoxb13 regulatory elements mediate


transgeneexpression during prostate organogenesis and carcinogenesis. DevDyn
2009;238(3):664–72.

Metzger DA, Korach KS. Cell-free interaction of the estrogen receptor withmouse
uterine nuclear matrix: evidence of saturability, specificity, andresistance to KCl extraction.
Endocrinology 1990;126(4):2190–5.

Mikolajczyk SD, Catalona WJ, et al. Proenzyme forms of prostate-specificantigen in


serum improve the detection of prostate cancer. Clin Chem2004;50(6):1017–25.
Mikolajczyk SD, Millar LS, et al. Human glandular kallikrein, hK2, showsarginine-
restricted specificity and forms complexes with plasma proteaseinhibitors. Prostate
1998;34(1):44–50.

Mikolajczyk SD, Millar LS, et al. BPSA, a specific molecular form of freeprostate-specific
antigen, is found predominantly in the transition zoneof patients with nodular benign prostatic
hyperplasia. Urology 2000a;55(1):41–5.

Mikolajczyk SD, Millar LS, et al. A precursor form of prostate-specificantigen is more


highly elevated in prostate cancer compared with benigntransition zone prostate tissue.
Cancer Res 2000b;60(3):756–9.

Miner JH, Yurchenco PD. Laminin functions in tissue morphogenesis. AnnuRev Cell
Dev Biol 2004;20:255–84.

Mizokami A, Yeh SY, et al. Identification of 3′,5′-cyclic adenosinemonophosphate


response element and other cis-acting elements in thehuman androgen receptor gene
promoter. Mol Endocrinol 1994;8(1):77–88.

Mobbs BG, Johnson IE, et al. Influence of the adrenal gland on prostaticactivity in adult
rats. J Endocrinol 1973;59(2):335–44.

Moilanen AM, Poukka H, et al. Identification of a novel RING finger proteinas a


coregulator in steroid receptor–mediated gene transcription. Mol CellBiol 1998;18(9):5128–
39.

Murphy GP, Elgamal AA, et al. Current evaluation of the tissue localizationand
diagnostic utility of prostate specific membrane antigen. Cancer1998;83(11):2259–69.

Naar AM, Beaurang PA, et al. Composite co-activator ARC mediateschromatin-directed


transcriptional activation. Nature 1999;398(6730):828–32.

Nair SC, Toran EJ, et al. A pathway of multi-chaperone interactions commonto diverse
regulatory proteins: estrogen receptor, Fes tyrosine kinase, heatshock transcription factor
Hsf1, and the aryl hydrocarbon receptor. CellStress Chaperones 1996;1(4):237–50.

Nakamura T, Scorilas A, et al. The usefulness of serum human kallikrein 11for


discriminating between prostate cancer and benign prostatic hyperplasia.Cancer Res
2003;63(19):6543–6.

Naslund MJ, Coffey DS. The differential effects of neonatal androgen, estrogenand
progesterone on adult rat prostate growth. J Urol 1986;136(5):1136–40.

Naslund MJ, Coffey DS. Benign prostatic hyperplasia. U.S. Department ofHealth and
Human Services, NIH publication 2(87–2881). Bethesda(MD): National Institutes of Health;
1987. p. 73–83.

Nelson PS, Gan L, et al. Molecular cloning and characterization of prostase,an


androgen-regulated serine protease with prostate-restricted expression.Proc Natl Acad Sci U
S A 1999;96(6):3114–9.
Nelson WG, Pienta KJ, et al. The role of the nuclear matrix in the organizationand
function of DNA. Annu Rev Biophys Chem 1986;15:457–75.

Niemi M, Harkonen M, et al. Enzymic histochemistry of human prostate:localization of


oxidative enzymes, esterase, and aminopeptidase in thenormal and hyperplastic human
prostate. Arch Pathol 1963;75:528–37.

Nolet S, St-Louis D, et al. Rapid evolution of prostatic protein PSP94 suggestedby


sequence divergence between rhesus monkey and humancDNAs. Genomics
1991;9(4):775–7.

Obiezu CV, Diamandis EP. Human tissue kallikrein gene family: applicationsin cancer.
Cancer Lett 2005;224(1):1–22.

Ochiai Y, Inazawa J, et al. Human gene for beta-microseminoprotein: itspromoter


structure and chromosomal localization. J Biochem 1995;117(2):346–52.

Oesterling JE, Chan DW, et al. Prostate specific antigen in the preoperativeand
postoperative evaluation of localized prostatic cancer treated withradical prostatectomy. J
Urol 1988;139(4):766–72.

