ABSTRAK
Ameloblastoma merupakan tumor epitel odontogenik rahang, jinak, invasif lokal, agresif, dengan tingkat kekambuhan tinggi.
Varian histopatologis ameloblastoma yang sering dijumpai adalah tipe pleksiform, folikular, dan akantomatosa.
Penelitian bertujuan mengamati perbedaan dan hubungan ekspresi CD10 dan AKT ketiga tipe ameloblastoma dan menilai
agresivitasnya. Sampel penelitian adalah blok parafin penderita ameloblastoma tipe pleksiform, folikuler dan akantomatosa di
laboratorium Patologi Anatomi RS. Sardjito, Yogyakarta, Januari 2010 sampai Agustus 2015, didapatkan 23 sampel memenuhi
kriteria inklusi kemudian diwarnai HE, imunohistokimia CD10 dan AKT. Penilaian imunoskor untuk melihat perbedaan dan hubungan
imunoekspresi CD10 dan AKT.
Uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbedaan imunoekspresi CD10 dan AKT pada ameloblastoma tipe pleksiform, folikuler
dan akantomatosa. Uji Mann Whitney menunjukkan hasil imunoskor CD10 pleksiform lebih tinggi dari folikuler, antara folikuler
dan akantomatosa serta antara pleksiform dan akantomatosa perbedaan tidak bermakna. Imunoskor AKT folikuler lebih tinggi
dari pleksiform dan akantomatosa lebih tinggi dari pleksiform, sedangkan antara folikuler dan akantomatosa tidak menunjukkan
perbedaan bermakna. Uji Rank-Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara CD10 dan AKT tiap-tiap tipe ameloblastoma.
Koefisien korelasi folikuler lebih kuat daripada pleksiform. Akantomatosa menunjukkan hubungan CD10 dan AKT tetapi tidak
bermakna. Berdasarkan analisis statistik ketiga tipe ameloblastoma menunjukkan sifat agresif, namun tipe folikuler menunjukkan
sifat agresif lebih tinggi dibandingkan pleksiform dan akantomatosa.
Kata kunci : CD10, AKT, ameloblastoma, tipe pleksiform, tipe folikular, tipe akantomatosa.
ABSTRACT
Ameloblastoma is a common odontogenic tumor located in jaws, benign but agresif and locally invasive which has high
recurrent rate.. There are many histolopathological variant of ameloblastoma. Plexiform, follicular and acanthomatous are the most
common type of ameloblastoma according to histopathologycal variant.
The aim of study is to make an observation of the differetiation and correlation about CD10 and AKT expression in three
different histopathological type of ameloblastoma and to evaluate aggresiveness of them. All the subject were derrived from
laboratorium of pathology Dr. Sardjito Hospital, in form of parafin block of ameloblastoma of Prof. Dr. Sardjito Hospital, Yogyakarta,
January 2010 until August 2015. There are 23 inclusion samples with three main histopathological be the subjects, each subjects
stained by HE, CD10 and AKT, and the immunoscore taken to compare the immunoexpression and correlation between CD10
and AKT in each group.
The result of Kruskal-Wallis test reveals that there is a significant difference of CD10 and AKT immunoscore between
group of plexiform, follicular and acanthomatous. Mann Whitney test reveals that plexiform CD10 immunoscore higher than
follicular, but there is no significant difference CD10 immunoscore between follicular and acanthomatous, and between plexiform
and acanthomatous. Mann Whitney test reveals that follicular AKT immunoscore higher than plexiform, and acanthomatous AKT
immunoscore higher than plexiform but there is no significant difference AKT immunoscore between follicular and acanthomatous.
Rank-Spearman test reveals that there is correlation between CD10 and AKT in each ameloblastoma type. Follicular has stronger
coefficient correlation than plexiform, otherwise in acanthomatous type there were a correlation of CD10 and AKT but not significant.
