Anda di halaman 1dari 12

METAPOPULASI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Biokonservasi


yang dibina oleh Dr. Ir. Suhadi, M.Si

Oleh
Kelompok 9
Susanti Indah Lestari (407342408158)
Chandra Kurnia Hardiatma (407342400000)
Anugrah Tesia Pramuktia Juni (407342408152)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 201
METAPOPULASI
Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu, suatu spesies dapat punah dari suatu lokasi,
sementara populasi baru dapat terbentuk di lokasi lain yang sesuai dan berdekatan
dengan lokasi semula. Berbagai spesies yang hidup dalam habitat sementara dapat
digolongkan sebagai metapopulasi. Metapopulasi (populasi dari populasi) adalah
sejumlah populasi yang membentuk suatu mosaik yang dinamis dan saling
berhubungan melalui peristiwa-peristiwa migrasi maupun penyebaran pasif
(Hanski dan Simberloff 1997; Kircher dkk 2003; Akcakaya dkk 2004).
Pada spesies tertentu, setiap populasi atau anggota metapopulasi berumur
pendek dan sebaran setiap spesies akan selalu berubah dari suatu generasi ke
generasi berikut. Pada spesies lain, metapopulasi dapat disusun oleh suatu atau
lebih populasi inti (core/source) dengan jumlah yang mapan, serta dikelilingi
beberapa populasi satelit (sink) yang berfluktuasi, akibat peristiwa migrasi.
Populasi satelit tersebut dapat menghilang bila keadaan lingkungan tidak
menguntungkan. Namun, populasi satelit juga dapat terbentuk kembali saat
lingkungan berubah menguntungkan dan ketika kolonisasi terjadi kembali oleh
individu-individu yang bermigrasi dari populasi inti.
Metapopulasi juga dapat muncul sebagai populasi yang relatif stabil ketika
perpindahan individu hanya terjadi sesekali. Metapopulasi dapat dijadikan sebagai
permodelan yang baik. Berbagai program pun telah dikembangakan untuk
menstimulasi dinamika metapopulasi di alam (Hokit dkk 2001; Donovan dan
Welden 2002). Dalam penelitian, metapopulasi biasanya memberikan gambaran
yang lebih akurat mengenai keadaan suatu spesies bila dibandingkan dengan
mempelajari hanya satu atau beberapa populasi.
Kalimat metapopulasi diperkenalkan pertamakali oleh Levins pada tahun
1970, untuk menggambarkan sebuah populasi dalam sekelompok populasi (Gilpin
dan Hanski dalam Ferina, 1998). Metapopulasi adalah suatu sistem dimana tingkat
rata - rata keberadaan serta rekolonisasi yang mengakibatkan terjadinya
perpindahan individu - individu yang menjamin terjadinya hubungan secara
genetis antara masing-masing sub populasi.
Metapopulasi adalah terdiri dari kelompok populasi yang secara spasial
terpisah dari jenis yang sama dan berinteraksi pada beberapa tingkatan. Istilah
metapopulasi dipilih oleh Richard Levins pada tahun 1970 untuk menjelaskan
sebuah model dinamika populasi dari serngga hama pada lahan pertanian, namun
ide tersebut berkembang luas dan diterapkan pada habitat yang terfragmentasi
secara alami maupun secara buatan. Secara istilahnya Lavin menjelaskan bahwa
metapopulasi adalah populasi dari populasi.
Sebuah metapopulasi secara umum dipertimbangkan terdiri dari beberapa
populasi yang berbeda yang bersama menempati area dengan habitat yang sesuai
yang sekarang tidak ditempati lagi. Dalam teori metapopulasi klasik, masing-