Oesterling JE, Epstein JI, et al. The inability of adrenal androgens to stimulatethe adult
human prostate: an autopsy evaluation of men with hypogonadotropichypogonadism and
panhypopituitarism. J Urol 1986;136(5):1030–4.

Olafsen T, Gu Z, et al. Targeting, imaging, and therapy using a humanizedantiprostate


stem cell antigen (PSCA) antibody. J Immunother2007;30(4):396–405.

Oliver JA, el-Hilali MM, et al. LDH isoenzymes in benign and malignantprostate tissue:
the LDH V-I ratio as an index of malignancy. Cancer1970;25(4):863–6.

O’Malley B. The year in basic science: nuclear receptors and coregulators.Mol


Endocrinol 2008;22(12):2751–8.

Palvimo JJ, Kallio PJ, et al. Dominant negative regulation of trans-activationby the rat
androgen receptor: roles of the N-terminal domain and heterodimerformation. Mol Endocrinol
1993;7(11):1399–407.

Pardoll DM, Vogelstein B, et al. A fixed site of DNA replication in eukaryotic cells. Cell
1980;19(2):527–36.

Partin AW, Carter HB. The use of prostate-specific antigen and free/totalprostate-
specific antigen in the diagnosis of localized prostate cancer. UrolClin North Am
1996;23(4):531–40.

Partin AW, Carter HB, et al. Prostate specific antigen in the staging of localizedprostate
cancer: influence of tumor differentiation, tumor volumeand benign hyperplasia. J Urol
1990;143(4):747–52.
Partin AW, Catalona WJ, et al. Use of human glandular kallikrein 2 for thedetection of
prostate cancer: preliminary analysis. Urology 1999;54(5):839–45.

Pazin MJ, Kadonaga JT. SWI2/SNF2 and related proteins: ATP-driven motorsthat
disrupt protein-DNA interactions? Cell 1997;88(6):737–40.

Peehl DM. Primary cell cultures as models of prostate cancer development.Endocr


Relat Cancer 2005;12(1):19–47.

Peitz B, Olds-Clarke P. Effects of seminal vesicle removal on fertility anduterine sperm


motility in the house mouse. Biol Reprod 1986;35(3):608–17.

Peter A, Lilja H, et al. Semenogelin I and semenogelin II, the major gelformingproteins in
human semen, are substrates for transglutaminase.Eur J Biochem 1998;252(2):216–21.

Peterson CL, Tamkun JW. The SWI-SNF complex: a chromatin remodelingmachine?


Trends Biochem Sci 1995;20(4):143–6.

Peterziel H, Mink S, et al. Rapid signalling by androgen receptor in prostatecancer cells.


Oncogene 1999;18(46):6322–9.

Phadke AM, Samant NR, et al. Significance of seminal fructose studies inmale infertility.
Fertil Steril 1973;24(11):894–903.

Phelan ML, Schnitzler GR, et al. Octamer transfer and creation of stablyremodeled
nucleosomes by human SWI-SNF and its isolated ATPases.Mol Cell Biol 2000;20(17):6380–
9.

Pienta KJ, Murphy BC, et al. The tissue matrix and the regulation of geneexpression in
cancer cell. Adv Mol Cell Biol 1993;7:131–56.

Podlasek CA, Duboule D, et al. Male accessory sex organ morphogenesis isaltered by
loss of function of Hoxd-13. Dev Dyn 1997;208(4):454–65.

Polascik TJ, Oesterling JE, et al. Prostate specific antigen: a decade ofdiscovery—what
we have learned and where we are going. J Urol1999;162(2):293–306.

Poliakov A, Spilman M, et al. Structural heterogeneity and protein compositionof


exosome-like vesicles (prostasomes) in human semen. Prostate2009;69(2):159–67.

Pollard KJ, Peterson CL. Chromatin remodeling: a marriage between twofamilies?


Bioessays 1998;20(9):771–80.

Poortmans JR, Schmid K. The level of Zn-alpha 2-glycoprotein in normalhuman body


fluids and kidney extract. J Lab Clin Med 1968;71(5):807–11.

Porter AT, Ben-Josef E. Humoral mechanisms in prostate cancer: a role forFSH. Urol
Oncol 2001;6(4):131–8.
Poukka H, Karvonen U, et al. The RING finger protein SNURF modulatesnuclear
trafficking of the androgen receptor. J Cell Sci 2000;113(Pt17):2991–3001.

Poulos A, Voglmayr JK, et al. Phospholipid changes in spermatozoa duringpassage


through the genital tract of the bull. Biochim Biophys Acta1973;306(2):194–202.