Based on statistical analysis all the type of ameloblastoma show aggresivity, but follicullar type more aggresive character than
plexiform and acanthomatous
206
J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 206 - 214 ISSN 2086-0218
207
Yustitie Mart"ya Hermawatie, dkk. : Ekspresi CD10 dan AKT pada Ameloblastoma ISSN 2086-0218
dan AKT pada ameloblastoma tipe pleksiform, yang terbanyak yaitu sepuluh subyek, folikuler
folikuler dan akantomatosa digunakan teknik sejumlah sembilan subyek dan akantomatosa
statistik Rank Spearman. merupakan tipe yang paling sedikit ditemukan
yaitu sejumlah empat subyek. Berdasarkan uji bi-
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN nomial tidak terdapat perbedaan yang bermakna
pada jumlah sampel ketiga tipe ameloblastoma.
A. HASIL PENELITIAN Ameloblastoma tipe pleksiform jumlah penderita
laki-laki sama banyak dengan perempuan.
Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kelompok tipe folikuler subyek berjenis kelamin
Patologi Anatomi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta perempuan berjumlah empat dan laki-laki enam
periode Januari 2010 sampai Agustus 2015 subyek, sedangkan kelompok tipe akantomatosa
didapatkan 26 sampel, 23 sampel diantaranya subyek perempuan sebanyak tiga dan laki-laki
memenuhi kriteria inklusi sedangkan 3 sampel satu subyek. Karakteristik berdasarkan umur,
termasuk kriteria eksklusi karena merupakan kelompok subyek tipe pleksiform dengan umur
hasil biopsi incisi. rata-rata 34,30 tahun, folikuler umur rata-rata
35,56 tahun dan akantomatosa 37 tahun. Lokasi
Tabel 2. Karakteristik sampel ameloblastoma terjadinya ameloblastoma yang didapatkan
berdasarkan tipe histopatologis pada penelitian ini seluruhnya terdapat pada
mandibula.
Analisis statistik untuk melihat perbedaan
ekspresi CD10 pada ameloblastoma tipe pleksi-
form, folikuler dan akantomatosa menggunakan
uji Kruskal-Wallis. Imunoskor CD10 pada ketiga
tipe ameloblastoma tersebut dapat dilihat pada
tabel tiga.
Ameloblastoma tipe pleksiform pada pe-
N: jumlah, p: nilai signifikansi (uji binomial)
nelitian ini sebanyak delapan subyek dari total
sepuluh sampel (80%) mempunyai imunoskor
Tabel satu dan dua menunjukkan bahwa CD10 tertinggi skor +3, sedangkan tipe folikuler
subyek penelitian ameloblastoma yang diteliti satu subyek dari total 9 sampel (11,1%) dan
sebanyak 23 sampel, penderita terbanyak adalah akantomatosa satu subyek dari total empat
jenis kelamin laki-laki yaitu 12 subyek (52%). sampel (25%) dengan nilai signifikansi 0,01
Hasil pemeriksaan histopatologis menunjukkan (p≤0,05).
ameloblastoma tipe pleksiform merupakan tipe
N: jumlah
Tabel 3. Imunoskor CD10 pada ameloblastoma tipe pleksiform, folikuler dan akantomatosa (Uji Kruskal-
Wallis)
p: nilai signifikansi
208
J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 206 - 214 ISSN 2086-0218
Tabel 5. Imunoskor AKT pada ameloblastoma tipe pleksiform, folikuler dan akantomatosa (Uji Kruskal-
Wallis)
p: nilai signifikansi
p: nilai signifikansi
209
Yustitie Mart"ya Hermawatie, dkk. : Ekspresi CD10 dan AKT pada Ameloblastoma ISSN 2086-0218
210
J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 206 - 214 ISSN 2086-0218
Tabel 2 menunjukkan ameloblastoma pertumbuhan sel tumor, migrasi atau invasi sel
tipe pleksiform merupakan tipe yang terbanyak tumor. Ekspresi CD10 juga berhubungan dengan
ditemukan pada penelitian ini yaitu sepuluh sub- tingginya indeks apoptosis (Bilalovic, dkk., 2004).