masing siklus populasi yang relatif bebas dari populasi lain akan menjadi punah
sebagai konsekuensi dari stokhastik demografik (fluktuasi ukuran populasi
tergantung dari kejadian demografi acak); populasi yang lebih kecil akan lebih
rawan menjadi punah.
Walaupun populasi individu memiliki masa hidup yang terbatas,
metapopulasi secara keseluruhan biasanya stabil karena imigrasi dari suatu
populasi (sebagai contoh mungkin karena ledakan jumlah populasi). Mereka juga
melakukan emigrasi ke populasi kecil dan menyelamatkan populasi tersebut dari
kepunahan (disebut sebagai efek penyelamatan).
Teori metapopulasi pertama kali dikembangkan untuk ekosistem terestrial,
dan kemudian diaplikasikan untuk real laut. Pada ilmu perikanan, pengertian
“subpopulasi” sama dengan istilah ilmiah metapopulasi “populasi lokal.
Perkembangan teori metapopulasi, berhubungan dengan perkembangan
teori dinamika “source-sink”, memberikan perhatian yang lebih terhadap
pentingnya hubungan antara populasi yang terpisah. Walaupun tidak ada populasi
tunggal yang bisa menjamin kelangsungan hidup jangka panjang, efek kombinasi
dari banyak populasi mampu melakukan hal tersebut.
Konsep metapopulasi sangat erat hubungannya dengan pulau Biografi
(Mac Arthur dan Wilson dalam Ferina, 1998), dengan mempertim-bangkan baik
kolonisasi maupun tingkat keberadaan sebagai proses yang mendasarinya. Secara
khusus, hubungan antara konsep metapopulasi terhadap Ekologi Lansekap,
mempengaruhi sintesa yang kuat.
Proses penyebaran menghasilkan faktor yang sangat penting, yang me-
nentukan daerah demografis serta struktur secara spesial dari meta-populasi
tersebut. Hanson (dalam Ferina, 1998) mengatakan bahwa ada (tiga) faktor utama
yang berpengaruh terhadap proses penyebaran tersebut. Yaitu:
a. Ambang batas ekonomi;
b. Konflik yang terjadi pada pengadaan sumber daya;
c. Pembatalan pemeliharaan.
Model metapopulasi memiliki kelebihan, karena pada kenyataannya
populasi lokal bersifat dinamis, dan terdapat kemungkinan pertukaran maupun
perpindahan individu. Para ahli biologi dapat memperhitungkan dampak dari efek
semula dan hanyutan genetik pada suatu spesies.
Contoh yang menunjukkan bahwa pendekatan metapopulasi dapat berguna
untuk mengelola suatu spesies:
1. Pada “California mountain sheep” Ovis canadensis yang hidup di
gurun di barat daya Kalifornia terjadi perubahan mosaik populasi. Hewan
tersebut terlihat berpindah antarjajaran pegunungan meninggalkan daerah
yang telah dihuni dan menghuni wilayah baru yang belum dihuni. Upaya
pelestarian spesies ini dapat dilakukan dengan melindungi jalur perpindahan
dan wilayah yang berpotensi dihuni olehnya.
2. “Furbish’s lousewort” (Pedicularis furbishiae) merupakan
tumbuhan endemik yang tumbuh disepanjang sungai St. John di Maine dan
New Brunswick, yang mengalami banjir berkala (Menges, 1990). Banjir
seringkali menghancurkan populasi tumbuhan yang ada, namun banjir juga
dapat mengakibatkan terbentuk rataan ditepi sungai, habitat yang sesuai untuk
membentuk populasi baru spesies ini. Studi yang berkenaan dengan satu
populasi saja akan menghasilkan gambaran yang tidak utuh terhadap spesies
ini, karena populasi yang ada berumur pendek dan menghasilkan biji yang
disebarkan melalui air ke lokasi yang baru.