Pourian MR, Kvist U, et al. Rapid and slow hydroxylators of seminal Eprostaglandins
among men in barren unions. Andrologia 1995;27(2):71–9.

Powers CA, Mathur M, et al. TLS (translocated-in-liposarcoma) is a highaffinityinteractor


for steroid, thyroid hormone, and retinoid receptors.Mol Endocrinol 1998;12(1):4–18.

Pratt WB, Toft DO. Steroid receptor interactions with heat shock protein
andimmunophilin chaperones. Endocr Rev 1997;18(3):306–60.

Price D. Comparative aspects of development and structure in the prostate.Natl Cancer


Inst Monogr 1963;12:1–27.

Prins GS, Birch L. The developmental pattern of androgen receptor expressionin rat
prostate lobes is altered after neonatal exposure to estrogen.Endocrinology
1995;136(3):1303–14.

Prins GS, Birch L, et al. Estrogen imprinting of the developing prostate glandis mediated
through stromal estrogen receptor alpha: studies withalphaERKO and betaERKO mice.
Cancer Res 2001;61(16):6089–97.

Pritchard C, Mecham B, et al. Conserved gene expression programs


integratemammalian prostate development and tumorigenesis. Cancer
Res2009;69(5):1739–47.

Propping D, Tauber PF, et al. Purification and characterization of two


plasminogenactivators from human seminal plasma. Fed Proc 1974;33:289–93.

Pucar D, Shukla-Dave A, et al. Prostate cancer: correlation of MR imagingand MR


spectroscopy with pathologic findings after radiation therapyinitialexperience. Radiology
2005;236(2):545–53.

Rachez C, Suldan Z, et al. A novel protein complex that interacts with thevitamin D3
receptor in a ligand-dependent manner and enhances VDRtransactivation in a cell-free
system. Genes Dev 1998;12(12):1787–800.

Rackley RR, Yang B, et al. Differences in the leucine aminopeptidase activityin extracts
from human prostatic carcinoma and benign prostatic hyperplasia.Cancer 1991;68(3):587–
93.

Raff AB, Gray A, et al. Prostate stem cell antigen: a prospective therapeuticand
diagnostic target. Cancer Lett 2009;277(2):126–32.

Rajasekaran AK, Anilkumar G, et al. Is prostate-specific membrane antigena


multifunctional protein? Am J Physiol Cell Physiol 2005;288(5):C975–81.
Rajfer J, Coffey DS. Sex steroid imprinting of the immature prostate: longtermeffects.
Invest Urol 1978;16(3):186–90.

Rajfer J, Coffey DS. Effects of neonatal steroids on male sex tissues. InvestUrol
1979;17(1):3–8.

Rao MA, Cheng H, et al. RanBPM, a nuclear protein that interacts with andregulates
transcriptional activity of androgen receptor and glucocorticoidreceptor. J Biol Chem
2002;277(50):48020–7.

Reed MJ, Stitch SR. The uptake of testosterone and zinc in vitro by thehuman benign
hypertrophic prostate. J Endocrinol 1973;58(3):405–19.

Reeves DS. Pharmacology of the prostate. In: Chisholm GD, Williams DI,editors.
Scientific foundations of urology. 2nd ed. London: WilliamHeinemann; 1982. p. 514–20.

Reeves R, Beckerbauer LM. HMGA proteins as therapeutic drug targets. ProgCell Cycle
Res 2003;5:279–86.

Reigman PH, Vliestra RJ, et al. Characterization of the human kallikreinlocus. Genomics
1992;14:6–11.

Reiter RE, Gu Z, et al. Prostate stem cell antigen: a cell surface marker overexpressedin
prostate cancer. Proc Natl Acad Sci U S A 1998;95(4):1735–40.

Risbridger GP, Almahbobi GA, et al. Early prostate development and itsassociation with
late-life prostate disease. Cell Tissue Res 2005;322(1):173–81.

Rittenhouse HG, Finlay JA, et al. Human kallikrein 2 (hK2) and prostatespecificantigen
(PSA): two closely related, but distinct, kallikreins in theprostate. Crit Rev Clin Lab Sci
1998;35(4):275–368.

Rittmaster RS. Finasteride. N Engl J Med 1994;330(2):120–5.

Roche PJ, Hoare SA, et al. A consensus DNA-binding site for the androgenreceptor.
Mol Endocrinol 1992;6(12):2229–35.

Rokhlin OW, Cohen MB. Expression of cellular adhesion molecules onhuman prostate
tumor cell lines. Prostate 1995;26(4):205–12.