yek (43,5%), sedangkan folikuler sejumlah sem- Tipe pleksiform menunjukkan ekspresi CD10
bilan subyek (39,1%) akantomatosa merupakan banyak terdapat pada sitoplasma dan mem-
tipe yang paling sedikit ditemukan yaitu sejumlah bran sel basalis yang lebih tinggi dibandingkan
empat subyek (17,4%). Penelitian yang dilaku- folikuler dan akantomatosa. Tingginya ekspresi
kan oleh Chawla, dkk. (2014) mempunyai hasil CD10 tersebut menunjukkan tingginya tingkat
yang sama yaitu tipe pleksiform merupakan tipe apoptosis pada pleksiform bila dibandingkan dua
banyak ditemukan dibandingkan tipe folikuler dan tipe lainnya(Sandra, dkk., 2001).
akantomatosa, yaitu 22 %, sedangkan folikuler Tabel lima dan enam menjelaskan amelo-
19,8% dan akantomatosa 6,6%. Hasil yang ber- blastoma tipe akantomatosa memiliki skala
beda didapatkan pada penelitian yang dilakukan imunoskor AKT tertinggi (+3) sebanyak 75% dari
oleh Krishnapillai dan Angadi (2010), didapatkan empat sampel, folikuler sebanyak 66,7% dari
tipe folikuler sebanyak 31,5%, pleksiform 10% sembilan sampel dan pleksiform sebanyak 10%
dan akantomatosa 16,4%. Hasil penelitian ini dari sepuluh sampel. Imunoskor AKT menunjuk-
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna kan aktivitas proliferasi tipe akantomatosa lebih
diantara jumlah kasus ameloblastoma dari ke- tinggi dibandingkan tipe lainnya. Ameloblastoma
tiga tipe histopatologisnya. Perbedaan frekuensi tipe akantomatosa pada bagian tengah menga-
kejadian ameloblastoma masih memerlukan pe- lami metaplasia skuamosa yang berhubungan
nelitian lebih lanjut (Simon, dkk., 2005). dengan adanya iritasi kronis (Chapple, dkk.,
Usia penderita ameloblastoma tipe plek- 1999). Iritasi kronis yang dapat berupa debris
siform pada penelitian ini berusia rata-rata 34,3 atau kalkulus dapat menyebabkan inflamasi
tahun, sedangkan tipe folikuler usia rata-rata kronis sehingga terjadi proliferasi sel epitel oral
35,6 tahun dan tipe akantomatosa berusia rata- yang pada kondisi patologis dapat menyebab-
rata 37 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan kan metaplasia sel epitel (Kaplan dan Hirsberg,
penelitian yang dilakukan Chawla, dkk. (2010) 2004). Sel yang mengalami metaplasia skua-
bahwa ameloblastoma tipe pleksiform banyak mosa tersebut menunjukkan tingginya tingkat
terjadi pada penderita dengan usia rata-rata lebih proliferasi (Edamatsu, dkk., 2005), namun menu-
muda daripada tipe folikuler dan akantomatosa. rut Annerot, dkk. (1980)transformasi metaplasia
Menurut Hertog, dkk. (2012) adanya perbedaan epitel skuamosa pada tipe akantomatosa tidak
usia kejadian pada ameloblastoma diduga kar- memiliki predisposisi berubah menjadi kegana-
ena faktor genetik dan atau faktor eksternal yang san, peningkatan kekambuhan dan peningkatan
mempengaruhi patogenesis ameloblastoma. daya invasi tumor.