Metapopulasi merupakan konsep ekologi lanskap yang sangat penting yang


berhubungan dengan dinamika populasi (Bunce and Jongman, 1993).
a. Ekologi Lanskap
Ekologi lanskap Istilah ini diciptakan oleh Carl Troll , seorang ahli
geografi Jerman, pada tahun 1939. Ia mengembangkan banyak awal konsep dan
terminologi ekologi lanskap sebagai bagian dari awal bekerja, yang terdiri dari
penerapan interpretasi foto udara untuk studi interaksi antara lingkungan dan
vegetasi.
Ekologi lanskap merupakan interdisipliner ilmu yang mengkaji tentang
struktur, fungsi dan perubahan yang terjadi di lanskap. Ada pula pengertian
Ekologi Lanskap adalah ilmu yang mempelajari dan memperbaiki hubungan
antara pembangunan perkotaan dan proses ekologi di lingkungan dan ekosistem
tertentu. Hal ini dilakukan dalam berbagai skala lanskap, spasial pola
pembangunan, dan tingkat organisasi penelitian dan kebijakan.
Lanskap didefinisikan sebagai hamparan lahan yang heterogen yang
tersusun dari sekelompok ekosistem yang saling berinteraksi (Forman and
Gordon, 1986). Lanskap pertanian adalah mencakup ekosistem hutan,
perkampungan, lahan pertanian, jalan raya dan jalan tanah (dirt road). Struktur
lanskap diartikan sebagai pola ruang dari berbagai komponen lanskap yang
menyangkut ukuran, keanekaragaman, kerapatan dan konfigurasinya.
Ekologi Lanskap dapat berguna bagi konservasi alam karena menyangkut
pemikiran dari pengaturan habitat, pemikiran konsekuensi struktur dan proses
untuk spesies yang berbeda.
Terdapat tiga (3) pandangan dalam ekologi lansekap (Ferina , Almo, 1998) antara
lain:

1. Manusia : Pada perspektif manu-sia. Lansekap adalah


dikelom-pokkan pada fungsi utama yang mempunyai arti untuk kehidup-an
manusia.
2. Geobotanical : Distribusi spatial dari komponen lingkungan abio-
tik dan biotik, dari lansekap ta-nah sampai yang didekati oleh tanaman, dan
pada distribusi ta-naman utama sebagai komunitas, tanah hutan dan
sebagainya.
3. Hewan : Pandangan akhir ini kon-sepnya dihubungkan
dengan pe-ngamatan lansekap manusia, wa-laupun terdapat perbedaan subs-
tantial dalam mendekati secara langsung.
Inti konseptual dan teoritis ekologi lanskap link disiplin ilmu alam dengan
manusia yang berkaitan. Pemandangan ekologi dapat digambarkan oleh beberapa
tema inti:
• pola spasial atau struktur dari lanskap, mulai dari padang gurun ke
kota,
• hubungan antara pola dan proses di lanskap,
• hubungan aktivitas manusia untuk pola lanskap, proses dan
perubahan,
• efek skala dan gangguan pada lanskap
• Perkembangan ekologi lanskap menggambarkan hubungan penting
antara pola spasial dan proses ekologi.

Tutupan lahan sekitar Madison, WI. Bidang berwarna kuning dan coklat, air berwarna biru, dan permukaan
perkotaan berwarna merah.
Lahan permukaan sekitarnya Madison, WI

Penutupan kanopi sekitar Madison, WI

Perkembangan ini menggabungkan metode kuantitatif yang memiliki


pranala pola spasial dan proses ekologis pada skala spasial dan temporal luas. Ini
hubungan antara waktu, ruang, dan perubahan lingkungan dapat membantu
manajer dalam menerapkan rencana untuk memecahkan lingkungan masalah.
Perhatian meningkat dalam beberapa tahun terakhir pada dinamika spasial telah
menyoroti kebutuhan untuk metode kuantitatif baru yang dapat menganalisis pola,
menentukan pentingnya proses spasial eksplisit, dan mengembangkan model yang
handal. multivariat teknik analisis yang sering digunakan untuk menguji tingkat
vegetasi pola lanskap. Studi menggunakan teknik statistik, seperti analisis klaster ,
analisis korespondensi kanonik (CCA), atau analisis korespondensi detrended
(DCA), untuk mengklasifikasi vegetasi. Analisis Gradient adalah cara lain untuk
menentukan struktur vegetasi di seluruh lanskap atau untuk membantu lahan
basah habitat kritis untuk menggambarkan konservasi atau mitigasi tujuan
(Choesin dan Boerner 2002).

b. Fragmentasi Habitat
Fragmentasi Habitat adalah sebuah proses perubahan lingkungan yang
berperan penting dalam evolusi dan biologi konservasi. Sebagaimana yang tersirat
pada namanya, ia mendeskripsikan kemunculan fragmentasi lingkungan pada
habitat suatu organisme. Fragmentasi habitat dapat disebabkan oleh proses-proses
geologis yang secara perlahan mengubah tata letak lingkungan maupun oleh
aktivitas manusia yang dapat mengubah lingkungan secara cepat. Proses
fragmentasi habitat secara alami diduga merupakan salah satu sebab utama
spesiasi, sedangkan proses fragmentasi habitat oleh manusia menyebabkan
kepunahan banyak spesies.