Romas NA, Kwan DJ. Prostatic acid phosphatase: biomolecular features andassays for
serum determination. Urol Clin North Am 1993;20(4):581–8.

Ronquist G, Brody I. The prostasome: its secretion and function in man.Biochim Biophys
Acta 1985;822(2):203–18.

Roy AV, Brower ME, et al. Sodium thymolphthalein monophosphate: a newacid


phosphatase substrate with greater specificity for the prostaticenzyme in serum. Clin Chem
1971;17(11):1093–102.
Rui H, Mevag B, et al. Two-dimensional electrophoresis of proteins invarious fractions of
the human split ejaculate. Int J Androl 1984;7(6):509–20.

Russell DW, Wilson JD. Steroid 5 alpha-reductase: two genes/two enzymes.Annu Rev
Biochem 1994;63:25–61.

Russell ST, Tisdale MJ. The role of glucocorticoids in the induction of zincalpha2-
glycoprotein expression in adipose tissue in cancer cachexia. Br JCancer 2005;92(5):876–
81.

Ryu S, Zhou S, et al. The transcriptional cofactor complex CRSP is requiredfor activity
of the enhancer-binding protein Sp1. Nature 1999;397(6718):446–50.

Sadar MD, Hussain M, et al. Prostate cancer: molecular biology of earlyprogression to


androgen independence. Endocr Relat Cancer 1999;6(4):487–502.

Saedi MS, Zhu Z, et al. Human kallikrein 2 (hK2), but not prostatespecificantigen (PSA),
rapidly complexes with protease inhibitor 6(PI-6) released from prostate carcinoma cells. Int
J Cancer 2001;94(4):558–63.

Salm SN, Burger PE, et al. TGF-β maintains dormancy of prostatic stem cellsin the
proximal region of ducts. J Cell Biol 2005;170(1):81–90.

Sanchez LM, Chirino AJ, et al. Crystal structure of human ZAG, a fatdepletingfactor
related to MHC molecules. Science 1999;283(5409):1914–9.

Sansone G, Martino M, et al. Binding of free and protein-associated zinc torat


spermatozoa. Comp Biochem Physiol C 1991;99(1–2):113–7.

Saporita AJ, Zhang Q, et al. Identification and characterization of a


ligandregulatednuclear export signal in androgen receptor. J Biol
Chem2003;278(43):41998–2005.

Savory JG, Hsu B, et al. Discrimination between NL1- and NL2-mediatednuclear


localization of the glucocorticoid receptor. Mol Cell Biol1999;19(2):1025–37.

Schaeffer EM, Marchionni L, et al. Androgen-induced programs for prostateepithelial


growth and invasion arise in embryogenesis and are reactivatedin cancer. Oncogene
2008;27(57):7180–91.

Schalken JA, van Leenders G. Cellular and molecular biology of the prostate:stem cell
biology. Urology 2003;62(5 Suppl. 1):11–20.

Scheidler J, Hricak H, et al. Prostate cancer: localization with threedimensionalproton


MR spectroscopic imaging—clinicopathologic study.Radiology 1999;213(2):473–80.

Schmierer B, Hill CS. TGFbeta-SMAD signal transduction: molecular specificityand


functional flexibility. Nat Rev Mol Cell Biol 2007;8(12):970–82.
Schoenmakers E, Verrijdt G, et al. Differences in DNA binding characteristicsof the
androgen and glucocorticoid receptors can determine hormonespecificresponses. J Biol
Chem 2000;275(16):12290–7.

Seamonds B, Yang N, et al. Evaluation of prostate-specific antigen and prostaticacid


phosphatase as prostate cancer markers. Urology 1986;28(6):472–9.

Seligman AM, Chauncey HH, et al. The colorimetric determination of phosphatasesin


human serum. J Biol Chem 1951;190(1):7–15.

Seligman AM, Sternberger NJ, et al. Design of spindle poisons activatedspecifically by


prostatic acid phosphatase (PAP) and new methods forPAP cytochemistry. Cancer
Chemother Rep 1975;59(1):233–42.

Serkova NJ, Gamito EJ, et al. The metabolites citrate, myo-inositol, andspermine are
potential age-independent markers of prostate cancer inhuman expressed prostatic
secretions. Prostate 2008;68(6):620–8.

Shaffer PL, Jivan A, et al. Structural basis of androgen receptor binding toselective
androgen response elements. Proc Natl Acad Sci U S A 2004;101(14):4758–63.