Lokasi tumor yang ditemukan pada pene- Kelompok tipe folikuler dan pleksiform
litian ini seluruhnya terdapat pada mendibula. menunjukkan ekspresi AKT banyak terlihat pada
Neville, dkk. (2012) menyatakan sekitar 80 sam- membran basalis di bagian perifer tumor. Hasil
pai 85% ameloblastoma terjadi pada mandibula penelitian ini didukung oleh penelitian Sandra,
regio posterior, hal ini dimungkinkan daerah dkk. (2001) serta Kumamoto dan Ooya (2007).
posterior mandibula merupakan daerah paling Sandra, dkk. (2001) menyebutkan bagian perifer
rentanmengalami iritasi yang merupakan salah dari tumor terdapat banyak stem sel sehingga
satu faktor penyebab terjadinya ameloblastoma terjadi peningkatan proliferasi sel, sedangkan
(Ghom, 2007). di bagian sentralnya tidak terjadi proliferasi na-
Tabel tiga dan empat menunjukkan imu- mun apoptosis. Penelitian Kumamoto dan Ooya
noskor CD10 pada kelompok tipe pleksiform (2007) tentang deteksi imunohistokemikal AKT
dengan nilai tertinggi (+3) terdapat 8 subyek, pada tumor ameloblastik menunjukkan hasil
tipe folikuler satu subyek dan akantomatosa satu bahwa AKT banyak terlihat pada bagian perifer
subyek. Kekuatan imunoskor CD10 antara tipe tumor. Aktivitas proliferasi sel tumor merupakan
pleksiform lebih tinggi dibandingkan folikuler dan faktor yang berpengaruh terhadap mekanisme
akantomatosa menunjukkan bahwa tipe pleksi- pertumbuhan invasif ameloblastoma dan adanya
form mempunyai kemampuan lebih tinggi untuk peningkatan proliferasi sel merupakan salah satu
menginaktivasi substrat peptida penstimulasi faktor yang berpengaruh terhadap agresivitas
211
Yustitie Mart"ya Hermawatie, dkk. : Ekspresi CD10 dan AKT pada Ameloblastoma ISSN 2086-0218
ameloblastoma (Salehinejad, 2011; Iezzi, dkk., menjauhi membran basalis serta berpengaruh
2008). terhadap kemampuan invasi ameloblastoma
Hubungan antara CD10 dan AKT pada (Lee, dkk., 2013), di mana kemampuan invasi
pleksiform ditunjukkan adanya peningkatan ek- ameloblastoma dan proliferasi yang tinggi akan
spresi CD10 disertai penurunan ekspresi AKT, mempengaruhi tingkat kekambuhannya (Pin-
sedangkan tipe folikuler ditunjukkan adanya heiro, dkk., 2004).
peningkatan ekspresi AKT disertai penurunan Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan
ekspresi CD10. Tipe akantomatosa menunjukkan antara ekspresi CD10 dan AKT dengan durasi
adanya hubungan antara CD10 dan AKT, namun munculnya tumor tidak terdapat perbedaan pada
dengan nilai yang tidak bermakna. Koefisien ketiga tipe ameloblastoma, hal ini dimungkinkan
korelasi atau hubungan CD10 dan AKT pada karena sifat ameloblastoma pertumbuhannya
tipe pleksiform dengan nilai 0,674dan folikuler lambat, sehingga pasien baru merasakan gejala
dengan nilai 0,763. timbulnya penyakit setelah tumor membesar
Hasil analisis statistik dalam penelitian dan menimbulkan kelainan pada wajah serta
ini menunjukkan adanya peningkatan AKT dan rahangnya. Tumor kadang tidak menimbulkan
penurunan CD10 yang lebih besar pada tipe gejala dan pada lesi kecil biasanya diketahui
folikuler dibandingkan tipe pleksifrom dan akan- setelah dilakukan pemeriksaan radiografik. Lesi
tomatosa. Pada penelitian ini menunjukkan ame- yang tidak mendapat perawatan, dapat tumbuh
loblastoma tipe folikuler mempunyai tingkat meluas dengan proporsi fantastis (Neville, dkk.,
proliferasi lebih tinggi dibandingkan kedua tipe 2012).