Fragmentasi dan pemusnahan habitat Kera di Afrika Tengah

Deforestasi dan pembangunan jalan yang semakin meningkat pada hutan Amazon mengancam
keanekaragaman hayati

Fragmentasi habitat sering kali disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti


agrikultur dan urbanisasi. Habitat yang sebelumnya terhubung menjadi terbagi
menjadi dua fragmen. Setelah pembersihan habitat yang intensif, kedua fragmen
yang terpisah tersebut akan terisolasi satu dengan lainnya.
Fragmentasi habitat mengiringi pengubahan habitat. Satu contoh proses ini
adalah pembangunan jalan inspeksi atau jalan untuk membuka wilayah terisolasi
(pedalaman). Pembangunan jalan menjadikan habitat alami bekantan terpetak-
petak.
Apabila dikaitkan dengan perilaku bekantan, pemetak-petakan tidak hanya
memutuskan daerah jelajah bekantan, tetapi juga menghambat perilaku sosialnya
dan bahkan dapat meningkatkan terjadinya perkawinan kerabat dekat
(inbreeding).
Masalah berikutnya yang paling merugikan adalah pembunuhan langsung
bekantan. Bekantan dibunuh melalui peracunan, karena dianggap sebagai hama
tanaman pertanian (bebuahan). Dagingnya dikonsumsi oleh salah satu suku di
Kalimantan. Bagian-bagian tubuh primata ini juga dimanfaatkan sebagai umpan
dalam penjeratan biawak dan ular sawa, Bahkan kabar terakhir menyatakan
bahwa bekantan dan beberapa spesies primata lainnya (lutung dan monyet) diburu
dan dagingnya diambil untuk bahan pakan buaya yang diternakkan di Kalimantan
Timur, Harga 1 kg daging sekitar Rp. 4.000.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya yang serius pula untuk mengatasinya:
a. Upaya yang harus segera dilakukan adalah penetapan dan
pemantapan tata ruang yang pasti. Pada saat ini peraturan tata ruang selalu
direvisi dan perivisiannya mengarah pada keinginan pihak penguasa untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Kawasan lindung diubah jadi
kawasan budidaya, karena di kawasan lindung ditemukan kayu-kayu
berukuran besar dan laku di pasaran. Sebaliknya, kawasan budidaya diubah
jadi kawasan lindung sebagai dalih untuk dapat ditunjukkan kepada
masyarakat bahwa penguasa bertanggung jawab pada pelestarian alam.
b. Upaya lainnya adalah pembangkitan dan pengembangan komitmen
multipihak (pemerintah dan semua lapisan masyarakat) untuk
mempertahankan kelestarian bekantan dan habitatnya. Upaya ini perlu segera
dilakukan terutama pada 1) pemerintah yang hanya memikirkan PAD, 2)
masyarakat yang memperlakukan bekantan secara tidak baik dan 3)
masyarakat yang menguasai kawasan budidaya dan kawasan budidaya ini
justru menjadi habitat alami bagi bekantan.
Upaya-upaya ini tentunya masih jauh dari cukup dan masih memerlukan
upaya pendukung lainnya. Penegakan hukum hendaknya tidak hanya sebagai
pemanis bibir. Penyebarluasan informasi harus lebih digalakkan, karena masih
banyak masyarakat yang tidak atau belum tahu status bekantan. Pengembangan
ekoturisme dapat juga dijadikan alternatif pelestarian.
Aktifitas perubahan lanskap, seperti konversi lahan pertanian menjadi
lokasi pemukiman menyebabkan terjadinya fragmentasi dan kehilangan habitat.
Fragmentasi habitat dicirikan terpecahnya lanskap yang luas menjadi bidang-
bidang lahan (patch) yang lebih kecil dan biasanya patch ini secara ekologis
banyak yang kurang berhubungan satu sama lain (Theobald, 2000)
Dalam suatu metapopulasi, penghancuran habitat dari populasi inti dapat
mengakibatkan kepunahan berbagai populasi satelit yang bergantung pada
populasi inti tersebut sebagai sumber kolonisasi. Selain itu, perpindahan dapat
terhambat oleh gangguan manusia seperti pembuatan pagar, jalan, dan bendungan.
Fragmentasi habitat akibat kegiatan manusia dapat memecah populasi berukuran
besar yang saling berhubungan sehingga menjadi metapopulasi kecil yang
menghuni fragmen habitat untuk sementara waktu.
Saat ukuran populasi sudah terlalu kecil, dan tingkat perpindahan sudah
terlalu rendah, maka populasi yang terisolasi akan punah secara perlahan, dan
tidak memungkinkan terjadinya rekolonisasi. Manajemen spesies ynag efektif
memerlukan pemahaman yang baik mengenai dinamika metapopulasi dan
perbaikan atau restorasi habitat yang rusak maupun pengamanan jalur-jalur
perpindahan individu atau populasi. Di Indonesia, populasi anoa yang endemik di
Sulawesi ternyata memiliki keanekaragaman genetika yang jauh lebih luas
daripada yang diperkirakan sebelumnya sehingga harus diperhitungkan dalam
perencanaan konservasi.