Shappell SB, Boeglin WE, et al. 15-lipoxygenase-2 (15-LOX-2) is expressedin benign


prostatic epithelium and reduced in prostate adenocarcinoma.Am J Pathol 1999;155(1):235–
45.

Sharifi N. Steroid receptors aplenty in prostate cancer. N Engl J Med2014;370(10):970–


1.

Sharma M, Zarnegar M, et al. Androgen receptor interacts with a novel MYSTprotein,


HBO1. J Biol Chem 2000;275(45):35200–8.

Shaw A, Bushman W. Hedgehog signaling in the prostate. J Urol2007;177(3):832–8.

Sheflin L, Keegan B, et al. Inhibiting proteasomes in human HepG2 andLNCaP cells


increases endogenous androgen receptor levels. BiochemBiophys Res Commun
2000;276(1):144–50.

Shukeir N, Arakelian A, et al. Prostate secretory protein PSP-94 decreasestumor growth


and hypercalcemia of malignancy in a syngenic in vivomodel of prostate cancer. Cancer Res
2003;63(9):2072–8.

Signoretti S, Waltregny D, et al. p63 is a prostate basal cell marker and isrequired for
prostate development. Am J Pathol 2000;157(6):1769–75.

Sikes RA, Kao C, Chung LW. Autocrine and paracrine mediators for prostategrowth in
cancer progression. Adv Urol 1995;8:21–60.

Silver DA, Pellicer I, et al. Prostate-specific membrane antigen expressionin normal and
malignant human tissues. Clin Cancer Res 1997;3(1):81–5.
Silver RI, Wiley EL, et al. Cell type specific expression of steroid 5 alphareductase2. J
Urol 1994;152(2 Pt 1):438–42.

Singh J, Zhu Q, et al. Stereological evaluation of mouse prostate development.J Androl


1999;20(2):251–8.

Sinha AA, Gleason DF, et al. Immunohistochemical localization of lamininin the


basement membranes of normal, hyperplastic, and neoplastichuman prostate. Prostate
1989;15(4):299–313.

Smith DF. Chaperones in progesterone receptor complexes. Semin Cell DevBiol


2000;11(1):45–52.

Smith ER, Hagopian M. Uptake and secretion of carcinogenic chemicals bythe dog and
rat prostate. Prog Clin Biol Res 1981;75B:131–63.

Stamey TA, Bushby SR, et al. The concentration of trimethoprim in prostaticfluid:


nonionic diffusion or active transport? J Infect Dis 1973;128(Suppl.):686–92.

Stamey TA, Fair WR, et al. Antibacterial nature of prostatic fluid.


Nature1968;218(140):444–7.

Stamey TA, Yang N, et al. Prostate-specific antigen as a serum marker


foradenocarcinoma of the prostate. N Engl J Med 1987;317(15):909–16.

Steiner MS. Growth factors in urology. Urology 1993;42:99–110.

Stenman UH, Leinonen J, et al. A complex antigen and alpha1-antichymotrypsin is the


major form of prostate-specific antigen inserum of patients with prostate cancer: assay of the
complex improvesclinical sensitivity for cancer. Cancer Res 1991;51:222–6.

Sudarsanam P, Winston F. The Swi/Snf family nucleosome-remodeling complexes and


transcriptional control. Trends Genet 2000;16(8): 345–51.

Sugimura Y, Cunha GR, et al. Morphogenesis of ductal networks in the mouse prostate.
Biol Reprod 1986;34(5):961–71.

Sun X, Zhang Y, et al. NAT, a human complex containing Srb polypeptides that
functions as a negative regulator of activated transcription. Mol Cell 1998;2(2):213–22.

Suzuki K, Deyashiki Y, et al. Characterization of a cDNA for human protein C inhibitor: a


new member of the plasma serine protease inhibitor superfamily. J Biol Chem
1987;262(2):611–6.

Suzuki K, Kise H, et al. The interaction among protein C inhibitor, prostatespecific


antigen, and the semenogelin system. Semin Thromb Hemost 2007;33(1):46–52.

Suzuki T, Nakajima K, et al. Metallothionein binding zinc inhibits nuclear chromatin


decondensation of human spermatozoa. Andrologia 1995; 27(3):161–4.
Suzuki T, Suzuki K, et al. Metallothionein in human seminal plasma. Int J Urol
1994;1(4):345–8.

Syner FN, Moghissi KS, et al. Isolation of a factor from normal human semen that
accelerates dissolution of abnormally liquefying semen. Fertil Steril 1975;26(11):1064–9.