lainnya. Hasil penelitian ini didukung oleh pene-
litian yang dilakukan Jain, dkk. (2012) mengenai KESIMPULAN DAN SARAN
ekspresi AgNOR (silver stained nuclearorganizer
regions) pada berbagai tipe ameloblastoma dida- A. KESIMPULAN
patkan hasil bahwa tipe folikuler lebih agresif Berdasarkan hasil penelitian imunohisto-
dibandingkan pleksiform karena adanya pening- kimia CD10 dan AKT pada tiga tipe histopatologi
katan proliferasi sel yang lebih tinggi, meskipun ameloblastoma yaitu tipe pleksiform, folikuler
penelitian yang dilakukan Kumamoto dan Ooya dan akantomatosa, maka disimpulkan terdapat
(2007) tentang deteksi imunohistokemikal AKT perbedaan bermakna ekspresi CD10 antara
pada tumor ameloblastik menunjukkan hasil tipe ameloblastoma tipe pleksiform dan folikuler se-
pleksiform mempunyai aktivitas proliferasi yang dangkan antara tipe folikuler dan akantomatosa
lebih tinggi dibandingkan tipe folikuler. serta pleksiform dan akantomatosa perbedaan-
Ameloblastoma tipe folikuler dalam pe- nya tidak bermakna. Terdapat perbedaan ber-
nelitian ini menunjukkan sifat yang lebih agresif makna ekspresi AKT antara ameloblastoma tipe
apabila dibandingkan pleksiform dan akantoma- pleksiform dan folikuler serta antara pleksiform
tosa karena aktivitas proliferasi sel lebih tinggi dan akantomatosa, sedangkan folikuler dan
dan apoptosis yang lebih rendah. Keseimbangan akantomatosa tidak menunjukkan perbedaan
antara proliferasi dan apoptosis harus diper- bermakna. Terdapat hubungan yang bermakna
tahankan untuk menjaga homeostasis jaringan ekspresi CD10 dan AKT pada ameloblastoma
(King dan Cidlowski, 1998). Ketidakseimbangan tipe pleksiform dan folikuler, sedangkan pada
antara proliferasi dan mekanisme apoptosis dari akantomatosa terdapat hubungan CD10 dan
sel akan meningkatkan kemampuan bertahan AKT yang tidak bermakna. Analisis statistik me-
sel tumor (Kumamoto dan Ooya, 2007). Amelo- nyimpulkan bahwa ketiga tipe ameloblastoma
blastoma mempunyai dua sisi dalam tiap epitel menunjukkan sifat agresif, namun tipe folikuler
tumor yaitu bagian perifer dan bagian sentral. menunjukkan sifat agresif yang lebih tinggi
Bagian sentral dari tipe folikuler mempunyai dibandingkan pleksiform dan akantomatosa.
sel menyerupai retikulum stelat yang cukup
dominan dibandingkan tipe pleksiform dan dapat B. SARAN
mempengaruhi agresivitasnya, sedangkan pada Pemantauan klinis dan radiologis jangka
bagian perifer terdapat inti sel yang menunjuk- panjang pada setiap pasien ameloblastoma
kan polarisasi terbalik (reverse polarization) dan diperlukan untuk mengetahui perkembangan ha-
mempunyai kecenderungan untuk bergerak sil perawatan dan tingkat kekambuhannya. Pene-
212
J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 206 - 214 ISSN 2086-0218
litian ekspresi protein-protein yang berhubungan ameloblastoma of the jaws; some critical
dengan perilaku bilologis ameloblastoma masih observations based on a 40 years single
diperlukan untuk mempertimbangan prognosis institution experience, Journalsection: Oral
dan perawatan ameloblastoma. Medicine and Pathology 1;17 (1):e76 82.
Iwaya K., Ogawa H., Izumi M., Kuroda M. dan Mukai
K., 2002 Stromal expression of CD10 in
DAFTAR PUSTAKA invasive breast carcinoma:a new predictor of
clinical outcome, Virchow Arch 440:589-593.