c. Dinamika Populasi
Kumpulan individu sejenis yang hidup padasuatu daerah dan waktu
tertentu disebut populasi Misalnya, populasi pohon kelapa dikelurahan Tegakan
pada tahun 1989 berjumlah 2552 batang.
Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam
populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan
perubahan dalam populasi. Misalnya, tahun 1980 populasi Pinus di Tawangmangu
ada 700 batang. Kemudian pada tahun 1990 dihitung lagi ada 500 batang pohon
Pinus. Dari fakta tersebut kita lihat bahwa selama 10 tahun terjadi pengurangan
pohon pinus sebanyak 200 batang pohon. Untuk mengetahui kecepatan perubahan
maka kita membagi jumlah batang pohon yangberkurang dengan lamanya waktu

perubahan terjadi :
700 - 500 = 200batang
1990-1980 = 10 tahun
= 20 batang/tahun
Dari rumus hitungan di atas kita dapatkan kesimpulan bahwa rata-rata
berkurangnya pohon tiap tahun adalah 20 batang. Akan tetapi, perlu diingat
bahwa penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi ada berbagai hal. Dari
alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit,
sedangkan dari manusia misalnya karena tebang pilih. Namun, pada dasarnya
populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak
dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik iniantara lain :
kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi
biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas danmortalitas
merupakan penentu utama pertumbuhan populasi.
Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini
khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia.
Imigrasi adalahperpindahan satu atau lebih organisme kedaerah lain atau peristiwa
didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; didaerah yang didatangi
sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi.
Emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau
lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi
dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan
emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. Populasi hewan atau tumbuhan dapat
berubah, namun perubahan tidak selalu menyolok. Pertambahan atau penurunan
populasi dapat menyolok bila ada gangguan drastis dari lingkungannya, misalnya
adanya penyakit, bencana alam, dan wabah hama.
Kajian Pustaka
Hagg. C. R. Et all. 2002. STRONG INBREEDING DEPRESSION IN A
DAPHNIA METAPOPULATION. Universitas Basel, Zoologisches
Institut, Rheinsprung 9, 4051 Basel, Switzerland. Evolution, 56(3),
2002, pp. 518–526.
Hanski. I. 1998. Dinamika metapopulasi. Artikel Onlline. Metapopulation
dynamic. NATURE | VOL 396 | 5 NOVEMBER 1998 |
www.nature.com. Diakses pada tanggl 27 november 2010.
Soenjoto. M. A. 2004. Fragmentasi penelitian. Artikel Online. Fragmen
penelitian. Diakses 25 november 2010.

Anda mungkin juga menyukai