Tada T, Ohkubo I, et al. Immunohistochemical localization of Zn-alpha 2-glycoprotein in


normal human tissues. J Histochem Cytochem 1991;39(9):1221–6.

Takeda H, Mizuno T, et al. Autoradiographic studies of androgen-binding sites in the rat


urogenital sinus and postnatal prostate. J Endocrinol 1985;104(1):87–92.

Tan JA, Marschkek B, et al. Androgen receptor stimulated transcriptional activation


mediated by GRE/PRE–like sequences within the prostatein C3 subunit gene. Paper
presented at: 72nd Annual Endocrine Society Meeting; 1990; Atlanta, GA.

Tauber PF, Zaneveld LJ. Coagulation and liquefaction of human semen. In: Hafez ES,
editor. Human semen and fertility regulation in men. St. Louis: Mosby; 1976.

Tauber PF, Zaneveld LJ, et al. Components of human split ejaculates. I. Spermatozoa,
fructose, immunoglobulins, albumin, lactoferrin, transferrin and other plasma proteins. J
Reprod Fertil 1975;43(2):249–67.

Tauber PF, Zaneveld LJ, et al. Components of human split ejaculates. II. Enzymes and
proteinase inhibitors. J Reprod Fertil 1976;46(1): 165–71.

Tawfic S, Goueli SA, et al. Androgenic regulation of the expression and phosphorylation
of prostatic nucleolar protein B23. Cell Mol Biol Res 1993;39(1):43–51.

Tawfic S, Goueli SA, et al. Androgenic regulation of phosphorylation and stability of


nucleolar protein nucleolin in rat ventral prostate. Prostate 1994;24(2):101–6.

Taylor RA, Risbridger GP. Prostatic tumor stroma: a key player in cancer progression.
Curr Cancer Drug Targets 2008;8(6):490–7.

Thielen JL, Volzing KG, et al. Markers of prostate region-specific epithelial identity
define anatomical locations in the mouse prostate that are molecularly similar to human
prostate cancers. Differentiation 2007;75(1): 49–61.

Thompson M, Lapointe J, et al. Identification of candidate prostate cancer genes


through comparative expression-profiling of seminal vesicle. Prostate 2008;68(11):1248–56.

Thomsen MK, Butler CM, et al. Sox9 is required for prostate development. Dev Biol
2008;316(2):302–11.

Thomson AA. Role of androgens and fibroblast growth factors in prostatic development.
Reproduction 2001;121(2):187–95.

Thomson AA. Mesenchymal mechanisms in prostate organogenesis. Differentiation


2008;76(6):587–98.
Timms BG. Prostate development: a historical perspective. Differentiation
2008;76(6):565–77.

Tisell LE. Effect of cortisone on the growth of the ventral prostate, the dorsolateral
prostate, the coagulating glands and the seminal vesicles in castrated adrenalectomized and
castrated non-adrenalectomized rats. Acta Endocrinol (Copenh) 1970;64(4):637–55.

Tomlinson DC, Freestone SH, et al. Differential effects of transforming growth factor-
beta1 on cellular proliferation in the developing prostate. Endocrinology 2004a;145(9):4292–
300.

Tomlinson DC, Grindley JC, et al. Regulation of Fgf10 gene expression in the prostate:
identification of transforming growth factor-beta1 and promoter elements. Endocrinology
2004b;145(4):1988–95.

Tosoian J, Loeb S. PSA and beyond: the past, present, and future of investigative
biomarkers for prostate cancer. Scientific World Journal 2010;10: 1919–31.

Tsai YC, Harrison HH, et al. Systematic characterization of human prostatic fluid
proteins with two-dimensional electrophoresis. Clin Chem 1984;30(12 Pt 1):2026–30.

Tsujimura A, Koikawa Y, et al. Proximal location of mouse prostate epithelial stem cells:
a model of prostatic homeostasis. J Cell Biol 2002;157(7): 1257–65.

Tullner WW. Hormonal factors in the adrenal-dependent growth of the rat ventral
prostate. Natl Cancer Inst Monogr 1963;12:211–23.

Tut TG, Ghadessy FJ, et al. Long polyglutamine tracts in the androgen receptor are
associated with reduced trans-activation, impaired sperm production, and male infertility. J
Clin Endocrinol Metab 1997;82(11):3777–82.

Ulvsback M, Lindstrom C, et al. Molecular cloning of a small prostate protein, known as


beta-microsemenoprotein, PSP94 or beta-inhibin, and demonstration of transcripts in non-
genital tissues. Biochem Biophys Res Commun 1989;164(3):1310–5.