Anneroth, G., Heindahl, A. dan Wwersall, J., 1980, Jain VK., Uma K., Saundarya N. dan Smitha T., 2012,
Acanthomatous ameloblastoma, International Comparative morphometric study of AgNORs
Journal Oral Surgery. 9: 2316. in variants of ameloblastoma, Journal of Oral
Ashcroft M., Ludwig RL. dan Woods DB., 2002, Maxillofacial Pathology, 16(3), hal. 354-8.
Phosphorylation of HDM2 by AKT, Oncogene, Jang TJ., 2012, CD10 is again expressed at a certain
vol. 21, no. 13, hal 1955–62. stage during the neoplastic process of bladder
Barnes., Eveson JW., Reichart P. dan Sidransky D., transitional cell carcinomas, Cancer Res
2005, World Health Organization Classification Treat;44(4):262-266.
of Tumours Pathology and Genetics of Head Kaplan I. dan Hirsberg A., 2004, The correlation
and Neck Tumours, IARC Press, Lyon. between epithelial cell proliferation and
Bilalovic N., Sandstad B., Golouh R., Nesland JM., inflammation in odontogenic keratocyst, Oral
Selak I. dan Torlakovic EE., 2004, CD10 Oncology, Oral Medicine, Oral Pathology, Vol.
protein expression in tumor and stromal cells 34, No.6, hal. 985-91
of malignant melanoma is associated with King KL. dan Cidlowski JA., 1998, Cell Cycle
tumor progression, Modern Pathology (2004) Regulation and Apoptosis, Annu. Rev. Physiol.,
17, 1251–8. Vol. 60:601-17.
Chapple ILC. dan Manoque M., 1999, Management Kramer IRH., Pindborg JJ. dan Shear M., 1992,
of a recurrent follicular ameloblastoma, Dental Histologycal Typing of Odontogenic Tumours,
Update, Vol. 1, hal. 309-12. 2nd ed., Springer-Verlag, Berlin, hal. 11-4.
Chawla R., Ramalingam K., Sarkar A. Dan Muddiah Krishnapillai dan Angadi PV. 2010, Aclinical,
S., 2014, Ninety-one cases of ameloblastoma radiographic and histologic review of 73 casa
in Indian population: A comprehensive review, of ameloblastoma in Indian population, J.
Journal of Natural Science, Biology and Quintessence International, 41: e90-e100.
Medicine, Vol. 4, Issue 2, hal 310-6. Z., Parveen Kumamoto dan Ooya, 2007, Immunohistochemical
S. Dan Saleh MI., detection of phosphorylated Akt, PI3K, and
Collado M., Medema RH., Garcia-Cao I., Dubuisson PTEN in ameloblastic tumors, Oral Diseases
MLN., Barradas M., Glassford J., Rivas C., 13, 461-7.
Burgering BT., Serrano M. dan Lam EWF., Lee KS. dan Kim YS., 2013, Current concepts and
2000, Inhibition of the Phosphoinositide occurence of epithelial odontogenic tumors:
3-Kinase Pathway Induces a Senescence-like ameloblastoma and adenomatoid odontogenic
Arrest Mediated by p27Kip1, The Journal of tumor, The Korean Journal of Pathology;
Biological Chemictry, Vol. 275, No. 29, Issue 47:191-202.
of July 21, hal. 21960–21968. Maguer-Satta V., Besanc R. dan Bachelard-Cascales
Edamatsu M., Kumamoto H., Ooya K. dan Echigo S. E., 2011, Concise review: Neutral endopeptidase
2005, Apoptosis-related factors in the epithelial (CD10): A Multifaceted environment actor in
components of dental follicles and dentigerous stem cells, physiological mechanisms, and
cyst associated with impacted third molars of cancer, Stem Cells, Vol. 29:389–96.
the mandible, Oral Surg Oral Med Oral Pathol Mayo LD. dan Donner DB., 2001, A phosphatidylinositol
Radiol Endod; 99(1):19-23 3-kinase/Akt pathway promotes translocation
Ghom, A.G., 2007, Textbook of Oral Medicine, Jaypee of Mdm2 from cytoplasma to the nucleus,
Brothers Medical Publishers Ltd, India, hal PNAS, September 25 2001, Vol 98, No.20,
234. hal.11598-11603.