Uzgare AR, Xu Y, et al. In vitro culturing and characteristics of transit amplifying


epithelial cells from human prostate tissue. J Cell Biochem 2004;91(1):196–205.

Vafa AZ, Grover PK, et al. Study of activities of arginase, hexosaminidase, and leucine
aminopeptidase in prostate fluid. Urology 1993;42(2):138–43.

Valtonen-Andre C, Savblom C, et al. Beta-microseminoprotein in serum correlates with


the levels in seminal plasma of young, healthy males. J Androl 2008;29(3):330–7.

van der Graaf M, Schipper RG, et al. Proton MR spectroscopy of prostatic tissue
focused on the detection of spermine, a possible biomarker of malignant behavior in prostate
cancer. MAGMA 2000;10(3):153–9.
van Leenders GJ, Schalken JA. Epithelial cell differentiation in the human prostate
epithelium: implications for the pathogenesis and therapy of prostate cancer. Crit Rev Oncol
Hematol 2003;46(Suppl.):S3–10.

Vane JR, Botting RM. Pharmacodynamic profile of prostacyclin. Am J Cardiol


1995;75(3):3A–10A.

Vashchenko N, Abrahamsson PA. Neuroendocrine differentiation in prostate cancer:


implications for new treatment modalities. Eur Urol 2005;47(2):147–55.

Verhagen AP, Ramaekers FC, et al. Colocalization of basal and luminal celltype
cytokeratins in human prostate cancer. Cancer Res 1992;52(22): 6182–7.

Vermeulen A. The physical state of testosterone in plasma. In: James VH,

Serio M, Maratini L, editors. The endocrine function of the human testes, vol. 1. New
York: Academic Press; 1973. p. 157–70.

Vermeulen A, Vrdonck L, et al. Capacity of the TeBG in human plasma and influence of
specific binding of testosterone on its metabolic clearance rate. J Clin Endocrinol Metab
1969;29:1470–80.

Vickers AJ, Cronin AM, et al. A four-kallikrein panel predicts prostate cancer in men with
recent screening: data from the European Randomized Study of Screening for Prostate
Cancer, Rotterdam. Clin Cancer Res 2010; 16(12):3232–9.

Vickers AJ, Gupta A, et al. A panel of kallikrein marker predicts prostate cancer in a
large, population based cohort followed for 15 years without screening. Cancer Epidemiol
Biomarkers Prev 2011;20(2):255–61.

Villoutreix BO, Getzoff ED, et al. A structural model for the prostate disease marker,
human prostate-specific antigen. Protein Sci 1994;3(11): 2033–44.

Vogelstein B, Pardoll DM, et al. Supercoiled loops and eucaryotic DNA replication. Cell
1980;22(1 Pt 1):79–85.

Von Euler US. Zur Kenntnis der pharmakologischen Wirkungen von Natirsekreten und
Extrackten mannkicher accessorischer Geschlechtsdrusen. Arch Pathol Pharmakol
1934;175:78–84.

Walsh PC, Gittes RF. Inhibition of extratesticular stimuli to prostatic growth in the
castrate rat by antiandrogens. Endocrinology 1970;87(3):624–7.

Wang LG, Liu SM, et al. Phosphorylation/dephosphorylation of androgen receptor as a


determinant of androgen agonistic or antagonistic activity. Biochem Biophys Res Commun
1999;259(1):21–8.

Wang MC, Valenzuela LA, et al. Purification of a human prostate specific antigen. Invest
Urol 1979;17(2):159–63.
Wang Y, Hayward S, et al. Cell differentiation lineage in the prostate. Differentiation
2001;68(4–5):270–9.

Warot X, Fromental-Ramain C, et al. Gene dosage-dependent effects of the Hoxa-13


and Hoxd-13 mutations on morphogenesis of the terminal parts of the digestive and
urogenital tracts. Development 1997;124(23): 4781–91.

Watt KW, Lee PJ, et al. Human prostate-specific antigen: structural and functional
similarity with serine proteases. Proc Natl Acad Sci U S A 1986;83(10):3166–70.

White MA. Change in pH of expressed prostatic secretion during the course of


prostatitis. Proc R Soc Med 1975;68(8):511–3.

Williams RR, Fisher AG. Chromosomes, positions please! Nat Cell Biol 2003;5(5):388–
90.

Williams-Ashman HG. Regulatory features of seminal vesicle development and function.


Curr Top Cell Regul 1983;22:201–75.

Williams-Ashman HG, Corti A, et al. Formation and functions of aliphatic polyamines in


the prostate and its secretions. In: Goland M, editor. Normal and abnormal growth of the
prostates. Springfield (IL): Charles C. Thomas; 1975. p. 222–39.