Gomes CC., Duarte AP., Diniz MG. dan Gomez Nanus DM., 2003, Of Peptides and Peptidases: The
RS., 2010, Review article current concept of Role of Cell Surface Peptidases in Cancer,
ameloblastoma pathogenesis, Journal of Oral Clinical Cancer Research 6307, December 15,
Pathology and Medicine 39:585-591. Vol. 9, hal 6307–9.
Gorlin RJ., 1970, Thoma’s Oral Pathology, 6th ed., Vol. Neville BW., Damm DD., Allen CM. dan Bouquot JE.,
1, St Louis, CV Mosby Co., hal. 481-9. 2012, Oral Maxillofacial Patology, 3rd edition,
Hertog D., Bloemena E., Aartman IHA dan Isaäc Elsevier, Singapore.
van-der-Waal, 2012, Histopathology of
213
Yustitie Mart"ya Hermawatie, dkk. : Ekspresi CD10 dan AKT pada Ameloblastoma ISSN 2086-0218
Ogawara Y., Kishishita S., Obata T., Isazawa Y., Sandra F., Nakamura N., Mitsuyasu T., Shiratsuchi
Suzuki T., Tanaka K., Masuyama N. dan Y. dan Ohishi M., 2001, Two relatively distinct
Gotoh Y., 2002, Akt enhances Mdm2-mediated pattern of ameloblastoma: an antiapoptotic
ubiquitination and degradation of p53, Journal proliferating site in the outer layer (periphery)
of Biological Chemistry, vol. 277, no. 24, hal. and a pro-apoptotic differentiating site in the
21843–21850. inner layer (centre), Histopathology, Vol 39,
Pinheiro JJ., Freitas VM., Moretti AI., Jorge AG. No.1, hal. 93-8.
dan Jaeger RG., 2004, Local invasiveness Shah J., 2003, Head and Neck Surgery and Oncology,
of ameloblastoma. Role played by matrix 3rd ed., Mosby, Philadelphia, hal. 570-4.
metalloproteinases and proliferative activity. Simon ENM., Merkx MAW., Vuhahula E., Ngassapa D.
Journal Histopathology, Jul, Vol. 45(1):65-72. dan Stoelinga PJW., 2005, A 4-year prospective
Regezi JA., Sciubba JJ. dan Jordan RCK., 2012, Oral study on epidemiology and clinicopathological
Pathology: Clinical Pathologic Correlations, 6th presentation of odontogenic tumors in Tanzania,
ed., Elsevier Saunders, St. Louis:hal 270-7. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol
Reichart PA. dan Hans PP., 2003, Odontogenic Tumors Endod, No. 99; 598-602.
and Allied Lessions, Quintessence Book, hal Stricker TP. dan Kumar V., 2010, Neoplasia dalam
17-65. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Reichart PA., Philipsen HP. danSonner S., 1995, Disease, 8th Edition, Saunders Elsevier
Ameloblastoma: Biological profile of 3677 Philadelphia.
Cases, Eur J Cancer B Oral Oncol. Mar, Vol. Testa JR. dan Bellacosta A., 2001, AKT plays a central
31B(2):86-99. role in tumorigenesis, PNAS, September 25,
Salehinejad J., 2011, Immunohistochemical detection 2001, Vo. 98, No. 20, hal. 10983-85.
of p53 and PCNA in ameloblastoma induces White SC. dan Pharaoh MJ., 2000, Oral Radiology:
adenomatoid odontogenic tumors, Journal of Principles and Interpretation, Mosby, St. Louis.
Oral Science, Vol. 53, No. 2, hal. 213-7.
214