Williams-Ashman HG, Janne J, et al. New aspects of polyamine biosynthesis in


eukaryotic organisms. Adv Enzyme Regul 1972;10:225–45.

Williams-Ashman HG, Pegg AE, et al. Mechanisms and regulation of polyamine and
putrescine biosynthesis in male genital glands and other tissues of mammals. Adv Enzyme
Regul 1969;7:291–323.

Williams-Ashman HG, Wilson J, et al. Transglutaminase reactions associated with the


rat semen clotting system: modulation by macromolecular polyanions. Biochem Biophys Res
Commun 1977;79(4):1192–8.

Wilson EM, Colvard DS. Factors that influence the interaction of androgen receptors
with nuclei and nuclear matrix. Ann N Y Acad Sci 1984; 438:85–100.

Wilson JD, Griffin JE, et al. The role of gonadal steroids in sexual differentiation. Recent
Prog Horm Res 1981;37:1–39.

Wright GL, Haley C, Beckett ML, et al. Expression of prostatic-specific membrane


antigen in normal, benign, and malignant prostate tissues. Urol Oncol 1995;1:18–28.

Xin L, Lawson DA, et al. The Sca-1 cell surface marker enriches for a
prostateregenerating cell subpopulation that can initiate prostate tumorigenesis. Proc Natl
Acad Sci U S A 2005;102(19):6942–7.

Yan G, Fukabori Y, et al. Heparin-binding keratinocyte growth factor is a candidate


stromal-to-epithelial-cell andromedin. Mol Endocrinol 1992; 6(12):2123–8.
Yan M, Song Y, et al. Zinc deficiency alters DNA damage response genes in normal
human prostate epithelial cells. J Nutr 2008;138(4):667–73.

Ylikomi T, Bocquel MT, et al. Cooperation of proto-signals for nuclear accumulation of


estrogen and progesterone receptors. EMBO J 1992;11(10): 3681–94.

Yoshida K, Kawano N, et al. Physiological roles of semenogelin I and zinc in sperm


motility and semen coagulation on ejaculation in humans. Mol Hum Reprod 2008;14(3):151–
6.

Young CY, Andrews PE, et al. Tissue-specific and hormonal regulation of human
prostate-specific glandular kallikrein. Biochemistry 1992;31(3): 818–24.

Young CY, Murtha PE, et al. Antagonism of androgen action in prostate tumor cells by
retinoic acid. Prostate 1994;25(1):39–45.

Yousef GM, Diamandis EP. Expanded human tissue kallikrein family—a novel panel of
cancer biomarkers. Tumour Biol 2002;23(3):185–92.

Yousef GM, Diamandis EP. An overview of the kallikrein gene families in humans and
other species: emerging candidate tumour markers. Clin Biochem 2003;36(6):443–52.

Yousef GM, Obiezu CV, et al. Prostase/KLK-L1 is a new member of the human
kallikrein gene family, is expressed in prostate and breast tissues, and is hormonally
regulated. Cancer Res 1999;59(17):4252–6.

Yu H, Diamandis EP, et al. Ectopic production of prostate specific antigen by a breast


tumor metastatic to the ovary. J Clin Lab Anal 1994a;8(4): 251–3.

Yu H, Diamandis EP, et al. Immunoreactive prostate-specific antigen levels in female


and male breast tumors and its association with steroid hormone receptors and patient age.
Clin Biochem 1994b;27(2):75–9.

Yu H, Diamandis EP, et al. Induction of prostate specific antigen production by steroids


and tamoxifen in breast cancer cell lines. Breast Cancer Res Treat 1994c;32(3):291–300.

Yu M, Gipp J, et al. Sonic hedgehog–responsive genes in the fetal prostate. J Biol


Chem 2009;284(9):5620–9.

Yurchenco PD, Amenta PS, et al. Basement membrane assembly, stability and activities
observed through a developmental lens. Matrix Biol 2004;22(7):521–38.

Zaneveld LJ, Chatterton RT. Biochemistry of mammalian reproduction. New York: J


Wiley & Sons; 1982.

Zaneveld LJ, Tauber PF. Contributions of prostatic fluid components to the ejaculate.
Prog Clin Biol Res 1981;75A:265–77.
Zhigang Z, Wenlv S. Prostate stem cell antigen (PSCA) expression in human prostate
cancer tissues and its potential role in prostate carcinogenesis and progression of prostate
cancer. World J Surg Oncol 2004;2(1):13.

Anda mungkin juga menyukai